Anda di halaman 1dari 45

Lembar Pengesahan

Referat dengan judul Hipertensi Renovaskular


telah diterima dan disetujui pada tanggal . Desember 2009
sebagai salah satu syarat menyelesaikan kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam
periode November 2009 Januari 2010 di RSUP Fatmawati

Jakarta,

Desember 2009

Dr. J. Sarwono, Sp.PD

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan petunjuk-Nya,
penulis dapat menyelesaikan referat berjudul Hipertensi Renovaskular ini tepat pada
waktunya.
Referat ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas kepaniteraan klinik di bagian
Ilmu Penyakit Dalam RSUP Fatmawati. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. J. Sarwono Sp.PD selaku dokter
pembimbing dan rekan-rekan koas yang ikut membantu memberikan dorongan semangat
serta moril.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih terdapat kekurangan serta
kesalahan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari semua pihak. Semoga referat ini dapat bermanfaat dan menambah
pengetahuan dalam bidang Ilmu Penyakit Dalam khususnya dan bidang kedokteran pada
umumnya.

Jakarta, 17 Desember 2009

Penulis

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I

Pendahuluan

BAB II

Anatomi dan Fisiologi Ginjal

BAB III

Pembuluh Darah, Tekanan darah dan Hipertensi16

BAB IV

Hipertensi Renovaskular

20

BAB V

Kesimpulan

42

Penutup

44

Daftar Pustaka

45

BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi
primer yang tidak diketahui penyebabnya, dan hipertensi sekunder. 1
Hipertensi renovaskuler adalah

salah satu bentuk hipertensi sekunder.

Prevalensinya yang pasti belum diketahui, diperkirakan sekitar 5 % dari seluruh populasi
hipertensi dan merupakan penyebab terbanyak dari hipertensi sekunder. Diagnosis untuk
hipertensi ini sering dilewatkan, padahal diagnosis pasti diperlukan. Hipertensi jenis ini
merupakan hipertensi yang dapat diobati/disembuhkan pada setiap umur. Hipertensi ini
juga merupakan salah satu penyebab gagal ginjal kronis yang potensial untuk reversibel.1
Hipertensi renovaskuler didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah
sekunder yang disebabkan oleh berbagai kondisi yang berhubungan dengan arteri ke
jaringan ginjal, atau hipertensi yang disebabkan oleh lesi arteri renalis yang dapat sembuh
setelah koreksi terhadap lesi tersebut atau dengan mengangkat ginjal yang bersangkutan.
Diagnosis pasti hipertensi renovaskuler ditegakkan secara retrospektif, yaitu setelah
dilakukan tindakan koreksi. 1
Walaupun secara morfologis didapatkan suatu lesi ataupun kelainan pada arteri
renalis, namun hubungan hipertensi dengan lesi pada arteri renalis yang diduga sebagai
penyebab hipertensi tersebut dipastikan setelah melakukan koreksi terhadap lesi tersebut.
Sebelum dilakukan tindakan nefrektomi, tidak dapat disimpulkan apakah hipertensi
disebabkan oleh hipoplasia ginjal atau oklusi dari pembuluh darah ginjal tersebut atau
oleh kedua-duanya. 1
Bila hipertensi renovaskuler ini berlangsung lama dan menjadi bagian dari suatu
sindrom hipertensi maka sifat reversibilitasnya akan hilang, karena mungkin akibat
hipertensi ini telah terjadi kerusakan pada ginjal dan pembuluh darah non renal. 1

BAB II
ANATOMI dan FISIOLOGI GINJAL
A.

ANATOMI GINJAL2,3

Manusia memiliki sepasang ginjal yang terletak di belakang perut atau abdomen.
Ginjal ini terletak di kanan dan kiri tulang belakang, di bawah hati dan limpa. Di bagian
atas (superior) ginjal terdapat kelenjar adrenal (juga disebut kelenjar suprarenal).2
Ginjal bersifat retroperitoneal, yang berarti terletak di belakang peritoneum yang
melapisi rongga abdomen. Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Ginjal
kanan biasanya terletak sedikit di bawah ginjal kiri untuk memberi tempat untuk hati. 2
Sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan duabelas.
Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak (lemak perirenal dan lemak pararenal)
yang membantu meredam goncangan. 2

Struktur Ginjal 2
1. Renal pyramid
2. Interlobar artery
3. Renal artery
4. Renal vein
5. Renal hylum
6. Renal pelvis
7. Ureter
8. Minor calyx
9. Renal capsule
10. Inferior renal capsule
11. Superior renal capsule
12. Interlobar vein
13. Nephron
14. Minor calyx
15. Major calyx
16. Renal papilla
17. Renal column

Pada orang dewasa, setiap ginjal memiliki ukuran panjang sekitar 11 cm dan
ketebalan 5 cm dengan berat sekitar 150 gram. Ginjal memiliki bentuk seperti kacang
dengan lekukan yang menghadap ke dalam. Di tiap ginjal terdapat bukaan yang disebut
hilus yang menghubungkan arteri renal, vena renal, dan ureter. 2
Bagian paling luar dari ginjal disebut korteks, bagian lebih dalam lagi disebut
medulla. Bagian paling dalam disebut pelvis. Pada bagian medulla ginjal manusia dapat
pula dilihat adanya piramida yang merupakan bukaan saluran pengumpul. Ginjal
dibungkus oleh lapisan jaringan ikat longgar yang disebut kapsula. 2
Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih dari
satu juta buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi sebagai
regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara menyaring
darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan tubuh. Molekul
dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan dilakukan

menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil akhir yang
kemudian diekskresikan disebut urin. 2
Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang disebut korpuskula
(atau badan Malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus). Setiap korpuskula
mengandung gulungan kapiler darah yang disebut glomerulus yang berada dalam kapsula
Bowman. Setiap glomerulus mendapat aliran darah dari arteri aferen. Dinding kapiler
dari glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau penyaringan. Darah dapat disaring
melalui dinding epitelium tipis yang berpori dari glomerulus dan kapsula Bowman karena
adanya tekanan dari darah yang mendorong plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan
masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah yang telah tersaring akan meninggalkan ginjal
lewat arteri eferen. 2
Di antara darah dalam glomerulus dan ruangan berisi cairan dalam kapsula
Bowman terdapat tiga lapisan: 2
1. kapiler selapis sel endotelium pada glomerulus
2. lapisan kaya protein sebagai membran dasar
3. selapis sel epitel melapisi dinding kapsula Bowman (podosit)
Dengan bantuan tekanan, cairan dan darah didorong keluar dari glomerulus,
melewati ketiga lapisan tersebut dan masuk ke dalam ruangan dalam kapsula Bowman
dalam bentuk filtrat glomerular. 2
Filtrat plasma darah tidak mengandung sel darah ataupun molekul protein yang
besar. Protein dalam bentuk molekul kecil dapat ditemukan dalam filtrat ini. Darah
manusia melewati ginjal sebanyak 350 kali setiap hari dengan laju 1,2 liter per menit,
menghasilkan 125 cc filtrat glomerular per menitnya. Laju penyaringan glomerular ini
digunakan untuk tes diagnosa fungsi ginjal. 2

Jaringan ginjal. Warna biru menunjukkan satu tubulus.

Tubulus ginjal merupakan lanjutan dari kapsula Bowman. Bagian yang


mengalirkan filtrat glomerular dari kapsula Bowman disebut tubulus konvulasi
proksimal. Bagian selanjutnya adalah lengkung Henle yang bermuara pada tubulus
konvulasi distal. 2
Lengkung Henle diberi nama berdasar penemunya yaitu Friedrich Gustav Jakob
Henle di awal tahun 1860-an. Lengkung Henle menjaga gradien osmotik dalam
pertukaran lawan arus yang digunakan untuk filtrasi. Sel yang melapisi tubulus memiliki
banyak mitokondria yang menghasilkan ATP dan memungkinkan terjadinya transpor
aktif untuk menyerap kembali glukosa, asam amino, dan berbagai ion mineral. Sebagian
besar air (97.7%) dalam filtrat masuk ke dalam tubulus konvulasi dan tubulus kolektivus
melalui osmosis. 2
Cairan mengalir dari tubulus konvulasi distal ke dalam sistem pengumpul yang
terdiri dari: 2

tubulus penghubung

tubulus kolektivus kortikal

tubulus kolektivus medularis


Tempat lengkung Henle bersinggungan dengan arteri aferen disebut aparatus

juxtaglomerular, mengandung macula densa dan sel juxtaglomerular. Sel juxtaglomerular


adalah tempat terjadinya sintesis dan sekresi renin. 2
Cairan menjadi makin kental di sepanjang tubulus dan saluran untuk membentuk
urin, yang kemudian dibawa ke kandung kemih melewati ureter. 2
8

Suplai Pembuluh Darah Makroskopik Ginjal 3

Gambar. Sistem Pendarahan pada Ginjal

Arteria renalis berasal dari aorta abdominalis kira-kira setinggi vertebra lumbalis
II. Aorta terletak di sebelah kiri garis tengah sehingga arteria renalis kanan lebih panjang
dari arteria renalis kiri. Setiap arteria renalis bercabang sewaktu masuk ke dalam hilus
ginjal.3
Vena renalis mengalirkan darah dari masing-masing ginjal ke dalam vena kava
inferior yang terletak di sebelah kanan dari garis tengah. Akibatnya vena renalis kiri kirakira dua kali lebih panjang dari vena renalis kanan. 3
Saat arteria renalis masuk ke dalam hilus, arteria tersebut bercabang menjadi
arteria interlobaris yang berjalan di antara piramid, selanjutnya membentuk percabangan
arkuata yang melengkung melintasi basis piramid-piramid tersebut. 3
Arteria arkuata kemudian membentuk ateriol-arteriol interlobularis yang tersusun
paralel dalam korteks. Arteriola interlobularis ini selanjutnya membentuk arteriola aferen.
3

Masing-masing arteriol aferen akan menyuplai darah ke rumbai-rumbai kapiler


yang disebut glomerulus. Kapiler glomeruli bersatu membentuk arteriol eferen yang
kemudian bercabang-cabang memnbentuk sistem jaringan portal yang mengelilingi
tubulus dan kadang-kadang disebut kapiler peritubular. Sirkulasi ginjal tidak seperti biasa
yang terbagi menjadi dua bantalan kapiler yang terpisah, tapi bantalan glomerulus dan
bantalan kapiler peritubular terbentuk menjadi rangkaian sehingga semua darah ginjal
melewati keduanya. Tekanan dalam bantalan kapiler yang pertama (tempat terjadi filtrasi)
adalah lebih tinggi (40 hingga 50 mmHg), sedangkan tekanan dalam kapiler peritubular
(tempat reabsorbsi tubular kembali ke sirkulasi) adalah rendah (5 hingga 10 mmHg) dan
menyerupai kapiler di tempat lain dalam tubuh. Darah yang melewati jaringan portal ini
mengalir ke jaringan vena interlobular, arkuata, interlobular, dan vena ginjal untuk
mencapai vena kava inferior. 3
Gambaran Khusus Aliran Darah Ginjal 3
Ginjal diperfusi oleh sekitar 1200 ml darah permenit, suatu volume yang sama
dengan 20% sampai 25% curah jantung (5000 ml permenit). Kenyataan ini memang
sangat menakjubkan, kalau kita pertimbangkan bahwa berat kedua ginjal kurang dari 1%
dari seluruh berat tubuh. 3
Lebih dari 90% darah yang masuk ke ginjal didistribusikan ke korteks,sedangkan
sisanya didistribusikan medula. 3
Sifat khusus aliran darah ginjal yang lain adalah autoregulasi aliran darah melalui
ginjal. Arteriol aferen mempunyai kapasitas intrinsik yang dapat mengubah
resistensinya sebagai respon terhadap perubahan tekanan darah arteria, dengan
demikian mempertahankan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus tetap konstan.
Fungsi ini efektif pada tekanan arteria antara 80 sampai 180 mmHg. Hasilnya adalah
pencegahan terjadinya perubahan besar dalam ekskresi zat terlarut dan air. Tetapi dalam
kondisi-kondisi tertentu autoregulasi ini dapat ditaklukkan, meskipun tekanan arteria
masih dalam batas autoregulasi. Saraf-saraf renal dapat menyebabkan vasokontriksi pada

10

keadaan darurat dan mengalihkan darah dari ginjal ke jantung, otak, atau otot rangka
dengan mengorbankan ginjal. 3
B. FISIOLOGI GINJAL 2,4,5,6
Ginjal melakukan berbagai fungsi yang ditujukan untuk mempertahankan
homesostasis. Ginjal memiliki beberapa fungsi, yaitu :
1) Fungsi ekskretorik:
o mengatur volume cairan ekstrasel (CES), susunan ion CES (osmolaritas)
o mengeluarkan hasil sisa metabolisme tubuh (urea, asam urat, kreatinin)
2) Fungsi sekretorik: sekresi renin, eritropoeitin
3) Fungsi metabolik, meliputi: mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya, sintesis
ammonia, glukoneogenesis, inaktifasi angiotensin II, glukagon, insulin, hormon
paratiroid. 4
Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional berukuran mikroskopik
yang dikenal sebagai nefron. Terdapat dua jenis nefron yaitu nefron korteks dan nefron
jukstamedula.2
Terdapat tiga proses dasar yang berperan dalam pembentukan urin adalah filtrasi
glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus. 5

Bagan. Aliran urin. 5


1. Filtrasi Glomerulus 4
Filtrasi glomerulus dipengaruhi oleh 3 faktor:
a). Tekanan filtrasi
b). Luas permukaan filtrasi
c). Permeabilitas membran filtrasi
11

2. Reabsorpsi Tubulus 4
Semua konstituen plasma, kecuali protein, secara non diskriminatif difiltrasi
bersama-sama melintasi kapiler glomerulus. Bahan-bahan esensial yang difiltrasi perlu
dikembalikan ke darah melalui proses reabsoprsi tubulus (perpindahan bahan secara
sendiri-sendiri berlainan dari lumen tubulus ke dalam kapiler peritubulus). Reabsorpsi
tubulus adalah suatu proses yang sangat selektif. 4
Dengan mempertimbangkan besarnya filtrasi glomerulus, tingkat reabsorpsi
tubulus juga luar biasa, tubulus biasanya mereabsorpsi 99% H2O yang difiltrasi, 100%
gula yang dfilitrasi, dan 99,5% garam yang difiltrasi. Reabsorpsi tubulus melibatkan
transportasi transepitel. Terdapat 2 jenis reabsorpsi tubulus yaitu reabsorpsi pasif dan
reabsorpsi aktif. Bahan-bahan yang direabsorpsi aktif merupakan bahan yang penting
bagi tubuh, misalnya glukosa, asam amino, dan nutrien organik lainnya, serta Na+ dan
elektrolit lain (misal, PO2-4). Langkah aktif pada reabsoprsi Na+ melibatkan pembawa
Na+-K+ATPase yang terletak di membran basolateral sel tubulus. 4

Gambar.

Reabsorpsi

natrium 2.
Reabsorpsi
natrium bersifat

unik

dan

kompleks. 80%

dari

kebutuhan

energi total ginjal digunakan untuk transportasi Na+. Na+ direabsorpsi di seluruh tubulus
(99,5%), tetapi dengan tingkat yang berbeda-beda di berbagai bagiannya.4
Kecuali natrium, bahan yang direabsoprsi secara aktif memperlihatkan maksimum
transportasi. 4
Reabsorpsi natrium di tubulus proksimal (66,7%) berperan penting dalam
reabsorpsi glukosa, asam amino, H2O, Cl-, dan urea. Reabsorpsi glukosa dan asam amino

12

yang cepat dan tuntas di awal tubulus ini mencegah hilangnya nutrien-nutrien organik
yang penting ini. 4
Reabsorpsi natrium di lengkung Henle (25%) bersama dengan reabsoprsi Cl-,
berperan penting dalam kemampuan ginjal menghasilkan urin dengan konsentrasi dan
volume yang berbeda-beda, bergantung kepada kebutuhan tubuh untuk menyimpan atau
membuang H2O. Klorida selalu secara pasif mengikuti Na + sesuai penurunan gradien
listrik yang tercipta oleh perpindahan aktif natrium. 4
Reabsorpsi natrium di bagian distal (8%) nefron bersifat variabel dan berada di
bawah kontrol hormon, penting dalam mengatur CES. Walaupun hanya sekitar 8%,
pengeluaran dalam jumlah kecil ini apabila dikalikan dengan frekuensi filtrasi volume
plasma keseluruhan oleh ginjal yang berlangsung beberapa kali sehari, dapat
menyebabkan pengeluaran Na+ dalam jumlah cukup besar. Reabsorpsi tersebut juga
sebagian berkaitan dengan sekresi K+ dan H+. Tingkat reabsorpsoi terkontrol ini
berbanding terbalik dengan besar beban Na+ di tubuh. Apabila terlalu banyak terdapat
Na+, hanya sedikit Na+ yang terkontrol direabsorpsi, bahkan Na+ dikeluarkan bersama
urin sehingga kelebihan Na+ dapat dikeluarkan dari tubuh, begitu pula sebaliknya. Sistem
hormon terpenting yang merangsang reabsorpsi Na+ di tubulus distal dan tubulus
pengumpul adalah sistem renin-angiotensin-aldosteron (sistem RAA). 4
Sel-sel granuler aparatus jukstaglomerulus mensekresikan suatu hormon renin ke
dalam darah sebagai respon terhadap penurunan NaCl/volume CES/tekanan darah.
Berikut ini adalah mekanisme renin menyebabakan peningkatan reabsorpsi Na +. setelah
disekresikan ke dalam darah, renin bekerja sebagai enzim untuk mengaktifkan
angiotensinogen menjadi angiotensin I. Angiotensinogen adalah protein plasma yang
disintesis oleh hati dan selalu terdapat di dalam plasma dalam konsentrasi tinggi. Pada
saat melewati paru melalui sirkulasi paru, angiontensin I

diubah oleh Angiotensin

converting enzyme (ACE), yang banyak terdapat di kapiler paru, menjadi Angiotensin II.
Angiotensin II adalah stimulus utama untuk sekresi hormon aldosteron dari kelenjar
adrenal. Salah satu efek aldosteron adalah meningkatkan reabsorpsi Na+ di tubulus distal
dan tubulus pengumpul. Hormon ini melaksanakannya dengan merangsang sintesis
aldosterone induced protein. 4

13

Gambar sistem RAA 5


Dengan demikian sistem RAA mendorong retensi garam yang akhirnya
menyebabkan retensi H2O dan peningkatan tekanan darah arteri. Melalui mekanisme
umpan balik negatif, sistem ini menghilangkan faktor-faktor yang memicu pengeluaran
awal renin-yaitu deplesi garam, penurunan volume plasma, dan penurunan tekanan darah
arteri. Selain merangsang sekresi aldosteron, angiotensin II merupakan konstriktor kuat
bagi arteriol sehingga zat ini secara langsung meningkatkan tekanan darah dengan
meningkatkan resistensi perifer total. Selain itu, angiotensin II juga merangsang rasa haus
dan vasopressin (hormon yang meningkatkan retensi H2O oleh ginjal), sehingga
menyebabkan ekspansi volume plasma dan peningkatan tekanan arteri. 4
Selain sistem RAA yang diperkirakan memiliki pengaruh terkuat tehadap ginjal
dalam menangani Na+, bukti terakhir mengisyaratkan bahwa sistem panahan Na+ ini
dilawan oleh suatu sistem pembuang Na+ yang melibatkan hormon peptide natriuretik
atrium (atrial natriuretik peptide, ANP) dan mungkin faktor natriuretik lain. 4

14

BAB III
PEMBULUH DARAH, TEKANAN DARAH dan HIPERTENSI
A. PEMBULUH DARAH 4,6
Darah mengalir dalam lengkung tertutup antara jantung dan jaringan. Arteri
mengangkut darah dari jantung ke seluruh tubuh. Arteriol mengatur jumlah darah yang

15

mengalir ke setiap organ. Kapiler adalah tempat pertukaran bahan yang sebenarnya antara
darah dan jaringan di sekitarnya. Vena mengembalikan darah dari jaringan ke jantung.4

Histologi lapisan pembuluh darah (arteri) 6

Dinding arteri secara histology terdiri dari 3 lapisan:


1. Tunika Intima
2. Tunika Media
3. Tunika Adventitia

Gambar. Lapisan dinding arteri 4


1.Tunika Intima

16

Terdiri dari lapisan tipis sel endotelial yang membentuk barier pada sirkulasi
darah dalam lumen pembuluh darah. Sel-sel endotelial terletak pada lapisan jaringan
penyambung di muskuler media. 7
2. Lapisan Tunika Media
Adalah lapisan paling tebal dari dinding tunika intima dan adventitia oleh lamina
elastika externa dan interna. Lamina-lamina ini mengandung tempat terbuka diantara
serabut elastik dimana sel dan substansi-subatansi lain dapat lewat. Tunika media ini
terdiri terutama sel otot polos, matrix kolagen, elastin dan proteoglikan. Seperti lazimnya
otot polos fungsi disini untuk konstriksi dan dilatasi dinding pembuluh darah, dengan
demikian mengatur aliran darah melalui lumen .7
3. Lapisan terluar
Adalah adventitia mengandung serabut fibroblas dan kollagen, vassa vasorum,
saraf dan pembuluh limfe yang melayani arteri. 7
B. TEKANAN DARAH 4
Laju aliran darah melalui sebuah pembuluh berbanding lurus dengan gradient
tekanan dan berbanding terbalik dengan resistensi. Tekanan di awal pembuluh yang lebih
tinggi terbentuk oleh tekanan yang ditimbulkan kontraksi jantung pada darah. Tekanan
yang lebih rendah di akhir pembuluh disebabkan oleh gesekan antara darah yang
mengalir dengan dinding pembuluh. Resistensi, rintangan aliran darah melalui suatu
pembuluh, terutama dipengaruhi oleh diameter pembuluh. Resistensi berbanding terbalik
dengan diameter pangkat empat, sehingga sedikit perubahan pada diameter sangat
mempengaruhi aliran. Apabila diameter meningkat, resistensi menurun dan aliran
meningkat.4
Arteri adalah jalur berdiameter besar dan beresistensi rendah yang berjalan dari
jantung ke jaringan dan juga berfungsi sebagai reservoir tekanan. 4
Arteriol adalah pembuluh resistensi utama. Resistensi mereka yang tinggi
menyebabkan penurunan drastis tekanan rata-rata antara arteri dan kapiler. Vasodilatasi
arteriol, menurunkan resistensi dan meningkatkan aliran darah melalui pembuluh,
sedangkan vasokontriksi, meningkatkan resistensi dan menurunkan aliran. 4
Tekanan sistolik adalah tekanan puncak yang ditimbulkan oleh darah yang
disemprotkan pada dinding pembuluh selama sistol jantung. Tekanan diastolik adalah
17

tekanan minimum di arteri sewaktu darah mengalir ke luar untuk memasuki pembuluhpembuluh di sebelah hilir selama diastol jantung. 4
Tekanan rata-rata yang mendorong darah selama seluruh siklus jantung adalah
tekanan arteri rata-rata, yang dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus berikut:
tekanan arteri rata-rata = tekanan diastolik + (1/3 x tekanan nadi). 4
Pengaturan tekanan arteri rata-rata bergantung pada kontrol dua penentu
utamanya, yakni curah jantung dan resistensi perifer total. Kontrol curah jantung, pada
gilirannya, bergantung pada pengaturan kecepatan denyut jantung dan volume sekuncup,
sementara resistensi perifer total terutama ditentukan oleh derajat vasokontriksi arteriol.
Pengaturan jangka pendek tekanan darah dilakukan terutama oleh refleks baroreseptor.
Baroreseptor sinus karotikus dan lengkung aorta secara terus menerus memantau tekanan
arteri rata-rata. Jika keduanya mendeteksi adanya penyimpangan dari normal, keduanya
memberi sinyal pusat kardiovaskuler medula, yang berespons dengan menyesuaikan
keluaran otonom ke jantung dan pembuluh darah untuk memulihkan tekanan darah ke
tingkat normal. Kontrol jangka panjang tekanan darah melibatkan pemeliharaan volume
plasma yang sesuai melalui kontrol keseimbangan garam dan air oleh ginjal. 4
C. HIPERTENSI 1,8
Hipertensi adalah keadaan tekanan darah yang sama atau melebihi 140 mmHg
sistolik dan/atau sama atau melebihi 90 mmHg diastolic pada seseorang yang tidak
sedang makan obat hipertensi.
Hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi
primer yang tidak diketahui penyebabnya, dan hipertensi sekunder. Hipertensi esensial
meliputi kurang lebih 90 % dari seluruh penderita hipertensi dan sisanya disebabkan oleh
hipertensi sekunder. Dari golongan hipertensi sekunder hanya 50 % yang dapat
diketahui sebabnya, oleh karena itu upaya untuk penanganan hipertensi esensial lebih
mendapatkan prioritas.
Kriteria hipertensi menurut JNC 7 8

18

BAB IV
HIPERTENSI RENOVASKULAR

Hipertensi renovaskular (HRV) merupakan penyebab tersering hipertensi


sekunder. Diagnosis HRV penting karena kelainan ini potensial untuk disembuhkan
dengan menghilangkan penyebabnya yaitu stenosis arteri renalis. Stenosis arteri renalis
adalah suatu keadaan terdapatnya lesi obstruktif secara anatomik pada arteri renalis,
sedangkan HRV adalah hipertensi yang terjadi sebagai akibat fisiologis adanya stenosis
arteri renalis. Biasanya stenosis lebih dari 70% baru memberi konsekuensi fisiologis
tersebut. Penting untuk membedakan kedua keadaan ini, oleh karena adanya stenosis
arteri renalis tidak selalu menimbulkan hipertensi. Stenosis atau oklusi satu atau kedua
19

arteri renal atau cabangnya dapat menyebabkan hipertensi dengan merangsang pelepasan
renin dari sel jukstaglomerulus dari ginjal yang terkena. 8
Eyler dkk menemukan bahwa pada subyek normotensi berusia kurang dari 60
tahun, prevalensi stenosis arteri renalis mencapai 45 %. Schwartz & White pada otopsi
154 subyek, menemukan adanya hubungan yang bermakna antara stenosis arteri renalis
dengan usia tetapi tidak ada korelasi stenosis arteri renalis dengan tekanan darah
diastolik. Demikian juga adanya stenosis arteri renalis dan hipertensi secara bersamasama tidaklah selalu mempunyai hubungan sebab-akibat. Holley dkk menemukan bahwa
pada 49% subyek normotensi dan 77% pasien hipertensi yang ditelitinya ditemukan
stenosis arteri renalis sedang sampai berat. Smith menemukan bahwa nefrektomi dapat
menghilangkan hipertensi hanya pada 35% kasus yang terbukti mempunyai stenosis arteri
renalis dan hipertensi, walaupun diketahui bahwa makin lama berlangsungnya HRV
makin rendah kemungkinan revaskularisasi dapat mengontrol tekanan darah oleh karena
kemungkinan sudah terjadi nefrosklerosis pada ginjal kontralateral. 8
Istilah nefropati iskemik menggambarkan suatu keadaan terjadinya penurunan
fungsi ginjal akibat adanya stenosis arteri renalis. Bila sudah terjadi gangguan fungsi
ginjal, kelainan ini akan menetap walaupun tekanan darahnya dapat dikendalikan dengan
pengobatan yang meliputi medikamentosa antihipertensi, revaskularisasi dengan tindakan
bedah, atau angioplasti .8
Prevalensi HRV sangat rendah, di Indonesia, belum ada data yang pasti tentang
penderita hipertensi renovaskular, tetapi diduga, sekitar dua persen dari seluruh pasien
hipertensi, adalah penderita hipertensi renovaskular. Umumnya, mereka berusia dibawah
30 tahun dan di atas 55 tahun. Prevalensi dapat mencapai 40-60% pada populasi
hipertensi refrakter dengan pengobatan lebih dari 3 macam anti-hipertensi dan pada
populasi di atas 70 tahun .8
Penyebab hipertensi renovaskular belum diketahui secara pasti. Diduga, faktor
genetik, immunologi, dan trauma, berperan menyebabkan munculnya penyakit ini. Dan
yang paling sering terjadi, terutama pada orang tua, adalah penimbunan lemak
(aterosklerosis) pada pembuluh darah di ginjal. Hipertensi renovaskular dikarakterisai
oleh curah jantung yang tinggi dan resistensi perifer total yang tinggi.8

20

Gambar. Hipertensi Renovaskular. Dikutip:


http://www.netterimages.com/image/10314.htm

21

Etiologi
a. Lesi Aterosklerotik Arteri Renalis 8,9,10,11,12,13
Merupakan penyebab paling sering dari HRV, mencapai 90% kasus. Biasanya
ditemukan pada usia lanjut, sering dengan riwayat keluarga hipertensi. Lesi umumnya
terjadi bilateral dan biasanya pada daerah ostium, baik fokal atau merupakan lanjutan dari
plak aorta serta pada 1/3 bagian proksimal arteri renalis. Biasanya berhubungan dengan
adanya aterosklerosis secara umum dan sering ditemukan pada pasien dengan riwayat
infark miokard, stroke, dan klaudikasi intermitten. 8

www.reformtrial.com/renaldisease.html
Proses Aterosklerosis

Gambar. Proses Aterosklerosis. Dari: Robbins & Kumar. Basic Pathology of Disease
22

Menurut kelompok studi WHO (1958), aterosklerosis adalah suatu kombinasi


perubahan tunika intima pembuluh darah arteri yang bervariasi, yang terdiri dari
penimbunan setempat lemak, kompleks karbohidrat, darah dan produk darah, jaringan
fibrosa, penimbunan kalsium bersama-sama dengan perubahan tunika media. Seperti
diketahui struktur normal dinding arteri terdiri dari tunika intima, tunika media dan
tunika adventisia. Pada proses aterosklerosis prinsipnya yang terlibat adalah tunika intima
walaupun perubahan sekunder dapat juga dijumpai pada tunika media. Tiga tipe lesi
aterosklerosis klasik yang dapat dijumpai adalah garis lemak, plak fibrosa dan lesi
kompleks. Garis lemak ditandai oleh penimbunan lemak setempat, sejumlah kecil sel otot
polos intima dan tidak menyebabkan obstruksi ataupun gejala. Garis lemak ini bersifat
reversibel dan dapat menjadi plak fibrosa. Plak fibrosa adalah lesi yang karakteristik,
nampak keputihan dan menonjol ke dalam lumen arteri. Plak fibrosa dapat berkembang
menjadi lesi kompleks yaitu plak fibrosa yang berubah karena adanya perdarahan,
fibrosis dan kalsifikasi, ulserasi ataupun trombosis. Sifat khas lesi ini adalah kalsifikasi
dan sering dihubungkan dengan kejadian oklusi.
Elemen Sel Aterogenesis 9
Ada 4 tipe sel yang berhubungan dengan terjadinya aterosklerosis, yaitu sel-sel otot
polos, platelet dan makrofag/monosit, masing-masing berinteraksi menyebabkan
ateromatous.
a). Sel endotel
Sel endotel membatasi Tunika Intima pembuluh darah dan mempunyai banyak
fungsi penting, yaitu:
Membentuk barier yang menahan darah tetap pada lumen pembuluh
Endotel mengeluarkan molekul pada permukaannya seperti heparan sulfat dan
mengeluarkan antitrombogenik substan termasuk prostasiklin
Endotel mengeluarkan vasodilator poten (EDRF = Endotelial Derived Relaxing
Factor). Bentuk thiolasi nitric oxide, yang berperan penting pada regulasi tekanan
vaskuler
Endotel menghasilkan LDL reseptor yang mengikat, mengambil dan membawa
LDL, Lipoprotein yang dianggap sangat penting dalam proses aterosklerosis.

23

Sel Endotel mensintesa subtansi mitogenik seperti Platelet Derived Growth Factor
(PDGF), substansi yang juga penting pada aterosklerosis melalui aksinya di otot polos.
Akhirnya sel endotel normal mensintesa protein yang membentuk membrane basalis
dimana menjadi tempat bagi endotel. Jadi pada keadaan normal, endotel melengkapi
perlindungan permukaan non trombogenik, untuk metabolisme aktif dan memproduksi
substansi vaso aktif. Jika terjadi jejas, bagaimanapun juga, sel endotel memodifikasi
aktifitasnya sehingga dapat kehilangan kemampuan sebagai barier untuk darah dan
protein plasma, tidak menambah masuknya sel dan substansi lain ke ruang subarakhnoid
endotel. Kehilangan kerja anti trombogenik dan mulai menghasilkan faktor prokoagulan.
Akhirnya endotel yang rusak dapat mensekresi sejumlah besar faktor kemotaktik yang
akan menarik sel-sel yang berperan pada proses aterosklerosis seperti monosit dan sel
otot polos (smooth muscle).
b). Sel otot polos
Telah diketahui bahwa mekanisme dasar yang mempengaruhi aterogenesis adalah
proliferasi sel otot polos di Tunika Intima, dimana otot polosnya berasal dari Tunika
Media. Stimulasi yang menggerakkan dan memproliferasi dapat dilihat dari 2 fenotipe
yaitu: kontraktil dan syntesik. Fenotipe kontraktil dikatakan myofibril dalam sel yang
menyebabkan kontraksi, sel menghasilkan banyak subtan vasoaktif, termasuk angiotensin
II, melalui pesan yang diterima reseptor sel bisa berkontraksi atau relaksasi, merubah
resistensi vaskuler berperan dalam regulasi aliran darah. Stimulus yang berlanjut, sel otot
polos dapat kehilangan kontraktilitasinya dan berperan sebagai fenotip sintetik, keadaan
ini ditandai dengan hilangnya myofibril di cytoplasma dan munculnya retikulum
endoplasma

kasar.

Otot-otot

ini

juga

memproduksi

kolagen,

elasin

dan

glycosaminoglikan yang membentuk matrix tunika media. Seperti sel endotel, sel otot
polos dalam sintesa menghasilkan LDL reseptor yang merupakan fasilitas untuk
mencerna lipid. Otot polos juga menghasilkan respon kemotaksis dan faktor mitogenik
seperti PDGF, sehingga dapat bermigrasi ke Tunika Intima dan berproliferasi. Akhirnya
otot polos sintesa dapat membentuk faktor mitogenik sendiri (PDGF) yang menyebabkan
autostimulation dan proliferation. Dengan keterangan tersebut perubahan otot polos
menjadi fenotipe sintetik penting untuk pembentukan aterosklerosis plak.
c). Monosit/Makrofag
24

Monosit/makrofag adalah sel pembersih, berbentuk sebagai monosit sirkulasi,


setelah meninggalkan sirkulasi dan jaringan menjadi makrofag. Monosit sisanya tetap di
sirkulasi dan dapat diaktifkan oleh berbagai mediator, termasuk interleukin-1 untuk jadi
makrofag. Setelah diaktifasi, makrofag melepaskan kemotraktan dan komponen
mitogenik yang membantu proliferasi sel, termasuk smooth muscle. Seperti juga smooth
muscle, sel makrofag menghasilkan reseptor LDL untuk mengambil lipoprotein,
karenanya makrofag adalah sumber utama foam sel di fatty streak. Akhirnya, makrofag
melepaskan zat-zat pendestruksi seperti superoksida dan hidrolisa yang dapat
membahayakan sel-sel lainnya.
d). Platelet
Platelet tidak selalu terlibat di lesi aterosklerosis, tetapi berperan dalam
komplikasi klinik yang disebabkan plak fibrosa, termasuk oklusi pembuluh darah dan
tromboemboli. Walaupun platelet hanya sedikit atau sama sekali tidak memproduksi
protein, tetapi mengandung paket paket granul yang membentuk potensial biochemic,
setelah diaktifasi oleh kolagen endotel atau stimulasi lain, melepaskan isinya ke sirkulasi,
disini termasuk substan yang merangsang platelet lagi dan terbentuknya fibrin. Faktor
kemotaksis dan mitogen yang merangsang sel otot polos dan menyebabkannya proliferasi
dan substan seperti ADP dan epinefrin yang lebih jauh dapat membahayakan dinding
pembuluh darah dengan menginduksi vasokonstriksi dan meningkatkan ancaman
kerusakan jika endovaskuler terexpos.

25

Aterosklerosis merupakan spektrum dari reaksi arteri akibat beberapa faktor yang
mempengaruhi dinding pembuluh darah dan menyebabkan kelainan melalui mekanisme
yang berbeda pada subyek yang berbeda bahkan tempat yang berbeda pada subyek yang
sama. Teori dan mekanisme terbentuknya aterosklerosis :9,10,11
1. Mekanisme Infiltrasi Lipid
Teori ini menerangkan bahwa plasma protein termasuk LDL dan VLDL secara
kontinu masuk ke dalam pembuluh darah melalui endotel. LDL yang berlebihan akan
tertimbun di dalam dinding arteri. Produk dari metabolisme lipoprotein ini terutama
kolesterol bebas; kolesterol bebas dan kolesterol ester akan menyebabkan reaksi
fibrokalsifikasi. Kadar kolesterol serum dan trigliserida yang tinggi dapat
menyebabkan

pembentukan

arteriosklerosis.

Pada

pengidap

arteriosklerosis,

pengedapan lemak ditemukan di seluruh kedalaman tunika intima, meluas ke tunika


26

media.

Kolesterol dan trigliserid di dalam darah terbungkus di dalam protein

pengangkut lemak yang disebut lipoprotein. Lipoprotein berdensitas tinggi (highdensity lipoprotein, HDL) membawa lemak ke luar sel untuk diuraikan, dan diketahui
bersifat protektif melawan arteriosklerosis. Namun, lipoprotein berdensitas rendah
(low density lipoprotein, LDL) dan lipoprotein berdensitas sangat rendah (very-lowdensity lipoprotein, VLDL) membawa lemak ke sel tubuh, termasuk sel endotel arteri,
oksidasi kolesterol dan trigliserid menyebabkan pembentukan radikal bebas yang
diketahui merusak sel-sel endotel. Disfungsi endotel menyebabkan peningkatan
adhesi dan permeabilitas endotel dan menyebabkan endotel bersifat prokoagulan dan
membentuk molekul vasoaktif, sitokin dan growth factor. Hal ini akan memicu
akumulasi LDL, yang akan berdifusi pasif melalui taut sel endotel ke matriks
subendotel .10
2. Permeabilitas Tunika Intima dan Kerusakan Sel Endotel
Perubahan permeabilitas tunika intima terhadap lipoprotein dan kerusakan sel
endotel merupakan faktor penting terbentuknya aterosklerosis. Dari percobaan
diketahui bahwa kerusakan endotel dapat disebabkan oleh panas, dingin, mekanik
(kateter) yang mempercepat proses aterosklerosis pads keadaan hiperkolesterolemi.
Kerusakan endotel ataupun perubahan permeabilitas juga dapat terjadi akibat
aglutinasi platelet yang melepaskan vasoaktif amin, dari area yang mengalami stres
hemodinamik, hipertensi dan kompleks antigen-antibodi. 10
3. Mekanisme Trombogenik
Perkembangan lebih lanjut proses aterosklerostik dapat menyebabkan oklusi total
yang erat hubungannya dengan rupture plak, agregasi platelet, terbentuknya trombus
serta vasospasme koroner. Ruptur plak akan menyebabkan pelepasan ATP dan ADP
dari sel-sel yang rusak. ATP dan ADP mengaktifkan platelet sehingga terjadi adesi.
Platelet kemudian melepaskan tromboksan A2 dan terutama ADP yang mengaktifkan
platelet di sekitarnya untuk beragregasi dan membentuk gumpalan thrombus. 10
4. Mekanisme Hemodinamik
27

Mekanisme

ini

menerangkan

hubungan

lokalisasi

dan

pembentukan

aterosklerosis. Plak ateroma terutama sering didapatkan di daerah percabangan


pembuluh darah. Pada pembuluh darah koroner, ateroma lebih jelas pada bagian
proksimal dari tiga cabang utama epikardial arteri koronaria yang jelas bergerak pada
setiap denyut jantung. Arteri penderita hipertensi menunjukkan peningkatan
permeabilitas terhadap molekul lipoprotein. Faktor mekanis ini dapat mempengaruhi
perubahan tunika intima dan merangsang pembentukan mikro-trombi. 10
5. Perdarahan Kapiler
Teori Wintemitz (1938) menerangkan bahwa lipid pads lesi aterosklerotik berasal
dari perdarahan berulang pads plak akibat ruptur kapiler lumen pembuluh darah
maupun vasa vasorum. Walaupun mekanisme ini tidak ada hubungannya dengan
permulaan pembentukan lipid akan tetapi mekanisme ini dapat menambah
penimbunan lipid dan fibrosis pads plak yang sudah terbentuk. Paterson menjelaskan
bahwa frekuensi dan adanya perdarahan kapiler dalam plak merupakan mekanisme
untuk terjadinya obstruksi akut arteri koroner. 11
6. Migrasi Lipofag (Makrofag)
Teori ini diperkuat oleh Leary; penimbunan kolesterol pada arteri adalah akibat
lipofag yang beredar dalam darah melakukan penetrasi pada tunika intima. Sel ini
diduga melakukan penetrasi ke dalam endotelium atau melekat pada permukaan
sehingga menutupi endothelium. 11
Selain itu juga ada beberapa hipotesis lain mengenai apa yang pertama kali
menyebabkan kerusakan sel endotel dan mencetuskan rangkaian proses arteriosklerotik,
yaitu : 12
1). Tekanan Darah Tinggi
Hipotesis mengenai terbentuknya arteriosklerosis di dasarkan pada kenyataan
bahwa tekanan darah yang tinggi secara kronis menimbulkan gaya regang atau potong
yang merobek lapisan endotel arteri dan arteriol. Gaya regang terutama timbul di tempat28

tempat arteri bercabang atau membelok: khas untuk arteri koroner, aorta, dan arteri-arteri
serebrum. Dengan robeknya lapisan endotel, timbul kerusakan berulang sehingga terjadi
siklus peradangan, penimbunan sel darah putih dan trombosit, serta pembentukan bekuan.
Setiap trombus yang terbentuk dapat terlepas dari arteri sehingga menjadi embolus di
bagian hilir. 12
2). Infeksi Virus
Hipotesis ke tiga mengisyaratkan bahwa sebagian sel endotel mungkin terinfeksi
suatu virus. Infeksi mencetuskan siklus peradangan; leukosit dan trombosit datang ke
daerah tersebut dan terbentuklah bekuan dan jaringan parut. Virus spesifik yang diduga
berperan dalam teori ini adalah sitomegalovirus, anggota dari famili virus herpes. 12

Faktor Faktor Risiko Aterosklerosis


Ada empat faktor risiko biologis yang tak dapat diubah, yaitu: usia, jenis kelamin,
ras, dan riwayat keluarga. Risiko aterosklerosis koroner meningkat dengan bertambahnya
usia; penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Tetapi hubungan antara
usia dan timbulnya penyakit mungkin hanya mencerminkan lebih panjangnya lama
paparan terhadap faktor-faktor aterogenik. Wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit
ini sampai menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria; diduga oleh
adanya efek perlindungan estrogen. Orang Amerika-Afrika lebih rentan terhadap
aterosklerosis daripada orang kulit putih. Riwayat keluarga yang positif terhadap penyakit
jantung koroner (saudara atau orang tua yang menderita penyakit ini sebelum usia 50
tahun) meningkatkan kemungkinan timbulnya aterosklerosis prematur. Pentingnya
pengaruh genetik dan lingkungan masih belum diketahui. Komponen genetik dapat
diduga

pada

beberapa

bentuk

aterosklerosis

yang

nyata,

atau

yang

cepat

perkembangannya, seperti pada gangguan lipid familial. Tetapi, riwayat keluarga dapat
pula mencerminkan komponen lingkungan yang kuat, seperti misalnya gaya hidup yang
menimbulkan stres atau obesitas.
Faktor-faktor risiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat
memperlambat proses aterogenik. Faktor-faktor tersebut adalah peningkatan kadar lipid
29

serum, hipertensi, merokok, gangguan toleransi glukosa dan diet tinggi lemak jenuh,
kolesterol, dan kalori.
Konsep baru aterosklerosis 13
Aterosklerosis tampaknya merupakan respon inflamasi khusus. adanya inflamasi
ini terjadi penarikan leukosit di lesi tertentu pada cabang-cabang arteri, dan menyebabkan
akumulasi monosit dan limfosit subendotelial tanpa granulosit. Selama waktu itu, endotel
vaskuler tetap utuh dan berpartisipasi dalam penarikan leukosit melalui ekpresi molekul
adhesi leukosit melalui ekspresi molekul adhesi leukosit spesifik, antara lain VCAM-1.
Karena inflamasi berperan dalam pembentukan awal dan perkembangan timbulnya plak,
maka suatu metode yang dapat memperlihatkan luasnya inflamasi vaskuler, dapat
menjadi informasi prediktif yang sangat berguna untuk mengetahui risiko perkembangan
penyakit ini di kemudian hari. VCAM-1 sudah muncul sebelum adanya kelainan di dalam
pembuluh darah, yaitu sebelum terbentuknya plak disitu, dan kita mengetahui bahwa hal
ini merupakan bagian penting saat aterosklerosis mulai terjadi. Tim peneliti ini juga
sedang meneliti adanya kemungkinan target yang lebih baik dibanding VCAM-1. Mereka
menemukan adanya molekul-molekul yang juga terlibat dalam proses inflamasi dinding
pembuluh darah pada aterosklerosis.
b. Displasia Fibromuskular 1,8

Gambar Displasia fibromuskular. Dikutip dari: http://www.mayoclinic.com/health/medical/IM03535

30

Pada dysplasia fibromuskular, otot polos dan jaringan fibrosa pada arteri menebal
sehingga mengganggu aliran ke organ menyebabkan kerusakan organ. Fibromuskular
dysplasia tampak sebagai "string of beads appearance.8
Merupakan penyebab terbanyak kedua, lebih sering ditemukan pada perempuan
muda pada umur dekade ketiga dan keempat. Biasanya tidak mempunyai riwayat
hipertensi dalam keluarga dan umumnya belum mempunyai kelainan organ target.
Terjadinya bilateral pada 2/3 kasus, dan biasanya terjadi pada 2/3 bagian distal arteri
renalis atau cabang intrarenal. Fibromuskular displasia terdiri dari lima tipe histologi
yaitu: fibroplasia medial (65-75%), fibroplasia perimedial (10-25%), fibroplasia intimal
(10-25%), hiperplasia medial (5-10%) serta fibroplasia periarterial (sangat jarang).1
a. Fibroplasia medial
Angka kejadian 64 % dari seluruh kasus displasia, terutama pada wanita
muda dan sering pada 2/3 bagian distal arteri renalis yang sering meluas ke
cabang pertama arteri dan kebanyakan bilateral. Pada arteriografi sering
terlihat sebagai pita sosis atau pita manik-manik. Pada lesi tersebut terdapat
penimbunan jaringan ikat dan sel otot polos yang atropik sehingga lumen
menyempit (berupa pita) diselingi dengan mikroaneurisma (berupa manik)
yang dasarnya membran elastika yang kebanyakan menebal sedangkan tunika
media hilang. Tunika intima normal tetapi membran elastika interna hilang
atau menebal. 1
b. Fibrodisplasia perimedial
Angka kejadian 20 % dari seluruh displasi, secara mikroskopis terlihat
1/2-2/3 bagian luar tunika media diganti dengan jaringan kolagen. Aneurisma
tidak ada, intima normal atau terlihat beberapa focus penebalan jaringan
fibrous. Tunika elastika ekterna biasanya sedikit menebal. 1
c. Lesi Adventisia
Fibroplasia periarterial ditemukan paling jarang (1%). Adventisia diganti
jaringan kolagen yang meluas ke jaringan fibrous yang berlemak. Jaringan
adventisia diinfiltrasi secara fokal oleh limfosit dan sel plasma. Lapisan lain
normal. 1
31

c. Penyebab-penyebab Lain8
Arteritis takayasu, neurofibromatosis, aneurisma, aorta disekans, fistula arterivena renalis, arteritis radiasi, posttransplant stenosis, dan emboli.
Patofisiologi 1
1. Peranan Sistem Renin Angiotensin1
Pada saat awal terjadinya penyempitan lumen arteri renalis (stenosis), baik pada
cabang utama ataupun cabang segmental, aparatus juxtaglomerular akan melepaskan
renin yang menyebabkan pembentukan angiotensin I, yang kemudian diubah diginjal
menjadi angiotensin II yang menyebabkan vasokonstriksi pada arteriol eferen ginjal. Hal
ini menyebabkan meningkatnya tekanan pada pembuluh darah ginjal proksimal.
Peningkatan tekanan arteriol ginjal dapat mensupresi sekresi renin. Walaupun
proses ini kemudian akan menyebabkan hipertensi, tekanan darah sistematik dan aktivitas
renin perifer pada tahap ini tetap normal Dengan bertambahnya stenosis pada arteri
renalis, terjadi tekanan pada arteriol aferen dan meningkatkan kembali sekresi renin.
Pada sirkulasi sistemik, aktifitas renin menyebabkan produksi angiotensin I yang
diubah oleh angiotensin converting enzyme menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor
yang poten hingga terjadilah hipertensi sistemik. Angiotensin II juga memfasilitasi
sekresi norepinefrin dan meningkatkan efeknya. Karena menstimulasi sekresi aldosteron,
angiostensin II juga menstimulasi reabsorbsi natrium pada tubulus ginjal. Dengan
peningkatan tekanan darah terjadi natriurisasi, pada ginjal yang sehat, untuk mengurangi
retensi Na. Tetapi, pada stenosis bilateral hal ini tidak mencukupi hingga volum tetap
meningkat dan terjadi hipertensi .
Tingginya kadar renin pada pemeriksaan aktifitas renin plasma menunjukkan
bahwa terdapat iskemi pada ginjal tersebut sebagai akibat dari penurunan aliran darah ke
ginjal oleh suatu oklusi dan suplai darah melalui aliran kolateral tidak mencukupi untuk
ginjal tersebut
32

2. Pengaruh hemodinamik1
Jika stenosis arteri renalis timbul pada ginjal soliter, maka tidak terdapat ginjal
kontralateral yang dapat mengeluarkan fraksi natrium yang diretensi sebagai hasil dari
sistem renin-angiotensin-aldosteron. Akibatnya, volum meningkat, tekanan darah
meningkat, diikuti kembalinya perfusi pada ginjal soliter. Ketika perfusi arteriol ginjal
kembali normal, sekresi renin menurun, aktivitas renin perifer mungkin normal.
Hipertensi pada keadaan ini disebabkan terutama oleh ekspansi volume. Sistem renin dan
angiotensin pada kasus ini seakan-akan tertutupi ( masking effect ). Kondisi ini dapat
terjadi pada stenosis arteri renalis bilateral. Jika volume dikurangi dengan pemberian
terapi diuretik, perfusi ke ginjal menurun dan sekresi renin dapat kembali meningkat .
Pada pasien ini, peningkatan tekanan darah bukan melalui mekanisme ekspansi volume
namun melalui mekanisme yang pertama, yaitu vasokonstriksi.
3. Pengaruh Posisi Ginjal (Nefroptosis) 1
Nefroptosis atau mobilitas ginjal yang abnormal

diduga menyebabkan

tertekuknya arteri renalis yang akan menyulut terjadinya fibrosis dan obstruksi, Penderita
dengan nefroptosis didapatkan penurunan laju filtrasi glomerulus lebih menurun pada
posisi tegak.
4. Pengaruh Faktor Hormonal yang lain 1
Hipertensi renovaskuler dapat mengakibatkan hiperaldosteronism sekunder
sedang sampai berat, hal ini dapat diakibatkan oleh adanya dissosiasi aktivitas kadar
plasma renin dengan kadar angiotensin II, dapat juga disebabkan karena adanya
keseimbangan natrium yang berubah dalam hal sensitivitas terhadap angiotensin II.
Adanya kekurangan natrium akan memperbesar respon aldosteron terhadap Angiotensin
II pada sel glomerulus.
Plasma katekolamin mungkin normal pada penderita hipertensi renovaskuler
tanpa adanya azotemia, beberapa penelitian menunjukkan bahwa sistem syaraf simpatis

33

berperan bagi timbulnya fluktuasi tekanan darah, karena adanya korelasi antara tekanan
darah dengan kadar norepineprin dan renin.
Prostaglandin juga dapat meningkat dalam darah vena ginjal dan urin pada
penderita hipertensi renovaskuler, prostaglandin dapat meningkatkan pelepasan renin
pada penderita hipertensi renovaskuler, diduga akibat ginjal yang mengalami iskhemik.
Gambaran Klinis1
Tanpa anamnesis yang jelas tentang mana yang terjadi terlebih dahulu antara
hipertensi dan penyakit ginjal, sangat sukar untuk memastikan apakah hipertensi yang
terdapat pada seseorang penderita dengan penyakit ginjal adalah primer ataukah
sekunder.
Untuk hipertensi renovaskuler ada beberapa kekhususan anamnesis dan
pemeriksaan fisik yang dapat membantu. Pada anamnesis dapat ditanyakan adanya nyeri
perut atau pinggang disertai timbulnya hipertensi, hipertensi mendadak pada penderita
dibawah umur 30 tahun atau diatas umur 50 tahun, timbulnya accelerated hypertension
pada penderita diatas 60 tahun, hipertensi membangkang terhadap obat, pernah
mengalami CVA atau tromboemboli sebelumnya, tidak ada riwayat hipertensi dalam
keluarga, menjeleknya fungsi ginjal setelah diterapi dengan ACEI dan merokok. Pada
pemeriksaan fisik dicari terdengarnya bising vaskuler ( bruit ) di daerah perut atau
kostovetebral.
Diagnosis 1,8
Sukar membedakan hipetensi esensial dengan HRV hanya dengan pemeriksaan
fisis, dibutuhkan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan laboratorium
seperti pemeriksaan aktivitas renin plasma perifer basal maupun setelah pemberian
captopril dan pemeriksaan renin vena renalis, serta pemeriksaan radiologi seperti
renogram dengan atau tanpa pemberian kaptopril, ultrasonografi, magnetic resonance
angiography ataupun arteriografi. Arteriografi dianggap sebagai pemeriksaan baku emas
untuk diagnosis stenosis arteri renalis. Sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaanpemeriksaan ini sangat bervariasi.8
34

Tes

Sensitivitas

Spesifisitas

Renogram
Renogram kaptopril
Aktivitas renin plasma perifer
Aktivitas renin plasma perifer sesudah pemberian kaptopril
Ultrasonografi

75%
83%
57%
96%

75%
93%
66%
55%

95%

90%

90%
88%-95%

62%
94%

Lesi apapun
Lesi > 60%
Magnetic resonance angiography

Diagnosis hipertensi renovaskuler didasarkan atas dua tahap pemeriksaan yaitu tes seleksi
(screening test) dan tes penentu (confirmative test) :1
1. Tes seleksi
a). Pyelografi intravena
Dugaan hipertensi renovaskuler timbul bila ditemukan :
- Perbedaan panjang ukuran kedua ginjal lebih dari 1,5 cm.
Ischemia yang terjadi karena stenosis arteri renalis menyebabkan ukuran ginjal
berkurang.
- Terlihatnya kontras pada sisi sakit terlambat.
Bahan kontras yodium sebagian besar disekresi melalui filtrasi glomelurus, pada
stenosis kecepatan filtrasi glomelurus menurun, sehingga eksresi yodium
terlambat . Untuk menangkap hal tersebut lebih jelas foto harus dibuat setiap 5
menit pertama.
- Kadar bahan kontras dalam system kalises di sisi yang sakit bertambah.
Sebabnya adalah karena stenosis arteri renalis menyebabkan reabsorpsi air di sisi
sakit bertambah. Jadi meskipun kecepatan filtrasi glomelurus berkurang, karena
35

hal tersebut di atas itu pada fase ekskresi kadar bahan kontras di saluran kalises
bertambah.
- Stenosis atau takik ureter
Penyempitan ureter yang biasanya letaknya di bagian atas karena ada pembuluh
darah kolateral yang melewati tempat tersebut
b). Aktivitas Renin Plasma
Aktivitas renin plasma perifer basal meningkat pada sekitar 70 % hipertensi
renovaskuler dan 30 % diantaranya normal. Di samping pemeriksan ARP basal, juga
bisa dikerjakan tes kaptopril atas efek kaptopril dalam menghambat pembentukan
angiotensin II. Pada pemberian kaptopril pasien hipertensi renovaskuler akan
mengalami peningkatan aktivitas renin plasma.
c). Renogram hippuran
Pada renogram akan tampak perbedaan waktu untuk mencapai puncak lebih dari
40 detik, pelambatan dalam eleminasi Hippuran dari kortek, dan perbedaan dalam
ukuran dan aliran darah kedua ginjal.
2. Tes Penentu
Arteriografi ginjal.
Dengan tindakan ini di samping diagnosis pasti ditegakkan, juga dapat diketahui
sifat dan lokasi stenosis yang terjadi. Merupakan pemeriksaan yang sangat penting,
terutama pada kasus renovaskuler bilateral karena sering tidak ditemukan pada
pemeriksaan yang non invasive. Dengan pemeriksaan ini dapat dilihat sifat dan
lokasi stenosis serta perubahan pembuluh darah parenkim sebagai penyebab stenosis
arteri renalis seperti aneurisma, tumor, hematoma perirenal.

36

Penyempitan lumen sampai lebih kecil dari 1,5 cm menyebabkan perubahan


hemodinamik yang jelas, begitu pula bila diameter melintang ginjal sisi yang sakit
mengurang yang menimbulkan kolateral ke kapsula, glandula adrenalis atau ureter.
Pada penderita dengan lekukan berat atau penyempitan berat aorta abdominalis atau
arteri dalam rongga pelvis dilakukan aortografi translumbal dengan anastesi umum.
Lesi di luar atau di dalam parenkim biasanya disebabkan karena hiperplasi
fibromuskuler, dapat dilihat dengan arteriografi ginjal terpisah.
Pada pembacaan hasil foto harus diperhatikan adanya desakan, adanya dilatasi
pasca kortek, tebal kortek ginjal sisi sakit, tebal kortek ginjal kontralateral dan kondisi
arteri arkuata dan arteri intralobularis, besar ginjal.
Gambaran stenosis arteri renalis pada angiografi : Stenosis karena perubahan
dinding pembuluh darah arteri renalis terlihat sirkuler. Kebanyakan konsentrik dan
kadang-kadang eksentrik, terletak beberapa mm dari orifisium aorta. Beberapa
ateroma sering terlihat pada dingding aorta. Bila lumen mengecil sampai 30 % sering
terlihat dilatasi pasca stenosis. Pada stenosis yang sangat berat atau penyumbatan
total, terlihat kolateral.
Gambaran displasi arterial pada angiografi : Terletak sepertiga tengah arteri
renalis yang kadang-kadang meluas sampai bagian distal dan cabang sekunder,
bentuk lesi ada dua macam yaitu difus berupa manik-manik dan terlokalisasi dalam
bentuk anuler, tubuler dan hourglass.
Untuk tindakan yang tidak invasif (non invasive) dilakukan Magnetic Renosance
Angiography (MRA).
Pemeriksaan-pemeriksaan ini memerlukan biaya mahal dan tidak selalu tersedia.
Olehnya, skrinning untuk mencari kemungkinan adanya HRV tidak efektif-biaya untuk
dilakukan pada populasi umum karena prevalensi HRV yang sangat rendah. Skrinning
hanya dilakukan pada kelompok pasien yang mempunyai riwayat dan gambaran klinik
yang mencurigakan kemungkinan suatu HRV yaitu:8

Hipertensi yang timbul pada usia kurang dari 30 tahun atau lebih dari 50 tahun.
37

Hipertensi akselerasi atau hipertensi maligna.

Hipertensi yang resisten dengan pemberian 3 atau lebih macam obat


antihipertensi.

Hipertensi dengan gangguan fungsi ginjal yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

Perburukan fungsi ginjal dari pasien hipertensi yang diobati dengan ACEI atau
ARB.

Hipertensi dengan bising pada abdomen.

Hipertensi dengan oedem paru yang berulang.


Pada tahun 1992, Mann & Pickering membuat suatu kriteria probabilitas HRV

berdasarkan kriteria klinis dengan tujuan untuk menyeleksi pemeriksaan yang perlu
dilakukan sebagai berikut: 1). Probabilitas rendah: pada pasien hipertensi ringan-sedang
tanpa kelainan organ target. Pada kelompok ini tidak perlu dilakukan skrining HRV. 2).
Probabilitas sedang: pada pasien hipertensi berat (tekanan diastolik 120 mmHg),
hipertensi yang refrakter dengan pengobatan standar, hipertensi dengan bising pada
abdomen atau pinggang, hipertensi sedang (tekanan diastolik 105-120 mmHg) yang
merokok, pada pasien yang mempunyai penyakit vaskular oklusif (serebrovaskular,
koroner atau perifer), atau pada pasien dengan peningkatan kreatinin serum yang tidak
bisa dijelaskan sebabnya. Pada kelompok ini dianjurkan untuk pemeriksaan renin plasma
setelah stimulasi kaptopril dan renografi isotop, yang dapat dilanjutkan dengan
pemeriksaan arteriografi arteri renalis dan pemeriksaan renin vena renalis. 3)
Probabilitas tinggi: pada pasien dengan hipertensi berat (tekanan diastolik di atas 120
mmHg) yang refrakter dengan pengobatan agresif atau dengan insufisiensi ginjal
progresif, khususnya pada perokok atau yang mempunyai bukti adanya penyakit arteri
oklusif; hipertensi maligna atau akselerasi; hipertensi dengan peningkatan kreatinin
serum yang diinduksi oleh ACEI dan hipertensi sedang-berat dengan ukuran ginjal yang
asimetris. Pada kelompok ini dianjurkan untuk langsung melakukan arteriografi arteri
renalis.8

38

Penatalaksanaan 8
Tujuan penatalaksanaan HRV adalah mengurangi angka morbiditas dan mortalitas
akibat peningkatan tekanan darah dan iskemia ginjal, melalui pemberian obat
antihipertensi, revaskularisasi dengan angioplasti atau operasi. Pilihan pengobatan yang
akan diambil harus mempertimbangkan etiologi dari stenosis arteri renalis, dan keadaan
umum pasien. 8
Pada HRV akibat penyakit renovaskular aterosklerotik, hipertensi esensial
biasanya sudah didiagnosis sebelum diagnosis HRV dan umumnya pasien sudah
mendapat pengobatan antihipertensi sebelum perburukan dan kontrol tekanan darahnya
atau fungsi ginjalnya, yang mendugakan suatu HRV. 8
Pada penelitian the Dutch Renal Artery Stenosis InterventionCooperative study,
pengobatan medikamentosa dengan 3 atau lebih jenis obat antihipertensi dapat
mengontrol tekanan darah pada lebih dari separuh pasien. 8
Pada pasien dengan fibromuskular displasia, tindakan revaskularisasi dapat
merupakan pengobatan definitif dalam menurunkan tekanan darah. Berbeda dengan
pasien HRV akibat displasia fibromuskular, pasien dengan penyakit renovaskular
aterosklerotik biasanya tetap membutuhkan obat antihipertensi walaupun tindakan
revaskularisasinya berhasil. 8
Tindakan revaskularisasi biasanya kurang memberikan hasil yang memuaskan
pada pasien HRV yang berusia lanjut, HRV dengan insufisiensi ginjal lanjut (kreatinin
serum lebih dari 3 mg%), bila penyebabnya penyakit renovaskular aterosklerotik atau bila
ukuran ginjal kurang dari 9 cm pada pemeriksaan radiografi atau ultrasonografi. 8
Pengobatan medikamentosa8
Pengobatan medikamentosa tidak berbeda dengan hipertensi esensial. Perhatian
khusus harus diberikan bila memberikan ACEI atau ARB. Kedua obat ini merupakan
pilihan pada stenosis unilateral di mana ginjal kontralateral berfungsi baik; sebaliknya
merupakan kontraindikasi pada stenosis arteri renalis bilateral atau stenosis
unilateral pada pasien dengan hanya satu ginjal (yang stenotik) yang berfungsi, oleh
karena akan menyebabkan perburukan fungsi ginjal, bahkan gagal ginjal akut. Umumnya

39

dibutuhkan kombinasi beberapa macam antihipertensi untuk mendapatkan kontrol yang


optimal pada pasien HRV.
Angioplasti perkutan8
Pada lesi fibromuskular, keberhasilan teknik pengobatan ini mencapai 85-100%,
dimana 50% pasien dapat disembuhkan sedangkan 40% mengalami perbaikan kontrol
tekanan darah. Pada lesi aterosklerotik, keberhasilannya dalam menormalkan tekanan
darah lebih kurang dibandingkan pada lesi aterosklerosis; walaupun demikian pada
sebagian pasien terjadi perbaikan kontrol tekanan darah dan fungi ginjal.
Revaskularisasi dengan Tindakan Bedah8
Berbagai teknik operasi revaskularisasi telah dipergunakan, tergantung letak, luas,
dan beratnya lesi pada arteri renalis. Untuk lesi ostial aterosklesotik dilakukan tindakan
aortorenal endarterectomy dan aortorenal bypass. Untuk lesi fibromuskular dilakukan
graft dari arteri hipogastrika. Dapat pula dilakukan aortorenal vein bypass graft pada
lesi aterosklerotik dan lesi fibromuskular. Kontrol tekanan darah lebih banyak didapatkan
pada lesi fibromuskular daripada lesi aterosklerotik.

40

KESIMPULAN
Hipertensi renovaskular (HRV) merupakan penyebab tersering hipertensi
sekunder. Diagnosis HRV penting karena kelainan ini potensial untuk disembuhkan
dengan menghilangkan penyebabnya yaitu stenosis arteri renalis. Stenosis arteri renalis
adalah suatu keadaan terdapatnya lesi obstruktif secara anatomik pada arteri renalis,
sedangkan HRV adalah hipertensi yang terjadi sebagai akibat fisiologis adanya stenosis
arteri renalis. Hipertensi renovaskular terutama disebabkan oleh lesi aterosklerotik arteri
renalis dan displasia fibromuskular. Dapat juga disebabkan oleh hal-hal lain seperti
arteritis takayasu, neurofibromatosis, aneurisma, aorta disekans, fistula arteri-vena
renalis, arteritis radiasi, posttransplant stenosis, dan emboli. 8
Stenosis atau oklusi satu atau kedua arteri renal atau cabangnya dapat
menyebabkan hipertensi antara lain melalui sistem renin angiotensin dengan merangsang
pelepasan renin dari sel jukstaglomerulus dari ginjal yang terkena, pengaruh
hemodinamik, pengaruh posisi ginjal (nefroptosis), ataupun pengaruh faktor hormonal
yang lain seperti aldosteron.1
Untuk dapat membedakan antara hipertensi primer atau sekunder diperlukan
anamnesis yang jelas. Untuk hipertensi renovaskuler ada beberapa kekhususan anamnesis
dan pemeriksaan fisik yang dapat membantu. Pada anamnesis dapat ditanyakan adanya
nyeri perut atau pinggang disertai timbulnya hipertensi, hipertensi mendadak pada
penderita dibawah umur 30 tahun atau diatas umur 50 tahun, timbulnya accelerated
hypertension pada penderita diatas 60 tahun, hipertensi membangkang terhadap obat,
pernah mengalami CVA atau tromboemboli sebelumnya, tidak ada riwayat hipertensi
dalam keluarga, menjeleknya fungsi ginjal setelah diterapi dengan ACEI dan merokok.
Pada pemeriksaan fisik dicari terdengarnya bising vaskuler ( bruit ) di daerah perut atau
kostovetebral.1
Sukar membedakan hipetensi esensial dengan HRV hanya dengan pemeriksaan
fisis, dibutuhkan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan laboratorium
seperti pemeriksaan aktivitas renin plasma perifer basal maupun setelah pemberian
captopril dan pemeriksaan renin vena renalis, serta pemeriksaan radiologi seperti
renogram dengan atau tanpa pemberian kaptopril, ultrasonografi, magnetic resonance
41

angiography ataupun arteriografi. Arteriografi dianggap sebagai pemeriksaan baku emas


untuk diagnosis stenosis arteri renalis. Diagnosis hipertensi renovaskuler didasarkan atas
dua tahap pemeriksaan yaitu tes seleksi (screening test) dan tes penentu (confirmative
test). Tes seleksi antara lain pyelografi intravena, aktivitas renin plasma dan renogram
hippuran. Untuk tes penentu dapat digunakan arteriografi ginjal.1,8
Tujuan penatalaksanaan HRV adalah mengurangi angka morbiditas dan mortalitas
akibat peningkatan tekanan darah dan iskemia ginjal, melalui pemberian obat
antihipertensi, revaskularisasi dengan angioplasti atau operasi. Pilihan pengobatan yang
akan diambil harus mempertimbangkan etiologi dari stenosis arteri renalis, dan keadaan
umum pasien.8
Istilah nefropati iskemik menggambarkan suatu keadaan terjadinya penurunan
fungsi ginjal akibat adanya stenosis arteri renalis. Bila sudah terjadi gangguan fungsi
ginjal, kelainan ini akan menetap walaupun tekanan darahnya dapat dikendalikan.1

42

PENUTUP

Demikianlah referat tentang hipertensi renovaskular ini kami buat. Semoga


dengan pembuatan referat ini, kami mahasiswa kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSUP Fatmawati pada khususnya, dapat lebih memahami dan mendalami tentang
hipertensi renovaskular, sehingga dapat menjadi bekal yang sangat berharga bagi kami di
masa depan.

43

DAFTAR PUSTAKA

1.

Hipertensi Renovaskular. Bimaariotejos blog. Diunduh dari:


http://bimaariotejo.wordpress.com pada tanggal 9 Desember 2009 pukul 15.00.

2.

Ginjal. Wikipedia Ensiklopedia Bebas. Diunduh dari:


http://id.wikipedia.org/wiki/Ginjal pada tanggal 10 Desember 2009 pukul 16.00.

3.

Price, Sylvia A. Patofisiologi. Edisi 6. Jakarta : EGC. 2005.

4.

Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta : EGC.
2001.

5.

Sistem Pendarahan pada Ginjal. Dikutip dari : Learning the urinary system
Chapter 27. Diunduh dari:
http://academic.kellogg.edu/herbrandsonc/bio201_McKinley/Urinary
%20System.htm pada tanggal 8 Desember 2009 pada pukul 19.00.

6.

Gartner LP. Color textbook of histology. 2nd ed.Saunders.

7.

Japardi I. Aterogenesis Dan Infark Aterotrombotik. FK Bedah USU.2002.


Diunduh

dari:

http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar

%20japardi4.pdf. pada tanggal 8 Desember 2009 pada pukul 19.00.


8.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid I. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006.

9.

Aterogenesis dan infark aterotrombotik. FK Bedah USU.2002. Diunduh dari:


http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah-iskandar%20japardi4.pdf pada tanggal
8 Desember 2009 pada pukul 19.00.

10.

Mattern HM. Lipotoxicity In Smooth Muscle. University of Missouri-Columbia.


2006. Diunduh

dari:

http://edt.missouri.edu/Summer2006/Dissertation/MatternH-

072806-

D5696/short.pdf pada tanggal 8 Desember 2009 pada pukul 19.00.


11.

Anwar TB, Kasiman S. Simposium Satelit : Corouary Heart Disease Update


Patofisiologi dan

Penatalaksanaan Penyakit Jantung Koroner. Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, Indonesia. Diunduh dari:


http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/44_PatofisiologidanPenatalaksanaanPenyak
44

itJantungKoroner.pdf/44_PatofisiologidanPenatalaksanaanPenyakitJantungKoron
er.html pada tanggal 8 Desember 2009 pada pukul 19.00.
12.

Santoso M., Setiawan T. Penyakit Jantung Koroner. SMF Penyakit Dalam RSUD
Koja / Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Ukrida, Jakarta.

13.

Terobosan untuk mendeteksi aterosklerosis 2009 National Cardiovascular Center


Harapan Kita (Medical Update, Nov 2008. Circulation 2007. 116:276:284).
Diunduh

dari:

http://www.pjnhk.go.id/index.php?

option=com_content&task=view&id=1849&Itemid=31 pada tanggal 8 Desember


2009 pada pukul 19.00.

45

Anda mungkin juga menyukai