Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

CRONIC KIDNEY DISEASE (CKD) DENGAN HIPOALBUMINEMIA DAN DILAKUKAN


HEMODIALISA
Penugasan ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Medikal di Rumah Sakit
dr. Saiful Anwar Malang

Oleh :
Ahmi Choiria
NIM. 0910720020

JURUSAN ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013

HIPOALBUMINEMIA
I.

DEFINISI
Hipoalbuminemia adalah kadar albumin yang rendah/dibawah nilai normal atau
keadaan dimana kadar albumin serum < 3,5 g/dL (Muhammad Sjaifullah Noer, Ninik
Soemyarso, 2006 dan Diagnose-Me.com, 2007). Hipoalbuminemia mencerminkan pasokan
asam amino yang tidak memadai dari protein, sehingga mengganggu sintesis albumin serta
protein lain oleh hati (Murray, dkk, 2003).
Di Indonesia, data hospital malnutrition menunjukkan 40-50% pasien mengalami
hipoalbuminemia atau berisiko hipoalbuminemia, 12% diantaranya hipoalbuminemia berat,
serta masa rawat inap pasien dengan hospital malnutrition menunjukkan 90% lebih lama
daripada pasien dengan gizi baik (Tri Widyastuti dan M. Dawan Jamil, 2005).

II.

KLASIFIKASI
Defisiensi albumin atau hipoalbuminemia dibedakan berdasarkan selisih atau jarak
dari nilai normal kadar albumin serum, yaitu 3,55 g/dl atau total kandungan albumin dalam
tubuh adalah 300-500 gram (Albumin.htm, 2007 dan Peralta, 2006). Klasifikasi
hipoalbuminemia menurut Agung M dan Hendro W (2005) adalah sebagai berikut:
1. Hipoalbuminemia ringan : 3,53,9 g/dl
2. Hipoalbuminemia sedang : 2,53,5 g/dl
3. Hipoalbuminemia berat
: < 2,5 g/dl

III.

PENYEBAB
Menurut Iwan S. Handoko (2005), Adhe Hariani (2005) dan Baron (1995)
hipoalbuminemia adalah suatu masalah umum yang terjadi pada pasien. Hipoalbuminemia
dapat disebabkan oleh masukan protein yang rendah, pencernaan atau absorbsi protein yang
tak adekuat dan peningkatan kehilangan protein yang dapat ditemukan pada pasien dengan
kondisi medis kronis dan akut:

Kurang Energi Protein,


Kanker,
Peritonitis,
Luka bakar,
Sepsis,
Luka akibat Pre dan Post
pembedahan

(penurunan

albumin plasma yang terjadi


setelah trauma),

Penyakit hati akut yang berat atau


penyakit hati kronis (sintesa albumin

menurun),
Penyakit ginjal (hemodialisa),
Penyakit saluran cerna kronik,
Radang atau Infeksi tertentu (akut dan

kronis),
Diabetes mellitus dengan gangren, dan
TBC paru.


IV.

TERAPI

Hipoalbuminemia dikoreksi dengan Albumin intravena dan diet tinggi

albumin (Sunanto, 2006), dapat dilakukan dengan pemberian diet ekstra putih telur, atau
ekstrak albumin dari bahan makanan yang mengandung albumin dalam kadar yang cukup
tinggi. Penangan pasien hipoalbumin di RS dr. Sardjito Yogyakarta dilakukan dengan
pemberian putih telur sebagai sumber albumin dan sebagai alternatif lain sumber albumin
adalah ekstrak ikan lele (Tri Widyastuti dan M. Dawan Jamil, 2005). Sedangkan pada RS dr.
Saiful Anwar Malang, penanganan pasien hipoalbuminemia dilakukan dengan pemberian
BSA (Body Serum Albumer), dan segi gizi telah dilakukan pemanfaatan bahan makanan
seperti estrak ikan gabus, putih telur dan tempe kedelai (Illy Hajar Masula, 2005).

MEKANISME BIOLOGI HIPOALBUMINEMIA PADA END STAGE


RENAL DISEASE (ESDR)

Perubahan pada konsentrasi protein plasma merupakan akibat dari perubahan


kecepatan sintesis, kecepatan katabolisme, perkembangan atau perubahan
kecepatan kehilangan eksternal, atau perubahan volume distribusi protein.
Menurut Kaysen (1998) tingkat albumin berkurang dengan menurunnya
kecepatan sintesis albumin pada pasien dialisa dan sebagian lagi karena
kehilangan eksternal, melalui hemosialiser sebagai akibat dari penggunaan
kembali atau kehilangan

melalui membran peritoneal pada dialisa peritoneal.

Berkurangnya sintesa mungkin hasil dari kurangnya asupan, respons inflamasi,


atau kompinasi kedua proses tersebut.
1. Metabolisme Albumin pada ESDR
Penyebab menurunnya sintesis albumin pada pasien hemodialisa disebabkan
oleh malnutrisi, selain itu juga dapat menyebabkan penurunan kadar albumin, dan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Hal ini berhubungan dengan respons
inflamasi yang berperan dalam penentuan kadar albumin pada pasien
hemodialisis,

kemungkinan

oleh

penekanan

kecepatan

sintesis

albumin.limpokinase, tumor necrosis factor- dan interleukin-1 (IL-1) meningkat


pada pasien dengan hemodialisis dibandingkan dengan pasien gagal ginjal kronik.
Tingkat sitokin juga berkorelasi dengan tingkat albumin pada pasien
hemodialisa , maupun kehilangan berat badan dan tingkat sitokin seperti albumin
diprediksi tetap ada.
2. Kehilangan albumin eksternal selama dialisa
Kaplan menjelaskan bahwa penggunaan kembali tipe tertentu dialiser (Frenesius
80 A) dengan pemutih menyebabkan peningkatan kehilangan protein selama

dialisa

dan

berkonstribusi

terhadap

hipoalbuminemia.

Mekanisme

hipoalbuminemia mengurangi sintesis dijelaskan bahwa hubungan antara


kehilangan albumin dan hipoalbuminemia pada pasien hemodialisa lebih
kompleks daripada kehilangan albumin biasa pada pasien hemodialisa.
Hilangnya albumin melalui membran peritoneal dialysis merupakan efek pada

kadar albumin serum pasien. Faktor risiko multipel hipoalbuminemia secara


independen dihubungkan dengan konsentrasi albumin, meliputi CRP, albumin
dialisat, dan parameter tubuh seperti BMR, blood urea nitrogen, PCR).
3. Sumber inflamasi
Cuprophane, aktivasi sel darah putih, komplemen berdampak pada residual
fungsi ginjal. aktivasi sitokin juga berperan setelah terjadinya dialisis dengan
cuprophane pada perbandingan membran biocompatible. Teknik reuse dan jumlah
reuse juga berkonstribusi terhadap interaksi darah dengan dialiser, yang memicu
perubahan pada hilangnya protein dan kemungkinan perubahan respon fase akut.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GAGAL GINJAL


KRONIK

1. Pengkajian
Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan sebelumnya
Berapa lama klien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa, bagaimana cara

minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi

penyakitnya.
Aktifitas / istirahat :
Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise
Gangguan tidur (insomnia / gelisah atau somnolen)

Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak


Sirkulasi

Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada (angina)
Hipertensi, DUJ, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak tangan.
Nadi lemah, hipotensi ortostatikmenunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap
akhir.
Pucat, kulit coklat kehijauan, kuning.

Kecenderungan perdarahan
Integritas Ego :
Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan.

Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.


Eliminasi :

Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut)
Abdomen kembung, diare, atau konstipasi

Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah, coklat, oliguria.


Makanan / cairan :
Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi).
Anoreksia, nyeri ulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (pernapasan
amonia)
Penggunaan diuretik
Distensi abdomen/asites, pembesaran hati (tahap akhir)
Perubahan turgor kulit/kelembaban.

Ulserasi gusi, pendarahan gusi/lidah.


Neurosensori
Sakit kepala, penglihatan kabur.
Kram otot / kejang, syndrome kaki gelisah, rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan
kelemahan, khususnya ekstremiras bawah.
Gangguan status mental, contah penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, stupor.
Kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang.

Rambut tipis, kuku rapuh dan tipis.


Nyeri / kenyamanan
Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/ nyeri kaki.

Perilaku berhati-hati / distraksi, gelisah.


Pernapasan

Napas pendek, dispnea, batuk dengan / tanpa sputum kental dan banyak.

Takipnea, dispnea, peningkatan frekuensi / kedalaman.

Batuk dengan sputum encer (edema paru).


Keamanan
Kulit gatal
Ada / berulangnya infeksi
Pruritis
Demam (sepsis, dehidrasi), normotermia dapat secara aktual terjadi peningkatan pada pasien
yang mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal.
Ptekie, area ekimosis pada kulit

Fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi


Seksualitas

Penurunan libido, amenorea, infertilitas


Interaksi sosial
Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran

biasanya dalam keluarga.


Penyuluhan / Pembelajaran
Riwayat DM (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik, nefritis heredeter, kalkulus
urenaria, maliganansi.
Riwayat terpejan pada toksin, contoh obat, racun lingkungan.
Penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini / berulang.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data dari pasien. Kemungkinan


diagnosa keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah sebagai berikut :

a)

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebih dan
retensi cairan serta natrium.

b) Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan

muntah, pembatasan diet, dan perubahan membrane mukosa mulut.


c) Intoleran aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi, produk sampah.
d) Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik,

dan rencana tindakan.

3. Intervensi
Diagnosa I
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet
berlebihan dan retensi cairan serta natrium.
Tujuan : mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan.

Kriteria hasil :
Menunjukkan pemasukan dan pengeluaran mendekati seimbang
Turgor kulit baik

Membran mukosa lembab


Berat badan dan tanda vital stabil
Elektrolit dalam batas normal
Intervensi
1. Kaji status cairan :
o Timbang berat badan harian
o Keseimbangan masukan dan haluaran
o Turgor kulit dan adanya oedema
o Distensi vena leher
o Tekanan darah, denyut dan irama nadi

Pengkajian merupakan dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau


perubahan dan mengevaluasi intervensi.
2. Batasi masukan cairan :
Pembatasan cairan akan menentukan berat badan ideal, haluaran urine dan respons terhadap
terapi.
Sumber kelebihan cairan yang tidak diketahui dapat diidentifikasi.
3. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam pembatasan cairan
4. Pantau kreatinin dan BUN serum
Perubahan ini menunjukkan kebutuhan dialisa segera.

Diagnosa II
Perubahan nutrisi : Kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia,
mual dan muntah, pembatasan diet perubahan membran mukosa mulut.
Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
Kriteria hasil :
Mempertahankan/meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan oleh situasi individu.
Bebas oedema
Intervensi
1. Kaji / catat pemasukan diet

Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet. Kondisi fisik umum gejala
uremik dan pembatasan diet multiple mempengaruhi pemasukan makanan.
2. Kaji pola diet nutrisi pasien
o Riwayat diet
o Makanan kesukaan
o Hitung kalori

Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam menyusun menu.
3. Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi
o Anoreksia, mual dan muntah
o Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien
o Depresi
o Kurang memahami pembatasan diet

Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah atau dihilangkan
untuk meningkatkan masukan diet.
4. Berikan makan sedikit tapi sering
Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik/menurunnya peristaltik.

5. Berikan pasien / orang terdekat daftar makanan / cairan yang diizinkan dan dorong terlibat
dalam pilihan menu.
Memberikan pasien tindakan kontrol dalam pembatasan diet. Makanan dan rumah dapat
meningkatkan nafsu makan.
6. Menyediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet
Mendorong peningkatan masukan diet
7. Tinggikan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi : telur, susu, daging.
Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan penyembuhan.
8. Timbang berat badan harian.
Untuk memantau status cairan dan nutrisi.

Diagnosa III
Intoleran aktifitas berhubungan dengan kelelahan, anemia dan retensi produk
sampah
Tujuan : Berpartisipasi dalam aktifitas yang dapat ditoleransi

Kriteria hasil :
Berkurangnya keluhan lelah
Peningkatan keterlibatan pada aktifitas social
Laporan perasaan lebih berenergi
Frekuensi pernapasan dan frekuensi jantung kembali dalam rentang normal setelah

penghentian aktifitas.
Intervensi
1. Kaji faktor yang menimbulkan keletihan
o Anemia
o Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
o Retensi produk sampah
o Depresi

Menyediakan informasi tentang indikasi tingkat keletihan.


2. Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi, bantu jika
keletihan terjadi.
Meningkatkan aktivitas ringan/sedang dan memperbaiki harga diri.
3. Anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat.
Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi dan istirahat yang
adekuat.
4. Anjurkan untuk beristirahat setelah dialisis
Istirahat yang adekuat dianjurkan setelah dialisis, yang bagi banyak pasien sangat melelahkan.

Diagnosa IV
Ansietas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondis, pemeriksaan
diagnostic, rencana tindakan dan prognosis.

Tujuan : Ansietas berkurang dengan adanya peningkatan pengetahuan tentang


penykit dan pengobatan.
Kriteria hasil :
Mengungkapkan pemahaman tentangkondisi, pemeriksaan diagnostic dan rencana tindakan.
Sedikit melaporkan perasaan gugup atau takut.
Intervensi
1. Bila mungkin atur untuk kunjungan dari individu yang mendapat terapi.

Indiviodu yang berhasil dalam koping dapat pengaruh positif untuk membantu pasien yang
baru didiagnosa mempertahankan harapan dan mulai menilai perubahan gaya hidup yang
akan diterima.
2. Berikan informasi tentang :
o Sifat gagal ginjal. Jamin pasien memahami bahwa gagal ginjal kronis adalah tak
dapat pulih dan bahwa lama tindakan diperlukan untuk mempertahankan fungsi tubuh
o

normal.
Pemeriksaan diagnostic termasuk :
Tujuan
Diskripsi singkat
Persiapan yang diperlukan sebelum tes
Hasil tes dan kemaknaan hasil tes.

Pasien sering tidak memahami bahwa dialisa akan diperlukan selamanya bila
ginjal tak dapat pulih. Memberi pasien informasi mendorong partisipasi dalam
pengambilan keputusan dan membantu mengembangkan kepatuhan dan kemandirian

maksimum.
Sediakan waktu untuk pasien dan orng terdekat untuk membicarakan tentang masalah
dan perasaan tentang perubahan gaya hidup yang akan diperlukan untuk memiliki
terapi.
Pengekspresian perasaan membantu mengurangi ansietas. Tindakan untuk gagal

ginjal berdampak pada seluruh keluarga.


Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi gagal ginjal sesuai dengan tingkat pemahaman
dan kesiapan pasien untuk belajar.
Pasien dapat belajar tentang gagal ginjal dan penanganan setelah mereka siap untuk

memahami dan menerima diagnosis dan konsekuensinya.


Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami berbagai perubahan
akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi hidupnya.
Pasien dapat melihat bahwa kehidupannya tidak harus berubah akibat penyakit.

4. Implementasi

Asuhan Keperawatan pada klien dengan kegagalan ginjal kronis.


Membantu Meraih Tujuan Terapi
1. Mengusahakan agar orang tetap menekuni pantangan air yang sudah
dipesankan.
2. Mengusahakan agar orang menekuni diet tinggi karbohidrat disertai
pantangan sodium, potassium, phosphorus dan protein.

3.
4.
5.
6.
7.

Tenekuni makanan bahan yang mengikat fosfat.


Memberikan pelunak tinja bila klien mendapat aluminium antacid.
Memberikan suplemen vitamin dan mineral menurut yang dipesankan.
Melindungi pasien dari infeksi.
Mengkaji lingkungan klien dan melindungi dari cedera dengan cara yang

seksama.
8. Mencegah perdarahan saluran cerna yang lebih hebat dengan menggunakan
o

sikat gigi yang berbulu halus dan pemberian antacid.


Mengusahakan Kenyamanan
1. Mengusahakan mengurangi gatal, memberi obat anti pruritis menurut
kebutuhan.
2. Mengusahakan hangat dan message otot yang kejang dari tangan dan kaki

bawah.
3. Menyiapkan air matol buatan untuk iritasi okuler.
4. Mengusahakan istirahat bila kecapaian.
5. Mengusahakan agar klien dapat tidur dengan cara yang bijaksana.
Konsultasi dan Penyuluhan
1. Menyiapkan orang yang bisa memberi kesempatan untuk membahas berbagai
perasaan tentang kronisitas dari penyakit.
2. Mengusahakan konsultasi bila terjadi penolakan yang mengganggu terapi.
3. Membesarkan harapan orang dengan memberikan bantuan bagaimana caranya
mengelola cara hidup baru.
4. Memberi penyuluhan tentang sifat dari CRF, rasional terapi, aturan obat-obatan dan
keperluan melanjutkan pengobatan. (Keperawatan Medikal Bedah, Barbara C. Long).
5. Evaluasi
Pertanyaan-pertanyaan yang umum yang harus diajukan pada evaluasi orang

dengan kegagalan ginjal kronis terdiri dari yang berikut.


Apakah terdapat gejala-gejala bertambahnya retensi cairan?
Apakah orang menekuni pesan diet dan cairan yang diperlukan?
Apakah terdapat gejala-gejala terlalu kecapaian?
Apakah orang tidur nyenyak pada malam hari?
Apakah orang dapat menguraikan tentang sifat CRF, rasional dan terapi, peraturan obatobatan dan gejala-gejalayang harus dilaporkan?

Anda mungkin juga menyukai