Tifoid
Tifoid
STATUS PASIEN
I Identitas Pasien
a Nama/Jenis Kelamin/Umur
: Nn. Z / Perempuan / 17 tahun
b Pekerjaan
: Pelajar
c Alamat
: Rt.28 Talang Bakung
II
Latar Belakang Sosio-ekonomi-demografi-lingkungan-keluarga
a Status Perkawinan
: Belum Menikah
b Jumlah anak/saudara
: 2 Orang
c Status ekonomi keluarga
: menengah ke bawah
d Kondisi Rumah
:
Pasien tinggal di rumah permanen berukuran 8 x 4 m memiliki 2 kamar
tidur yang dilengkapi dengan jendela dan ventilasi, memiliki 1 ruang
tamu yang menyatu dengan ruang keluarga, 1 dapur, 1 kamar mandi
yang bergabung dengan toilet. Air bekas mandi dan limbah keluarga
dialirkan ke septic tank. Rumah beralaskan semen dan atap seng.
e
III
IV
VKeluhan Utama
:
Demam sejak 1 minggu yang lalu.
Sejak 1 minggu yang lalu pasien demam. Demam makin hari makin tinggi
terutama malam hari. Demam tidak disertai dengan keluhan menggigil,
berkeringat (-), batuk (-), dan pilek (-). Demam turun setelah pasien minum
obat parasetamol, namun kemudian naik lagi.
Sejak 3 hari yang lalu, pasien mengeluhkan nyeri ulu hati, mual (+), muntah
(+) 1 kali, perut terasa penuh, tidak nafsu makan dan disertai sulit BAB.
Selain itu, os merasa kepalanya sakit di bagian dahi dan badannya terasa
lemas. Riwayat gusi berdarah (-), mimisan (-). BAK tidak ada keluhan yang
berarti.
Sebelum mengalami keluhan ini pasien mengaku sering jajan terutama
makan bakso yang lewat di depan rumah, tapi biasanya tidak apa-apa. Di
rumah pasien mengaku minum dengan sumber air sumur yang lokasinya
tidak terlalu jauh dari septi tanc.
VI
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
1 Keadaan sakit
2 Kesadaran
3 Suhu
4 Nadi
5 Tekanan Darah
6 Pernafasan
- Frekuensi
- Irama
- Tipe
7 Kulit
:
: tampak sakit sedang
: compos mentis
: 38,3C
: 70 x/menit
: 120/80 mmHg
: 20 x/menit
: reguler
: torakoabdominal
: turgor baik
Pemeriksaan Organ
1 Kepala
Bentuk
Simetri
2
Mata
: normocephal
: simetris
Exopthalmus/enophtal
Kelopak
Conjungtiva
Sklera
Kornea
: (-)
: normal
: anemis (-)
: ikterik (-)
: normal
2
Pupil
3
4
5
6
7
Hidung
Telinga
Mulut
/+
Gerakan bola mata : baik
: tak ada kelainan
: tak ada kelainan
: lidah berwarna putih kotor (+), hiperemis pada
Pulmo
Pemeriksaan
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Kanan
Statis & dinamis: simetris
Stem fremitus normal
Sonor
Vesikuler (+) Normal,
Wheezing (-), rhonki (-)
Kiri
Statis & dinamis : simetris
Stem fremitus normal
Sonor
Vesikuler (+) normal.
Wheezing (-), rhonki (-)
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
8
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas
Edema (-), akral hangat
Rumple leed test : (-)
VII
VIII
IX
Diagnosis Kerja
Demam Tifoid
Manajemen
a Promotif :
- Menjaga hygiene dan kebersihan makanan.
- Menjaga kebersihan lingkungan.
b Preventif :
- Pencegahan transmisi langsung dari pasien yang terinfeksi S.typhi
akut maupun karier. (keluarga yang lainnya jangan menggunakan
alat makan dan minum yang sama dengan pasien selama pasien
sakit).
Proteksi pada orang berisiko terinfeksi. (keluarga yang lainnya juga
matang.
Memindahkan sumur jauh dari septi tanc (minimal 15 meter).
Memasang perangkap tikus.
Kuratif :
1. Non Medikamentosa :
Tirah baring
Makan makanan yang lunak
Banyak minum air putih
2. Medikamentosa :
Paracetamol 3 x 1 tab/hr
Kloramfenikol 4 x 1 tab/hr (4 x 500 mg)
Ranitidin 2 x 1 tab/hr
Vit B 6 3 x 1 tab/hr
Vit C 3 x 1 tab/hr
d
Rehabilitatif
Meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengatur pola makan yang
bergizi untuk pemulihan kesehatan tubuh pasien.
: G1A213033
Jambi,
Juni 2015
R/
Pro
Umur :
Alamat :
Resep tidak boleh ditukar tanpa sepengetahuan dokter
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Demam tifoid merupakan suatu penyakit sistemik yang secara klasik
disebabkan salmonella typhi, namun dapat juga disebabkan oleh S. paratyphi A,S.
Para-typhii B.1-5
2.2 Etiologi
Etiologi typhoid adalah Salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan
C. ada dua sumber penularan Salmonella typhi yaitu pasien dengan demam
typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam
typhoid dan masih terus mengekresi Salmonella typhi dalam tinja dan air kemih
selama lebih dari 1 tahun.1,2,5
6
2.3 Epidemologi
Demam tifoid dan paratifoid endemik di Indonesia. Penyakit ini jarang
ditemukan secara epidemik, lebih bersifat sporadis, terpencar-pencar di suatu
daerah, dan jarang terjadi lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah. Di
Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun dan insidens tertinggi
pada daerah endemik terjadi pada anak-anak. Terdapat dua sumber penularan
S.thypi, yaitu pasien dengan demam tifoid dan yang lebih sering karier. Di daerah
endemik transmisi terjadi melalui air yang tercemar S.typhi, sedangkan makanan
yang tercemar oleh karier merupakan sumber penularan tersering di daerah non
endemik.1-6
Demem tifoid merupakan penyakit endermik di Indonesia. Penyakit ini
termasuk penyakit menular yang tercantum dalam undang-undang nomor 6 tahun
1962 tentang wabah. Surveilans Departemen Kesehatan RI, frekwensi kejadian
demam tifoid di Indonesia pada tahun 1990 sebesar 9,2 dan pada tahun 1994
terjadi peningkatan frekwensi menjadi 15,4 per 10.000 penduduk. Dari survey
berbagai rumah sakit di Indonesia dari tahun 1981 sampai dengan 1986
memperlihatkan peningkatan jumlah penderita sekitar 35,8% yaitu dari 19.596
menjadi 26.606 kasus. Insidens demam tifoid bervariasi di tiap daerah dan terkait
dengan sanitasi lingkungan; di rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000
penduduk, sedangkan di daerah urban ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk.
Kemudian Case Fatality Rate (CFR) demam tifoid pada tahun 1996 sebesar 1,08%
dari seluruh kematian di Indonesia. Tetapi dari hasil Survei Kesehatan Rumah
Tangga Departemen Kesehatan RI (SKRT DEPKES RI) tahun 1995 demam tifoid
tidak termasuk dalam 10 penyakit dengan mortalitas tertinggi.1,7-9
2.4 Patogenesis
Masuknya kuman Salmonella typhi (S.thypi) dan Salmonella paratyphi (S.
Paratyphi) ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi
kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke
dalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Bila respons imunitas humoral
mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel
(terutama sel-M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman
berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag.
Kuman dapat hidup dan berkembang biak di dalam makrofag dan selanjutnya
dibawa ke plaque peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening
mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torakikus kuman yang terdapat di dalam
makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteremia pertama
yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh
terutama hati dan limpa. Di organ- organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit
dan kemudian berkembang biak diluar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya
masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua
kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik.1
Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang
biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intermittent ke dalam
lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi
ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali,
berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman
Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi dan selanjutnya akan
menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia,
sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular, gangguan mental dan koagulasi.
Di dalam plaque peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi
hiperplasia jaringan (S.typi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas
tipe lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna
dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plaque peyeri yang sedang
mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di
dinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga ke
lapisan otot, serosa usus, dan dapat mengakibatkan perforasi.1
Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat
timbulnya
komplikasi
seperti
gangguan
neuropsikiatrik,
kardiovaskular,
Terjadinya
febris
diduga
disebabkan
oleh
endotoksin
(suatu
10
Suhu meningkat dan bertahap seperti tangga, mencapai puncaknya pada hari
ke 5, dapat mencapai 39o - 40oC.
b. Lemah badan, nyeri kepala di frontal.
c. Mual - anoreksia.
d. Gangguan defekasi :
- Obstipasi pada minggu I.
- Diare pada minggu II (peas soup diare). Karena peradangan kataral dari
usus, sering disertai dengan perdarahan dari selaput lendir usus, terutama
ileum.
e. Insomnia.
f. Muntah dan nyeri perut.
g. Apatis/bingung dapat diakibatkan toksik menjadi delirium yang akan menjadi
meningismus (akhir minggu ke I).
h. Myalgi/atralgi, batuk.
Keluhan tambahan:
-
seharusnya), hal ini disebabkan oleh karena efek endotoksin pada miokard.
Lidah, typhoid tongue, dengan warna lidah putih kotor kecoklatan dengan
menunjukkan :
Hiperplasti pada minggu ke I.
Nekrose pada minggu ke II.
Ulcerasi pada minggu ke III.
Penyembuhan pada minggu ke IV.
Kulit, Rose spot, adalah suatu rash yang khas untuk tipoid, terjadi pada akhir
minggu ke I sampai minggu ke III terutama pada dinding dada dan perut. Hal
ini terjadi karena infiltrasi oleh sel monosit pada ujung-ujung kapiler yang
disebabkan oleh infiltrasi kuman Salmonella typhi pada kulit, yang
menyebabkan terjadinya proses radang, sehingga terjadi perembesan dari sel
syndrome.
Meningitis
purulenta
telah
dilaporkan.
Penurunan
12
Leukopeni
Malaria (-)
Kesadaran menurun
splenomegali
4. Chloramfenikol, suhu turun secara lisis dalam 3-5 hari, dan turun perlahan
laham maksimal 30 gr selama pengobatan.
Demam Thypoid berdasarkan kriteria Kariman Muharman :3
1. Demam > 5 hari, naik bertangga
2. Fisik diagnostic ada 2 dari :
Apatis
Obstipasi
Epistaksis
Kembung
Mencret
Splenomegali
Relatif bradikardi
Perdarahan perianal
Rangsangan meningeal (-)
3. Laboratorium :
Leukopeni, relatif limfositosis
Malaria (-)
Urine (N)
2.7
Pemeriksaan Penunjang
2.7.1
ada leukositosis (4% dari kasus) hati-hati ada penyulit, perforasi atau infeksi
sekunder. Limfositosis relatif (pasien tetap leukopeni tetapi persentasi limfosit
lebih banyak dari normal). Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi
aneosinofilia maupun limfopenia. Laju endap darah pada demam thyfoid dapat
meningkat.
2.7.2
Pemeriksaan serologic1,2
14
Positif bila titer O meningkat lebih dari 1/160 atau peningkatan >
4x pada pengambilan serum yang berangkaian.
15
2.7.3
Pemeriksaan bakteriologik1,2
Biakan Gall, untuk diagnosa pasti. Biakan dapat diambil dari :
belum tentu bebas tiphoid abdominalis tergantung dari teknik pengambilan bahan,
waktu perjalanan penyakit, post vaksinasi.
2.8
Komplikasi 1,2,3
Relaps, febris timbul kembali setelah 10 hari afebris atau setelah 3
minggu diberikan terapi kloramfenikol. Relaps kronik jarang terjadi tetapi
dapat ditemukan setelah beberapa bulan, terutama dengan penderita yang
16
Komplikasi Intestinal
-
2.8.2
17
gallop rhythm, Tekanan darah turun atau peningkatan tekanan vena tanpa
ada gejala dekompresi lain.
2) Thypoid toxic, secara klinis terjadi perubahan mental yang terdiri dari
disorientasi, kebingungan, delirium > 5 hari, yang dapat diikuti
dengan/tanpa munculnya gejala neurologis : afasia, ataxia, perubahan
refleks, konvulsi dan lain-lainnya.
3) Encephalitis diffuse. Gejala yang dapat timbul berupa: Demam tinggi
diikuti penurunan kesadaran, Refleks tendo dapat positif atau menurun,
refleks dinding perut negatif, Rangsang meningen negatif, Setelah
berlangsung lebih dari 1 minggu akan sembuh sempurna, Encephalitis
akut, Tiba-tiba hiperpireksia, Tidak sadar dan kejang umum 24 jam
setelah onset, Bisa timbul kejang ulang, Prognosa : buruk
4) Meningitis akut. Gejala yang dapat timbul berupa: Liquor cerebro spinal:
jernih dengan pleositosis ringan. Electro encephalograph : gambaran
encephalopati. Bisa terjadi karena dikaitkan dengan sistem imunologis
atau kekebalan seseorang. Dapat dikaitkan pula dengan kepribadian
seseorang, orang yang gampang histeris, akan lebih gampang jatuh ke
dalam toxic typhoid.Pasien dalam keadaan delirium / bicara ngaco /
berteriak-teriak dan mengalami agitasi. Terdapat gerakan-gerakan seperti
menarik-narik seprei.
5) Hepatitis typhosa
6) Pankreatitis typhosa
7) Carrier typhosa, setelah 6 bulan diperiksa 3 x berturut-turut selang 1
bulan masih tetap positif (pada pemeriksaan faeces yang dibiakkan).
18
2.9
Terapi
2.9.1
a. Perawatan :
Bed rest total sampai dengan bebas demam 1 minggu tetapi sebaiknya
sampai akhir minggu ke III oleh karena bahaya perdarahan dan
perforasi.
Tujuannya untuk : Mempercepat penyembuhan, mencegah perforasi
usus, karena banyak gerak akan menyebabkan gerakan peristaltik
meningkat, dengan peningkatan peristaltik maka akan terjadi
peningkatan dari aktifitas pembuluh darah, hal ini akan meningkatkan
kadar toksin yang masuk ke dalam darah, dapat menyebabkan
peningatan dari suhu tubuh, mobilisasi berangsur-angsur dilakukan
halus.
Kebutuhan 2500 kkal, 100 gr protein, 2 - 3 liter cairan.
Typhoid diet I : Bubur susu/cair tidak diberikan pada pasien yang
serat/rendah selulosa.
Typoid diet biasanya dimulai dari TD II, setelah 3 hari bebas demam
menjadi TD III, sampai 3 hari kemudian dapat diganti kembali menjadi
TD IV.
Harus diberikan rendah serat karena pada typoid abdominalis ada luka
di ileum terminale bila banyak selulosa maka akan menyebabkan
19
chloramfenicol.
Tidak terjadi krisis toksik.
Gejala lebih cepat hilang.
Dapat digunakan untuk pasien yang toksik dan delirium.
Lebih unggul dalam mencegah relaps.
Efek samping yang perlu diperhatikan adalah trombositopenia,
cepat.
Keuntungan dari Quinolon:
o Waktu yang diperlukan untuk terapi lebih pendek.
o Bersifat bakterisida.
Hati-hati akan terjadi reaksi harxheimer reaction yang
merupakan reaksi yang hebat dari pemberian awal dari
20
karena
bisa
menyebabkan hiperhidrosis.
o Jangan pada penderita hepatitis, dapat merangsang mukosa
usus.
o Efek anti piretik dapat berlebihan, menghambat efek dari
chloramfenicol.
Laxantia dan enema, untuk memudahkan buang air besar.
o Hati-hati perdarahan dan perforasi.
Muntah-muntah
o Prochlorperazine (Stemetil) dengan dosis 3 x 5mg atau 3 x
10 mg.
o Prometazine (Phenergan) dengan dosis 3 x 25 mg.
Diare
o Diphenoxylate hydrochloride (Lomotil, Reasec) 4 x 2 tab
Meteorismus
o Intake diganti dengan parenteral
o Gunakan stomach tube dan aspirasi tiap jam.
Supportif
Kortikosteroid
Hanya dianjurkan untuk penderita dengan toksemia berat dan
hiperpireksi berat. Tidak boleh dipergunakan secara rutin.
Harus dihindarkan dalam minggu ke III karena bila ada
perdarahan
kita
tidak
tahu
dari
penyakit
atau
dari
pengobatan
dengan
Pencegahan
Ada 3 strategi pokok dalam memutuskan transmisi tifoid, yaitu :1,4
penjualan
buah ).
Vaksinasi secara menyeluruh kepada masyarakat setempat maupun
pengunjung.
BAB III
ANALISIS KASUS
a. Hubungan diagnosis dengan rumah dan lingkungan sekitar
Diagnosis pasien berhubungan dengan keadaan rumah pasien yang kurang
bersih. Selain itu, diagnosis juga berhubungan dengan keadaan lingkungan sekitar
pasien yang terdapat tong sampah besar disertai tikus yang sering berkeliaran.
Selanjutnya, sumber minum psien berasal dari air sumur yang letaknya tidak
terlalu jauh dari septi tanc.
b. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga
Dari anamnesis diketahui bahwa tidak ada anggota keluarga yang
mengalami keluhan yang sama seperti pasien. Sehingga tidak terdapat hubungan
antara diagnosis dengan keluarga.
c. Hubungan diagnosis dengan perilaku kesehatan dalam keluarga dan
lingkungan sekitar
Diagnosis pasien berhubungan dengan perilaku kesehatan dalam keluarga
yang sering jajan sembarangan. Perilaku lingkungan sekitar yang sering
membuang sampah hingga keluar dari tong sampah juga berpengaruh terhadap
penyakit pasien.
d. Analisis kemungkinan berbagai faktor resiko atau etiologi penyakit pada
pasien ini
23
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid III. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI ; 2006.
2. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita
Abdul,
Napitupulu
Partogi,et
al.
Ilmu
Kesehatan
Anak
Diunduh
dari
http://cnennisa.files.wordpress.com/2007/08/demam-thypoid.pdf
:
diakses
25
LAMPIRAN
26