Anda di halaman 1dari 82

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.1.1 Gambaran Umum Wilayah Puskesmas Kecamatan Cilincing
1.1.1.1 Keadaan Geografis
Kecamatan Cilincing merupakan salah satu Kecamatan yang berada di Wilayah
Kota Administrasi Jakarta Utara, dengan batas - batas sebagai berikut :
Batas-batas wilayah Kecamatan Cilincing adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara
: Laut Jawa
Sebelah Timur
: Kec. Tarumajaya Kab. Bekasi Jawa Barat
Sebelah Selatan
: Kel. Cakung Jakarta Timur
Sebelah Barat
: Kel. Lagoa Kec. Koja Jakarta Utara

II
III
II

Gambar 1.1 Peta Wilayah Cilincing


Sumber: Profil Puskesmas Kecamatan Cilincing 2013

: Puskesmas Kecamatan Cilincing


: Puskesmas Kelurahan
Lokasi Puskesmas Kecamatan Cilincing berada di Jl. Madya Kebantenan IV
Kel.Semper Timur Kecamatan Cilincing Jakarta Utara dan berada 50 meter dari jalan
Kantor Keluraha Semper Timur.Puskesmas Kecamatan Cilincing terdiri dari 1
puskesmas kecamatan dan 9 puskesmas kelurahan yang tersebar meliputi 7 kelurahan
yang ada di wilayah Kecamatan Cilincing. Luas total lahan Pusekesmas Kecamatan
Cilincing adalah 36,6996 m2 dengan luas lahan terbangun 4.122 m2.

Wilayah kerja Puskesmas Kecamatan Cilincing adalah membawahi 10


puskesmas kelurahan di 7 kelurahan yang ada di wilayah Kecamatan Cilincing dan 1
Klinik Rusun Nawa Marunda, yaitu :
1. Puskesmas Kelurahan Semper Barat I
2. Puskesmas Kelurahan Semper Barat II
3. Puskesmas Kelurahan Semper Barat III
4. Puskesmas Kelurahan Kalibaru
5. Puskesmas Kelurahan Sukapura
6. Puskesmas Kelurahan Rorotan
7. Puskesmas Kelurahan Marunda
8. Puskesmas Kelurahan Cilincing I
9. Puskesmas Kelurahan Cilincing II
10. Puskesmas Kelurahan Semper Timur
11. Klinik Rusun Nawa Marunda
Untuk Kelurahan Semper Timur tidak ada puskesmas keluarahan, akan tetapi
sudah ada gedung Puskesmas Kecamatan Cilincing yang berlokasi di wilayah
kelurahan tersebut. Sehingga dapat dikatakan secara fisik jumlah puskesmas yang ada
adalah

10

puskesmas

yaitu

puskesmas

kelurahan

dan

puskesmas

kecamatan.Puskesmas Cilincing telah mengajukan diri menjadi salah satu unit BLUD
(Badan Layanan Umum Daerah) di wilayah Propinsi DKI Jakarta dimulai pada tahun
2006. Mulai Maret 2006 Puskesmas Kecamatan Cilincing telah ditetapkan menjadi
puskesmas BLUD bertahap sesuai dengan SK Gubernur No. 2086 tahun 2006 sampai
sekarang.
1.1.1.2 Keadaan Demografi
Penduduk wilayah Kecamatan Cilincing berdasarkan Profil Kecamatan
Cilincing tahun 2013 sebanyak 379.439 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak
62.788 kepala keluarga. Terdiri dari penduduk laki-laki 189.038 jiwa dan penduduk
perempuan 190.041 jiwa, serta distribusi paling besar pada kelompok usia produktif.
Tabel 1.1 Data Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk berdasarkan
Kelurahan di Kecamatan Cilincing Tahun 2013
No

1
2
3
4
5
6

Kelurahan

Cilincing (Cilincing I, II)


Semper Barat (I, II dan III)
Semper Timur
Marunda
Kalibaru
Rorotan

Luas Wilayah

Jumlah

Kepadatan

(Km2)

Penduduk

Penduduk

83.125
15.907
31.615
79.169
24.670
106.370

(Jiwa)
44.837
76.870
40.871
23.769
69.760
45.170

(per km2)
0,54
4,83
1,29
0,30
2,83
0,42

7
Sukapura
56.140
Jumlah
396.996
(Sumber : Profil Puskesmas Kecamatan Tahun 2013)

78.162
379.439

1,39
1

Tabel 1.2 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin berdasarkan Kelurahan di Kecamatan
Cilincing Tahun 2013
No

Kelurahan

Penduduk (Jiwa)
Laki-laki
Perempuan
1
Cilincing (Cilincing I, II)
22.754
22.083
2
Semper Barat (I, II dan III)
38.500
38.370
3
Semper Timut
20.799
20.072
4
Marunda
12.462
11.307
5
Kalibaru
35.182
34.578
6
Rorotan
23.008
22.162
7
Sukapura
36.333
41.829
Jumlah
189.038
190.401
(Sumber : Profil Puskesmas Kecamatan Cilincing Tahun 2013)

Jumlah
44.837
76.870
40.871
23.769
69.760
45.170
78.162
379.439

Tabel 1.3 Jumlah Penduduk Menurut Umur di Wilayah Puskesmas Kecamatan Cilincing Tahun
2013
No Kelompok Umur (tahun)
Jumlah
1
04
38.019
2
59
33.210
3
10 14
29.004
4
15 19
31.892
5
20 24
41.087
6
25 29
48.904
7
30 34
42.434
8
35 39
35.293
9
40 44
24.223
10
45 49
18.148
11
50 54
14.294
12
55 59
9.595
13
60 64
6.109
14
65 69
3.941
15
70 74
1.969
16
> 75
1.317
Jumlah
379.439
(Sumber : Profil Puskesmas Kecamatan Cilincing Tahun 2013)

Tabel 1.4 Data Dasar di Wilayah Puskesmas Kecamatan Cilincing Tahun 2013
Data Dasar
Jumlah
Jumlah Penduduk
379.439
Jumlah Kelurahan
7
Jumlah Puskesmas
10
Tenaga Kesehatan
95
Posyandu
26
Jumlah Bayi
627
Jumlah Balita
3.230
Jumlah Ibu Hamil
2.688
Jumlah Ibu Nifas
98
(Sumber : Profil Puskesmas Kecamatan Cilincing Tahun 2013)

1.1.2 Gambaran Umum Puskesmas


1.1.2.1 Definisi
Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
yang

bertanggung

jawab

terhadap

pembangunan

kesehatan

di

wilayah

kerjanya.Puskesmas merupakan suatu unit organisasi yang bergerak dalam bidang


pelayanan kesehatan yang berada di garda terdepan dan mempunyai misi sebagai pusat
pengembangan pelayanan kesehatan, yang melaksanakan pembinaan dan pelayanan
kesehatan secara menyeluruh dan terpadu untuk masyarakat di suatu wilayah kerja
tertentu yang telah ditentukan secara mandiri dalam menentukan kegiatan pelayanan
namun tidak mencakup aspek pembiayaan.
Seiring dengan semangat otonomi daerah, maka puskesmas dituntut untuk
mandiri dalam menentukan kegiatan pelayanannya yang akan dilaksanakan. Tetapi
pembiayaannya tetap didukung oleh pemerintah. Sebagai organisasi pelayanan
mandiri, kewenangan yang dimiliki puskesmas juga meliputi : kewenangan
merencanakan kegiatan sesuai masalah kesehatan di wilayahnya, kewenangan
menentukan kegiatan yang termasuk public goods atau private goods serta
kewenangan menentukan target kegiatan sesuai kondisi geografi puskesmas. Jumlah
kegiatan pokok puskesmas diserahkan pada

tiap puskesmas sesuai kebutuhan

masyarakat dan kemampuan sumber daya yang dimiliki, namun puskesmas tetap
melaksanakan kegiatan pelayanan dasar yang menjadi kesepakatan nasional.

Peran puskesmas adalah sebagai ujung tombak dalam mewujudkan kesehatan


nasional secara komprehensif.Tidak terbatas pada aspek kuratif dan rehabilitatif saja
seperti di Rumah Sakit.
Puskesmas merupakan salah satu jenis organisasi yang sangat dirasakan oleh
masyarakat umum. Seiring dengan semangat reformasi dan otonomi daerah maka
banyak terjadi perubahan yang mendasar dalam sektor kesehatan, yaitu terjadinya
perubahan paradigma pembangunan kesehatan menjadi Paradigma Sehat. Dengan
paradigma baru ini, mendorong terjadinya perubahan konsep yang sangat mendasar
dalam pembangunan kesehatan, antara lain :
a. Pembangunan kesehatan yang semula lebih menekankan pada upaya
kuratif dan rehabilitatif, menjadi lebih fokus pada upaya preventif dan
kuratif tanpa mengabaikan kuratif-rehabilitatif.
b. Pelaksanaan upaya kesehatan yang semula lebih bersifat terpilah-pilah
(fragmented) berubah menjadi kegiatan yang terpadu (integrated),
c. Sumber pembiayaan kesehatan yang semula lebih banyak dari
pemerintah, berubah menjadi pembiayaan kesehatan lebih banyak dari
masyarakat
d. Pergeseran pola pembayaran dalam pelayanan kesehatan yang semula
fee for service menjadi pembayaran secara pra-upaya,
e. Pergeseran pemahaman tentang kesehatan dari pandangan konsumtif
menjadi investasi,
f. Upaya kesehatan yang semula lebih banyak dilakukan oleh pemerintah,
akanbergeser lebih banyak dilakukan oleh masyarakat sebagai mitra
pemerintah (partnership),
g. Pembangunan kesehatan yang semula bersifat terpusat (centralization),
menjadi otonomi daerah (decentralization),
h. Pergeseran proses perencanaan dari top down menjadi bottom up seiring
dengan era desentralisasi.
1.1.2.2 Tujuan Pembangunan Kesehatan Oleh Puskesmas
Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas adalah
mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan Nasional yakni meningkatkan
kesehatan, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat
tinggal di wilayah kerja Puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggitingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat 2025.
1.1.2.3 Visi Puskesmas

Visi puskesmas adalah tercapainya kecamatan yang sehat menuju terwujudnya


Indonesia sehat 2015. Kecamatan sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan yang
ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan yakni masyarakat yang hidup dalam
lingkungan dan perilaku yang sehat memiliki kemampuan untuk

mengjangkau

pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya. Indikator kecamatan sehat adalah:
1. Lingkungan sehat
2. Perilaku penduduk yang sehat
3. Cakupan kesehatan yang bermutu
4. Derajat kesehatan penduduk yang tinggi di kecamatan
1.1.2.4 Misi Puskesmas
1. Menggerakkan

pembangunan

berwawasan

kesehatan di wilayah

kerjanya
2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat
di wilayah kerjanya.
3. Memelihara
dan

meningkatkan mutu,

pemerataan

dan

keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakannya


4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga, dan
masyarakat beserta lingkungannya.
1.1.2.5 Fungsi Puskesmas
Fungsi dari Puskesmas antara lain :
a) Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan.
Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau
penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat
dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta
mendukung pembangunan kesehatan.Disamping itu Puskesmas juga
aktif

memantau

dan

melaporkan

dampak

kesehatan

dari

penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya.


b) Pusat pemberdayaan masyarakat.
Puskesmas selalu berupaya supaya perorangan terutama pemuka
masyarakat, keluarga dan masyarakat dunia usaha memiliki kesadaran,
kemauan serta kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk
hidup sehat.
c) Pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggung
jawab puskesmas,meliputi :
a. Pelayanan Kesehatan Perorangan.

Pelayanan ini bersifat pribadi (private goods) dengan


tujuan utamanya menyembuhkan penyakit dan pemulihan
kesehatan perorangan.
b. Pelayanan Kesehatan Masyarakat.
Pelayanan ini bersifat publik (public goods) yang
bertujuan memelihara dan meningkatkan kesehatan serta
mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan dan
pemulihan kesehatan.

Gambar 1.2 Fungsi Puskesmas


Sumber : Arrimes, Manajemen Puskesmas

1.1.2.6 Wilayah Kerja


Wilayah kerja puskesmas meliputi satu

kecamatan

atau sebagian dari kecamatan.Faktor kepada kepadatan penduduk, luas daerah,


keadaan geografik, dan keadaan infrastruktur lainnya merupakan pertimbangan dalam
penentuan wilayah kerja puskesmas.Puskesmas merupakan perangkat Pemerintah
Daerah Tingkat II, sehingga pembagian wilayah kerja puskesmas ditetapkan oleh
Walikota/Bupati,

dengan

saran

teknis

dari

kepala

Dinas

Kesehatan

Kabupaten/Kota.Sasaran penduduk yang dilayani oleh satu puskesmas adalah sekitar


30.000 penduduk.Untuk jangkauan yang lebih luas, dibantu oleh Puskesmas Pembantu
dan Puskesmas Keliling. Puskesmas di ibukota kecamatan dengan jumlah penduduk
150.000 jiwa atau lebih, merupakan Puskesmas Pembina yang berfungsi sebagai
pusat rujukan bagi puskesmas kelurahan dan juga mempunyai fungsi koordinasi.
1.1.2.7 Pelayanan Kesehatan Menyeluruh
Pelayanan kesehatan menyeluruh yang diberikan puskesmas meliputi :
1. Promotif (peningkatan kesehatan)
2. Preventif (upaya pencegahan)
7

3. Kuratif (pengobatan)
4. Rehabilitatif (pemulihan kesehatan)
Pelayanan tersebut ditujukan kepada semua penduduk, tidak membedakan jenis
kelamin, umur, sejak pembuahan dalam kandungan sampai meninggal.
1.1.2.8 Peran Puskesmas
Dalam konteks Otonomi Daerah saat ini, puskesmas mempunyai peran yang
vital sebagai institusi pelaksana teknis, dituntut memiliki kemampuan manajerial dan
wawasan jauh ke depan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.
Peran tersebut ditunjukkan dalam bentuk ikut serta menentukan kebijakan
daerah melalui sistem perencanaan yang matang, tatalaksana kegiatan yang tersusun
rapi, serta sistem evaluasi dan pemantauan yang akurat.
1.1.2.9 Upaya Kesehatan Wajib Puskesmas
Upaya kesehatan wajib puskesmas adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan
komitmen nasional, regional dan global serta mempunyai daya ungkit tinggi untuk
peningkatan derajat kesehatan masyarakat.Upaya kesehatan wajib ini diselenggarakan
oleh

setiap

puskesmas

yang

ada

di

seluruh

wilayah

Indonesia.

Upaya kesehatan wajib tersebut adalah :


1. Promosi kesehatan masyarakat
2. Kesehatan lingkungan
3. KIA (Kesejahteraan Ibu dan Anak)
4. KB (Keluarga Berencana)
5. Perbaikan gizi masyarakat
6. P2M (Pengendalian Penyakit Menular)
7. Pengobatan dasar
Berikut ini akan ditampilkan upaya kesehatan wajib dalam bentuk tabel,
yaitu :
Tabel 1.5 Program Kesehatan Wajib yang dilakukan di Puskesmas
No

Upaya Kesehatan Wajib

Kegiatan

Indikator

Promosi Kesehatan

Penyuluhan di Dalam

Tatanan sehat

dan di Luar Gedung,

Perbaikan perilaku sehat

PHBS
Penyehatan pemukiman

Cakupan air bersih

Kesehatan Lingkungan

Cakupan jamban keluarga


Cakupan SPAL
Cakupan rumah sehat
3

Kesejahteraan ibu dan anak

ANC

Cakupan K1, K4

Pertolongan persalinan

Cakupan linakes

MTBS

Cakupan MTBS

Imunisasi

Cakupan imunisasi

Keluarga Berencana

Pelayanan

Cakupan MKET

Pemberantasan penyakit menular

Keluarga Berencana
Diare

Cakupan kasus diare

ISPA

Cakupan kasus
ISPA

Malaria

Cakupan kasus malaria


Cakupan kelambunisasi

Tuberkulosis

Cakupan penemuan kasus


Angkapenyembuhan

Gizi

Pengobatan

Distribusi vit A / Fe /

Cakupan vit A / Fe / cap

cap yodium
PSG

yodium
% gizi kurang / buruk,

Promosi Kesehatan

SKDN
% kadar gizi

Medik dasar

Cakupan pelayanan

UGD

Jumlah

Laboratorium sederhana

ditangani
Jumlah pemeriksaan

kasus

yang

(Sumber : Trihono. 2005. Manajemen Kesehatan, Arrimes, ed.)

1.1.2.10 Upaya Kesehatan Pengembangan Puskesmas


Upaya Kesehatan Pengembangan Puskesmas adalah upaya yang ditetapkan
berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan di masyarakat serta yang
disesuaikan dengan kemampuan puskesmas. Upaya kesehatan pengembangan
puskesmas dapat pula bersifat upaya inovasi yaitu upaya lain di luar upaya puskesmas
tersebut di atas yang sesuai dengan kebutuhan. Pengembangan dan pelaksanaan upaya
inovasi ini adalah dalam rangka mempercepat tercapainya visi puskesmas.
Pemilihan upaya kesehatan pengembangan ini dilakukan oleh puskesmas
bersama dinas kesehatan kabupaten/kota dengan mempertimbangkan masukan dari
Konkes/BPKM/BPP. Upaya kesehatan pengembangan dilakukan apabila upaya
kesehatan wajib puskesmas telah terlaksana secara optimal dalam arti target cakupan
serta peningkatan mutu pelayanan telah tercapai. Penetapan upaya kesehatan
pengembangan

pilihan

puskesmas

ini

dilakukan

oleh

dinas

kesehatan

kabupaten/kota.Dalam keadaan tertentu upaya kesehatan pengembangan puskesmas


dapat pula ditetapkan sebagai penugasan oleh dinas kabupaten/kota.
Apabila puskesmas belum mampu menyelenggarakan upaya kesehatan
pengembangan, padahal telah menjadi kebutuhan masyarakat, maka dinas kesehatan

kabupaten/kota bertanggung jawab dan wajib menyelenggarakannya. Untuk itu dinas


kesehatan kabupaten/kota perlu dilengkapi dengan berbagai unit fungsional lainnya.
Kegiatan upaya kesehatan dasar dan upaya kesehatan pengembangan di
Puskesmas Kecamatan Cilincing tahun 2013 adalah :
A. Upaya Kesehatan Dasar
1. Upaya Promosi Kesehatan
2. Upaya Kesejahteraan Ibu dan Anak
3. Upaya Keluarga Berencana
4. Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
5. Upaya Kesehatan Lingkungan
6. Upaya Pengendalian Penyakit Menular
7. Upaya Pengobatan
8. Upaya Kesehatan Sekolah
B. Upaya Kesehatan Pengembangan
1. Rawat Inap
2. Upaya Kesehatan Olah Raga
3. Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
4. Upaya Kesehatan Usia Lanjut
5. Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
6. Upaya Kesehatan Jiwa
7. Upaya Kesehatan Mata
8. Upaya Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan
9. Upaya Kesehatan Kerja
10. Upaya Kesehatan Tradisional
Penyelenggaraan upaya kesehatan wajib dan upaya pengembangan harus
menerapkan azas penyelenggaraan puskesmas secara terpadu.Azas penyelenggaraan
tersebut dikembangkan dari ketiga fungsi puskesmas.Dasar pemikirannya adalah
pentingnya menerapkan prinsip dasar dari setiap fungsi puskesmas dalam
menyelenggarakan setiap upaya puskesmas, baik upaya kesehatan wajib maupun
upaya kesehatan pengembangan.

1.1.2.11 Azas Puskesmas


Azas penyelenggaraan puskesmas yang dimaksud adalah :
A. Azas pertanggungjawaban wilayah
Puskesmas bertanggung jawab meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya. Untuk ini
Puskesmas harus melaksanakan berbagai kegiatan, antara lain sebagai
berikut :
a. Menggerakkan pembangunan berbagai sektor tingkat kecamatan
sehingga berwawasan kesehatan.

10

b. Memantau dampak berbagai upaya pembangunan terhadap


kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.
c. Membina setiap upaya kesehatan strata

pertama

yang

diselenggarakan oleh masyarakat dan du


d. nia usaha di wilayah kerjanya.
e. Menyelenggarakan upaya kesehatan strata pertama (primer)
secara merata dan terjangkau di wilayah kerjanya.
B. Azas pemberdayaan masyarakat
Puskesmas wajib memberdayakan perorangan, keluarga dan
masyarakat, agar berperan aktif dalam penyelenggaraan setiap program
puskesmas.Untuk ini, berbagai potensi masyarakat perlu dihimpun
melalui pembentukan Badan Penyantun Puskesmas (BPP). Beberapa
kegiatan yang harus dilaksanakan oleh puskesmas dalam rangka
pemberdayaan masyarakat antara lain :
a. KIA : Posyandu, Polindes, Bina Keluarga Balita (BKB)
b. Pengobatan : Posyandu, Pos Obat Desa (POD)
c. Perbaikan Gizi : Panti Pemulihan Gizi, Keluarga Sadar Gizi
(Kadarzi)
d. Kesehatan Lingkungan : Kelompok Pemakai Air (Pokmair),
Desa Percontohan Kesehatan Lingkungan (DPKL)
e. UKS : Dokter Kecil, Saka Bakti Husada (SBH), Pos Kesehatan
Pesantren (Poskestren)
f. Kesehatan Usia Lanjut : Posyandu Usila, Panti Wreda
g. Kesehatan Kerja : Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos UKK)
h. Kesehatan Jiwa : Tim Pelaksana Kesehatan Jiwa Masyarakat
(TPKJM)
i. Pembinaan Pengobatan Tradisional : Tanaman Obat Keluarga
(TOGA), Pembinaan Pengobatan Tradisional (Battra).
C. Azas Keterpaduan
Untuk mengatasi keterbatasan sumber daya serta diperolehnya
hasil yang optimal, penyelenggaraan setiap program puskesmas harus
diselenggarakan secara terpadu.
Ada dua macam keterpaduan yang perlu diperhatikan yaitu :
a. Keterpaduan Lintas Program
Upaya memadukan penyelengaraan berbagai upaya
kesehatan yang menjadi tanggung jawab Puskesmas. Contoh
keterpaduan lintas program antara lain :
1. Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) : keterpaduan
KIA

dengan

P2M,

gizi,

promosi

kesehatan

&

pengobatan.
11

2. UKS : keterpaduan kesehatan lingkungan dengan


promosi

kesehatan,

pengobatan,

kesehatan

gigi,

kesehatan reproduksi remaja dan kesehatan jiwa.


3. Puskesmas keliling : keterpaduan pengobatan dengan
KIA/KB, Gizi, promosi kesehatan, & kesehatan gigi.
4. Posyandu : keterpaduan KIA dengan KB, gizi, P2M,
kesehatan jiwa & promosi kesehatan.
b. Keterpaduan Lintas Sektor
Upaya
memadukan
penyelenggaraan
puskesmas

program

dengan program dari sektor terkait

tingkat

kecamatan, termasuk organisasi kemasyarakatan dan dunia


usaha. Contoh keterpaduan lintas Sektoral antara lain :
1. UKS : keterpaduan sektor kesehatan dengan camat,
lurah/kepala desa, pendidikan & agama.
2. Promosi Kesehatan : keterpaduan sektor kesehatan
dengan dengan camat, lurah/kepala desa, pendidikan,
agama dan pertanian.
3. KIA : keterpaduan sektor kesehatan dengan camat,
lurah/kepala

desa,

organisasi

profesi,

organisasi

kemasyarakatan, PKK dan PLKB.


4. Perbaikan Gizi : keterpaduan sektor kesehatan dengan
camat, lurah/kepala desa, pendidikan, agama, pertanian,
koperASI, dunia usaha dan organisasi kemasyarakatan.
5. Kesehatan Kerja : keterpaduan sektor kesehatan dengan
dengan camat, lurah, kepala desa, tenaga kerja dan dunia
usaha.
D. Azas Rujukan
Sebagai sarana

pelayanan

kesehatan

tingkat

pertama,

kemampuan yang dimiliki oleh puskesmas terbatas. Pada hal puskesmas


berhadapan

langsung

dengan

masyarakat

dengan

berbagai

permasalahan kesehatan. Untuk membantu puskesmas menyelesaikan


berbagai masalah kesehatan tersebut dan juga untuk meningkatkan
efisiensi, maka penyelenggaraan setiap program puskesmas harus
ditopang oleh azas rujukan.
Rujukan adalah pelimpahan wewenang dan tanggung jawab atas
penyakit atau masalah kesehatan yang diselenggarakan secara timbal
balik, baik secara vertikal dalam arti dari satu strata sarana pelayanan
12

kesehatan ke strata sarana pelayanan kesehatan lainnya, maupun secara


horizontal dalam arti antar strata sarana pelayanan kesehatan yang
sama.
Ada dua macam rujukan yang dikenal yakni :
a. Rujukan Medis
Apabila suatu puskesmas tidak mampu menangani suatu
penyakit tertentu, maka puskesmas tersebut dapat merujuk ke
sarana pelayanan kesehatan yang lebih mampu (baik vertikal
maupun horizontal). Rujukan upaya kesehatan perorangan
dibedakan atas :
1. Rujukan Kasus untuk keperluan diagnostik, pengobatan
tindakan medis (contoh : operasi) dan lain-lain.
2. Rujukan Bahan Pemeriksaan (spesimen)

untuk

pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap.


3. Rujukan Ilmu Pengetahuan antara lain mendatangkan
tenaga

yang

bimbingan

lebih

kompeten

tenaga

menyelenggarakan

untuk

puskesmas

pelayanan

melakukan
dan

medis

spesialis

atau
di

puskesmas.
b. Rujukan Kesehatan
Rujukan kesehatan masyarakat dibedakan atas tiga macam :
1. Rujukan sarana dan logistik, antara lain peminjaman
peralatan

fogging,

peminjaman

alat

laboratorium

kesehatan, peminjaman alat audio visual, bantuan obat,


vaksin, bahan habis pakai dan bahan pakaian.
2. Rujukan tenaga, antara lain tenaga ahli untuk penyidikan
kejadian luar biasa, bantuan penyelesaian masalah
hukum kesehatan, gangguan kesehatan karena bencana
alam.
3. Rujukan operasional, yakni menyerahkan sepenuhnya
kewenangan dan tanggung jawab penyelesaian masalah
kesehatan

masyarakat

dan

atau

penyelenggaraan

kesehatan masyarakat ke periode dinas kesehatan


kabupaten/kota. Rujukan operasional diselenggarakan
apabila puskesmas tidak mampu.
Diagram 1.1 Sistem Rujukan Puskesmas
13

Setiap upaya atau program yang dilakukan oleh puskesmas


memerlukan evaluasi untuk menilai apakah program yang dilaksanakan
berhasil atau tidak. Untuk itu dibuat indikator keberhasilan sesuai
dengan fungsi puskesmas :
a. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan
Fungsi pusat penggerak pembangunan berwawasan
kesehatan dapat dinilai dari seberapa jauh institusi jajaran nonkesehatan

memperhatikan

kesehatan

bagi

institusi

dan

warganya. Keberhasilan fungsi ini bisa diukur melalui Indeks


Potensi Tatanan Sehat (IPTS).Ada tiga tatanan yang bisa diukur
yaitu :
1. Tatanan sekolah
2. Tatanan tempat kerja
3. Tatanan tempat-tempat umum
b. Pusat pemberdayaan masyarakat
Segala upaya fasilitasi yag bersifat non-instruktif guna
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar
mampu mengidentifikasi masalah, merencanakan & melakukan
pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat dan
fasilitas yang ada, baik instansi lintas sektoral maupun LSM dan
tokoh mayarakat.
Fungsi ini dapat diukur dengan beberapa indikator :
1. Tumbuh

kembang,

Upaya

Kesehatan

Berbasis

Masyarakat (UKBM)
2. Tumbuh dan kembangnya LSM di bidang kesehatan

14

3. Tumbuh dan berfungsinya konsil kesehatan kecamatan


atau BPKM (Badan Peduli Kesehatan Masyarakat) atau
BPP (Badan Penyantun Puskesmas).
c. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama
Indikator keberhasilan fungsi ini dapat dikelompokkan
ke dalam IPMS (Indikator Potensi Masyarakat Sehat), yang
terdiri dari cakupan dan kualitas program puskesmas.IPMS
minimal mencakup seluruh indikator cakupan upaya kesehatan
wajib dan kualitas atau mutu pelayanan kesehatan.
1.1.3 Gambaran Umum Puskesmas Kecamatan Cilincing
1.1.3.1 Latar Belakang Puskesmas Kecamatan Cilincing
Pelayanan kesehatan merupakan salah satu faktor yang tidak dapat
diabaikan dalam upaya peningkatan status kesehatan menurut Hendrik L Blum
(1947).
Puskesmas adalah sistem pelayanan kesehatan. Puskesmas mempunyai
tanggung

jawab

dalam

upaya

penyelenggaraan

pelayanan

kesehatan

masyarakat dan pelayanan kedokteran. Keseluruhan program dalam upaya


peningkatan kesehatan masyarakat seperti pencegahan dan pemberantasan
penyakit menular, peningkatan gizi masyarakat, peningkatan kesehatan
lingkungan serta surveilance dan kegiatan program kesmas lainnya telah
dilaksanakan di Puskesmas. Upaya pelayanan kedokteran diwujudkan dalam
kegiatan peningkatan pelayanan kesehatan yang dilakukan meliputi pengobatan
dasar dan kesehatan.Pelayanan kesehatan yang dilakukan meliputi pengobatan
dasar dan rujukan.
Jenis pelayanan kesehatan yang dilaksanakan di Puskesmas Kecamatan
Cilincing adalah poli umum, gigi, imunisasi, poli ibu dan anak, poli KB, poli
lansia, jiwa, paru, spesialis mata, ECG, USG, RB dengan kapasitas 8 tempat
tidur dan laboratorium dasar. Jumlah tenaga dokter umum 15 orang, dokter gigi
10 orang, spesialis mata 1 orang, bidan 29 orang, paramedic 40 orang dan
tenaga non paramedic 60 orang.
Berdasarkan jenis pelayanan yang tersedia, Puskesmas Kecamatan
Cilincing diharapkan mampu memberikan pelayanan dasar yang dibutuhkan
oleh masyarakat di Kecamatan Cilincing dan sekitarnya.
1.1.3.2 Visi, Misi, Kebijakan Mutu dan Motto Puskesmas Kecamatan Cilincing
A. Visi Puskesmas Kecamatan Cilincing
15

Puskesmas se-Kecamatan Cilincing menjadi fasilitas pelayanan


kesehatan yang berorientasi keadaan kepuasan pelanggan internal
maupun eksternal dengan menjunjung tinggi komitmen vertikal
maupun horizontal.
B. Misi Puskesmas Kecamatan Cilincing
a. Memberikan pelayanan kesehatan yang meliputi kegiatan
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
b. Melakukan pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada
kebutuhan masyarakat yang dapat dijangkau oleh seluruh
masyarakat
c. Melakukan pelayanan kesehatan secara profesional dan dapat
dipertanggungjawabkan baik secara teknis medis maupun
administratif
d. Melakukan kegiatan secara bersama dengan mendayagunakan
sumber daya yang ada secara optimal
e. Memberikan
kesempatan
kepada

masyarakat

untuk

menyampaikan feed back terhadap pelayanan puskesmas.


C. Kebijakan Mutu Puskesmas Kecamatan Cilincing
a. Mengutamakan kepuasan pelanggan
b. Mengutamakan pelayanan kesehatan secara professional dan
bertanggung jawab
c. Meningkatkan kompetensi karyawan
D. Motto Puskesmas Kecamatan Cilincing
We Can Change Better
Kami dapat berubah menjadi lebih baik
1.1.3.3 Fungsi Puskesmas Kecamatan Cilincing
1. Penyusunan rencana kerja dan anggaran puskesmas kecamatan.
2. Pelaksanaan rencana kerja dan anggaran yang telah ditetapkan.
3. Pelaksanaan pelayanan kesehatan perorangan.
4. Penyelenggaraan pelayanan medis umum.
5. Penyelenggaraan asuhan keperawatan.
6. Penyelenggaraan pelayanan persalinan.
7. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan gigi dan mulut.
8. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan spesialis terbatas kebidanan,
kesehatan anak, penyakit dalam, dan mata.
9. Penyelenggaraan rawat inap terbatas.
10. Penyelenggaraan pelayanan penunjang medis laboratorium, gizi,
farmasi dan optik.
11. Penyelenggaraan pelayanan ambulans rujukan.
12. Penyelenggaraan pelayanan Keluarga Berencana.
13. Penyelenggaraan pelayanan imunisasi.
16

14. Penyelenggaraan pelayanan 24 jam.


15. Penyelenggaraan pelayanan rujukan.
16. Penyelenggaraan konsultasi kesehatan perorangan.
17. Penyelenggaraan pemberdayaan puskesmas kelurahan.
18. Penyelenggaraan pencatatan medis.
19. Penyelenggaraan pemeliharaan perawatan peralatan

kedokteran,

peralatan keperawatan, peralatan perkantoran dan perawatan medis


lainnya.
20. Penyelenggaraan peningkatan dan penjaminan mutu pelayanan.
21. Penyusunan Standar Operasional Prosedur.
22. Pengelolaan kepegawaian, keuangan, perlengkapan, surat menyurat dan
kearsipan serta kebersihan, keamanan dan keindahan puskesmas.
23. Pembinaan dan pengembangan kesehatan kerja.
24. Pengumpulan dan pengolahan data seluruh hasil pelaksanaan tugas dan
fungsi yang diselenggarakan oleh puskesmas kelurahan.
25. Pengolahan data seluruh hasil pelaksanaan fungsi

puskesmas

kecamatan.
26. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi 456
puskesmas kecamatan secara berkala setiap bulan dan setiap triwulan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi DKI Jakarta melalui Suku
Kepala Dinas Kesehatan.
KEPALA PUSKESMAS
KECAMATAN:
Dr.Mirsad

KA. TATA USAHA:


Nining

KA. SEKSI PELAYANAN


: Dr. Aprilia
UNIT PELAYANAN

KA. SEKSI PENUNJANG &


UNIT PENUNJANG
KESMAS:
Unit Farmasi
Dr. Carla
Unit Gizi
Unit Laboratorium
Unit Radiologi
UnitPemeliharaanPer
alatanKesehatan
Kesehatan Masyarakat
Penyakit Menular

Unit Kesehatan Umum


Unit Kesehatan Gigi &
Mulut
Unit Kesehatan Ibu &
Anak
Unit Kesehatan Spesialis
P2B2
1.1.3.4
Struktur Bersalin
Organisasi Puskesmas Kecamatan Cilincing
Unit Rumah
Penyakit Tidak
Unit Pelayanan 24 Jam &
Ambulan
Menular
Unit Pelayanan Keluarga
Penyehatan
Berencana
Lingkungan &
Unit Kamar Operasi
Kesehatan Kerja
PUSKESMAS
KELURAHAN

Gizi & PPSM


KELOMPOK
JABATAN
FUNGISIONAL
Kesehatan Jiwa &

17

Gambar 1.3 Struktur Organisasi Puskesmas Kecamatan Cilincing 2014


Sumber : Laporan Daftar Pegawai Puskesmas Kecamatan Cilincing Tahun 2014

1.1.3.5 Sumber Daya Manusia Puskesmas Kecamatan Cilincing


Potensi tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas wilayah Kecamatan
Cilincing tahun 2013 berjumlah 95 orang

Tabel 1.6 Tenaga Kerja Puskesmas Kecamatan Cilincing Tahun 2013


No
Tenaga Kerja
1
Dokter Spesialis
2
Dokter Umum
3
Dokter Gigi
4
Bidan
5
Perawat
6
Perawat Gigi
7
Tenaga Kefarmasian
8
Tenaga Gizi
9
Tenaga Kesmas
10
Tenaga Sanitasi
11
Tenaga Teknis Medis
12
Fisioterapis
Jumlah
(Sumber : Profil Puskesmas Kecamatan Cilincing Tahun 2013)

Jumlah
1
14
8
20
33
5
6
2
2
2
2
95

18

1.1.3.6 Sarana dan Prasarana Puskesmas Kecamatan Cilincing


Puskesmas Kecamatan Cilincing memiliki fasilitas gedung terdiri dari :
1.
Luas bangunan
: 1500 m2
2.
Luas tanah
: 2.915 m2
3.
Daya listrik
: 27.000 W
4.
Air
: PAM
5.
Telepon
: 2 unit
6.
Fax
: 1 unit
7.
Komputer
: 20 unit
8.
Laptop
: 4 unit
9.
Printer
: 13 unit
10.
AC
: 26 unit
11.
Mobil Puskesmas Keliling : 1
12.
Mobil dinas
:1
13.
Motor
: 10
14.
Swing fog
:4
15.
Dental Unit
:3
16.
Unit Mata
:2
Puskesmas Kecamatan Cilincing terdiri dari 4 lantai
Lantai I terdiri dari :
1. Loket
2. Poli Balai Pengobatan Umum (BPU)
3. Poli Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
4. Poli Keluarga Berencana (KB)
5. Ruang Bersalin (RB) dengan kapasitas :
a. Tempat pendaftaraan
b. 5 unit tempat tidur
c. Kamar bersalin kapasitas 3 unit tempat tidur
d. Kamar periksa
e. Ruang tunggu
f. Ruang administrasi
g. Dapur
h. Kamar mandi/toilet
6. Ruang UGD
7. Ruang USG
Lantai II terdiri dari :
1. Ruang tunggu.
2. Poli Gigi.
3. Poli Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS).
4. Poli Mata.
5. Poli Spesialis Anak.
6. Laboratorium.
7. Apotek.
8. Toilet.
9. Pojok ASI.
10. Pojok Gizi
Lantai III terdiri dari :
1. Ruang Kepala Puskesmas.
2. Ruang Kepala Tata Usaha (TU).
19

3. Ruang TU.
4. Ruang Koordinator Pelayanan Tuberkulosis (TB).
5. Ruang Koordinator Kesehatan Komunitas.
6. Ruang Koordinator Obat.
7. Ruang Koordinator Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).
8. Ruang Koordinator KIA.
9. Ruang Koordinator Gizi.
10. Ruang Penerimaan Retribusi.
11. Ruang Tamu.
12. Ruang Tunggu.
13. Gudang Gizi.
14. Gudang Arsip.
15. Gudang Promosi Kesehatan (Promkes).
16. Gudang KIA-KB.
17. Mushola.
18. Toilet.
Lantai IV terdiri dari :
1. Ruang Pengendalian Penyakit Menular (P2M).
2. Dapur.
3. Toilet.
4. Aula.
5. Sampah Medis.
1.1.4

Program Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang (P2B2) di


Puskesmas Kecamatan Cilincing

Progam Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang (P2B2) adalah program


upaya pengembangan puskesman yang termasuk di dalam program P2M. Upaya
pengendalian penyakit menular lebih ditekankan pada pelaksanaan surveilans
epidemiologi dengan upaya penemuan penderita secara dini, yang ditindaklanjuti
dengan penanganan secara cepat melalui pengobatan penderita. Di samping itu,
pelayanan lain yang diberikan adalah upaya pencegahan dengan pemberian imunisasi,
upaya pengurangan faktor risiko melalui kegiatan untuk peningkatan kualitas
lingkungan, serta peningkatan peran serta masyarakat dalam upaya pengendalian
penyakit menular yang dilaksanakan melalui berbagai kegiatan.
Kebijakan penanggulangan penyakit menular khususnya dalam penanggulangan
wabah telah diatur dalam bentuk peraturan perundangan, yaitu UU No. 4 Tahun 1984
tentang Penyakit Menular serta Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1991 tentang
Penanggulangan Penyakit Menular. Peraturan tersebut pada intinya mengatur :
1. Tata cara penetapan dan pencabutan penetapan daerah wabah.
2. Upaya penganggulangan.
20

3. Peran serta masyarakat.


4. Pengelolaan bahan-bahan yang mengandung penyebab penyakit.
5. Ganti rugi dan penghargaan.
6. Pembiayaan penanggulangan wabah.
7. Pelaporan.
Di berbagai wilayah di Indonesia terdapat perbedaan tingkat endemitas dan jenis
penyakit menular. Pada P2B2 penyakit yang endemis diwilayah Indonesia adalah
demam berdarah, malaria, filariasis, flu burung, leptospirosis dan rabies.
Tingkat endemitas penyakit menular sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan
(fisik, sosial, ekonomi) dan perilaku masyarakatnya. Kecamatan Kemayoran dengan
karakteristik lingkungan dan perilaku masyarakat yang berbeda, memiliki endemisitas
penyakit menular yang berbeda.
A. KegiatanPemberantasanPenyakitBersumberBinatang(P2B2)
1. Flu Burung (H1NI)
Kegiatan yang dilakukan :
1. Pembentukan dan pelatihan Tim Gerak Cepat / Tim Investigasi Terpadu
terdiri dari :
a. Petugas surveilans Puskesmas Kecamatan (2 org / Kecamatan).
b. Seksi Pertenakan tingkat Kecamatan.
c. Petugas Surveilans Sudin dan Dinas Kesehatan dan Peternakan.
2. Kesepakatan kegiatan investigasi bersama pasca Pertemuan Lintas Batas
Jabodetabek bidang Kesmas.
3. Komitmen pelaksanaan investigasi kurang dari 1 x 24 jam setelah laporan
diterima.
4. Depopulasi dan sertifikasi unggas.
5. Pengawasan lalu lintas unggas.
Langkah-langkah kegiatan yang akan datang :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Sweeping.
Sertifikasi.
Biosekuriti / desinfeksi.
Sosialisasi.
Pengawasan lalu lintas unggas.
Penguatan surveilans dan investigasi terpadu.
Promosi kesehatan.
Simulasi lapangan kondisi pandemi.

21

9. Menyusun rencana kontigensi.


10. Pemberdayaan Komprov Flu Burung.
2. Leptospirosis
Kegiatan yang dilakukan :
1. Surveilans.
a. Surveilans penyakit.
b. Surveilans vektor.
c. Surveilans faktor risiko.
2. Deteksi dini dan pengobatan atau perawatan dini.
3. Pengendalian faktor risiko.
4. Partisipasi masyarakat.
Apabila ditemukan penderita suspect leptospirosis probabe ataupun
confirmed maka harus dilakukan penyuluhan, penyelidikan Epidemiologi lingkungan
dan case finding yaitu mencari kasus tambahan dengan radius 200 meter dari rumah
penderita untuk diobati atau dirujuk bila dengan komplikasi.
Bila ditemukan penderita tambahan dengan sebab lingkungan yang sama
maka segera dilaporkan sebagai kejadian luar biasa (KLB) dengan menggunakan
formulir laporan W1 dan kasus tambahan selanjutnya dilaporkan dengan W2.
Penanggulangan KLB diikuti penyelidikan kasus dan lingkungan serta dilakukan
pengambilan spesimen terhadap penderita dan hewan tersangka sekitar lokasi dengan
bantuan tim kota/ kab administrasi provinsi dan pusat. Serum sebelum dikirim agar
disimpan didalam freezer dengan menuliskan etiket pada label nama penderita, umur,
jenis kelamin, tanggal pengambilan spesimen pertama dan kedua. Apabila dilakukan
pengambilan spesimen terhadap hewan selain tikus harus bekerja sma dengan sudin
kelautan dan pertanian. Kemudian serum dikirim ke B. Balitvet Bogor atau RS karyadi
Semarang. Pengobatan tersangka penderita/ tersangka penderita Pengobatan :
pemeberian antibiotik seperti penicillin, streptomysin, doxycicline,tetracycline atau
eritromisin. Menurut Turner pemberian penicillin atau tetracyclin dosis tinggi dapat
memberikan hasil yang sangat baik. Pemberian diberikan 10 hari
Pencegahan :
1. Kebersihan perorangan dan lingkungan.
2. Penggunaan APD (alat pelindung diri).
3. Pengendalian vektor (tikus dan insektivora).

22

4. Vaksinasi hewan kesayangan dan hewan ternak dinas kelautan dan


pertanian.
Di Kecamatan Gambir

tidak ditemukan penyakit leptospirosis pada periode

Januari-Desember 2012.
3. Rabies
Berdasarkan SK Mentri Pertanian No : 566/kpts/PD.640/10/2004 Provinsi
DKI Jakarta telah dinyatakan bebas rabies dan untuk mempertahankan telah dibentuk
Tim Koordinasi Pengaman Daerah Bebas Penyakit Rabies dan Penyakit Menular
Hewan Linnya di Provinsi DKI Jakarta. Sesuai Surat Keputusan Gubernur No:
2070/2005 tanggal 25 Oktober 2005. Walaupun Provinsi DKI Jakarta telah bebas
Rabies, tetapi tetap merupakan daerah yang terancam penularan Rabies, karena
beberapa Kabupaten di Jawa Barat yang awalnya telah dinyatakan bebas, ditemukan
kembali kasus Rabies baik pada hewan maupun manusia. Demikian pula masih ada
Provinsi di Indonesia yang endemik Rabies.
Sehubungan dengan hal tersebut maka kebijakan Provinsi DKI Jakarta selain
yang telah tertuang dalam PERDA 11 tahun 1995. Tentang pengawasan hewan rentan
Rabies, serta pencegahan dan penanggulangan, juga melakukan :
1.

Surveilans dan Intervensi ketat, antara lain :


a. Tahapan Hewan : Vaksinasi, Observasi, eliminasi yang dilaksanakan
oleh jajaran Dinas Perternakan, perikanan dan kelautan.
b. Tahapan manusia :
- Pertolongan pertama pada kasus gigitan di puskesmas dan UPK
lainnya, sambil melaporkan hewannya ke pemilik/Sudin Pertenakan
untuk dipantau dan diumpan balikkan apakah termasuk hewan penular
-

2.

rabies/ HPR (hilang, mati, terjangkit atau tidaknya akan rabies).


Pemberian pasteur treatment atas indikasi di rabies treatment center.
Perawatan penderita rabies di rumah sakit yang mempunyai ruang

isolasi.
Adapun langkah-langkah yang dilakuka apabila ada kasus gigitan HPR :
- Mencuci luka dengan sabun atau deterjen dan air yang mengalir selama
kurang lebih 15 menit. Mencuci luka sangatlah penting karena virus
rabies terbungkus lipid (lemak). Walaupun penderita gigitan ataun
keluarga sudah dicuci pencucuan luka harus tetap dilakukan atau
diulangi.

23

Kemudian dapat diberikan antara lain : Alkohol 40 %, 70%, betadin,

3.

iodium tincture, larutan yang mengandung amonium kuartener.


Luka gigitan tidak boleh dijahit, apabila harus dijahit maka jahitan yang

4.

dilakukan adalah jahitan situasi.


Luka gigitan dibedakan: Resiko rendah yaitu : badan dan kaki cukup di
puskesmas atau UPK lainnya, resiko tinggi : jari-jari, lengan, bahu keatas

5.

atau muka multipel harus dirujuk ke rabies treatment center.


Apabila HPR diketahui pemiliknya, agara keluarga korban gigitan
berkoordinasi dengan pemilik HPR untuk mengghubungi slaha satu yaitu :
- Penilik/ sudin peternakan setempat.
- Balai kesehatan hewan dan ikan, jalan harsono RM no 28 ragunan, telp

6.

7805447 agar HPR dapat diobservasi.


Apabila HPR yang menggigit tidak diketahui pemiliknya/ liar, kasus
gigitan dirujukan ke rabies treatment center yang ada di :
a. RSPI Sulianti Saroso, Jl. Sunter Permai Raya, Jakarta Utara, telp
6506559, 64011412.
b. RSUD Tarakan, Jl. Kyai Caringin no 7 Jakarta Pusat telp 3842938.

7.

Vaksinasi yang digunakan saat ini adalah purivied vero rabies vaksin
(verorab) dengan cara pemberian hari ke 0 diberikan 2 angka suntikan di
regio deltoideus kanan dan kiri masing-masing 0,5 ml IM, kemudian hari
ke 7 dan 21 masing-masing 1x suntikan IM deltoid kiri dan kanan.

Di Kecamatan Gambir tidak ditemukan penyakit rabies pada periode JanuariDesember 2012.
4.

Malaria
Pemberantasan malaria bertujuan untuk mencegah kematian akibat malaria,

terutama jika terjadi KLB, menurunkan angka kematian, menurunkan angka kesakitan
(insidensi dan prevalensi), meminimalkan kerugian sosial dan ekonomi akibat malaria.
Pemberantasan malaria haruslah rasional, harus berbasis pada epidemiologinya seperti:
manusia, parasit malaria, vektor dan lingkungannya. Pemberantasan malaria harus
ditujukan untuk memutus penularan penyakit malaria, dengan sasaran antara lain :
1. Penemuan penderita.
Penemuan penderita secara dini merupakan salah satu cara memutus
penyebaran penyakit malaria. Kegiatan tersebut antara lain dilakukan dengan
penemuan penderita malaria secara aktif (ACD = Active Case Detection)
dilakukan oleh petugas juru malaria desa yang mengunjungi rumah secara
24

teratur. Penemuan penderita secara pasif (PCD=Passive Case Detection) yakni


berdasarkan kunjungan pasien di unit pelayanan kesehatan (puskesmas
pembantu, puskesmas, dan rumah sakit) yang menunjukkan gejala klinis
malaria.
2. Pengobatan penderita.
Kegiatan pengobatan penderita antara lain :
a. Pengobatan malaria klinis, adalah pengobatan penderita malaria berdasarkan
diagnosa klinis tanpa pemeriksaan laboratorium.
b. Pengobatan radikal, adalah pengobatan penderita malaria berdasarkan
diagnosa secara klinis dan pemeriksaan laboratorium sediaan darah.
c. Pengobatan MDA (Mass Drug Administration), adalah pengobatan massal
pada saat KLB, mencakup > 80% jumlah penduduk di daerah tersebut yang
diobati.
d. Profilaksis,

adalah

pengobatan

pencegahan

dengan

sasaran

warga

transmigrasi dan ibu hamil di daerah endemis malaria (Depkes RI, 2000).
Obat Anti Malaria yang dipakai dalam kebijakan pengobatan di Indonesia
adalah Klorokuin : banyak digunakan karena murah, tersedia secara luas, dan
relatif aman untuk anak-anak, ibu hamil maupun ibu menyusui. Pada dosis
pencegahan obat ini aman digunakan untuk jangka waktu 2-3 tahun. Obat harus
digunakan terus-menerus mulai minimal 1- 2 minggu sebelum berangkat sampai
4-6 minggu setelah keluar dari daerah endemis malaria. Efek samping : gangguan
seperti mual, muntah, sakit perut dan diare. Efek samping ini dapat dikurangi
dengan meminum obat sesudah makan (Depkes RI, 2000).
3. Pemberantasan vektor.
Pemberantasan vektor dilakukan antara lain dengan penyemprotan rumah
menggunakan insektisida untuk membunuh nyamuk dewasa, membunuh jentik
melalui kegiatan anti larva atau larvasiding dan menghilangkan atau mengurangi
tempat perindukan nyamuk untuk mengurangi jumlah nyamuk (Depkes RI, 2000).
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk memberantas jentik nyamuk
Anopheles :
a. Cara kimiawi dengan menggunakan larvasida yaitu zat kimia yang
dapat membunuh larva atau jentik nyamuk seperti oli, solar atau
minyak tanah, paris green, temefos, fention, dan lain-lain. Kedalam

25

larvasida juga dimasukkan Bacillus thuringiensis sejenis bakteri yang


dapat membunuh larva oleh karena ia tidak berkembang biak lagi pada
setiap kali aplikasi. Dapat juga dengan herbisida yakni zat kimia yang
dapat mematikan tumbuh-tumbuhan air yang digunakan sebagai tempat
berlindung bagi larva nyamuk.
b. Cara Biologik.
1) Ikan pemakan jentik seperti gambusia, guppy, ikan kepala
timah dan ikan mujair.
2) Tumbuh-tumbuhan yang dapat menghalangi sinar matahari
seperti pohon bakau.
3) Protozoa (nozema) jamur (Coelomomyces) dan berbagai jenis
nematoda lainyang sedang dalam proses penelitian.
Cara yang terbanyak dipakai di Indonesia adalah cara kimiawi dengan
menggunakan solar atau minyak tanah yang dicampur dengan spreading agent atau zat
kimia yang dapat mempercepat penyebaran bahan aktif yang digunakan (Depkes RI,
2000).
Pengendalian nyamuk dewasa merupakan cara utama yang diterapkan baik
dalam program pembasmian maupun program pemberantasan malaria. Membunuh
nyamuk dewasa biasanya dilakukan dengan menggunakan insektisida yang terbanyak
digunakan di Indonesia adalah DDT.
Cara genetik yakni melepaskan nyamuk jantan yang steril (tidak bisa
memberikan keturunan) telah lama dicoba akan tetapi hasilnya tidak memuaskan dan
biayanya mahal (Depkes RI, 2000).
Pemberantasan malaria akan diintensifkan melalui pendekatan Roll Back
Malaria (RBM) atau upaya kemitraan global, suatu komitmen internasional dengan
strategi sebagai berikut: deteksi dini dan pengobatan yang tepat, peran serta aktif
masyarakat dalam pencegahan malaria dan perbaikan kualitas dari pencegahan dan
pengobatan malaria melalui perbaikan kapasitas personel kesehatan yang terlibat. Yang
juga penting adalah pendekatan terintegrasi dari pembasmian malaria dengan kegiatan
lain, seperti promosi kesehatan. Roll Back malaria bertujuan mengurangi penderita
sebanyak 50% pada tahun 2010 melalui pendekatan partnership (Laihad, 2005).
Di Kecamatan Gambir tidak ditemukan penyakit malaria pada periode JanuariDesember 2012.

26

5.

Filariasis

Filariasis atau elephantiasis atau penyakit kaki gajah, adalah penyakit yang
disebabkan infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Penyakit ini
tersebar luas di pedesaan dan perkotaan. Dapat dan menyerang semua golongan tanpa
mengenal usia dan jenis kelamin. Di dunia terdapat 1,3 miliar penduduk yang berisiko
tertular penyakit kaki gajah di lebih dari 83 negara dan 60% kasus berada di Asia
Tenggara.
Program Eliminasi Filariasis merupakan salah satu program prioritas
nasional pemberantasan penyakit menular sesuai dengan Peraturan Presiden Republik
Indonesia nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional tahun 20042009. Tujuan umum dari program eliminasi filariasis adalah
filariasis tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia pada tahun 2020.
Sedangkan tujuan khusus program adalah (a) menurunnya angka mikrofilaria
(microfilaria rate) menjadi kurang dari 1% di setiap Kabupaten/Kota, (b) mencegah
dan membatasi kecacatan karena filariasis.
Program eliminasi filariasis di Indonesia ini menerapkan strategi Global
Elimination Lymphatic Filariasis dari WHO. Strategi ini mencakup pemutusan rantai
penularan filariasis melalui POMP filariasis di daerah endemis filariasis dengan
menggunakan DEC yang dikombinasikan dengan albendazole sekali setahun minimal
5 tahun, dan upaya mencegah dan membatasi kecacatan dengan penatalaksanaan kasus
klinis filariasis, baik kasus akut maupun kasus kronis.
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota merupakan pengendali utama program
eliminasi filariasis di tingkat kabupaten/kota yang mempunyai tugas dan kewenangan
sebagai berikut:
a. Menetapkan kebijakan eliminasi filariasis di kabupaten/kota.

Menetapkan

tujuan dan strategi eliminasi filariasis di tingkat kabupaten/kota.


b. Melaksanakan pengendalian pelaksanaan, monitoring dan evaluasi program
eliminasi filariasis dengan memperkuat komitmen, mobilisasi sumber daya
kabupaten/kota.
c. Memperkuat kerjasama lintas program dan lintas sektor serta kerjasama
lembaga mitra kerja lainnya di kabupaten/kota.
d. Melaksanakan pembinaan dan asistensi teknis program eliminasi filariasis di
puskesmas, rumah sakit dan laboratorium daerah.
27

e. Melaksanakan pelatihan eliminasi filariasis di kabupaten/kota.


f. Melaksanakan evaluasi cakupan POMP filariasis dan penatalaksanaan kasus
klinis kronis filariasis di daerahnya.
g. Membentuk KOMDA POMP filariasis.
h. Mengalokasikan anggaran biaya operasional dan melaksanakan POMP
filariasis.
i. Mengalokasikan

anggaran

dan

melaksanakan

pengobatan

selektif,

penatalaksanaan kasus reaksi pengobatan, dan penatalaksanaan kasus klinis


filariasis.
j. Mengkoordinir dan memastikan pelaskanaan tugas puskesmas sebagai
pelaksana operasional program eliminasi filariasis kabupaten/kota.
Sejak tahun 2005, sebagai unit pelaksana atau IU (implementation unit)
penanganan filariasis adalah setingkat kabupaten/kota. Artinya, satuan wilayah terkecil
dalam program ini adalah kabupaten/kota, baik untuk penentuan endemisitas maupun
pelaksanaan POMP filariasis. Bila sebuah kabupaten/kota sudah endemis filariasis,
maka kegiatan POMP filariasis harus segera dilaksanakan.
Walau sudah berbasis kabupaten, upaya program tersebut belum dapat
menjangkau seluruh penduduk di wilayah kabupaten/kota tersebut. Pola program
semacam ini tidaklah efisien dan tidak efektif karena tetap terdapat risiko penularan
(re-infeksi) karena belum seluruh penduduk terlindungi. Untuk itu, pelaksanaan POMP
filariasis perlu direncanakan secara komprehensif dan mencakup seluruh wilayah
endemis di Indonesia.
Agar mencapai hasil optimal sesuai dengan kebijakan nasional eliminasi
filariasis dilaksanakan dengan memutus rantai penularan, yaitu dengan cara POMP
filariasis untuk semua penduduk di kabupaten/kota tersebut kecuali anak berumur
kurang dari 2 tahun, ibu hamil, orang yang sedang sakit berat, penderita kronis
filariasis yang dalam serangan akut dan balita dengan marasmus/kwasiorkor dapat
ditunda pengobatannya.
Di Kecamatan Gambir tidak ditemukan penyakit filariasis pada periode
Januari-Desember 2012.
6.

Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)

28

Program P2B2 yang berjalan di puskesmas Kecamatan Gambir adalah


pencegahan dan pengendalian penyakit demam berdah dengue (DBD).
Kegiatan pencegahan dan penanggulangan penyakit demam berdarah meliputi :
a.

PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk).


Tujuan : Untuk memantau keberhasilan/kesinambungan Gerakan PSN DBD
30 menit sekali seminggu secara Serentak Di Prop. DKI Jakarta dgn
memeriksa ada tidaknya Jentik (Pemantauan Jentik Berkala/PJB) dan dikaitkan
dgn kejadian Kasus DBD di RW .
Sasaran : Tempat perindukan nyamuk di lokasi RW secara sampling.
Perlengkapan : Surat tugas, form pencatatan & pelaporan, senter, gayung dan
larvacid.
Indikator :
Angka Bebas Jentik 95% = Jumlah rumah diperiksa (-) jentik

X 100%

Jumlah total rumah diperiksa


b.

PJB (Pemeriksaan Jentik Berkala) .


Pemeriksaan jeniik berkala adalah suatu usaha yang dilakukan dalam rangka
mengendalikan perkembangan vektor penularan penyakit demam berdarah
yaitu nyamuk Aedes aegypti tertutama pada siklus nyamuk saat berupa jentik
nyamuk.Pemeriksaan ini dilakukan oleh dua pihak yaitu kader-kader kesehatan
atau yang sering disebut dengan juru pemantau jentik ( JUMANTIK ) yang
merupakan warga di RT dalam wilayah Kecamatan Gambir dan oleh non
JUMANTIK yaitu petugas kesehatan dari puskesmas Kecamtan Gambir.
Kegiatan pemeriksaan yang dilakukan oleh JUMANTIK adalah :
1) Dilaksanakan di RT yang ada JUMANTIK .
2) Seluruh bangunan diperiksa ada/tidaknya jentik secara total coverage .
3) Melakukan pemeriksaan jentik pada tempat perindukan nyamuk di setiap
rumah/bangunan berdasarkan tatanan .
4) Mencatat hasil pemeriksaan jentik dan melaporkan ke Kantor Kelurahan.
5) Puskesmas Kelurahan/Kecamatan menganalisa dan melaporkan bulanan ke
Sudin Kesmas .
Kegiatan pemeriksaan yang dilakukan oleh NON JUMANTIK adalah :
29

1) Pelaksana adalah petugas Puskesmas Kelurahan/Kecamatan .


2) Menentukan sasaran RW lokasi sekaligus data jumlah rumah/bangunannya
masing-masing .
3) Menyusun jadwal penyelesaian per 3 bulan .
4) Menentukan random sampling untuk 100 rumah/bangunan sampling di
setiap RW sasaran .
5) Melakukan pemeriksaan jentik pada tempat perindukan nyamuk di setiap
rumah/bangunan sampling .
6) Mencatat dan menganalisa hasil pemeriksaan jentik dan per RW .
c.

Penyelidikan epidemiologi (PE) .


Bila terdapat laporan Kasus DBD yang diterima Petugas Puskesmas maka
akan ditindaklanjuti dalam waktu 2 x 24 jam.Tindakan yang dilakukan adalah :
1) Kunjungan ke penderita .
2) Pemeriksaan jentik 20 rumah atau radius 100 meter dari rumah penderita .
3) Mencari kasus yang serupa dengan penderita yaitu gejala demam tanpa
sebab yang jelas .
4) Bila tidak di temukan poin 2) dan 3) yang berarti hasil PE (-) , maka
tindakan selanjutnya adalah dilakukan penyuluhan .
5) Bila ditemukan poin 2) dan 3) yang berati hasil PE (+) , maka dilakukan
Fogging Fokus dan penyuluhan .

d.

Fogging Fokus DBD kasus (+) .


Fogging fokus dilakukan jika hasil PE (+) , kegiatan yang dilakukan adalah :
1) Fogging Fokus dilakukan setelah hasil PE (+) / 2X24 Jam .
2) Radius Pengasapan 200 meter .
3) Jumlah Pengasapan 2 siklus (2x) dengan interval 7 hari .

e. Pencatatan dan Pelaporan Kasus DBD.


Kewaspadaan

dini

penyakit

DBD

atau

upaya

pemberantasan

DBD

dilaksanakan dengan kegiatan sebagai berikut :


1) Penemuan, pelaporan dan pelacakan kasus penderita DBD yang dilakukan
oleh petugas.
2) Diagnosa sementara penyakit DBD atau tersangka DBD ditegakkan dengan
kriteria yaitu panas tinggi selama 2-7 hari disertai adanya tanda-tanda
perdarahan:
a. Rumple Leed Test.
30

b. Jumlah trombosit <100.000/ul.


c. Hematokrit meningkat 20%.
Pada tahun 2012 jumlah kasus DBD di wilayah Kecamatan Cilincing
meningkat dari tahun 2011 yaitu dari 38 kasus menjadi 45 kasus. Setiap
kelurahan di Kecamatan Cilincing pasti memiliki kasus DBD selama setahun.

Diagram 1.2. Alur Penggunaan Rapid Diagnostic Test (RDT) di Puskesmas Cilincing

31

Sumber: Alur Penggunaan RDT Puskesmas RT/Fasilitas Kesehatan Lainnya

32

Tabel 1.7 Kesimpulan Hasil Pemeriksaan RDT (NS1 dan IgG/IgM)


No.

NS-1

IgM

IgG

Keterangan

1
+
Infeksi dengue
2
+
+
Infeksi dengue primer
3
+
Infeksi primer
4
+
+
Infeksi dengue sekunder
5
+
Ulangi hari ke 5 demam
6
Infeksi lainnya
Keterangan: yang dilakukan PE adalah: 1, 2, 3, 4

1. Fogging Fokus DBD kasus (+)


Fogging fokus dilakukan jika hasil PE (+) , kegiatan yang dilakukan
adalah :
1) Fogging Fokus dilakukan setelah hasil PE (+) / 2x24 Jam .
2) Radius Pengasapan 200 meter .
3) Jumlah Pengasapan 2 siklus (2x) dengan interval 7 hari .
2. Evaluasi Dan Pelaporan
1) Masing-masing pelayanan kesehatan (puskesmas dan rumah
sakit) mengisi formulir pelaporan penggunaan RDT (formulir
terlampir).
2) Formulir pelaporan dari puskesmas/rumah sakit dikirim ke dinas
Kab/Kota setiap bulan sekali. Pengiriman laporan paling lambat
tanggal 5.
3) Dari dinas Kab/Kota laporan dikirim ke dinas provinsi setiap
bulan paling lambat tanggal 10.
4) Dari dinas provinsi laporan dikirim Subdit Arbovirus setiap bulan
paling lambat tanggal 15.
5) Pengiriman dikirim via pos d/a subunit Arbovirus, Dir. PPBB,
Ditjen P2PL di Jl.Percetakan Negara No.29 Jakarta Pusat 105560
PO Box 223, atau via email d/a arbo_depkess@yahoo.com.

33

Pada program DBD, terdapat indikator yang harus dicapai oleh Puskesmas Kecamatan Cilincing yaitu:
1. Incidence Rate (IR) DBD <50/100.000 penduduk
2. Cakupan PE terhadap kasus DBD 100%
3. Cakupan Fogging Fokus terhadap PE(+) 100%
4. Cakupan Fogging Fokus Siklus Kedua terhadap Siklus Pertama 100%

34

1.1.5

Hasil Kegiatan Program Pemberantasan Penyakit Bersumber Binatang (P2B2) di Puskesmas Wilayah Kecamatan
Cilincing Periode Januari Desember 2014
Tabel 1.9 Data Penyakit Malaria Dari Laporan Rumah Sakit dari
Januari-Desember 2014
No

Kelurahan

01

02

03

04

05

06

07

08

09

10

11

12

Cilincing

Kalibaru

Marunda

Rorotan

Semper Barat

Semper

Sukapura

Total

Timur
7

Sumber: Bagian SurveillansPuskesmas Kecamatan Cilincing

Dari tabel diatas sudah tidak terdapat kasus malaria di Kecamatan Cilincing periode Januari-Desember 2014.
Tabel 1.10 Data Penyakit Leptospirosis Dari Laporan Rumah Sakit dari
Januari-Desember 2014
No

Kelurahan

01

02

03

04

05

06

07

08

09

10

11

12

35

Cilincing

Kalibaru

Marunda

Rorotan

Semper Barat

Semper

Sukapura

Total

Timur
7

Sumber: Bagian SurveillansPuskesmas Kecamatan Cilincing

Tabel 1.11 Data Penyakit Filariasis Dari Laporan Rumah Sakit dari
Januari-Desember 2014
No

Kelurahan

01

02

03

04

05

06

07

08

09

10

11

12

Cilincing

Kalibaru

Marunda

Rorotan

Semper Barat

Semper

36

Timur
7

Sukapura

Total

Sumber: Bagian SurveillansPuskesmas Kecamatan Cilincing

Dari data tabel 1.10 dan 1.11 daerah Kecamatan Cilincing sudah bebas dari kasus Leptospirosis dan Filariasis.

Tabel 1.12 Data Penyakit Chikungunya Dari Laporan Rumah Sakit dari
Januari-Desember 2014
No

Kelurahan

01

02

03

04

05

06

07

08

09

10

11

12

Cilincing

Kalibaru

Marunda

Rorotan

Semper Barat

Semper

Sukapura

Total

Timur
7

37

Sumber: Bagian SurveillansPuskesmas Kecamatan Cilincing

Tabel 1.13 Data Penyakit Avian Influenza (H1N1) Dari Laporan Rumah Sakit dari
Januari-Desember 2014
No

Kelurahan

01

02

03

04

05

06

07

08

09

10

11

12

Cilincing

Kalibaru

Marunda

Rorotan

Semper Barat

Semper

Sukapura

Total

Timur
7

Sumber: Bagian SurveillansPuskesmas Kecamatan Cilincing

Dari data tabel 1.12 masih terdapat kasus Chikungunya di daerah Sukapura pada bulan Februari.

38

Tabel 1.14 Data Penderita DBD Perkelurahan Wilayah Kec. Cilincing Jakarta Utara Bulan Januari-Desember 2014
Jumlah
No

Puskesmas

Penduduk

Jumlah Penderita
Hidup

Meninggal

PKL Kel.

(a)
22.754

(b)
37

(c)
0

Cilincing I
PKL Kel.

22.083

48

Cilincing II
PKL Kel. Semper

38.500

Barat I
PKL Kel. Semper

Target IR
per 100.000
penduduk

CFR

IR

(Case Fatality Rate) (%)


[c/(b+c)]x100%

<50

162,608

<50

217,36

56

<50

145,454

38.730

22

<50

56,803

Barat II
PKL Kel. Semper

40.871

<50

19,573

Barat III
PKL Kel.

78.162

80

<50

102,351

Sukapura
PKL Kel. Kalibaru

23.769

57

<50

239,808

8.

PKL Kel. Rorotan

45.170

35

<50

77,485

9.

PKL Kel.

69.760

22

<50

31,536

<50

Marunda
Cilincing
379.439
404
0
Incidence Rate (IR)
104,2
Sumber: Bagian SurveillansPuskesmas Kecamatan Cilincing

39

Tabel 1.15 Data Penderita DBD Perkelurahan Wilayah Kec. Cilincing Jakarta Utara Bulan Januari-Maret 2015
Bulan

Jumlah
No

Kelurahan

Kasus

Januari

Februari

Maret

9
3
6
5
6
10
5
44

4
3
0
1
0
1
1
10

1
2
3
4
5
6
7

Cilincing
19
6
Sukapura
8
2
Kalibaru
12
6
Rorotan
9
3
Marunda
6
0
Semper Barat
17
6
Semper Timur
8
2
TOTAL
79
25
Sumber: Bagian SurveillansPuskesmas Kecamatan Cilincing

Jumlah kasus DBD di wilayah Kecamatan Cilincing selama bulan Januari-Maret 2015 menurun dari bulan Januari-Desember tahun
2014 yaitu dari 404 kasus menjadi 79 kasus. Setiap kelurahan di Kecamatan Cilincing pasti memiliki kasus DBD selama setahun. Dari
tabel 1.13 didapatkan bahwa nilai Incident Rate (IR) pada seluruh kelurahan di Kecamatan Cilincing dari bulan Januari-Desember 2014
belum mencapai target dan hanya dua kelurahan yang telah mencapai target yaitu Puskesmas kelurahan Semper Barat III dan Puskesmas
kelurahan Marunda.

Tabel 1.16 Rekapitulasi data PE untuk bulan Januari s/d Desember 2014
No

KELURAHAN

Sudah dilakukan PE

Total Kasus

Cakupan PE terhadap

40

Tidak

kasus DBD
(a+b)/(e-c-d) x 100%

(c)

ditemukan
(d)

(e)

11
8
0
2
4
1
6
39

33
44
19
33
11
15
30
201

55
84
60
68
35
39
77
461

PE (+)

PE (-)

Bukan DBD

(a)

(b)

2
7
24
15
6
8
5
T O TAL
73
Sumber: Data Surveillans Kesehatan Jakarta Utara

9
25
17
18
14
15
36
148

1
2
3
4
5
6
7

Cilincing
Sukapura
Kalibaru
Rorotan
Marunda
Semper Barat
Semper Timur

dari Target 100%


100
100
100
100
100
100
100
100

Tabel 1.17 Rekapitulasi data PE untuk bulan Januari s/d Maret 2015
Sudah dilakukan PE
No

KELURAHAN

PE (+)

PE (-)

Bukan DBD

(a)

(b)

(c)

Cakupan PE terhadap
Tidak

Total Kasus

ditemukan
(d)

kasus DBD
(a+b)/(e-c-d) x 100%

(e)

dari Target 100%

41

1
2
3
4
5
6
7

Cilincing
Sukapura
Kalibaru
Rorotan
Marunda
Semper Barat
Semper Timur

0
0
3
5
0
1
0
T O TAL
9
Sumber: Data Surveillans Kesehatan Jakarta Utara

7
1
3
1
2
4
4
22

1
0
1
2
0
2
1
7

7
4
5
8
4
8
2
38

15
5
12
16
6
15
7
76

100
100
100
100
100
100
100
100

42

Tabel 1.18 Rekapitulasi data Fogging Focus bulan Januari s/d Desember 2014

No

KELURAHAN

PE (+)

Jumlah

Jumlah

Jumlah

Cakupan Fogging

Cakupan Fogging Fokus

Fogging

Fogging
Siklus 2

Fokus terhadap PE

Siklus 2 terhadap Siklus 1

Fokus

Fogging
Siklus 1

(b/a x 100%)

(d/c x 100%)

(b)

(c)

(d)

dari Target 100%

2
7
24
15
6
8
5
73

1
2
11
2
1
2
1
22

1
2
11
2
1
2
1
22

dari Target 100%


100
100
100
100
100
100
100
100

(a)

1
2
3
4
5
6
7

Cilincing
Sukapura
Kalibaru
Rorotan
Marunda
Semper Barat
Semper Timur

T O TAL

2
7
24
15
6
8
5
73

100
100
100
100
100
100
100
100

Sumber: Data Surveillans Kesehatan Jakarta Utara

Tabel 1.19 Rekapitulasi data Angka Bebas Jentik bulan Januari s/d Desember 2014

No

KELURAHAN

Jumlah

Hasil

Target ABJ (%)

43

Rumah
yang

(+)

(-)

Capaian ABJ (%)

Dipantau
1
2

Cilincing
Sukapura

100
100

15
28

85
72

>95
>95

85%
72%

Kalibaru

100

39

61

>95

61%

Rorotan

100

27

73

>95

73%

Marunda

100

30

70

>95

70%

Semper Barat

100

20

80

>95

80%

Semper Timur

100

25

75

>95

75%

100

184

516

>95

73,7%

T O TAL

Sumber: Data Surveillans Kesehatan Jakarta Utara

44

1.2 Identifikasi Masalah


Ditemukan beberapa masalah pada program P2B2 khususnya DBD:
Puskesmas Kelurahan Cilincing 1, Puskesmas Kelurahan Cilincing 2,
Puskesmas Kelurahan Semper Barat I, Puskesmas Kelurahan Semper barat II,
Puskesmas Kelurahan Semper Barat III, Puskesmas Kelurahan Kalibaru, dan
Puskesmas Kelurahan Sukapura, dan Puskesmas Kelurahan Marunda.
1. Incidence Rate DBD di Kelurahan Cilincing I pada bulan JanuariDesember 2014 sebesar 162,6/100.000 penduduk.
2. Incidence Rate DBD di Kelurahan Cilincing II pada bulan JanuariDesember 2014 sebesar 217,3/100.000 penduduk.
3. Incidence Rate DBD di Kelurahan Semper Barat I pada bulan JanuariDesember 2014 sebesar 145,4/100.000 penduduk.
4. Incidence Rate DBD di Kelurahan Semper Barat II pada bulan JanuariDesember 2014 sebesar 56,8/100.000 penduduk.
5. Incidence Rate DBD di Kelurahan Semper Barat III pada bulan JanuariDesember 2014 sebesar 19,5/100.000 penduduk.
6. Incidence Rate DBD di Kelurahan Sukapura pada bulan Januari-Desember
2014 sebesar 102,3/100.000 penduduk.
7. Incidence Rate DBD di Kelurahan Kali Baru pada bulan Januari-Desember
2014 sebesar 239,8/100.000 penduduk.
8. Incidence Rate DBD di Kelurahan Rorotan pada bulan Januari-Desember
2014 sebesar 77,4/100.000 penduduk.
9. Incidence Rate DBD di Kelurahan Marunda pada bulan Januari-Desember
2014 sebesar 31,5/100.000 penduduk.
10. Cakupan Angka Bebas Jentik pada bulan Januari-Desember 2014 di
Kecamatan Cillincing 73,7 %.
1.3 Rumusan Masalah
Setelah didapatkan identifikasi masalah dari salah satu program wajib di
Puskesmas Kecamatan Cilincing maka dipilih satu program yang menjadi
masalah, dengan cara menghitung dan membandingkan nilai kesenjangan

45

antara apa yang diharapkan (expected) dengan apa yang telah terjadi
(observed), selanjutnya dilakukan perumusan masalah untuk membuat
perencanaan yang baik sehingga masalah yang ada dapat diselesaikan.
Rumusan masalah dari program tersebut adalah sebagai berikut:
1. Incidence Rate DBD di Kelurahan Cilincing I pada bulan JanuariDesember 2014 sebesar 162,6/100.000 penduduk.
2. Incidence Rate DBD di Kelurahan Cilincing II pada bulan JanuariDesember 2014 sebesar 217,3/100.000 penduduk.
3. Incidence Rate DBD di Kelurahan Semper Barat I pada bulan JanuariDesember 2014 sebesar 145,4/100.000 penduduk.
4. Incidence Rate DBD di Kelurahan Semper Barat II pada bulan JanuariDesember 2014 sebesar 56,8/100.000 penduduk.
5. Incidence Rate DBD di Kelurahan Semper Barat III pada bulan JanuariDesember 2014 sebesar 19,5/100.000 penduduk.
6. Incidence Rate DBD di Kelurahan Sukapura pada bulan Januari-Desember
2014 sebesar 102,3/100.000 penduduk.
7. Incidence Rate DBD di Kelurahan

Kali Baru pada bulan Januari-

Desember 2014 sebesar 239,8/100.000 penduduk.


8. Incidence Rate DBD di Kelurahan Rorotan pada bulan Januari-Desember
2014 sebesar 77,4/100.000 penduduk.
9. Incidence Rate DBD di Kelurahan Marunda pada bulan Januari-Desember
2014 sebesar 31,5/100.000 penduduk.
10. Cakupan Angka Bebas Jentik pada bulan Januari-Desember 2014 di
Kecamatan Cillincing sebesar 73,7%, tidak mencapai target yaitu >95%.

46

BAB II
PENETAPAN PRIORITAS MASALAH DAN PENYEBAB MASALAH
2.1. Penetapan Prioritas Masalah
Masalah adalah kesenjangan antara apa yang diharapkan (expected) dengan
apa yang aktual terjadi (observed). Idealnya, semua permasalahan yang timbul
harus dicarikan jalan keluarnya. Namun, karena keterbatasan sumber daya, dana,
dan waktu menyebabkan tidak semua permasalahan dapat dipecahkan sekaligus.
Untuk itu perlu ditentukan masalah yang menjadi prioritas Setelah pada tahap
awal merumuskan masalah, maka dilanjutkan dengan menetapkan prioritas
masalah yang harus dipecahkan. Prioritas masalah didapatkan dari data atau fakta
yang ada secara kualitatif, kuantitatif, subjektif, objektif serta adanya
pengetahuan yang cukup.
Pada BAB I, telah dirumuskan masalah yang terdapat dari tujuh program
kesehatan dasar di Puskesmas Kecamatan Cilincing. Karena keterbatasan sumber
daya manusia, dana dan waktu, maka dari semua masalah yang telah dirumuskan,
perlu ditetapkan masalah yang menjadi prioritas untuk diselesaikan.
Dalam penetapan prioritas masalah, digunakan teknik skoring dan
pembobotan. Untuk dapat menetapkan kriteria, pembobotan dan skoring perlu
dibentuk sebuah kelompok diskusi. Agar pembahasan dapat dilakukan secara
menyeluruh dan mencapai sasaran, maka setiap anggota kelompok diharapkan
mempunyai informasi dan data yang tersedia. Beberapa langkah yang dilakukan
dalam penetapan prioritas masalah meliputi:
1. Menetapkan kriteria.
2. Memberikan bobot masalah.
3. Menentukan skoring tiap masalah.
Dari hasil diskusi maka kelompok kami memilih Scoring Technique yaitu
MCUA (Multiple Criteria Utility Assessment) untuk menentukan prioritas
masalah karena kelebihan MCUA yaitu dapat memecahkan masalah dengan
sempurna dan lebih mudah dilaksanakan.

47

2.1.1. Metode MCUA (Multiple Criteria Utility Assessment)


Pada metode ini parameter diletakkan pada baris dan harus ada
kesepakatan mengenai bobot kriteria yang akan digunakan, dan masalahmasalah yang ingin dicari prioritasnya diletakkan pada kolom. Metode ini
memakai lima kriteria untuk penilaian masalah tetapi masing-masing kriteria
diberikan bobot penilaian dan dikalikan dengan penilaian masalah yang ada
sehingga hasil yang didapat lebih objektif.
Masalah dengan nilai tertinggi dapat dijadikan sebagai prioritas
masalah. Kriteria yang dipakai terdiri dari:
1. Emergency : Kegawatan menimbulkan kesakitan atau kematian.
2. Greatees member : Menimpa orang banyak, insiden/prevalensi.
3. Expanding scope : Mempunyai ruang lingkup besar di luar kesehatan.
4. Feasibility : Kemungkinan dapat/tidaknya dilakukan.
5. Policy : Kebijakan pemerintah daerah/nasional.
2.1.2. Metode MCUA
Pada metode MCUA, yang menjadi kriteria penilaian untuk
menentukan prioritas masalah adalah :
1. Emergency
Emergency menunjukkan seberapa fatal suatu permasalahan sehingga
menimbulkan kematian atau kesakitan. Parameter yang digunakan dalam
kriteria ini adalah CFR (Case Fatality Rate), jika masalah yang dinilai
berupa penyakit. Adapun jika yang dinilai adalah masalah kesehatan lain,
maka digunakan parameter kuantitatif berupa angka kematian maupun
angka kesakitan yang dapat ditimbulkan oleh permasalahan tersebut.
Misalnya masalah K1, maka yang digunakan sebagai parameter adalah
angka kematian ibu, dan lain sebagainya.
2. Greatest member
Kriteria ini digunakan untuk menilai seberapa banyak penduduk yang
terkena masalah kesehatan tersebut. Untuk masalah kesehatan yang
berupa penyakit, maka parameter yang digunakan adalah prevalence rate.
Sedangkan untuk masalah lain, maka greatest member ditentukan dengan

48

cara melihat selisih antara pencapaian suatu kegiatan pada sebuah


program kesehatan dengan target yang telah ditetapkan.
3. Expanding Scope
Menunjukkan seberapa luas pengaruh suatu permasalahan terhadap
sektor lain diluar sektor kesehatan. Parameter penilaian yang digunakan
adalah seberapa luas wilayah yang menjadi masalah, berapa banyak
jumlah penduduk di wilayah tersebut, serta berapa banyak sektor di luar
sektor kesehatan yang berkepentingan dengan masalah tersebut.
4. Feasibility
Kriteria lain yang harus dinilai dari suatu masalah adalah seberapa
mungkin masalah tersebut diselesaikan. Parameter yang digunakan adalah
ketersediaan sumber daya manusia berbanding dengan jumlah kegiatan,
fasilitas terkait dengan kegiatan bersangkutan yang menjadi masalah,
serta ada tidaknya anggaran untuk kegiatan tersebut.
5. Policy
Berhubungan dengan orientasi masalah yang ingin diselesaikan
adalah masalah kesehatan masyarakat, maka sangat penting untuk menilai
apakah masyarakat memiliki kepedulian terhadap masalah tersebut serta
apakah kebijakan pemerintah mendukung terselesaikannya masalah
tersebut. Hal tersebut dapat dinilai dengan apakah ada seruan atau
kebijakan pemerintah yang concern terhadap permasalahan tersebut,
apakah ada lembaga atau organisasi masyarakat yang concern terhadap
permasalahan tersebut, serta apakah masalah tersebut terpublikasi di
berbagai media.
Metode ini memakai lima kriteria yang tersebut diatas untuk penilaian
masalah dan masing-masing kriteria harus diberikan bobot penilaian untuk
dikalikan dengan penilaian masalah yang ada sehingga hasil yang didapat
lebih obyektif. Pada metode ini harus ada kesepakatan mengenai kriteria dan
bobot yang akan digunakan.
Dalam menetapkan bobot, dapat dibandingkan antara kriteria yang satu
dengan yang lainnya untuk mengetahui kriteria mana yang mempunyai bobot
yang lebih tinggi. Setelah dikaji dan dibahas, didapatkan kriteria mana yang

49

mempunyai nilai bobot yang lebih tinggi. Nilai bobot berkisar satu sampai
lima, dimana nilai yang tertinggi adalah kriteria yang mempunyai bobot lima.
Bobot 5 : paling penting.
Bobot 4 : sangat penting sekali.
Bobot 3 : sangat penting.
Bobot 2 : penting.
Bobot 1 : cukup penting.
2.1.2.1. Emergency
Menunjukkan besar kerugian yang timbul. Ini ditunjukkan dengan
Case Fatality Rate (CFR).

Tabel 2.1 Penentuan Score Emergency pada Incidence Rate


di wilayah Puskesmas Kecamatan Cilincing berdasarkan skala
No
1
2
3
4
5
6

Skala ()
0-0,9
1,0-1,9
2,0-2,9
3,0-3,9
4,0-4,9
5,0-5,9

Score
1
2
3
4
5
6

Tabel 2.2 Penentuan Emergency Score


di wilayah Puskesmas Kecamatan Cilincing Periode Januari-Desember 2014
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Wilayah
PKL Cilincing I
PKL Cilincing II
PKL Semper Barat I
PKL Semper Barat II
PKL Semper Barat III
PKL Sukapura
PKL Kalibaru
PKL Rorotan
PKL Marunda
Jumlah

CFR (%)
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

Score
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1

2.1.2.2. Greatest Member


Greatest member menunjukkan berapa banyak penduduk yang
terkena masalah atau penyakit yang ditunjukkan dengan angka
prevalensi. Semakin besar selisih antara target dan cakupan maka akan
semakin besar score yang didapatkan.
Tabel 2.3 Skala Score Greatest Member

50

No

Range (per 100.000 penduduk)

Score

0-40

41-80

81-120

121-160

161-200

Tabel 2.4 Daftar Masalah Greatest Member Score


di Puskesmas Kecamatan Cilincing Periode Januari-Desember 2014
No
1

Masalah
Incidence Rate DBD di PKL

Target
<50

IR
162,608

Selisih
112,608

Score
3

Kelurahan Cilincing I
Incidence Rate DBD di PKL

<50

217,36

167,36

Kelurahan Cilincing II
Incidence Rate DBD di PKL

<50

145,454

95,454

Kelurahan Semper Barat I


Incidence Rate DBD di PKL

<50

56,803

6,803

Kelurahan Semper barat II


Incidence Rate DBD di PKL

<50

19,573

-30.427

Kelurahan Semper Barat III


Incidence Rate DBD di PKL

<50

102,351

52,351

Kelurahan Sukapura
Incidence Rate DBD di PKL

<50

239,808

189,808

Kelurahan Kali Baru


Incidence Rate DBD di PKL

<50

77,485

27,485

Kelurahan Rorotan
Incidence Rate DBD di PKL

<50

31,536

-18,464

Kelurahan Marunda

2.1.2.3. Expanding Scope


Expanding Scope menunjukkan seberapa luas pengaruh suatu
permasalahan terhadap sektor lain diluar kesehatan. Berapa banyak
jumlah penduduk di wilayah tersebut, serta ada tidaknya sektor di luar
sektor kesehatan yang berkepentingan dengan masalah tersebut.
Untuk keterpaduan lintas sektor diberikan nilai 10 karena masalah
pada suatu program memungkinkan untuk menimbulkan masalah pada
banyak sektor lainnya yang berhubungan langsung, sedangkan yang tidak
ada kaitan dengan sektor lain diberikan nilai 5.
Tabel 2.5 Penentuan Expanding Scope Score Berdasarkan Jumlah Penduduk

51

No

Jumlah Penduduk

Score

Jumlah penduduk > 20.000

10

Jumlah penduduk 20.000

Tabel 2.6 Penentuan Expanding Scope Score Berdasarkan Keterpaduan Lintas Sektoral
No

Lintas Sektor

Score

Tidak ada keterpaduan lintas sektor

Ada keterpaduan lintas sektor

10

Tabel 2.7 Penentuan Expanding Scope Score di Puskesmas Kecamatan Cilincing Periode
Januari-Desember 2014
Jumlah Penduduk

Lintas
Sektor

Jumlah

No

Daftar Masalah

Incidence Rate DBD di Puskesmas

10

10

20

Kelurahan Cilincing I
Incidence Rate DBD di Puskesmas

10

10

20

Kelurahan Cilincing II
Incidence Rate DBD di Puskesmas

10

10

20

Kelurahan Semper barat I


Incidence Rate DBD di Puskesmas

10

10

20

20.000

>20.000

52

Kelurahan Semper Barat II


5

Incidence Rate DBD di Puskesmas

10

10

20

Kelurahan Semper Barat III


Incidence Rate DBD di Puskesmas

10

10

20

Kelurahan Sukapura
Incidence Rate DBD di Puskesmas

10

10

20

Kelurahan Kalibaru
Incidence Rate DBD di Puskesmas

10

10

20

Kelurahan Rorotan
Incidence Rate DBD di Puskesmas

10

10

20

Kelurahan Marunda

2.1.2.4. Feasibility
Feasibility merupakan kriteria yang digunakan untuk menilai
seberapa mungkin suatu masalah dapat diselesaikan. Pada dasarnya,
kriteria ini adalah kriteria kualitatif, oleh karena itu perlu dibuat
parameter kuantitatif sehingga penilaian terhadap kriteria ini menjadi
obyektif.
Adapun parameter yang digunakan untuk menilai apakah suatu
masalah dapat diselesaikan meliputi :
1. Rasio tenaga kesehatan Puskesmas terhadap jumlah penduduk
Semakin banyak jumlah tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk,
maka kemungkinan suatu permasalahan terselesaikan akan semakin
besar. Oleh karena itu, dilakukan penghitungan rasio tenaga kesehatan
di setiap Puskesmas kelurahan terhadap jumlah penduduk yang
menjadi sasaran program kesehatan di masing masing wilayah
Puskesmas. Katagori tenaga kerja dinilai berdasarkan ratio jumlah
tenaga kerja dengan jumlah penduduk semakin banyak jumlah tenaga
medis maka akan semakin ideal. Semakin sedikit jumlah tenaga
medis, semakin besar masalah yang dapat timbul.
Tabel 2.1 Penentuan Score Feasibility berdasarkan Rasio Tenaga Kerja
Puskesmas terhadap Jumlah Penduduk
No
1
2
3
4
5

Range
1 : 1 1 : 1000
1 : 1001 1 : 2000
1 : 2001 1 : 3000
1 : 3001 1 : 4000
1 : 4001 1 : 5000

Score
1
2
3
4
5

53

6
7
8
9
10

1 : 5001 1 : 6000
1 : 6001 1 : 7000
1 : 7001 1 : 8000
1 : 8001 1 : 9000
1 : 9001 1 : 10000

6
7
8
9
10

Tabel 2.8 Scoring Rasio tenaga medis P2B2 dengan jumlah penduduk
No

Kelurahan

1
2
3
4
5
6
7
8
9

Cilincing I
Cilincing II
Semper Barat I
Semper Barat II
Semper Barat III
Sukapura
Kalibaru
Rorotan
Marunda

Jumlah tenaga

Jumlah

kerja
12
7
11
6
9
10
15
9
7

penduduk
22.754
22.083
38.500
38.730
40.871
78.162
23.769
45.170
69.760

Perbandingan

Sco re

1 : 1.896
1 : 3.154
1 : 3.500
1 : 6.455
1 : 4.541
1 : 7.816
1 : 1.584
1 : 5.018
1 : 9.965

2
4
4
7
5
8
2
6
10

2. Ketersediaan fasilitas (material), fasilitas juga merupakan hal yang


dibutuhkan untuk menjalankan suatu kegiatan dan menyelesaikan
suatu masalah dan cakupan kegiatan tersebut. Namun, fasillitas yang
dibutuhkan oleh setiap kegiatan berbeda-beda. Oleh karena itu,
dibuatkan kategori untuk fasilitas yang dibutuhkan oleh kegiatankegiatan tersebut. Kategori fasilitas digolongkan menjadi dua yaitu
ketersediaan obat dan ketersediaan alat. Penilaian berdasarkan ada
dalam jumlah mencukupi dan tidak ada sama sekali. Digolongkan
cukup bila dari kegiatan pelaksanaan program tidak ada masalah yaitu
selalu tersedia dan diberi nilai satu. Dan tidak ada bila tidak tersedia
dan diberi nilai dua.
Tabel 2.9 Scoring Ketersediaan Fasilitas Terhadap Kegiatan
Di Puskesmas Kecamatan Cilincing Periode Januari-Desember 2014
No
1

Kategori
Obat

Alat

Ketersediaan
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Ada

Score
2
1
2
1

54

3. Ketersediaan dana, Scoring ketersediaan dana terhadap setiap


kegiatan Puskesmas penilaian dibagi dua yaitu Ada dan tidak ada.
Penilaian berdasarkan wawancara dengan pemegang program dan
kepala Puskesmas tekait.
Tabel 2.10 Scoring Ketersediaan Dana Terhadap Kegiatan
Di Puskesmas Kecamatan Cilincing Periode Januari-Desember 2014
No
1
2

Dana
Ada
Tidak ada

Score
1
2

Tabel 2.11 Penentuaan Score Feasibility Terhadap Kegiatan


di Puskesmas Kecamatan Cilincing Periode Januari-Desember 2014
No
1

MASALAH
Incidence

Rate

DBD

SDM
di

Puskesmas

Kelurahan

Cilincing I
Incidence Rate

DBD

Puskesmas

Kelurahan

Cilincing II
Incidence Rate

DBD

Puskesmas

Kelurahan

Semper Barat I
Incidence Rate

DBD

Puskesmas

Kelurahan

Semper Barat II
Incidence Rate

DBD

Puskesmas

Kelurahan

di

di

di

di

Semper Barat III


Incidence Rate

DBD

Puskesmas

Kelurahan

di

FASILITAS
Obat
Alat
1
1

DANA

JUMLAH

10

11

55

Sukapura
7

Incidence

Rate

Puskesmas
8

Kalibaru
Incidence

Rate

Rorotan
Incidence

DBD

di

10

13

Kelurahan
Rate

Puskesmas

di

Kelurahan

Puskesmas
9

DBD

DBD

di

Kelurahan

Marunda

2.1.2.5. Policy
Untuk dapat diselesaikan, aspek lain yang harus dipertimbangkan
dari suatu masalah kesehatan adalah apakah pemerintah memiliki
concern terhadap masalah tersebut. Parameter yang digunakan untuk
menilai seberapa concern pemerintah adalah kebijakan pemerintah yang
concern terhadap permasalahan tersebut, serta apakah masalah tersebut
terpublikasi di berbagai media.
Parameter tersebut diberikan nilai berdasarkan parameter yang
paling mungkin sampai ke masyarakat. Publikasi suatu isu kesehatan di
media cetak memiliki jangkauan yang lebih luas dibandingkan dengan
penyuluhan. Maka skor untuk Penyuluhan diberikan 1. Sedangkan untuk
iklan di media cetak diberikan nilai 3. Begitupun dengan media
elektronik yang memiliki jangkauan yang lebih luas dibandingkan dengan
media cetak. Maka untuk adanya publikasi masalah kesehatan tersebut di
media elektronik diberikan nilai 5.
Tabel 2.12 Penentuan Nilai Policy Terhadap Kegiatan
Di Puskesmas Kecamatan Cilincing Periode Januari-Desember 2014
No.

Parameter

Score

Penyuluhan

Media Cetak

(Poster, Majalah, Koran)


Media Elektronik

(TV, radio, internet)

56

Tabel 2.13 Penentuan Score Policy Terhadap Kegiatan


Di Puskesmas Kecamatan Cilincing Periode Januari-Desember 2014
Iklan
No

Masalah

Penyuluhan

Media

Incidence

DBD

di

Cetak
3

Kelurahan Cilincing I
Incidence Rate DBD

di

Kelurahan Cilincing II
Incidence Rate DBD

di

Kelurahan Semper Barat I


Incidence Rate DBD di

Rate

Iklan Media
Elektronik

Jumlah

di

Kelurahan Semper Barat III


Incidence Rate DBD di

Kelurahan Sukapura
Incidence Rate DBD

di

Kelurahan Kalibaru
Incidence Rate DBD

di

Kelurahan Rorotan
Incidence Rate DBD

di

Kelurahan Semper Barat II


5

Incidence

Rate

DBD

Kelurahan Marunda

57

Tabel 2.14 Penentuan Masalah Menurut Metode MCUA di Puskesmas Kecamatan Cilincing Periode Januari-Desember 2014

MS-1
N BN
1
5

MS-2
N BN
1
5

MS-3
N BN
1
5

MS-4
N BN
1
5

MS-5
N BN
1
5

MS-6
N BN
1
5

MS-7
N BN
1
5

MS-8
N BN
1
5

MS-9
N BN
1
5

Greatest Member

12

20

12

20

Expanding Scope

20

60

20

60

20

60

20

60

20

60

20

60

20

60

Feasibility

10

14

14

10

20

16

11

22

10

20
9

60
18

20
13

60
26

Policy

No

Kriteria

Bobot

Emergency

JUMLAH

96

108

100

98

94

104

104

96

104

Keterangan :
1. MS-1: Incidence Rate DBD di Kelurahan Cilincing I
2. MS-2: Incidence Rate DBD di Kelurahan Cilincing II
3. MS-3: Incidence Rate DBD di Kelurahan Semper Barat I
4. MS-4: Incidence Rate DBD di Kelurahan Semper Barat II
5. MS-5: Incidence Rate DBD di Kelurahan Semper Barat III
6. MS-6: Incidence Rate DBD di Kelurahan Sukapura
7. MS-7: Incidence Rate DBD di Kelurahan Kalibaru
8. MS-8: Incidence Rate DBD di Kelurahan Rorotan
9. MS-9: Incidence Rate DBD di Kelurahan Marunda
10. N: Score.
11. BN: Bobot x score.

58

2.2. Menentukan Kemungkinan Penyebab Masalah


Setelah dilakukan penetapan prioritas terhadap masalah yang ada,
selanjutnya ditentukan kemungkinan penyebab masalah untuk mendapatkan
penyelesaian masalah yang ada terlebih dahulu. Pada tahap ini dicari apa yang
menjadi akar permasalahan dari setiap masalah yang telah diprioritaskan. Pada
tahap ini, digunakan diagram sebab akibat yang disebut juga dengan diagram
tulang ikan (fishbone diagram/Ishikawa). Dengan memanfaatkan pengetahuan
dan dibantu dengan data Puskesmas yang tersedia dapat disusun berbagai
penyebab masalah secara teoritis.
Penyebab masalah dapat timbul dari bagian input maupun proses. Input
yaitu sumber daya atau masukan yang diperlukan oleh suatu sistem. Sumber daya
sistem adalah: (Azwar Azrul, 1996).
1. Man

: Sumber daya manusia.

2. Money

: Dana.

3. Material

: Sarana.

4. Method

: Cara.

Proses adalah semua kegiatan sistem untuk mengubah input menjadi


output. Pada proses, menurut George R. Terry, terdiri dari:
1. Planning (perencanaan):
Sebuah proses yang dimulai dengan merumuskan tujuan organisasi,
sampai dengan menetapkan alternatif kegiatan untuk mencapainya.
2. Organizing (pengorganisasian):
Rangkaian kegiatan manajemen untuk menghimpun semua sumber
daya (potensi) yang dimiliki oleh organisasi dan memanfaatkannya
secara efisien untuk mencapai tujuan organisasi.
3. Actuating (penggerak pelaksanaan):
Proses bimbingan kepada staf agar mereka mampu bekerja secara
optimal menjalankan tugas-tugas pokoknya sesuai dengan keterampilan
yang telah dimiliki, dan dukungan sumber daya yang tersedia.
4. Controlling (monitoring):
Proses untuk mengamati secara terus-menerus pelaksanaan kegiatan
sesuai dengan rencana kerja yang sudah disusun dan mengadakan
koreksi jika terjadi penyimpangan.
59

Berdasarkan perhitungan tabel MCUA tujuh masalah di atas diambil dua


sebagai prioritas masalah hasil diskusi, argumentasi dan justifikasi karena
keterbatasan sumber daya, tenaga, waktu dan dana, yaitu :
1. Incidence Rate DBD di Puskesmas Kelurahan Cilincing II pada bulan
Januari-Desember 2014 sebesar 217,36/100.000, tidak mencapai target
yaitu <50/100.000.
2. Incidence Rate DBD di Kelurahan Kali Baru pada bulan JanuariDesember 2014 sebesar 239,808/100.000, tidak mencapai target yaitu
<50/100.000.
2.3.1. Incidence Rate DBD di Kelurahan Cilincing II
Incidence Rate DBD di Kelurahan Cilincing II pada bulan JanuariDesember 2014 sebesar 217,3/100.000, tidak mencapai target yaitu
<50/100.000, dari diagram Fishbone ditemukan sembilan akar penyebab
masalah.
Akar penyebab masalah yang ditemukan dari input adalah :
1. Kebijakan Puskesmas Kec. Cilincing (man)
2. Jumlah petugas terbatas (money)
3. Setiap kader memiliki alat pribadi untuk PSN (material)
4. Petugas menganggap dengan lisan saja sudah cukup untuk membuat
prosedur dijalani dengan baik (method)
Akar penyebab masalah yang ditemukan dari process adalah:
1. Kader menganggap briefing yang dilakukan hanya menghabiskan waktu
(planning)
2. Masyarakat menganggap pekerjaan kader hanya membuang waktu dan
tidak ada penghargaan (organizing)
3. Kader tidak menjadikan kegiatan PSN sebagai prioritas (actuating)
4. Kurangnya jumlah SDM terkait kegiatan PSN baik di tingkat Kelurahan
maupun Kecamatan (controlling)
5. Keterbatasan sumber daya yang ada untuk sosialisasi kepada masyarakat
(environment)

60

Dari sembilan akar penyebab masalah di atas dipilih empat akar penyebab
masalah yang paling dominan, yang didapatkan berdasarkan hasil diskusi dan
justifikasi:
1. Jumlah petugas terbatas (money)
2. Setiap kader memiliki alat pribadi untuk PSN (material)
3. Petugas menganggap dengan lisan saja sudah cukup untuk membuat
prosedur dijalani dengan baik (method)
4. Kader tidak menjadikan kegiatan PSN sebagai prioritas (actuating)
2.3.2

Incidence Rate DBD di Kelurahan Kali Baru


Incidence Rate DBD di Kelurahan Kali Baru pada bulan JanuariDesember 2014 sebesar 239,8/100.000, tidak mencapai target yaitu
<50/100.000, dari diagram Fishbone ditemukan sembilan akar penyebab
masalah.
Akar penyebab masalah yang ditemukan dari input adalah :
1. Banyaknya masyarakat yang bermata pencaharian pegawai (man)
2. Terbatasnya jumlah petugas di tingkat Kelurahan (money)
3. Kurangnya komunikasi antara petugas tingkat RW dan Kecamatan
(material)
4. Petugas menganggap dengan lisan saja sudah cukup untuk membuat
prosedur dijalani dengan baik (method)
Akar penyebab masalah yang ditemukan dari process adalah:
1. Kader menganggap briefing yang dilakukan hanya menghabiskan waktu
(planning)
2. Masyarakat menganggap pekerjaan kader hanya membuang waktu dan
tidak ada penghargaan (organizing)
3. Kader tidak menjadikan kegiatan PSN sebagai prioritas (actuating)
4. Kurangnya jumlah SDM terkait kegiatan PSN baik di tingkat Kelurahan
maupun Kecamatan (controlling)
5. Keterbatasan sumber daya yang ada untuk sosialisasi kepada masyarakat
(environment)

61

Dari sembilan akar penyebab masalah di atas dipilih empat akar


penyebab masalah yang paling dominan, yang didapatkan berdasarkan hasil
diskusi dan justifikasi:
1. Terbatasnya jumlah petugas di tingkat Kelurahan (money)
2. Kurangnya komunikasi antara petugas tingkat RW dan Kecamatan
(material)
3. Petugas menganggap dengan lisan saja sudah cukup untuk membuat
prosedur dijalani dengan baik (method)
4. Kader tidak menjadikan kegiatan PSN sebagai prioritas (actuating)
2.3.3

Cakupan Angka Bebas Jentik DBD di Wilayah Kecamatan Cilincing


Cakupan Angka Bebas Jentik pada bulan Januari-Desember 2014
sebesar 73,9%, tidak mencapai target yaitu >95%, dari diagram Fishbone
ditemukan tujuh akar penyebab masalah.
Akar penyebab masalah yang ditemukan dari input adalah :
1. Usia kader yang kebanyakan sudah masuk Lansia sehingga program sulit
berjalan lancar (Man).
2. Kegiatan pertemuan yang diadakan kurang berkualitas. Pertemuan hanya
dianggap sebagai formalitas saja (Method).
Akar penyebab masalah yang ditemukan dari process adalah:
1. Tidak adanya inovasi terkait program PSN dari petugas kesehatan untuk
menarik perhatian masyarakat (Planning).
2. Jumlah SDM yang terampil dalam program ini sangat terbatas
(Organizing).
3. Masyarakat tidak mengetahui pentingnya program PSN (Actuating).
4. Kurangnya kedisiplinan petugas kesehatan (Controlling).
Akar penyebab masalah yang ditemukan dari lingkungan adalah:
1. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya pencegahan
penyakit (Environment).

62

Dari delapan akar penyebab masalah di atas dipilih empat akar


penyebab masalah yang paling dominan, yang didapatkan berdasarkan hasil
diskusi dan justifikasi:
1. Usia kader yang kebanyakan sudah masuk Lansia sehingga program sulit
berjalan lancar (Man).
2. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya pencegahan
penyakit (Environment).
3. Tidak adanya inovasi terkait program PSN dari petugas kesehatan untuk
menarik perhatian masyarakat (Planning).
4. Kurangnya Koordinasi antara kelurahan dan Puskesmas Kecamatan
(Evaluation).

63

BAB III
MENETAPKAN ALTERNATIF CARA PEMECAHAN MASALAH

Setelah menentukan penyebab masalah yang paling dominan, untuk mengurangi


atau bahkan menghilangkan akar penyebab masalah yang paling dominan tersebut
maka ditentukan beberapa alternatif pemecahan masalah.

Penetapan alternatif

pemecahan masalah menggunakan metode MCUA (Multiple Criteria Utility


Assesment), yaitu dengan memberikan skoring 1-3 pada bobot berdasarkan hasil
diskusi, argumentasi dan justifikasi kelompok. Selanjutnya kepada setiap masalah
diberikan nilai dari kolom kiri ke kanan sehingga hasil yang didapatkan merupakan
perkalian antara bobot kriteria dengan skor dari setiap alternatif masalah dan
dijumlahkan tiap baris menurut setiap kriteria berdasarkan masingmasing alternatif
masalah tersebut.
Kriteria dalam penetapan alternatif masalah yang terbaik adalah :
1.

Mudah dilaksanakan.
Diberi nilai 1-3, di mana nilai 3 merupakan masalah yang paling mudah
dilaksanakan dan nilai 1 adalah masalah yang paling sulit dilaksanakan.

2.

Murah biayanya.
Diberi nilai 1-3, di mana nilai 3 merupakan masalah yang paling murah biaya
pelaksanaannya dan nilai 1 adalah masalah yang paling mahal biaya
pelaksanaannya.

3.

Waktu penerapan sampai masalah terpecahkan tidak lama.


Diberi nilai 1-3, di mana nilai 3 adalah masalah yang paling dapat
diselesaikan dengan cepat dan nilai 1 adalah masalah yang memerlukan
waktu paling lama dalam penyelesaiannya.

4.

Dapat memecahkan masalah dengan sempurna.

Diberi nilai 1-3, di mana nilai 3 merupakan masalah yang paling mungkin
diselesaikan dengan sempurna dan nilai 1 merupakan masalah yang sulit diselesaikan.

64

3.1. Alternatif pemecahan masalah Incidence Rate DBD di Kelurahan Cilincing


II pada bulan Januari-Desember 2014
Dari empat akar penyebab masalah yang paling dominan ditetapkan alternatif
masalah sebagai berikut :
1. Menambah jumlah petugas (money)
2. Memberikan alat PSN yang berkualitas (material)
3. Menjelaskan pentingnya membuat prosedur secara tertulis (method)
4. Menjadikan kegiatan PSN sebagai prioritas kader (actuating)
Tabel 3.1. MCUA Alternatif Pemecahan Masalah IR
di Wilayah Kelurahan Cilincing II Periode Januari-Desember 2014
AL-1

AL-2

AL-3

AL-4

4
3
2

N
1
2
1

BN
4
6
2

N
2
1

BN
8
3

BN
4
6

BN
4
6
4

N
1
2

N
1
2
2

No

Parameter

Bobot

1
2
3

Mudah dilaksanakan
Murah biayanya
Waktu penerapan tidak lama
Dapat
menyelesaikan

dengan sempurna

Jumlah
Keterangan :

15

14

AL 1

: Menambah jumlah petugas

AL 2

: Memberikan alat PSN yang berkualitas

AL 3

: Menjelaskan pentingnya membuat prosedur secara tertulis

AL 4

: Menjadikan kegiatan PSN sebagai prioritas kader

16

15

Dari hasil penetapan alternatif pemecahan masalah dengan menggunakan metode


MCUA, berdasarkan peringkat didapatkan hasil sebagai berikut:
1. Menjelaskan pentingnya membuat prosedur secara tertulis
2. Menambah jumlah petugas
3. Menjelaskan pentingnya membuat prosedur secara tertulis
4. Menjadikan kegiatan PSN sebagai prioritas kader

65

3.2. Alternatif pemecahan masalah Incidence Rate DBD di Kelurahan Kali Baru
pada bulan Januari-Desember 2014
Dari empat akar penyebab masalah yang paling dominan ditetapkan alternatif
masalah sebagai berikut :
1. Menambah jumlah petugas di Kelurahan (money)
2. Meningkatkan komunikasi antara petugas RW dan Kelurahan (material)
3. Menjelaskan pentingnya membuat prosedur secara tertulis (method)
4. Menjadikan kegiatan PSN sebagai prioritas kader (actuating)
Tabel 3.2. MCUA Alternatif Pemecahan Masalah IR
di Wilayah Kelurahan Kali Baru Periode Januari-Desember 2014
AL-1

AL-2

AL-3

AL-4

4
3
2

N
1
1
1

BN
4
3
2

N
2
2

BN
8
6

BN
4
6

BN
4
6
4

N
1
2

N
1
2
2

No

Parameter

Bobot

1
2
3

Mudah dilaksanakan
Murah biayanya
Waktu penerapan tidak lama
Dapat menyelesaikan dengan

sempurna

Jumlah
Keterangan :

12

20

16

15

AL 1 : Menambah jumlah petugas di Kelurahan


AL 2 : Meningkatkan komunikasi antara petugas RW dan Kelurahan
AL 3 : Menjelaskan pentingnya membuat prosedur secara tertulis (method)
AL 4 : Menjadikan kegiatan PSN sebagai prioritas kader (actuating)

Dari hasil penetapan alternatif pemecahan masalah dengan menggunakan metode


MCUA, berdasarkan peringkat didapatkan hasil sebagai berikut:
1. Meningkatkan komunikasi antara petugas RW dan Kelurahan
2. Menjelaskan pentingnya membuat prosedur secara tertulis
3. Menjadikan kegiatan PSN sebagai prioritas kader
4.

Menambah jumlah petugas di Kelurahan

66

3.3. Alternatif pemecahan masalah Angka Bebas Jentik (ABJ) di Kecamatan


Cilincing pada bulan Januari-Desember 2014
Dari empat akar penyebab masalah yang paling dominan ditetapkan alternatif
masalah sebagai berikut :
1. Merekrut kader baru dengan usia yang lebih muda dan lebih kompeten
sehingga program dapat berjalan dengan lancar.
2. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya pencegahan
penyakit DBD dibandingkan dengan pengobatan.
3. Membuat inovasi baru terkait program PSN dari petugas kesehatan untuk
menarik perhatian masyarakat.
4. Meningkatkan kerja sama dan memperbaiki komunikasi antara petugas
kesehatan dan petugas sektor lainnya.
Tabel 3.2 MCUA Alternatif Pemecahan Masalah Cakupan Angka Bebas Jentik di Wilayah
Kecamatan Cilincing Periode Januari-Desember 2014.
AL-1

AL-2

AL-3

AL-4

BN

BN

BN

BN

No

Parameter

Bobot

1
2

Mudah dilaksanakan
Murah biayanya
Waktu penerapan tidak

4
3

3
3

12
9

5
5

20
15

1
4

4
12

5
3

20
9

10

3
4

lama
Dapat

menyelesaikan

dengan sempurna

Jumlah
Keterangan :
AL 1

26

50

21

36

: Merekrut kader baru dengan usia yang lebih muda dan lebih kompeten sehingga program

dapat berjalan dengan lancar.


AL-2 : Memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya pencegahan penyakit
DBD dibandingkan dengan pengobatan.
AL 3

: Membuat inovasi baru terkait program PSN dari petugas kesehatan untuk menarik

perhatian masyarakat.
AL 4

: Meningkatkan kerja sama dan memperbaiki komunikasi antara kader, petugas kesehatan

dan petugas sektor lainnya.

Dari hasil penetapan alternatif pemecahan masalah dengan menggunakan


metode MCUA, berdasarkan peringkat didapatkan hasil sebagai berikut:

67

1. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya pencegahan


penyakit DBD dibandingkan dengan pengobatan.
2. Meningkatkan kerja sama dan memperbaiki komunikasi antara kader, petugas
kesehatan dan petugas sektor lainnya.
3. Merekrut kader baru dengan usia yang lebih muda dan lebih kompeten
sehingga program dapat berjalan dengan lancar.
4. Membuat inovasi baru terkait program PSN dari petugas kesehatan untuk
menarik perhatian masyarakat.

BAB IV
RENCANA USULAN DAN RENCANA PELAKSANAAN KEGIATAN
68

PEMECAHAN MASALAH
4.1. Menyusun Rencana Usulan Kegiatan
Setelah ditemukannya alternatif pemecahan masalah maka disusun rencana
pemecahan masalah. Dalam tahap ini, diharapkan dapat mengambil keputusankeputusan untuk memecahkan akar masalah yang dianggap paling dominan.
Perencanaan adalah upaya menyusun berbagai keputusan yang bersifat pokok
yang dipandang paling penting dan akan dilakukan menurut urutannya guna
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Berikut ini adalah tabel yang
menjelaskan rencana memecahkan masalah.

69

Tabel 4.1. Rencana Usulan Kegiatan Menurunkan Incidence Rate DBD di Wilayah Kelurahan Cilincing II

VOLUME

No

KEPUTUSAN

RENCANA KEGIATAN

TARGET

Menjelaskan

Mengajukan pemohonan dari

Adanya

pentingnya

pihak Puskesmas Kecamatan ke

mengenai

membuat

Suku

Utara

tertulis

dan

tersebar

tertulis

sampai

ke

tingkat

Dinas

prosedur secara mengenai


tertulis

Jakarta

prosedur

kegiatan PSN yang dilakukan di

KEGIATAN
prosedur 1x per tahun
PSN

BIAYA

KETERANGAN

yang

Kelurahan.

tingkat Kelurahan yang ada di


2

Menambah

masing-masing Kecamatan
Mengajukan
permohonan

Bertambahnya

jumlah petugas

penambahan

yang ada

petugas

di

petugas 1x per tahun

Puskesmas Kelurahan kepada


3

Menjadikan
kegiatan

Puskesmas Kecamatan
Mengapresiasikan tugas yang

PSN kader lakukan dalam kegiatan

sebagai

PSN

dengan

memberikan

prioritas kader

insentif lebih kepada kader

Kader
insentif

mendapatkan 1x perbulan
yang

sesuai

Pada minggu keempat

dengan kerja mereka

70

No

KEPUTUSAN

RENCANA KEGIATAN

TARGET

Memberikan kebebasan kepada

Kader

kader mengenai waktu (jam)

kegiatan

pelaksanaan

efektif

terkait
4

Memberikan

kepentingan

PSN
masing-

masing kader
Melakukan pendataan alat-alat

alat PSN yang PSN


berkualitas

kegiatan

yang

diberikan

oleh

VOLUME
KEGIATAN
melaksanakan 1x per minggu
PSN

secara

karena

tidak

mengganggu

yang 1x per bulan

lengkap mengenai alat-

Puskesmas setelah kegiatan PSN

alat

Memberikan alat-alat yang lebih

dalam PSN
Terdapatnya

berkualitas untuk kegiatan PSN

yang lebih berkualitas

Membuat penghargaan seperti

dalam kegiatan PSN


Adanya kader teladan 2x per tahun

kader teladan kepada kader yang

yang

memanfaatkan alat PSN sebaik-

dapat

baiknya

dengan

contoh

efektivitas pelaksanaan kegiatan

lainnya

terkait

KETERANGAN
Dilaksanakan tiap
PSN

aktivitas

sehari-hari
Terdapat data
yang

BIAYA

Pada minggu keempat

digunakan
alat-alat 1x pertahun

terbentuk

dan

memberikan
kepada

kader

PSN

71

Tabel 4.2. Rencana Usulan Kegiatan Menurunkan Incidence Rate DBD di Wilayah Kelurahan Kali Baru

VOLUME

No KEPUTUSAN

RENCANA KEGIATAN

TARGET

Meningkatkan

Mengadakan pertemuan rutin

Terbentuknya

komunikasi

secara

komunikasi

antara

yang

petugas diperuntukkan bagi petugas RW

RW

berkala

dan dan Kelurahan

KEGIATAN
2x per bulan

petugas

RW

dan

kelurahan

agar

pendistribusian alat untuk

Menjelaskan

Mengajukan pemohonan dari

PSN merata
Adanya

pentingnya

pihak Puskesmas Kecamatan ke

mengenai

membuat

Suku

Utara

tertulis

dan

tersebar

tertulis

sampai

ke

tingkat

prosedur secara mengenai


tertulis

Jakarta

prosedur

kegiatan PSN yang dilakukan di

KETERANGAN

antara

Kelurahan

Dinas

BIAYA

prosedur 1x per tahun


PSN

yang

Kelurahan.

tingkat Kelurahan yang ada di


3

masing-masing Kecamatan
Mengapresiasikan tugas yang

Menjadikan
kegiatan

PSN kader lakukan dalam kegiatan

sebagai prioritas PSN


kader
No KEPUTUSAN

dengan

memberikan

Kader
insentif

mendapatkan 1x per bulan


yang

Pada minggu ke-

sesuai

empat

dengan kerja mereka

insentif lebih kepada kader


RENCANA KEGIATAN

TARGET

VOLUME

BIAYA

KETERANGAN

72

Menambah

Memberikan kebebasan kepada

Kader

KEGIATAN
melaksanakan 1x per minggu

kader

kegiatan

PSN

secara

karena

tidak

mengenai

efektif

kepentingan masing-masing kader

mengganggu

Mengajukan

sehari-hari
Bertambahnya petugas 1x per tahun

tingkat Puskesmas

Kelurahan

(jam)

pelaksanaan kegiatan PSN terkait

jumlah petugas penambahan


di

waktu

permohonan
petugas
Kelurahan

di

Dilaksanakan
tiap PSN

aktivitas

yang ada

kepada

Puskesmas Kecamatan

Tabel 4.3 Rencana Usulan Kegiatan Cakupan Angka Bebas Jentik di Wilayah Kecamatan Cilincing

73

No
1

KEPUTUSAN

Memberikan

TARGET

Menyiapkan materi mengenai macam-

Meningkatnya pengetahuan

kepada

macam kegiatan untuk pencegahan

masyarakat mengenai

masyarakat mengenai

penyakit DBD.
Menyiapkan alat bantu penyuluhan

pentingnya pencegahan

pencegahan penyakit

seperti pamflet, poster, brosur, serta

dibandingkan dengan

DBD

video.
Menghadirkan pembicara yang lebih

pengobatan.

penyuluhan
pentingnya

dibandingkan

dengan pengobatan.
2

RENCANA KEGIATAN

Meningkatkan

kerjasama dan

membahas tentang rencana kegiatan,

yang baik antara kader,

memperbaiki

pembiayaan serta hasil dari kegiatan

petugas kesehatan dan

komunikasi antara

yang telah dilaksanakan pada program

petugas sektor lainnya

kader, petugas

DBD antara kader, petugas kesehatan

sehingga terjalin kerjasama

kesehatan dan

dan petugas sektor lainnya.

yang baik kerjasama antara

petugas sektor

kader, petugas kesehatan

lainnya.

dan petugas sektor lainnya

Merekrut kader baru

BIAYA

KET

BIAYA

KET

4x per tahun

kompeten dan atraktif.


Terbentuknya komunikasi

KEPUTUSAN

KEGIATAN

penyakit DBD

Mengadakan pertemuan rutin yang

No

VOLUME

RENCANA KEGIATAN

Puskesmas kelurahan bekerjasama

TARGET
Petugas kesehatan, kader

4x per tahun

VOLUME
KEGIATAN
1x pertahun

74

dengan

usia

yang

dengan kelurahan serta karang taruna

maupun petugas dari

untuk merekrut kader baru dengan usia

kelurahan dapat

yang lebih mudah.


Melakukan pelatihan kepada kader yang

menerapkan ilmu yang

baru sehingga lebih kompeten dalam

dalam pelaksanaan program

melaksanakan program.
Memberikan imbalan yang sesuai

DBD.

kepada kader.
Melakukan diskusi antara petugas

Mendapatkan rancangan

baru terkait program

kesehatan dan petugas dari kelurahan

kegiatan yang baru dan

PSN

guna merancang rencana kegiatan yang

tidak monoton sehingga

baru seperti mengadakan lomba

menarik perhatian

penyuluhan mengenai kegiatan PSN

masyarakat.

lebih muda dan lebih


kompeten

sehingga

program

dapat

berjalan

dengan

lancar.

Membuat
dari

kesehatan
menarik

inovasi

petugas
untuk
perhatian

masyarakat

didapat selama pelatihan ke

1 x pertahun

ataupun kegiatan pencegahan penyakit

DBD antar RT dan RW.


Melaksanakan lomba penyuluhan
mengenai kegiatan PSN.

4.2.

Rencana Pelaksanaan Kegiatan Pemecahan Masalah


Setelah menyusun rencana pemecahan masalah, maka akan dilakukan rencana pelaksanaan pemecahan masalah yang disusun

berdasarkan rencana usulan kegiatan. Perencanaan pelaksanaan pemecahan masalah disajikan dalam tabel sebagai berikut:

75

Tabel 4.3 Time Table Rencana Usulan Kegiatan Kegiatan Menurunkan Incidence Rate DBD di Wilayah Kelurahan Cilincing II

NO
1.

KEGIATAN

APR

MEI

JUN

JUL

AUG

Mengajukan pemohonan dari pihak Puskesmas Kecamatan ke Suku Dinas Jakarta Utara X
mengenai prosedur tertulis kegiatan PSN yang dilakukan di tingkat Kelurahan yang ada di

2.

masing-masing Kecamatan
Mengajukan permohonan penambahan petugas di Puskesmas Kecamatan kepada Suku Dinas X

3.

Jakarta Utara
Mengapresiasikan tugas yang kader lakukan dalam kegiatan PSN dengan memberikan X

4.

insentif lebih kepada kader


Memberikan kebebasan kepada kader mengenai waktu (jam) pelaksanaan kegiatan PSN X

5.
6.
7.

terkait kepentingan masing-masing kader


Melakukan pendataan alat-alat PSN yang diberikan oleh Puskesmas setelah kegiatan PSN
X
Memberikan alat-alat yang lebih berkualitas untuk kegiatan PSN
Membuat penghargaan seperti kader teladan kepada kader yang memanfaatkan alat PSN

X
X

sebaik-baiknya terkait dengan efektivitas pelaksanaan kegiatan PSN


Tabel 4.4 Time Table Rencana Usulan Kegiatan Kegiatan Menurunkan Incidence Rate DBD di Wilayah Kelurahan Kali Baru

NO

KEGIATAN

APR

1.

Mengadakan pertemuan rutin secara berkala yang diperuntukkan bagi petugas RW dan X

2.

Kelurahan
Mengajukan pemohonan dari pihak Puskesmas Kecamatan ke Suku Dinas Jakarta Utara X

MEI

JUN

JUL

AUG

mengenai prosedur tertulis kegiatan PSN yang dilakukan di tingkat Kelurahan yang ada di
3.

masing-masing Kecamatan
Mengapresiasikan tugas yang kader lakukan dalam kegiatan PSN dengan memberikan X

76

insentif lebih kepada kader


4.

Memberikan kebebasan kepada kader mengenai waktu (jam) pelaksanaan kegiatan PSN X

5.

terkait kepentingan masing-masing kader


Mengajukan permohonan penambahan petugas di Puskesmas Kecamatan kepada Suku

Dinas Jakarta Utara

Tabel 4.5 Time Table Rencana Usulan Kegiatan Cakupan Angka Bebas Jentik di Wilayah Kecamatan Cilincing

NO
1.
2.
3.
4.

KEGIATAN
APR MEI
Menyiapkan materi mengenai macam-macam kegiatan untuk pencegahan penyakit
x
DBD.
Menyiapkan alat bantu penyuluhan seperti pamflet, poster, brosur, serta video.
Menghadirkan pembicara yang lebih kompeten dan atraktif.
Mengadakan pertemuan rutin yang membahas tentang rencana kegiatan, pembiayaan

x
X
x

JUN

JUL

AUG

SEPT

serta hasil dari kegiatan yang telah dilaksanakan pada program DBD antara kader,
5.

petugas kesehatan dan petugas sektor lainnya.


Puskesmas kelurahan bekerjasama dengan kelurahan serta karang taruna untuk

6.

merekrut kader baru dengan usia yang lebih mudah.


Melakukan pelatihan kepada kader yang baru sehingga lebih kompeten dalam

melaksanakan program.
77

7.
8.
9.

Memberikan imbalan yang sesuai kepada kader.


Mengatur jadwal pelatihan petugas dalam pengolahan data
Melaksanakan pelatihan untuk meningkatkan kinerja petugas dalam pengolahan data

x
x
x

78

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Dari tujuh program kesehatan dasar Puskesmas Kecamatan Cilincing, didapatkan
satu program yang dievaluasi yaitu P2B2 dan didapatkan tujuh masalah yang
teridentifikasi melewati diskusi dan justifikasi sehingga didapatkan dua prioritas
masalah selama bulan Januari-Desember 2014:
1.Incidence Rate Demam Berdarah di Kelurahan Cilincing II Pada Bulan Januari
s/d Desember 2014 sebesar 217,3/100.000 penduduk, tidak mencapai target
yaitu <50/100.000 penduduk.
2.Incidence Rate Demam Berdarah di Kelurahan Kali Baru Pada Bulan Januari s/d
Desember 2014 sebesar 239,8/100.000 penduduk, tidak mencapai target yaitu
<50/100.000 penduduk.
3.Capaian Angka Bebas Jentik di Wilayah Kecamatan Cilincing Pada Bulan
Januari s/d Desember 2014 sebesar 73,7%, tidak mencapai target yaitu >95%.
Setelah mencari kemungkinan penyebab masalah dengan diagram sebab akibat
dari Ishikawa atau fishbone didapatkan akar-akar masalah dari setiap program di atas,
seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Setelah ditemukan akar-akar
masalah setiap program, didapatkan akar penyebab masalah yang dominan, yaitu :
5.1.1. Akar penyebab masalah dominan dari permasalahan Incidence Rate DBD di
Kelurahan Cilincing II pada bulan Januari-Desember 2014 sebesar
217,3/100.000, tidak mencapai target yaitu <50/100.000
1. Jumlah petugas terbatas (money)
2. Setiap kader memiliki alat pribadi untuk PSN (material)
3. Petugas menganggap dengan lisan saja sudah cukup untuk membuat prosedur
dijalani dengan baik (method)
4. Kader tidak menjadikan kegiatan PSN sebagai prioritas (actuating)

79

5.1.2.

Akar penyebab masalah dominan dari permasalahan Incidence Rate DBD di


Kelurahan

Kali

Baru

pada

bulan

Januari-Desember

2014

sebesar

239,8/100.000, tidak mencapai target yaitu <50/100.000


1. Terbatasnya jumlah petugas di tingkat Kelurahan (money)
2. Kurangnya komunikasi antara petugas tingkat RW dan Kecamatan (material)
3. Petugas menganggap dengan lisan saja sudah cukup untuk membuat prosedur
dijalani dengan baik (method)
4. Kader tidak menjadikan kegiatan PSN sebagai prioritas (actuating)
5.1.3

Akar penyebab masalah dominan dari permasalahan Capaian Angka Bebas


Jentik di Wilayah Kecamatan Cilincing Pada Bulan Januari s/d Desember
2014 sebesar 73,7%, tidak mencapai target yaitu >95%.

1. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang pentingnya pencegahan penyakit


(Environment).
2. Tidak adanya inovasi terkait program PSN dari petugas kesehatan untuk menarik
perhatian masyarakat (Planning).
3. Jumlah SDM yang terampil dalam program ini sangat terbatas (Actuating).
4. Kurangnya Koordinasi antara kelurahan dan Puskesmas Kecamatan (Evaluation).
5.2. Saran
Berdasarkan permasalahan program kesehatan dasar tersebut ada beberapa hal
yang disarankan atau direkomendasikan kepada Kepala Puskesmas Kecamatan
Kemayoran sebagai berikut:
5.2.1. Alternatif Pemecahan Masalah Incidence Rate DBD di Kelurahan Cilincing II
pada bulan Januari-Desember 2014
1. Menjelaskan pentingnya membuat prosedur secara tertulis
Mengajukan pemohonan dari pihak Puskesmas Kecamatan ke Suku Dinas
Jakarta Pusat mengenai prosedur tertulis kegiatan PSN yang dilakukan di tingkat
Kelurahan yang ada di masing-masing Kecamatan
2. Menambah jumlah petugas
Mengajukan permohonan penambahan petugas di Puskesmas Kelurahan kepada
Puskesmas Kecamatan
3. Menjadikan kegiatan PSN sebagai prioritas kader
80

a. Mengapresiasikan tugas yang kader lakukan dalam kegiatan PSN dengan


memberikan insentif lebih kepada kader
b. Memberikan kebebasan kepada kader mengenai waktu (jam) pelaksanaan
kegiatan PSN terkait kepentingan masing-masing kader
4.

Memberikan alat PSN yang berkualitas


a. Melakukan pendataan alat-alat PSN yang diberikan oleh Puskesmas setelah
kegiatan PSN
b. Memberikan alat-alat yang lebih berkualitas untuk kegiatan PSN
c. Membuat

penghargaan

memanfaatkan

alat

seperti

PSN

kader

teladan

sebaik-baiknya

kepada

terkait

kader

dengan

yang

efektivitas

pelaksanaan kegiatan PSN


5.2.2. Alternatif Pemecahan Masalah Incidence Rate DBD di Kelurahan Kali Baru
pada bulan Januari-Desember 2014
1. Meningkatkan komunikasi antara petugas RW dan Kelurahan
Mengadakan pertemuan rutin secara berkala yang diperuntukkan bagi petugas
RW dan Kelurahan
2. Menjelaskan pentingnya membuat prosedur secara tertulis
Mengajukan pemohonan dari pihak Puskesmas Kecamatan ke Suku Dinas
Jakarta Pusat mengenai prosedur tertulis kegiatan PSN yang dilakukan di tingkat
Kelurahan yang ada di masing-masing Kecamatan
3. Menjadikan kegiatan PSN sebagai prioritas kader
a. Mengapresiasikan tugas yang kader lakukan dalam kegiatan PSN dengan
memberikan insentif lebih kepada kader
b. Memberikan kebebasan kepada kader mengenai waktu (jam) pelaksanaan
kegiatan PSN terkait kepentingan masing-masing kader
4. Menambah jumlah petugas di tingkat Kelurahan
5. Mengajukan permohonan penambahan petugas di Puskesmas Kelurahan kepada
Puskesmas Kecamatan
5.2.3. Alternatif Pemecahan Masalah Capaian Angka Bebas Jentik di Wilayah
Kecamatan Cilincing Pada Bulan Januari s/d Desember 2014
1. Memberikan

penyuluhan

kepada

masyarakat

mengenai

pentingnya

pencegahan penyakit DBD dibandingkan dengan pengobatan.


81

2. Meningkatkan kerja sama dan memperbaiki komunikasi antara kader, petugas


kesehatan dan petugas sektor lainnya.
3. Merekrut kader baru dengan usia yang lebih muda dan lebih kompeten
sehingga program dapat berjalan dengan lancar.
4. Membuat inovasi baru terkait program PSN dari petugas kesehatan untuk
menarik perhatian masyarakat.

82

Anda mungkin juga menyukai