Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

SKIZOFRENIA PARANOID

DISUSUN OLEH
Nursyifa Yusena
1102010213
PEMBIMBING
dr. Metta Desvini P. Siregar, Sp. KJ

KEPANITERAAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


RUMAH SAKIT JIWA ISLAM KLENDER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI JAKARTA
2015

KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena hanya dengan kekuasaan dan kehendakNya tugas laporan kasus ini dapat terlaksana dan terselesaikan pada waktunya. Shalawat
serta salam juga penulis haturkan ke junjungan besar Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa umat manusia dari zaman Jahilliyah menuju zaman yang penuh cahaya bagi umat
yang bertaqwa kepada-Nya.
Tugas Presentasi kasus yang berjudul Skizofrenia Paranoid ini saya buat dengan
tujuan untuk memenuhi tugas kepaniteraan di stase Psikiatri di RS Jiwa Klender. Dan juga
agar dapat secara utuh tercipta hubungan yang harmonis antara antara ilmu teoritis yang saya
dapat dengan aplikasi nyata dalam praktek klinis kehidupan sehari-hari.
Rasa terima kasih yang begitu dalam ingin saya sampaikan kepada pembimbing
kami, dr. Metta Desvini P. Siregar, Sp. KJ, yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk
memberikan bimbingan selama kami bertugas di RSIJ Klender. Selain itu, karena telah
memberikan tauladan serta nasehat moral yang begitu berharga kepada kami selama ini.
Saya menyadari ketidaksempurnaan tugas laporan kasus ini. Untuk itu saya sangat
mengharapkan saran, kritik, dan koreksi untuk perbaikan. Semoga laporan kasus ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Jakarta, Juli 2015

Penulis

BAB I
STATUS PSIKIATRI
I. IDENTITAS PASIEN

Nama

: Ny. E

Jenis Kelamin

: Perempuan

Tempat Tanggal Lahir

: Jakarta, 14 Maret 1988

Usia

: 27 tahun

Agama

: Islam

Alamat

: Jalan Tirta II Duren Sawit,

Jakarta Timur

Suku Bangsa

: Betawi

Pendidikan

: SD

Status pernikahan

: Menikah

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Tanggal masuk RSIJ : 10 Juli 2015

II. RIWAYAT PSIKIATRI


Berdasarkan

Autoanamnesis

: diambil tanggal 14 Juli dan 21 Juli 2015

Alloanamnesis

: diambil tanggal 21 Juli 2015

Rekam medis

: diambil tanggal 21 Juli 2015

1. Keluhan Utama :
Gelisah dan ketakutan akan dibunuh oleh malaikat
2. Keluhan Tambahan :
Sering marah-marah dan berteriak
3. Riwayat Gangguan Sekarang
Pasien dibawa ke RS. Jiwa Islam Klender pada tanggal 10 Juli 2015 diantar
suami karena gelisah dan ketakutan akan dibunuh oleh malaikat. Menurut suami
pasien, sejak 1 minggu SMRS pasien sering marah-marah, berteriak dan bicara
kacau. Saat pasien merasa marah, pasien melampiaskan kemarahan nya kepada
anak-anaknya dengan mencubitnya.
Ketika berada di rumah, pasien sering tidak bisa tidur karena merasa seperti
melihat bayangan malaikat menyeramkan yang akan membunuhnya dan anakanaknya. Pada beberapa hari awal dirawat di RSJ Islam Klender Pasien masih
2

terlihat gelisah, sering mondar-mandir, berteriak-teriak dan bicara kacau, namun


setelah seminggu dirawat, pasien terlihat sudah lebih tenang namun sukar bergaul
dengan pasien yang lain.
Pasien merupakan pasien lama di RSJ Islam Klender yang sudah 4 kali
dirawat dengan keluhan yang sama. Suami pasien mengakui bahwa pasien sering
menolak untuk minum obat dan jarang kontrol ke poliklinik.
4. Riwayat Gangguan Sebelumnya
a. Riwayat Psikiatri
Pasien mengalami gangguan jiwa, sejak tahun 2013. Suami pasien
mengaku perubahan perilaku pada pasien diawali dengan karena tuntutan
ekonomi yang semakin sulit. Pasien merupakan serorang ibu rumah tangga
dengan 2 orang anak yang belum sekolah. Pada Desember 2013, pasien masuk
ke RS Jiwa Islam Klender karena sering keluar rumah tanpa tujuan, bicara
kacau dan bicara sendiri sejak 1 minggu terakhir. Pasien merasa dirinya
dikucilkan, sering mondar-mandir dan perasaan bersalah. Pasien sering
mendengar suara dan melihat bayangan almarhum ayahnya. Bahkan sering
kali pasien mengaku bahwa dirinya adalah ayahnya.
Pasien masuk RS sebanyak 2x selama bulan Desember 2013 dengan
durasi rawat 13 hari dan 12 hari dan selang waktu antara keduanya selama 6
hari. Pasien masuk dengan keluhan yang sama seperti sebelumnya disertai
tidak mau merawat diri. Setelah itu, pasien sering kontrol ke poliklinik
beberapa kali, namun kemudian pasien menolak untuk minum obat dan tidak
kontrol lagi ke poliklinik.
Akhir tahun 2014, pasien kembali dibawa ke RS karena sering marahmarah tanpa sebab, berbicara kacau dan sering menyalahkan diri sendiri
sehingga sering meminta maaf pada orang-orang disekitarnya. Pasien merasa
sering melihat bayangan malaikat dan bisikan-bisikan malaikat yang akan
membunuhnya. Pasien terlihat gelisah dan sering mondar-mandir. Kemudian
pasien dirawat selama 20 hari. Setelah diperbolehkan pulang, pasien hanya
kontrol beberapa kali dan tidak meminum obat dengan teratur.
Selanjutnya pada bulan Mei 2015 pasien kembali dibawa suaminya ke
RS karena sangat kacau, gaduh gelisah serta mengamuk di rumah tetangga.
Pasien tidak pernah minum obat dan tidak kontrol selama 4 bulan terakhir.
Kemudian pasien dirawat di RS Jiwa Klender selama 14 hari.

b. Gangguan Medik
Pasien tidak memiliki gangguan bawaan sejak lahir, tidak pernah
mempunyai riwayat kejang sebelumnya, tidak pernah menderita sakit berat
hingga membutuhkan perawatan Rumah Sakit, dan tidak ada riwayat trauma
kepala sebelumnya.
c. Gangguan Zat Psikoaktif
Pasien tidak merokok, tidak minum alkohol dan tidak menggunakan
obat-obatan terlarang(NAPZA)
5. Riwayat Pribadi Sebelum Sakit
a. Riwayat Prenatal dan perinatal
Menurut cerita pasien, pasien dilahirkan dalam keadaan cukup bulan dan
dilahirkan secara normal dibantu oleh bidan. Pasien merupakan anak yang
dikehendaki orang tuanya. Tidak

pernah ada sakit kejang atau penyakit

lainnya yang bermakna. Tidak ada kecelakaan yang bermakna, riwayat operasi
tidak ada.
b. Masa Kanak kanak dini / awal (0 3 tahun)
Pasien diasuh oleh ibu kandungnya dan diberikan ASI hingga usia 2 tahun.
Selama bayi pasien tidak mengalami sakit yang serius ataupun trauma.
c. Masa kanak kanak Pertengahan ( 3 7 tahun )
Pasien mudah bergaul dengan teman disekitar rumahnya, pasien senang
bermain dan penurut terhadap orang tuanya. Pasien tumbuh dan kembang
sesuai dengan anak seusianya. Perkembangan fisik pasien sama dengan anak
sebayanya. Pasien tidak memasuki sekolah taman kanak-kanak umum
melainkan diajar oleh ibunya dirumah. Pasien tidak mempunyai kebiasaan
buruk dan tidak memiliki ketakutan terhadap sesuatu.
d. Masa Kanak Akhir ( 7 11 tahun )
Pada saat duduk di bangku sekolah dasar pasien mengaku bukan termasuk
anak yang berprestasi. Namun tidak ada gangguan dalam membaca maupun
menulis. Namun pasien putus sekolah karena kesulitan ekonomi.
e. Masa Remaja ( 11 17 tahun )
Memasuki masa remaja pasien membantu ibunya dan lebih sering bermain
dengan teman sebayanya. Pasien memiliki sedikit teman dan menjadi pribadi
yang tertutup.
f. Masa Dewasa
Pasien menikah dengan pilihan orang tuanya dan memiliki 2 orang anak.
Pasien tidak bekerja dan mengandalkan keuangan dari suami sepenuhnya yang
berprofesi sebagai tukang ojek. Pasien bergaul cukup baik dengan tetangga

dan mendidik anak dengan cukup baik. Tidak ada riwayat penyakit serius
maupun trauma.
g. Riwayat aktivitas sosial
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga yang melaksanakan aktivitas
sehari-hari lebih banyak di rumah dan lingkungan sekitar rumah. Pasien
bergaul cukup baik dengan para tetangga dan dapat melaksanakan tugas rumah
tangga dengan cukup baik sebelum akhirnya pasien mulai menutup diri dan
bicara kacau 1 tahun belakangan.
h. Riwayat hukum
Pasien tidak pernah melakukan pelanggaran hukum yang berat, tidak pernah
berurusan dengan aparat penegak hukum, dan tidak pernah terlibat dalam
proses peradilan yang terkait dengan hukum.
i. Riwayat Keluarga
Pasien adalah anak ketujuh dari delapan bersaudara. Dalam keluarga tidak ada
yang pernah mengalami gejala yang sama dengan pasien, baik dari pihak ibu
maupun pihak ayah.

Keterangan :

j. Riwayat kehidupan sekarang


Pasien saat ini tinggal bersama dengan suami dan 2 orang anaknya. Untuk
biaya kehidupan sehari-hari pasien mengandalkan pekerjaan suami sebagai
tukang ojek.
III.STATUS MENTAL
1. Deskripsi Umum
a. Penampilan Umum

Pasien perempuan 27 tahun, memiliki postur tubuh langsing, kulit sawo


matang, rambut hitam panjang. Pasien berpenampilan tampak seperti usianya.
Saat diwawancara pasien menggunakan pakaian kaos berwarna merah muda
dengan celana panjang, kuku jari tangan dan kaki terpotong rapi namun
kurang bersih. Pasien terlihat tidak memperhatikan penampilan. Pasien
tampak sedikit gelisah, tampak acuh, dan tampak sehat.
b. Aktivitas dan Perilaku Psikomotor
Selama wawancara, pasien duduk disamping pemeriksa, pasien bersikap
ramah dan kooperatif saat diajak wawancara, seringkali pasien mondar mandir
berkali-kali saat wawancara. Pasien menjawab semua pertanyaan dokter muda
dengan volume suara kecil, kontak mata antara pasien dan pemeriksa baik.
c. Pembicaraan
Volume : Kecil
Irama
: Teratur
Kelancaran: Artikulasi & Intonasi kurang jelas
Kecepatan : Normal
d. Sikap Terhadap Pemeriksa
Kooperatif, menjawab pertanyaan dengan baik dan sedikit acuh, kontak mata
baik ke arah pemeriksa, perhatian mudah teralih.
2. Keadaan Afektif
a. Mood
: Labil
b. Afek
: Menyempit
3. Gangguan Persepsi
a.
b.
c.
d.

Halusinasi
Ilusi
Derealisasi
Depersonalisasi

: Halusinasi Visual & Auditorik


: Tidak ada
: Tidak ada
: Tidak ada

4. Gangguan Pikiran
a. Proses Pikir
Produktivitas
: Cukup ide
Kontinuitas
: Baik
Blocking
: Tidak Ada
Asosiasi Longgar
: Tidak Ada
Inkoherensi
: Tidak ada
Flight of idea
: Tidak ada
Word Salad
: Tidak Ada
Neologisme
: Tidak Ada
b. Isi Pikir
a. Preokupasi: Pasien merasa takut akan dibunuh oleh malaikat
b. Gangguan Isi pikir
Waham Bizzare
: Tidak Ada
Waham Nihilistik
: Tidak Ada
6

Waham Somatik
: Tidak Ada
Waham Paranoid
o Waham Kejaran
: Ada
o Waham Kebesaran: Tidak Ada
o Waham Dikendalikan
Thought of insertion
Thought of broadcasting
Thought of withdrawal
Thought of control

: Tidak Ada
: Tidak Ada
: Tidak Ada
: Tidak Ada

5. Fungsi Kognitif dan Penginderaan


a. Kesadaran
: Compos Mentis
b. Orientasi
Waktu
: Baik
Tempat
: Baik (pasien mengetahui di mana ia berada saat ini)
Orang
: Baik (Pasien dapat mengenali pemeriksa)
c. Konsentrasi : Baik
d. Daya Ingat
Jangka panjang : Baik (mampu menceritakan kembali masa-masa
sekolah sampai menikah)
Jangka pendek
: Baik (mampu mengingat menu makan paginya)
Segera
: Baik (mampu mengingat nama 3 benda yang baru saja
disebutkan)
e. Intelegensi & Pengetahuan Umum : Baik (Pasien mengetahui nama nama
presiden Indonesia)
f. Visuospasial berbentuk
: Baik (pasien dapat menggambar
pemandangan gunung dengan bentuk
g. Pemikiran abstrak

yang benar)
: baik (pasien dapat memberikan arti dari
ada udang dibalik batu)

6. Daya Nilai
a. Penilaian Sosial
: Baik
b. Uji Daya Nilai
: Baik
7. Reality Test Ability (RTA)
: Terganggu
8. Tilikan
: Derajat I (pasien tidak tahu dirinya sakit)
9. Taraf Dapat Dipercaya
: Dapat dipercaya
IV. STATUS FISIK

1.

2.
1.

Status Generalis
Keadaan umum
Kesadaran
Tanda Vital
Tekanan darah
Suhu
Nadi
Pernapasan
Status Neurologi

: Baik
: Compos mentis
: 110/80 mmHg
: 360 C.
: 80 x/menit regular
: 20 x/menit
Gangguan rangsangan meningeal

: Tidak ada
7

2.

3.

Mata
Gerakan
: Baik ke segala arah
Bentuk pupil
: Isokor
Refleks cahaya : +/+
Motorik
Tonus
: Baik
Turgor
: Baik
Kekuatan
: Baik
Koordinasi
: Baik
Refleks
: Baik

V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA

1.

Riwayat Psikiatri
Pasien sering gelisah dan mengamuk tanpa sebab
Pasien sering marah-marah dan melampiaskan ke anak-anaknya
Pasien sering merasa ada malaikat yang akan membunuhnya
Pasien sulit tidur karena ketakutan terhadap malaikat
Pasien pernah melihat bayangan dan mendengar bisikian

a.
b.
c.
d.
e.
malaikat
2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

Status Mental
Kesadaran
: Compos mentis
Mood
: Labil
Afek
: Menyempit
Gangguan persepsi
: Halusinasi visual, halusinasi auditorik
Gangguan proses pikir
: Sirkumtansial
Gangguan isi pikir
: Waham Paranoid
RTA (Reality testing ability) : Terganggu
Tilikan
: Derajat I
Taraf dapat dipercaya
: Dapat dipercaya

VI. FORMULA DIAGNOSIS


1. Aksis I:
Pada pasien ini ditemukan :

Halusinasi Visual: Pasien merasa pernah melihat bayangan malaikat


Halusinasi Auditorik: Pasien merasa pernah mendengar bisikan malaikat
Waham Kejaran : pasien merasa ada malaikat yang ingin membunuhnya
Riwayat Perilaku kacau (pasien mengamuk, suka marah marah sebelum
masuk RS)
Periode sekarang gejala yang lebih menonjol adalah :
Halusinasi Visual
Halusinasi auditorik
Waham Kejaran

Berdasarkan ikhtisar penemuan bermakna tersebut maka kasus ini digolongkan ke


dalam Gangguan Jiwa karena ditemukan adanya distress yang menyebabkan adanya
disfungsi dari kehidupan pasien. Gangguan kejiwaan ini di kelompokkan sebagai
Gangguan Mental dan Perilaku. Maka menurut PPDGJ 3, Gangguan Mental dan
Perilaku ini tidak dapat digolongkan menjadi gangguan mental organik karena tidak
ditemukan adanya kelainan dari fisik seperti kejang, riwayat trauma kapitis. Pada
pasien ini juga tidak terdapat adanya riwayat penyalahgunaan Napza. Kasus ini dapat
di golongkan ke dalam Skizofrenia Paranoid (F20.0)
Kriteria Diagnosis

Hasil

1. Harus ada satu gejala berikut yang amat jelas:


a. Thought echo, thought insertion or thought withdrawal, thought Tidak ada
broadcasting.
Tidak ada
b. Delusion of control, delusion of influence, delusion of pasivity,
delusional perseption.
c. Halusinasi auditorik
d. Waham-waham menetap jenis lain yang dianggap

Ada
Ada
penduduk

setempat dianggap tidak wajar atau mustahil.


2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada
secara jelas:
Ada
a. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja.
Tidak Ada
b. Arus pikir yang terputus atau mengalami sisipan yang berakibat
inkoherensi atau neologisme.
c. Perilaku katatonik
d. Gejala-gejala negatif

Tidak Ada
Tidak Ada
Terpenuhi

3. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas berlangsung selama


kurun waktu satu bulan atau lebih.

Ada

4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam


mutu keseluruhan dari beberapa aspek perilaku pribadi.

Kriteria Diagnosis Schizofrenia Paranoid

Kriteria Diagnosis

Hasil

1.) Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia

Terpenuhi

2.) Sebagai tambahan :


A. Halusinasi dan/atau waham harus menonjol.
a.Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau memberi
perintah, atau halusinasi auditorik tanpa bentuk verbal berupa

Ada

pluit, mendengung, atau bunyi tawa.


b.Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat
seksual, atau lain-lain perasaan tubuh; halusinasi visual
mungkin ada tetapi jarang menonjol;
c.Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham

Ada
Ada

dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi (delusion of


passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka ragam,
Tidak
adalah yang paling khas.
B.Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta Terpenuhi
gejala katatonik secara relatif tidak nyata/tidak menonjol.

2. Aksis II
3. Aksis III
4. Aksis IV
5. Aksis V

: Tidak ada
: Tidak ada
: Masalah pekerjaan dan Masalah lingkungan sosial
: Saat ini GAF 60-51 (gejala sedang (moderate), disabilitas sedang)

VII. EVALUASI MULTIAKSIS


1. Aksis I
: Skizofrenia Paranoid (F20.0)
2. Aksis II : Tidak ada
3. Aksis III : Tidak ada
4. Aksis IV : Tidak ada
5. Aksis V :
1 tahun lalu
: 30 (disabilitas berat dalam komunikasi & daya nilai,

tidak mampu berfungsi hampir semjua bidang)


Saat ini
: 60 (gejala sedang (moderate), disabilitas sedang)

VIII. RENCANA TERAPI


1. Farmakoterapi
Risperidone 2x 2 mg
10

Haloperidol 2x5 mg
2. Psikoterapi
Terapi suportif
Ventilasi

: Memberikan kesempatan kepada pasien untuk menungkapkan

isi hati dan keinginannya sehingga pasien merasa lega.


Konseling
: Membeikan penjelasan dan pengertian kepada pasien tentang
kondisi penyakitnya agar pasien dapat memahami kondisi dirinya, memahami
cara menghadapinya, serta memberikan motivasi agar pasien mengkonsumsi

obat secara teratur.


Terapi Keluarga
Memberikan penyuluhan kepada keluarga untuk selalu mendukung dan membantu
kesembuhan pasien, perawatan terhadap diri pasien, dan mengarahkan kepada
keluarga pasien untuk mengingatkan pasien meminum obatnya agar tidak terjadi
kekambuhan.
Terapi kelompok
Beberapa klien berkumpul dan saling berkomunikasi dengan terapist sebagai

fasilitator dan pemberi arah


Klien saling memberikan feedback tentang perasaan dan pikiran yang dialami

oleh mereka
Klien dihadapkan pada setting sosial yang mengajaknya untuk berkomunikasi

IX. PROGNOSIS
a. Quo ad vitam
b. Quo ad fungsionam
c. Quo ad sanationam

: Dubia Ad bonam
: Dubia Ad bonam
: Dubia Ad bonam

Faktor yang memperberat :


Usia lebih dari 25 tahun
Onset kronik
Pencetus tidak jelas
Gejala (-)
Ekonomi Kurang
Ada kekambuhan
Faktor yang memperingan :
Menikah
Tidak ada riwayat keluarga yang menderita gangguan jiwa
Adanya sistem pendukung yang baik yaitu keluarganya.

11

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI SKIZOFRENIA
Skizofrenia adalah satu istilah untuk beberapa gangguan yang ditandai dengan
kekacauan kepribadian, distorsi terhadap realitas, ketidakmampuan untuk berfungsi
dalam kehidupan sehari-hari, perasaan dikendalikan oleh kekuatan dari luar dirinya,
waham/delusi, gangguan persepsi.
Skizofrenia merupakan gangguan psikotik yang paling sering. Hampir 1%
penduduk di dunia menderita skizofrenia dalam hidup mereka. Gangguan skizoprenia
ini terdapat pada semua kebudayaan dan mengganggu di sepanjang sejarah, bahkan
pada kebudayaan-kebudayaan yang jauh dari tekanan modern sekalipun. Umumnya
gangguan ini muncul pada usia yang sangat muda, dan memuncak pada usia antara
25-35 tahun. Gangguan yang muncul dapat terjadi secara lambat atau datang secara
tiba-tiba pada penderita yang cenderung suka menyendiri yang mengalami stress.
Salah satu pembagian skizofrenia adalah skizofrenia paranoid. Tipe ini paling
stabil dan paling sering. Gejala terlihat sangat konsisten, pasien dapat atau tidak
bertindak sesuai wahamnya. Pasien sering tak kooperatif dan sulit untuk kerjasama,
mungkin agresif, marah, atau ketakutan, tetapi pasien jarang sekali memperlihatkan
perilaku disorganisasi.
II. ETIOLOGI
Etiologi Skizofrenia paranoid pada umumnya sama seperti etiologi skizofrenia
lainnya. Dibawah ini beberapa etiologi yang sering ditemukan:
1. Faktor Biologis
Anatomi
Gangguan psikotik dapat terjadi jika terdapat gangguan- gangguan pada otak.
Otak pada manusia terdiri dari empat lobus (lobus frontalis, temporalis,
parietalis dan osipitalis) yang mempunyai fungsinya masing- masing. Adanya
gangguan pada lobus frontalis dapat menyebabkan perubahan aktivitas
motorik, gangguan intelektual, perubahan kepribadian, dan emosi yang tidak
stabil dan superficial. Fungsi utama dari lobus frontalis adalah bahasa ingatan,
dan emosi. Lesi pada lobus ini akan menyebabkan fungsi terganggu. Contoh
afek pada gangguan lobus temporalis adalah afasia, amnesia agnosia dan dapat
pula terjadi gangguan psikosensorik seperti halusinasi dan ilusi. Pada lobus
parietalis, efek gangguan yang dapat dilihat misalnya afasia, kesulitan
menghitung atau menulis. Lobus osipitalis merupakan lobus sensoris utama
untuk input visual, dan lesi pada lobus tersebut menyebabkan berbagai gejala
visual seperti aleksia, agnosia warna dan halusinasi.
12

Neurotransmitter
Terdapat hipotesis Dopamin yang menyatakan bahwa gangguan psikotik yang
terjadi pada seseorang diakibatkan oleh karena adanya overaktivitas pada
jalur- jalur tersebut:
Mesolimbik dopamine pathways
Jalur ini terdiri dari neuron dopamin dari daerah tegmental ventral di
batang otak yang melepaskan dopamin ke nukleus akumben di daerah
limbik. Sistem ini mengatur jalur imbalan dan proses emosional dan
berhubungan dengan gejala positif skizofrenia.
Mesokortikal dopamine pathways
Jalur ini terdiri dari neuron dopamin dari daerah tegmental ventral dan
substansia nigra. Neuron daerah ventral tegmental disertakan dalam
rilis sistem dopamin mesocortical ke korteks prefrontal dan mengatur
daerah yang terlibat dalam proses kognitif (yaitu korteks prefrontal
dorsal lateral yang mengatur fungsi eksekutif). Neuron di substansia
nigra dopamin dirilis ke ganglia basal dan mengatur daerah- daerah
yang terlibat dengan kontrol motorik. Sistem mesokortikal dikaitkan

dengan gejala- gejala negatif skizofrenia.


2. Faktor Genetik
Walaupun sekurangnya gangguan mental yang utama (seperti skizofrenia,
gangguan bipolar dan gangguan panik) mempunyai komponen genetika dalam
penyebabnya, sedikit yang diketahui tentang apa yang terkandung dalam
komponen genetika dan bagaimana komponen genetika berinteraksi dengan faktor
lingkungan untuk menghasilkan perkembangan gangguan mental pada orang
tertentu.
Menurut Teori Kerentanan Genetika, tidak banyak gangguan psikiatrik
yang kemungkinan disebabkan oleh gen tunggal. Lebih tepat, gen multipel
kemungkinan berperan dalam perkembangan penyakit mental pada diri seseorang.
Gen yang rentan adalah gen yang meningkatkan resiko di mana seseorang dengan
gen tersebut akan mempunyai gangguan tertentu. Adanya gen rentan tambahan
atau kerja variabel lingkungan mungkin diperlukan untuk perkembangan
gangguan.
3. Faktor Psikososial
Peranan faktor psikologis dan faktor sosial juga mengambil andil dalam
terbentuknya gangguan psikotik dalam diri seseorang. Contohnya seperti deprivasi
(ketidakperolehan) biologis atau psikologis saat masa pertumbuhan, pola keluarga

13

yang patogenik, kestabilan keluarga, tingkatan ekonomi, dan diskriminasi pada


kelompok minoritas.
III. EPIDEMIOLOGI
Skizofrenia mengenai sekitar 1% populasi pada semua suku dan jenis kelamin.
Sumber lain mengatakan prevalensi skizofrenia adalah 7,2 kasus setiap 1000
penduduk. Sebenarnya insidensi skizofrenia relatif rendah, yaitu 15,2 kasus setiap
100.000 penduduk, namun kasus tersebut bersifat kronik sehingga menghasilkan
prevalensi yang tinggi. Umumnya laki-laki memiliki onset yang lebih cepat yaitu pada
sekitar usia 20 tahun, sedangkan wanita umumnya memiliki onset 20-30 tahun.
IV. PATOFISIOLOGI
Teori yang muncul berkenaan dengan patofisiologi skizofrenia adalah
skizofrenia muncul akibat aktivitas dopamin yang yang tinggi di dalam otak. Teori ini
muncul melalui dua observasi. Pertama, efektivitas dan potensi dari berbagai obat
antipsikotik (dopamine receptor antagonists) berhubungan dengan aktivitas
antagonisnya terhadap reseptor dopamin tipe 2 (D2). Kedua, obat yang meningkatkan
aktivitas dopaminergik seperti kokain dan amfetamin, bersifat psikotomimetik. Bagian
otak yang terlibat dalam aktivitas ini adalah jalur mesokortikal dan mesolimbik.
Peningkatan aktivitas dopamin pada jalur mesolimbikakan meningkatkan risiko
timbulnya gejala positif dari skizofrenia. Penurunan aktivitas dopamin pada jalur
mesokortikal akan meningkatkan risiko timbulnya gejala negatif dari skizofrenia.
Hasil di atas juga didukung oleh temuan-temuan pada penelitian selanjutnya.
Osdengan skizofrenia memiliki beberapa kelainan pada otak, yaitu pembesaran
ventrikel yang menyebabkan penurunan volume otak dan substansia grisea korteks.
Daerah seperti lobus frontal, amigdala, dan lobus temporalis medialis, cingulate
gyrus, dan superior temporal gyrus mengalami penurunan volume. Kondisi ini
akhirnya menyebabkan kelainan aktivitas pada daerah tersebut yang menyebabkan
timbulnya gejala-gejala dalam skizofrenia. Melalui pemeriksaan positive emission
tomography (PET), juga dapat diketahui penurunan aliran darah pada daerah frontal,
talamus, dan serebellum pada osdengan skizofrenia. Penurunan aktivitas pada daerah
prefrontal dihubungkan dengan penurunan aktivitas dopamin pada daerah tersebut.
V. MANIFESTASI KLINIS
Secara garis besar, manifestasi klinis dari skizofrenia terbagi dalam tiga bagian besar,
yaitu:

14

1. Gejala positif, terutama berupa delusi dan halusinasi. Gejala-gejala positif yang
dapat muncul. Delusi yang muncul dapat berupa delusion of control, delusion of
influence, delusion of passivity, dan delusion of perception. Halusinasi dapat
muncul pada berbagai indera, seperti taktil, olfaktorik, gustatorik, atau visual,
namun auditori adalah halusinasi yang paling sering muncul.
2. Gangguan dalam berpikir atau disorganisasi yang bermanifestasi dalam hal bicara
dan tingkah laku.5 Dalam bicara, disorganisasi yang timbul dapat berupa asosiasi
longgar sampai bentuk paling parah berupa word salad. Dalam tingkah laku,
disorganisasi muncul sebagai ketidakmampuan melakukan aktivitas sehari-hari
seperti menyiapkan makanan dan menjaga kebersihan diri, ataupun dapat berupa
perilaku seperti anak-anak dan agitasi yang tidak terduga.
3. Gejala negatif, berupa menarik diri, apatis, ketidakpedulian terhadap diri sendiri,
kemiskinan dalam bicara, dan lain-lain.
Kriteria diagnosis skizofrenia yang dipakai di Indonesia umumnya
menggunakan pedoman dari Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
di Indonesia. Kriteria tersebut adalah sebagai berikut:
1. Harus ada satu gejala berikut yang amat jelas:
a. Thought echo, thought insertion or thought withdrawal, thought
broadcasting.
b. Delusion of control, delusion of influence, delusion of pasivity, delusional
perseption.
c. Halusinasi auditorik
d. Waham-waham menetap jenis lain yang dianggap

penduduk setempat

dianggap tidak wajar atau mustahil.


2. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
a. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja.
b. Arus pikir yang terputus atau mengalami sisipan yang berakibat
inkoherensi atau neologisme.
c. Perilaku katatonik
d. Gejala-gejala negatif
3. Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas berlangsung selama kurun waktu
satu bulan atau lebih.
4. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan dari beberapa aspek perilaku pribadi.
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase
prodromal, fase aktif dan fase residual. Pada fase prodromal biasanya timbul gejala
gejala non spesifik yang lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari satu tahun
sebelum onset psikotik menjadi jelas. Gejala tersebut meliputi : hendaya fungsi
pekerjaan, fungsi sosial, fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri.
15

Perubahan perubahan ini akan mengganggu individu serta membuat resah keluarga
dan teman, mereka akan mengatakan orang ini tidak seperti yang dulu. Semakin
lama fase prodromal semakin buruk prognosisnya.
Pada fase aktif gejala positif / psikotik menjadi jelas seperti tingkah laku
katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek. Hampir semua
individu datang berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala gejala
tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami eksaserbasi atau terus bertahan.
Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala gejalanya sama dengan fase
prodromal tetapi gejala positif / psikotiknya sudah berkurang. Disamping gejala gejala
yang terjadi pada ketiga fase diatas, penderita skizofrenia juga mengalami gangguan
kognitif berupa gangguan berbicara spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan
dan eksekutif (atensi, konsentrasi, hubungan sosial).
VII. DIFERENSIAL DIAGNOSIS
Pasien dengan penyalahgunaan zat dapat datang dengan gejala yang mirip
dengan skizofrenia, sehingga diagnosis skizofrenia belum dapat ditegakkan bila
pasien sedang aktif menyalahgunakan zat. Pasien dengan depresi berat atau gangguan
bipolar juga dapat datang dengan gangguan psikotik, namun diagnosis dari gangguan
mood selalu diutamakan daripada diagnosis skizofrenia. Delirium juga memiliki
gejala seperti skizofrenia seperti delusi dan halusinasi. Perbedaan mendasar dari
kedua hal tersebut adalah onset penyakit. Delirium memiliki onset yang lebih cepat
daripada skizofrenia. Selain itu, apabila disertai penyakit penyerta, diagnosis delirium
lebih diutamakan daripada skizofrenia.
VIII. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan

untuk

mengobati

Skizofrenia

disebut

antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola


fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Osmungkin dapat mencoba beberapa jenis
antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benarbenar cocok bagi pasien . Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan
merupakan terapi obat-obatan pertama yang efektif untuk mengobati Skizofrenia.
Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu : antipsikotik
konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine).
a) Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik
konvensional.Walaupun

sangat

efektif,

antipsikotik

konvensional

sering
16

menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional


antara lain :
1. Haldol (haloperidol) 5. Stelazine ( trifluoperazine)
2. Mellaril (thioridazine) 6. Thorazine ( chlorpromazine)
3. Navane (thiothixene) 7. Trilafon (perphenazine)
4. Prolixin (fluphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik
konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical
antipsycotic. Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok konvensional).
Pertama, pada osyang sudah mengalami perbaikan (kemajuan) yang pesat
menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek samping yang berarti.
Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian antipskotik
konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum pil secara reguler.
Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu yang lama (long acting)
dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot formulations). Dengan depot
formulation, obat dapat disimpan terlebih dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan
secara perlahan-lahan. Sistem depot formulation ini tidak dapat digunakan pada
newer atypic antipsycotic.
b) Newer Atypcal Antipsycotic

Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya
berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan
antipsikotik konvensional.
Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
Risperdal (risperidone)
Seroquel (quetiapine)
Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien
-osdengan Skizofrenia.
c) Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang
pertama. Clozaril dapat membantu 25-50% osyang tidak merespon (berhasil)
dengan antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek
samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang
(1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk
melawan infeksi. Ini artinya, pasien yang mendapat Clozaril harus memeriksakan
kadar sel darah putihnya secara reguler. Para ahli merekomendaskan penggunaan
Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil.
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
Onset efek primer (efek klinis) : sekitar 2-4 minggu
17

Onset efek sekunder (efek samping) : sekitar 2-6 jam


Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak efek
samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga tidak begitu

mengganggu kualitas hidup pasien


Mulai dosis awal dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari sampai mencapai
dosis efektif (mulai peredaan sindroma psikosis) dievaluasi setiap 2 minggu dan
bila perlu dinaikkan dosis optimal dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi)
diturunkan setiap 2 minggu dosis maintanance dipertahankan 6 bulan sampai 2
tahun (diselingi drug holiday 1-2 hari/minggu) tapering off (dosis diturunkan tiap
2-4 minggu).
Efek Samping Obat-obat Antipsikotik
Karena penderita Skizofrenia memakan obat dalam jangka waktu yang lama,
sangat penting untuk menghindari dan mengatur efek samping yang timbul.
Mungkin masalah terbesar dan tersering bagi penderita yang menggunakan
antipsikotik konvensional gangguan (kekakuan) pergerakan otot-otot yang disebut
juga Efek samping Ekstra Piramidal (EEP). Obat-obat untuk Skizofrenia juga
dapat menyebabkan gangguan fungsi seksual, sehingga banyak penderita yang
menghentikan sendiri pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk mengatasinya
biasanya dokter akan menggunakan dosis efektif terendah atau mengganti dengan
newer atypical antipsycotic yang efek sampingnya lebih sedikit.
Efek samping lain yang jarang terjadi adalah neuroleptic malignant syndrome,
dimana timbul derajat kaku dan termor yang sangat berat yang juga dapat
menimbulkan komplikasi berupa demam, penyakit-penyakit lain. Gejala-gejala ini
membutuhkan penanganan yang segera.
2. Terapi Psikososial
a) Terapi perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan ketrampilan sosial
untuk meningkatkan kemampuan sosial, kemampuan memenuhi diri sendiri,
latihan praktis, dan komunikasi interpersonal. Perilaku adaptif adalah didorong
dengan pujian atau hadiah yang dapat ditebus untuk hal-hal yang diharapkan,
seperti hak istimewa. Dengan demikian, frekuensi perilaku maladaptif atau
menyimpang seperti berbicara lantang, berbicara sendirian di masyarakat, dan
postur tubuh aneh dapat diturunkan.
b) Terapi berorientasi-keluarga
18

Terapi ini sangat berguna karena osskizofrenia seringkali dipulangkan dalam


keadaan remisi parsial, dimana osskizofrenia kembali seringkali mendapatkan
manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah
periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga
adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota
keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena
skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu
optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofrenia dan dari
penyangkalan tentang keparahan penyakitnya.-Ahli terapi harus membantu
keluarga dan osmengerti skizofrenia tanpa menjadi terlalu mengecilkan hati.
Sejumlah penelitian telah menemukan bahwa terapi keluarga adalah efektif dalam
menurunkan relaps. Didalam penelitian terkontrol, penurunan angka relaps adalah
dramatik. Angka relaps tahunan tanpa terapi keluarga sebesar 25-50 % dan 5 - 10
% dengan terapi keluarga.
c) Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah,
dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara
perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi
kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan,
dan meningkatkan tes realitas bagi osskizofrenia. Kelompok yang memimpin
dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling
membantu bagi osskizofrenia.
d) Psikoterapi individual
Penelitian yang paling baik tentang efek psikoterapi individual dalam pengobatan
skizofrenia telah memberikan data bahwa terapi akan membantu dan menambah
efek terapi farmakologis. Suatu konsep penting di dalam psikoterapi bagi
osskizofrenia adalah perkembangan suatu hubungan terapetik yang dialami pasien
. Pengalaman tersebut dipengaruhi oleh dapat dipercayanya ahli terapi, jarak
emosional antara ahli terapi dan pasien , dan keikhlasan ahli terapi seperti yang
diinterpretasikan oleh pasien .
3. Perawatan di Rumah Sakit (Hospitalization)
Indikasi utama perawatan rumah sakit adalah untuk tujuan diagnostik,
menstabilkan medikasi, keamanan oskarena gagasan bunuh diri atau membunuh,
prilaku yang sangat kacau termasuk ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar.

19

Tujuan utama perawatan dirumah sakit yang harus ditegakkan adalah ikatan
efektif antara osdan sistem pendukung masyarakat. Rehabilitasi dan penyesuaian yang
dilakukan pada perawatan rumah sakit harus direncanakan. Dokter harus juga
mengajarkan osdan pengasuh serta keluarga ostentang skizofrenia.
Perawatan di rumah sakit menurunkan stres pada osdan membantu mereka
menyusun aktivitas harian mereka. Lamanya perawatan rumah sakit tergantung dari
keparahan penyakit osdan tersedianya fasilitas pengobatan rawat jalan. Rencana
pengobatan di rumah sakit harus memiliki orientasi praktis ke arah masalah
kehidupan, perawatan diri, kualitas hidup, pekerjaan, dan hubungan sosial. Perawatan
di rumah sakit harus diarahkan untuk mengikat osdengan fasilitas perawatan termasuk
keluarga pasien . Pusat perawatan dan kunjungan keluarga oskadang membantu
osdalam memperbaiki kualitas hidup.
IX. PROGNOSIS
Prognosis untuk skizofrenia hebefrenik sama dengan skizofrenia tipe lainnya,
prognosisnya pada umumnya kurang begitu menggembirakan. Sekitar 25% osdapat
kembali pulih dari episode awal dan fungsinya dapat kembali pada tingkat prodromal
(sebelum munculnya gangguan tersebut). Sekitar 25% tidak akan pernah pulih dan
perjalanan penyakitnya cenderung memburuk. Sekitar 50% berada diantaranya,
ditandai dengan kekambuhan periodik dan ketidakmampuan berfungsi dengan efektif
kecuali untuk waktu yang singkat. Faktor-faktor yang mempengaruhi prognosis
skizofrenia
1. Keluarga
Pasien membutuhkan perhatian dari masyarakat, terutama dari keluarganya.
jangan membeda-bedakan antara orang yang mengalami Skizofrenia dengan orang
yang normal, karena orang yang mengalami gangguan Skizofrenia mudah
tersinggung.
2. Inteligensi
Pada umumnya osSkizofrenia yang mempunyai Inteligensi yang tinggi akan lebih
mudah sembuh dibandingkan dengan orang yang inteligensinya rendah.
3. Pengobatan
Obat memiliki dua kekurangan utama. Pertama hanya sebagian kecil
os(kemungkinan 25%) cukup tertolong untuk mendapatkan kembali jumlah fungsi
mental yang cukup normal. Kedua antagonis reseptor dopamine disertai dengan
efek merugikan yang mengganggu dan serius. Namun osskkizofrenia perlu di beri
obat Risperidone serta Clozapine.
4. Reaksi Pengobatan
20

Dalam proses penyembuhan skizofrenia, orang yang bereaksi terhadap obat lebih
bagus perkembangan kesembuhan daripada orang yang tidak bereaksi terhadap
pemberian obat.
5. Stressor Psikososial
Apabila stressor dari skizofrenia ini berasal dari luar, maka akan mempunayi
dampak yang positif, karena tekanan dari luar diri individu dapat diminimalisir
atau dihilangkan. Begitu pula sebaliknya apabila stressor datangnya dari luar
individu dan bertubi-tubi atau tidak dapat diminimalisir maka prognosisnya adalah
negatif atau akan bertambah parah.
6. Kekambuhan
penderita skizofrenia yang sering kambuh prognosisnya lebih buruk.
7. Gangguan Kepribadian
Prognosis untuk orang yang mempunyai gangguan kepribadian akan sulit
disembuhkan. Besar kecilnya pengalaman akan memiliki peran yang sangat besar
terhadap kesembuhan.
8. Onset
Jenis onset yang mengarah ke prognosis yang baik berupa onset yang lambat dan
akut, sedangkan onset yang tidak jelas memiliki prognosis yang lebih baik.
9. Proporsi
Orang yang mempunyai bentuk tubuh normal (proporsional) mempunyai
prognosis yang lebih baik dari pada penderita yang bentuk tubuhnya tidak
proporsional.
10. Perjalanan penyakit
Pada penderita skizofrenia yang masih dalam fase prodromal prognosisnya lebih
baik dari pada orang yang sudah pada fase aktif dan fase residual.
11. Kesadaran
Kesadaran orang yang mengalami gangguan skizofrenia adalah jernih. Hal inilah
yang menunjukkan prognosisnya baik nantinya.

21

Prognosis Baik
Onset lambat
Faktor pencetus yang jelas
Onset akut
Riwayat sosial, seksual dan
pekerjaan

premorbid

yang

baik
Gejala

(terutama gangguan depresif)


Menikah
Riwayat keluarga gangguan

mood
Sistem pendukung yang baik
Gejala positif

gangguan

Prognosis Buruk
Onset muda
Tidak ada faktor pencetus
Onset tidak jelas
Riwayat
sosial
dan

mood

pekerjaan

premorbid yang buruk


Prilaku menarik diri atau autistik
Tidak menikah, bercerai atau janda/

duda
Sistem pendukung yang buruk
Gejala negatif
Tanda dan gejala neurologist
Riwayat trauma perinatal
Tidak ada remisi dalam 3 tahun
Banyak relaps
Riwayat penyerangan

DAFTAR PUSTAKA
Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ III. Jakarta : PT Nuh
Jaya;2003.p.46-51.
Maslim, Rusdi. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik Edisi ke-3.Jakarta; Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK-Unika Atma Jaya. 2007.
Maslim R. Diagnosis gangguan jiwa rujukan ringkas dari PPDGJ III. Jakarta : PT Nuh
Jaya;2003.p.46-51.
Sinaga BR. Skizofrenia dan diagnosis banding. Jakarta : FKUI;2007.p.42-51.

22

Saddock,JB, Saddock AC. Kaplan and Saddocks Synopsis of Psychiatry : Behavioral


Sciences, Clinical Psychiatry. Edisi ke 10. 2007. Philadelphia : Lippincott
Williams & Wilkins.

23

Anda mungkin juga menyukai