Anda di halaman 1dari 18

BABI

PENDAHULUAN

A.LATARBELAKANG
Kejang demam selama ini merupakan tipe kejang yang umumnya sering ditemukan
pada anak-anak terutama pada usia balita. Di Amerika Serikat, Amerika Selatan, dan
Eropa Barat sekitar 2-5% anak-anak menderita kejang demam di bawah usia 5 tahun
(Shinnar & Glauser (2002) dalam David, 2009). Di Denmark, Eropa Utara, angka
kematian akibat kejang demam mencapai 132 dari 100.000 anak (Vestergaard et al.,
2008). Penulis belum menemukan penelitian atau riset baik nasional maupun lokal
mengenai prevalensi atau insiden kejang demam di Indonesia. Namun di RS
Fatmawati, tercatat 36 kasus kejang demam yang didiagnosis dalam periode bulan
April sampai Mei 2013, jumlah terbesar dibandingkan kasus lainnya (RSUP
Fatmawati, 2013). Sebuah penelitian di Cina tahun 2006 menyatakan bahwa 103 dari
565 anak usia 1-6 tahun yang menderita kejang demam memiliki kekambuhan yang
cukup tinggi pada usia 1, 2, dan 3 tahun dengan jumlah persentase masing-masing
12,7%, 18,7%, dan 20,5% (Chung, Wat, dan Wong, 2006).
Kejang demam adalah peristiwa neurologis umum di antara anak-anak di seluruh
dunia, tetapi lebih banyak ditemukan pada daerah tropis (Birbeck, 2010). Di negara
berkembang, penduduk perkotaan sering tinggal di permukiman kumuh besar yang
kekurangan sanitasi dasar dan utilitas seperti air dan listrik (Unit For Sight, 2013).
Kurangnya infrastruktur dasar tersebut dapat memperburuk tingkat penyakit menular
atau infeksi yang merupakan pencetus timbulnya kejang demam. Kesadaran untuk
menerapkan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun juga masih tergolong rendah
pada masyarakat perkotaan (Mikail, 2011). Hal ini turut menjadi penyebab balita di
perkotaan memiliki risiko lebih tinggi terkena infeksi sehingga lebih berisiko
menderita kejang demam.
Epilepsy Foundation of America menyatakan 3-4% dari semua anak mengalami
setidaknya satu kali kejang demam dalam hidupnya (Epilepsy Foundation of America,
2012). Tiga puluh sampai 40% dari mereka yangmengalami kejang ini akan memiliki
kekambuhan, namun, sebagian besar pulih pada usia 5 tahun dan dapat berkembang
secara normal. Kasus kejang demam tersebut relatif sedikit untuk selanjutnya
berkembang menjadi epilepsi. Hanya 9% anak-anak yang mengalami tiga kali atau
lebih kejang demam dengan faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi (Epilepsy
Foundation of America, 2012). Beberapa faktor tersebut yaitu kejang pertama yang

terjadi sebelum usia 18 bulan, kejang terjadi dalam beberapa jam, demam yang
mencapai 38oC- 39oC, dan riwayat kejang demam keluarga dekat.
National Health Service (NHS) di UK menyatakan bahwa kejang demam umumnya
disebabkan oleh penyakit umum seperti infeksi saluran pernapasan atas virus seperti
flu, infeksi telinga atau roseola (virus yang menyebabkan suhu dan ruam). Kondisi lain
yang dapat menyebabkan suhu tinggi misalnya tonsillitis dan infeksi ginjal atau infeksi
saluran kemih (National Health Service/NHS, 2012). Manifestasi klinis kejang demam
meliputi kejadian yang tiba-tiba seperti kekakuan tubuh, kehilangan kesadaran yang
cepat, gerakan- gerakan otot tangan, kaki, dan wajah menyentak, nafas dapat ireguler,
dan tidak ada kemampuan mengunyah (White, 2005). Kejang demam biasanya terjadi
pada awal saat terjadi demam tinggi dan biasanya kejang terjadi hanya sekali dalam
waktu kurang dari 3 menit. Kejang dapat menyebabkan kerusakan sel-sel otak apabila
kejang terjadi lebih dari 5 menit (Nursewian, 2012).
Kejang demam pada anak membutuhkan penanganan yang tepat dan segera untuk
mencegah terjadinya kejang berulang. Pencegahan infeksi, demam, dan cedera menjadi
fokus utama dalam pemberian asuhan keperawatan kejang demam pada anak (Sara,
2002; Wong, 2004). Edukasi parental merupakan hal penting untuk diberikan karena
mayoritas orang tua umumnya percaya bahwa kejang demam adalah peristiwa yang
mengancam jiwa, dan sebagian orang tua tidak tahu apa yang harus dilakukan selama
episode kejang demam (Kayserili et al., 2008).
Penulis menemukan masalah yang terdapat pada anak yang mengalami kejang demam
yaitu demam yang hilang timbul. Demam disebabkan oleh antigen atau
mikoroorganisme yang menyebabkan peradangan dan pelepasan pirogen yang
merupakan zat yang menginduksi demam (Vera, 2013). Demam terjadi pada anak
dengan kejang demam akibat infeksi. Demam akan dialami anak selama penanganan
infeksi belum tuntas. Penanganan demam saat ini dilakukan dengan pemberian terapi
obat antipiretik, manajemen cairan, pemakaian baju yang tipis, dan pemberian tepid
sponge.
B. TUJUAN
1. TujuanUmum
Setelah menyelesaikankontrakbelajar,sayamampumelakukanasuhan
keperawatanpadaanakdengankejangdemam
2. TujuanKhusus
a. Menyebutkanpengertiankejangdemam
b. Menyebutkanpenyebabkekuranganoksigenpadakejangdemam
c. Menjelaskanpatofisiologikekuranganoksigenpadakejangdemam
d. Menyebutkanmanifestasiklinikkekuranganoksigenkejangdemam
e. Menyebutkanpemeriksaandiagnostikpadakasuskejangdemam
f. Menyebutkanpenatalaksanaankasuskejangdemam
g. Memberikantindakankeperawatanadaanakdengankekuranganoksigenpada
kejangdemam

BABII
TINJAUANTEORI
A.PENGERTIAN
Kejang demam adalah kejang yang muncul akibat demam pada bayi atau anak kecil
(National Institute of neurological Disorders and Stroke/ NINDS, 2013). Anak sering
kehilangan kesadaran selama kejang demam, dan tampak bergetar, bergerak kaki di
kedua sisi tubuh. Anak mungkin menjadi kaku atau bergetar hanya sebagian dari tubuh,
seperti tangan atau kaki, atau di sebelah kanan atau sisi kiri saja, tetapi ini lebih jarang
terjadi. Kejang demam yang paling terakhir satu atau dua menit, meskipun beberapa
dapat sesingkat beberapa detik sementara yang lain berlangsung selama lebih dari 15
menit (NINDS, 2013).
Kejang demam diklasifikasi menjadi dua jenis utama, yaitu kejang demam sederhana
dan kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana adalah jenis yang paling
umum dari kejang demam, terhitung sekitar 8 dari 10 kasus (NHS, 2012). Kejang yang
kurang umum terjadi adalah kejang demam kompleks dengan angka kejadian 2 dari 10
kasus. Masing-masing tipe kejang tersebut memiliki ciri khas atau manifestasi klinis
yang berbeda.
Patofisiologi dari kejang demam sampai saat ini masih belum sepenuhnya dipahami
(Shellhaas, et al., 2011). Faktor genetik diperkirakan menjadi penyebab pada sebagian
besar kasus kejang demam. Kejang ini dipicu oleh kenaikan suhu yang drastis yang
disebabkan oleh infeksi viral atau bakterial. Kenaikan suhu 1 C pada keadaan demam
akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan peningkatan kebutuhan
oksigen sampai 20% sehingga pada kenaikan suhu tertentu dapat terjadi perubahan
keseimbangan dari membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi ion K dan Na
melalui membran sel, dengan akibat lepasnya muatan listrik yang demikian besar
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitar dengan bantuan
neurotransmitter dan terjadilah kejang. Kejang dapat terjadi pada kenaikan suhu
sampai 38 C, ini terjadi pada anak yang memiliki ambang kejang yang rendah, namun
pada anak dengan ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu diatas
39oC (Elsevier, 2012).
Kejang demam yang berlangsung singkat umumnya tidak berbahaya dan tidak
meninggalkan gejala sisa, tetapi kejang demam yang berlangsung lama (>15 menit)
biasanya disertai dengan apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang mengakibatkan hipoksemia, hiperkapnea, dan asidosis laktat.
Faktor yang terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga berakibat meningkatnya permeabilitas vaskular dan udem otak serta
kerusakan sel neuron.

Klasifikasi
Kejang Kejang adalah malfungsi singkat dari sistem listrik otak yang terjadi karena
muatan neuron kortikal (Wong, 2004). Kejang diklasifikasikan menjadi dua yaitu
kejang parsial dan kejang umum.
2.2.1 Kejang Parsial Kejang parsial dimulai dengan pelepasan listrik di satu daerah
tertentu dari otak. Beberapa hal berbeda dapat menyebabkan kejang parsial, misalnya
cedera kepala, infeksi otak, stroke, tumor, atau perubahan dalam cara daerah otak

dibentuk sebelum lahir (disebut displasia kortikal). Penyebab kejang parsial masih
belum jelas tetapi faktor genetik mungkin berperan (Schachter, 2013). Kejang parsial
diklasifikasikan lagi menjadi tiga yaitu kejang parsial sederhana, kejang sensori
khusus, dan kejang parsial kompleks (Wong, 2004).
Kejang parsial sederhana ditandai dengan kondisi yang tetap sadar dan waspada, gejala
motorik terlokalisasi pada salah satu sisi tubuh. Manifestasi lain yang tampak yaitu
kedua mata saling menjauh dari sisi fokus, gerakan tonik-klonik yang melibatkan
wajah, salivasi, bicara berhenti, gerakan klonik terjadi secara berurutan dari mulai kaki,
tangan, atau wajah (Wong, 2004). Kejang sensori khusus dicirikan dengan berbagai
sensasi. Kebas, kesemutan, rasa tertusuk, atau nyeri yang berasal dari satu lokasi
(misalnya wajah atau ekstremitas) dan menyebar ke bagian tubuh lainnya merupakan
beberapa manifestasi kejang ini. Pengelihatan dapat membentuk gambaran yang tidak
nyata. Kejang ini tidak umum pada anak-anak di bawah usia 8 tahun (Wong, 2004).
Kejang parsial kompleks lebih sering terjadi pada anak-anak dari usia 3 tahun sampai
remaja. Kejang ini dicirikan dengan timbulnya perasaan kuat padadasar lambung yang
naik ke tenggorokan, adanya halusinasi rasa, pendengaran, atau penglihatan. Individu
juga sering mengalami perasaan deja-vu. Penurunan kesadaran terjadi dengan tandatanda individu tampak linglung dan bingung, dan tidak mampu berespons atau
mengikuti instruksi. Aktivitas berulang tanpa tujuan dilakukan dalam keadaan
bermimpi, seperti mengulang kata-kata, menarik-narik pakaian, mengecap-ngecapkan
bibir, mengunyah, atau bertindak agresif (kurang umum pada anak-anak). Anak dapat
merasa disorientasi, konfusi, dan tidak mengingat fase kejang pada saat pasca kejang
(Wong, 2004).
2.2.2 Kejang Umum Kejang umum terbagi menjadi kejang tonik-klonik, kejang atonik,
kejang akinetik, dan kejang mioklonik (Wong, 2004).
Kejang tonik-klonik merupakan kejang yang paling umum dan paling dramatis dari
semua manifestasi kejang dan terjadi tiba-tiba. Fase tonik dicirikan dengan mata
tampak ke atas, kesadaran hilang dengan segera, dan bila berdiri langsung terjatuh.
Kekakuan terjadi pada kontraksi tonik simetrik pada seluruh otot tubuh yaitu lengan
biasanya fleksi, kaki, kepala, dan leher ekstensi. Tangisan melengking terdengar dan
tampak adanya hipersalivasi. Fase klonik ditunjukkan dengan gerakan menyentak kasar
pada saat tubuh dan ekstremitas berada pada kontraksi dan relaksasi yang berirama.
Hipersalivasi menyebabkan mulut tampak berbusa. Anak juga dapat mengalami
inkontinensia urin dan feses. Gerakan berkurang saat kejang berakhir, terjadi pada
interval yang lebih panjang, lalu berhenti secara keseluruhan (Wong, 2004).
Kejang atonik disebut juga serangan drop dan biasa terjadi antara usia 2 dan 5 tahun.
Kejang ini terjadi tiba-tiba dan ditandai dengan kehilangan tonus otot sementara dan
kontrol postur. Anak dapat jatuh ke lantai dengan keras dan tidak dapat mencegah jatuh
dengan menyangga tangan, sering terjadi kulai kepala, sehingga dapat menimbulkan
cedera serius pada wajah, kepala, atau bahu. Anak tidak atau dapat mengalami
kehilangan kesadaran sementara (Wong, 2004).
Kejang akinetik ditandai dengan adanya gerakan lemah tanpa kehilangan tonus otot.
Anak tampak kaku pada posisi tertentu dan tidak jatuh. Anak biasanya mengalami
gangguan atau kehilangan kesadaran (Wong, 2004).
Kejang mioklonik dapat terjadi dalam hubungannya dengan bentuk kejang lain. Kejang
ini dicirikan dengan kontraktur tonik singkat dan tiba-tiba dari suatu otot atau
sekelompok otot. Kejang terjadi sekali atau berulang tanpa kehilangan kesadaran
dengan jenis simetrik atau asimetrik (Wong, 2004).
B. ETIOLOGI

Menurut Mansjoer, dkk (2000: 434) Lumban Tobing (1995: 18-19) dan
Whaley and Wong (1995: 1929)
1. Demam itu sendiri
Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media,
pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih, kejang tidak selalu
timbul pada suhu yang tinggi.
2. Efek produk toksik daripada mikroorganisme
3. Respon alergik atau keadaan umum yang abnormal oleh infeksi.
4. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit.
5. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan, yang tidak
diketahui atau enselofati toksik sepintas.
Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor
presipitasi kejang demam: cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu
sakit demam atau dimana demam mendadak tinggi karena infeksi
pernafasan bagian atas. Demam lebih sering disebabkan oleh virus
daripada bakterial.

C. PATOFISIOLOGI
Peningkatansuhutubuhdapatmengubahkeseimbangandarimembranselneurondan
dalamwaktusingkatterjadidifusiionkaliumdannatriummelaluimembrantersebut
dengan akibat teerjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnyasehinggadapatmeluaskeseluruhselmaupunmembranselsekitarnyadengan
bantuanbahanyangdisebutneurotransmiterdanterjadikejang.Kejangdemamyang
terjadisingkatpadaumumnyatidakberbahayadantidakmeninggalkangejalasisa.
Tetapikejangyangberlangsunglama(lebihdari15menit)biasanyadisertaiapnea,
meningkatnyakebutuhanoksigendanenergiuntukkontraksiototskeletyangakhirnya
terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat yang disebabkan oleh metabolisme
anaerobik,hipotensiarterialdisertaidenyutjantungyangtidakteraturdansuhutubuh
makin meningkat yang disebabkan oleh makin meningkatnya aktivitas otot, dan
selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Faktor terpenting adalah
gangguanperedarandarahyangmengakibatkanhipoksiasehingga

meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mngakibatkan


kerusakanselneuronotak.Kerusakanpadadaerahmediallobustemporalissetelah
mendapatserangankejangyangberlangsunglamadapatmenjadimatangdikemudian
hari sehingga terjadi serangan epilepsi spontan, karena itu kejang demam yang
berlangsunglamadapatmenyebabkankelainananatomisdiotakhinggaterjadiepilepsi.

D. MANIFESTASIKLINIK
1. Kejangparsial(fokal,lokal)
a. Kejangparsialsederhana:
Kesadarantidakterganggu,dapatmencakupsatuataulebihhalberikutini:
Tanda tandamotoris, kedutanpadawajah,atausalah satusisitubuh;
umumnyagerakansetipakejangsama.
Tanda atau gejala otonomik: muntah, berkeringat, muka merah, dilatasi
pupil.
Gejala somatosensorisatausensoriskhusus :mendengarmusik,merasa
seakanajtuhdariudara,parestesia.
Gejalapsikis:dejavu,rasatakut,visipanoramik.
b. Kejangparsialkompleks
Terdapat gangguan kesadaran, walaupun pada awalnya sebagai kejang
parsialsimpleks
Dapat mencakup otomatisme atau gerakan otomatik : mengecap
ngecapkan bibir,mengunyah, gerakan menongkel yang berulang ulang
padatangandangerakantanganlainnya.
Dapattanpaotomatisme:tatapanterpaku
2. Kejangumum(konvulsiataunonkonvulsi)
a. Kejangabsens
Gangguankewaspadaandanresponsivitas
Ditandaidengantatapanterpakuyangumumnyaberlangsungkurangdari
15detik

Awitandanakhirancepat,setelahitukempaliwaspadadankonsentrasi
penuh
b. Kejangmioklonik
Kedutankedutaninvolunterpadaototatausekelompokototyangterjadi
secaramendadak.
Seringterlihatpadaorangsehatselaamtidurtetapibilapatologikberupa
kedutankeduatnsinkrondaribahu,leher,lenganatasdankaki.
Umumnyaberlangsungkurangdari5detikdanterjadidalamkelompok
Kehilangankesadaranhanyasesaat.
c. Kejangtonikklonik
Diawalidengankehilangankesadarandansaattonik,kakuumumpadaotot
ekstremitas,batangtubuhdanwajahyangberlangsungkurangdari1menit
Dapatdisertaihilangnyakontrolususdankandungkemih
Saattonikdiikutiklonikpadaekstrenitasatasdanbawah.
Letargi,konvulsi,dantidurdalamfasepostictal
d. Kejangatonik
Hilngnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak
mataturun,kepalamenunduk,ataujatuhketanah.
Singkatdanterjaditanpaperingatan.

E. PEMERIKSAANDIAGNOSTIK
1. Elektroensefalogram ( EEG ) : dipakai unutk membantu menetapkan jenis dan
fokusdarikejang.
2. Pemindaian CT : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya
untukmendeteksiperbedaankerapatanjaringan.

3. Magneti resonance imaging ( MRI ) : menghasilkan bayangan dengan


menggunakan lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk
memperlihatkandaerah daerahotakyangitdakjelasterlihtbilamenggunakan
pemindaianCT
4. Pemindaianpositronemissiontomography(PET):untukmengevaluasikejang
yangmembandeldanmembantumenetapkanlokasilesi,perubahanmetabolikatau
aliranndarahdalamotak
5. Ujilaboratorium
Pungsilumbal:menganalisiscairanserebrovaskuler
Hitungdarahlengkap:mengevaluasitrombositdanhematokrit
Panelelektrolit
Skriningtoksikdariserumdanurin
GDA
Kadarkalsiumdarah
Kadarnatriumdarah
Kadarmagnesiumdarah
G.PENATALAKSANAAN
MEDIS:
1. MemberantaskejangSecepatmungkin
Diberikanantikonvulsansecaraintravenajikaklienmasihdalamkeadaankejang,
ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi suntikan kedua
dengan dosisyang sama juga secara intravena. Setelah 15 menit suntikan ke2
masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui
intramuskuler,diharapkankejangakanberhenti.Bilabelumjugaberhentidapat
diberikanfenobarbitalatauparaldehid4%secaraintravena.
2.Pengobatanpenunjang
Sebelum memberantas kejang tidak boleh Dilupakan perlunya pengobatan
penunjang
Semuapakaianketatdibuka
Posisikepalasebaiknyamiringuntukmencegahaspirasiisilambung

Usahakanagarjalannafasbebasuntukmenjaminkebutuhanoksigen,bilaperlu
dilakukanintubasiatautrakeostomi.
Penhisapanlendirharusdilakukansecaraterturdandiberikanoksigen.
3. Pengobatanrumat
Profilaksisintermiten
Untukmencegahkejangberulang,diberikanobatcampuranantikonvulsandan
antipietika. Profilaksis ini diberikan sampai kemungkinan sangat kecil anak
mendapatkejangdemamsederhanayaitukirakirasampaianakumur4tahun.
Profilaksisjangkapanjang
Diberikanpadakeadaan
Epilepsiyangdiprovokasiolehdemam
Kejangdemamyangmempunyaiciri:

Terdapatgangguanperkembangansarafsepertiserebralpalsi,retardasi
perkembangandanmikrosefali

Bilakejangberlangsunglebihdari15menit,berdifatfokalataudiikiuti
kelainansarafyangsementaraataumenetap

Riwayatkejangtanpademamyangbersifatgenetik

Kejangdemampadabayiberumurdibawahusia1bulan

4. Mencaridanmengobatipenyebab
Penatalaksanaan Keperawatan
1 Baringkan klien di tempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasang sudip lidah yang
telah dibungkus kasa.
2 Singkirkan benda-benda yang ada di sekitar klien, lepaskan pakaian yang
mengganggu
pernafasan,
misalnya
:
ikat
pinggang,
gurita.

KOMPLIKASI
Menurut Lumbantobing ( 1995: 31) Dan Staff Pengajar Ilmu Kesehatan Anak
FKUI (1985: 849-850). Komplikasi kejang demam umumnya berlangsung
lebih dari 15 menit yaitu :
1. Kerusakan otak
Terjadi melalui mekanisme eksitotoksik neuron saraf yang aktif sewaktu
kejang melepaskan glutamat yang mengikat resptor MMDA ( M Metyl D
Asparate ) yang mengakibatkan ion kalsium dapat masuk ke sel otak yang
merusak sel neuoran secara irreversible.

2. Retardasi mental
Dapat terjadi karena deficit neurolgis pada demam neonatus.

ASUHANKEPERAWATANPADAANAKDENGANKEJANGDEMAM
A. Pengkajian
Pengkajianneurologik:
1.

Tanda
tanda

vital

Suhu
Pernapasan
Denyut jantung
Tekanan darah
Tekanannadi
2. Hasilpemeriksaankepala

Fontanel:menonjol,rata,cekungLingkarkepala:dibawah2tahun
BentukUmum
3.

ReaksipupilUkuran
ReaksiterhadapcahayaKesamaanrespon

4. Tingkatkesadaran
Kewaspadaan:responterhadappanggilanIritabilitas
Letargidanrasamengantuk
Orientasiterhadapdirisendiridanoranglain
5. Afek
AlamperasaanLabilitas
6.

AktivitaskejangJenis

Lamanya
7. Fungsisensoris
ReaksiterhadapnyeriReaksiterhadapsuhu
8. Refleks
ReflekstendosuperfisialReflekpatologi
9. Kemampuanintelektual
KemampuanmenulisdanmenggambarKemampuanmembaca

a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan


Adanya riwayat keluarga dengan kejang demam, kejang terjadi pada
usia 2-5 tahun, adanya riwayat infeksi, lemah, badan/kulit teraba panas,
kejang kurang dari 5 menit, kehilangan kesadaran, sianosis
b. Pola nutrisi dan metabolik
Mual dan muntah berhubungan dengan aktivitas kejang, nafsu makan
menurun, berat badan menurun, membrane mukosa kering, konjungtiva
tampak anemis, dan suhu tubuh meningkat
c. Pola eliminasi
Frekuensi meningkat konsistensi cair, diare
d. Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan

umum,

kehilangan

kesadaran

infolunter/kontraksi otot, kaku, penurunan tonus otot


e. Pola persepsi dan konsep diri

singkat,

gerakan

Perasaan cemas, ketakutan dengan kondisi anak dikemudian hari


f. Pola sistem nilai dan kepercayaan
Nilai keyakinan mungkian meningkat seiring kebutuhan untuk mendapat
sumber kesembuhan dari Tuhan

2.

Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul:

a.

Hipertermi b/d adanya proses infeksi

b.

Resiko tinggi cedera fisik b/d aktifitas motorik yang meningkat (kejang)

c.

Resiko tinggi pola nafas tidak efektif b/d penurunan neuromuscular

d.

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang

e.

Resiko tinggi perubahan volume cairan kurang dari kebutuhanan tubuh b/d
pengeluaran yang berlebihan

f.

Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan ke otak b/d penurunan suplai O2

3.

Perencanaan Keperawatan

a.

Hipertermi b/d adanya proses infeksi


HYD: suhu normal 36oC 37oC pada klien dalam jangka waktu 2 hari
Intervensi:

1)

Kaji penyebab hipertermi


R/ hipertermi merupakan salah satu gejala/kompensasi tubuh terhadap
adanya infeksi baik secra lokal maupun secara sistematik

2)

Observasi TTV
R/

pada

klien

hipertermi

terjadi

kenaikan

TTV

terutama

suhu,

nadi,

pernapasan. Hal ni disebabkan karana metabolisma tubuh meningkat.


3)

Beri kompres hangat pada bagian dahi atau ketiak


R/ daerah dahi dan aksila merupakan jaringan tipis dan terdapat pembulu
darah sehingga proses vasodilatasi pembuluh darah lebih cepat sehinggga
pergerakan-pergerakan molekul cepat sehinga evaporasi meningkat dengan
cepat

4)

Beri minum sedikit-sedikit tapi sering

R/ untuk mengganti cairan yang hilang dan untuk mempertahankan cairan di


dalam tubuh
5)

Pakaikan pakaian yang tipis yang dapat menyerap keringat


R/ pakaian yang tipis dapat membantu mempercepat proses evaporasi

6)

Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiretik

b.

Resiko tinggi cedera fisik b/d aktifitas motorik yang meningkat (kejang)
HYD: lidah tidak tergigit dan jatuh ke belakang
Intevensi

1)

Jelaskan pada keluarga akibat-akibat yang terjadi sat kejang berulang (lidah
tergigit)
R/ panjelasan yang baik dan tepat sangat penting untuk meningkatkan
pengetahuan dalam mengatasi kejang (lidah tergigit)

2)

Sediakan spatel lidah yang telah dibungkur gaas verban


R/ sptel llidah digunakan untuk menahan lidah jjika tergigit

3)

Beri posisi miring kiri/kanan


R/ mencegah aspirasi pada lambung

4)

Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti konvulsan


R/ obat anti konvulsan sebagai pengatur gerakan motorik dalam hal ini anti
konvulsan menghentikan gerakan motorik yang berlebihan

c.

Resiko tinggi pola nafas tidak efektif b/d penurunan neuromuscular


HYD : mempertahankan pola napas efektif
Intervensi:

1)

Anjurkan pasien mengosongkan mulut dari benda atau zat tertentu


R/ menurunkan resiko aspirasi atau masuknya suatu benda asing ke faring.

2)

Letakkan pasien pada posisi miring dan permukaan datar


R/ mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan napas

3)

Masukkan spatel lidah/jalan napas buatan


R/ mencegah tejatuhnya lidah dan memfasilitasi saat melakukan pengisapan
lendir

4)

Kolabori dalm pemberian oksigen sesuai indikasi.


R/ menurunkan hipoksia serebral sebagai akibat dari sirkulasi yang menurun

d.

Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan ke otak b/d penurunan suplai O2


HYD: gangguan perfusi jaringan otak tidak terjadi

Intervensi:
1)

Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan terentu atau yang


menyebabkan penurunan perfusi jaringan otak
R/

penurunan

tanda

atau

gejala

neurologis

atau

kegagalan

dalam

pemulihannya setelah serangan awal menunjukkan bahwapasien itu perlu


dipindahkan ke keperawatan intensif
2)

Observasi TTV
R/ periksa TTV sangat penting untuk mnegetahui tindakan selanjutnya

3)

Pertahankan leher atau kepala pada posisi tengah kemudian sokong dengan
handuk kecil atau bantal kecil
R/ kepala yang miring pada satu sisi akan menekan vena jungularis dan
menghambat aliran darah vena yang selanjutnya meningkatkan TIK

4)

Berikan waktu istirahat diantara aktifitas keperawatan yang dilakukan


R/ aktifitas yang dilakukan terus menerus dapat meningkatkan TIK dengan
menimbulkan efek stimulasi kumulatif

5)

Catat adanya refleks-refleks menelan, batuk, babinski dan reaksi pupil


R/ penurunan refleks menandakan adanya kerusakan pada tigkat otak tengah
atau batang otak yang sangat berpengaruh langsungj terhadap keamanan
pasien.

6)

Anjurkan orang terdekat (keluarga) untuk berbicara dengan pasien.


R/ ungkapan keluarga yang menyenangkan pasien tampak mempunyai efek
relaksasi pada beberapa pasien.

e.

Kecemasan orang tua berhubungan dengan dampak hospitalisasi


Hasil yang diharapkan : orang tua tidak merasa cemas
Intervensi :

1)

Kaji persepsi orang tua terhadap penyakit klien


R/ persepsi yang positif dalm membina kerja sama yang baik dalam proses
keperawatan.

2)

Beri sopport pada keluargaa bahwa klien akan sembuh kalau rutin dalam
perawatan dan pengobatan
R/ menaati anjuran atau larangan serta ketekunan mengkonsummsi obat
dapat mempercepat proses penyembuhan.

3)

Berikan kesempatan mengungkapakan perasaannya (apa yang dirasakan


orang tua saat itu)
R/ mengurangi beban psikologis dengan menyalurkan aspek emosional secara
efektif dan cepat.

4)

Beri informasi tentang cara mengatasi kejang seperti ana dibaringkan di


tempat yang datar, kepalanya dimiringkan dan pasang gagang sendok yang
telah dibungkus kain bersih.
R/ dapat meningkatkan pengetahuan orang tua sehingga dapat mengurangi
kecemasan.

5)

Anjurkan kepada keluarga untuk selalu berdoa dan mendekatkan diri kepada
Tuhan.
R/ dengan mendekatkan diri pada Tuhan dapat mengurangi ansietas orang tua

4.

Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat
bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi
dan dimonitor kemajuan kesehatan klien.

5.

Evaluasi
Merupakan tahap terakhir dalam proses keperawatan. Tujuan evaluasi
adalah untuk menilai apakah tujuan dalam keperawatan tercapai atau tidak
untuk melakukan pengkajian ulang untuk menilai apakah tujuan tercapai
sebagian, seluruhnya atau tidak tercapai dapat dibuktikan dari perilaku pasien
dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Dalam hal ini juga sebagai langka koreksi terhadap rencana keperawatan
semula. Untuk mencapai rencana keperawatan berikutnya yang lebih relevan.

6.

Penkes
Orangtua sering panik menghadapi kejang karena merupakan peristiwa
yang menakutkan.
Kecemasan ini dapat dikurangi dengan antara lain:

a.

Meyakinkan bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik

b.

Memberitahukan cara penanganan kejang

c.

Memberi informasi tentang risiko kejang berulang

d.

Pemberian obat pencegahan memang efektif, tetapi harus diingat risiko efek
samping obat
Jika anak kejang, lakukan hal berikut :

a.

Tetap tenang dan tidak panik

b.

Kendorkan pakaian yang ketat, terutama sekitar leher

c.

Jika tidak sadar, posisikan anak telentang dengan kepala miring. Bersihkan
muntahan atau lendir di mulut dan/atau hidung. Walaupun ada risiko lidah
tergigit, jangan masukkan apapun ke dalam mulut.

d.

Ukur suhu tubuh, catat lama dan bentuk/sifat kejang

e.

Tetap bersama anak selama kejang

f.

Berikan diazepam per rektal. Jangan diberikan jika kejang telah berhenti.

g.

Bawa ke tenaga kesehatan atau rumahsakit jika kejang berlangsung 5


menit.

BABV
KESIMPULANDANSARAN
A.KESIMPULAN
Kejang demam adalah suatu keadaan dimana bangkitan kejang yang
terjadi karena peningkatan suhu tubuh (suhu rectal > 380 C yang sering di
jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.
Kejang

demam

merupakan kelainan

neurologis yang sering

dijumpai pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi
sistem saraf pusat. Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Anak
akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan
memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan
terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang,
anak akan segera normal kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1
menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi selama lebih dari 15 menit.

Oleh karena itu, sangat penting bagi para orang tua untuk melakukan
pemeriksaan sedini mungkin pada anaknya agar hal-hal yang tidak di inginkan
dapat diketahui secara dini sehingga kejang demam dapat dicegah sedini
mungkin

B. SARAN
1. Perlu diperhatikan dalam pembeian antikonvulsan dan antipiretika, dosis harus
dihiung dengan tepat karena pemakaian antikonvulsan dapat mendepresi pusat
pernafasan.
2. Alangkahlebihbaikjikaorangtuaanakdiberikanpengetahuantentangkompres
yangefektif
Untuk

meningkatkan

kulaitas

pelayanan

keperawatan

maka

penulis

memberikan saran-saran sebagai berikut;


1.

Pada pengkajian perawat perlu melakukan pengkajian dengan teliti

melihat

kondisi

klien

serta

senantiasa

mengembangkan

teknik

terapeutik dalam berkomunikasi dengan klien.


2.

Agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan serta sikap profesionl


dalam menetapkan diagnosa keperawtan
3.

Diharapkan kerja sama yang baik dari berbagai pihak dari tim

kesehatan

lainnya

khususnya

dari

pihak

keluarga

agar

selalu

mengunjungi klien dalam menunjang keberhasilan perawatan dan


pengobatan.

DAFTARPUSTAKA
1. ArjatmoT.(2001).KeadaanGawatYangMengancamJiwa.Jakarta:gayabaru
2. BetzCecilyL,SowdenLindaA.(2002). BukuSakuKeperawatanPediatri.Jakarta:
EGC.
3. Hidayat, Azis Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Edisi:1.
Jakarta: Salemba medika.

4. Ngastiyah.(1997).PerawatanAnakSakitJakarta:EGC
5. SacharinRosaM.(1996). PrinsipKeperawatanPediatrik.Alihbahasa:Maulanny
R.F.Jakarta:EGC.
6. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. (2007). Ilmu Kesehatan Anak. Edisi: 11. Jakarta: Infomedika

7. Syaifudin (2006). Anatomi Fisiologi untuk mahasiswa keperawatan. Editor:


Monica Ester. Edisi: 3. Jakarta: ECG

8. , ( 2003 ). KejangPadaAnak.www.Pediatrik.com/knal.php

Anda mungkin juga menyukai