Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH PENGANTAR TEKNIK LINGKUNGAN

PEMANFAATAN BIOGAS SEBAGAI BAHAN BAKAR ENERGI


ALTERNATIF PEMBANGKIT LISTRIK DENGAN MEMANFAATKAN
POTENSI PADA KOTORAN SAPI

Oleh :
Kelompok 6

NAMA MAHASISWA
Faesol Syafaul Said
Badrul Munir
Dovy Risko Baskoro
Rizky Thursiadi

NIM
(121910201051)
(1219102010)
(1219102010)
(1219102010)

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO STRATA 1


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS JEMBER
TAHUN 2014

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Telah kita ketahui bersama bahwa ketersediaan sumber energi alam ini telah semakin
menipis ketersediaanya bahkan bisa dikatakan hampir habis. Jika hal ini terjadi maka tidak
menutup kemungkinan pada masa-masa yang akan datang kita akan berada pada kondisi
dimana krisis energi melanda yang akan berdampak pada kehidupan manus. Oleh karena itu
upaya pencarian dan inovasi terhadap bahan bakar energi alternatif semakin gencar dilakukan
salah satunya adalah pemanfaaan biogas sebagai salah satu bahan bakar energi alternatif yang
dapat menjawab sedikit permasalahan terhadap semakin menipisnya ketersediaan sumber
energi di alam ini.Jika Perkembangan jumlah penduduk di suatu daerah akan berbanding lurus
dengan kebutuhan akan energi listrik di daerah tersebut. Namun hal itu berbanding terbalik
dengan penyediaan energi listrik, semakin hari cadangan sumber energi tidak terbarukan yang
selama ini menjadi bahan bakar utama pembangkit di Indonesia semakin menipis, sehingga
penyediaan energi listrik juga ikut tersendat. Oleh karena itu, perlu dipikirkan suatu energi
alternatif terbarukan untuk mengatasi krisis tersebut.
Indonesia sebagai negara tropis memiliki potensi akan sumberdaya energi alternatif
yang sangat melimpah akan tetapi kurangnya pengelolaan yang mendalam dan serius
mengakibatkan potensi sumber daya ini terbuang percuma tanpa menghasilkan nilai tambah
yang cukup baik. Salah satu energi alternatif tersebut adalah pemanfaatan energi biogas.
Biogas dapat dikategorikan sebagai bioenergi, karena energi yang dihasilkan berasal dari
biomassa. Biomassa adalah materi organik berusia relatif muda yang berasal dari makhluk
hidup atau produk dan limbah industri budidaya (pertanian, perkebunan, kehutanan,
peternakan, dan perikanan). Biogas adalah gas produk akhir pencernaan/degradasi anaerobik
(dalam lingkungan tanpa oksigen) oleh bakteri-bakteri methanogen. Dan salah satu limbah
yang dihasilkan dari aktifitas kehidupan manusia adalah limbah dari usaha peternakan sapi
yang terdiri feses, urin, gas, dan sisa makanan ternak. Potensi limbah peternakan sebagai salah
satu bahan baku pembuatan biogas dapat ditemukan disentra-sentra peternakan, terutama
peternakan dengan skala besar yang menghasilkan limbah dalam jumlah besar dan rutin.
Biogas merupakan renewable energy yang dapat dijadikan bahan bakar alternatif untuk
menggantikan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti minyak tanah dan gas alam
(Houdkova et.al., 2008).

1.2 Rumusan Masalah

1. Upaya apa yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan potensi yang terkandung pada
kotoran ternak sapi baik itu feses, urin, maupun sisa pakan ternak sapi yang
keberadaanya dirasa masih cukup banyak dan belum ada tindak lanjutnya.
2. Bagaimana pemanfaatan potensi pada kotoran sapi terkait penggunaanya sebagai
bahan baku biogas yang selanjutnya dikonversi menjadi energi litrik atau Pembangkit
Listrik Biogas.
3. Seberapa besar energi output yang bisa dihasilkan yang dapat dimanfaatkan sebagai
bahan bakar alternatif sehingga dapat digunakan untuk menjalankan pembangkit
listrik.
1.3 Tujuan dan Manfaat
1. Dapat mengetahui upaya-upaya yang bisa dilakukan untuk memanfaatkan potensi
yang terdapat pada kotoran sapi baik itu feses, urine maupun sisa-sisa makanan yang
terbuang percuma.
2. Dapat mengetahui pemanfaatan kotoran sapi yang dapat digunakan sebagai bahan
baku biogas dan mengetahui proses pengkonversiannya sehingga menjadi energi listrik
3. Mengetahui seberapa besar energi yang dihasilkan dari pemanfaatan kotoran sapi ini
sebagai bahan baku biogas untuk membangkitkan pembangkit listrik.
1.4 Batasan Masalah
1. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan biogas ini adalah kotoran sapi.
2. biogas hasil pemanfaatan kotoran sapi ini hanya dimanfaatkan untuk pembangkitan
tenaga listrik tidak untuk keperluan lain seperti memasak, dan lain sebagainya.
3. Menganalisa dan menghitung besarnya energi biogas yang dihasilkan, kapasitas
pembangkit listrik tenaga biogas
4. Mengkaji pemanfaatan limbah peternakan sehingga bisa menghasikan tenaga listrik
yang optimal.

BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Tahap Pembentukan Biogas
Perkembangan dan pertumbuhan industri peternakan memberikan dampak
yang positif dan negatif. Disatu sisi pertumbuhan industri peternakan ini dapat sedikit
menjawab tentang permasalahan krisis energi yang belakangan ini menjadi isu yang
berkembang dikalangan public disamping pemanfaatan pokoknya yaitu daging yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan akan konsumsi daging bagi masyarakat itu
1

sendiri. Namun disisi lain perkembangan dan pertumbuhan industri peternakan sapi
menimbulkan penumpukan limbah peternakan termasuk di dalamnya limbah peternakan
sapi. Limbah ini menjadi polutan karena dekomposisi kotoran ternak berupa BOD dan
COD (biological/chemical oxygen demand), bakteri patogen sehingga menyebabkan
polusi air (terkontaminasinya air bawah tanah, air permukaan), polusi udaraa dengan
debu dan bau yang ditimbulkannya.
Biogas merupakan energi yang dapat dijadikan bahan bakar alternatif untuk
menggantikan bahan bakar yang berasal dari fosil seperti minyak bumi dan gas alam
(houdkova et.al.,2008). Biogas juga sebagai salah satu jenis bioenergi yang didefinisikan
sebagai gas yang dilepaskan jika bahan-bahan organik seperti kotoran ternak, kotoran
manusia, jerami, sekam, dan daun-daun hasil sortiran sayur difermentasi atau mengalami
proses metanisasi (hambali E.,2008). Gas ini berasal dari berbagai macam limbah organik
seperti sampah, biomassa, kotoran manusia, kotoran hewan dapat dimanfaatkan menjadi
energi melalui proses anaerobik digestion (pambudi, 2008). Biogas yang terbentuk dapat
dijadikan bahan bakar karena mengandung gas metan (CH4) dalam persentase yang
cukup tinggi. Komponen biogas tersajikan pada tabel 2.1
Tabel 2.1
Jenis gas
Metan (CH4)
Karbondioksida (CO2)
Air (H2O)
Hidrogen sulfide (H2S)
Nitrogen (N2)
Hidrogen
Sumber : bacracharya, dkk, 1985

persentase
50-70 %
30-40%
0,3 %
Sedikit sekali
1-2%
5-10%

Sebagai pembangkit tenaga listrik, energi yang dihasilkan oleh biogas setara
dengan 60-100 watt lampu selama 6 jam penerangan. Kesetaraan biogas dibandingkan
dengan bahan bakar lain dapat dilihat pada tabel 2.2
Tabel 2.2 nilai kesetaraan biogas da energi yang dihasilkan
Aplikasi
1m3 biogas

1m3 biogas setara dengan


Elpiji 0,46 kg
Minyak tanah 0,62 liter
Minyak solar 0,52 liter
Kayu bakar 3,50 kg

Sumber: wahyuni, 2008

Energi biogas sangat potensial untuk dikembangkan karena produksi biogas


peternakan ditunjang oleh kondisi yang kondusif dari perkembangan dunia peternakan sapi
di indonesia saat ini. Disamping itu, kenaikan tarif dasar listrik, kenaikan harga LPG
( liquefied petroleum gas), premium, minyak tanah, minyak solar, minyak diesel dan
minyak bakar telah mendorong pengembangan sumber energi alternatif yang murah,
berkelanjutan dan ramah lingkungan (nurhasanah dkk., 2006).
Pemanfaatan limbah peternakan khususnya kotoran ternak sapi menjadi biogas
mendukung konsep zero waste sehingga sistem pertanian yang berkelanjutan dan ramah
lingkungan dapat dicapai. Menurut santi (2006), beberapa keuntungan penggunaan kotoran
ternak sebagai penghasil biogas sebagai berikut :
1. Mengurangi pencemaran lingkungan terhadap air dan tanah, pemcemaran udara (bau).
2. Memanfaatkan limbah ternak tersebut sebagai bahan bakar biogas yang dapat
digunakan sebagai energi alternatif untuk keperluan rumah tangga.
3. Mengurangi biaya pengeluaran peternak untuk kebutuhan energi bagi kegiatan rumah
tangga yang berarti dapat meningkatkan kesejahteraan peternak.
4. Melaksanakan pengkajian terhadap kemungkinan dimanfaatkannya biogas untuk
menjadi energi listrik untuk diterapkan dilokasi yang masih belum memiliki akses
listrik.
5. Melaksanakan pengkajian terhadap kemungkinan dimanfaatkannya kegiatan ini
sebagai usulan untuk mekanisme pembangunan bersih (clean development
mechanism).

Pengolahan limbah peternakan sapi menjadi biogas


Pengolahan limbah peternakan sapi menjadi biogas pada prinsipnya menggnakan
metode dan peralatan yang sama dengan pengolahan biogas dari biomassa yang lain.
Adapun alat penghasil biogas secara anaerobik pertama dibangun pada tahun 1900. Pada
akhir abad ke -19, riset untuk menjadikan gas metan sebagai biogas dilakukan oleh
jerman dan perancis pada masa antara dua perang dunia. Selama perang dunia II, banyak
petani di inggris dan benua eropa yang membuat alat penghasil biogas kecil yang
digunakan untuk menggerakkan traktor. Akibat kemudahan dalam memperoleh BBM dan
harganya yang murah pada tahun 1950-an, proses pemakaian biogas ini mulai
ditinggalkan. Tetapi di negara-negara berkembang kebutuhan akan sumber energi yang
murah dan selalu tersedia selalu ada. Oleh karea itu, di india kegiatan produksi biogas
terus dilakukan semenjak abad ke-19. Saat ini, negara berkembang lainnya, seperti China,
Filipina, Korea, Taiwan, Dan Papua Nugini telah melakukan berbagai riset dan
1

pengembangan alat penghasil biogas. Selain di negara berkembang, teknologi biogas juga
telah dikembangkan di negara maju seperti Jerman.
Pada prinsipnya teknologi biogas yang memanfaatkan proses fermentasi
(pembusukan) dari sampah organik secara anaerobik (tanpa udara) oleh bakteri metan
sehingga dihasilkan gas metan (nandiyanto, 2007). Menurut haryati (2006), proses
pencernaan anaerobik merupakan dasar dari reaktor biogas yaitu proses pemecahan bahan
organik oleh aktivitas bakteri metanogenik dan bakteri asidogenik pada kondisi tanpa
udara, bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik,
seperti kotoran binatang, manusia, dan sampah organik rumah tangga. Gas metan adalah
gas yang mengandung satu atom C dan 4 atom H yang memiliki sifat mudah terbakar.
Gas metan yang dihasilkan kemudian dapat dabakar sehingga dihasilkan energi panas.
Bahan organik yang bisa digunakan sebagai bahan baku industri ini adalah sampah
organik, limbah yang sebagian besar terdiri dari kotoran dan potongan-potongan kecil
sisa tanaman, seperti jerami dan sebagainya serta air yang cukup banyak. Proses
fermentasi memerlukan kondisi tertentu seperi ratio C : N, yaitu pada temperatur sekitar
32-35oC atau 50-55oC dan pH antara 6,8-8. Pada kondisi ini proses pencernaan mengubah
bahan organik dengan adanya air menjadi energi gas. Kemudian jika dilihat dari segi
pengolahan limbah,, proses anaerobik juga memberikan beberapa keuntungan lain yaitu
menurunkan nilai COD dan BOD, total solid, volatile solid, nitrogen nitrat dan nitrogen
organic, bakteri coliform dan patogen lainnya, telur insek, parasit dan bau. Proses
pencernaan anaerobik, yang merupakan dasar dari reaktor biogas yaitu proses pemecahan
bahan organik oleh aktifitas bakteri metanogenik dan bakteri asidogenik pada kondisi
tanpa udara. Bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan
organik, seperti kotoran binatang, manusia, da sampah organik rumah tangga.
Saat ini bergbagai jenis bahan dan ukuran peralatan biogas telah dikembangkan
sehingga dapat disesuaikan dengan karakteristik wilayah, jenis, jumlah dan pengelolaan
kotoran ternak. Peralatan dan proses pengolahan dan pemanfaatan biogas ditampilkan
pada gambar berikut.

Gambar 2.1 instalasi digestifikasi anaerobik


Digester dapat dibuat dari bahan plastik polyetil propilene (PP), fiber glass
atau semen, sedangkan ukuran bervariasi mulai 4- 35 m 3. Biogas dengan ukuran terkecil
dapat dioperasikan dengan kotoran ternak 3 ekor sapi.

Gambar 2.2 contoh digester anaerobik


Sesuai dengan intruksi yang terjabar dalam seri bioenergi pedesaan hasil pertanian
direktorat pengolahan hasil pertanian direktorat jenderal pengolahan dan pemasaran hasil
pertania departemen pertanian tahun 2009 tentang tata cara pengolahan (digester) yaitu
sebagai berikut :
1. Buatlah campuran kotoran ternak dan air dengan perbandingan 1 : 2 ( bahan biogas).
2. Masukka bahan biogas ke dalam digester melalui lubang pengisian (inlet) hingga
bahan yang dimasukkan ke digester ada sedikit yag keluar melalui lubang pengeluaran
(outlet), selanjutnya akan berlangsung proses produksi biogas didalam digester.
3. Setelah kurang lebih 8 hari biogas yang terbentuk di dalam digester sudah cukup
banyak. Pada sistem pengolahan biogas yang menggunakan bahan plastik, penampung
biogas akan terlihat mengembung dan mengeras karena adanya biogas yang
dihasilkan. Pada tahap ini biogas sudah dapat digunakan sebagai bahan bakar, kompor
biogas sudah dapat dioperasikan.
4. Pengisian bahan biogas selanjutnya dapat dilakukan setiap hari yaitu sebanyak kirakira 10% dari volume digester. Sisa pengolahan bahan biogas berupa sludge secara
1

otomatis akan keluar dari lubang pengeluaran (outlet) setiap kali dilakukan pengisian
bahan biogas. Sisa hasil pengolahan bahan biogas tersebut dapat digunakan sebagai
pupuk kandang/pupuk organik, baik dalam keadaan basah maupun kering.
2.2 parameter proses pencernaan limbah organik
2.2.1 temperatur
Ada tiga kondisi digestifikasi anaerobik berdasarkan suhu digesternya, antara lain :
Kondisi psikoprilik
Pada kondisi ini suhu digester antara 10-180 C, dan sampah cair terdigestifikasi
selama 30-52 hari.
Kondisi mesopilik
Pada kondisi ini suhu digester antara 20-450 C, dan sampah cair terdigestifikasi
selama 18-28 hari. Dibadingkan digester kondisi termopilik, digester kondisi
mesopilik pengoperasiannya lebih mudah, tapi biogas yang dihasilkan lebih
sedikit dan volume digester lebih besar.
Kondisi termopilik
Pada kondisi ini suhu digester antara 50-700 C, dan sampah cair terdigestifikasi
selama 11-17 hari. Digester pada kondisi termopilik menghasilkan banyak
biogas, tapi biaya investasinya tinggi dan pengoperasiannya rumit.
2.2.2 nutrisi dan penghambat bagi bakteri anaerob
Bakteri anaerobik membutuhkan nutrisi sebagai sumber energi untuk proses
reaksi anaerob seperti mineral-mineral yang mengandung nitrogen, fosfor,
magnesium, sodium, mangan, kalsium kobalt. Nutrisi ini dapat bersifat toxic ( racun)
apabila konsentrasi di dalam bahan terlalu banyak. Ion mineral, logam berat dan
detergen adalah beberapa material racun yang mempengaruhi pertumbuhan normal
bakteri patogen di dalam reactor pencerna. Ion mineral dalam jumlah kecil ( sodium,
potasium, kalsium, amonium, dan belerang ) juga merangsang pertumbuhan bakteri,
namun bila ion-ion ini dalam konsentrasi yang tinggi dapat mengakibatkan bersifat
meracuni. Sebagai contoh, NH4 pada konsentrasi 50 hingga 200 mg/l merangsang
pertumbuhan mikroba, namun bila konsentrasinya diatas 1500 mg/l akan
mengakibatkan keracunan. Selain karena konsentrasi mineral-mineral melebihi
ambang batas polutan-polutan juga dapat menyebabkan produksi biogas menjadi
terhambat atau berhenti sama sekali adalah ammonia, antibotik, pestisida, detergen
dan logam-logam seperti chromium, nickel, dan zinc.
2.2.3 derajat keasaman (pH)
Mempunyai efek terhadap aktivasi mikroorganisme. Konsentrasi derajat
keasaman (pH) yang ideal antara 6,6 dan 7,6. Bila pH kecil atau besar maka akan

mempunyai sifat toksit terhadap bakteri metanogenik. Bila proses anaerob sudah
berjalan menuju pembentukan biogas, pH berkisar 7-7,8
2.2.4 waktu proses pencernaan
Waktu yang dibutuhkan untuk proses pencernaan (Hydraulic retention timeHRT) adalah jumlah hari proses pencernaan/digesting pada tangki anaerob terhitung
mulai pemasukan bahan organik sampai proses awal pembentukan biogas dalam
digester anaerob. HRT meliputi 70-80% dari total waktu pembentukan biogas secara
keseluruhan. Lamanya waktu HRT sangat tergantung dari jenis bahan organik dan
perlakuan terhadap bahan organik sebelum dilakukan proses pencernaan/digesting
diproses.
2.2.5 kandungan nitrogen dan rasio karbon nitrogen
Karbon dan nitrogen adalah sumber makanan utama bagi bakteri anaerob,
sehingga pertumbuhan optimum bakteri sangat dipengaruhi unsur ini, dimana karbon
dibutuhkan untuk mensuplai energi dan nitrogen dibutuhkan untuk untuk membentuk
struktur sel bakteri. Untuk menentukan bahan organik digester adalah dengan melihat
rasio/perbandingan antara karbon (C) dan nitrogen (N). Beberapa percobaan
menunjukan bahwa metabolisme bakteri anaerobik akan baik pada rasio C/N antara
20-30. Jika rasio C/N tinggi, nitrogen akan cepat dikonsumsi bakteri anaerobik guna
memenuhi kebutuhan proteinnya, sehingga bakteri tidak akan bereakasi kembali saat
kandungan karbon tersisa. Jika rasio C/N rensah, nitrogen akan terlepas dan
berkumpul membentuk amoniak sehingga akan meningkatkan nilai pH bahan. Nila
pH yang lebih tinggi dari 8,5 akan dapat meracuni bakteri anaerobik.
Kotoran hewan terutama sapi memiliki nilai C/N rata-rata berkisar 24. Material
dari tumbuhan seperti serbuk gergaji dan jerami mengandung presentase C/N yang
lebih tingii, sedangkan kotoran manusia memiliki rasio C/N 8. Untuk mencapai kadar
C/N yang ideal atau mencampurkan kotoran gajah dengan kotoran gajah dengan
kotoran manusia sehingga mendapat jumlah rasio C/N yang seimbang dan produksi
biogas dapat berjalan optimum.
2.2.6 total solid content
Pengertian total solid content (TS) adalah jumah materi padatan yag terdapat
dalam limbah pada bahan organik selama proses digester terjadi dan ini
mengindikasikan banyaknya padatan dalam bahan organik dan nilai TS sangat
mempengaruhi lamanya proses pencernaa/digester (HRT) bahan organik.
2.2.7 volatile solids (VS)

Merupakan bagian padatan (total solid-TS) yang berubah menjadi fase gas
pada tahapan asidifikasi dan metanogenesis sebagaimana dalam proses fermentasi
limbah organik. Dalam pengujian skala laboratorium, berat saat bagian padatan
bahan organik yang hilang terbakar (menguap dan mengalami proses gasifikasi)
dengan pembakaran pada suhu 5380 C, disebut sebagai volatile solid.
2.2.8 pengadukan bahan organik
Pengadukan bahan organik sangat bermanfaat bagi bahan yang berada didalam
digester anaerob karena memberikan peluang material tetap tercampur dengan
bakteri dan temperatur terjaga merata diseluruh bagian. Dengan pengadukan potensi
material mengendap di dasar digester semakin kecil, konsentrasi merata dan
memberikan kemungkinan seluruh material mengalami proses fermentasi anaerob
secara merata.
2.2.9 pengaturan tekanan
Semakin tinggi tekanan di dalam digester, semakin rendah produksi biogas di
dalam digester terutama pada proses hidrolisis dan acydifikasi. Tekanan yang
dianjurkan di dalam digester adalah diantara 1,15-1,2 bar.
2.2.10 penjernihan biogas
Kandunagn-kandungan zat lain dalam biogas seperti air, karbon dioksida, asam
sulfat (H2S) merupakan polutan yang dapat mengurangi kadar panas pembakaran
biogas bahkan dapat menyebabkan karat yang merusakan mesin. Banyak cara untuk
mengatasinya diantaranya adalah physical absorption (pemasangan water trap di pipa
biogas ), chemical absorption, pemisah membrane permiabel, hingga penyemprotan
air atau oksigen untuk mengikat senyawa sulfur atau karbon dioksida.
2.3 Analisis Persamaan Pembentukan Biogas
2.3.1 persamaan lama waktu penguraian
Definisi dari persamaan ini secara teoritis merupakan waktu material organik
berada didalam tangki digester. Proses ini merupakan proses dimana terjadi
pertumbuhan bakteri anaerob pengurai, proses penguraian material organik, dan
stabilasi pembentukan biogas menuju kepada kondisi optimumnya. Lama waktu
penguraian secara keseluruhan mencakup 70%-80% dari keseluruhan waktu proses
pembentukan biogas bila siklus pembentukan biogas berjala ideal yaitu 1 kali proses
pemasukan material organik langsung mendapatkan biogas sebagai proses akhirnya.
Lama waktu penguraian ini sendiri secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut
volume digester ( m3)
HRT (days) = laju penambahanbahan organik harian( m3 )
day

Jika material padatan kering ( dry matery-DM disebut juga tottal solid TS)
berkisar 4-12%, maka waktu penguraian optimum berkisar 10-15 hari jika nilai DM
lebih besar dari nilai presentasi material padatan kering diatas, berarti material
organik memiliki konsentrasi lebih padat sehingga lama waktu penguraian menjadi
spesifik, sehingga berlaku rumus persamaan lama waktu penguraian spesifik
(specific retention time SRT) berikut:
masa padatan organik dalam digester anaerob(kg)
laju pembuangan padatan sisa digester (kg/day )

SRT=

Untuk bahan organik seperti diatas, laju penambahan limbah organik ( specific
loading rate SLR) dapat diketahui sebagai berikut :
(kg ODM )
(m3day )

SLR

bahan organik yang ditambahkan( kg

ODM
)
day

volume digester ( m3 )

Kedalaman tangki digester juga sangat penting dan mempengaruhi nilai SLR
dan bila parameter lain dapat dijaga pada kondisi ideal, nilai optimum SLR da bila
parameter
2.3.2 pesamaan produksi gas metan spesifik
Produksi gas metan spesifi (specific metan production-SMP), berhubungan
dengan jumlah energi yang diproduksi terhadap potensi energi yang dimiliki limbah
organik (feedstock). Untuk limbah organik dari tumbuhan /biji-bijian bernilai energi
antara 0,3-0,4% dan untuk beberapa jenis kotoran hewan dapat bernilai sampai 0,8%
3

SMP (m CH4 /kg ODM) =

volume gas CH 4 (m3 /day)


laju penambahanbahan organik (kg ODM /day)

2.4 Konversi Energi Biogas dan Pemanfaatanyan


biogas merupakan salah satu sumber energi alternatif yang dapat digunaka
untuk penggerak generator pembangkit tenaga listrik serta menghasilkan energi panas.
Pembakaran 1 kaki kubik (0,028 meter kubik) biogas menghasilkan energy panas sebesar
10 Btu (2,25 Kcal) yang setara dengan 6 Kwh/m 3 energi listrik atu setara dengan 0,61 L
bensin, 0,58 L minyak tanah, 0,55 L diesel, 0,45 L LPG, 1,50 Kg kayu bakar, 0,79 L
bioethanol.
2.4.1 konversi energi bioas untuk ketenagalistrikan
Proses pengkonversian energi biogas untuk pembangkit tenaga listrik dapat
dilakukan dengan menggunakan gas turbine, microturbine dan otto cycle engine.
Penggunaan teknologi-teknologi ini sangat dipengaruhi oleh potensi biogas yang ada
1

seperti konsentrasi gas metan maupun tekanan biogas, kebutuhan beban, dan ketersediaan
dana yang ada. Dalam sebuah referensi buku yang berjudul renewable energy conversion,
transmision and storage karya bent sorensen, dijelaskan hasil konversi energi gas metan
menjadi energi listrik yang tampak pada tabel 2.3 berikut ini:

Tabel 2.3 konversi energi gas metan menjadi energi listrik


Jenis energi
1. 1 Kg gas metan
2. 1 kWh
3. 1 m3 gas metan

Setara energi
6,13 x 107 J
3,6 x 106 J
4,0213 x 107 J

masssa jenis gas


metan adalah 0,656
Kg/m3
4. 1 m3 gas metan

11,17 kWh

Langkah- langkah kapasitas biogas dan PLT biogas, yaitu:


1. Penentuan data potensi bahan baku biogas (kotoran sapi), dimana dalam kajian ini
data yang digunakan adalah data pemanfaatan potensi kotoran ternak sapi pada
kawasan peternakan sapi.
2. Perhitungan jumlah dari total solid ( TS) volatile solid (VS) dalam proses anaerobic
digestion.
TS = 3,095% (4) x Ps Kg
VS = 85% (4) x TS Kg
Dimana:
Ps = data potensi baha baku biogas (Kg/hari)
TS = total solid (Kg/hari)
VS = volatile solid (Kg/hari)
3. Perhitungan jumlah volume gas metan
Vgm = 0,417 x VS m3
Vgm = jumlah volume gas metan (m3)
Vs = volatile solid ( Kg/hari)
4. Perhitungan potensi energi listrik
E = Vgm x FK kWh
Dimana :
E = produksi energi listrik (kWh)
Vgm = jumlah volume gas metan (m3)
FK = faktor konversi ( kWh/m3)

2..4.2 Sistem Utama PLTBiogas

Sistem utama PLT Biogas secara lengkap terdiri dari digester anaerob, feedtock,
biogas conditioning ( untuk pemurnia kandungan metan dalam biogas), engine generator
(microturbines), heat recovery Use, Exhaust Heat Recovery dan Engine Heat recovery.
Gambar berikut ini merupakan gambaran secara umum penyaluran energi listrik dan
panas PLTBiogas.

Gambar sistem penyaluran tenaga listrik dari PLTBiogas; a. Feedstock, b. Digester, c.


Biogas Tank, d. Engine-generator (microturbines)
a. Feedstock (sumber pasokan limbah organik)
Merupakan tempat asal bahan organik seperti peternakan, tempat sampah atau tempat
proses akhir dari proses pengolahan baha hasil pertanian. Di dalam feedstock terdapat
tangki pemasukan bahan organic (inlet feed subtrate/feedstock) merupakan wadah
penampungan yang terhubung dengan digester melalui saluran dengan kemiringan
tertentu.
b. Digester (tangki pencernaan)
Digester merupakan tempat dimana reaksi fermentasi anaerob limbah organik diurai
oleh bakteri secara anaerob (tanpa udara) menjadi gas CH 4 dan CO2. Produksi biogas
terbentuk pada 4-5 hari setelah digester diisi. Sementara produksi biogas menjadi
banyak pada 20-35 hari. Dari segi konstruksinya digester dibedakan menjadi fixed
dome (kubah tetap), floating dome (kubah apung). Sementara berdasarkan aliran
bahan baku untuk reaktor biogas, digester dibedakan menjadi Bak (batch), mengalir
(continuous). Berdasarkan segi tata letak penempatan, digester dibedakan menjadi,
Seluruh Digester diatas permukaan tanah, sebagian tangki biogas diletakkan
dibawah permukaan tanah , dan seluruh tangki digester diletakkan dibawah
permukaan tanah.
Komponen utama digester secara umum terdiri dari empat komponen utama sebagai
berikut:
1. Saluran Masuk Slurry (bahan organik)
Saluran ini digunakan untuk memasukkan slurry (campuran sampah organik dan
air) kedalam reaktor utama biogas.
2. Ruang Digestion (ruang fermentasi)
1

Ruangan ini berfungsi sebagai tempat terjadinya fermentasi anaerobik dan dibuat
kedap udara.
3. Saluran Keluar Residu (sludge)
Fungsi saluran ini adalah untuk mengeluarka kotoran (sludge) yang tlah
mengalami fermentasi anaerobik oleh bakteri. Residu yang keluar pertama kali
merupakan slurry masukan yang pertama setelah waktu retensi. Slurry yang
keluar sangat baik untuk pupuk karena mengandung kadar nutrisi yang tinggi.
4. Tangki Penyimpanan Biogas
Tujuan dari tangki penyimpa biogas adalah untuk menyimpan biogas yang
dihasilkan dari proses fermentasi anaerobik. Jenis tangki penyimpan biogas ada
dua, yaitu tangki bersatu dengan unit reaktor (fixed dome) dan terpisah dengan
reaktor (floated dome).
c. Katub Penampung Gas (Biogas Tank)
Tangki penyimpanan biogas adalah tangki yang digunakan untuk menyimpan dan
menyalurkan, seluruh biogas hasil produksi dari biogas digester.
d. Generator Pembangkit Tenaga Listrik (Microturbines Generator)
Microturbines adalah generator listrik kecil yang membakar gas atau bahan bakar cair
untuk menciptakan rotasi kecepatan tinggi untuk mengubah energi mekanis menjadi
energi listrik.
2.5 Perhitungan Potensi Biogas di suatu Kawasan Usaha Peternakan Sapi Perah.
Untuk menentukan energi keluaran yang dihasilkan oleh biogas untuk suatu
pembangkit listrik tenaga biogas dari kotoran sapi diperlukan lokasi peternakan untuk
mendapatkan model dasar pembangkit tersebut.
2.5.1 Lokasi Peternakan Sapi
Dalam kajian makalah ini diambil studi kasus di daerah peternaka kawasan usaha
peternakan sapi perah (KUNAK) yang terletak didaerah kabupaten dan kota Bogor.
KUNAK memliki 181 kavling. Luas 1 kavling rata-rata 4.500 m 2 yang terdiri dari
bangunan kandangm kebun rumput dan rumah anak kandang. Berdasarkan data per 2010
di KPS Bogor KUNAK memliki jumlah 181 kavling kan tetapi yang terisi 140 kavling
atau terdiri dari 140 KK, populasi sapi perah 2200 ekor.
Produksi Kotoran Tiap Harinya:
Sapi perah dewasa dengan populasi 2200 ekor dengan rata-rata produksi kotoran tip
harinya 25 Kg/hari maka produksi kotoran sapi perah di Kunak Bogor adalah :
2.200 x 25 = 55.000 Kg/hari.
1

2.5.2 Hipotesis Potensi Untuk PLT Biogas


Dari hasil uji lab yang dilakukan dalam kegiatan DIPA 2005 BBP mekanisasi
pertanian yang berlokasi di pondo pesantren pertania Darul fallah , Bogor didapatkan
besarnya total solid sebesar 4,2 da volatile solid nya 3,8 dimana jumlah sample sapi yang
diapakai berjumlah 10 ekor dengan kotoran sapi 20 kg/hari/ekor). Dari data tersebut
digunakan untuk menghitung kapasitas biogas yang dihasilkan dari potensi yang ada:
% TS = 4,2 kg/ekor/hr : 20 kg/ekor/hr = 21%
% VS = 3,8 kg/ekor/hr: 20 kg/ekor/hr = 19%
Maka untuk di Kunak yang menghasilkan 25 kg/kotoran/hr
TS = 21% x 25 kg/ekor/hari x 2200

= 11.500 kg/hari

VS = 3,8 kg/ekor/hari x 2200

= 10.450 kg/hari

Kemudian berdasarkan hasil riset tersebut dijelaskan bahwa potensi biogas untuk kotoran
sapi adalah:
Potensi volume biogas = 0,04 m3/kg x 55.000 kg/hari = 2.200 m3/hari
Laju produksi gas tiap m3 per hari (K) adalah:
Volume produksi biogas = K x VS
K = volume produksi biogas : VS
= 2.200 m3/hari : 10.450 kg/hr
K = 21% m3/kg 21%
2.5.3 perhitungan produksi gas metan
Dengan diketahui nilai produksi biogas (VBS) sebesar 2.200 m 3/hari dan dengan
menggunakan tabel 2.4 maka dapat diketahui produksi gas metan (VGM) adalah,
VGM

= 65,7% x VBS
= 65, 7% x 2.200 m3/hari
= 1.467,40 m3/hari

Tabel 2.4 komposisi biogas (%) kotoran sapi dan campuran kotoran ternak dengan sisa
pertanian
Jenis gas
1

biogas

Kotoran sapi
Metan (CH4)
Karbon dioksida (CO2)
Nitrogen (N2)
Karbon monoksida (CO)
Oksigen (O2)

65,7
27,0
2,3
0
0,1

Campuran
kotoran+sisa pertanian
54-70
45-57
0,5-3,0
0,1
6,0

2.5.4 Perhitungan Potensi Energi Listrik yang Dihasilkan


Dengan diketahui volume gas metan yang dihasilkan, yaitu 1.467, 40 m3/hari, dan
faktor konversi sesuai (FK) sesuai data hasil penelitian sebelumnya yaitu 1 m 3 gas
metan setara 11,72 kWh sehingga potensi energi listrik yang dihasilkan adalah,
E
= VGM x FK
= 1.467,40 x 11,17
= 16.390, 86 kWh/ hari
Sementara daya yang dibangkitakan oleh pembangkit listrik tenaga biogas itu sendiri
dapat diperoleh dari persamaan berikut ini:
E
P = 24

16.390,86 /24
24

= 682, 95 kW 0,683 MW

Jadi dari perhitungan data potensi yang ada didapatkan hasil sebagai berikut
Tabel 2.5 hasil perhitungan kapasitas biogas dan PLT Biogas
n

Jenis proses perhitungan

Hasil perhitungan

o
1
2
3
4

Potensi kotoran sapi (Q)


Perhitungan jumlah dari total solid (TS)
Perhitungan jumlah dari volatile solid (VS)
Perhitungan jumlah volume produksi biogas

55.000 kg/hari
11.550 kg/hari
10.450 kg/hari
2.200 m3/hari

5
6
7

(VBS)
Perhitungan jumlah volume gas metan (VGM)
1.467,40 m3/hari
Perhitungan potensi energi listrik (E)
16.390,86 kWh/hari
Daya yang dibangkitkan oleh pembangkit listrik 0,683 MW
tenaga biogas

2.6 Pemanfaatan Kotoran Sapi Sebagai Pupuk Kompos


2.6.1 Pupuk Kompos
Pupuk kompos merupakan dekomposisi bahan bahan organik atau proses
perombakan senyawa yang komplek menjadi senyawa yang sederhana dengan bantuan
mikroorganisme. Bahan dasar pembuatan kompos ini adalah kotoran sapi dan bahan seperti
serbuk gergaji atau sekam, jerami padi dll, yang didekomposisi dengan bahan pemacu
mikroorganisme dalam tanah (misalnya stardec atau bahan sejenis) ditambah dengan bahanbahan untuk memperkaya kandungan kompos, selain ditambah serbuk gergaji, atau sekam,
jerami padi dapat juga ditambahkan abu dan kalsit/kapur. Kotoran sapi sisa pembuatan biogas
juga memiliki kandungan nitrogen dan potassium, di samping itu kotoran sapi merupakan
kotoran ternak yang baik untuk kompos.
Pemanfaatan limbah sisa biogas (kotoran kotoran sapi) merupakan salah satu alternatif
yang sangat tepat untuk mengatasi kelangkaan dan naiknya harga pupuk. Pemanfaatan
kotoran ternak sebagai pupuk sudah dilakukan petani secara optimal di daerah-daerah sentra
produk sayuran. Sayangnya masih ada kotoran ternak tertumpuk di sekitar kandang dan belum
banyak dimanfaatkan sebagai sumber pupuk. Keluhan petani saat terjadi kelangkaan atau
mahalnya harga pupuk non organik (kimia) dapat diatasi dengan menggiatkan kembali
pembuatan dan pemanfaatan pupuk kompos.

2.6.2 Langkah pembuatan pupuk kompos


Berikut adalah cara pembuatan kompos menggunakan kotoran sapi

Bahan
Kotoran ternak

Jumlah
1 ton (+ 30 karung)

Urea

2 kg

SP36

3 kg

Kapur

5 kg

Starter Trichoderma

3 kg

Plastik hitam

5m

Langkah Pembuatan
Siapkan kotoran ternak (sapi atau kerbau) yang akan dijadikan kompos dengan syarat
kering (tidak basah oleh urine sapi atau air hujan). Kotoran ternak yang terlalu basah akan
mempengaruhi berkembangnya cendawan Trichoderma harzianum sehingga proses
perombakan lebih lambat.
Bahan aktifator (Urea, SP36, kapur, pupuk kandang, starter Trichoderma harzianum)
diaduk merata dan dibagi atas 4 bagian.
Kotoran ternak ditumpuk setinggi 1x1x1 m lalu dibagi atas 4 bagian, masing-masing setinggi
+ 25 cm.
Di atas tumpukan kotoran ternak, ditabur bahan aktifator secara merta sebanyak
bagian. Gabung tumpukan kotoran ternak menjadi 1 tumpukan sehingga volume tumpukan
1x1x1 m. Tutup tumpukan dengan plastik hitam anti air agar terlindung dari hujan dan panas
matahari.Lakukan pembalikan tumpukan kotoran ternak setiap 1 minggu dengan
menggunakan cangkul. Perlu dijaga, kelembaban tumpukan harus stabil (kelembaban 6080%) selama proses pengomposan.
Panen kompos pupuk kandang dapat dilakukan setelah 21 hari dengan cara
membongkar lalu diayak sehingga dihasilkan kompos yang sempurna.

BAB 3. KESIMPULAN
Dengan adanya pengolahan lebih lanjut terhadap kotoran ternak sapi yaitu dengan
melalui proses digestifikasi anaerobik dapat dimanfaatkan menjadi bahan bakar alternatif
pengganti bahan bakar dari sumber daya alam yang semakin menipis ketersediaanya.
Selanjutnya biogas tersebut dapat dimanfaatkan menjadi energi primer untuk pembangkit
listrik tenaga biogas. Dengan rata-rata produksi kotoran sapi perah sebesar 55 ton/hari
menghasilkan produksi biogas sebesar 2.200 m3/ hari. Potensi energi listrik yang dihasilkan
sebesar 16.390, 86 kWh per hari. Potensi tersebut menghasilkan 217,45 kW. Selain itu limbah
hasil pengolahan dapat dimanfaatkan kembali berupa pupuk kompos.

DAFTAR PUSTAKA
Waskito, D. 2011. Analisis Pembangkit Listrik Tenaga Biogas Dengan Pemanfaatan Kotoran
Sapi dikawasan Usaha Peternakan Sapi, Tidak Diterbitkan. Tesis. Depok: Program
Magister Teknik Manajemen Energi Dan Ketenagalistrikan Universitas Indonesia.
http://atomictrue.wordpress.com/teknologi-pembuatan-kompos-kotoran-ternak/

Anda mungkin juga menyukai