Anda di halaman 1dari 16

PENGARUH ARAS KUNING TELUR AYAM KAMPUNG PADA

PENGENCER NaCl FISIOLOGIS TERHADAP MOTILITAS DAN


VIABILITAS SPERMATOZOA
ENTOK JAWA (Cairina moschata) PADA PENYIMPANAN
SUHU 5C

Epsondy Puringga Raharja


11/317583/PT/06102

INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aras kuning telur
ayam kampung15%, 20%, dan 25% dalam bahan pengencer NaCl
fisiologis terhadap kualitas sperma entok Jawa secara mikroskopis yang
meliputi motilitas dan viabilitas spermatozoa setelah penyimpanan pada
suhu 5C. Bahan pengencer yang digunakan adalah NaCl fisiologis 100%
sebagai kontrol (P0) serta kombinasi NaCl fisiologis dengan kuning telur
ayam kampung 15% (P1), 20% (P2), dan 25% (P3). Data kualitas sperma
yang diperoleh dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA) dalam
bentuk rancangan acak lengkap pola faktorial 4 x 4 dengan dua kali
pengulangan.

(Kata Kunci: Entok Jawa (Cairina moschata) , Sperma, Pengencer, NaCl


fisiologis, Kuning Telur Ayam kampung)

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Entok Jawa (Cairina moschata) merupakan potensi sumber protein
hewani yang saat ini sedang populer di masyarakat sebagai konsumsi
baik itu daging maupun telurnya. Permintaan konsumen yang tinggi tidak
seimbang

dengan

populasi

entok

yang

masih

sedikit,

sehingga

peningkatan populasi dibutuhkan untuk memenuhi permintaan konsumen.


Peningkatan populasi entok dapat dicapai dengan penerapan teknologi di
bidang reproduksi salah satunya adalah inseminasi buatan (IB).
Inseminasi buatan merupakan suatu cara atau teknik untuk memasukkan
spermatozoa atau sperma yang telah dicairkan dan telah diproses terlebih
dahulu yang berasal dari ternak jantan ke dalam saluran alat kelamin
betina dengan menggunakan metode dan alat khusus yang disebut
insemination gun. Tujuan utama IB adalah untuk lebih mendayagunakan
perbaikan mutu genetik (bibit) ternak melalui peningkatan effisiensi
penggunaan pejantan unggul.Teknologi IB sudah merupakan hal yang
umum bagi peternak di Indonesia, tetapi keberhasilan IB kadang menemui
masalah dikarenakan kurangnya pengetahuan para peternak mengenai
dasar mekanisme biologis dalam hubungan antara kualitas sperma dan
fertilitas.
Hingga saat ini penerapan teknologi IB pada Entok Jawa masih
sangat jarang di kalangan peternak sehingga produksi sperma untuk
diinjeksikan perlu dilaksanakan. Perlakuan pada sperma yang umum
digunakan untuk sperma injeksi adalah pengenceran dan pembekuan.
Konsekuensi

dari

masing-masing

perlakuan

dapat

mengakibatkan

penurunan kualitas sperma yang mempengaruhi keberhasilan IB.


Identifikasi kualitas sperma dibutuhkan agar kontrol kualitas dapat
dilakukan.

Kualitas sperma yang di encerkan dipengaruhi oleh sperma segar


yang dihasilkan oleh seekor ternak jantan. Sperma adalah cairan yang
mengandung spermatozoa dan hasil-hasil kelenjar kelamin pelengkap.
Kualitas sperma segar yang diperoleh sangat menentukan apakah sperma
tersebut

layak

untuk

di

inseminasikan.

Beberapa

faktor

yang

mempengaruhi kualitas sperma segar antara lain adalah faktor metode


penampungan, faktor lingkungan dan manajemen yang digunakan, faktor
individu dan faktor umur pejantan yangdigunakan. Kuning telur ayam
kampung dan NaCl fisiologis mempunyai kandungan zat-zat yang dapat
mempertahankan kualitas dan fertilitas spermatozoa, sehingga perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui aras penggunaan yang terbaik.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji berbagai macam level
kuning telur ayam kampung pada pengencer NaCl fisiologis terhadap
kualitas sperma entok Jawa secara mikroskopis yang meliputi motilitas,
viabilitas.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan dapat menyumbangkan suatu
metode peningkatan kualitas sperma entok sehingga dapat membantu
mengembangkan populasi entok Jawa melalui proses pengenceran
sperma dengan NaCl fisiologis dan kuning telur ayam kampung yang akan
digunakan dalam proses inseminasi buatan sehingga akan meningkatkan
keberhasilan IB pada entok Jawa.

TINJAUAN PUSTAKA
Entok
Entok berasal dari Amerika Selatan dan masuk ke Indonesia daro
Filipina. Taksonomi entok berbeda dari itik. Meskiipun tergolong unggas
air, entok lebih banyak hidup di darat. Entok hanya mendesis dan pejantan
tidak memiliki Bulu seks yakni bulu khas itik jantan yang mencuat dan
melengkung ke atas.Karakteristiknya berupa karunkula pada pangkal
paruh atas (Srigandono, 1998).
Itik dan entok masih berada dalam famili yang sama berdasarkan
taksonominya(tabel 1).
Tabel 1, Taksonomi itik dan entok.
Taksonomi
Itik
Kingdom
Animalia
Phylum
Vertebrata
Class
Aves
Ordo
Anseriformes
Familia
Anatidae
Tribus
Anatini
Genus
Anas
Species
Anas plathyrynchos
Sumber : Grzmek (1972) disitasi Srigandono (1997).

Entok
Animalia
Vertebrata
Aves
Anseriformes
Anatidae
Cairinini
Cairina
Cairina moschata

Sperma
Sperma (sperma) terdiri dari sel sperma (spermatozoa) dan plasma
sperma (seminal plasma). Sel sperma dihasilkan oleh tubulus seminiferus
di dalam testis, sedangkan plasma sperma dihasilkan oleh kelenjar
tambahan (acessory gland), yang terdiri dari kelenjar bulbourethralis,
prostata, dan vesikularis. Plasma sperma berfungsi sebagai buffer dan
sumber makanan sel sperma, sehingga fertilitas dapat terjaga (Ismaya,
1999). Bentuk spermatozoa unggas berbeda dengan spermatozoa ternak
ruminansia, yaitu seperti pedang. Konsentrasinya lebih tinggi dibanding
dengan spermatozoa ruminansia (Suprijatna, 2005).

Penampungan Sperma
Penampungan semen unggas biasanya dilakukan oleh dua orang.
Seorang memegang unggas jantan yang akan ditampung semennya dan
seorang lagi melakukan pengurutan untuk megeluarkn semen dari alat
kopulatory unggas, sekaligus menampungnya. Produksi semen setiap
penampungan dari seekor unggas jantan sekitar 0,3 1,0 mll. Untuk
keperlun inseminasi, 0,05 sampai 0,1 ml telah memberikan hasil yang
baik. Oleh karena dosis sangat sedikit, sebelum diinseminasikan semen
diencerkan terlebih dahulu sehingga volumeya dapat ditingkatkan untuk
mengetahui jumlah betina yang akan di IB (Suprijatna, 2005).
Pengenceran Sperma
Agar dapat mencapai tujuan suatu program inseminasi buatan maka
daya fertilisasi optimum spermatozoa harus dipreservasi atau diawetkan
untuk beberapa lama sesudah penampungan. Untuk itu sperma perlu
dicampur dengan larutan pengencer yang menjamin kebutuhan fisik dan
kimiawinya

dan

disimpan

pada

suhu

dan

kondisi

tertentu

yang

mempertahankan kehidupan sperma selama waktu yang diinginkan untuk


kemudian dipakai sesuai dengan kebutuhan. Kerusakan sperma karena
cold shock dapat dikurangi apabila sperma dicampur dengan suatu bahan
pelindung atau pengencer sebelum didinginkan menjadi 5C (Toelihere,
1993).
NaCl Fisiologis
Partodiharjo (1992) menyatakan bahwa media pengencer harus
mengandung bahan makanan bagi spermatozoa, tidak bersifat racun,
mengandung bahan pelindung dari terjadinya cold shock, dapat
mencegah pertumbuhan kuman, dan sebagai penyanggah yang dapat
mempertahankan pH, serta mempunyai sifat-sifat fisik dan kimia yang
sesuai dengan plasma sperma. Larutan NaCl mengandung ion Na yang
dapat mempertahankan daya hidup spermatozoa secara in vitro.

Kuning Telur Ayam Sebagai Pengencer Spermatozoa Entok


Sekitar 30% dari berat telur adalah bagian kuning telur. Kuning
Telur memiliki komposisi gizi yan lebih lengkap dibandingkan putih telur.
Komposisi kuniing telur terdiri dari air, protein, lemak karbohidrat, mineral
dan vitamin (Sarwono, 1995) dan protein telur termasuk sangat sempurna
karena mengandung semua jenis asam amino esensial dalam jumlah
yang seimbang (Haryanto, 1996). Kadar kuning telur yang dianjurkan
untuk pengenceran sperma tidak kurang dari 20% pada suhu 5C untuk
menjamin daya membuahi spermatozoa yang optimal (Toelihere, 1993).
Penilaian Kualitas Sperma
Pemeriksaan sperma digolongkan ke dalam dua kelompok, yakni
pemeriksaan secara makroskopik dan mikroskopik. Variabel kuantitas dan
kualitas sperma yang dievaluasi secara makroskopik adalah warna,
volume, pH dan konsistensi. Sedangkan Variabel kuantitas dan kualitas
sperma yang dievaluasi secara mikroskopik adalah motilitas, konsentrasi,
viabilitas, dan abnormalitas.
Konsistensi (derajat kekentalan) Sperma .
Sperma yang diperoleh dapat diamati dengan cara menggoyanggoyangkan tabung, dengan melihat secara makroskopis kita dapat
menyimpulkan konsistensi dari sperma entok. Konsistensi sperma sangat
bervariasi dari konsistensi kental keruh sampai berbentuk cairan encer
jernih (Feradis, 2010). Menurut Iskandar (2007) menyatakan bahwa
kualitas sperma yang baik seharusnya kental. Konsistensi atau derajat
kekentalan sperma akan meningkat selaras dengan meningkatnya
konsentrasi spermatozoa (Salisbury dan Van Demark, 1985).

Konsentrasi Spermatozoa.

Konsentrasi sepermatozoa adalah jumlah spermatozoa per milliliter


sperma. konsentrasi spermatozoa menetukan kualitas sperma. penilaian
konsentrasi spermatozoa atau jumlah spermatozoa per mililiter semen
sangat penting, karena faktor inilah menggambarkan sifat-sifat semen dan
dipakai slah satu kriteria penentuan kualitas semen. Menurut Toelihere
(1985) untuk menentukan konsentrasi spermatozoa, dapat digunakan
metode yang banyak digunakan di lapangan yaitu menghitung jarak antar
kepala sperma (estimasi) dibawah mikroskop pada pembesaran 45 x 10,
dengan penilaian sebagai berikut :
a) Densum (D) atau padat, jika jarak antara dua kepala spermatozoa
kurang dari panjang 1 kepala spermatozoa; konsentrasi sperma
berkisar 1000-2000 juta sel per ml semen.
b) Semi Densum (SD) atau sedang, bila jarak antara kepala
spermatozoa sama dengan panjang 1-1,5 kepala spermatozoa;
konsentrasi sprmatozoa berkisar antara 500- 1000 juta seln per ml
semen.
c) Rarum (R) atau jarak, bila jarak anatar kepala sperma melebihi
panjang 1,5 kepala sperma; konsentrasinya berkisar 200-500 juta
sel per ml semen.
d) Ologospermia (OS) atau sedikit spermatozoa, bila jarak tersebut
memiliki panang seluruh spermatozoa dengan konsentrasi kurang
dqari 200 juta sel per ml semen.
e) Aspermia (A) atau tidak ada sperma, bila sma sekali tidak terdapat
spermatozoa dalam semen.
Motilitas Spermatozoa
Motilitas spermatozoa yang baik dinilai dengan melihat gerakan
progresif

dari

spermatozoa

tersebut.

Kemampuan

spermatozoa

mendorong dirinya sendiri menuju kedepan karena adanya substansi


kontrakatil pada bagian tengah spermatozoa diteruskan ke seluruh bagian
ekor. Motilitas spermatozoa normal memperlihatkan gerakan-gerakan
maju kedepan secara serempak disebabkan oleh gerakan ekor yang
mengarah ke kiri dan kanan. Gerakan ekor yang cepat dan kuat mampu

mendorong spermatozoa masuk kedalam ovum (Salisbury dan Van


Demark, 1985). Menurut Garner dan Hafez (2000) dimana motilitas pada
unggas berkisar antar 60-80%.
Viabilitas spermatozoa (persentase spermatozoa hidup)
Viabilitas adalah kemampuan spermatozoa bertahan hidup setelah
dieluarkan dari organ reproduksi jantan. Viabilitas spermatozoa diamati
menggunakan mikroskop. Menurut Setioko yang disitasi jurnal oleh
Wahyuningtyas

(2013)

menyatakan,

bahwa

spermatozoa yang baik sekitar 92 sampai 94%.

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS


Landasan Teori

presentase

viabilitas

Spermatozoa adalah sel yang diproduksi oleh organ kelamin


jantan dan bertugas membawa informasi genetik jantan ke sel telur dalam
tubuh betina. Spermatozoa berbeda dari telur yang merupakan sel
terbesar dalam tubuh organisme adalah gamet jantan yang sangat kecil
ukurannya dan mungkin terkecil.
Pemeriksaan kualitas sperma segar baik secara makro maupun
mikro, memiliki manfaat dapat mengetahui penampilan reproduksi dari
seekor pejantan. Karena kemampuan reproduksi dari seekor pejantan
dapat dilihat dari kualitas spermanya. Selain itu, pemeriksaan kualitas
sperma segar juga sangat menentukan layak tidaknya sperma tersebut
untuk dilakukan proses pengolahan. Pengolahan yang dimaksud adalah
pengenceran sperma.
Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan IB adalah kualitas
bahan pengencer sperma yang digunakan. Kuning telur mengandung
lesitin dan lipoprotein yang berfungsi mempertahankan dan melindungi
integritas selubung lipoprotein sel spermatozoa, selain itu melindungi
spermatozoa dari cold shock. Kuning telur mengandung phospatidylcoline
yang dipercaya untuk melindungi membran

spermatozoa dengan

memulihkan kehilangan fosfolipid selama kejutan dingin.


Hipotesis
Penambahan kuning telur ayam kampung pada pengencer NaCl
fisiologis dapat mempertahankan motilitas dan viabilitas spermatozoa
Entok dengan baik. Penambahan kuning telur ayam kampung sebanyak
20% dalam pengencer NaCl fisiologis mempunyai motilitas dan viabilitas
spermatozoa yang terbaik setelah penyimpanan pada suhu 5C.
MATERI DAN METODE
Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan
Reproduksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada.

Penelitian dibagi 2 tahap yaitu tahap pra penelitian dan penelitian. Tahap
pra penelitian dilakukan selama dua minggu untuk menyesuaikan ritme
penampungan sperma dan entok terbiasa dengan lingkungan serta pakan
yang diberikan. Penelitian akan dilaksanakan pada bulan oktober 2014.
Materi
Alat
Kandang bambu dengan ukuran panjang 70 cm, lebar 70 cm
dengan tinggi 75 cm sebanyak 9 buah, tabung penampung sperma 5
buah,

buah

termos,

mikroskop

merk

Tension,

optilab,

pipet

haemocytometer, kamar hitung neubauer, pipet tetes, counter, kaca objek,


deglass.
Bahan
Lima ekor entok jantan dan 1 ekor betina dengan berat badan
rata-rata per ekor berturut-turut adalah 3 kg, 4 kg, 4,5 kg, 5 kg, 6 kg, serta
4 kg entok betina. Bahan lainnya adalah vaselin, bahan pewarna (eosin)
2%, kuning telur ayam kampung, dan NaCl fisiologis. Pakan entok
tradisional terdiri dari bekatul, batang daun talas, batang kangkung yang
dipotong kecil-kecil, dan sisa nasi.
Tahap pra penelitian
Tahap pra penelitian dilakukan selama dua minggu untuk
menyesuaikan keadaan entok yang akan diberikan perlakuan dengan
lingkungan selama penelitian. 5 ekor entok yang masing-masing telah
diberi nomor urut pada wingweb sesuai berat badan diberi pakan
tradisonal sesuai pakan penelitian dan dilakukan pelatihan pengurutan
guna membiasakan pengurutan pada saat penampungan sperma.
Tahap penelitian

Urutan kerja setiap proses penampungan sperma meliputi


penampungan sperma, penilaian kualitas sperma segar, pengambilan
data, tabulasi data, dan analisis data yang diperoleh.
Penampungan sperma
Penampungan sperma diakukan oleh dua orang dengan metode
pengurutan pada bagian dorso abdominal. Entok dipegang dengan tangan
kiri pada kaki dan diurut pada bagian punggung dari arah depan ke
belakang sampai sekitar kloaka dengan tangan kanan, dan sperma yang
keluar ditampung dengan tabung penampung yang diarahkan ke kloaka.
Pengurutan dilakukan selama 2 sampai 3 menit untuk setiap ekor Entok
jantan. Penampungan sperma dilakukan setiap 4 hari sekali.
Penilaian kuantitas dan kualitas sperma
Penilaian kualitas sperma dilakukan saat sperma segar meliputi
volume, warna, pH, bau, konsistensi, motilitas, konsentrasi, viabilitas dan
abnormalitas.
Volume. Volume sperma dapat diukur dengan melihat tabung
penampung sperma yang berskala.
Warna. Warna dapat dilihat sebelum dan sesudah keseluruhan
sperma dicampur, diamati warnanya.
Konsistensi.

Konsistensi

sperma

diamati

dengan

cara

menggoyangkan tabung berisi sperma secara perlahan-lahan.


pH. Pengukuran pH dilakukan dengan meneteskan sperma pada
pH meter otomatis.
Motilitas. Persentase motilitas spermatozoa terdiri dari gerakan
masa dan gerakan individu. Pengamatan gerakan masa dengan
meneteskan satu tetes sperma pada gelas obyek dengan mikroskop
perbesaran obyektif 10X. Untuk gerakan individu dengan meneteskan satu
tetes sperma pada gelas objek, ditutup dengan cover glass dan diamati di
bawah mikroskop perbesaran obyektif 40X.

Konsentrasi. Menentukan konsentrasi dengan haemocytometer


caranya adalah sperma dihisap dengan pipet eritrosit sampai tanda 0,5
dan ditambahkan dengan larutan hayem sampai tanda 101, dikocok
beberapa saat sampai homogen, beberapa tetes dibuang, setelah itu
ditempatkan setetes larutan di bawah gelas penutup pada kotak hitung
Neubauer. Selanjutnya konsentrasi spermatozoa dihitung menggunakan
rumus menurut Toelihere (1993):
Y=X.

400 200
.
80
0,1

Dimana:
X

=jumlah spermatozoa dalam 5 kotak besar

=konsentrasi spermatozoa

Presentase spermatozoa hidup dan abnormalitas. Persentase


spermatozoayang hidup dihitung dengan cara membuat pewarnaan
diferensial atau preparat apus, caranya setetes sperma diberi setetes
eosin di atas gelas obyek dicampur secara merata dan dibuat preparat
apus yang segera dikeringkan di atas nyala api (selama beberapa detik),
kemudian diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran kuat (obyektif
40x). Spermatozoa yang mati berwarna lebih gelap (berwarna merah)
sedangkan spermatozoa yang masih hidup berwarna terang (bening).
Persentase

spermatozoa

yang

hidup

dihitung

dengan

menggunakan perhitungan menurut Toelihere (1993):


Presentase hidup=

jumlah spermatozoa yang dihitung- spermatozoa mati


x 100%
jumlah spermatozoa yang dihitung

Abnormalitas

dihitung

dengan

cara

membuat

pewarnaan

diferensial atau preparat apus, caranya setetes sperma diberi setetes


eosin di atas gelas obyek dicampur secara merata dan dibuat preparat
apus yang segera dikeringkan di atas nyala api (selama beberapa detik),

kemudian diamati di bawah mikroskop dengan perbesaran kuat (obyektif


40X). Abnormalitas spermatozoa yang dihitung pada penelitian ini adalah
abnormalitas

primer.

Persentase

abnormalitas

dihitung

dengan

menggunakan perhitungan:
Abnormalitas=

Jumlah spermatozoa abnormal


x 100%
Total spermatozoa keseluruhan (200 spermatozoa )

Pengenceran Sperma
Pengencer yang digunakan adalah kuning telur ayam kampung
yang dilarutkan dengan NaCl fisiologis sampai 100 ml. Kuning telur ayam
kampung yang digunakan dengan level 15%, 20%, dan 25%.
Pengambilan data
Data yang diambil meliputi kualitas sperma pada tabung kontroll
dengan presentase kuning telur ayam kampung 0% dan tabung dengan
penambahan kuning telur ayam kampung 15%, 20%, dan 25% setelah
pengenceran. Pemeriksaan sperma dilakukan setiap hari selama 4 harii
setelah penyimpanan pada suhu 5C. Kualitas sperma yang dimaksud
meliputi motilitas sperma, viabilitas sperma. Data pendukung adalah
kualitas

makroskopis

dan

mikroskopis

sperma

segar

setelah

penampungan sebelum diencerkan.


Analisis data
Data yang diperoleh berupa kualitas sperma segar, meliputi:
volume, warna, bau, konsistensi, derajat keasaman (pH), motilitas,
viabilitas dan abnormalitas spermatozoa, yang dianalisis dengan uji rerata
dan standar deviasi, serta persentase motilitas dan viabilitas spermatozoa
setelah disimpan pada suhu 5 oC yang dianalisis menggunakan Analisis
Variansi dalam Rancangan Acak Lengkap Pola faktorial.

DAFTAR PUSTAKA

Etches, R.J. 1996. Reproduction In Poultry. CAB International. University


Press. Cambridge.
Evans, G. and W.M.C. Maxwell. 1987. Salomons Artificial Insemination of
Sheep and Goats. Butterworths Pty Limited. Collingwood. Victoria.
Feradis. 2010. Reproduksi Ternak. Penerbit Alfabeta, Bandung
Garner, D. L. and E. S. E. Hafez. 2000. Spermatozoa and Seminal
Plasma. In: Reproduction in Farm Animals 7th ed. E. S. E. Hafez
(ed.). Lea & Febiger, Philadelphia. Pp: 96-125.
Hafez, B. dan E.S.E. Hafez. 2000. Reproduction in Farm Animal 7 th
Edition. Lippincott William & Wilkins : Baltimore, USA.
Hafez, E. S. E. 1993. Reproduction in Farm Animals. Sixth Edition. Lea
and Febringer. Philadelphia.
Haryanto. 1996. Pengawetan Telur Segar. Kaniius. Jakarta.
Iskandar, S. 2007. Tata Laksana Pemeliharaan Ayam Lokal. Balai
Penelitian Ternak Ciawi. Bogor.
Ismaya. 1999. Kawin Buatan pada Sapi dan Kerbau. Fakultas Peternakan.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. P. 36-62.
Partodihardjo, S. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Mutiara sumber widya.
Jakarta. pp. 499-577
Salisbury, G.W. dan N.L. Van Demark. 1985. Fisiologi Reproduksi dan
Inseminasi Buatan pada Sapi. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Sarwono, B. 1995. Pengawetan Telur Segar. Kanisius. Yogyakarta.

Srigandono, bambang. 1997. Produksi Unggas Air. Gadjah Mada


University Press. Yogyakarta.
Suprijatna, E, Umiyati.A, Ruhyat.K. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas.
Jakarta
Iskandar, S. 2007. Tata Laksana Pemeliharaan Ayam Lokal. Balai
Penelitian Ternak Ciawi. Bogor.
Toelihere, M.R. 1985. Inseminasi Buatan pada Ternak. Penerbit Angkasa.
Bandung.
Toelihere, M. R. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak.Angkasa. Bandung
Wahyuningtyas, F.A., Edhy, S., dan Wahyuningsih, S. 2013. Effects of
Addition Mangosteen (Garcinia mangostana L.) Peel Meal In Feed
Rations to Semen Quality of Mojosari Duck. Fakultas Peternakan.
Universitas Brawijaya. Malang.

Anda mungkin juga menyukai