Anda di halaman 1dari 5

PROBLEM SOLVING

Penderitaan jiwa, berat maupun ringan, sudah menjadi bagian dari


kehidupan manusia di zaman modern ini. Sadar atau tak sadar, banyak
orang merasakan penderitaan dan rintihan dalam batinnya. Terhibur
dalam keramaian tapi tersiksa dalam kesunyian. Tertawa bersama teman,
menjerit dalam kesendirian. Menemukan orang yang tepat untuk curhat
sulit, orang tua tidak mengerti, kawan dekat tak bisa memberi solusi.
Sudah terkuras energi, usaha tak ada bukti. Kemana harus pergi? Pada
siapa
harus
mencari?
Posisi lumayan tinggi tapi orang tak tahu isi hati. Kedudukan terhormat
tapi orang tidak tahu hati melarat. Jabatan terpandang tapi orang tak tahu
hati meradang. Merasa sebagai orang berada, banyak harta, istri cantik,
dihormati orang, tapi hidup tak ada ketenangan. Uang banyak dan
berkecukupan tapi orang tidak tahu hidup selalu resah dan gelisah.
Pendidikan tinggi,
ilmu
banyak,
tapi
pada
Tuhan tak
ada
kedekatan, ketaatan agama tak ada peningkatan. Merasa pintar tapi tak
punya teman dekat, hidup merasa sendiri dan pusing oleh masalah. Ada
sesuatu yang hilang dalam diri. Hati kosong dan hampa. Hidup serasa tak
menentu. Ketenangan batin adalah barang mahal, kenikmatan hidup
jarang dirasakan, bahagia entah dimana.
Manusia hidup dengan persoalannya masing-masing. Ada yang sudah
lama dihinggapi oleh beban perasaan yang berat dan sering stres oleh
pekerjaan yang menumpuk, atau oleh situasi yang menekan, atau oleh
sesuatu yang tidak dimengerti. Pikiran bingung tak menentu. Ada juga
yang jodohnya tak kunjung datang, padahal apa yang kurang dalam diri?
Seakan Tuhan tidak adil, mengapa jodoh saya susah? Banyak yang stres
oleh masalah rumah tangga, Uang dan materi berlimpah tapi tak ada
ketenangan hidup, makanan di rumah tak pernah kurang tapi tak ada
kenikmatan, dengan istri sering cekcok tak ada kecocokan, dengan anak
jauh, dengan orang tua tak dekat, pada mertua tak akrab. Banyak juga
yang sudah lama stres dikejar-kejar hutang. Pemasukan sangat sedikit,
tapi hutang banyak. Bingung serasa hampir memecahkan kepala, tak tahu
harus bagaimana dan harus kemana. Akhirnya, tak betah di rumah, tapi
keluar pun bukan jalan keluar malah sering tambah masalah. Temanteman hanya mendekat kalau kita sedang maju, sedang jatuh pada
menjauh. Semua orang rasanya tak mau mengerti, asing dengan diri
sendiri. Kalau dibolehkan, rasanya ingin bunuh diri saja.
Problem-problem kejiwaan seperti itu banyak dirasakan bahkan juga oleh
orang-orang yang rajin menjalankan agamanya sehari-hari seperti shalat
atau ke gereja. Agama dirasakannya tak lebih sekadar ritual dan rutinitas
saja, tak membantu memecahkan masalah-masalah. Berdoa sering tapi
tak ada perubahan.
Untuk mengatasi masalah-masalah seperti itu, umumnya orang
melakukan tiga hal berikut ini: Pertama, refresing dalam berbagai

bentuknya seperti rekreasi, hiburan, nonton, olah raga, jalan-jalan,


kumpul-kumpul menghabiskan waktu, nongkrong di caf atau belanja
menghabiskan uang. Kedua, menyibukkan diri dalam berbagai aktivitas
yang diharapkan bisa melupakan problem-problem hidupnya untuk
sementara. Ketiga, menghukum dirinya sendiri dengan duduk berjam-jam
depan
komputer
menghabiskan
waktu
dengan
main
game
seharian,chating semalaman mencari orang yang bisa menghibur, atau
yang paling populer sekarang, fesbukan. Ditulislah status-status yang
berisi kalimat-kalimat indah, puisi atau curhat yang mengkespresikan
penderitaan jiwa yang sedang dialaminya: tentang kehampaan hidup,
ketiadaan cinta, kesendirian, kekecewaan dan lain-lain. Seperti sedang
berpuisi padahal sedang menggelisahkan dirinya sendiri. Komentar teman
ada yang mengejek, ada yang simpati dan menghibur, dan semuanya tak
memecahkan masalah!
Dengan cara-cara itu semua, kita berharap penderitaan akan berkurang
atau hilang, kenyataan tidak. Masalah tetap saja lestari, muncul dan
muncul lagi. Saat jalan-jalan dan kumpul dengan teman masalah lupa
sejenak, tapi ketika pulang dan sendirian datang lagi.
Tindakan mencari hiburan adalah langkah salah kaprah dalam
menghadapi masalah. Mengapa? Karena yang menderitanya jiwa tapi
yang diobatinya fisik. Sumber masalahnya dalam batin, tapi yang
dilakukan tindakan-tindakan lahir. Yang merasakannya hati tapi
jawabannya adalah fikiran atau tindakan-tindakan rasional. Yang stresnya
jiwa tapi yang bermain terus pikiran dan argumen. Orang seperti itu salah
dalam memperlakukan diri. Ibaratnya, motor rusak dibawa ke puskesmas,
sakit gigi datang ke bengkel, demam pergi ke tukang jahit. Akhirnya,
masalah tidak hilang-hilang!
Mengatasi penderitaan jiwa dengan hiburan pasti tidak akan
menyelesaikan masalah. Yang kita dapatkan dari hiburan hanyalah
kegembiraan atau kesenangan sesaat, ketika pulang ke rumah atau
kembali pada kesendirian, derita-derita itu datang lagi, muncul lagi.
Begitulah seterusnya. Karena sudah menjadi sistem kesadaran yang
berlangsung lama, pola itu menjadi kebiasaan, akhirnya penderitaan
muncul terus-menerus. Derita-derita itu tak hilang-hilang dan terasa
sangat menyiksa.
Tidak Tepat Terapi
Salah langkah atau terapi adalah penyebab utama masalah dan
penderitaan tak hilang-hilang. Setiap masalah yang dialami setiap orang
ada
sebab
dan
akarnya
sendiri-sendiri.
Karena
itu,
proses
penyembuhannya pun berbeda satu sama lain. Penyembuhan dengan
pendekatan agama secara umum, misalnya dengan memperbanyak
dzikir, shalat sunat atau sabar dan tawakkal, atau bagi Kristen datang ke
Gereja, dengan pengakuan dosa, tidak akan menyelesaikan masalah

karena itu semua tidak mengungkap akar-akar masalahnya. Ibaratnya,


harusnya datang ke dokter spesialis tapi kita datang ke dokter umum.
Mengatasi kesulitan dan masalah hidup BUKAN dengan hanya dengan
sabar dan tawakal atau dengan wirid/dzikir sekian ribu kali, atau dengan
istikharah, puasa senin-kamis, tahajjud atau baca asma ul-husna dengan
bilangan tertentu. Semua praktek ibadah itu untuk menenangkan jiwa dan
untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, bukan untuk menyelesaikan
masalah. Mengingat Allah berbeda dengan menyelesaikan masalah. Kan
bunyi ayat Quran-nya juga: Alaa bidzikrillaahi thathmainnul qulub
(Sesunggungnya dengan mengingat Allah itu, hati akan menjadi tentram),
bukan masalah jadi selesai. Banyak orang rutin berdzikir tetap saja
sifatnya buruk, banyak orang rajin shalat tetap saja kesadarannya tidak
berubah, banyak orang tahu agama tetap saja menghalalkan segala cara,
banyak orang sabar dan tawakal tetap saja masalahnya tak hilang,
banyak orang rajin puasa sunat tapi tetap saja kesadaran hidupnya
rendah.
Bukan
ritual
agamanya
yang
salah,
tapi
antara masalah dengan penyelesaian tidak nyambung. Bukan ibadahnya
yang salah, tapi pengobatan tidak tepat. Semua ritual agama itu bukan
sebagai pemecahan masalah.
Shalat sunat, puasa sunat atau dzikir adalah ibadah tambahan untuk
melengkapi atau menyempurnakan ibadah-ibadah wajib yang banyak
kekurangannya atau yang kita kerjakan tidak maksimal. Ibadah-ibadah
sunat itu kita laksanakan sebagai ketaatan untuk mencontoh perilaku dan
kebiasaan Nabi sebagai teladan yang baik (uswatun hasanah). Kalau pun
berdampak pada berkurangnya beban masalah atau kesembuhan
penyakit, itu karena kasih sayang Allah saja, bukan oleh dzikir dan ibadahibadah kita itu. Beribadah kepada Tuhan bukan untuk menyelesaikan
masalah. Masalah tidak selesai dengan ibadah ritual.
Yang parah adalah datang ke dukun. Tanya itu tanya ini, diberilah resepresep aneh. Sang dukun pun meramal-ramal. Anehnya, bertanya pada
dukun ingin usaha maju dan sukses, dukunnya saja miskin. Bertanya ingin
punya jabatan, ingin terpandang dan terhormat, dukunnya saja tak punya
jabatan apa-apa. Orang yang datang ke dukun adalah sebodoh-bodohnya
manusia. Hilang akal sehatnya. Lebih dari itu, yang paling berbahaya,
percaya pada dukun adalah perbuatan syirik, dosa besar dan tidak akan
diampuni dosanya sebelum dia bertobat nasuha. Sekali saja percaya pada
ramalan dukun, kata Nabi SAW, ibadahnya selama 40 hari ibadahnya tidak
diterima.
Bagaimana Mengatasi Masalah yang Tepat?
Ketika masalah menerjang dan penderitaan jiwa menghimpit,
pengobatannya bukan dengan memperbanyak dzikir, wirid atau membaca
itu ini, apalagi refreshing ke tempat-tempat hiburan. Yang seharusnya
dilakukan adalah merenung mencari sebabnya yaitu menghisab diri
(introspeksi) atas semua kesalahan, dosa dan pelanggaran-pelanggaran

agama yang pernah kita lakukan. Karena semua masalah muncul PASTI
karena kita melanggar ajaran agama. Tapi, merenung ini agak sulit. Tidak
mudah orang menemukan dan menyadari kesalahan-kesalahannya
sendiri. Maka, satu-satunya cara carilah orang yang bisa memberikan
nasehat!! Tanyakanlah mengapa masalah demi masalah muncul dan
datang tak habis-habisnya, kemudian duduk, diam dan dengarkan orang
yang menasehati kita. Jangan pernah membantah nasehat!! Membantah
nasehat adalah ciri orang bodoh.
Orang yang diminta nasehat harus orang yang tepat: yang bersih hatinya,
lurus hidupnya, jernih pandangannya, taat agamanya, satu kata antara
hati dan perbuatannya, bisa menguasai hawa nafsunya dan ini yang
penting: tidak mencari uang dari nasehatnya. Juga, penting dicatat, bukan
orang (termasuk kiayi atau ahli hikmah) yang memberikan resep-resep
instan agar masalah cepat selesai, yang hanya memberi bacaan-bacaan
tertentu, tapi yang bisa menguraikan kesalahan-kesalahan kita,
membeberkan kesalahan-kesalahan kita yang semua menjadi penyebab
yang tidak disadari (hijab ruhani) munculnya masalah-masalah dalam diri
kita, lahir maupun batin. Tanpa canggung dan rasa kasihan, ia harus
membongkar kesalahan-kesahalan kita agar kita menyadari diri.
Mencari orang seperti itu memang agak sulit, karena bukan ulama/kiayi
biasa, tapi bisa bila ada kemauan. Malas atau membayangkan sulit
mencarinya adalah penghalang pertama dari kesembuhan. Cara untuk
menemukan orang seperti itu adalah dengan menghidupkan kepekaan
hati atau qalbu kita: siapakah dalam lingkungan pergaulan kita, atau yang
pernah kita kenal atau kita dengar memiliki atau paling dekat dengan
sifat-sifat yang disebutkan di atas. Kuburkanlah status sosial kita saat
mencari orang seperti itu, jauhkanlah kesombongan karena kesembuhan
tak akan datang selama masih ada gengsi, sombong dan keangkuhan.
Semakin mampu kita menguburkan egosime dan kesombongan, semakin
rendah memandang diri sendiri, semakin merasa diri penuh dengan
kelemahan dan kekurangan bahkan kehinaan, Insya Allah, antena kita
makin kuat untuk menangkap sinyal dimana orang yang layak
memberikan nasehat itu berada. Orang yang tepat itu tak selalu
berhubungan dengan ketenaran, usia, sebutan ulama, kiayi, ustadz dan
sebagainya. Tapi orang yang tulus, tawadhu, ikhlas, ilmunya tinggi dan
tidak ingin terkenal. Orang seperti ini jarang, tapi sekali lagi, ada dan bisa
ditemukan.
Bila sudah menemukan, datangi lalu pintalah nasehatnya. Tanyakanlah
mengapa kita selalu banyak masalah. Tanyakanlah mengapa kita
terpuruk, mengapa kita jatuh, mengapa kita sering stres, mengapa sering
tertipu, mengapa usaha selalu gagal, mengapa sulit mencari jodoh,
mengapa dengan istri/suami sering ribut, mengapa suami/istri selingkuh,
mengapa anak-anak kita kelakuan rusak dan membangkang dst.
Tanyakanlah kesalahan dan keburukan apa yang kita lakukan. Ketika
nasehat
diberikan,
praktekkanlah
rumus
3D: duduk,
diam,
dengarkan! Hanya itu yang patut kita lakukan saat mendengarkan

nasehat. Janganlah pernah membantah nasehat dengan penjelasan dan


kata-kata, dengan pikiran, dengan argumen, bela diri dan apologi. Bila itu
ditunjukkan, itulah penghalang kedua dari kesembuhan, kebenaran dan
datangnya hidayah.
Penyakit umum kita adalah membantah nasehat dan banyak bicara.
Buanglah jauh-jauh kedua sifat itu. Argumen dan penjelasan diperlukan
dalam diskusi bukan saat menerima nasehat. Salah satu problem akut
manusia modern adalah sulitnya menundukkan hati untuk mendengarkan
nasehat dengan rendah hati, tawadhu dan pengakuan kesalahan. Bila
rumus 3D itu dijalankan, Insya Allah, jawaban dari persoalan-persoalan
hidup yang kita rasakan akan datang, jalan keluar akan terang benderang
kemudian berkurang dan hilang. Mengapa? Karena kita melakukan secara
tepat tiga hal: benar memahami masalah diri, benar kemana kita
bertanya, dan benar apa yang harus kita lakukan. Tepat identifikasi
masalah, tepat cara dan tepat langkah, pasti akan mendatangkan tepat
hasil.[] Wallahualam!

Anda mungkin juga menyukai