Anda di halaman 1dari 27

TEKNOLOGI PENAMBANGAN EMAS DI BOMBANA:

Tipologi dan Dampaknya


Eko Tri Sumarnadi Agustinus*)
*)

Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Jl. Sangkuriang Bandung 40135


E-mail : esumarnadi@yahoo.co.id

Latar Belakang
Logam emas merupakan salah satu komoditi bahan tambang yang mempunyai nilai jual
tinggi, sehingga menarik banyak orang untuk mengusahakannya. Karena disamping mudah
dan sederhana cara mendapatkannya, juga mudah dan cepat untuk menjual produk yang
dihasilkannya. Oleh karena itu, tidak heran jika semenjak dilakukannya penambangan
emas di Bombana sejak awal September 2008 menjadi ramai dipenuhi oleh masyarakat
yang menambang. Lokasi penambangan mencakup beberapa tempat diantaranya di sungai
Tahi Ite, sungai Wububangka, dan juga diketemukan di Satuan Pemukiman 8 (SP-8), SP-9
serta SP-6. Lokasi tersebut berjarak sekitar 40 km dari Rumbia, yakni Ibukota Kabupaten
Bombana.
Semenjak berita penemuan emas tersebut menyebar luas ke masyarakat, lebih dari
80.000 orang datang dari berbagai pelosok, tidak hanya dari masyarakat Kabupaten
Bombana saja melainkan juga dari daerah luar Provinsi Sulawesi Tenggara seperti dari
Sulawesi Selatan, Kalimantan dan bahkan ada yang berasal dari Jawa dan Papua. Para
penambang datang dengan menggunakan angkutan umum, kendaraan bermotor (pribadi)
bahkan dengan berjalan kaki, tidak heran jika jalur lalu lintas antara Kolaka - Bombana
dan Kendari - Bombana menjadi ramai. 1 Kedatangan mereka tidak hanya sekedar ingin
tahu atau membuktikan berita tersebut melainkan dengan satu tujuan, yaitu ikut
menambang. Dengan bekal peralatan sederhana seperti wajan, sekop, cangkul dan tenda
dengan antusias mendulang emas dengan harapan akan mendapatkan hasil yang
memuaskan.2
Secara umum, keterdapatan emas di alam bisa berupa sebagai cebakan emas
primer dan/atau endapan emas sekunder.3 Keberadaan logam emas dalam batuan bisa
1

http://korpcitaka.wordpress.com/2008-09-22/tambang emas diketemukan di bombana.

. http: //www.majalah tambang.com/2008-11-19/merebut rezeki emas bombana.

Iskandar Zulkarnain, dkk, Konsep Pertambangan Rakyat dalam Kerangka Pengelolaan Sumber Daya
Tambang yang Berkelanjutan, LIPI Press, 2008, hal 61

berbentuk nuggets berupa logam emas murni (native gold) bisa juga berupa butiran emas
yang sangat halus yang terjebak di dalam mineral sulfida, atau mineral oksida lainnya.
Sedangkan keterdapatan endapan emas sekunder diakibatkan oleh adanya proses
pelapukan batuan (cebakan emas primer) baik secara fisik maupun kimia dan ditransportasi
oleh air sungai serta diendapkan sebagai endapan eluvial atau endapan aluvial.
Keterdapatan emas di alam demikian ini sering disebut sebagai cebakan emas sekunder
atau lebih dikenal sebagai cebakan emas letakan (placer gold deposit)4 seperti yang
terdapat di daerah Bombana, Sulawesi Tenggara.
Teknik penambangan emas pada umumnya tergantung dari kondisi dan karakter
cebakan emas yang meliputi jenis cebakan, ketebalan cebakan yang mengandung emas dan
kedalaman atau ketebalan tanah penutup. Cebakan emas primer, yang pada umumnya
terdapat didalam perut bumi berupa urat-urat kuarsa yang mengandung emas (vein)
disamping masih bercampur dengan mineral asosiasinya 5, dan juga batuan samping yang
pada umumnya bersifat keras. Penambangan untuk tipe cebakan emas primer dapat
dilakukan dengan sistem tambang bawah tanah (underground mining), namun dapat juga
dilakukan penambangan dengan sistem tambang terbuka (surface mining), tergantung
sistem mana yang menguntungkan berdasarkan pada nilai stripping ratio 6. Karena
batuannya bersifat keras, maka penambangannya dilakukan dengan berbagai metoda
penambangan dengan menggunakan alat gali dari yang paling sederhana (cangkul, paju,
palu, ganco) hingga menggunakan alat berat (excavator) bahkan sering dibantu dengan
menggunakan bahan peledak atau teknik peledakan 7. Beberapa contoh penerapan sistem
4

http: //www.dim.esdm.go.id/2005-04-05/endapan placer. Nuggets adalah butiran logam emas dengan bentuk
tidak beraturan yang terdapat di alam yang relatif murni dan dapat dilihat secara kasat mata. Endapan elluvial
adalah endapan yang hasil pelapukan yang tertransportasi tetapi masih dekat dengan sumbernya. Sedangkan
alluvial yang tertransportasi oleh air tetapi relatif sudah jauh dengan sumbernya. Sementara placer gold
deposit adalah cebakan emas letakan yang terdapat pada kedua tipe endapan tersebut.
5

Suratman, dkk, Pelindian Bijih Emas dengan Larutan Amonia Tiosulfat (Batch Scale), tekMIRA,2006.
Sebagai ilustrasi dijelaskan pada identifikasi minerolgi dan karakterisasi percontoh bijih emas hasil analisis
mikroskopis bijih menunjukkan bahwa cebakan emas yang beraosiasi dengan urat kuarsa digolongkan
menjadi empat macam, yakni : fasies karbonan- kuarsa, mangan oksida-kuarsa, kuarsa opal berlapis dan
kuarsa bersulfida. Beberapa jenis mineral yang berasosiasi dengan emas diantaranya pirit, galena, sfalerit,
kalkopirit, silikat ( plagioklas, klorit, dll) bersama material karbonan.
6

Stripping ratio : adalah perbandingan antara volume atau berat material tanah penutup terhadap volume
atau berat bahan galian atau bijih yang akan ditambang. Stripping ratio merupakan salah satu faktor dalam
pemilihan sistem penambangan. Semakin besar nilai stripping ratio pada umumnya diatas (>5) lebih cocok
untuk ditambang dengan sistem tambang bawah tanah (underground mining) disamping faktor-faktor
lainnya.
7

Teknik peledakan biasa digunakan dalam teknologi penambangan terutama untuk batuan yang bersifat
keras, baik untuk sistem penambangan bawah tanah (Pongkor) maupun untuk tambang terbuka (Batu hijau,

tambang bawah tanah, misalnya penambangan emas di Pongkor (PT. Aneka Tambang),
Lebongtandai (Lusang Mining) dan Tembagapura (PT. Freeport Indonesia). Berbeda
dengan tipe cebakan emas sekunder, yang pada umumnya terdapat pada permukaan bumi,
yakni berupa endapan eluvial dan/atau aluvial dan komponen materialnya bersifat lepas
(gravel, pasir, lanau), walaupun kadangkala cebakan tersebut tertutup oleh lapisan tanah
yang cukup tebal. Oleh karena itu, penambangan pada umumnya dilakukan dengan sistem
tambang terbuka (surface mining), meskipun pada kasus tertentu ada kalanya
dikombinasikan dengan sistem tambang bawah tanah (underground mining). Metoda
penambangan dapat dilakukan baik secara konvensional, maupun dengan cara.mekanis
(menggunakan alat berat) dan / atau dengan cara semi mekanis (pompa, monitor) seperti
disajikan pada Gambar IV.1. Penerapan sistem tambang terbuka dengan cara ini seperti
yang dilakukan pada penambangan timah di P. Bangka dan penambangan intan di
Martapura (Kalimantan Selatan).

Sumber: Heemskerk

Gambar IV.1.Operasional penambangan emas latakan dengan


menggunakan perangkat mekanis.
Sedangkan teknologi pengolahan hasil tambang pada umumnya dapat dilakukan
melalui proses benefisiasi mineral dan ekstraksi logam, baik berdasarkan sifat-sifat fisik,
sifat-sifat kimia maupun kombinasinya. Beberapa metoda pengolahan yang berdasarkan
perbedaan berat jenis (graviti), perbedaan sifat permukaan mineral (flotasi), perbedaan sifat
kemagnitan (menggunakan magnetic separator) dan perbedaan sifat kelarutan oleh bahan
Garsberg) dan quarry industri semen (Cibinong, Palimanan).

kimia (amalgamasi, sianidasi, dan thioureasi)

dan lain sebagainya. Sementara untuk

pemisahan mineral berharga terhadap mineral pengotornya dapat dilakukan dengan


memanfaatkan perbedaan berat jenis masing-masing mineralnya dengan menggunakan
media aliran air atau air bertekanan tinggi (hydrolic mining). Seperti pada metoda
pengolahan yang paling sederhana, yakni pendulangan (panning), dan atau menggunakan
alat seperti rocker atau (sluice box ), palong (long tom), jig, humprey spiral dan meja
goyang (shaking table) hingga peralatan yang lebih modern seperti fine material separator,
knelson concentrator 9.
Kasus penambangan emas di Bombana menjadi penting untuk diungkap,
mengingat bahwa kasus penambangan untuk tipe cebakan emas placer di lingkungan
batuan metamorphik masih jarang diketemukan di Indonesia. Berbagai permasalahan
dalam penambangan tersebut, diantaranya tipologi penambangan apa saja yang dilakukan
oleh masyarakat penambang di Bombana?. Apakah penambangan tersebut cukup efisien,
dan bagaimana perbedaan teknologi penambangan yang dilakukan oleh perusahaan dan
masyarakat ? Perubahan lingkungan apa saja yang terjadi dan bagaimana analisis dampak
penambangan ketika menerapkan teknik penambangan tersebut dan bagaimana
kemungkinan cara meminimalisirnya ?. Analog dengan permasalahan tersebut, tulisan ini
memberikan gambaran tentang bagaimana kegiatan penambangan emas yang dilakukan
oleh masyarakat di Bombana, ditinjau dari aspek teknologi penambangan yang meliputi
tipologi dan dampaknya terhadap lingkungan sebagai suatu studi kasus.

Konsep Good Mining Practice dan Pemisahan Emas Letakan Secara Gravity
Guna keperluan analisis kualitatif tentang tipologi penambangan emas di Bombana
dikemukakan 2 (dua) konsep sebagai indikator dalam analisis ini. Pertama adalah konsep
8

Amalgamasi adalah proses pengikatan logam emas (Au) dan perak (Ag) oleh air raksa (Hg), sedangkan
sianidasi adalah pelarutan (pelindian) logam emas (Au) dan perak (Ag) oleh bahan sianida (KCN, NaCN),
lihat juga dalam : Iskandar Zulkarnain, dkk, Konsep Pertambangan Rakyat dalam Kerangka Pengelolaan
Sumber Daya Tambang yang Berkelanjutan, Sedangkan tioureasi adalah pelarutan (pelindian) logam emas
(Au) dan perak (Ag) ataupun logam dasar seperti tembaga (Cu) oleh amonium tiourea atau amonium
tiosulfat, dapat dilihat juga pada Suratman, dkk, Pelindian Bijih Emas dengan Larutan Amonia Tiosulfat
(Batch Scale), tekMIRA, 2006.
9
Michael Silva, Placer Gold Recovery Methods, California Department of Concervation Division of Mines
and Geology, 1986. Berbagai peralatan konsentrasi emas berdasarkan perbedaan berat jenis (graviti) dengan
media dan aliran air, diantaranya adalah pans, rocker atau (sluice box ), palong (long tom), jig, humprey
spiral dan shaking table hingga peralatan yang lebih modern seperti fine material separator, knelson
concentrator.

pertambangan Good Mining Practice yakni: merupakan Konsep Pengelolaan


Pertambangan yang Baik dan Benar (Suyartono, 2003)10 dan yang kedua adalah konsep
tentang bagaimana memperoleh konsentrat bijih emas placer (Michael Silva, 1986) 11.
Konsep Good Mining Practice:
Good mining practice adalah kaidah-kaidah yang harus dijalankan dalam melakukan
proses penambangan agar memberikan keuntungan maksimal dengan dampak minimal.
Kegiatan pertambangan skala besar dituntut dan diawasi untuk selalu melakukan
penambangan dengan menerapkan kaidah-kaidah tersebut, terutama untuk menghindari
terjadinya kerugian lingkungan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja dalam
usaha mereka mengejar keuntungan yang sebesar-besarnya. Namun dalam skala
masyarakat yang menambang, prinsip-prinsip ini masih sulit untuk diterapkan kerena
keterbatasan modal dan keahlian yang mereka miliki12.
Sebagaimana diungkapkan oleh Suyartono, 2003, paradigma pengelolaan kegiatan
usaha pertambangan yang baik dan benar (good mining practice) yang membangun
peradaban didefinisikan sebagai suatu kegiatan usaha pertambangan yang memenuhi
ketentuan-ketentuan, kriteria, kaidah dan norma-norma yang tetap sehingga pemanfaatan
sumberdaya mineral memberikan hasil yang optimal dan dampak buruk yang minimal.
Semua itu meliputi perizinan, teknis penambangan, keselamatan dan kesehatan kerja (K-3),
lingkungan,

keterkaitan

hulu-hilir/konservasi,

nilai

tambah

dan

pengembangan

masyarakat/wilayah di sekitar lokasi kegiatan, serta mempersiapkan penutupan dan pasca


tambang, dalam bingkai kaidah peraturan perundangan dan standar yang berlaku, sesuai
tahap-tahap kegiatan pertambangan (Gambar IV.2). Secara umum, konsep tersebut
didasarkan pada prinsip bahwa industri pertambangan umum, yakni industri pertambangan
mineral yang menghasilkan logam, non-logam dan energi (batubara) dan panas bumi
mempunyai titik berat pada isue demokrasi, keadilan dan pemerataan yang harus
melibatkan antar dan inter generasi. Konsep tersebut hanya dapat terlaksana dengan baik
jika melibatkan para pemangku kepentingan (stakeholder) secara optimal dalam bentuk
10

Suyartono, 2003, Good Mining Practice Konsep tentang Pengelolaan Pertambangan yang Baik dan
Benar, Studi Nusa, 2003.
11

Michael Silva, Placer Gold Recovery Methods, California Department of Concervation Division of Mines
and Geology, 1986.
12

Iskandar Zulkarnain, dkk, Konsep Pertambangan Rakyat dalam Kerangka Pengelolaan Sumber Daya
Tambang yang Berkelanjutan, LIPI Press, 2008.

kemitraan. Sementara pola pikir yang mendasarinya adalah social justice and equity,
pendekatan holistik, komprehensif, terpadu, menghargai keanekaragaman atau pluralisme
serta berwawasan jangka panjang 13.
Melalui tata cara pengelolaan pertambangan yang baik dan benar, diharapkan dapat
dihindari terjadinya pemborosan sumberdaya mineral, tercapainya optimalisasi sumber
daya, terlindunginya fungsi-fungsi lingkungan serta terlindunginya keselamatan dan
kesehatan para pekerja. Oleh karena itu, dalam praktek pengelolaan pertambangan perlu
dilakukan: penerapan teknik pertambangan yang tepat; peduli lingkungan; peduli
keselamatan dan kesehatan kerja; penerapan prinsip konservasi; memiliki nilai tambah;
optimalisasi manfaat bagi masyarakat; dan standardisasi pertambangan.

Gambar IV. 2. Konsep pertambangan yang baik dan benar (good mining practice)
Konsep Pemisahan Emas Letakan Secara Gravity :
Secara konseptual metoda dan peralatan yang digunakan untuk meperoleh emas dari
cebakan emas placer adalah konsentrasi graviti (gravity concentration)

14

. Pemisahan

secara graviti ini paling sering atau banyak digunakan dalam metoda perolehan emas.
13

Iskandar Zulkarnain, dkk, Konsep Pertambangan Rakyat dalam Kerangka Pengelolaan Sumber Daya
Tambang yang Berkelanjutan, LIPI Press, 2008.

14

Gravity concentration, adalah konsentrasi bijih emas dengan menggunakan prinsip perbedaan berat jenis
(specific gravity).

Berbagai peralatan perolehan emas melalui metoda gravimetri, termasuk pans (dulang),
sluicebox, long toms, jigs 15 , disamping itu juga termasuk peralatan amalgamasi yang telah
lama digunakan di California (Silva, 1986). Metoda konsentrasi graviti ini menggunakan
media aliran air, sementara butiran emas yang sangat halus yang disinyalir sebagai flour,
fload atau colloidal gold

16

sebagian besar hilang dalam proses. Pada awalnya penambang

hanya mampu memperoleh tidak lebih dari 60 % kandungan emas, dan sejak 1945
perolehan emas bisa mencapai 70 75 % (Spiller, 1983) 17. Kini dengan adanya sejumlah
perubahan dan disain baru, perolehan dari

pemisahan emas secara graviti dapat

ditingkatkan. Beberapa tipe peralatan tampil untuk mengefisiensikan perolehan emas


placer, namun tidak semua peralatan tersebut efektif digunakan mengingat adanya
perbedaan kondisi cebakan emas placer. Banyak faktor yang berpengaruh, seperti ukuran
besar butir, kandungan lempung (clay), distribusi ukuran emas, metoda penambangan yang
diterapkan, karakter air pencuci, yang akan berpengaruh terhadap jumlah perolehan emas.
Untuk operasional penggunaan, metoda tersebut perlu dilakukan percobaan secara intensif
dan pengujian sebagai salah satu persyaratan dalam perencanaan dan sistem perolehan
emas yang optimal.
Konsep konsentrasi bijih (ore) emas letakan (gold placer) terdiri dari 3 (tiga)
kombinasi dari 3 (tiga) tahap, yakni roughing, cleaning dan scavengeng (lihat
Gambar IV.3).
Feed

Roughin
g
C

Scavengin
gg

Tailing

15

Sluice box, adalah alat alat konsentrasi graviti yang berbentuk kotak memanjang (artificial channel) pada
bagian alas dipasang
riffles untuk membentuk aliran turbulensi sehingga butiran material yang berat
Cleanin
T
jenisnya tinggi dapat terperangkap dan/atau dilapisi dengan karpet yang berfungsi untuk menjebak butiran
g
emas yang lewat melalui media aliran air. Long toms, merupakan gabungan beberapa sluice box yang
dipasang secara bertingkat dengan arah memanjang. Jigs, termasuk
juga alat konsentrasi graviti, namun arah
Concentra
gerakan secara vertikal, disamping menggunakan media air juga digunakan media material dengan berat jenis
menengah yakni diantara berat jenis material yang akan dipisahkante
(ringan dan tinggi).
16

Flour, fload, coloidal gold, merupakan bentuk ukuran butiran emas yang relatif halus dari yang berbentuk
tepung hingga berbentuk koloidal.
17

Spiller D.E, Gravity Separation of Gold then and now, Denver, Colorado, 1983.

Gambar IV. 3. Bagan alir konsep metoda konsentrasi graviti


Sebagai objek konsentrasi adalah memisahkan bijih (ore) sebagai umpan (feed)
proses kedalam 2 (dua) jenis produk, yakni konsentrat (concentrate) dan ampas (tailing).
Secara ideal, bahwa tingkat perolehan emas placer tinggi, dalam arti bahwa semua atau
sebanyak mungkin emas dalam umpan (feed) akan masuk atau berada dalam konsentrat,
sedangkan mineral lainnya akan berada dalam ampas (tailing). Walaupun dalam
kenyataannya (praktek) proses pemisahan tidak akan pernah sempurna, mengingat bahwa
sebagian mineral tidak berharga masuk ke dalam konsentrat sementara sebagian emas
masuk ke dalam tailing. Dengan demikian, bahwa produk yang dihasilkan ternyata akan
selalu berkomplikasi dengan situasi dan kondisi.
Tahap 1 (Roughing) :
Merupakan tahap pertama peningkatan bijih emas atau disebut sebagai umpan (feed) dalam
proses konsentrasi untuk menghasilkan emas kadar rendah terutama consentrate (C) untuk
diolah kembali dan tailing (T), yakni bagian yang mengandung material yang tidak
diperhitungkan pada tahap awal proses. Peralatan yang digunakan dalam tahap ini disebut
sebagai roughers. Roughers ini, kemungkinan dapat menghasilkan sejumlah besar
konsentrat tetapi dengan syarat bahwa perolehan emas dalam concentrate harus >
kandungan emas didalam umpan (feed), atau menghasilkan tailing yang relatif bersih
(bebas emas), atau kombinasi dari kedua-duanya.
Tahap 2 (Cleaning) :
Merupakan proses mengolah kembali konsentrat yang diperoleh dari roughers untuk
menghilangkan mineral pengotor (impurities) yang pada umumnya berupa pasir berwarna
hitam (black sand). Proses ini mungkin sangat sederhana sekali, yakni berupa pencucian
dan pemisahan butiran emas dari pasir hitam (black sand) di dalam pans (dulang). Namun
bisa juga bila kadar emas dalam konsentrat masih rendah, sehingga perlu dilakukan
konsentrasi mineral melalui beberapa tahapan pencucian sebelum diperoleh konsentrat

akhir. Dalam kasus ini, peralatan yang digunakan dalam pencucian sama dengan peralatan
yang digunakan dalam tahap pertama, yakni roughers. Sluice box dapat juga digunakan
untuk mencuci konsentrat yang mengandung pasir berwarna hitam (black sand), sebagai
salah satu contoh adalah alat roughing yang juga bisa digunakan dalam proses cleaning.
Peralatan lainnya, seperti shaking tables sangat cocok untuk digunakan sebagai roughers
dan khususnya digunakan dalam proses cleaning. Konsentrat akhir dicuci hingga diperoleh
kadar konsentrasi bijih emas yang optimal.
Tahap 3 (Scavenging) :
Merupakan tahap akhir, yaitu tahapan dalam memproses material tailing baik yang berasal
dari roughing maupun cleaning sebelum dibuang ke disposal (tempat penampungan akhir
dari tailing). Scavenging dioperasikan hanya cocok dalam jumlah produksi yang besar.
Indikator keberhasilan dalam proses konsentrasi graviti ini biasanya dinyatakan
sebagai tingkat perolehan (recovery) yang merupakan jumlah prosentase emas dalam bijih
yang diperoleh melalui konsentrat. Kadar konsentrat adalah prosentase emas dalam
konsentrat, kadar konsentrat 10 % artinya mengindikasikan bahwa konsentrat mengandung
emas sebesar 10 % dari berat emas. Indikator lainnya adalah nilai ratio of concentration
yang merupakan perbandingan antara (berat x kadar) konsentrat dengan (berat x kadar )
umpan (feed). Jika nilai ratio of concentration = 1,00, ini menunjukkan bahwa proses
pengolahan tidak berhasil. Nilai ratio of concentration pada umumnya akan meningkat
sesuai dengan meningkatnya kadar konsentrat. Pada umumnya, semakin tinggi kadar
konsentrat akan semakin rendah jumlah perolehan. Sejumlah material akan hilang dalam
memperoleh kadar konsentrat yang tinggi. Seperti dalam kasus tertentu, semakin tinggi
kadar konsentrat maka akan menjadi lebih baik dari pada mengambil kembali butiran emas
halus dari konsentrat kadar rendah, dengan demikian berarti akan mengurangi biaya
pengambilan butiran emas halus (refinery).
Tipologi Penambangan Emas di Bombana
Penambangan cebakan emas placer pada umumnya tergantung pada kondisi keberadaan
cebakan emas yang meliputi jenis cebakan, ketebalan cebakan yang mengandung emas dan
kedalaman atau ketebalan tanah penutup. Kondisi cebakan emas di daerah Bombana yang
pada umumnya berupa endapan sungai atau jenis cebakan emas placer, dengan ketebalan
endapan yang diduga mengandung emas kurang lebih 1 meter, dengan ketebalan tanah
penutup bervariasi dari 1 - 8 meter dari permukaan tanah. Dengan demikian, sistem

penambangan yang paling cocok untuk diterapkan di Bombana adalah sistem tambang
terbuka (surface mining), walaupun pada kasus tertentu tidak tertutup kemungkinan untuk
dikombinasikan dengan sistem tambang bawah tanah (underground mining). Sedangkan
metoda pemisahan (pengolahan) mineral yang umum diterapkan untuk jenis endapan emas
placer adalah dengan cara konsentrasi graviti, yakni pemisahan mineral berharga (emas)
atau disebut consentrate terhadap mineral pengotornya (tailing) berdasarkan perbedaan
berat jenis (specific gravity) dan media aliran air.
Seperti telah diketahui bahwa metoda penambangan dan pengolahan yang paling
sederhana dan murah serta mudah untuk diterapkan pada cebakan emas placer adalah
penambangan secara manual dengan cara pendulangan (artisanal mining)18 yang dapat
dilakukan secara perorangan. Metoda berikutnya adalah tambang semprot dan pemisahan
dengan menggunakan sluice box yang dilakukan secara kelompok, seperti yang lazim
dijumpai pada tambang-tambang untuk jenis endapan aluvial lainnya di Indonesia.
Demikian pula halnya dengan metoda penambangan endapan emas placer yang dijumpai
di Bombana, terdapat berbagai tipologi penambangan yang pada prinsipnya merupakan
kombinasi dari proses penambangan dan pemisahan secara konsentrasi graviti dalam
memperoleh logam emas. Berikut ini adalah gambaran atau diskripsi tentang tipologi
penambangan dan pemisahan secara konsentrasi graviti yang dilakukan oleh masyarakat di
Bombana sebagaimana disajikan pada Tabel IV.1.
Tabel IV. 1. Tipologi penambangan emas oleh masyarakat di Bombana
No.
1

Tipologi
Penambangan dan
perolehan konsentrasi
emas dengan cara
pendulangan (panning)
Penambangan dengan
cara penggalian
(sumuran, paritan)
perolehan konsentrasi
emas dengan mini
sluice box dan
pendulangan (panning)
Penambangan dengan

Peralatan

Keterangan

Dulang (pan) terbuat


dari kayu, wajan
(logam)

Pendulangan (panning)
dilakukan pada badan
sungai. (perorangan)

Cangkul, linggis dan


sekop Mini sluice box
Dulang (pan) terbuat
dari kayu, wajan
(logam)

Pembuatan sumuran,
paritan untuk memperoleh
umpan mini sluice box
pendulangan. (kelompok:
3-5 orang)

Pompa air, selang air

Penyemprotan dengan air

18

Artisanal mining, merupakan istilah umum untuk penambangan dengan cara pendulangan (panning). Lihat
juga dalam : Iskandar Zulkarnain, dkk, Dinamika dan Peran Pertambangan Rakyat di Indonesia, LIPI Press,
2007

10

cara tambang semprot,


perolehan konsentrasi
emas dengan sluice
box dan pendulangan

Penambangan dengan
cara tambang mekanis,
perolehan konsentrasi
emas dengan
penyemprotan dan multi
sluice box dan
pendulangan

dan monitor sluice


box, Long toms
Dulang (pan) terbuat
dari kayu, wajan
(logam)
Alat berat (excavator)
Alat semprot (pompa,
selang dan monitor)
multi sluice box
Dulang (pan) terbuat
dari kayu

bertekanan tinggi untuk


memperoleh umpan sluice
box dan pendulangan.
(kelompok: 5-10 orang)
Penggalian dan
pengangkutan dengan alat
berat. Penyemprotan untuk
pemberaian dan pencucian.
Perolehan konsentrasi emas
melalui multi sluice box
dan pendulangan
(kelompok: 10 - 25 orang)

Penambangan dan perolehan konsentrasi emas dengan cara pendulangan (panning) :


Pertama kali emas diketemukan di daerah Bombana berada di sepanjang badan sungaisungai, sehingga cara penambangan yang paling cepat, mudah dan sederhana adalah
dengan cara pendulangan (Lihat Foto IV.1). Pendulangan dilakukan dengan menggunakan
pans (dulang) yang terbuat dari kayu bahkan ada yang menggunakan wajan (kuali).
Pendulangan dilakukan di badan sungai atau pada ceruk yang ada airnya, disamping lokasi
keterdapatan emas juga karena air menjadi faktor utama dalam proses pemisahan ini.
Butiran emas yang terdapat di sungai bercampur dengan lumpur, pasir, dan kerikil dikeruk
dan langsung didulang.
Mekanisme dasar pemisahan emas dari material pengotornya adalah perbedaan
berat jenis (specifig gravity) dan aliran atau putaran air ketika dulang digoyang-goyangkan
dengan arah memutar. Material pengotor dengan berat jenis lebih ringan dibandingkan
butiran emas (berat jenis: 14 - 19) akan terlempar keluar, sedangkan butiran emas tetap
tertinggal pada dasar dulang (pan). Kelemahan cara ini adalah tingkat perolehan yang
masih rendah, walaupun proses ini sangat ditentukan oleh ketrampilan pendulang. Namun
demikian, pada umumnya masih banyak butiran emas yang halus dan berbentuk pipih ikut
terbuang dengan material pengotornya. Cara penambangan ini dapat dilakukan baik secara
individu maupun secara berkelompok, yang pada umumnya dilakukan oleh masyarakat
setempat.

11

Foto IV. 1.

Foto kegiatan pendulangan emas oleh masyarakat


penambang di Bombana

Analisis kualitatif terhadap tipologi penambangan dalam rangka perolehan emas


menunjukkan bahwa penambangan dengan cara pendulangan (panning) pada umumnya
mempunyai kapasitas rendah dan kurang efisien dalam menangkap emas berbutir halus.
Hanya dalam pengoperasiannya sangat sederhana (simple), tidak mahal (murah) biayanya
dan praktis konstruksinya. Pendulangan (panning) secara luas digunakan sebagai metoda
perolehan utama dalam awal penambangan. Namun dalam pengoperasiannya sangat
terbatas, karena hanya emas berbutir kasar saja yang dapat diperoleh, sedangkan partikel
emas yang sangat halus pada umumnya lolos bersama gravel. Hanya sejumlah gravel yang
mengandung emas dapat diproses, ini juga tergantung pengalaman pendulang (panners).
Pans (dulang) sesungguhnya hanya cocok untuk digunakan untuk pekerjaan yang
berhubungan dengan: prospecting (pencarian emas awal dalam penyelidikan umum),
proses cleaning terhadap konsentrat hasil roughing, atau untuk mengerjakan cebakan
eluvial yang kaya akan emas berbutir kasar atau cebakan yang lokasinya memang
terisolasi. Pada awal penambangan di Bombana, pendulangan masih relevan untuk
diterapkan bagi para penambang secara perseorangan, walaupun secara konseptual masih
jauh untuk memenuhi syarat konsep pengelolaan pertambangan yang baik dan benar.
Seperti telah dijelaskan bahwa konsep pengelolaan pertambangan tersebut hanya cocok
bagi level perusahaan yang bermodal besar. Namun demikian, secara organisatoris (level
perusahaan) dibandingkan dengan konsep konsentrasi graviti menjadi tidak relevan lagi,
karena tanpa perencanaan dan koordinasi yang baik dan benar, masalahnya muncul ketika
ribuan orang mendulang pada area yang relatif terbatas, sehingga tingkat perolehan
(recovery) menjadi semakin rendah atau perolehan yang tidak merata, diantaranya
disebabkan oleh:

12

Peralatan yang digunakan oleh para penambang berupa dulang (pans) yang terbuat
dari kayu dan bahkan menggunakan wajan (kuali) tentunya belum atau tidak
memenuhi standar. Walaupun bentuk dan ukuran bisa bervariasi, namun sebagai
pembanding bahwa standar gold pans di Amerika misalnya, mempunyai ukuran
standar sebagai berikut: diameter bagian atas 15 - 18 inci, kedalaman lekukan (depth):
2 - 2,5 inci serta sudut kemiringan sisi-sisinya 30 - 45 o dan bahan pans bisa terbuat
dari logam atau plastik.

Para penambang yang pada umumnya tidak memiliki ketrampilan dan pengalaman
mendulang, meskipun dasar pengoperasian dulang (pans) relatif sederhana. Perolehan
pendulangan akan menjadi optimal jika material yang akan didulang berbutir relatif
seragam disamping dibutuhkan pengalaman dan ketrampilan pendulang (penambang),
walaupun sesungguhnya dalam pengoperasiannya ketrampilan mendulang bisa
dipelajari dari para pendulang yang telah berpengalaman.

Penambangan dengan cara penggalian (sumuran, paritan) dan perolehan konsentrasi


emas kombinasi antara mini sluice box dengan pendulangan (panning)
Ketika butiran emas mulai sulit diperoleh pada badan sungai, para penambang mulai
menggali hingga batuan dasar pada tepi sungai dan mengais tebing-tebing sungai.
Mengingat cebakan emas yang berada pada lapisan tersebut ditutupi oleh tanah penutup
yang cukup tebal, untuk memperoleh material yang mengandung emas maka para
penambang melakukan dengan cara penggalian. Teknik penggalian yang diterapkan oleh
para penambang pada umumnya dengan cara membuat sumuran atau paritan (Foto IV.2),
jika penggalian telah mencapai kedalaman tertentu (biasanya pada cebakan yang diduga
mengandung emas), baru dilakukan penggalian ke arah mendatar dan/atau dengan cara
membuat lubang mendatar pada cebakan tersebut. Penggalian yang dilakukan secara tidak
beraturan, karena tidak terkoordinasi, sehingga mengakibatkan baik jarak antar lubang
maupun arah penambangan juga tidak beraturan. Hasil penggalian lapisan yang diduga
mengandung emas tersebut diangkut keatas atau dikeluarkan dari lubang sumuran maupun
lubang mendatar ke suatu lokasi yang terdapat air, untuk dilakukan pemberaian dan
pendulangan guna memisahkan emas dari material pengotornya. Cara penambangan
demikian ini, pada umumnya dilakukan secara berkelompok, dimana setiap kelompok
terdiri dari 3 - 5 orang. Cara penambangan ini dilakukan oleh masyarakat setempat yang
telah berbaur dengan masyarakat pendatang, khususnya masyarakat penambang yang
13

berasal dari Menado dan Jawa Barat. Permasalahan yang timbul dari cara penambangan
demikian ini adalah pemborosan sumberdaya mineral, karena sebagian lapisan antara
belum terambil dan sering terjadi kecelakaan tambang, yakni akibat runtuhnya tanah
penutup yang relatif kurang stabil.
Mengingat semakin sulit untuk memperoleh butiran emas yang cukup besar, maka
para penambang berupaya melakukan proses pemisahan untuk memperoleh butiran emas
yang halus. Pemisahan butiran emas dilakukan dengan menggunakan mini sluice box,
terbuat dari kerangka dan anyaman bambu berbentuk empat persegi panjang yang
berukuran panjang (1, 5 m) dan lebar (0,5 m) yang dilapisi karpet. Salah satu bagian ujung
dikombinasikan dengan sebuah kotak terbuka yang dilengkapi dengan jaring yang
berfungsi untuk pemberaian dan menyaring material berbutir kasar (kerikil). Mini sluice
box tersebut dipasang miring atau membentuk sudut kecil, sehingga air yang dituangkan
secara manual dengan menggunakan ember kedalam kotak tersebut dapat mengalir diatas
karpet (Foto IV.2. B). Setelah beberapa kali penuangan (proses), karpet dilepas dan dicuci
dalam baskom atau ember selanjutnya dilakukan pendulangan.

A
Foto IV. 2.

B
Penambangan dengan cara membuat sumuran (A) dan
pengoperasian mini sluice box (B).

Analisis kualitatif terhadap tipologi penambangan ini menunjukkan bahwa metoda


penambangan yang dilakukan telah berupaya untuk mengkombinasikan antara sistem
tambang terbuka (surface mining) dengan sistem tambang bawah tanah (underground
mining), walaupun dilakukan tanpa perencanaan dengan baik dan benar. Permasalahan
yang dihadapi adalah biaya operasional yang tinggi, disamping terbatasnya pengetahuan
dan pengalaman tentang penambangan bawah tanah yang hanya mengadopsi teknologi
penambangan dari para penambang pendatang. Cara penambangan demikian ini pada
14

umumnya dilakukan oleh masyarakat setempat secara berkelompok yang terdiri 3 - 5 orang
dengan modal kecil. Pengetahuan tentang cara penambangan tersebut diperoleh setelah
mereka berbaur dengan masyarakat penambang dari luar Bombana, khususnya para
penambang yang berasal dari Menado, Jawa Barat, Kalimantan Selatan, P. Bangka dan P.
Belitung. Tipologi penambangan ini dengan modal dan pengetahuan yang minim, jelas
tidak akan dapat memenuhi konsep pengelolaan pertambangan yang baik dan benar.
Sedangkan secara konseptual tentang metoda perolehan konsentrasi graviti pada
prinsipnya tidak jauh berbeda dengan tipologi penambangan sebelumnya (tipe pertama).
Perbedaannya bahwa pada tipologi ini ada proses pemilihan, pencucian dan pemberaian
material sebagai umpan (feed) proses pendulangan (panning) atau sudah dilakukan proses
roughing walaupun dilakukan secara manual (hand picking) dan proses cleaning yang
dilakukan secara bersamaan dengan proses roughing. Perbedaan lainnya yang menonjol
pada upaya penerapan konsep perolehan konsentrasi gravimetri, dimana proses roughing
dan cleaning dilakukan secara terpisah, walaupun dalam pengoperasian kedua tahap
tersebut belum cukup memadai. Terutama dalam tahap roughing dimana peralatan yang
digunakan masih sangat sederhana, yakni berupa mini sluice box. Kelemahan cara ini,
walaupun dapat menangkap butiran emas yang halus, namun kapasitas produksi masih
relatif rendah. Karena aliran air yang diskontinyu atau tidak tetap dan aliran air tidak
merata bahkan kadang-kadang aliran air terlalu besar, sehingga kemungkinan besar masih
banyak butiran emas berbutir halus terbuang bersama aliran air.
Secara konseptual, sesungguhnya peralatan lainnya selain pans adalah rocker 19.
disamping cukup sederhana, juga efektif dan relatif murah biaya pengoperasiannya dan
dapat digunakan secara berkelompok. Alat konsentrasi ini terbuat dari kayu, yakni terdiri
dari sebuah sluice box, yang dilengkapi dengan screen dan apron 20. Pada bagian dasar
atau lantai sluice box dipasang rifflers untuk membentuk aliran air secara turbulensi
sehingga dapat menangkap atau menjebak butiran emas yang terbawa oleh aliran air.
Saringan (screen) dapat berperan untuk memotong material kasar tetapi cukup lunak,
sehingga memberi kesempatan lempung (clay) dapat terberai secara lebih sempurna,
dengan demikian semua partikel emas berbutir halus dapat terlepas (bebas) dari ikatan
19

Rockers, adalah sejenis alat konsentrasi graviti atau sama dengan sluice box tetapi dtlengkapi dengan
screen dan apron.
20

Screen, adalah saringan yang terbuat dari kawat atau plat yang dilubangi. Apron terbuat dari kanvas yang
dilubangi secara mendatar (strip) yang berfungsi untuk mengarahkan material ke ujung atas rockers.

15

lempung. Saringan ini berukuran (16 - 20 ) inci dengan lebar lubang bukaan (opening)
sekitar 0,5 inci. Material halus yang tercuci akan jatuh dan lolos melalui lubang bukaan,
selanjutnya akan terbawa aliran air serta jatuh diatas apron yang dipasang miring
(menyudut). Apron tersebut dapat berperan untuk mengarahkan atau membawa semua
material ke ujung atas rocker.
Walaupun bentuk dan ukuran rocker

bisa bervariasi, tetapi konstruksi secara

umum tergantung dari material yang tersedia, ukuran butir emas yang akan diperoleh, dan
terutama sangat ditentukan oleh pengalaman penambang. Konstruksi rocker pada
umumnya mempunyai panjang (24 - 60) inci, lebar (12 - 25) inci dan tinggi (6 - 14) inci,
sebagaimana diilustrasikan pada skema gambar berikut ini (Gambar IV.4).

Sumber : Sweef, 1980 dalam Silva, 1986

Gambar IV. 4. Skema sederhana sebuah rocker washer


Bagian terpenting dari sebuah rocker adalah sluice box, yang secara umum
didefinisikan sebagai artificial channel yang dikontrol oleh sejumlah aliran air. Sluice box
dengan riffles merupakan salah satu bentuk alat pemisahan secara graviti tertua yang
masih digunakan hingga kini. Berbagai macam bahan yang dapat digunakan untuk

16

pembuatan sluice box ini, bisa terbuat dari kayu, aluminium, plastik dan baja. Slice box
yang berukuran kecil terbuat dari aluminium atau baja dan mudah diangkut (portable),
biasa digunakan untuk prospecting 21. Walaupun ukuran panjang sluice box bisa mencapai
ratusan feet yang dipasang secara bertingkat dan biasa disebut sebagai long toms, namun
pada umumnya mempunyai panjang 12 feet dan lebar 1 feet. Sluice box yang berukuran
panjang lebih efisien dari pada sluice box yang berukuran pendek tetapi lebar. Kemiringan
sudut pemasangan berkisar (4 - 18 inci) untuk setiap panjang 12 feet atau (1 - 1/6 hingga 1
- ) inci untuk setiap panjang 1 foot. Kondisi tersebut tergantung pada jumlah air yang
tersedia, ukuran material yang diproses serta ukuran partikel emas yang akan diperoleh.
Sluice box dalam pengoperasiannya memerlukan sejumlah air pencuci, namun jika terlalu
besar air yang dialirkan ke dalam umpan (feed) dapat mengakibatkan lapisan pasir yang
mengandung emas hilang keluar melalui dasar sluice box. Oleh karena itu, penggunaan
riffles menjadi penting, karena riffles di dalam sluice dapat memutar kembali materialmaterial di dalam aliran air terperangkap membentuk lapisan pasir berupa partikel dengan
berat jenis tinggi dan terbentuknya gaya putaran (turbulance). Gerakan putaran ini lah
yang menyebabkan partikel berat jatuh terguling dan dengan cepat terperangkap oleh
media lekukan (Gambar IV.5). Riffles ini bisa terbuat dari kayu, batu, besi atau baja dan
pada umumnya berukuran tinggi 0,5 - 1 inci. Disamping riffles, material lainnya berupa
karpet (carpet), courdoroy, burlap dan digunakan pada dasar sluice untuk meningkatkan
perolehan emas berbutir halus.

Sumber : Modifikasi Silva, 1986 dari Pryer, 1963

Gambar IV. 5. Ilustrasi peran pemisahan riffles dalam sebuah sluice


Tingkat perolehan emas dari sluice box bisa bervariasi yang tergantung dari
sejumlah faktor. Oleh karena itu, untuk mengatasi kehilangan emas dapat dilakukan
21

Prospecting, merupakan tahap penyelidikan awal dari tahapan pertambangan

17

dengan cara pencucian kembali dengan frekuensi lebih dari satu kali, mengurangi
kecepatan aliran lumpur (slurry) hingga kecepatan alir 2 - 3 feet per menit, dan/atau
mengurangi jumlah umpan (feed) dan biasanya dilakukan dengan menggunakan saringan.
Sebagai ilustrasi secara detil tentang gambar teknik sebuah rocker yang dapat digunakan
sebagai bahan acuan dalam pembuatan sebuah rocker disajikan pada Gambar IV.6.

Gambar IV. 6. Gambar teknik dan bagian dari sebuah rocker (Silva, 1986)

Gambar IV. 6. Penampang gambar teknik sebuah rockers

18

Keterangan:
A.

Ujung (end), 1 buah, berukuran: (tebal x lebar x panjang) = (1 x 14 x 16) inci.

B.

Sisi (sides), 2 buah, berukuran: (tebal x lebar x panjang) = (1 x 14 x 48) inci.

C.

Bawah (bottom), 1 buah, berukuran: (tebal x lebar x panjang) = (1 x 14 x 44) inci.

D.

Middle spreader, 1 buah, berukuran: (tebal x lebar x panjang) = (1 x 6 x 16) inci.

E.

End spreader, 1 buah, berukuran: (tebal x lebar x panjang) = (1 x 6 x 16) inci.

F.

Rockers, 2 buah, berukuran: (tebal x lebar x panjang) = (2 x 6 x 17) inci. (berlapis)

H.

Screen, luas dimensi luar bottom screen, sekitar 16 inci 2. 4 buah, berukuran: (tebal x lebar x panjang) =
(1 x 4 x 15 1/4) inci dan 1 buah screen dengan luas16 inci

atau lubang bukaan inci atau lapisan

logam yang dilobangi sesuai dengan lobang bukaan (opening)


K.

Apron, terbuat dari canvas (1 x 2) inci strips covered loosely. Untuk cleadts dan apron, dll, 27 feet (1 x
2) inci. 5 buah iron rod: 3/8 inci x 19 inci (panjang).

I.

Handle, yang ditempatkan pada screen.

Penambangan dengan cara tambang semprot dan perolehan konsentrasi emas


kombinasi sluice box dengan pendulangan
Mengingat cara penambangan sebelumnya secara acak dan tingkat perolehan yang masih
rendah, dan / atau masih banyak butiran emas yang tertinggal maka para penambang
menerapkan tambang semprot. Penambangan tersebut dilakukan pada area bekas
penambangan sebelumnya (tailing). Teknik penambangan ini dilakukan seperti halnya
yang diterapkan pada tambang timah di Bangka Belitung maupun pada tambang intan di
Martapura (Kalimantan Selatan). Penambangan dimulai dengan penyemprotan melalui alat
penyemprot (monitor) pada tumpukan material (tailing) pada area bekas penambangan
terdahulu untuk memberaikan material, selanjutnya material dalam bentuk pulp disedot
dan di alirkan menuju palong (sluice box). Untuk keperluan tersebut, minimal diperlukan
dua buah pompa (4 PK) dan selang air (1 inci) untuk ukuran sluice box kecil serta pompa
(24 PK) dan selang air (3 inci) untuk ukuran sluice box besar, dan juga tergantung dari jauh
dekatnya lokasi penambangan dengan sumber air. Palong (sluice box) terbuat dari kerangka
kayu dan papan berbentuk kotak empat persegi panjang berukuran panjang (3 m), lebar (1
m) dan tinggi (0,3 m), yang alasnya dilapisi dengan karpet dan riffle (Foto IV.3.). Ujung
atas palong dipasang kotak terbuka (feeder) yang dilengkapi dengan saringan (grizly)
untuk menyaring material yang berukuran kasar (gravel). Satu unit palong bisa terdiri dari
1-3 rangkaian sluice box yang dipasang secara bertingkat dengan arah memanjang. Palong
dipasang diatas penyangga dengan sudut kemiringan tertentu, sehingga pulp bisa mengalir
ke bawah. Pada waktu tertentu, karpet dilepas dan ditampung dalam baskom pencuci untuk

19

melepaskan material yang mengandung emas yang terperangkap dalam karpet, selanjutnya
dilakukan pendulangan guna memisahkan butiran emas dari material pengotornya.
Penambangan dengan cara ini terutama dilakukan di daerah Tahi ite, tidak hanya
pada sungai utama, tetapi kini sudah merambah pada cabang-cabang sungai kering
(intermiten)

22

ke arah hulu sungai. Permasalahan yang dihadapi adalah minimnya

ketersediaan air, masalah penyemprotan yang dilakukan pada tebing-tebing sungai yang
cukup terjal, sehingga besar kemungkinan terjadinya longsoran. Cara penambangan ini
dilakukan secara berkelompok (5 - 10 orang) oleh anggota masyarakat yang cukup modal
(pemodal), dan salah satu anggotanya biasanya berasal dari luar Bombana, terutama
berasal dari P. Bangka atau Martapura (Kalimantan Selatan) yang telah berpengalaman
dalam tambang semprot.

Foto IV. 3. Foto kegiatan tambang semprot


Analisis kualitatif untuk tipologi penambangan ini menunjukkan bahwa secara
konseptual tambang semprot tersebut sesuai dengan teknik penambangan yang lazim
digunakan untuk tipe cebakan emas placer pada umumnya. Kondisi demikian dapat
dipahami, mengingat pengoperasiannya dikoordinir oleh penambang yang berpengalaman
dari luar Bombana. Pada umumnya para koordinator direkrut dari daerah Kalimantan
Selatan, P. Bangka dan P. Belitung yang telah berpengalaman dalam tambang semprot dan
didukung oleh para pemodal. Walaupun secara teknis dapat diklasifikasikan sebagai
kategori pertambangan rakyat, namun secara umum belum bisa dikatakan demikian,
karena pengelolaan penambangannya belum memenuhi syarat atau sesuai dengan kaidahkaidah pertambangan yang baik dan benar.
22

Intermeten, adalah tidak tetap, misalnya sungai yang berair hanya ketika musim hujan.

20

Sedangkan secara konseptual tentang metoda perolehan konsentrasi graviti pada


prinsipnya bahwa proses pemberaian dilakukan secara terpisah, yakni melalui
penyemprotan dengan air yang bertekanan tinggi dengan menggunakan pompa air dan
monitor. Proses roughing dilakukan dengan sebuah sluice box atau 3 (tiga) buah sluice
box yang dipasang secara bertingkat. Sementara untuk proses cleaning dilakukan secara
terpisah dengan proses roughing melalui pendulangan (panning). Beberapa kelemahan
yang terlihat dalam cara ini, diantaranya pada sudut kemiringan sluice terlalu besar (> 5o)
dan lapisan aliran air (slury) terlalu besar, sehingga kemungkinan partikel emas halus dapat
lolos bersama dengan aliran air.
Penambangan dengan cara kombinasi tambang mekanis, semprot dan perolehan
konsentrasi emas kombinasi multi sluice box dengan dan pendulangan.
Lokasi penambangan dilakukan secara terpisah dengan unit pengolahan. Penambangan
dengan cara ini dilakukan secara mekanis dengan menggunakan peralatan berat seperti
buldozer berfungsi untuk pengupasan tanah penutup dan meratakan tanah dan back hoe
berfungsi sebagai alat gali dan alat muat, serta dump truck berfungsi sebagai alat angkut
hasil penggalian. Material hasil penambangan diangkut ke lokasi pengolahan, yang pada
umumnya dekat dengan sumber air. Unit pengolahan terdiri beberapa unit sluice box yang
terbuat dari papan yang dilapisi karpet, tetapi tanpa menggunakan penyangga dan dipasang
sejajar dengan arah memanjang dengan kemiringan tertentu. Pada ujung atas sluice box
dibangun landasan yang terbuat dari beton dengan kemiringan hampir sama dengan
kemiringan sluice box. Landasan tersebut dapat berperan sebagai tempat pemberaian
material hasil penambangan yang dilakukan dengan menggunakan alat seprot (monitor),
hasil penyemprotan berupa lumpur (slury) yang mengalir kedalam unit sluice box menuju
tempat penampungan tailing (Foto IV.4.). Untuk keperluan pengolahan tersebut,
diperlukan beberapa unit pompa dan selang air dengan kapasitas yang besar. Pada unit
pengolahan dilengkapi dengan beberapa kolam penampung air dan kolam penampungan
limbah (tailing). Cara penambangan ini dilakukan oleh pemodal besar atau perusahaan
tambang swasta (PT. Panca Logam Makmur) yang bermitra dengan masyarakat
penambang dengan sistem bagi hasil.

21

Foto IV. 4. Foto kegiatan penambangan semi mekanis


Analisis kualitatif untuk tipologi penambangan ini menunjukkan bahwa secara
konseptual penambangan secara mekanis dengan menggunakan peralatan berat (excavator)
lazim digunakan pada tipe cebakan bijih placer seperti yang dilakukan pada tambang timah
di P. Bangka. Tipologi penambangan ini dilakukan oleh perusahaan swasta (PT. Panca
Logam Makmur) yang bermitra dengan masyarakat setempat. Baik secara teknis maupun
organisatoris menunjukkan bahwa tipologi penambangan tersebut dapat diklasifikasikan
sebagai pertambangan rakyat, karena relatif memenuhi kaidah-kaidah pengelolaan
pertambangan yang baik dan benar.
Sedangkan secara konseptual tentang metoda perolehan konsentrasi graviti pada
prinsipnya bahwa proses pemberaian dilakukan secara terpisah, yakni melalui
penyemprotan dengan air bertekanan tinggi dengan menggunakan pompa air dan monitor.
Proses roughing dilakukan dengan multi sluice box yang dipasang pada beberapa tempat
di lokasi unit pengolahan. Sementara untuk proses cleaning dilakukan secara terpisah
dengan proses roughing, yaitu melalui proses pendulangan (panning). Beberapa kelemahan
yang terlihat dalam cara ini, diantaranya bahwa pada saat pemberaian material sebagai
umpan (feed) semburan air masih terlalu besar (kurang kontrol) sehingga lapisan aliran air
(slury), sehingga kemungkinan partikel emas halus masih bisa lolos bersama aliran air
walaupun pada sudut kemiringan relatif kecil (< 5o). Proses pemisahan yang dilakukan oleh
perusahaan yang bermitra dengan masyarakat penambang untuk sementara ini terkesan
hanya untuk mengejar produksi dengan cepat, walaupun pada masa mendatang ampas
(tailing) yang ditampung bisa di olah kembali. Seharusnya pada tataran perusahaan, secara
konseptual mampu untuk menerapkan metoda konsentrasi graviti secara lengkap, dimana
konsentrasi graviti dapat dilakukan kombinasi dari ketiga tahapan, yakni roughing,
cleaning dan scavenging. Sementara peralatan yang digunakan masih terlalu sederhana,
seharusnya peralatan pemisahan metoda graviti yang lebih modern dapat diterapkan pada
level perusahaan ini, sehingga perolehan emas menjadi lebih optimal.

22

Analisis Dampak Teknik Penambangan Emas di Bombana


Dampak teknik penambangan dan perolehan emas dengan cara pendulangan
Penambangan dengan cara pendulangan, secara umum tidak menimbulkan kerusakan
lingkungan yang cukup berarti karena hanya menggunakan peralatan sederhana, dan secara
fisik hanya nampak penurunan kualitas air seperti meningkatnya tingkat kekeruhan air.
Namun ketika jumlah pendulang mencapai ribuan orang, dampak penambangan yang
ditimbulkan menjadi penting untuk diperhatikan. Tidak hanya faktor perubahan fisik
lingkungan yang berubah, tetapi juga faktor dampak turunannya seperti: kebersihan dan
kesehatan lingkungan yang cenderung menurun. Karena para penambang juga membawa
keluarganya, tinggal di lokasi penambangan dengan mendirikan tenda di sekitar sungai
(Foto IV.5).

Foto IV. 5. Foto kondisi fisik lingkungan penambangan


Disamping air sungai menjadi lebih keruh dan kental atau berupa lumpur, juga
tidak terdapat fasilitas yang mendasar seperti kebutuhan air untuk MCK dan lain-lainya,
sehingga lingkungan menjadi rawan akan terjangkitnya penyakit muntaber. Meningkatnya
jumlah penambang tersebut juga mengakibatkan penambangan (pendulangan) menjadi
tidak efektif, karena disamping penambang tidak terampil juga wilayah penambangan yang
diacak atau menjadi tidak beraturan. Hasil pendulangan menjadi jauh berkurang,
disamping semakin menipisnya jumlah cadangan juga banyak butiran emas halus yang
tidak terambil. Kondisi seperti itu cenderung mengakibatkan pemborosan sumberdaya
mineral.

23

Dampak teknik penambangan dengan cara penggalian (sumuran, paritan) dan


perolehan emas dengan mini sluice box dan pendulangan (panning)
Semakin meningkatnya jumlah penambang, terutama dengan masuknya para penambang
dari luar Kabupaten Bombana yang memberikan pengalaman cara menambang dari tempat
asalnya, diantaranya melakukan penggalian dengan cara membuat sumuran atau paritan
disekitar badan sungai. Penggalian tersebut bertujuan untuk memperoleh lapisan tanah
yang diduga mengandung emas, pemisahan butiran emas dari material pengotornya
dilakukan dengan cara pendulangan di sungai yang ada airnya. Dampak perubahan fisik di
sekitar badan sungai semakin penting untuk diperhatikan. Lubang bukaan (sumuran,
paritan) yang dibuat tidak beraturan disamping merusak bentang alam juga terjadinya
longsoran yang berpotensi terjadinya kecelakaan tambang dan bahkan mengakibatkan
kematian. Aliran sungai menjadi semakin tidak jelas, terutama diakibatkan oleh tanah
buangan hasil penggalian, dan juga tidak semua lapisan yang diduga mengandung emas
dapat terambil. Proses pemisahan butiran emas dari mineral pengotornya, yakni dengan
menggunakan peralatan tambahan berupa mini sluice box dan pendulangan tetapi tidak
dilakukan dengan baik dan benar, karena terbatasnya pengetahuan dan peralatan serta
kecilnya modal kerja. Melalui proses tersebut butiran emas yang relatif halus dapat
ditangkap, walaupun hasil yang diperoleh masih belum optimal.
Dampak teknik penambangan dengan cara tambang semprot dan perolehan
konsentrasi emas dengan menggunakan sluice box dan pendulangan (panning).
Semakin terbatasnya area yang dapat ditambang, beberapa upaya yang dilakukan oleh para
penambang yang didukung oleh pemodal teknik penambangan berkembang, yakni
menerapkan tambang semprot seperti yang dilakukan baik pada tambang timah di Bangka
dan Belitung maupun pada tambang intan di Martapura. Penerapan tambang semprot ini
menempati bekas area penambangan sebelumnya, bertujuan untuk mengambil atau
memanfaatkan tailing dan lapisan tanah yang diduga masih mengandung emas yang masih
tersisa. Pemisahan butiran emas terhadap material pengotornya dilakukan dengan
menggunakan palong (sluice box), beberapa kelemahan yang nampak di lapangan adalah
kemiringan palong dengan sudut kemiringan lebih besar dari 5 o dan aliran air masih terlalu
deras, sehingga butiran emas halus kemungkinan besar terbawa oleh aliran air bersamasama dengan tailing. Dampak penambangan ini cenderung menimbulkan kerusakan fisik

24

lingkungan yang semakin parah, tidak hanya permukaan tanah yang tidak merata tetapi
juga terbentuk ceruk atau semacam kubangan lumpur yang cukup dalam. Kondisi tersebut
juga dapat menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk, yang merupakan sumber
penyakit. Walaupun demikian, tailing yang terbuang disamping lumpur terdapat juga pasir
dan kerikil yang terkonsentrasi yang sebetulnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan
bangunan sebagai hasil sampingan. Kini dengan semakin terbatasnya area penambangan,
tambang semprot tersebut tidak hanya menempati bekas penambangan sebelumnya, tetapi
juga sudah merambat ke tebing anak sungai intermiten. Disamping berpotensi terjadinya
longsoran, juga dapat mengakibatkan badan sungai menjadi semakin melebar.
Dampak teknik penambangan dengan cara kombinasi tambang mekanis, semprot
dan perolehan konsentrasi emas dengan multi sluice box dan pendulangan
Penambangan dengan cara ini dilakukan oleh masyarakat penambang yang bermitra
dengan perusahaan swasta (PT. Panca Logam Makmur) yang telah mempunyai izin
eksploitasi. Dampak penambangan ini belum nampak begitu kelihatan nyata, karena masih
baru berlangsung sambil melakukan tahap penyiapan (development), tetapi yang jelas lebih
baik dari cara penambangan sebelumnya karena sebelum tambang beroperasi telah
dilakukan studi kelayakan terlebih dahulu. Dengan semakin menumpuknya tailing,
lambat laun akan menimbulkan permasalahan baru, untuk itu sedang dipikirkan tentang
bagaimana cara memanfaatkan tailing tersebut menjadi produk sampingan (by product).
Sebagian dari pengolahan hasil penambangan ini dilakukan bermitra dengan masyarakat
penambang dengan sistem bagi hasil, masyarakat yang mengolah mendapat bagian 24 %.
Menurut masyarakat penambang, walaupun hasilnya sedikit, tetapi ada kepastian
pendapatan dan memperoleh jaminan kesehatan maupun kecelakaan. Bagi masyarakat
penambang, yang penting dapat bekerja dengan tenang atau tidak digusur, meskipun kini
belum adanya kepastian jaminan masa depan.
Kesimpulan
Hasil analisis secara kualitatif menunjukkan bahwa tipologi penambangan emas oleh
masyarakat di Bombana ada 4 tipe, yakni:
Tipe 1:
Penambangan emas yang dilakukan oleh masyarakat secara perseorangan dengan cara
pendulangan (panning) tidak sesuai dengan kaidah-kaidah penambangan yang baik dan

25

benar. Walaupun secara konseptual masih relevan dengan konsep metoda perolehan secara
konsentrasi graviti untuk penambangan awal, namun penerapan metoda pendulangan
(panning) ini menjadi bermasalah ketika penambang jumlahnya ribuan pada lokasi yang
relatif terbatas dan sebetulnya metoda pendulangan (panning) ini hanya cocok untuk
pekerjaan prospecting. Dampak penambangan tipologi ini pada awalnya kerusakan
lingkungan tidak cukup berarti, namun dengan bertambahnya ribuan penambang maka
kerusakan lingkungan menjadi penting untuk diperhatikan.
Tipe 2:
Penambangan emas yang dilakukan oleh masyarakat secara berkelompok, namun karena
kekurangan modal dan pengetahuan serta belum terorganisir dengan baik dan benar,
sehingga masih jauh dari persyaratan pengelolaan pertambangan yang baik dan benar.
Walaupun secara konseptual perolehan konsentrasi graviti telah diterapkannya tahap
roughing dan cleaning secara terpisah, namun karena peralatan kurang memadai sehingga
perolehan emas menjadi kurang optimal. Dampak akibat kegiatan penambangan ini selain
terjadinya pemborosan sumber daya mineral, juga terjadinya kerusakan secara fisik
menjadi semakin parah karena tanpa adanya perencanaan yang baik dan benar.
Tipe 3:
Penambangan emas yang dilakukan oleh masyarakat secara berkelompok dengan
dukungan penyandang dana dan koordinator berpengalaman, tetapi karena tidak dilakukan
perencanaan yang baik dan bahkan cenderung sebagai petualang. Tipologi penambangan
ini jelas tidak memenuhi persyaratan pengelolaan pertambangan yang baik dan benar.
Secara konseptual perolehan konsentrasi graviti relatif lebih baik dibandingkan dengan
tipologi penambangan sebelumnya (tipe 1 dan 2), tetapi karena tanpa perencanaan dengan
baik dan benar mengakibatkan kerusakan fisik lingkungan akibat penerapan teknik
penambangan ini menjadi semakin parah.
Tipe 4:
Penambangan emas yang dilakukan oleh masyarakat dengan bermitra perusahaan swasta
dimana masyarakat hanya melakukan pemisahan atau pengolahan saja, sementara
penambangannya dilakukan oleh perusahaan secara tambang mekanis. Tipologi
penambangan ini relatif lebih memenuhi persyaratan pengelolaan pertambangan yang baik
dan benar ketimbang tipologi sebelumnya (tipe 1, 2 dan 3). Karena disamping adanya
dukungan modal, juga didukung oleh peralatan dan pengetahuan yang lebih memadai.
Walaupun secara konseptual perolehan konsentrasi graviti belum dilakukannya tahap

26

scavenging dan seharusnya mampu menggunakan peralatan konsentrasi graviti yang


lebih modern sehingga perolehan emas menjadi lebih optimal. Tipologi penambangan ini
lebih menjanjikan, karena telah dilakukan perencanaan penambangan dengan baik
sehingga kerusakan lingkungan dapat diminimalisir.

DAFTAR PUSTAKA
Heemskerk, M., and Kooye, R. van der, Challenges To Sustainable Small-Scale Mine
Development In Suriname, 2003,
http://korpcitaka.wordpress.com/2008-09-22/tambang emas diketemukan di Bombana.
http: //www.majalah tambang.com/2008-11-19/merebut rezeki emas Bombana.
http: //www.dim.esdm.go.id/2005-04-05/endapan placer.
Michael Silva, Placer Gold Recovery Methods, California Department of Concervation
Division of Mines and Geology, 1986.
Mining and Its Effects on the Environment, http://www.scribd.com/doc/103246/IssueAnalysis-Mining-and-Its-Effects-on-the-Environment
Suyartono, 2003, Good Mining Practice Konsep tentang Pengelolaan Pertambangan
yang Baik dan Benar, Studi Nusa, 2003.
Sotham, S., Small-scale gold mining in Cambodia :A Situation Assessment, Ministry of
Industry, Mines and Energy, Cambodia, 2004, 37 p.
Spiller D.E, Gravity Separation of Gold then and now, Denver, Colorado, 1983.
Zulkarnain, Iskandar dkk., Potensi Konflik di Daerah Pertambangan: Kasus Cikotok dan
Pongkor, Jakarta: Riset Kompetitif Pengembangan Iptek - LIPI, 2003.
Zulkarnain, Iskandar dkk., Konflik di Kawasan Pertambangan Timah, Bangka Belitung:
Persoalan dan Alternatif Solusi, Jakarta: Riset Kompetitif Pengembangan Iptek
-LIPI, 2005.
Zulkarnain,

Iskandar

dkk.,

Panduan

Pemberdayaan

Masyarakat

di

Kawasan

Pertambangan, Jakarta: Riset Kompetitif Pengembangan IPTEK LIPI, 2006.


Zulkarnain, Iskandar dkk., Dinamika dan Peran Pertambangan Rakyat di Indonesia,
Jakarta: Riset Kompetitif LIPI, 2007.
Zulkarnain Iskandar, dkk, Konsep Pertambangan Rakyat dalam Kerangka Pengelolaan
Sumber Daya Tambang yang Berkelanjutan, LIPI Press, 2008.

27

Anda mungkin juga menyukai