Anda di halaman 1dari 87

Oleh:

Drs. Arief S. Safrianto, M.M.

Universitas Mercu Buana Jakarta

Pokok Bahasan
I.
II.
III.

Filsafat Ilmu
Etika Komunikasi
Etika / Kode Etik Profesi Komunikasi
1. Kode Etik Jurnalistik
2. Pedoman Perilaku Penyiaran
3. Kode Etik Perhumas
4. Kode Etik Insan Kehumasan Pemerintah
5. Etika Pariwara Indonesia

FILSAFAT ILMU
Filsafat Ilmu : Ilmu yang mempelajari sebab yang sedalam - dalamnya
mengenai hakekat persolan ilmu.
Hakekat Persoalan Ilmu : Ontologi

Epistemologi Aksiologi

Bidang Filsafat :
1. Ontologi/metafisika apa ilmu itu ?
2. Epistemologi (Bagaimana cara peroleh Ilmu)
a. Logika
b. Metodologi
c. Filsafat ilmu
3. Aksiologi (nilai) : Untuk apa ilmu itu dipergunakan
a. Etika : Cabang filsafat yang mempelajari baik/buruk tindakan
b. Estetika : Cabang filasafat yang mempelajari indah/tidaknya
tindakan

Objek Etika :
Manusia dinilai manusia lain dari tindakannya
Katagori penilaian tindakan : baik buruk (etika)
Indah jelek (estetika)
Sehat kurang sehat dari segi
kesehatan/medis
Tindakan dinilai Baik - Buruk (etika) terhadap orang lain berarti tindakan
itu dilakukan dengan sadar atas pilihan atau dengan sengaja.
Faktor kesengajaan mutlak ada dalam penilaian baik-buruk disebut
penilaian kesadaran etis / moral
Sengaja : Berarti ada rasa tahu dan bisa memilih.
Tidak ada Kesengajaan maka tidak ada
penilaian baik buruk
Tahu dan memilih harus ada dalam penilaian moral
Etika, khusus dilakukan pada tindakan - tindakan manusia yang dilakukan
dengan sengaja
Objek Materia Etika : Manusia
Objek Forma Etika : Tindakan manusia yang dilakukan dengan
sengaja

Objek Materia Etika : Manusia


Objek Forma Etika : Tindakan manusia yang dilakukan dengan sengaja
Penilaian Etis hanya dapat dilakukan jika ada kehendak bebas
kehendak memilih
Manusia tidak bebas,karena dipengaruhi 2 hal, yaitu :
- Determinisme materialistik
Manusia berada di alam,sehingga ia harus tunduk
oleh hukum-hukum alam
- Determenisme Religius.
Kehendak manusia ditentukan Tuhan, karena ia
maha kuasa

KESADARAN MORAL

Kesadaran Moral yang sudah timbul disebut


KATA HATI !
orang pingsan tidak ada kesadaran etisnya

Cara Kerja Kata Hati :


Ada kesadaran atau pengetahuan umum tentang baik - buruk
Setiap orang bertindak secara etis, ada penerangan mengenai
tindakan kenkrit
Sesudah ada tindakan (atas pilihan) ada penentuan (vonis) bahwa
tindakan itu baik/buruk
Penilaian Objektif : tindakan lepas dari subjek yang melakukan
tindakan itu, sehingga lepas pula dari situasinya
dan tindakan itu diukur baik-buruknya diluar
subjek
Penilaian Subyektif : Putusan yang diambil berdasarkan KATA HATI
demi tidak terikat ukuran/norma di luar subjek
Kesadaran Etis/Moral : Pengetahuan bahwa ada baik dan buruk

ETIKA KOMUNIKASI
Etika : - Hendak mencari ukuran baik-buruk
- Hendak mengetahui bagaimana manusia seharusnya bertindak
Komunikasi : Usaha manusia dalam menyampaikan IP
nya kepada manusia lain.
Jadi :
Etika Komunikasi :
Penilaian baik-buruk ataui bagaimana manusia seharusnya bertindak
dalam usahanya menyampaikan IP-nya kepada manusia lain.
Tanggung Jawab :
Manusia harus bertanggung jawab terhadap tindakanya yang
disengaja.Artinya manusia dapat mengatakan dengan jujur kepada
kata hatinya, tindakan itu sesuai kata hati dan tindakan itu baik.
Tanggung Jawab :Kepada kata hati
Kepada orang lain.

A. PENGERTIAN :
Etika :
Verderber : Etika adalah standar - standar moral yang mengatur perilaku
manusia bagaimana harus bertindak dan mengharapkan orang
lain bertindak. Etika pada dasarnya merupakan dialektika
antara kebebasan dan tangguing jawab, antara tujuan yang
hendak dicapai dan cara untuk mencapai tujuan itu. Ia
berkaitan dengan penilaian tentang perilaku benar atau tidak
benar, yang baik dan tidak baik, yang pantas atau tidak pantas,
yang berguna atau tidak berguna, dan yang harus dilakukan
atau tidak boleh dilakukan.
I.R. Poedjawijatna : Manusia yang berkepribadian etis adalah manusia yang
dalam tindakannya selalu memilih yang baik sesuai dengan
penerangan budinya. Manusia yang berkepribadian (etis)
adalah manusia susila.

Jadi Etika Adalah :


- Ilmu yang mempelajari apa yang baik dan yang buruk, dan tentang hak dan
kewajiban moral.
- Nilai mengenai benar dan salah yang dianut oleh suatu golongan atau
masyarakat.
- Ilmu yang secara mendasar akan mendapat jawaban atas pertanyaan
bagaimana manusia harus hidup dan bertindak menurut norma-norma.
- Mengarahkan manusia agar pada gilirannya dapat mengerti mengapa harus
bersikap begini atau begitu, dan mampu bertanggung jawab atas kehidupan dan
tindakan apa yang telah dilakukan.
Etika Komunikasi :
Seorang komunikator dengan motif - motif tertentu berupaya mencapai tujuan
tertentu pada khalayak tertentu dengan menggunakan (secara sengaja atau
tidak) sarana-sarana atau teknik-teknik komunikasi untuk mempengaruhi khalayak.

Jadi etika komunikasi mempersoalkan penilaian pada :


- Komunikator dan motifnya dalam penyampaian pesan
- Tujuan Komunikasi
- Khalayak sasaran komunikasi
- Sarana dan teknik komunikasi yang digunakan.
B. MANFAAT ETIKA :
- Agar disenangi, disegani, dan dihormati orang lain.
- Memudahklan hubungan dengan orang lain, sehingga
melancarkan kegiatan hidup dan kerja.
- Memelihara suasana menyenangkan di lingkungan keluarga,
tempat kerja, dan handai tolan.
- Memberi keyakinan pada diri sendiri saat menghadap orang
lain.
- Meningkatkan citra pribadi seseorang di mata masyarakat.

Ukuran Baik :
1. Menurut aliran Hedonisme :
Semua tindakan manusia cenderung untuk mencapai :
Kepuasan semata (lihido Sexualitas) S.Freud
Kepuasan dalam memiliki kekuasaan Alder
2. Menurut aliran Utilitarisme :
Yang baik adalah yang berguna. Jadi baik-buruknya
sesuatu, dinilai dari kegunaannya untuk mencapai tujuan.
3. Menurut Aliran Vitalisme :
Yang baik adalah yang mencerminkan kekuatan dalam hidup.
Kekuatan dan kekuasaan menaklukan orang yang lemah,itulah
ukuran baik,Manusia yang kuasa itulah manusia baik.
4. Menurut aliran sosialisme
Masyarakat terdiri dari manusia, maka masyarakat yang
menentukan baik - baik tindakan individu anggota masyarakat.
Ukuran baik adalah yang lazim dianggap baik oleh
masyarakat tertentu.

5. Menurut aliran Religionisme :


Ukuran baik berdasarkan kehendak Tuhan
Kendala menetukan ukuran baik :
jika berbeda ukuran baik menurut tiap-tiap agama
yang berbeda.
6. Menurut aliran Humanisme :
yang baik adalah yang sesuai kodrat manusia. Jadi tindakan yang
baik adalah tindakan yang sesuai dengan derajat manusia atau tidak
mengurangi atau menentang kemanusiaan
Contoh :Manusia makan dan minum, untuk
mempertahankan hidup,memulihkan
kekuatanKodrat manusia
Manusia minum untuk ketenangan
kemudian mabukini buruk

Norma :
Secara Etimologi :
Norma (bahasa Latin) = penyiku (alat tuk Kayu)
Norma : pedoman, ukuran, aturan/kebiasaan
Fungsi Norma :
a. Sebelum terjadi sesuatu,dipakai sebagai pedoman/haluan untuk
menunjukan bagaimana sesuatu terjadi.
b. Sesudah terjadi sesuatu, dipakai sebagai ukuran untuk
mempertimbangkan apakah sesuatu itu terjadi seperti yang
seharusnya.
Fungsi Norma kalau diterapkan pada perilaku manusia :
a. Berfungsi sebagai pedoman,pemandu, petunjuk, perintah
hukum :
bagaimana seharusnya manusia berperilaku dihari depan.
b. Berfungsi sebagai ukuran sesudah perbuatan selesai :apakah
perilaku
sesuai norma atau tidak.

Bentuk-bentuk Norma :
1.Peraturan Sopan-Santun hanya berdasarkan konvensi
2.Norma Hukum Pelaksanaannya dapat dituntut/
dipaksakan
Pelanggarannya dapat ditindak
(oleh penguasa sah)
3. Norma Moral Norma yang menjadi dasar menilai
seseorang dari segi baik-buruknya.
Semua kesepakatan mengenai baik - buruk dalam masyarakat disebut
norma etika masyarakat tersebut.
Catatan :
Tanpa adanya Norma kehidupan manusia akan kacau. Manusia tidak
menginginkan keadaan tidak senonoh dan perilaku tidak tertib. Untuk itu perlu
norma sebagai aturan mencapai ketertiban.

Kode Etik Profesi :


Code : Sistem aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang telah disetujui dan
diterima oleh masyakarat atau kelas tertentu atau kelompok
tertentu dalam masyarakat.
Profesi : Pekerjaan terutama yang memerlukan pendidikan lanjutan dan
latihan khusus, seperti : Arsitektur, hukum kedokteran, jurnalistik.
Kode Etik Profesi :
Suatu sistem norma-norma (aturan) etika yang telah disetujui oleh anggotaanggota organisasi profesi tertentu , seperti :
Kode etik Kedokteran IDI
Kode etik Jurnalistik PWI
Kode etik Jurnalistik Dewan Pers

ETIKA DAN HUKUM


1.Etika berbicara tentang pikiran sikap dan tingkah
laku yang dianggap baik dan buruk.
2.Hukum berbicara tentang aturan, ketentuan atau
batasan yang dianggap benar dan salah.
3.Perbedaan Sanksi
4.Perbedaan Daya Laku
5.Perbedaan Mekanisme Pembuatan
Suatu pelanggaran dapat saja dimaafkan atau
bebas secara hukum, tetapi tidak dapat dimaafkan
secara etika (minimal sanksi moral)

MENGAPA KODE ETIK DIPERLUKAN:

Merupakan acuan/pedoman tingkah laku


yang jelas dalam bertugas.
Menunjukkan tingkat kepercayaan
terhadap profesi tersebut (akuntabilitas)
Untuk mencapai tujuan, visi, missi yang
diemban (pesan terwujud)
Penghargaan terhadap profesi
(penegakkan integritas)
Merupakan syarat profesionalisme.

SYARAT SUATU LEMBAGA PROFESI

Pendidikan (knowledge)
formal dan non-formal
Ketrampilan / keahlian (skill)
menulis, pidato, dsb
Lembaga praktek, pekerjaan penuh waktu
penerbitan, kantor humas, dsb
Kode Etik Profesi
KEJ, Kode etik Kehumasan, dsb
Berdedikasi tinggi thd pekerjaaan dan bersifat
otonomi

KARAKTERISTIK KODE ETIK PROFESI

Dibuat oleh lembaga profesi itu sendiri


Untuk mengatur anggota profesinya
Pengawasan pentaatan oleh organisasi
Sanksi atas pelanggaran oleh
organisasi profesi tersebut

PRINSIP KODE ETIK


Pada dasarnya kode etik dibuat atas
prinsip bahwa pertanggungjawab
pentaatannya berada terutama pada hati
nurani masing-masing insan profesional
tersebut.
Rosihan Anwar, salah satu tokoh pers
menyatakan : pers yang tidak
memegang kaidah kode etik sama
dengan teroris.

Etika dan Prinsip Utama Jurnalisme


(Dennis Mc Quale)
1. Bebas dan Independen
- Orientasi kepentingan masyarakat luar
- Isi redaksional pers tidak dikontrol secara formal (UU)
2. Tertib dan menciptakan Solidaritas
- Pers terlibat aktif tetapi tidak seperti dipersepsikan
pemerintah, elit politik dll
- Menahan diri : sara, perilaku menunjang
3. Keragaman
- Merefleksikan keragaman masyarakat
- Akses bagi berbagai pihak dan menjadi wacana publik
4. Objektivitas
- Faktual, isinya benar, sesuai fakta tanpa ditambahtambahi atau didramatisir, tidak membuat interprestasi
atau opini

ETIKA DAN KOMPETENSI WARTAWAN


Pengertian Kompetensi :
Kemampuan wartawan untuk melaksanakan kegiatan
jurnalistik yang menunjukkan tingkat pengetahuan dan
tanggung jawab sesuai tuntutan profesionalisme yang
disyaratkan.
Kompetensi juga diartikan sebagai kewenangan
Tiga Katagori Kompetensi :
1.Pengetahuan (Knowledge) : - Umum
- Khusus
2. Keterampilan (Skill) : - Menulis
- Wawancara dsb
3. Dilandasi Kesadaran (Awareness),
mencakup : - Etika
- Kode Etik
- Hukum

Kode Etik Jurnalistik


Asas Demokratis KEJ

Menghasilkan berita berimbang


Bersikap independen
Wartawan Indonesia melayani hak jawan
Wartawan Indonesia melayani hak koreksi

Asas Profesional KEJ

Membuat berita akurat


Menunjukan identitas kepada narasumber
Menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya
Selalu menguji informasi
Dapat membedakan fakta dan opini
Tidak membuat berita bohong dan fitnah
Jelas dalam mencantuman waktu peristiwa dan atau pengambilan/penyiaran gambar
Mengharga ketentuan embargo,informasi latar belakang (background infromation) dan
off the record
Rekaulang harus dijelaskan

Asas Moralitas KEJ


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Tidak boleh beritikad buruk


Tidak membuat berita cabul dan sadis
Tidak menyebut identitas korban kesusilaan
Tidak menyebut identitas korban atau pelaku kejahatan anak-anak
Tidak menerima suap
Tidak berprasangka dan diskrimitatif terhadap jender, SARA dan bahasa
Tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin dan sakit (jasmani &
rohani)
Menghormati kehidupan pribadi (kecuali untuk kepentingan umum)
Mencabut dan meralat serta (kalau perlu) minta maaf terhadap
kekeliruan berita yang dibuat

Asas Supremasi Hukum KEJ


1. Wartawan tidak melakukan plagiat
2. Menghormati prinsip asas praduga tidak
bersalah
3. Tidak menyalahgunakan profesinya
4. Memiliki hak tolak

Dibandingkan dengan KEWI 1999, KEJ 2006 agak


lebih lengkap. Akan tetapi, kita tidak dapat mengharapkan
tersusunnya kode etik selengkap sebagaimana yang lazim
diperlukan oleh masing-masing media pers sebagai
pedoman dalam menjalankan pekerjaan jurnalistiknya.
Setiap media pers biasanya masih perlu melengkapi
kode etikyang bersifat umum inidengan rincian
panduan bagi para wartawannya. Umpamanya, yang
menyangkut masalah penggunaan bahasa dan petunjuk
perilaku (code of conduct), yang dicatat dalam apa yang
disebut stylebook.

Pengaturan KEJ dalam UU No. 40 Tahun 1999 Tentang


Pers :
Pasal 1, butir 14: Kode Etik Jurnalistik adalah himpunan
etika profesi kewartawanan.
Pasal 7, ayat (2): Wartawan memiliki dan menaati Kode
Etik Jurnalistik.
Penjelasan pasal 7, ayat (2): Yang dimaksud dengan
Kode Etik Jurnalistik adalah kode etik yang disepakati
organisasi wartawan dan ditetapkan oleh Dewan Pers.
Pasal 15, ayat (2), huruf c: Dewan Pers melaksanakan
fungsi [antara lain]: menetapkan dan mengawasi
pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik.

Pasal 1: Wartawan Indonesia bersikap independen,


menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan
tidak beritikad buruk.
Penafsiran:
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta
sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan,
paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik
perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai [dengan] keadaan
objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan
setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara
sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian
pihak lain.

Penjelasan
Butir b tentang pengertian akurat (kata sifat) atau
akurasi (kata benda).
Kata-kata tersebut mengandung makna kecermatan,
ketelitian, dan ketepatan. Artinya, informasi yang
dipublikasikan oleh media pers sesuai dengan keterangan
yang didengar wartawan dari narasumber atau sesuai
dengan peristiwa yang disaksikannya.
Akan tetapi, berita yang akurat tidak selamanya dapat
dipastikan sepenuhnya mengandung kebenaran,
walaupun para wartawan haruslah didorong agar berusaha
mencari kebenaran dalam setiap informasi yang hendak
dipublikasikan.

Pasal 2: Wartawan Indonesia menempuh cara-cara


yang profesional dalam melaksanakan tugas
jurnalistik.
Penafsiran:
Cara-cara yang profesional adalah:
a. Menunjukkan identitas diri kepada narasumber.
b. Menghormati hak privasi.
c. Tidak menyuap.
d. Menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya.
e. Rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran
gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan
tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang.

f. Menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam


penyajian gambar, foto, suara.
g. Tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil
liputan wartawan lain sebagai karya sendiri.
h. Penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan
untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan
publik.

Penjelasan butir b,g dan h


Agaknya perlu dijelaskan beberapa pengertian, seperti
yang tercantum pada penafsiran butir b, g, dan h.
Butir b: Menghormati hak privasi atau privacy tidak
berarti bahwa pers samasekali dilarang meliput dan
memberitakan kehidupan pribadi atau privat. Larangan
seperti itu lazimnya hanya menyangkut kehidupan pribadi
yang samasekali tidak berkaitan dengan kepentingan
publik.
Di kalangan para praktisi dan pengamat pers dikenal
konvensi yang berlaku universal bahwa semakin tinggi
kedudukan atau jabatan seseorang, atau semakin
terkenal seseorang, kian mungkin memberitakan
kehidupan pribadinya.

Butir g: Larangan kode etik jurnalistik terhadap


plagiarisme sangat keras, seperti juga terhadap tiga jenis
pelanggaran lainnya, yaitu:
menyiarkan berita yang sejak semula diketahuinya
bohong;
menerima suap dengan ikatan janji untuk memberitakan
atau tidak memberitakan suatu kasus; atau
mengungkapkan narasumber anonim, rahasia,
konfidensial yang dapat mengancam jiwa narasumber
itu atau keluarganya.
Hukuman moral bagi wartawan yang melanggar salah
satu larangan ini lazimnya ialah bahwa ia harus serta
merta melepaskan profesi kewartawananuntuk
selama-lamanya.

Butir h: Dalam upaya melakukan peliputan berita


investigasi (investigative reporting), wartawan dapat
mengabaikan beberapa ketentuan kode etik jurnalistik bila
tidak ada cara lain untuk dapat mengungkapkan suatu
kasus yang penting diketahui oleh publik.
Akan tetapi, pengabaian ketentuan kode etik ini
haruslah berdasarkan alasan yang sangat kuat, misalnya
karena:
hendak membongkar korupsi atau rencana kejahatan;
bermaksud mengungkapkan kasus yang mengancam
keselamatan atau kesehatan penduduk.
Selain itu, jika dalam proses peliputan investigatif
terjadi pelanggaran hukum oleh wartawan, maka
konsekuensi hukum tetap harus ditanggung oleh wartawan
tersebut dan media persnya.

Pasal 3: Wartawan Indonesia selalu menguji


informasi, memberitakan secara berimbang, tidak
mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi,
serta menerapkan asas praduga tak bersalah.
Penafsiran:
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck
tentang kebenaran informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu
pemberitaan kepada masing-masing pihak secara
proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi
wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif,
yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas
fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak
menghakimi seseorang.

Judgmental opinion adalah murni pendapat reporter


peliput atau redaktur penyunting.
Sedangkan interpretative opinion hanyalah upaya
wartawan untuk menjelaskan fakta-fakta di lapangan agar
pembaca, pendengar, dan penonton memahami duduk
perkaranya.
Pembedaan ini penting agar pers masih dapat
menyajikan pemberitaan yang jelas bagi khalayak
dengan memberikan penafsiran atau informasi latar
belakang (background information) bagi fakta-fakta
peristiwa atau masalah.
Tetapi, sebaliknya, wartawan tetap tidak boleh
mencapuradukkan fakta yang ditemukan dalam kegiatan
peliputan dengan opininya sendiri.

Pasal 4: Wartawan Indonesia tidak membuat berita


bohong, fitnah, sadis, dan cabul.
Penafsiran:
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui
sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak
sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan
secara sengaja dengan niat buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis
dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang
semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip,
wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar
dan suara.

Pasal 5: Wartawan Indonesia tidak menyebutkan


dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila
dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi
pelaku kejahatan.
Penafsiran:
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang
menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang
lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16
tahun dan belum menikah.

Identitas subjek berita tidak hanya berupa nama


lengkap dan foto, melainkan apa pun yang memudahkan
khalayak melacak keberadaannya, seperti alamat jelas,
nama anggota keluarganya, dan nama rekan kerja atau
teman sekolahnya.
Pers perlu melindungi identitas korban pelecehan atau
perundungan seksual agar mereka tidak mengalami
trauma kedua, atau seperti kata pepatah Sudah jatuh,
tertimpa tangga pula.
Penting pula melindungi identitas pelaku tindak
kejahatan yang masih kanak-kanaklazimnya belum
berumur 16 tahunkarena perilaku mereka masih dapat
berubah dan mereka dapat menjadi warga yang baik serta
berguna setelah dewasa.

Pasal 6: Wartawan Indonesia tidak


menyalahgunakan profesi dan tidak menerima
suap.
Penafsiran:
a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang
mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang
diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut
menjadi pengetahuan umum.
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang,
benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi
independensi.

Hukuman moral yang keras bagi wartawan penerima


suap sehubungan dengan kegiatan pemberitaannya telah
diuraikan dalam catatan untuk pasal 2, butir g. Yaitu, serta
merta melepaskan profesi kewartawanan tanpa perlu
menunggu peringatan pertama sekalipun.
Sedangkan tindakan yang mengambil keuntungan
pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas
sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum
dapat terjadi, umpamanya, dalam kegiatan meliput
masalah keuangan dan pasar saham.
Wartawan, dengan demikian, hanya dapat bersamasama publik memanfaatkan informasi yang semula
tertutup setelah disiarkan secara terbuka.

Pasal 7: Wartawan Indonesia memiliki hak tolak


untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia
diketahui identitas maupun keberadaannya,
menghargai ketentuan embargo, informasi latar
belakang, dan off the record sesuai dengan
kesepakatan.
Penafsiran:
a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan
identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan
narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran
berita sesuai dengan permintaan narasumber.

c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau


data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan
tanpa menyebutkan narasumbernya.
d. Off the record adalah segala informasi atau data dari
narasumber yang tidak boleh disiarkan atau
diberitakan.

Hak tolak dijamin oleh undang-undang pers yang


berlaku sekarang, yaitu hak wartawan untuk tidak
mengungkapkan narasumber anonim, rahasia, atau
konfidensial kepada siapa pun, termasuk para penegak
hukum sekalipun.
Akan tetapi, seandainya pengadilan memutuskan
bahwa seorang wartawan harus mengungkapkan
narasumber yang sudah dijanjikan akan dirahasiakan,
maka wartawan tersebut harus menanggung konsekuensi
hukum yang ditetapkan oleh pengadilan.

Oleh karena itu, penetapan seseorang sebagai


narasumber anonim sebaiknya dilakukan oleh media pers
secara amat selektif dan hanya untuk kasus yang
informasinya sangat penting bagi pengetahuan publik.
Akan tetapi, hak tolak bukan berarti bahwa wartawan
perlu menolak permintaan penegak hukum, biasanya
polisi, untuk memberi keterangan di kantor kepolisian.
Hanya saja, keterangan yang diberikan oleh wartawan
tidak akan mengkhianati kepercayaan yang diberikan
oleh narasumber anonim.

Pasal 8: Wartawan Indonesia tidak menulis atau


menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau
diskriminasi terhadap seseorang atas dasar
perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis
kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan
martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau
cacat jasmani.
Penafsiran:
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik
mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

Wartawan tidak sepatutnya bersikap pilih kasih


kepada narasumber dan subjek berita berdasarkan
perbedaan seperti dijelaskan dalam pasal 8, yaitu berbeda
dalam suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin,
dan bahasa.
Sikap selektif dalam penilaian terhadap informasi dan
pendapat yang akan dipublikasikan, dengan demikian,
bukanlah berdasarkan perbedaan-perbedaan itu,
melainkan karena pertimbangan atas bobot bahan berita
itu dan kepentingannya bagi publik.

Pasal 9: Wartawan Indonesia menghormati hak


narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali
untuk kepentingan publik.
Penafsiran:
a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan
diri dan berhati-hati.
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan
seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan
kepentingan publik.

Pasal 10: Wartawan Indonesia segera mencabut,


meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan
tidak akurat disertai dengan permintaan maaf
kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.
Penafsiran:
a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin,
baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak
luar.
b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan
terkait dengan substansi pokok.

KEJ 2006 tidak lagi mencantumkan penafsiran atau


penjelasan seperti yang dijumpai dalam KEWI 1999
bahwa Ralat ditempatkan pada halaman yang sama
dengan informasi yang salah atau tidak akurat.
Ketentuan seperti tercantum dalam KEWI 1999
sebetulnya tidak lazim dalam kode etik jurnalistik di mana
pun.
Pelaksanaan ketentuan demikian tidak selamanya
praktis karena ralat tidak selalu dapat menemukan
ruangan yang sama dengan tempat pemuatan berita yang
diralat pada media pers cetak.

Yang penting, pemuatan ralat, ataupun hak jawab,


perlu dilakukan secara mencolok, bukan berdesakan
dengan iklan atau foto-foto, misalnya.
Juga penting diperhatikan bahwa ralat atau hak jawab
menggunakan huruf yang ukurannya tidak lebih kecil dari
ukuran huruf tubuh berita yang diralat atau ditanggapi
dengan hak jawab.
Lagi pula, campur tangan pihak luar atau pihak
lainyang mengharuskan pemuatan informasi atau
pendapat, termasuk ralat dan hak jawab, di halaman
tertentudipandang sebagai tekanan terhadap
independensi redaksi. Ini dapat diartikan sebagai tekanan
pula atau hambatan terhadap kebebasan pers.

Pasal 11: Wartawan Indonesia melayani hak jawab


dan hak koreksi secara proporsional.
Penafsiran:
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok
orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan
terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan
nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk
membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan
oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang
lain.
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang
perlu diperbaiki.

Bagaimana menempatkan tulisan berisi hak jawab di


halaman media pers cetak, yang diatur berdasarkan
kebijakan redaksi, sebagaimana dijelaskan dalam uraian
tentang pasal 10. Tanggapan yang dimaksudkan
sebagai hak jawab lazimnya tidak lebih panjang dari
tulisan yang ditanggapi.
Sedangkan penyiaran hak jawab oleh stasiun radio
dan televisi biasanya lebih dari satu kali, dan salah
satu di antaranya diupayakan pada jam siaran yang sama
dengan siaran yang ditanggapi oleh pengguna hak jawab.

Bagian penutup : Penilaian akhir atas pelanggaran


kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Sanksi
atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh
organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.
Dewan Pers hanya memberikan penilaian dan
pendapat tentang pelanggaran kode etik jurnalistik yang
dilakukan oleh wartawan atau kontributor media pers.
Putusan dan pelaksanaan sanksi bagi wartawan dan
kontributor hanya dapat ditetapkan dan dijalankan oleh
perusahaan pers yang menyiarkan karya jurnalistik
mereka.
Bagi wartawan, sanksi juga dapat diberikan oleh
organisasi tempat wartawan itu menjadi anggota.

PERATURAN KOMISI PENYIARAN INDONESIA


NOMOR 02 TAHUN 2007

Tentang
PEDOMAN PERILAKU PENYIARAN
DASAR :
Pedoman Perilaku Penyiaran ditetapkan berdasarkan
pada nilai-nilai agama,norma-norma yang berlaku
dan diterima dalam masyarakat, kode etik, standar
profesi dan pedoman perilaku yang dikembangkan
masyarakat penyiaran, serta peraturan perundangundangan yang berlaku.
ARAH :
Pedoman Perilaku Penyiaran ditetapkan untuk
menghormati asas manfaat, asas adil dan merata,
asas kepastian hokum, asas keamanan, asas
keberagaman,m asas kemitraan, etika, asas
kemandirian, dan asas kebebasan dan tanggung
jawab.

PENGHORMATAN TERHADAP SUKU, AGAMA, RAS DAN


ANTAR GOLONGAN

1. Lembaga penyiaran harus menyayikan


program isi siaran yang menghormati
perbedaan Suku, Agama, Ras dan
Antargolongan.
2. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan
program dan isi siaran yang merendahkan,
mempertentangkan, dan/atau melecehkan
perbedaan Suku, Agama, Ras , dan
Antargolongan

PENGHORMATAN TERHADAP NORMA


KESOPANAN DAN KESUSILAAN
Lembaga penyaiaran harus senantiasa berhatihati agar isi siaran yang dipancarkannya tidak
merugikan dan menimbulkan efek negative
terhadap keberagaman khalayak baik dalam
agama, suku, budaya, usia, dan latar belakang
ekonomi.
PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK-ANAK,
REMAJA DAN PEREMPUAN
Lembaga penyaiaran dalam memproduksi dan
menyiarkan berbagai program dan isi siaran
wajib memperhatikan dan melindungi
kepentingan anak-anak,remaja dan perempuan.

PELARANGAN DAN PEMBATASAN ADEGAN


SEKSUAL
1. Lembaga penyiaran televisi dilarang
menampilkan adegan yang secara jelas
didasarkan atas hasrat seksual
2. Lembaga penyiaran televisi dibatasi
menyajikan adegan dalam konteks kasih
sayang dalam keluarga dan persahabatan,
termasuk di dalamnya mencium rambut,
mencium pipi, mencium kening/dahi, mencium
tangan, dan sungkem.

Pelarangan dan Pembatasan


Adegan Kekerasan dan Sadisme
1.

Program dikatakan mengandung muatan kekerasan


secara dominan apabila sepanjang tayangan sejak
awal sampai akhir, unsur kekerasan muncul
mendominasi program dibandingkan unsur-unsur yang
lain, antara lain yang menampilkan secara terus
menerus sepanjang acara adegan tembak-menembak,
perkelahian dengan menggunakan senjata tajam,
darah, korban dalam kondisi mengenaskan,
penganiayaan, pemukulan, baik untuk tujuan hiburan
maupun kepentingan pemberitaan (informasi)

2. Lembaga penyiaran televisi dilarang menyajikan


program dan promo program yang mengandung adegan
di luar perikemanusiaan atau sadistis.
3. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program yang
dapat dipersepsikan sebagai mengagung-agungkan
kekerasan atau menjustifikasi kekerasan sebagai hal
yang lumrah dalam kehidupan
4. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan lagu-lagu atau
klip video music yang mengandung muatan pesan
menggelorakan atau mendorong kekerasan.
5. Program atau promo program yang mengandung
muatan kekerasan secara dominan dan jelas, dibatasi
waktu penayangannya.

PENGOLONGAN PROGRAM SIARAN TELEVISI


1.

2.

3.

Lembaga penyiaran televisi wajib mencantumkan


dan/atau menyebutkan informasi klasifikasi program isi
siaran berdasarkan usia khalayak penonton di setiap
acara yang disiarkan
Penggolongan isi siaran diklasifikasikan dalam 4
(empat) kelompok usia, yaitu :
Klasifikasi A : Tayangan untuk Anak, yakni khalayak
berusia dibawah 12 tahun;
Klasifikasi R : Tanyangan untuk Remaja, yakni khalayak
berusia 12-18 tahun;
Klasifikasi D : Tanyangan untuk Dewasa; dan
Klasifikasi SU : Tanyangan untuk Semua Umur;
Untuk memudahkan khalayak penonton
mengidentifikasi,informasi penggolongan program isi
siaran ini harus terlihat di layar televise di sepanjang
acara berlangsung.

4. Secara khusus atas program isi siaran yang


berklasifikasi Anak dan/atau Remaja,lembaga
penyiaran dapat memberi peringatan dan
himbauan tambahan bahwa materi program isi
siaran klasifikasi Anak dan/atau Remaja perlu
mendapatkan arahan dan bimbingan orangtua.
5. Peringatan atau himbauan tambahan tersebut
berbentuk kode huruf BO (Bimbangan
Orangtua) ditambah berdampingan dengan
kode huruf A untuk klasifikasi Anak,dan/atau R
untuk klasifikasi Remaja.Kode huruf BO tidak
berdiri sendiri sebagai sebuah klasifikasi
Remaja.Kode huruf BO tidak berdiri sendiri
sebagai sebuah klasifikasi penggolongan
program isi siaran, namun harus bersama-sama
dengan klasifikasi A dan R.

PRIVASI
Dalam menyelenggaran suatu program siaran
baik itu bersifat langsung (live) atau rekaman
(recorded),lembaga penyiaran wajib
menghormati hak privasi,sebagai hak atas
kehidupan pribadi dan ruang pribadi dari
subyek dan obyek berita.

NARASUMBER
1. Dalam setiap program yang melibatkan
narasumber,lembaga peyiaran harus
menjelaskan terlebih dahulu secara terus
terang, jujur, dan terbuka kepada narasumber
atau semua pihak yang akan diikutsertakan,
tentang sifat, bentuk, dan tujuan dari acara,
sehingga dipastikan bahwa narasumber sudah
benar-benar mengerti semua hal tentang
acara yang akan mereka ikuti
2. Lembaga penyiaran wajib memperlakukan
narasumber dengan hormat dan santun.

BAHASA SIARAN
1. Lembaga penyiaran dalam menyajikan informasi
wajib menggunakan bahasa Indonesia yang baik
dan benar, baik tulisan kecuali bagi program siaran
atau berita yang disajikan dalam bahasa daerah
atau asing.
2. Lembaga Penyiaran yg menggunakan bahasa asing
dalam pemberitaan, hanya boleh meyiar kan
sebanyak 30 % dari total siaran acara.
3. Lembaga Penyiaran Berlangganan yang menyiarkan
program-program asing melalui saluran-saluran
asing yang ada dalam paket siaran, harus membuat
terjemahan ke dalam bahasa Indonesia, baik dalam
bentuk sulih suara atau berupa teks.

PRINSIP JURNALISTIK
1. Lembaga Penyiaran dalam menyajikan informasi
program factual wajib mengindahkan prinsip
jurnalistik, yaitu akurat, berimbang,
ketidakberpihakan, adil, tidak beritikad buruk,
tidak mencampuradukan opini pribadi,tidak
menonjolkan unsur kekerasan, tidak
mempertentangkan suku, agama, ras dan
antargolongan, tidak membuat berita bohong,
fitnah, sadis dan cabul.
2. Lembaga Penyiaran dalam melaksanakan
kegiatan jurnalistik wajib tunduk kepada
peraturan perundangan-undangan dan Kode Etik
Jurnalistik yang berlaku.

SENSOR
1. Isi siaran dalam bentuk film dan/atau iklan
wajib memperoleh tanda lulus sensor dari
Lembaga Sensor Film (LSF).
2. Lembaga penyiaran televisi wajib melakukan
sensor internal secara mandiri atas materi
siaran non berita seperti sinetron, program
komedi, program music, klip video. Program
features/documenter, baik asing maupun local,
yang bukan siaran langsung.

PENGAWASAN
1. KPI mengawasi pelaksanaan Pedoman
Perilaku Penyiaran .
2. Pedoman Perilaku Penyiaran harus menjadi
pedoman lembaga penyiaran dalam
memproduksi suatu program siaran.
3. Pedoman Perilaku Penyiaran wajib dipatuhi
oleh semua lembaga penyiaran.

PENGADUAN
1. Setiap orang atau sekelompok orang yang mengetahui
adanya pelanggaran terhadap Pedoman Perilaku dapat
mengadukan Ke KPI.
2. KPI menampung, meneliti, dan menindaklanjuti
aduan,sanggahan, serta kritik dan aspresiasi
masayarakat terhadap penyelenggara penyaiaran.
3. Dalam hal KPI memutuskan untuk mempertimbang
keluhan dan atau pengaduan, Lembaga Penyiaran
tersebut diundang untuk didengar keterangannya guna
mendapatkan klarifikasi dan penjelasan lebih lanjut
tentang materi program materi program yang diadukan
tersebut.

KODE ETIK PERHUMAS


Pasal I : KOMITMEN PRIBADI
Anggota Perhumas harus :
a. Memiliki dan menerapkan standar moral serta reputasi setinggi mungkin
dalam menjalankan profesi kehumasan.
b. Berperan secara nyata dan sungguh sungguh dalam upaya
memasyarakatkan kepentingan Indonesia.
c. Menumbuhkan dan mengembangkan hubungan antar warga negara
Indonesia yang serasi dan selaras demi terwujudnya persatuan dan
kesatuan.
Pasal II : PRILAKU TERHADAP KLIEN ATAU
ATASAN
Angota Perhumas harus :
a. Berlaku jujur dalam berhubungan dengan klien atau atasan

b. Tidak mewakili dua atau beberapa kepentingan yang berbeda atau yang
bersaingan tanpa persetujuan semua pihak yang terkait.
c. Menjamin rahasia serta kepercayaan yang diberikan
oleh klien atau atasan maupun yang pernah diberikan mantan klien atau
mantan atasan.
d. Tidak melakukan tindak atau mengeluarkan ucapan yang cenderung
merendah martabak, klien, atasan, maupun mantan klien atau mantan atasan.
e. Dalam memberi jasa pada klien atau atasan tidak menerima pembayaran,
komisi, atau imbalan dari pihak manapun selain klien atau atasan yang
telah memperoleh jasa.
f. Tidak menyarankan pada calon klien atau atasan bahwa pembayaran atau
imbalan jasa didasarkan pada hasil tertentu
Pasal III : PRILAKU TERHADAP MASYARAKAT DAN
MEDIA MASSA

Anggota Perhumas harus :


a. Menjalankan profesi kehumasan dengan memperhati-kan kepentingan
masyarakat serta harga diri anggota masyarakat.
b. Tidak melibatkan diri dalam tindak untuk me- manipulasi integritas sarana
maupun jalur komunikasi massa.

c. Tidak menyebarkan informasi yang tidak benar atau menyesatkan


sehingga dapat menodai profesi kehumasan
d. Senantiasa membantu menyebarluaskan informasi maupun
pengumpulan pendapat untuk kepentingan Indonesia
Pasal IV : PRILAKU TERHADAP SEJAWAT
Praktisi kehumasan Indonesia harus :
a. Tidak dengan sengaja merusak dan mencemarkan reputasi atau
profesional sejawatnya. Namun bila sejawat yang bersalah karena
melakukan tindak yang tidak etis, melanggar hukum, tidak jujur
melanggar Kode Etik Kehumasan Indonesia maka bukti - bukti wajib
disampaikan kepada Dewan Kehormatan Per- humasan
b. Tidak menawarkan diri atau mendesak klien atau atasan untuk
menggantikan kedudukan sejawatnya
c. Membantu dan bekerjasama dengan sejawat di seluruh Indonesia untuk
menjunjung tingi dan mematuhi Kode Etik Kehumasan Indonesia.

KODE ETIK INSAN KEHUMASAN


PEMERINTAH
UMUM.

Menjunjung Tinggi Profesi


Terus Menerus Meningkatkan Pengetahuan
dan Ketrampilan.
Meningkatkan Motivasi Kerja
Bertekad Memajukan Profesi Kehumasan
Indonesia.

HUBUNGAN KERJA KE DALAM


1. Loyal, Integritas, Kinerja Tinggi dan
Hubungan Antar Karyawan tempat.
2. Menjaga Citra Organisasi,
MenyebarluaskanKebijakan Pemerintah
dan Membina Hubungan Baik Dengan
Masyarakat.

HUBUNGAN KERJA KE LUAR


1. Dengan Sesama Aparat Humas
(Memelihara Hubungan Kerjasama)
2. Dengan Media Massa (Menjalin
Kerjasama)
3. Dengan Rekan Seprofesi (Pengetrahuan
dan Ketrampilan)
4. Dengan Masyarakat Umum (Sikap,
Berprilaku dan Pribadi Yang Baik)

LARANGAN INSAN KEHUMASAN

1. Memberikan Informasi Rahasia


2. Kegiatan Merugikan Profesi
Kehumasan
3. Penengah, Harus Persetujuan
4. Menerima Imbalan
5. Mencemarkan Nama Baik

TANGGUNG JAWAB

Insan Kehumasan Pemerintah dalam


batas kewenangannya mempunyai
tanggung jawab untuk menyajikan
informasi berdasarkan data dan fakta
yang telah diolah untuk
disebarluaskan kepada masyarakat.

Hak Jawab dan Hak Koreksi


Apabila ada informasi yang tidak benar
atau menyesatkan, setiap Insan
Kehumasan Pemerintah dapat
memanfaatkan hak jawab dan hak koreksi
guna meralat dan meluruskan informasi
tersebut,sebagaimana diatur dalam
undang-undang

Dewan kehormatan
Dalam rangka mengawasi,mengontrol, dan
mengendalikan pelaksanaan Kode Etik
Kehumasan Pemerintah ini,oleh anggota perlu di
bentuk DEWAN KEHORMATAN KODE ETIK
KEHUMASAN PEMERINTAH
Mataram, 19 September 2003
Peserta Pertemuan Tahunan Bakohumas
2003/Konvensi Kehumasan Pemerintah Tingkat
Nasional 2003

ETIKA PARIWARA INDONESIA


TATA KRAMA
1. ISI IKLAN
2. RAGAM IKLAN
3. PEMERAN IKLAN
4. WAHANA IKLAN

TATA CARA
1. PENERAPAN UMUM
2. PRODUKSI IKLAN
3. MEDIA PERIKLANAN

ISI IKLAN
1. HAK CIPTA
MATERI PERIKLANAN HARUS ATAS IJIN TERTULIS DARI PEMILIK ATAU PEMEGANG
MERK.
2. BAHASA
A. MUDAH DIPAHAMI OLEH KHALAYAKNYA
B. TIDAK BOLEH MENGGUNAKAN KATA-KATA SUPERLATIF PALING ,
NOMOR SATU TER DSB., TANPA DIJELASKAN .
C. PENGGUNAAN KATA-KATA TERTENTU
- 100 %, MURNI,ASLI DLL HARUS DAPAT DIBUKTIKAN DARI OTORITAS
TERTENTU
- HALAL SERTIFIKAT DR MUI
-PRESIDEN, RAJA, RATU DAN SEJENISNYA TIDAK UNTUK KONOTASI
NEGATIF
3. TANDA ASTERIK (*)
DI MEDIA CETAK TDK BOLEH UNTUK MENYEMBUNYIKAN , MENYESATKAN
MEMBINGUNGKAN ATAU MEMBOHONGI KHALAYAK, HANYA BOLEH DIGUNAKAN
UNTUK MEMBERI PENJELASAN LEBIH RINCI.

4. PENGGUNAAN KATA SATU-SATUNYA


MENYEBUTKAN DALAM HAL APA PRODUK TERSEBUT MENJADI YANG
SATU-SATUNYA DAN HAL TERSEBUT HARUS DAPAT DIBUKTIKAN DAN
DIPERTANGGUNG-JAWABKAN.

5. PEMAKAIAN KATA GRATIS


TIDAK BOLEH DICANTUMKAN DALAM IKLAN, BILA TERNYATA
KONSUMEN HARUS MEMBAYAR BIAYA LAIN.
6. PENCANTUMAN HARGA
HARUS DITAMPAKKAN DENGAN JELAS,SEHINGGA KONSUMEN MENGETAHUI.
7. GARANSI
GARANSI ATAU JAMINAN ATAS MUTU SUATU PRODUK,MAKA DASAR-DASAR
JAMINANNYA HARUS DAPAT DIPERTANGGUNG-JAWABKAN
8. JANJI PENGAMBILAN UANG WARRANTY)
JIKA TERNYATA MENGECEWAKAN KONSUMEN,MAKA; SYARAT-SYARAT
PENGEMBALIAN UANG TERSEBUT HARUS DINYATAKAN SECARA JELAS DAN
LENGKAP,PENGIKLAN WAJIB MENGEMBALIKAN UANG KONSUMEN SESUAI
JANJI YANG TELAH DIIKLANKANNYA,
9. RASA TAKUT DAN TAKHAYUL
IKLAN TIDAK BOLEH MENIMBULKAN ATAU MEMPERMAINKAN RASA
TAKUT,MAUPUN MEMANFAATKAN KEPERCAYAAN ORANG TERHADAP
TAKHAYUL, KECUALI UNTUK TUJUAN POSITIF.

10. KEKERASAN
IKLAN TIDAK BOLEH SECARA LANGSUNG MAUPUN TIDAKL LANGSUNGMENAMPILKAN ADEGAN KEKERASAN YANG MERANGSANG ATAU MEMBERI
KESAN MEMBENARKAN TERJADINYA TINDAKAN KEKERASAN.

11. KESELAMATAN
IKLAN TIDAK BOLEH MENAMPILKAN ADEGAN YANG MENGABAIKAN SEGISEGI KESELAMATAN, UTAMANYA JIKA IA TIDAK BERKAITAN DENGAN
PRODUK YANG DIIKLANKAN.
12. PERLINDUNGAN HAK-HAK PRIBADI
IKLAN TIDAK BOLEH MENAMPILKAN ATAU MELIBATKAN SESEORANG TANPA
TERLEBIH DAHULU MEMPEROLEH PERSETUJUAN DARI YANG
BERSANGKUTAN, KECUALI DALAM PENAMPILAN YANG BERSIFAT MASSAL,
ATAU SEKADAR SEBAGAI LATAR, SEPANJANG PENAMPILAN TERSEBUT
TIDAK MERUGIKAN YANG BERSANGKUTAN

13. HIPERBOLISASI
BOLEH DILAKUKAN IA SEMATA-MATA DIMAKSUD SEBAGAI PENAIK PERHATIAN ATAU
HUMOR YANG SECARA SANGAT JELAS BERLEBIHAN ATAU TIDAK MASUK
AKAL, SEHINGGA TIDAK MENIMBULKAN SALAH PERSEPSI DARI KHALAYAK YANG
DISASARNYA.
14. WAKTU TENGGANG (ELAPSE TIME)
IKLAN YANG MENAMPILKAN ADEGAN HASIL ATAU EFEK DARI PENGGUNAAN
PRODUK DALAM JANGKA WAKTU TERTENTU,HARUS JELAS
MENGUNGKAPKAN MEMADAINYA RENTANG WAKTU TERSEBUT.
15. PENAMPILAN PANGAN
IKLAN TIDAK BOLEH MENAMPILKAN PENYIA-NYIAAN,PEMBOROSAN, ATAU
PERLAKUAN YANG TIDAK PANTAS LAIN TERHADAP MAKANAN ATAU MINUMAN
16. PENAMPILAN UANG
A. HARUSLAH SESUAI DENGAN NORMA-NORMA KEPATUTAN, DALAM PENGERTIAN TIDAK
MENGESANKAN PEMUJAAN ATAUPUN PELECEHAN YANG BERLEBIHAN
B. SEDEMIKIAN RUPA SEHINGGA MERANGSANG ORANG UNTUK MEMPEROLEHNYA
DENGAN CARA-CARA YANG TIDAK SAH.
C. PADA MEDIA CETAK TIDAK DALAM FORMAT FRONTAL DAN SKALA 1:1.BERWARNA
ATAUPUN HITAM-PUTIH.
D. PADA MEDIA VISUAL HARUS DISERTAI DENGAN TANDASPECIMEN JELAS
17. KESAKSIAN KONSUMEN (TESTIMONY)
A. HANYA DAPAT DILAKUKAN ATAS NAMA PERORANGAN, BUKAN MEWAKILI LEMBAGA,
KELOMPOK.ATAU MASYARAKAT LUAS.

B. HARUS MERUPAKAN KEJADIAN YANG BENAR-BENAR DIALAMI, TANPA MELEBIHLEBIHKANNYA.


C. UNTUK PRODUK-PRODUK YANG HANYA DAPAT MEMBERI MANFAAT ATAU BUKTI
KEPADA KONSUMENNYA DENGAN PENGGUNAAN YANG TERATUR DAN ATAU
DALAM JANGKA WAKTU TERTENTU, MAKA PENGALAMAN HARUS TELAH
MEMENUHI SYARAT-SYARAT KETERATURAN DAN JANGKA WAKTU TERSEBUT.
D. HARUS DAPAT DIBUKTIKAN DENGAN PERNYATAN TERTULIS YANG DITANDA
TANGANI OLEH KONSUMEN TERSEBUT.
E. IDENTITAS DAN ALAMAT PEMBERI KESAKSIAN DAPAT DIMINTA OLEH LEMBAGA
PENEGAK ETIKA.
18. ANJURAN (ENDORSEMENT)
PERNYATAN, KLAIM ATAU JANJI YANG DIBERIKAN HARUS TERKAIT DENGAN
KOMPETENSI YANG DIMILIKI OLEH PENGANJUR, HANYA DAPAT DILAKUKAN OLEH
INDIVIDU, TIDAK DIPEROLEHKAN MEWAKILI LEMBAGA ,KELOMPOK, GOLONGAN, ATAU
MASYARAKAT LUAS.
19. PERBANDINGAN
A. PERBANDINGAN LANGSUNG HANYA TERHADAP ASPEK-ASPEK TEKNIS PRODUK,
DAN DENGAN KRITERIA YANG TEPAT SAMA
B. JIKA MENAMPILKAN DATA RISET, MAKA METODOLOGI,SUMBER DAN WAKTU
PENELITIANNYA HARUS DIUNGKAPKAN SECARA JELAS, HARUS SUDAH
MEMPEROLEH PERESETUJUAN ATAU VERIFIKASI DARI ORGANISASI
PENYELENGGARA RISET TERSEBUT.
C. DIDASARKAN PADA KRITERIA YANG TIDAK MENYESATKAN KHALAYAK.

20. PERBANDINGAN HARGA


HANYA DAPAT DILAKUKAN TERHADAP EFISIENSI DAN KEMANFAATAN
PENGGUNAAN PRODUK, DAN HARUS DISERTAI DENGAN PENJELASAN
ATAU PENALARAN YANG MEMADAI.
21. MERENDAHKAN
IKLAN TIDAK BOLEH MERENDAHKAN PRODUK PESAING SECARA
LANGSUNG MAUPUN TIDAK LANGSUNG.
22. PENIRUAN
A.IKLAN TIDAK BOLEH DENGAN SENGAJA MENIRU IKLAN PRODUK
PESAING SEDEMIKIAN RUPA SEHINGGA DAPAT MERENDAHKAN
PRODUK PESAING, ATAUPUN MENYESATKAN ATAU MEMBINGUNGKAN
KHAYALAK.
B. IKLAN TIDAK BOLEH MENIRU IKON ATAU ATRIBUT KHAS YANG TELAH
LEBIH DULU OLEH IKLAN PRODUK PESAING DAN MASIH DIGUNAKAN
HINGGA KURUN DUA TAHUN TERAKHIR.
23. ISTILAH ILMIAH DAN STATISTIK
IKLAN TIDAK BOLEH MENYALAHGUNAKAN ISTILAH-ISTILAH ILMIAH DAN
STATISTIK UNTUK MENYESATKAN KHALAYAK, ATAU MENCIPTAKAN
KESAN YANG BERLEBIHAN
24. KETIADAAN PRODUK
IKLAN HANYA BOLEH DIMEDIAKAN JIKLA TEL;AH ADA KEPASTIAN
TENTANG TERSEDIANYA PRODUK YANG DIIKLANKAN TERSEBUT

25. KETAKTERSEDIAAN HADIAH


IKLAN TIDAK BOLEH MENYATAKAN SELAMA PERESEDIAAN MASIH ADA
ATAU KATA-KATA LAIN YANG BERMAKNA SAMA.
26. PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI
IKLAN TIDAK BOLEH MENGEKSPLOITASI EROTISME ATAU SEKSUALITAS
DENGAN CARA APAPUN, DAN UNTUK TUJUAN ATAU ALASAN APAPUN.
27. KHALAYAK ANAK-ANAK
A. IKLAN YANG DITUJUKAN KEPADA KHALAYAK ANAK-ANAK TIDAK BOLEH
MENAMPILKAN HAL-HAL YANG DAPAT MENGGANGGU ATAU MERUSAK
JASMANI DAN ROHANI MEREKA, MEMANFAATKAN KEMUDAHPERCAYAAN
, KEKURANGAN PENGALAMAN, ATAU KEPOLOSAN MEREKA.
B. FILM IKLAN YANG DITUJUKAN KEPADA, ATAU TAMPIL PADA SEGMEN
WAKTU SIARAN KHALAYAK ANAK-ANAK DAN MENAMPILKAN ADEGAN
KEKERASAN, AKTIVITAS SEKSUAL, BAHASA YANG TIDAK PANTAS, DAN
ATAU DIALOG YANG SULIT, WAJIB MENCANTUMKAN KATA-KATA
BIMBINGAN ORANG TUA ATAU SIMBOL YANG BERMAKNA SAMA.

Anda mungkin juga menyukai