Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang Masalah


Krisis keuangan global yang melanda hampir semua negara termasuk

Indonesia akan meningkatkan jumlah pengangguran dan kemiskinan yang


merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya berbagai gangguan kesehatan jiwa
(Chan, 2008). Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan
menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, perilaku yang aneh dan
terganggu. Skizofrenia tidak dapat didefinisikan sebagai peyakit tersendiri,
melainkan diduga sebagai suatu sindrom atau proses penyakit yang mencakup
banyak jenis dengan berbagai gejala (Videbeck, 2008).
Skizofrenia biasanya terdiagnosis pada masa remaja akhir dan dewasa awal.
Skizofrenia jarang terjadi pada masa kanak-kanak. Insiden puncak awitannya
adalah usia 15 tahun sampai 25 tahun untuk pria dan usia 25 tahun sampai 35
tahun untuk wanita. WHO menyebutkan masalah gangguan jiwa di seluruh dunia
sudah menjadi masalah yang sangat serius dengan angka perkiraan terdapat 450
juta orang mengalami gangguan jiwa dengan ratio rata-rata 1 dari 4 orang di dunia
(Prasetyo, 2006 dalam Yosep 2009). Di Amerika Serikat angka tersebut
menggambarkan bahwa hampir tiga juta penduduk yang sedang, telah, atau akan
terkena skizofrenia. Insiden dan prevalensi seumur hidup secara kasar sama di
seluruh dunia (Buchanan & Carpenter, dalam Videbeck, 2008). Angka prevalensi
skizofrenia di Indonesia adalah 0.3 sampai 1 persen, terjadi pada usia 18 sampai
45 tahun, tetapi ada juga berusia 11 sampai 12 tahun menderita skizofrenia.

Penduduk Indonesia apabila 200 juta jiwa, maka diperkirakan sekitar 2 juta jiwa
atau 1% menderita skizofrenia (Suryani, 2010). Klien skizofrenia 20-50%
melakukan percobaan bunuh diri dan 10% di antaranya berhasil (mati bunuh diri),
angka kematian klien skizofrenia 8 kali lebih tinggi dari angka kematian
penduduk pada umumnya (Yosep, 2009). Klien gangguan jiwa berat, termasuk
skizofrenia di Bali diperkirakan 7.000 orang penduduk (Suryani, dan Sucipta,
2009).
Gejala skizofrenia dibagi dalam dua katagori utama, yaitu gejala positif atau
gejala nyata, mencakup: waham, halusinasi, disorganisasi pikiran, bicara dan
perilaku yang tidak teratur, serta gejala negatif atau gejala samar seperti: afek
datar, tidak memiliki kemauan, dan menarik diri dari masyarakat atau rasa tidak
nyaman. Gejala positif dapat terkontrol dengan pengobatan, tetapi gejala negatif
sering kali menetap setelah gejala psikotik berkurang. Gejala negatif sering kali
menetap sepanjang waktu dan menjadi penghambat utama pemulihan dan
perbaikan fungsi dalam kehidupan sehari-hari klien (Videbeck, 2008).
Berdasarkan studi pendahuluan di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Bali selama
tiga bulan terakhir, dari bulan Desember sampai dengan Februai 2014, rata-rata
klien yang menjalani rawat inap sebanyak 266 orang, 92% (245 orang)
diantaranya skizofrenia dan dari 245 orang tersebut 86 orang (32%) dengan
halusinasi, sebanyak 52 orang (20%) dengan isolasi sosial dan 38 orang (14%)
dengan harga diri rendah.
Pengobatan klien skizofrenia selain dengan psikofarmaka (obat anti
skizofrenia), juga dikombinasikan dengan psikoterapi, terapi psikososial dan

terapi psikoreligius, dimana terapi yang diberikan merupakan terapi yang


komprehensif dan holistik (Hawari, 2009). Sedangkan menurut Videbeck (2008),
selain terapi farmakologi, banyak metode terapi yang bermanfaat bagi klien
skizofrenia seperti:terapi kelompok dan individual, terapi lingkungan dan terapi
keluarga dapat dilaksanakan pada klien di lingkungan rawat inap maupun
lingkungan masyarakat.
Salah satu terapi kelompok yang dapat dilakukan oleh perawat untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi pada klien skizofrenia dengan menarik
diri adalah Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)stimulasi sensori. Menurut Keliat
dan Akemat (2005), TAKstimulasi sensori adalah upaya menstimulasi semua
pancaindra (sensori) agar memberi respons yang adekuat. TAK stimulai sensori
dapat berupa stimulus terhadap penglihatan, pendengaran dan lain-lain, seperti
gambar, video, tarian dan nyanyian. Klien yang mempunyai indikasi TAK
stimulasi sensori adalah klien isolasi sosial, menarik diri, harga diri rendah yang
disertai dengan kurang komunikasi verbal. TAK stimulasi sensori terdiri dari tiga
sesi, yaitu sesi 1: mendengar musik, sesi 2: menggambar dan sesi 3: menonton
televisi atau video.
Menurut Nurjannah (2004), kemampuan komunikasi adalah kemampuan untuk
menerima, interprestasi dan mengekspresikan bicara menulis dan pesan
nonverbal. Sedangkan menurut Rosyidi (2009), cara berkomunikasi pada klien
gangguan jiwa (skizofrenia) adalah dengan sering melibatkan klien dalam
aktivitas atau kegiatan bersama-sama, oleh karena klien cenderung asyik dengan
dirinya sendiri.

Berdasarkan hasil wawancara penulis, di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali selama
ini penatalaksanaan klien skizofrenia yang menarik diri dengankomunikasi kurang
lebih menekankan pada pengobatan dengan psikofarmaka.Sedangkan pelaksanaan
TAK jarang dilakukan, padahal tindakan TAK stimulasi sensori dapat dilakukan
kapan saja, oleh karena pihak rumah sakit telah menyediakan sarana penunjang
untuk pelaksanaan TAK stimulasi sensori, seperti televisi dan tape radio sebagai
media sarana penunjang.TAK stimulasi sensori jarang dilaksanakan di Rumah
Sakit JiwaProvinsi Bali, oleh karena kurang kepercayaan diri perawat di ruangan
melaksanakannya dan kurangnya keterampilan perawat dalam melaksanakan TAK
oleh karena masih jarang mendapatkan pelatihan TAK.
1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas maka dirumuskan masalah

penelitian sebagai berikut: apakah ada pengaruh TAK stimulasi sensori terhadap
kemampuan komunikasi pada klien skizofrenia dengan isolasi sosial di Rumah
Sakit Jiwa Provinsi Bali?
1.3
1.3.1

Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh TAK stimulasi sensori terhadap kemampuan

komunikasi klien dengan skizofrenia dengan isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa
Provinsi Bali.

1.3.2 Tujuan Khusus


(1) Mengidentifikasi kemampuan komunikasi klien skizofrenia dengan isolasi
sosial pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol sebelum dilakukan
TAK stimulasi sensori (pre test).
(2) Mengidentifikasi kemampuan komunikasi klien skizofrenia dengan isolasi
sosial pada kelompok perlakuan setelah dilakukan TAK stimulasi sensori dan
kemampuan komunikasi klien skizofrenia dengan isolasi sosial pada
kelompok kontrol yang tidak dilakukan TAK stimulasi sensori (post test).
(3) Menganalisa pengaruh TAK stimulasi sensori terhadap kemampuan
komunikasi klien skizofrenia dengan isolasi sosial sebelum dengan sesudah
dilakukan TAK stimulasi sensori pada kelompok perlakuan dan kemampuan
komunikasi klien skizofrenia dengan isolasi sosial pre test dengan post test
pada kelompok kontrol.
(4) Membandingkan pengaruh TAK stimulasi sensori terhadap kemampuan
komunikasi klien skizofrenia dengan isolasi sosial pre test kelompok
perlakuan dengan kelompok kontrol dan kemampuan komunikasi klien
skizofrenia dengan isolasi sosial post test pada kelompok perlakuan dengan
kelompok kontrol.
1.4
1.4.1

Manfaat Penelitian
Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan bisa sebagai informasi bagi perawat

tentang pentingnya pelaksanaan TAK stimulasi sensori terhadap kemampuan


komunikasi klien skizofrenia dengan isolasi sosial dan perawat dapat menerapkan
TAK stimulasi sensori guna meningkatkan kemampuan komunikasi pada klien

skizofrenia dengan isolasi sosial serta sebagai masukan dalam penyusunan protap
TAK stimulasi sensori bagi Rumah Sakit Jiwa Provinsi Bali, khususnya bagi
perawat dalam melaksanakan tindakan mandiri perawat berupa pemberian TAK
stimulai sensori kepada klien skizofrenia dengan isolasi sosial.
1.4.2

Manfaat Teoritis
Secara teoritis diharapkan penelitian ini sebagai masukan institusi

pendidikan dalam pengembangan ilmu keperawatan jiwa khususnya tentang


manfaat dari pemberian TAK stimulasi sensori terhadap kemampuan komunikasi
pada klien skizofrenia dengan isolasi sosial dan sebagai masukan bagi peneliti
berikutnya yang ingin meneliti tentang pengaruh atau efektifitas dari TAK
stimulasi sensori terhadap kemampuan komunikasi klien skizofrenia dengan
isolasi sosial.
1.4.3

Keaslian Penelitian
Berdasarkan pengetahuan peneliti, penelitian tentang pengaruh terapi

aktivitas kelompok stimulasi sensori terhadap kemampuan komunikasi pasien


skizofrenia dengan isolasi sosial belum pernah dilakukan, namun terdapat
beberapa penelitian mengenai pengaruh terapi aktivitas kelompok terhadap pasien
dengan harga diri rendah antara lain:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Kesuma Putra tahun 2009 dengan judul
Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Sensori Menonton Televisi
Terhadap Kemampuan Komunikasi Klien Harga Diri Rendah Di Rumah sakit
Jiwa Provinsi Bali di Bangli. Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Skripsi ini tidak diterbitkan,

adapun hasil penelitian yang didapatkan hasil yang signifikan dengan p<0,05
(p=0,002). Adapun perbedaan skripsi ini dengan penelitian yang akan penulis
lakukan adalah pada variabel bebas dimana pada penelitian sebelumnya hanya
melakukan satu aktivitas yaitu menonton televisi sedangkan pada penelitian
yang akan penulis lakukan pelaksanaan TAK stimulasi sensori akan
dilaksanankan tiga sesi yaitu menggambar, menonton televisi/video dan
mendengarkan musik. Pada penelitian sebelumnya variabel terikatnya adalah
kemampuan komunikasi klien harga diri rendah sedangkan pada penelitian
yang akan penulis lakukan adalah kemampuan komunikasi pasien skizofrenia.
Adapun kesamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah Jenis
penelitian sama-sama Quasi Experiment (eksperimen semu).
2. Penelitian yang dilakukan oleh Sudjarwo (2007) mahasiswa Program Studi
Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Brawijaya dengan judul Pengaruh
Terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap kemampuan komunikasi verbal
klien dengan harga diri rendah di RSJ Dr. Radjiman Wediodiningrat Lawang
Malang, dengan hasil yang cukup signifikan yaitu p<0,05 (p =0,000). Adapun
perbedaan skripsi ini dengan penelitian yang akan penulis lakukan adalah pada
variabel bebas dimana pada penelitian sebelumnya TAK yang digunakan
adalah sosialisasi sedangkan pada penelitian yang akan penulis lakukan
mempergunakan TAK stimulasi sensori. Pada penelitian sembelumnya
variabel terikatnya adalah kemampuan komunikasi verbal klien harga diri
rendah sedangkan pada penelitian yang akan penulis lakukan adalah
kemampuan komunikasi pasien skizofrenia. Adapun kesamaan penelitian ini

dengan

penelitian

sebelumnya

adalah

jenis

menggunakan Quasi Experiment (eksperimen semu).

penelitian

sama-sama

Anda mungkin juga menyukai