PENDAHULUAN
makalah
ini
akan
dilaporkan
penderita
kanker
prostat
(adenokarsinoma) yang bermetastasis jauh di lebih dari 1 organ, namun dengan nilai
PSA normal dan Gleason score yang tidak terlalu tinggi serta usia yang relatif muda.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
hormone-releasing hormone (LHRH), juga dikenal dengan istilah gonadotropinreleasing hormone (GnRH), yang akan menstimulasi kelenjar hipofisis untuk
menghasilkan luteinizing hormone (LH) dan follicle-stimulating hormone (FSH),
yang akan menstimulasi sel leydig di testis untuk menghasilkan testosteron.4
Testosteron merupakan andogen terbesar dalam serum yang memicu
pertumbuhan prostat. Konversi testosteron menjadi estrogen terjadi di perifer melalui
proses aromatisasi. Kelenjar adrenal dipengaruhi oleh adrenocorticotropic hormone
(ACTH) dan melepas sebagian kecil androgen, seperti androstenedion, yang juga
akan dikonversi di perifer menjadi estrogen. Prolaktin juga telah dibuktikan memiliki
efek dalam menstimulasi androgen untuk memicu perkembangan prostat (Gambar
2.3).4
satu sama lain, yaitu neuroendokrin, sekretorius, dan basal. Sel stroma dibagi menjadi
5, yaitu sel otot polos, fibroblast, sel imun, sel endotel, dan sel saraf. Testosteron
diubah menjadi dihidrotestosteron (DHT) oleh 5-reductase pada kompartemen
stroma (Gambar 2.4).4
Gambar 2.5 Insidensi kanker prostat di seluruh dunia per 100.000 orang3
2.1.4 Diagnosis
Alat diagnostik utama yang digunakan untuk menegakkan diagnosis kanker
prostat adalah digital rectal examination (DRE), prostat specific antigen (PSA) dan
transrectal ultrasonography (TRUS). Diagnosis kanker prostat didasarkan pada
temuan sel kanker pada pemeriksaan histopatologi core biopsy prostat, spesimen
operasi, maupun fine needle aspiration biopsy (FNAB). Pemeriksaan histopatologi
biasanya diikuti dengan pemeriksaan grading tumor (Gambar 2.6).4,5
Akurasi DRE untuk mendeteksi kanker prostat sangat tergantung pada nilai
PSA. Jika nilai PSA 0-1 ng/mL, maka risiko seseorang untuk menderita kanker
prostat sebesar 3-5%. Jika nilai PSA 1-2,5 ng/ml risikonya akan meningkat menjadi
11-14%. Jika nilai PSA 2,5-4 ng/ml akan menjadi 22-30%, dan jika nilai PSA 4-10
ng/ml menjadi sekitar 40%. Risiko untuk menjadi kanker prostat menjadi sangat
tinggi jika PSA di atas 10 ng/ml (sekitar 70%).14
Keterangan: PSA (Prostate Specific Antigen); DRE (Digital Rectal Examination); TRUS (Transrectal Ultrasonography)
10
Tabel 2.1 Sistem staging TNM pada tahun 1992 dan 1997 untuk kanker prostat4
2.1.6 Terapi
2.1.6.1 Terapi Kuratif
a. Radikal Prostatektomi
Radikal prostatektomi adalah pengangkatan prostat, vesikula seminalis, dan
limfonodus pelvik.9 Pada kanker prostat yang masih terbatas pada prostat (belum
invasif) dengan gejala bladder outlet obstruction (BOO), radikal prostatektomi
merupakan pilihan utama.21 Saat ini prosedur tersebut dapat dilakukan melalui
retropubik, transperineum, laparoskopi tanpa atau dengan bantuan robot.22 Pada
11
pasien dengan staging klinis T1 sampai dengan T2, kemungkinan bebas dari
progresivitas penyakit adalah sebesar 75% selama 10 tahun pasca operasi.23
b. Radiasi
Radiasi prostat dapat dilakukan dengan external beam radiation therapy
(EBRT) maupun brakiterapi.4,24 Pada penelitian yang dilakukan oleh Nilsson, dkk.
dikatakan bahwa pada pasien dengan localized prostate cancer EBRT dan brakiterapi
menunjukkan angka keberhasilan yang hampir sama dengan radikal prostatektomi. 25
Pada advanced prostate cancer, radiasi dosis tinggi telah pernah dicobakan dengan
beberapa diantaranya menunjukkan keberhasilan.26
c. Survey Aktif
Konsep ini dipakai pada pasien yang kemungkinan besar tidak akan
mengalami progresifitas yang signifikan, namun terapi radikal tetap diberikan pada
pasien yang mempunyai risiko tinggi atau mengalami progresivitas. 4,27 Pasien dengan
PSA doubling time (PSA-DT) 3 tahun atau Gleason score yang memburuk pada
saat biopsi disarankan untuk intervensi radikal. Sisanya dimonitor secara ketat dengan
PSA serial dan biopsi prostat berkala pada tahun pertama, ke-4, ke-7, dan ke-10.28
2.1.6.2 Terapi Non-Kuratif
a. Watchful Waiting
Selama watchful waiting, tidak ada terapi yang diberikan, baik itu
medikamentosa, radiasi, maupun pembedahan, dengan tujuan untuk menghindari
risiko dan efek samping terapi. Watchful waiting direkomendasikan bila kanker tidak
menimbulkan gejala, progresifitasnya lambat, dan pada stadium awal. Watchful
waiting juga cocok untuk penderita lansia, kondisi umum yang sangat jelek, atau
12
kombinasi keduanya. Banyak penderita dengan kondisi tersebut yang masih dapat
menjalankan kesehariannya tanpa masalah yang berarti. Jika ada progresifitas
penyakit, androgen deprivation therapy (ADT) harus segera diberikan. ADT adalah
segala usaha yang dilakukan untuk mensupresi aktivitas androgen.4
b. Terapi Hormonal/Androgen Deprivation Therapy (ADT)
Pada tahun 1941, Huggins dan Hodges menilai efek kastrasi dengan
pembedahan dan pemberian estrogen pada progresifitas kanker prostat yang
bermetastasis. Hasilnya menunjukkan adanya respon kanker prostat terhadap ADT.
Sekresi testosterone diregulasi oleh axis hipotalamus-hipofisis-gonad. Hipotalamus
mensekresi LHRH yang akan menstimulasi kelenjar hipofisis untuk melepaskan
hormone LH dan FSH. Selanjutnya LH akan menstimulasi sel leydig testis untuk
mensekresikan testosteron. Jika sel prostat tidak distimulasi oleh androgen, maka
selnya akan mengalami apoptosis. ADT dapat dilakukan dengan menekan sekresi
androgen testis baik dengan pembedahan (orkidektomi bilateral) atau medikamentosa
(LHRH-agonis atau estrogen parenteral), atau dengan menghambat aksi androgen
yang bersirkulasi pada reseptornya di sel prostat dengan menggunakan preparat
antiandrogen baik golongan steroid maupun non-steroid.4,29,30,31 Untuk pilihan terapi
kanker prostat dapat dilihat pada (Tabel 2.2).
14
c. Kemoterapi
Adanya beberapa laporan tentang efek kemoterapi pada hormone-refractory
prostate cancer (HRPC) membuktikan bahwa kemoterapi masih mempunyai tempat
dalam penatalaksanaan kanker prostat. Sampai saat ini, peran kemoterapi masih
terbatas untuk terapi paliatif. Docetaxel kini dapat dipertimbangkan sebagai terapi
standar untuk HRPC.4,32,33 Selain docetaxel, penggunaan obat-obatan lain kini banyak
berkembang. Cabazitaxel merupakan turunan semisintetis dari taxoid. Obat tersebut
merupakan microtubule inhibitor, dan merupakan pilihan terapi lanjutan untuk HRPC
setelah gagal dengan terapi docetaxel.4
Abiraterone merupakan inhibitor selektif enzim cytochrome P17 yang
merupakan regulator sintesis androgen di adrenal. Penggunaan obat tersebut pada
HRPC (baik sebelum maupun setelah pemberian docetaxel) menunjukkan penurunan
PSA 50% dan juga pemanjangan masa metastasis ke tulang maupun organ viseral.
Enzalutamide merupakan antagonis androgen receptor (AR) nonsteroid yang
poten untuk kasus HRPC. Tidak seperti antiandrogen lain yang mempunyai efek
agonis AR parsial, Enzalutamide tidak menunjukkan aktivitas yang demikian dan
15
dapat mencegah translokasi inti AR dengan hasil akhir tumoricidal (bukan sitostatik).
Salah satu keuntungan enzalutamide terhadap obat lain seperti abiraterone adalah
kebutuhan kortikosteroidnya lebih kecil.
2.1.6.3 Imunoterapi
Ide ini muncul karena adanya temuan infiltrasi sel-sel inflamasi yang sangat
sedikit pada > 80% kanker prostat, terutama pada stadium lanjut. Secara teoritis,
inflamasi merupakan respon fisiologis akibat adanya infeksi, kerusakan jaringan,
faktor pertumbuhan, ataupun kemokin. Temuan tersebut mengindikasikan bahwa
pada kanker prostat, sel kanker dapat menghindari sistem imun, baik dengan
memodulasi antigen tumor, mereduksi ekspresi major histocompatibility complex-1
(MHC-1) ataupun dengan menghambat aktivitas cytotoxic T-cell.
Imunoterapi dapat dilakukan melalui pemberian vaksin kanker maupun
antibodi monoklonal. Antibodi monoklonal biasanya dikonjugasikan dengan agen
kemoterapi, racun biologis, zat radioaktif, ataupun imunotoksin. Imunoterapi untuk
kanker prsotat menjadi sangat berkembang sejak adanya temuan PSMA, yang hampir
100% hanya ditemukan pada kanker prostat. Salah satu antibodi monoklonal yang
banyak digunakan adalah J591.24
2.1.6.4 Terapi Gen
Terapi ini berkembang karena adanya fenomena HRPC dan penggunaan
kemoterapi yang belum memuaskan. Terapi ini juga dapat berkembang akibat adanya
perkembangan dalam biologi sel dan molekuler, pemahaman yang lebih baik
mengenai progresifitas kanker prostat, dan perkembangan sistem prodrug. Terapi ini
memerlukan vektor untuk mentransfer gen ke target sel. Vektor tersebut dapat dibagi
16
menjadi viral vector dan non-viral vector. Hingga saat ini ada empat mekanisme yang
diharapkan untuk dapat membunuh sel kanker, yaitu:
1. Pemberian tumor-suppressor genes yang akan meningkatkan apoptosis
2. Pemberian effector genes yang dapat memicu respon imun dengan mengaktifasi
cytotoxic T-cell (CTL)
3. Suicide gene therapy yang mengubah prodrug menjadi metabolit toksik yang dapat
membunuh sel kanker
4. Oncolytic viruses yang dapat menginfeksi dan membunuh sel kanker tanpa insersi
cytotoxic transgene17
2.1.7 Prognosis
Prognosis kanker prostat tergantung pada beberapa faktor, baik yang berkaitan
dengan tumor, pasien, maupun faktor independen (luar). Ekstensi tumor, gambaran
histologi (Gleason score), dan nilai PSA adalah faktor prognosis yang terkait tumor
(Tabel 2.3). Usia, performance status, harapan hidup, penyakit komorbid, dan ras
adalah faktor prognosis yang terkait pasien. Sementara status sosial-ekonomi,
kebijakan politik, dan demografi penduduk dikatakan sebagai faktor luar
(independen) yang turut mempengaruhi prognosis penyakit.34
Tabel 2.3 Klasifikasi risiko berdasarkan faktor prognosis pada localized/locally
advanced prostate cancer34
17
PSA adalah glikoprotein yang dihasilkan terutama oleh sel epitel kelenjar
prostat. PSA dapat meningkat pada BPH, prostatitis, maupun kondisi keganasan yang
lain. Kemampuan PSA dalam memprediksi kanker prostat lebih baik dibandingkan
dengan DRE maupun TRUS. Deteksi kanker prostat yang tidak dapat dipalpasi
tergantung pada nilai PSA dalam serum. Hingga saat ini tidak ada nilai cut-off PSA
yang dapat diterima secara universal, namun demikian nilai PSA > 4 ng/ml banyak
digunakan pada penelitian-penelitian. Adanya temuan pada beberapa pria yang
menderita kanker prostat meskipun dengan nilai PSA yang rendah banyak menarik
perhatian para ahli urologi. Untuk meningkatkan spesifisitas
mendeteksi kanker prostat, digunakan beberapa modifikasi seperti PSA density, PSA
velocity, PSA doubling time, age-adjusted reference ranges for PSA, dan PSA
molecular forms.4,5
2.2.1 PSA Velocity
PSA velocity adalah kecepatan perubahan nilai PSA di dalam serum. Pasien
dengan kanker prostat mengalami peningkatan PSA yang lebih tinggi dibanding
mereka yang tidak mengalami kanker prostat. Peningkatan nilai PSA minimal 0,75
ng/mL/tahun meningkatkan kecurigaan ke arah kanker prostat.5
2.2.2 PSA Density
PSA density adalah perbandingan nilai PSA terhadap volume prostat.
Beberapa peneliti menyarankan biopsi prostat baru dilakukan apabila PSA density
melebihi 0,1 atau 0,15. Untuk meningkatkan akurasi PSA density, sebagian peneliti
menyarankan untuk membandingkan nilai PSA dengan volume zona transisi (PSA
transition zone density).8
18
19
BAB 3
LAPORAN KASUS
Tidak dijumpai kelainan pada daerah thoraks dan abdomen. Dari status urologis, tidak
ditemukan kelainan, hanya didapatkan terpasang foley kateter ukuran 18 Fr (indikasi:
retensi bekuan darah), produksi urin +/- 2000cc dalam 24 jam dengan warna urine
kemerahan. Pada pemeriksaan colok dubur tonus spingter ani (TSA) kesan normal,
mukosa rektum licin, teraba massa prostat derajat III dengan konsistensi padat, keras,
permukaan tidak rata, beberapa nodul dijumpai pada kedua lobus prostat, serta reflex
bulbokavernosa positif, Dari sarung tangan pemeriksa didapatkan feses, namun tidak
tampak darah.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan pasien anemia (Hb 5,8 g/dL) dan
leukositosis (WBC 26,47 x 103/uL). Pasien juga mengalami gangguan fungsi ginjal
(BUN 42 mg/dL dan SC 2,65 mg/dL), hipoalbuminemia (albumin 2,56 g/dL),
gangguan elektrolit (Na 108 mEq/L, K 3,8 mEq/L, dan Cl 82 mEq/L), dan gangguan
pembekuan darah (aPTT 40,3 detik; kontrol aPTT 27,1 detik dan PPT 12,1 detik;
kontrol PPT 11,1 detik). Selain itu, pasien juga mengalami alkalosis respiratorik (pH
7,543, pCO2 25,7 mmHg, pO2 96,7 mmHg, HCO3- 22,3 mmol/L, BE -0,4 mmol/L,
dan SO2 98,5%). Dari urinalisis didapatkan hematuria dan leukosituria (sedimen
eritrosit > 100 per lapangan pandang, leukosit 15-20 per lapangan pandang, dan
dijumpai sedikit epitel).
Dari pemeriksaan foto thorax proyeksi anteroposterior (AP)/lateral (gambar
3.2) didapatkan nodul multipel (coarse nodule type) dengan ukuran bervariasi di
kedua lapangan paru yang dapat merupakan proses metastasis. Dari foto BOF
(gambar 3.3) didapatkan fraktur kompresi pada vertebra lumbal III dan tidak
ditemukan gambaran opasitas di sepanjang traktus urinarius. Dari pemeriksaan USG
21
Abdomen (gambar 3.4) didapatkan massa prostat dengan ukuran 10,7 x 8,56 x 15,0
cm yang menginfiltrasi sampai ke buli serta adanya gambaran hidronefrosis sedang
bilateral. Selanjutnya, dilakukan perbaikan kondisi umum pasien, pemeriksaan PSA
ulang, dan direncanakan untuk tindakan subcapsular orchidectomy. Tindakan tersebut
dipilih karena merupakan baku emas untuk mendeprivasi androgen dan mencegah
efek flare up pada penggunaan LHRH agonis, mengingat kondisi pasien yang buruk
disertai adanya destruksi pada vertebra.
Dalam perjalanannya, pasien mengalami penurunan kesadaran dan dilakukan
CT-Scan kepala dengan kontras (gambar 3.5) untuk menyingkirkan adanya kelainan
intrakranial. Hasilnya tidak ditemukan kelainan pada otak. Setelah kondisi pasien
membaik, dilakukan pemeriksaan PSA ulang dengan hasil 0,58 ng/ml. Kemudian
dilakukan tindakan subcapsular orchidectomy kanan dan kiri. Namun pada akhirnya
pasien meninggal dunia 2 hari pasca operasi karena multiple organ failure.
22
23
BAB 4
PEMBAHASAN
25
menyebutkan adanya progresifitas yang sangat cepat pada pasien kanker prostat
dengan nilai PSA yang sangat rendah pasca prostatektomi radikal.40
Adenokarsinoma prostat dalam perkembangannya dapat berubah secara
histopatologi menjadi bentuk lain seperti mucinous, transitional, squamous, signet
ring cell, atau small cell. Hal tersebut diduga terjadi karena dediferensiasi/metaplasia
dari adenokarsinoma prostat. Namun, teori yang kemudian berkembang dan paling
banyak dianut adalah teori stem cell prostat pluripoten, yang dapat berdiferensiasi ke
berbagai bentuk sel. Perubahan bentuk tersebut dapat terjadi karena adanya stimulus
normal maupun abnormal. Perubahan tersebut dapat juga diikuti dengan
ketidakmampuan mengekspresikan PSA.41
Hal tersebut pernah dilaporkan oleh Kim YW dkk. pada penderita yang
awalnya didiagnosis dengan adenokarsinoma prostat dan PSA 30.3 ng/ml. Tujuh
bulan kemudian pasien didiagnosis dengan adenoskuamous karsinoma prostat dengan
PSA 0,27 ng/ml.42 Kasus terbaru yang serupa di tahun 2014 dilaporkan oleh Cecen K
pada penderita yang awalnya didiagnosis dengan adenokarsinoma prostat T2N0M0,
Gleason score 7 (3+4), dan nilai PSA 23 ng/ml, namun kemudian berubah menjadi
small cell carcinoma dengan nilai PSA normal setelah pasien mengeluhkan adanya
benjolan di skapula.43
Pada kasus ini, kejadian adenokarsinoma prostat yang bermetastasis pada usia
50 tahun merupakan kasus yang jarang terjadi. Hal ini didasarkan karena
adenokarsinoma prostat merupakan penyakit yang lambat berkembang dengan ratarata doubling time 300 hari, sehingga kanker dapat bermanifestasi 10 tahun
26
kemudian.21 Artinya, secara teoritis awal terjadinya kanker jauh di bawah usia 50
tahun.
Fenomena nilai PSA yang normal pada kasus ini memang masih menjadi
misteri. Namun berdasarkan teori yang ada, kemungkinan pada kasus ini telah terjadi
perubahan jenis kanker. Dalam teorinya, Tu dkk menyebutkan bahwa keganasan
sering berasal dari stem cell. Early progenitor stem cells memiliki kemampuan
pluripoten untuk bermigrasi, invasi, dan inkorporasi ke berbagai jaringan
(metastasis). Sementara lately progenitor stem cells (fase diferensiasi lanjut stem cell)
memiliki kemampuan metastasis yang terbatas dan fenotip yang relatif homogen.44
Dengan demikian, tumor yang berasal dari bentuk primitif prostate stem cell
dapat bermetastasis ke berbagai organ seperti paru, hati, otak, maupun tulang, namun
tidak mengekspresikan PSA. Tumor tersebut biasanya mengekspresikan marker
embrional (carcinoembryonic antigen) atau neuroendokrin (neuron-specific enolase
atau chromogranin A).44 Sayangnya, pada kasus ini belum sempat dilakukan
pemeriksaan biopsi ulang pada tumor primer maupun metastasisnya karena pasien
meninggal dunia. Selain itu, belum juga dilakukan pemeriksaan tumor marker lain
untuk membuktikan hal tersebut. Satu hal lagi yang mendukung adalah karena
prognosis penderita sangat buruk, yang sangat mungkin disebabkan oleh varian
kanker prostat lain.
Berkaitan dengan terapi pada kasus ini memang belum ada prosedur baku
yang digunakan. Hal ini disebabkan oleh sedikitnya jumlah kasus dan survival rate
penderita yang rendah. Diharapkan dengan semakin baiknya konsep tentang penyakit
27
tersebut dan semakin banyaknya kasus yang dijumpai, dapat dibuat prosedur tetap
penatalaksanaan adenokarsinoma prostat yang bermetastasis dengan PSA normal.
Pada kasus ini juga ditemukan kanker bermetastasis ke paru dan vertebra
dengan overall survival (OS) 6-7 bulan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Gregory
R. Pond, dkk disebutkan bahwa penderita kanker prostat dengan metastasis liver
dengan/tanpa metastasis di tempat lain memiliki prognosis yang paling jelek dengan
median OS 10,0 bulan, diikuti metastasis paru dengan/tanpa metastasis KGB atau
tulang
memiliki prognosis yang paling baik dengan median OS 26,7 bulan, diikuti
metastasis yang hanya melibatkan tulang (median OS 19,0 bulan) dan metastasis
yang melibatkan tulang dan KGB (median OS 15,7 bulan) 45. Hal tersebut sesuai
dengan metaanalisis yang dilakukan oleh Susan Halabi, dkk.46
Secara umum, dapat disimpulkan bahwa prognosis pasien kanker prostat yang
bermetastasis ke organ viseral lebih buruk dibandingkan dengan tulang. Namun,
belum ada penjelasan pasti mengenai hal tersebut. Giorgio G dalam ulasannya
menyebutkan bahwa kemungkinan hal itu disebabkan karena fungsi organ viseral
yang biasanya menjadi lokasi metastasis lebih vital dibandingkan dengan tulang.
Selain itu, fenotip dari metastasis organ viseral lebih agresif dibandingkan dengan
tulang.47 Pada penelitian yang dilakukan oleh Akfirat dkk. ditemukan bahwa
metastasis pada soft tissue lebih cenderung mengekspresikan nuclear survivin.
Sementara metastasis tulang lebih cenderung mengekspresikan cytopasmic survivin,
B-cell lymphoma 2 (BCL2), dan myeloid cell leukemia 1 (MCL1). Data tersebut
dikaitkan dengan adanya perbedaan survival rate pada kanker prostat yang diterapi
28
29
BAB 5
KESIMPULAN
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Parkin DM, et.al. Global Cancer Statistics. CA Cancer J Clin, 55:74108, 2005
2. Quinn M and Babb P. Patterns and Trends in Prostate Cancer Incidence, Survival,
Prevalence and Mortality. Part I: International comparisons. BJU Int, 90:162173,
2002
3. Nelen V. Epidemiology of Prostate Cancer in Prostate Cancer. New York: Springer,
2007
4. Wein A., et al. Campbell-Walsh Urology, 10 th Edition. Philadelphia: ElsevierSaunders, 2012
5. Tanagho EA and McAninch JW. Smiths General Urology 18th. New York: Mc
Graw Hill, 2013
6.Thompson IM, et al. Prevalence of Prostate Cancer Among Men with a ProstateSpecific Antigen Level 4.0 ng/mL. N Engl J Med, 350: 22392246, 2004
7. Leibovici D, et al. Prostate Cancer Progression in the Presence of Undetectable or
Low Serum Prostate-Specific Antigen Level. Cancer, 109: 198-204, 2007
8. Yamamoto S. M1 Prostate Cancer with a Serum Level of Prostate-Specific Antigen
Less than 10 ng/mL. Int J Urol, 8:374-9, 2001
9. Schwab M. Encyclopedic Reference of Cancer. New York: Springer, 2001.
10. Siegel R. Cancer Statistics: The Impact of Eliminating Socioeconomic and Racial
Disparities on Premature Cancer Deaths. Cancer J Clin, 61: 21236, 2011
31
11. Ferlay, J., et al. Estimates of the Cancer Incidence and Mortality in Europe in
2006. Ann Oncol, 18: 581-592, 2007
12. Jemal, A., et al. Cancer Statistics, 2007. CA Cancer J Clin, 57: 4366, 2007
13. Glover FE Jr., et al. The Epidemiology of Prostate Cancer in Jamaica. J Urol, 159:
1984-6. 1998
14. Eastham JA., et al. Development of a Nomogram that Predicts the Probability of a
Positive Prostate Biopsy in Men with an Abnormal Digital Rectal Examination and a
ProstateSpecific Antigen between 0 and 4 ng/mL. Urology, 54: 709713, 1999
15. Harrison TR. Principles of Internal Medicine, 17 th edition. Newyork: Mc Graw
Hill, 2008
16. Chang SS. Management of Prostate Cancer, 2nd edition. New Jersey: Humana
Press, 2004
17. Waxman J. Urological Cancer. London: Springer, 2005
18. Mostofi FK. Grading of Prostatic Carcinoma. Cancer Chemother Rep, 59: 111117, 1975
19. Epstein J., et al. The 2005 International Society of Urological Pathology (ISUP)
Consensus Conference on Gleason Grading of Prostatic Carcinoma. Am J Surg
Pathol, 29: 12281242, 2005
20. Gleason DF and Mellinger GT. Prediction of Prognosis for Prostatic
Adenocarcinoma by Combined Histological Grading and Clinical Staging. J Urol,
111: 5864, 1974
32
33
32. Fossa S., et al. Weekly Docetaxel and Prednisolone Versus Prednisolone Alone in
AndrogenIndependent Prostate Cancer: A Randomized Phase II Study. Eur Urol,
2007
33. Scullin Paula, et al. Strategies for the Implementation of Chemotherapy and
Radiotherapy in Metastasis of Prostate Cancer. New York: Springer, 2007
34. Braeckman J and Michielsen. Prognostic Factors in Prostate Cancer in Prostate
Cancer. New York : Springer, 2007
35. Sella A. Low PSA Metastatic Androgen-Independent Prostate Cancer. Eur Urol,
38: 250-54, 2000
36. Trotz C. Prostate Cancer with a Normal PSA: Small Cell Carcinoma of the
ProstateA Rare Entity. JABFP. 2003
37. Gupta S, et al. Metastatic Prostatic Carcinoma with Low PSA and Gleason Score.
Journal of Case Reports in Practice (JCRP), 3(2): 25-26, 2015
38. Nishio R, et al. Metastatic Prostate Cancer with Normal Level of Serum ProstateSpecific Antigen. Int Urol Nephrol, 35: 189-92, 2003
39. Lee DK, et al. Progression of Prostate Cancer Despite an Extremely Low Serum
Level of Prostate-Specific Antigen. Kju, 51.5.358, 2010
40. Oefelein MG, et al. The Incidence of Prostate Cancer Progression with
Undetectable Serum Prostate Specific Antigen in A Series of 394 Radical
Prostatectomies. J Urol, 154: 2128-31, 1995
41. Randolph TL, et al. Histologic Variants Os Adenocarcinoma and Other
Carcinomas of Prostate; Pathologic Criteria and Clinical Significance. Mod Pathol,
10: 612-29, 1997
34
42. Kim YW, et al. Adenosquamous Carcinoma of the Prostate. Yonsei Med J, 40:
396-9, 1999
43. Cecen K, et al. Small Cell Carcinoma of the Prostate Presenting with Skin
Metastasis: A Casa Report. Journal of Medical Case Reports, 8: 146, 2014
44. Tu SM, Lin SW, and Logothetis CJ. Stem-Cell Origin of Metastasis and
Heterogeneity in Solid Tumors. Lancet Oncol, 3: 508513, 2002
45. Pond GR, et al. The Prognostic Importance of Metastatic Site in Men with
Metastatic Castration-Resistant Prostate Cancer. European Urology, 65: 3-6, 2014
46. Halabi S, dkk.The Site of Visceral Metastases to Predict Overall Survival in
Castration-Resistant Prostate Cancer (CRPC) Patients: A Meta Analysisof Five Phase
III Trials. J Clin Oncol, 32:5s, 2014
47. Gandaglia G, et al. Impact of the Site of Metastases on Survival in Patients with
Metastatic Prostate Cancer. Eur Urol, 2014
48. Akfirat C, et al. Tumor Cell Survival Mechanisms in Lethal Metastatic Prostate
Cancer Differ Between Bone and Soft Tissue Metastases. The Journal of Pathology
230: 291-297, 2013.
35