Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A.

LATAR BELAKANG
Orang Indonesia diketahui memiliki kebiasaan bersantap cemilan pada sore hari. Kebiasaan

ini bahkan seolah sudah mengakar dalam kehidupan bermasyarakat sehari-hari. Berbagai jenis penjaja
makanan dapat ditemui dengan sangat mudah ketika memasuki sore hingga malam hari.
Bakso merupakan salah satu jajanan yang paling digemari orang Indonesia. Bakso yang biasa
dijual umumnya adalah bakso mengandung daging ayam, daging sapi, urat, dan telur. Bakso biasa
dicampur dengan tepung kanji untuk menambah massa, serta berbagai macam bumbu, dan disantap
dengan kuah untuk menambah citarasa. Biasanya pedagang bakso meracik sendiri bakso yang
dijajakannya. Salah satu parameter kualitas bakso adalah kekenyalannya. Biasanya konsumen
menyukai bakso yang konsistensinya kenyal. Konsumen tidak menyukai bakso ataupun makanan
lainnya yang berbau busuk, terasa seperti ammonia ataupun anyir.
Sayangnya tidak semua pedagang bakso yang dagangannya selalu habis setiap hari. Sebagian
diantaranya memilih untuk menjual bakso sisa pada keeseokan harinya. Dan sebagian lagi menyiasati
hal ini dengan menambahkan bahan pengawet agar bakso-bakso yang tidak laku dapat bertahan dari
jamur dan basi selama beberapa hari.
Boraks dan formalin seringkali disalahgunakan sebagai pengawet makanan. Padahal kedua
bahan kimia ini tidak diperuntukkan untuk mengawetkan makanan karena dapat menimbulkan efek
yang sangat buruk bagi kesehatan jika dikonsumsi dalam jangka waktu panjang. Penggunaan boraks
dan formalin sebagai bahan makanan bahkan sudah dilarang seperti tertera pada :

1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 722/ Menkes/ Per/ IX/ 1988 tentang
Bahan Tambahan Makanan, bahan yang dilarang digunakan pada pangan meliputi boraks / asam
borat, asam salisilat dan garamnya, dietilpirokarbonat, dulsin, kalium klorat, kloramfenikol, minyak
nabati yang dibrominasi, nitrofuranazon, serta formalin.
2. Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan RI tanggal 19 Juni 1979 No. 235/Men.Kes/Per/VI/79 dan
Peraturan SK Menteri Kesehatan RI Nomor 733/Menkes/Per/IX/1988; yang keduanya menyatakan
bahwa boraks masuk dalam bahan tambahan makanan yang dilarang.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 472/ Menkes/ Per/ V/ 1996 tentang Pengamanan Bahan
Berbahaya Bagi Kesehatan :

Boraks digunakan untuk mematri logam; pembuatan gelas dan enamel; anti jamur kayu;
pembasmi kecoa; antiseptik; obat untuk kulit dalam bentuk salep; campuran pembersih.

Formalin digunakan untuk pembunuh kuman sehingga banyak dimanfaatkan sebagai


pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian; pembasmi lalat dan berbagai serangga lain;
bahan untuk pembuatan sutra buatan, zat pewarna, pembuatan gelas dan bahan peledak;
dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas; bahan
untuk pengawet mayat; bahan pembuatan pupuk lepas lambat (slow- release fertilizer) dalam
bentuk urea formaldehid; bahan untuk pembuatan parfum; bahan pengawet produk kosmetika
dan pengeras kuku; pencegah korosi untuk sumur minyak; bahan untuk insulasi busa; bahan
perekat untuk produk kayu lapis (plywood); dalam konsentrasi yang sangat kecil (< 1%)
digunakan sebagai pengawet untuk berbagai produk konsumen seperti pembersih rumah
tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan pembersih
karpet.
Terdapat berbagai faktor yang mendorong banyak pihak untuk melakukan praktek

penggunaan yang salah bahan kimia terlarang untuk pangan. Pertama, bahan kimia tersebut mudah
diperoleh di pasaran. Kedua, harganya relatif murah. Ketiga, pangan yang mengandung bahan

tersebut menampakkan tampilan fisik yang memikat. Keempat, tidak menimbulkan efek negatif
seketika. Kelima, informasi bahan berbahaya tersebut relatif terbatas, dan pola penggunaannya telah
dipraktekkan secara turun-temurun.
Bagi masyarakat awam, tak mudah mengenali ciri-ciri bakso berkualitas rendah ataupun
mengandung unsur berbahaya. Namun pembeli bisa melakukan pengecekan sederhana dengan melihat
daya tahan bakso. Bakso dengan tambahan formalin memiliki ciri awet dalam waktu yang lebih lama,
mencapai 5 hari dalam suhu kamar. Bakso juga memiliki tekstur yang lebih kenyal seperti karet. Mirip
dengan bakso berformalin, kandungan boraks juga bisa dilacak dari tekstur bakso yang terasa tak
wajar. Bakso boraks juga memiliki tekstur kenyal dan cenderung keras dan teskturnya berbeda dengan
bakso yang dibuat dari daging sapi murni. Daya tahannya juga lebih lama dan bentuknya tetap utuh
walaupun sudah lebih dari 3 hari. Jika umumnya bakso berwarna abu-abu ataupun coklat, bakso ini
warnanya cenderung lebih bersih. Bahkan seperti dikutip dari situs resmi Badan POM RI, bakso
mengandung boraks memiliki tekstur membal seperti bola jika dilempar ke bawah. Selain itu, jika
dicium, bakso boraks akan mengeluarkan aroma yang menyengat.
Kembang sepatu dimanfaatkan secara turun-temurun sebagai penurun demam pada anak,
disamping mudah didapatkan dilingkungan bermasyarakat. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa
kembang sepatu mengandung senyawa antosianin yang bereaksi terhadap penambahan asam dan basa
sehingga dapat digunakan sebagai indikator kandungan asam atau basa. Penambahan asam terhadap
senyawa antosianin akan menimbulkan warna merah, dan warna hijau terhadap penambahan basa.
Berdasarkan hasil penelitian yang ada, ekstrak kembang sepatu dapat digunakan sebagai
indikator asam-basa, maka juga dapat diaplikasikan sebagai indikator boraks dan formalin. Melalui
penelitian ini, ekstrak kembang sepatu akan dikembangkan menjadi bentuk yang lebih sederhana yaitu
menggunakan kertas kromatografi whatman 1CHR yang dapat mengidentifikasi kandungan boraks
dan formalin yang terdapat dalam sampel makanan dengan cepat dan mudah.

B.

RUMUSAN MASALAH
1. Kandungan apa yang terdapat dalam kembang sepatu
2. Bagaimana metode pembuatan bio paper test kit sebagai indikator boraks dan formalin
3. Bagaimana reaksi indikator boraks dan formalin ketika diaplikasi ke senyawa asam atau basa
lain
4. Hasil aplikasi bio paper test kit terhadap jajanan bakso di Kelurahan Pondok Labu
5. Tumbuhan lain yang dapat dipergunakan sebagai bahan alternatif pembuatan indikator boraks
dan formalin

C.

TUJUAN PENELITIAN
1. Mengisolasi senyawa antosianin ke kertas kromatografi whatman 1CHR sebagai kertas
indikator (bio paper test kit) boraks dan formalin.

Menentukan adanya kandungan boraks dan/atau formalin pada jajanan bakso di Kelurahan Pondok
Labu dengan menggunakan kertas indikator (bio paper test kit) boraks dan formalin.

Anda mungkin juga menyukai