Anda di halaman 1dari 3

Latar Belakang Masalah.

Sarana dan prasarana masih minim.


Ketersediaan prasarana dan sarana, baik sarana dan prasarana wilayah
maupun fasilitas sosial ekonomi masih jauh dari memadai. Jaringan jalan dan
angkutan

perhubungan

darat

maupun

laut

masih

sangat

terbatas,

yang

menyebabkan sulit berkembangnya kawasan perbatasan, karena tidak memiliki


keterkaitan sosial maupun ekonomi dengan wilayah lain. Kondisi

prasarana

dan

sarana komunikasi seperti pemancar atau transmisi radio dan televisi serta sarana
telepon di kawasan perbatasan umumnya masih relatif minim.
Terbatasnya sarana komunikasi dan informasi menyebabkan masyarakat
perbatasan lebih mengetahui informasi tentang negara tetangga daripada informasi
dan wawasan tentang Indonesia. Ketersediaan sarana dasar sosial dan ekonomi
seperti pusat kesehatan masyarakat, sekolah, dan pasar juga sangat terbatas. Hal
ini menyebabkan kawasan perbatasan sulit untuk berkembang dan bersaing dengan
wilayah negara tetangga.

Adanya paradigma kawasan perbatasan sebagai halaman belakang


Paradigma pengelolaan kawasan perbatasan di masa lampau sebagai
halaman belakang wilayah NKRI membawa implikasi terhadap kondisi kawasan
perbatasan saat ini yang tersolir dan tertinggal dari sisi sosial dan ekonomi.
Munculnya paradigma ini, disebabkan oleh sistem politik dimasa lampau yang
sentralistik dan sangat menekankan stabilitas keamanan. Disamping itu secara
historis, hubungan Indonesia dengan beberapa negara tetangga pernah dilanda
konflik, serta seringkali terjadinya pemberontakan-pemberontakan di dalam negeri.
Konsekuensinya,

persepsi

penanganan

kawasan

perbatasan

lebih

didominasi pandangan untuk mengamankan perbatasan dari potensi ancaman dari


luar (external threat) dan cenderung memposisikan kawasan perbatasan sebagai
sabuk keamanan
pengelolaan

(security belt).

kawasan

perbatasan

Hal ini telah mengakibatkan kurangnya


dengan

pendekatan

kesejahteraan

melalui

optimalisasi potensi sumberdaya alam, terutama yang dilakukan oleh investor


swasta.

Kebijakan di masa lalu yang belum berpihak kepada kawasan-kawasan


tertinggal dan terisolir
Selama beberapa puluh tahun kebelakang masalah perbatasan masih
belum mendapat perhatian yang cukup dari pemerintah. Hal ini tercermin
dari kebijakan pembangunan yang kurang memperhatikan kawasan
perbatasan dan lebih mengarah kepada wilayah-wilayah yang padat
penduduk, aksesnya mudah, dan potensial, sedangkan kebijakan
pembangunan bagi daerah-daerah terpencil, terisolir dan tertinggal seperti
kawasan perbatasan masih belum diprioritaskan.

Terjadinya eksploitasi pemanfaatan Sumber Daya Alam yang tak terkendali


dan berkelanjutan.
Upaya optimalisasi potensi sumber daya alam harus memperhatikan daya
dukung lingkungan, sehingga tidak mengakibatkan kerusakan lingkungan, baik
lingkungan fisik maupun sosial. Di sebagian besar kawasan perbatasan, upaya
pemanfaatan SDA dilakukan secara ilegal dan tak terkendali, sehingga mengganggu
keseimbangan ekosistem dan kelestarian lingkungan hidup. Berbagai dampak
lingkungan seperti

polusi asap lintas batas (hedge pollution), banjir, longsor,

tenggelamnya pulau kecil, dan sebagainya pada umumnya disebabkan oleh


kegiatan-kegiatan

illegal,

seperti

penebangan

liar

di

kawasan

hutan

dan

pengerukan pasir di pulau-pulau kecil yang tidak terkendali. Hal ini cukup sulit
ditangani, karena keterbatasan pengawasan pemerintah di kawasan perbatasan
dan belum ditegakkannya supremasi hukum secara adil dan tegas.

Pengelolaan sumber daya yang tidak terkendali dan belum optimal


Pengelolaan sumber daya alam belum terkoordinasi antar pelaku sehingga memungkinkan dan
eksploitas sumber daya alam yang kurang baik untuk pengembagan daerah dan masyarkaat.
Misalnya kasus illegal logging yang juga terkait dengan kerusakan patok-patok batas yang
dilakukan untuk meraih keuntungan dalam penjualan kayu illegal ari Kalimantan timur dan
sekitar 150000m3 kayu illegal dari Kalimantan barat mauk ke Malaysia Kompas, Mei 2001.
Penebangan liar ini terus berlangsung akibat tuntutan menikatnya kebutuhan kayu di pasar
internasional besarnya kapasitas terpasang industry kayu dalam negeri, konsumsi lokal,

lemahnya penegakan hokum dan pemutihan kayu yang terjadi luar kawasan tebangan. Akibat
pencurian ini, kerugian devisa Negara mencapai milyaran dollar.
Selain hutan, potensi sumber daya alam di kawasa perbatasan cukup besar diantaranya
perkebunan (karet, kopi, coklat, kelapa), pertanian (padi, palawija, buah-buahan) dan
pertambangan (batu bara, emas, bauksit, dll.) namun, besarnya potensi ini belum dikelloala
secara adil, optimal dan terkoordinasi serta berkalnjutan sehingga belum dapat meningkatakan
kesejahteraan rakyat perbatasa. Faktor keterbatasan akses transportasi, listrik dan minimnya
sarana penunjangan lain, masih mejadi maslah akses transportasi, listrik dan minimnya sarana
penunjang lain, masih menjadi masalah klasik yang sulit dipecahkan. Akibatnya. Potensi yang
belum dikelala optimal ini akhirnya menjadi sasaran empuk dan dimanfaatkan secara illegal oleh
pengusaha nakal dari Negara tetangga. Pemanfaatan sumberdaya alam yang illegal dan tidak
terkendali (diikuti dengan kebarakan hutan, pembukaan lahan-lahan eks tebagnan yang belum
ditami menjadi lahan-lahan kritis ) akan menyebabkan degradasi kualitas lingkungan dan pada
akhirnya, akan mengurangi potensi sumberdaya alam di masa mendatan. Kegiatan ekspoitasi
SDA yang paling fenomenal di kawasan perbatasan darat aalah pembalakan liar (illegal logging).
Paktek pembalakan liar dan eksploitasi hutan yang tidak ternilai harganya, kehancuran
kehidupan masyarakat dan kehilangan kayu senilai milyaran dollar as, diantranya berupa
pendapatan Negara setiap tahunnya. Kerugian tersebut belum menghitung hilangnya nilai
keanekaragaman hayati serta jasa-jasa lingkungan yang dapat dihasilkan dari sumber daya hutan.
Menurut data departemen kehutanan tahun 2006, luas hutan yang rusak dan tidak dapat berfungsi
optimal telah mencapai 59,6 juta Ha dari 120,35 juta hectare kawasan hutan di Indonesia, engan
laju deforestasi dalam lima tahun terakhir mencapai 2,83 juta hectare per tahun. Bila keadaan
seperti ini dipertahankan, dimana Sumatera dan Kalimantan sudah kehilangan hutannya, maka
hutan di Sulawesi dan papua akan mengalamai hal yang sama. Pemberantasan kegiatan illegal
logging dan penanggulangan kerusakan sumberdaya hutan di Indonesia sesungguhnya tugas
dunia internasional mengingat hutan Indonesia (sala satunya kawasa konservasi Herar of Borneo
di Pulau Klimatan) berfungsi melindungi keanekaragaman hayati khas Pulau Kalimantan dan
menjadi Natural Worod Heritage (warisan alam dunia), Cultural World Heritage (warisan budaya
dunia), serta paru paru dunia
http://www.academia.edu/10378545/STRATEGI_DAN_KONSEPSI_PENGEMBANGAN_KA
WASAN_PERBATASAN_NEGARA

Anda mungkin juga menyukai