Latar Belakang Masalah
Latar Belakang Masalah
perhubungan
darat
maupun
laut
masih
sangat
terbatas,
yang
prasarana
dan
sarana komunikasi seperti pemancar atau transmisi radio dan televisi serta sarana
telepon di kawasan perbatasan umumnya masih relatif minim.
Terbatasnya sarana komunikasi dan informasi menyebabkan masyarakat
perbatasan lebih mengetahui informasi tentang negara tetangga daripada informasi
dan wawasan tentang Indonesia. Ketersediaan sarana dasar sosial dan ekonomi
seperti pusat kesehatan masyarakat, sekolah, dan pasar juga sangat terbatas. Hal
ini menyebabkan kawasan perbatasan sulit untuk berkembang dan bersaing dengan
wilayah negara tetangga.
persepsi
penanganan
kawasan
perbatasan
lebih
(security belt).
kawasan
perbatasan
pendekatan
kesejahteraan
melalui
illegal,
seperti
penebangan
liar
di
kawasan
hutan
dan
pengerukan pasir di pulau-pulau kecil yang tidak terkendali. Hal ini cukup sulit
ditangani, karena keterbatasan pengawasan pemerintah di kawasan perbatasan
dan belum ditegakkannya supremasi hukum secara adil dan tegas.
lemahnya penegakan hokum dan pemutihan kayu yang terjadi luar kawasan tebangan. Akibat
pencurian ini, kerugian devisa Negara mencapai milyaran dollar.
Selain hutan, potensi sumber daya alam di kawasa perbatasan cukup besar diantaranya
perkebunan (karet, kopi, coklat, kelapa), pertanian (padi, palawija, buah-buahan) dan
pertambangan (batu bara, emas, bauksit, dll.) namun, besarnya potensi ini belum dikelloala
secara adil, optimal dan terkoordinasi serta berkalnjutan sehingga belum dapat meningkatakan
kesejahteraan rakyat perbatasa. Faktor keterbatasan akses transportasi, listrik dan minimnya
sarana penunjangan lain, masih mejadi maslah akses transportasi, listrik dan minimnya sarana
penunjang lain, masih menjadi masalah klasik yang sulit dipecahkan. Akibatnya. Potensi yang
belum dikelala optimal ini akhirnya menjadi sasaran empuk dan dimanfaatkan secara illegal oleh
pengusaha nakal dari Negara tetangga. Pemanfaatan sumberdaya alam yang illegal dan tidak
terkendali (diikuti dengan kebarakan hutan, pembukaan lahan-lahan eks tebagnan yang belum
ditami menjadi lahan-lahan kritis ) akan menyebabkan degradasi kualitas lingkungan dan pada
akhirnya, akan mengurangi potensi sumberdaya alam di masa mendatan. Kegiatan ekspoitasi
SDA yang paling fenomenal di kawasan perbatasan darat aalah pembalakan liar (illegal logging).
Paktek pembalakan liar dan eksploitasi hutan yang tidak ternilai harganya, kehancuran
kehidupan masyarakat dan kehilangan kayu senilai milyaran dollar as, diantranya berupa
pendapatan Negara setiap tahunnya. Kerugian tersebut belum menghitung hilangnya nilai
keanekaragaman hayati serta jasa-jasa lingkungan yang dapat dihasilkan dari sumber daya hutan.
Menurut data departemen kehutanan tahun 2006, luas hutan yang rusak dan tidak dapat berfungsi
optimal telah mencapai 59,6 juta Ha dari 120,35 juta hectare kawasan hutan di Indonesia, engan
laju deforestasi dalam lima tahun terakhir mencapai 2,83 juta hectare per tahun. Bila keadaan
seperti ini dipertahankan, dimana Sumatera dan Kalimantan sudah kehilangan hutannya, maka
hutan di Sulawesi dan papua akan mengalamai hal yang sama. Pemberantasan kegiatan illegal
logging dan penanggulangan kerusakan sumberdaya hutan di Indonesia sesungguhnya tugas
dunia internasional mengingat hutan Indonesia (sala satunya kawasa konservasi Herar of Borneo
di Pulau Klimatan) berfungsi melindungi keanekaragaman hayati khas Pulau Kalimantan dan
menjadi Natural Worod Heritage (warisan alam dunia), Cultural World Heritage (warisan budaya
dunia), serta paru paru dunia
http://www.academia.edu/10378545/STRATEGI_DAN_KONSEPSI_PENGEMBANGAN_KA
WASAN_PERBATASAN_NEGARA