Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
Salah satu indikator untuk menilai derajat kesehatan perempuan adalah
dengan melihat Angka Kematian Ibu (AKI). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
memperkirakan lebih dari 585.000 ibu di dunia meninggal tiap tahun saat hamil
atau bersalin. Hal ini menunjukkan bahwa setiap menitnya ada satu ibu yang
meninggal dunia.1
Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2009, AKI masih
cukup tinggi, yaitu 390 per 100.000 kelahiran hidup. Selain itu, menurut survei
kesehatan daerah Provinsi Jawa Tengah tahun 2007 didapatkan AKI berjumlah 20
orang dari jumlah kelahiran hidup 24.176 jiwa. Survei Kesehatan Rumah Tangga
(2001) menyebutkan AKI di Indonesia mencapai 396 jiwa dari 100.000 kelahiran
hidup. Jumlah tersebut meningkat dibanding survei pada tahun 1995, yaitu 373
jiwa dari 100.000 kelahiran hidup. Tingginya AKI di Indonesia menempatkan
negara ini sebagai urutan teratas di negara ASEAN dalam jumlah kematian ibu.
Departemen Kesehatan menargetkan AKI tahun 2010 turun menjadi 125 jiwa dari
100.000 kelahiran hidup. Target tersebut ternyata masih jauh untuk bisa dicapai.1
Penyebab utama dari kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan (4060%), infeksi (20-30%) dan keracunan kehamilan (20-30%), sisanya (5%)
disebabkan penyakit lain yang memburuk saat kehamilan atau persalinan. Sampai
saat ini perdarahan dalam obstetrik masih memegang peran penting sebagai
penyebab utama kematian ibu dinegara maju, terutama pada kelompok sosioekonomi lemah.1
Perdarahan dalam obstetrik yang terjadi pada kehamilan trimester ketiga
dan yang terjadi setelah anak atau plasenta lahir umumnya adalah perdarahan
yang berat. Jika tidak mendapat penanganan segera dapat menyebabkan syok yang
fatal. Perdarahan dapat terjadi sebelum persalinan (antepartum bleeding) dan
sesudah persalinan (postpartum bleeding).2
Plasenta previa merupakan salah satu penyebab perdarahan sebelum
persalinan yang memberi kontribusi sekitar (20%) dari seluruh kejadian
perdarahan pada kehamilan trimester ketiga.3

Menurut data dari Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik, kasus


obstetrik pada tahun 2005 yang disebabkan oleh plasenta previa adalah 4.725
kasus (2,77%) yang merupakan kasus obstetrik ketiga tersering dengan CFR
(Case Fatality Rate) 0,85% yang merupakan penyebab kematian maternal
terbanyak keempat di Indonesia.4 Pada studi yang dilakukan oleh Imna
menunjukkan ibu yang mengalami plasenta previa sebanyak 167 orang dari 4633
persalinan pada tahun 2006 Juni 2010.5
Angka-angka dari Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo menunjukkan
bahwa frekuensi plasenta previa meningkat dengan meningkatnya paritas dan
umur. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo frekuensi plasenta previa pada
primigravida yang berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 2 kali lebih besar
dibandingkan dengan primigravida yang berumur kurang dari 25 tahun, pada para
3 atau lebih yang berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 3 kali lebih besar
dibandingkan dengan para 3 atau lebih yang berumur kurang dari 25 tahun.1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 PLASENTA
2.1.1 Definisi
Plasenta merupakan organ multifungsi yang menyediakan oksigen,
homeostasis cairan, nutrisi dan sinyal endokrin bagi janin selama dalam
kandungan sampai terjadinya persalinan. Perfusi plasenta yang tidak adekuat
merupakan hal yang fundamental dalam terjadinya PJT (pertumbuhan janin
terhambat). Gangguan perfusi plasenta yang akan menyebabkan hipoksia
intraplasenta akan mengakibatkan berkurangnya transfer oksigen dan nutrien dari
ibu ke janin sehingga oksigenasi dan pertumbuhan janin akan terganggu.
Kenyataan ini menandai adanya kerusakan endotel atau disfungsi endotel pada
sirkulasi uteroplasenta akibat dari hipoksia intraplasenta.6

2.2.2 Anatomi
Plasenta berbentuk bundar dengan diameter 15 20 cm dan tebalnya 2.5
cm, berat plasenta bervariasi sesuai dengan berat bayi lahir yaitu 1/6 dari berat
bayi lahir.7,8 Tali pusat berhubungan dengan plasenta dan insersinya di tengah atau
insersio sentral. Bila agak ke pinggir disebut insersi lateralis dan kalau di pinggir
disebut insersi marginalis.. Plasenta umumnya terbentuk lengkap pada umur
kehamilan 16 minggu . Letak plasenta umumnya di depan atau di belakang
dinding uterus agak ke atas rahim atau fundus uteri. Hal ini fisiologi karena

permukaan korpus uteri lebih luas sehingga lebih banyak tempat untuk
berimplantasi.9

Plasenta terdiri dari tiga bagian, yaitu : 9,10

Bagian janin ( foetalportion) teridiri dari korion frotundum dan villi. Villi
yang matang terdiri dari villi korialis, ruang ruang intervillier ; darah ibu
yang berada di ruang intervilier berasal dari arteri spiralis yang berada di
desidua basalia. Pada systole darah disemprotkan dengan tekanan 70 80 mm
Hg ke dalam ruang intevillier sampai mencapai lempeng korionik ( chorionic
plate) pangkal dari kotiledon. Darah tersebut membanjiri semua villi korialis
dan kembali perlahan-lahan ke pembuluh balik ( vena) di desidua dengan
tekanan 80 mm Hg. Pada permukaan janin diliputi oleh amnion, di bawah

lapisan amnion berjalan cabang pembuluh darah tali pusat.


Bagian maternal, terdiri dari desidua kompakta yang terbentuk dari beberapa
lobus dan kotiledon yang terdiri dari 15-20 kotiledon. Desidua basalis pada
pasenta matang disebut lempeng korionik, dimana sirkulasi uteoplasental
berjalan ke ruang intervilli melalui tali pusat. Pertukaran terjadi melalui
sinsitial membran. Darah ibu mengalir di seluruh plasenta diperkirakan
meningkat dari 300 ml tiap menit pada kehamilan 20 minggu sampai 600 ml
tiap menit pada kehamilan 40 minggu. Seluruh ruang intervilier mempunnyai
volume lebih kurang 150 -200 ml. Permukaan semua villiaris diperkirakan
seluas 11 meter pesegi, dengan demikian pertukaran zat terjamin.

Tali Pusat merentang dari pusat janin ke plasenta bagian permukaan janin.
Pajangnya rata-rata 50-55 cm dengan diameter 1 2.5 cm , dan terdiri dari 2
arteri umbilikalis dan 1 vena umbilikalis dan satu jelly warton.
2.2.3 Fungsi
Adapun fungsi plasenta adalah sebagai alat memberi makan pada janin,

(nutritif), sebagai alat yang mengeluarkan sisa metabolisme (ekskresi), sebagai


alat memberi zat asam (O2) dan mengeluarkan CO2 ( respirasi), sebagai alat
membentuk hormon, sebagai alat menyalurkan antibodi ke janin, dan plasenta
dapat pula dilewati kuman- kuman dan obat tertentu.10
Menurut Bobak ( 2005 ) fungsi plasenta adalah sebagai kelenjar endokrin
yang memproduksi empat hormon yang diproduksi di sinsisium, diperlukan untuk
mempertahankan kehamilan : a). Hormon protein, human chorionic gonadotropin
(hCG) dapat dideteksi pada serum ibu pada hari ke 810 setelah konsepsi.
Hormon ini menjadi dasar tes kehamilan. Hormon ini berfungsi mempertahankan
fungsi korpus luteum ovarium, menjamin suplai estrogen dan progesteron yang
kontinyu untuk mempertahankan kehamilan, b). Human plasental laktogen (hPL)
suatu substansi sejenis hormone yang menstimulasi metabolisme ibu dan
digunakan untuk menyuplai nutrient yang dibutuhkan untuk perkembangan janin.
Hormon ini meningkatkan transportasi glukosa melalui membran plasenta dan
merangsang perkembangan payudara untuk mempersiapkan laktasi, c). Estriol,
pengukuran kadar estriol merupakan suatu uji klinis untuk mengetahui fungsi
plasenta, d). Estrogen, merangsang pertumbuhan uterus dan aliran uteroplasental.
Estrogen juga menyebabkan proliferasi jaringan kelenjar payudara, merangsang
kontraksi miometrium, dan produksinya meningkat pada akhir kehamilan sebagai
salah satu penyebab awitan persalinan.11
Selain itu, plasenta juga mempunyai fungsi metabolik yaitu sebagai fungsi
respirasi, nutrisi, eksresi dan penyimpanan. Oksigen berdifusi dari darah ibu
melalui membrane plasenta ke dalam darah janin, sedangkan karbondioksida
berdifusi kearah yang berlawanan. Dengan demikian plasenta berfungsi sebagai
paru-paru janin. Air, karbohidrat, protein, lemak dan vitamin berpindah dari suplai
darah ibu melalui membran plasenta ke dalam darah janin untuk menyediakan

nutrisi. Janin membutuhkan nutrien dalam kadar lebih tinggi demikian pula
glukosa, mekanisme yang dipakai untuk memudahkan melekul yang lebih besar
seperti albumin dan gamma globulin, melalui membran plasenta. Mekanisme ini
memindahkan immunoglobulin ibu yang memberi janin imunitas pasif dini.
Produk limbah metabolik menembus membran plasenta dari darah janin ke dalam
darah ibu, dan ginjal ibu akan mengekskresikannya.11
Banyak virus yang dapat menembus membran plasenta dan akan
menginfeksi janin. Demikian pula beberapa obat dapat menembus membran
plasenta yang dapat membahayakan janin seperti alkohol, kefein, nikotin dan
substansi toksik lain, seperti asap rokok dan obat obatan, mudah menembus
plasenta. Fungsi plasenta bergantung pada tekanan darah ibu yang menyuplai
sirkulasi.11
2.2 PLASENTA PREVIA
2.2.1 Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum. 1
Plasenta previa adalah posisi plasenta yang berada di segmen bawah uterus, baik
posterior maupun anterior, sehingga perkembangan plasenta yang sempurna
menutupi os serviks.12

Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen


bawah rahim ke arah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada

segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim
seolah plasenta tersebut bermigrasi. Ostium uteri yang secara dinamik mendatar
dan meluas dalam persalinan kala satu bisa mengubah luas pembukaan serviks
yang tertutup oleh plasenta. Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau
klasifikasi dari plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa
antenatal maupun dalam masa intranatal, baik dengan ultrasonografi maupun
pemeriksaan digital. Oleh karena itu, pemeriksaan ultrasonografi perlu diulang
secara berkala dalam asuhan antenatal ataupun intranatal.12
2.2.2 Klasifikasi
Secara teoritis plasenta previa dibagi dalam bentuk klinis:13
a) Plasenta previa totalis adalah plasenta yang menutupi seluruh osteum uteri
internum pada pembukaan 4 cm. Disebut plasenta previa sentralis apabila pusat
plasenta bersamaan dengan sentral kanalis servikalis.
b) Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian osteum uteri
internum.
c) Plasenta previa marginalis adalah apabila tepi plasenta berada sekitar pingir
ostium uteri internum.
d) Plasenta letak rendah adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak lebih kurang
2cm dari ostium internum. Jarak yang lebih dari 2 cm dianggap plasenta letak
normal.

2.2.3 Insidensi
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan
pada usia diatas 30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda dari
pada kehamilan tunggal. Uterus bercacat ikut mempertinggi angka kejadiannya.
Pada beberapa Rumah Sakit Umum Pemerintah dilaporkan insidennya berkisar
1,7 % sampai dengan 2,9%. Di negara maju insidennya lebih rendah yaitu kurang
dari 1% mungkin disebabkan berkurangnya perempuan hamil dengan paritas
tinggi. Dengan meluasnya penggunaan ultrasonografi dalam obstetrik yang
memungkinkan deteksi lebih dini, insiden plsenta previa bisa lebih tinggi.

Angka-angka dari Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo menunjukkan


bahwa frekuensi plasenta previa meningkat dengan meningkatnya paritas dan
umur. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo frekuensi plasenta previa pada
primigravida yang berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 2 kali lebih besar
dibandingkan dengan primigravida yang berumur kurang dari 25 tahun, pada para
3 atau lebih yang berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 3 kali lebih besar
dibandingkan dengan para 3 atau lebih yang berumur kurang dari 25 tahun.
Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Wiji Lestari dengan judul Hubungan Antara
Paritas dengan Kejadian Perdarahan Antepartum di Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo (2007) didapatkan hasil bahwa wanita multipara memiliki risiko
2,76 kali lebih besar untuk mengalami terjadinya perdarahan antepartum dari pada
wanita primipara.1
2.2.4 Etiologi
Etiologi plasenta previa sampai saat ini belum diketahui secara pasti,
namun ada beberapa teori dan faktor risiko yang berhubungan dengan plasenta
previa, diantaranya:13
1) Ovum yang dibuahi tertanam sangat rendah di dalam rahim, menyebabkan
plasenta terbentuk dekat dengan atau di atas pembukaan serviks.
2) Lapisan rahim (endometrium) memiliki kelainan seperti fibroid atau jaringan
parut (dari previa sebelumnya, sayatan, bagian bedah caesar atau aborsi).
3) Hipoplasia endometrium : bila kawin dan hamil pada umur muda.
4) Korpus luteum bereaksi lambat, dimana endometrium belum siap menerima
hasil konsepsi.
8

5) Tumor-tumor, seperti mioma uteri, polip endometrium.


6) Plasenta terbentuk secara tidak normal.
7) Kejadian plasenta previa tiga kali lebih sering pada wanita multipara daripada
primipara. Pada multipara, plasenta previa disebabkan vaskularisasi yang
berkurang dan perubahan atrofi pada desidua akibat persalinan masa lampau.
Aliran darah ke plasenta tidak cukup dan memperluas permukaannnya
sehingga menutupi pembukaan jalan lahir (Sumapraja dan Rachimhadi, 2005).
8) Ibu merokok atau menggunakan kokain.
9) Ibu dengan usia lebih tua. Risiko plasenta previa berkembang 3 kali lebih besar
pada perempuan di atas usia 35 tahun dibandingkan pada wanita di bawah usia
20 tahun.13 Hasil penelitian Wardana (2007) menyatakan usia wanita produktif
yang aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-35 tahun. Diduga risiko
plasenta previa meningkat dengan bertambahnya usia ibu, terutama setelah usia
35 tahun. Plasenta previa merupakan salah satu penyebab serius perdarahan
pada periode trimester ke III. Hal ini biasanya terjadi pada wanita dengan usia
lebih dari 35 tahun.12 Prevalensi plasenta previa meningkat 3 kali pada umur
ibu > 35 tahun. Plasenta previa dapat terjadi pada umur diatas 35 tahun karena
endometrium yang kurang subur dapat meningkatkan kejadian plasenta
previa.13 Hasil penelitian Wardana (2007) menyatakan peningkatan umur ibu
merupakan faktor risiko plasenta previa, karena sklerosis pembuluh darah arteli
kecil dan arteriole miometrium menyebabkan aliran darah ke endometrium
tidak merata sehingga plasenta tumbuh lebih lebar dengan luas permukaan
yang lebih besar, untuk mendapatkan aliran darah yang adekuat.13
10) Riwayat plasenta previa sebelumnya.
2.2.5 Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trimester ketiga dan
mungkin juga lebih awal, oleh karena telah mulai terbentuknya segmen bawah
rahim, tapak plasenta akan mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tapak
plasenta terbentuk dari jaringan maternal yaitu bagian desidua basalis yang
bertumbuh tinggi menjadi bagian dari uri. Dengan melebarnya isthmus uteri
menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi disitu sedikit

banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua sebagai tapak
plasenta. Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka
(dilatation) ada bagian tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi itu akan
terjadi perdarahan yang berasal dari sirkulasi maternal yaitu dari ruangan
intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena pembentukan segmen bawah
rahim itu perdarahan pada plasenta previa pasti akan terjadi (unavoidable
bleeding). Perdarahan di tempat itu relatif dipermudah dan diperbanyak oleh
karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat
karena elemen otot yang dimilikinya sangat minimal, dengan akibat pembuluh
darah pada tempat itu tidak akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan
berhenti karena terjadi pembekuan kecuali jika ada laserasi mengenai sinus yang
besar dari plasenta pada mana perdarahan akan akan berlangsung lebih banyak
dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan
berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian
perdarahan.13
Demikianlah perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain
(causeless). Darah yang keluar berwarna merah segar tanpa rasa nyeri (painless).
Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum perdarahan terjadi
lebih awal dalam kehamilan oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih
dahulu pada bagian terbawah yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya, pada
plasenta previa parsialis atau letak rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu
mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan pertama biasanya sedikit tetapi
cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya. Untuk berjaga-jaga
mencegah syok hal tersebut perlu dipertimbangkan. Perdarahan pertama sudah
bisa terjadi pada kehamilan di bawah 30 minggu tetapi lebih separuh kejadiannya
pada umur kehamilan 34 minggu keatas. Berhubung tempat perdarahan terletak
dekat ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir keluar rahim
dan tidak membentuk hematoma retroplasenta yang mampu merusak jaringan
lebih luas dan melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan
demikian, sangat jarang terjadi koagulopati pada plasenta previa.13
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang
tipis mudah diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta

10

melekat lebih kuat pada dinding uterus. Lebih sering terjadi pada plasenta akreta
dan plasenta inkreta, bahkan plasenta perkreta yang pertumbuhan vilinya bisa
menembus ke buli-buli dan ke rektum bersama plasenta previa. Plasenta akreta
dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah bedah sesar.
Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya
elemen otot yang terjadi disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan
kejadian perdarahan pascapersalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala
tiga karena plasenta sukar melepas dengan sempurna (retentio placentae), atau
setelah uri lepas karena segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi dengan
baik.13
2.2.6 Gambaran Klinis
Kay (2003) menyebutkan bahwa gejala plasenta previa mencakup satu
atau kedua hal berikut:14
1) Tiba-tiba, tanpa rasa sakit pendarahan vagina yang berkisar dari ringan sampai
berat. Darah sering berwarna merah terang. Pendarahan dapat terjadi pada awal
minggu ke-20 kehamilan tetapi yang paling umum selama trimester ketiga.
2) Gejala persalinan prematur. Satu dari 5 wanita dengan tanda-tanda plasenta
previa juga memiliki kontraksi rahim.
Perdarahan plasenta previa mungkin taper off dan bahkan berhenti untuk
sementara. Tapi itu hampir selalu dimulai lagi hari atau minggu kemudian.
Beberapa wanita dengan plasenta previa tidak memiliki gejala apapun. Dalam
kasus ini, plasenta previa hanya dapat didiagnosis oleh USG dilakukan untuk
alasan lain.14
Apabila janin dalam presentasi kepala, kepalanya akan di dapatkan belum
masuk ke dalam pintu-atas panggul yang mungkin karena plasenta previa
sentralis; mengolak ke samping karena plasenta previa posterior; atau bagian
terbawah janin sukar ditentukan karena plasenta previa anterior. Tidak jarang
terjadi kelainan letak, seperti letak lintang atau letak sungsang.15
Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan uterus keluar
melalui vagina tanpa rasa nyeri. Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir
trimester kedua ke atas. Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan
berhenti sendiri. Perdarahan kembali terjadi tanpa sesuatu sebab yang jelas setelah
11

beberapa waktu kemudian, jadi berulang. Pada setiap pengulangan terjadi


perdarahan yang lebih banyak bahkan seperti mengalir. Pada plasenta letak rendah
perdarahan baru terjadi pada waktu mulai persalinan. Perdarahan bisa sedikit atau
banyak mirip pada solusio plasenta. Perdarahan diperhebat berhubung segmen
bawah rahim tidak mampu berkontraksi sekuat segmen atas rahim. Dengan
demikian, perdarahan dapat terjadi sampai pasca persalinan. Perdarahan juga bisa
bertambah disebabkan serviks dan segmen bawah rahim pada plasenta previa
lebih rapuh dan mudah mengalami robekan. Robekan lebih mudah terjadi pada
upaya pengeluaran plasenta dengan tangan misalnya pada retensio plasenta
sebagai komplikasi plasenta akreta.16
Berhubung plasenta terletak pada bagian bawah rahim, maka pada palpasi
abdomen sering ditemui bagian terbawah janin masih tinggi di atas simfisis
dengan letak janin tidak dalam letak memanjang. Palpasi abdomen tidak membuat
ibu hamil nyeri dan perut tidak tegang.16
2.2.7 Diagnosis
Pada setiap perdarahan antepartum, pertama kali harus dicurigai bahwa
penyebabnya ialah plasenta previa sampai kemudian ternyata dugaan itu salah.17
Jika plasenta previa terdeteksi pada akhir tahun pertama atau trimester
kedua, sering kali lokasi plasenta akan bergeser ketika rahim membesar. Ini dapat
dilakukan pemeriksaan USG. Beberapa wanita mungkin bahkan tetap tidak
terdiagnosis sampai persalinan, terutama dalam kasus-kasus plasenta previa
sebagian.17
Diagnosis plasenta previa ditegakkan berdasarkankan pada anamnesis,
gejala klinik, pemeriksaan khusus, dan pemeriksaan penunjang.
1) Anamnesis
Pada anamnesis dapat dinyatakan beberapa hal yang berkaitan dengan
perdarahan antepartum seperti umur kehamilan saat terjadinya perdarahan, apakah
ada rasa nyeri, warna dan bentuk terjadinya perdarahan, frekuensi serta banyaknya
perdarahan. Perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 22 minggu berlangsung
tanpa rasa nyeri, tanpa alasan, terutama pada multigravida.10

12

2) Pemeriksaan luar

Inspeksi
Dapat dilihat perdarahan yang keluar pervaginam: banyak atau sedikit, darah

beku dan sebagainya. Jika telah berdarah banyak maka ibu kelihatan anemis.

Palpasi
Janin sering belum cukup bulan, jadi fundus uteri masih rendah, sering

dijumpai kesalahan letak janin, bagian terbawah janin belum turun, apabila letak
kepala, biasanya kepala masih goyang atau terapung (floating) atau mengolak di
atas pintu atas panggul.10
3) Pemeriksaan inspekulo
Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui apakah perdarahan berasal
dari ostium uetri eksternum atau dari kelainan serviks dan vagina. Apabila
perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum, adanya plasenta previa harus
dicurigai.18
4) Ultrasonografi
Menegakkan diagnosa plasenta previa dapat pula dilakukkan dengan
pemeriksaan ultrasonografi. Penentuan letak plasenta dengan cara ini ternyata
sangat tepat, tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan janinnya, dan tidak
rasa nyeri.10
USG abdomen selama trimester kedua menunjukkan penempatan plasenta
previa. Transvaginal Ultrasonografi dengan keakuratan dapat mencapai 100%
identifikasi plasenta previa. Transabdominal ultrasonografi dengan keakuratan
berkisar 95%.18
Dengan USG dapat ditentukan implantasi plasenta atau jarak tepi plasenta
terhadap ostium. Bila jarak tepi kurang dari 5 cm disebut plasenta letak rendah.
Bila tidak dijumpai plasenta previa, dilakukan pemeriksaan inspekulo untuk
melihat sumber perdarahan lain.19

13

2.2.8 Penanganan
Penatalaksanaan plasenta previa menurut Scearce (2007) antara lain
adalah:15
1) Terapi ekspektatif (pasif)
Tujuan ekspektatif ialah supaya janin tidak terlahir prematur, penderita
dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servisis. Upaya
diagnosis dilakukan secara non invasif. Pemantauan klinis dilakukan secara ketat
dan baik.
Syarat-syarat terapi ekspektatif:
a. Kehamilan preterm dengan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.
b. Belum ada tanda-tanda in partu.
c. Keadaan umum ibu cukup baik (kadar hemoglobin dalam batas normal).
d. Janin masih hidup.
2) Terapi aktif
Wanita hamil di atas 22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif
dan banyak, harus segera ditatalaksana secara aktif tanpa memandang maturitas
janin. Cara menyelesaikan persalinan dengan plasenta previa:
a. Seksio sesarea
Prinsip

utama

dalam

melakukan

seksio

sesarea

adalah

untuk

menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan
untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan.

14

b. Melahirkan pervaginam
Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta. Penekanan
tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:

Amniotomi dan akselerasi

Umumnya dilakukan pada plasenta previa lateralis/marginalis dengan


pembukaan > 3 cm serta presentasi kepala. Dengan memecah ketuban, plasenta
akan mengikuti segmen bawah rahim dan ditekan oleh kepala janin. Jika kontraksi
uterus belum ada atau masih lemah, akselerasi dengan infus oksitosin

Versi Braxton Hicks

Tujuan melakukan versi Baxton Hicks ialah mengadakan tamponade


plasenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi Braxton Hicks tidak dilakukan
pada janin yang masih hidup

Traksi dengan Cunam Willet

Kulit kepala janin dijepit dengan Cunam Willet, kemudian beri beban
secukupnya sampai perdarahan berhenti. Tindakan ini kurang efektif untuk
menekan plasenta dan seringkali menyebabkan pendarahan pada kulit kepala.
Tindakan ini biasanya dikerjakan pada janin yang telah meninggal dan perdarahan
tidak aktif.15
Plasenta previa dengan perdarahan merupakan keadaan darurat kebidanan
yang memerlukan penanganan yang baik. Bentuk pertolongan pada plasenta
previa adalah:13
1. Segera melakukan operasi persalinan untuk dapat menyelamatkan ibu dan anak
untuk mengurangi kesakitan dan kematian
2. Memecahkan ketuban di atas meja operasi selanjutnya pengawasan untuk dapat
melakukan pertolongan lebih lanjut
3. Bidan yang menghadapi perdarahan plasenta previa dapat mengambil sikap
melakukan rujukan ke tempat pertolongan yang mempunyai fasilitas yang
cukup.

15

2.2.9 Komplikasi
Berikut ini adalah kemungkinan komplikasi plasenta previa:20
1) Pertumbuhan janin lambat karena pasokan darah yang tidak mencukupi
2) Anemia janin
3) Janin yang tertekan akibat rendahnya pasokan oksigen
4) Shock dan kematian ibu jika pendarahan berlebihan
5) Infeksi dan pembentukan bekuan darah
6) Kehilangan darah yang membutuhkan transfusi
7) Prematur, pengiriman sebelum minggu ke-37 kehamilan, yang biasanya
menimbulkan risiko terbesar pada janin.21
8) kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini memaksa
sering diambil tindakan operasi dengan segala konsekuensinya.
8) Cacat lahir. Cacat lahir terjadi 2,5 kali lebih sering pada kehamilan yang
dipengaruhi oleh plasenta previa daripada kehamilan tidak terpengaruh.
Penyebab saat ini tidak diketahui.21

16

2.2.10 Prognosis
Mortalitas perinatal kurang dari 50 per 1000, kematian janin disebabkan
karena hipoksia. Setelah lahir dapat terjadi perdarahan postpartum karena
trofoblas menginvasi segmen bawah uteri. Bila perdarahan tidak dapat dihentikan
maka dilakukan histerektomi. Mortalitas ibu rendah dengan pelayanan obstetri
yang baik dan tidak dilakukan pemeriksan sebelum masuk rumah sakit.21
Telah terjadi mencolok angka kematian ibu akibat plasenta previa, suatu
kecenderungan yang dimulai pada tahun 1927 saat Bill menyarankan ransfusi
yang memadai dan seksio sesarea. Sejak tahun 1945, saat Macafee dan Johnson
secara terpisah menyarankan terapi menunggu untuk pasien yang jauh dari aterm,
kecenderungan serupa terjadi pada angka kematian perinatal. Walaupun separuh
wanita memiliki kehamilan mendekati aterm saat perdarahan pertama kali terjadi,
persalinan prematur masih menimbulkan masalah besar bagi sisanya, karena tidak
semua wanita dengan plasenta previa dan janin prematur dapat menjalani
penatalaksanaan menunggu.21

17

BAB III
LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS PASIEN
No CM
Nama

: 1-03-61-37
: Ny. Rina Yulianti

Umur

: 38 tahun

Jenis Kelamin

: Wanita

Suku

: Aceh

Agama

: Islam

Alamat

: Blang Oi, Kec. Meuraxa, Kota Banda Aceh

Pekerjaan

: Ibu Rumah Tangga

Tanggal masuk

: 13 Januari 2015

2.2ANAMNESA
Keluhan Utama
Keluar darah dari kemaluan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan keluar darah yang dialami sejak 2 jam
sebelum masuk rumah sakit. Keluar darah yang dikeluhkan pasien timbul secara
tiba-tiba dan tidak disertai dengan rasa nyeri pada perut ataupun pada
kemaluannya. Darah yang keluar berupa darah segar dan disertai dengan keluar
cairan yang jernih. Pasien mengaku hamil dan merasakan mules-mules sejak 3
jam sebelum masuk rumah sakit. keluhan perut tegang dan keputihan disangkal.
Pasien juga pernah mengalami keluar darah dari kemaluan 1 minggu yang lalu,
pasien berobat ke Rumah Sakit Ibu dan Anak dan perdarahannya berhenti.
Pasien mengaku saat ini hamil yang kelima dengan usia kehamilan sudah
9 bulan. Hari pertama haid terakhir (HPHT) tanggal 20 April 2014. Taksiran
Tanggal Persalinan (TTP) 27 Januari 2015. Usia kehamilan 38-39 minggu. Pasien
mengaku tidak ANC secara teratur selama kehamilan, pasien hanya kontrol
sebanyak 2 kali ke bidan dan belum pernah dilakukan pemeriksaan USG.

18

Riwayat penyakit dahulu


Pasien mempunyai riwayat perdarahan pervaginam pada saat kehamilan
yang ketiga. Asma(-) alergi (-) diabetes mellitus (-) hipertensi (+) sejak 5 tahun
yang lalu.
Riwayat penyakit keluarga
Ayah kandung pasien menderita hipertensi
Riwayat menstruasi
Menarche 14 tahun, teratur, siklus 30 hari, lama 6-8 hari, nyeri haid (-),
ganti pembalut 2-3x/hari
Riwayat pernikahan
Satu kali saat usia 18 tahun.
Riwayat Persalinan
1. perempuan, 18tahun, BBL 3200rg, lahir normal
2. Laki-laki, 15 tahun, BBL 3000gr, lahir normal
3. Laki-laki, 11 tahun, BBL 3000gr, lahir secara seksio sesarea atas indikasi
plasenta previa totalis
4. Perempuan, 7 tahun, BBL 3100gr, lahir normal
5. Hamil saat ini
Riwayat Kontrasepsi
Kb suntik
2.3 PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan umum
Kesadaran

: Compos mentis

Keadaan umum

: baik

Keadaan gizi

: baik

19

Tekanan darah

: 170/100 mmHg

Nadi

: 78 x/menit, regular

Suhu

: 36,5oC

Pernapasan

: 20 x/menit

Pemeriksaan Fisik:
Status Generalis:
Mata

: konjungtiva pucat (-/-), sclera ikterik (-/-)

Jantung

: bunyi jantung I > bunyi jantung II, regular, bising (-)

Paru

: Simetris, sonor (-/-), vesikuler (+/+), ronki (-/-) wheezing (-/-)

Abdomen

: soepel, bising usus (+), nyeri (-), defans muskular (-)

Ekstremitas

: akral hangat, edema (-/-) pucat (-/-)

Status obstetri:
Leopold
I

: TFU 31 cm, Bokong

II

: punggung kanan

III

: bagian terbawah janin tidak teraba

IV

: Divergen

Inspeksi

: V/U tenang, perdarahan aktif (+)

Inspekulo

: Tidak dilakukan

VT

: Tidak dilakukan

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Hasil laboratorium :
Keterangan
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
CT
BT
GDS

Tgl 13-01-2015
9,5
31
4,3
12,9
411
8
2
104

Nilai Rujukan
12,0-15,0 g/dL
37-47 %
4,2-5,4 106/mm3
4,5-10,5 103/mm3
150-450 103/mm3
5-15 menit
1-7 menit
<200 mg/dL
20

Ureum
Creatinin

10
0,199

13-43 mg/dL
0,51-0,95 mg/dL

b. Ultrasonografi
Hasilnya

BPD

: 89

ICA

:8

AC

: 321

FL

: 69

Plasenta : segmen bawah rahim


TBJ

: 2800gr

2.5 DIAGNOSA
Plasenta previa totalis pada G5P4A0 hamil 38-39 minggu + riwayat BSC 1x
a/i PPT + Hipertensi Kronik + Anemia sedang e.c perdarahan
2.6 PENATALAKSANAAN
Perencanaan :
R.dx/ Observasi tanda vital dan perdarahan
Kosul kardiologi
R.th/

SC cito
Tubektomi Pomeroy

FOLLOW UP :
13/01/201

Telah berlangsung SCTTP a/i Intruksi post op:

PPT dan Tubektomi Pomeroy

- Mobilisasi bertahap
- Cek DPL 2 jam post operasi
Lahir bayi laki-laki dengan
- Obs. Tanda-Tanda Vital
BBL=3200gr, PB=46cm, Apgar - Diet TKTP 2300 kkal
21

Score=9/10

- Inj. Ceftriaxone 2gr/24 jam


- Inj. Ketorolac 3% 1 amp/8 jam
- Kaltropen Supp. II/8 jam

Ass/ NH0 P5 post SC a/i PPT


+ Post Tubektomi Pomeroy
+ Hipertensi Kronik
+Anemia

sedang

e.c

14/01/201

perdarahan
S/ nyeri pada luka operasi (+), Ass/ NH1 P5 post SC a/i PPT

ASI belum keluar

+ Post Tubektomi Pomeroy

O/ TD : 160/80 mmHg

+ Hipertensi Kronik

Lab post

op :

RR : 20x/i

Hb : 8,9

Ht : 29
Eri : 3,7
Leu : 12,9
Trom : 366

: 80x/i
: 36,5 oC

+ Anemia sedang e.c perdarahan


Th/

- Mobilisasi bertahap
Status Generalisata :
- Diet TKTP 2300 kkal
- Inj. Ceftriaxone 2gr/24 jam
Mata : konj. Palp. Inf. Pucat
- Inj. Ketorolac 3% 1 amp/8 jam
(+/+) Sklera ikterik (-/-) -Kaltropen Supp. II/8 jam
T/H/M : dbn
Thorax : Simetris (+/+), retraksi
(-/-) Sfka=Sfki, sonor

P/
-Konsul kardiologi

(+/+) Ves (+/+) rh (-/-)


wh (-/-)
Cor

: BJ I > BJ II, Reg, bising


(-)

Abd. : soepel, H/L/R tidak


teraba, Luka operasi
kering, NT (+)
Eks : edema (-/-) pucat (-/-)
Status ginekologi :
Breast : ASI (-/-)
Uterus : TFU setinggi pusat,
kontraksi baik
Bladder : terpasang kateter,

22

400 cc
Bowel : (-)
15/02/201

Lokia : Rubra
S/ nyeri pada luka operasi Ass/ NH2 P5 post SC a/i PPT

berkurang

+ Post Tubektomi Pomeroy

O/ TD : 160/80 mmHg

+ Hipertensi Kronik

: 84x/i

+ Anemia sedang e.c perdarahan

RR : 20x/i
T

: 36,5 oC

Th/

Status Generalisata :

- Mobilisasi bertahap
- Diet TKTP 2300 kkal
Mata : konj. Palp. Inf. Pucat
- Inj. Ceftriaxone 2gr/24 jam
(+/+) Sklera ikterik (-/-) - Inj. Ketorolac 3% 1 amp/8 jam
-Kaltropen Supp. II/8 jam (K/P)
T/H/M : dbn
Th. Kardio :
Thorax : Simetris (+/+), retraksi -Metidopa tab 2x200mg
(-/-) Sfka=Sfki, sonor
(+/+) Ves (+/+) rh (-/-)
wh (-/-)
Cor

P/
-Konsul kardiologi
(Echocardiologi)

: BJ I > BJ II, Reg, bising


(-)

Abd. : soepel, H/L/R tidak


teraba, Luka operasi
kering, NT (+)
Eks : edema (-/-) pucat (-/-)

Status ginekologi :
Breast : ASI (+/+)
Uterus : TFU 2 jari dibawah
pusat, kontraksi baik
Bladder : BAK (+)
Bowel

: (-)
23

16/02/201

Lokia
S/ -

O/ TD : 165/80 mmHg
N

: Rubra
Ass/ NH3 P5 post SC a/i PPT
: 76x/i

RR : 18x/i
T

+ Post Tubektomi Pomeroy


+ Hipertensi Kronik
+ Anemia sedang e.c perdarahan

: 36,5 oC

Status Generalisata :
Mata : konj. Palp. Inf. Pucat
(-/-) Sklera ikterik (-/-)
T/H/M : dbn
Thorax : Simetris (+/+), retraksi
(-/-) Sfka=Sfki, sonor

Th/
- Diet TKTP 2300 kkal
- Cefadroxil tab 2x500mg
- Asam mefenamat tab 3x500mg
-Sohobion tab 1x1
Th. Kardio :
-Metidopa tab 2x200mg

(+/+) Ves (+/+) rh (-/-)


wh (-/-)

Hasil echocardiografi :

Cor

: BJ I > BJ II, Reg, bising -LVH (+)


-Fungsi sistolik dan diastolik LV
(-)
baik, EF 78 %
Abd. : soepel, H/L/R tidak
-Global normokinetik
teraba, Luka operasi
-Katup-katup normal
kering, NT (+)
Eks

: edema (-/-) pucat (-/-)

P/
-PBJ

Status ginekologi :
Breast : ASI (+/+)
Uterus : TFU 2 jari dibawah
pusat, kontraksi baik
Bladder : BAK (+)
Bowel

: (-)

Lokia

: Rubra

24

BAB IV
PEMBAHASAN

25

Berdasarkan kasus yang dipaparkan pada Bab II, identitas pasien adalah
seorang wanita berumur 38 tahun, suku Aceh dan berprofesi sebagai ibu rumah
tangga dengan riwayat melahirkan sudah empat kali dan saat ini merupakan hamil
yang kelima dengan dijumpai adanya plasenta previa totalis. Hal ini sesuai dengan
teori yang menyatakan bahwa kejadian plasenta previa lebih banyak terjadi pada
kehamilan dengan paritas tinggi dan pada usia diatas 30 tahun. Angka-angka dari
Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo menunjukkan bahwa frekuensi plasenta
previa meningkat dengan meningkatnya paritas dan umur dengan frekuensi
plasenta previa pada primigravida yang berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 2
kali lebih besar dibandingkan dengan primigravida yang berumur kurang dari 25
tahun, pada para 3 atau lebih yang berumur lebih dari 35 tahun kira-kira 3 kali
lebih besar dibandingkan dengan para 3 atau lebih yang berumur kurang dari 25
tahun.1
Plasenta previa memiliki beberapa faktor risiko yaitu usia, paritas, riwayat
seksio sesaria, riwayat abortus, dan suku. Pada penelitian oleh Tabassum et al.,
tahun 2010 di Pakistan mendapatkan bahwa usia adalah salah satu faktor risiko
dari plasenta previa, yaitu usia 35 tahun memiliki risiko hampir 2 kali lebih
besar dibandingkan usia < 35 tahun, serta ibu dengan riwayat seksio sesaria pada
kelahiran sebelumnya memiliki risiko 4,5 kali mengalami plasenta previa. 22
Berdasarkan penelitian oleh Kim et al. tahun 2011, didapatkan bahwa wanita Asia
dan wanita kulit hitam memiliki risiko mengalami plasenta previa lebih tinggi
dibandingkan wanita kulit putih.23
Pada kasus ini pasien datang dengan keluhan keluar darah yang dialami
sejak 2 jam sebelum masuk rumah sakit. Keluar darah yang dikeluhkan pasien
timbul secara tiba-tiba dan tidak disertai dengan rasa nyeri pada perut ataupun
pada kemaluannya. Usia kehamilan pasien saat ini adalah 38-39 minggu. Hal ini
sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Kay (2003), ia menyebutkan bahwa
gejala plasenta previa yang paling khas terjadi adalah perdarahannya timbul
secara tiba-tiba dan tanpa rasa sakit atau nyeri, pendarahan vagina yang berkisar
dari ringan sampai berat. Darah sering berwarna merah terang. Pendarahan dapat
terjadi pada awal minggu ke-20 kehamilan tetapi yang paling umum selama
trimester ketiga.14

26

Pasien juga mempunyai riwayat keluar darah dari kemaluan 1 minggu


yang lalu, pasien berobat ke Rumah Sakit Ibu dan Anak dan perdarahannya
berhenti. Pasien juga mempunyai riwayat mengalami plasenta previa pada
kehamilan yang ketiga dan dilakukan seksio sesarea untuk terminasi
kehamilannya . Menurut teori perdarahan pada plasenta previa mungkin taper off
dan bahkan berhenti untuk sementara. Tapi itu hampir selalu dimulai lagi hari atau
minggu kemudian.

Pasien dengan riwayat plasenta previa sebelumnya juga

merupakan faktor resiko terjadinya plasenta previa pada kehamilan selanjutnya.


Menurut penelitian Miller, dkk pada tahun 1996, dari 150.000 lebih pelahiran di
Los Angeles Country Womens Hospital menyebutkan peningkatan tiga kali lipat
plasenta previa pada wanita dengan riwayat seksio sesarea. Insiden meningkat
seiring dengan jumlah seksio sesarea yang pernah dijalani, angkanya 1,9 persen
pada riwayat seksio sesarea dua kali dan 4,1 persen pada riwayat seksio tiga kali
atau lebih.21
Dari anamnesa dan pemeriksaan tekanan darah pada kasus ini, dijumpai
adanya peningkatan tekanan darah pasien sampai 170/100mmHg dan riwayat
hipertensi sudah dialami pasien mulai sebelum hamil, yaitu sudah sejak 5 tahun
yang lalu. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa hipertensi kronis
dapat menyebabkan jejas pada endotel vaskuler yang dapat menyebabkan
hipertrofi dan proliferasi sel endotel vaskuler hingga kerusakan sel endotel,
sehingga menyebabkan plasenta akan mencari tempat implantasi yang masih
bagus vaskularisasinya.21
Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien ini, bagian terbawah
janin tidak teraba dan tidak masuk ke pintu atas panggul. Setelah dilakukan
pemeriksaan Ultrasonografi pada pasien ini dijumpai posisi plasenta berada di
segmen bawah rahim. Hal inilah yang menyebabkan bagian terbawah janin tidak
teraba dan tetap berada jauh di atas pintu atas panggul, tertahannya bagian
terbawah janin oleh karena plasenta yang berada di segmen bawah rahim dan
menutupi ostium uterus.13
Dari hasil USG pada pasien ini, dijumpai bahwa jenis plasenta previa yang
terjadi adalah plasenta previa totalis. Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium
uteri internum perdarahan terjadi lebih banyak dan lebih awal dalam kehamilan

27

oleh karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah
yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta previa parsialis atau letak
rendah, perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan.13
Pada pemeriksaan laboratorium dijumpai Hb pasien ini sedikit menurun
yaitu 9,5 g/dL dan didiagnosis dengan anemia sedang. Hal ini bisa disebabkan
oleh perdarahan yang terjadi karena adanya plasenta previa totalis. Menurut teori
dikatakan bahwa perdarahan pertama pada plasenta previa berlangsung tidak
banyak dan berhenti sendiri. Perdarahan kembali terjadi tanpa sesuatu sebab yang
jelas setelah beberapa waktu kemudian jadi berulang. Pada setiap pengulangan
terjadi perdarahan yang lebih banyak bahkan seperti mengalir. Halini harus
diwaspadai karena bila perdarahan terjadi terus-menerus dapat menyebakan syok
pada pasien.13
Pada

pasien

ini

tatalaksana

yang

dilakukan

adalah

mengakhiri

kehamilannya dengan dilakukan operasi seksio sesarea cito. Cara ini merupakan
salah satu contoh terapi aktif yang dapat dilakukan pada kasus plasenta previa
totalis dengan perdarahan yang aktif. Wanita hamil di atas 22 minggu dengan
perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak, harus segera ditatalaksana secara
aktif tanpa memandang maturitas janin.15 Prinsip utama dalam melakukan seksio
sesarea adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal
atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan. Selain itu, pada
pasien ini usia kehamilannya sudah termasuk kategori hamil aterm dan pada kasus
ini juga dijumpai adanya penyulit lain yaitu hipertensi kronik yang sudah diderita
pasien selama lima tahun ini serta riwayat seksio sesarea sebelumnya dengan
indikasi plasenta previa totalis, sehingga pasien ini diputuskan untuk dilakukan
terminasi kehamilan dengan tindakan seksio sesarea.21

BAB V
KESIMPULAN

28

Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah


rahim sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum. Dapat
diklasifikasi menjadi plasenta previa totalis, parsialis, marginal, dan letak rendah.
Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan uterus keluar melalui
vagina tanpa rasa nyeri. Perdarahan pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan di
bawah 30 minggu tetapi lebih separuh kejadiannya pada umur kehamilan 34
minggu keatas. Pada plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri internum
perdarahan terjadi lebih banyak dan lebih awal dalam kehamilan oleh karena
segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah yaitu ostium
uteri internum. Sebaliknya, pada plasenta previa parsialis atau letak rendah,
perdarahan baru terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan.
Penatalaksanaan pada plasenta previa dapat dilakukan secara ekspektatif
dan aktif. Terapi ekspektatif bertujuan supaya janin tidak terlahir prematur,
penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis servisis,
upaya diagnosis dilakukan secara non invasif, pemantauan klinis dilakukan secara
ketat dan baik. Sedangkan terapi aktif dapat dilakukan pada wanita hamil di atas
22 minggu dengan perdarahan pervaginam yang aktif dan banyak tanpa
memandang maturitas janin, bisa secara pervaginam maupun perabdominal.

DAFTAR PUSTAKA

29

1. Prawirohardjo, S. 2010. Ilmu Kebidanan Edisi Keempat Cetakan Ketiga,


Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
2. Surjaningrat, S. 2008. Kematian Maternal (dalam Ilmu Kebidanan). Jakarta :
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
3. Callahan, TL et. al,. 2001. Obstetrics and gynecology 2nd.ed. United
Kingdom : The Blackwell Science, Ltd
4. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2005. Jakarta: Departemen Kesehatan RI
5. Imna. 2010. Gambaran Riwayat Obstetri (Persalinan) Ibu yang Mengalami
Plasenta Previa di RSU dr. Pirngadi Medan Periode Januari 2006-Juni 2010.
Medan : Universitas Sumatra Utara
6. Koesoemawati. 2002. Buku Saku Obstetri dan Gynekologi. Jakarta : Widya
Medika
7. Simkin P., Jannet, W, dan Ana, K. 2008. Panduan Lengkap Kehamilan,
Melahirkan dan Bayi. Jakarta : EGC
8. Rianti, S.P. dan Resmisari. 2009. Buku Saku Obstetri dan Ginekologi Edisi 9.
Jakarta : EGC
9. Mochtar. 2004. Sinopsis Obstetri. Jakarta : EGC
10. Wiknjosastro. 2005. Ilmu Kebidanan edisi ketiga Cetakan ke 7. Jakarta : EGC
11. Bobak. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4. Jakarta : EGC
12. Varney, H. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan vol. 1. Jakarta: EGC
13. Manuaba, I. 2010. Ilmu Kebidanan, Penyakit kandungan dan Keluarga
Berencana. Jakarta : EGC
14. Kay, H. H. 2003. Placenta previa and abruption. In JR Scott et al. (eds).
Danforth's Obstetrics and Gynecology, 9th ed. Philadelphia: Lippincott
Williams and Wilkins
15. Scearce, J and Uzelac, P. S. 2007. Third-trimester vaginal bleeding. In: AH
DeCherney et al. (eds). Current Diagnosis and Treatment Obstetrics and
Gynecology, 10th ed. New York: McGraw-Hill

30

16. Saifudin. 2006. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal , Edisi I Cetakan Keempat. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
17. Faiz, A. S and Ananth, C. V. 2003. Etiology and risk factors for placenta
previa: An overview and meta-analysis of observational studies. (Journal of
Maternal-Fetal and Neonatal Medicine, diakses tanggal 14 Februari 2015)
18. Johnson, L. G, Sergio, F and Lorenzo, G. 2003. The relationship of placenta
previa and history of induced abortion. (International Journal of Gynaecology
and Obstetrics, diakses tanggal 14 Februari 2015)
19. Oyelese, Y and Smulian, J. C. 2006. Placenta previa, placenta accreta, and
vasa previa. Obstetrics and Gynecology Departement
20. Usta, I. M, Hobeika, E. M, Musa, A. A, Gabriel, G. E and Nassar, A. H. 2005.
Placenta previa-acreta: risk factors and complications. Am. J. : Obstet.
Gynecol
21. Cunningham, et. a. 2010. Williams Obstetrics 23th edition. United States :
McGraw Hill Company
22. Tabassum, R, et. al. 2010. The Risk Factors Associated With Placenta Previa
in Patients Presented to Civil Hospital Karachi-A Case Control Study.
Obstetrics and Gynaecology Departement
23. Kim, L. H. et. al. 2011. Racial and Ethnic Differences in The Prevalence of
Placenta Previa. (Journal of Perinatology, diakses tanggal 14 Februari 2015)

31

Anda mungkin juga menyukai