PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hidung merupakan organ penting yang seharusnya mendapat perhatian
lebih dari biasanya; merupakan salah satu organ pelindung tubuh terpenting
terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan. (1)
Rongga hidung kita kaya dengan pembuluh darah. Pada rongga bagian
depan, tepatnya pada sekat yang membagi rongga hidung kita menjadi dua,
terdapat anyaman pembuluh darah yang disebut pleksus Kiesselbach. Pada rongga
bagian belakang juga terdapat banyak cabang-cabang dari pembuluh darah yang
cukup besar antara lain dari arteri sphenopalatina.
Epistaksis adalah perdarahan yang berasal dari hidung dan dapat timbul
spontan tanpa dapat ditelusuri sebabnya.(2) Epistaksis bukanlah suatu penyakit
melainkan suatu tanda atau gejala. Walau pada umumnya epistaksis dapat diatasi
dengan mudah, namun perdarahan hidung merupakan masalah yang sangat lazim,
sehingga tiap dokter harus siap menangani kasus demikian.(1)
Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian anterior
dan bagian posterior. Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach
atau dari arteri athmoidalis anterior. Sedangkan epistakasis posterior dapat berasal
dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior.
Epistaksis biasanya terjadi tiba-tiba. Perdarahan mungkin banyak, bisa
juga sedikit. Penderita selalu ketakutan sehingga merasa perlu memanggil dokter.
BAB II
1
TINJAUAN TEORI
2.1 Vaskularisasi
Suplai darah cavum nasi berasal dari sistem karotis; arteri karotis eksterna
dan karotis interna. Arteri karotis eksterna memberikan suplai darah terbanyak
pada cavum nasi melalui:
1) Arteri sphenopalatina, cabang terminal arteri maksilaris yang berjalan
melalui foramen sphenopalatina yang memperdarahi septum tiga perempat
posterior dan dinding lateral hidung.
2) Arteri palatina desenden memberikan cabang arteri palatina mayor, yang
berjalan melalui kanalis incisivus palatum durum dan menyuplai bagian
inferoanterior septum nasi. Sistem karotis interna melalui arteri oftalmika
mempercabangkan arteri ethmoid anterior dan posterior yang mendarahi
septum dan dinding lateral superior.
Faktor etiologi harus dicari dan dikoreksi untuk mengobati epistaksis secara
efektif(2).
2.3 Etiologi Epistaksis
Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam
selaput mukosa hidung. Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh
darah Pleksus Kiesselbach (area Little). Pleksus Kiesselbach terletak di septum
nasi bagian anterior, di belakang persambungan mukokutaneus tempat pembuluh
darah yang kaya anastomosis. Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab-sebab
lokal dan umum atau kelainan sistemik(2,3,4,5).
1) Lokal
a) Trauma
Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya mengeluarkan
sekret dengan kuat, bersin, mengorek hidung, trauma seperti terpukul,
jatuh dan sebagainya. Selain itu iritasi oleh gas yang merangsang dan
trauma pada pembedahan dapat juga menyebabkan epistaksis.
b) Infeksi
Infeksi hidung dan sinus paranasal, rinitis, sinusitis serta granuloma
spesifik, seperti lupus, sifilis dan lepra dapat menyebabkan epistaksis.
c) Neoplasma
Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan
intermiten, kadang-kadang ditandai dengan mukus yang bernoda darah,
Hemongioma, karsinoma, serta angiofibroma dapat menyebabkan
epistaksis berat.
d) Kelainan kongenital
Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah perdarahan
telangiektasis heriditer (hereditary hemorrhagic telangiectasia/Osler's
disease). Pasien ini juga menderita telangiektasis di wajah, tangan atau
bahkan di traktus gastrointestinal dan/atau pembuluh darah paru.
e) Sebab-sebab lain termasuk benda asing dan perforasi septum.
Perforasi septum nasi atau abnormalitas septum dapat menjadi predisposisi
perdarahan hidung. Bagian anterior septum nasi, bila mengalami deviasi
dibuka dan dengan alat pengisap dibersihkan semua kotoran dalam hidung baik
cairan, sekret maupun darah yang sudah membeku; sesudah dibersihkan semua
lapangan dalam hidung diobservasi untuk mencari tempat dan faktor-faktor
penyebab perdarahan. Setelah hidung dibersihkan, dimasukkan kapas yang
dibasahi dengan larutan anestesi lokal yaitu larutan pantokain 2% atau larutan
lidokain 2% yang ditetesi larutan adrenalin 1/1000 ke dalam hidung untuk
menghilangkan rasa sakit dan membuat vasokontriksi pembuluh darah sehingga
perdarahan dapat berhenti untuk sementara. Sesudah 10 sampai 15 menit kapas
dalam hidung dikeluarkan dan dilakukan evaluasi(6).
Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret berdarah dari hidung
yang bersifat kronik memerlukan fokus diagnostik yang berbeda dengan pasien
dengan perdarahan hidung aktif yang prioritas utamanya adalah menghentikan
perdarahan. Pemeriksaan yang diperlukan berupa(4,5):
a) Rinoskopi anterior
Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior.
Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan
konkha inferior harus diperiksa dengan cermat.
b) Rinoskopi posterior
Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien
dengan epistaksis berulang dan sekret hidung kronik untuk menyingkirkan
neoplasma.
c) Pengukuran tekanan darah
Tekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi,
karena hipertensi dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering
berulang.
d) Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI
Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI penting mengenali neoplasma atau
infeksi.
e) Endoskopi hidung untuk melihat atau menyingkirkan kemungkinan
penyakit lainnya.
f) Skrining terhadap koagulopati
Tes-tes yang tepat termasuk waktu protrombin serum, waktu tromboplastin
parsial, jumlah platelet dan waktu perdarahan.
6
g) Riwayat penyakit
Riwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap masalah
kesehatan yang mendasari epistaksis.
2.7 Penatalaksanaan Epistaksi
Tujuan pengobatan epistaksis adalah untuk menghentikan perdarahan. Halhal yang penting dicari tahu adalah(1,4,5):
1. Riwayat perdarahan sebelumnya.
2. Lokasi perdarahan.
3. Apakah darah terutama mengalir ke tenggorokan (ke posterior) atau keluar
dari hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak.
4. Lamanya perdarahan dan frekuensinya
5. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga
6. Hipertensi
7. Diabetes melitus
8. Penyakit hati
9. Gangguan koagulasi
10. Trauma hidung yang belum lama
11. Obat-obatan, misalnya aspirin, fenil butazon
Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu : menghentikan
perdarahan, mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis. Kalau
ada syok, perbaiki dulu kedaan umum pasien(5). Tindakan yang dapat dilakukan
antara lain:(2,5,6)
a) Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi duduk
kecuali bila penderita sangat lemah atau keadaaan syok.
b) Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat
dihentikan dengan cara duduk dengan kepala ditegakkan, kemudian cuping
hidung ditekan ke arah septum selama beberapa menit (metode Trotter).
c) Tentukan sumber perdarahan dengan memasang tampon anterior yang
telah dibasahi dengan adrenalin dan pantokain/ lidokain, serta bantuan alat
penghisap untuk membersihkan bekuan darah.
d) Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan jelas,
dilakukan kaustik dengan larutan nitras argenti 20%-30%, asam
trikloroasetat 10% atau dengan elektrokauter. Sebelum kaustik diberikan
analgesia topikal terlebih dahulu.
Benang ini berguna untuk menarik tampon keluar melalui mulut setelah 23 hari. Setiap pasien dengan tampon Bellocq harus dirawat.
10
BAB III
KESIMPULAN
Epistaksis (perdarahan dari hidung) adalah suatu gejala dan bukan suat
penyakit, yang disebabkan oleh adanya suatu kondisi kelainan atau keadaan
tertentu. Epistaksis bisa bersifat ringan sampai berat yang dapat berakibat fatal.
Epistaksis disebabkan oleh banyak hal, namun dibagi dalam dua kelompok besar
yaitu sebab lokal dan sebab sistemik. Epistaksis dibedakan menjadi dua
berdasarkan lokasinya yaitu epistaksis anterior dan epistaksis posterior. Dalam
memeriksa pasien dengan epistaksis harus dengan alat yang tepat dan dalam posisi
yang memungkinkan pasien untuk tidak menelan darahnya sendiri.
Prinsip penanganan epistaksis adalah menghentikan perdarahan, mencegah
komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis. Pemeriksaan yang dapat
dilakukan untuk memeriksa pasien dengan epistaksis antara lain dengan rinoskopi
11
anterior dan posterior, pemeriksaan tekanan darah, foto rontgen sinus atau dengan
CT-Scan atau MRI, endoskopi, skrining koagulopati dan mencari tahu riwayat
penyakit pasien. Tindakan-tindakan yang dilakukan pada epistaksis adalah:
a. Memencet hidung
b. Pemasangan tampon anterior dan posterior
c. Kauterisasi
d. Ligasi (pengikatan pembuluh darah)
Epsitaksis dapat dicegah dengan antara lain tidak memasukkan benda
keras ke dalam hidung seperti jari, tidak meniup melalui hidung dengan keras,
bersin melalui mulut, menghindari obat-obatan yang dapat meningkatkan
perdarahan, dan terutam berhenti merokok.
DAFTAR PUSTAKA
1. Adam GL, Boies LR, Higler PA. (eds) Buku Ajar Penyakit THT, Edisi
Keenam, Philadelphia : WB Saunders, 1989. Editor Effendi H. Cetakan III.
Jakarta, Penerbit EGC, 1997.
2. Iskandar N, Supardi EA. (eds) Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung
Tenggorokan. Edisi Keempat, Jakarta FKUI, 2000, hal. 91, 127-131.
3. Schlosser RJ. Epistaxis. New England Journal Of Medicine [serial online]
2009
feb
19
[cited
2009
feb
28]
Available
from:
http://content.nejm.org/cgi/content/full/360/8/784
4. Suryowati E. Epistaksis. Medical Study Club FKUII [cited 2009 Mar 1]
Available
from:
http://fkuii.org/tiki-download_wiki_attachment.php?
attId=2175&page=LEM%20FK%20UII
12
28
[cited
Mar
2]
Available
from:
http://emedicine.medscape.com/article/764719-treatment
6. Freeman R. Nosebleed. Health Information Home [serial online] 2007 Feb 2
[cited 2009 Mar 4] Available from :
http://my.clevelandclinic.org/disorders/Nosebleed/hic_Nosebleed_Epistaxis.as
px
7. http://www.aafp.org/afp/ 20050115/305_f1.jpg
13