Anda di halaman 1dari 25

ANALISIS FORM SKRINING GIZI RUMAH SAKIT

Oleh :
Alih Jenis 7
Asisten Praktikum:
Nazhif Gifari, S. Gz
Ni Wayan Santya P
Koordinator Mata Kuliah:
Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumah sakit sebagai salah satu institusi kesehatan mempunyai peran
penting dalam melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil
guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemulihan yang
dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan
pencegahanpenyakit. Pelayanan gizi di rumah sakit merupakan bagian integral
dari upaya penyembuhan penyakit pasien. Mutu pelayanan gizi yang baik akan
mempengaruhi indikator mutu pelayanan rumah sakit, yaitu meningkatkan
kesembuhan pasien, memperpendek lama rawat inap, serta menurunkan biaya
(Direktorat Bina Pelayanan Medik Dasar 2007).
Pelayanan gizi rumah sakit adalah pelayanan gizi yang disesuaikan dengan
keadaan pasien dan berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan status
metabolisme tubuhnya. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses
penyembuhan penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh
terhadap keadaan gizi pasien (Depkes 2005). Kegiatan pelayanan gizi di rumah
sakit adalah untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat rumah sakit rawat inap
dan rawat jalan, untuk keperluan metabolisme tubuh, peningkatan kesehatan,
mengoreksi kelainan metabolisme dalam upaya preventif, kuratif, rehabilitatif dan
promotif.
Pelayanan gizi rumah sakit merupakan salah satu pelayanan penunjang
medik dalam pelayanan kesehatan paripurna rumah sakit yang terintegrasi dengan
kegiatan lainnya, mempunyai peranan penting dalam mempercepat pencapaian

tingkat kesehatan baik. Ruang lingkup kegiatan pokok pelayanan gizi di rumah
sakit terdiri dari asuhan gizi pasien rawat jalan, asuhan gizi rawat inap,
penyelenggaraan makanan, serta penelitian dan pengembangan gizi (Depkes RI,
2005).
Untuk proses asuhan gizi pasien rawat jalan dan rawat inap harus melalui
4 tahapan, yaitu : (1) assessment dan pengkajian gizi; (2) perencanaan pelayanan
gizi dengan menetapkan tujuan dan strategi; (3) implementasi pelayanan gizi
sesuai rencana; (4) monitoring dan evaluasi pelayanan gizi (Almatsier, 2006).
Tujuan kegiatan pelayanan gizi tersebut adalah untuk memberi terapi diit yang
sesuai dengan perubahan sikap pasien. Pelayanan gizi untuk pasien rawat jalan
dilakukan apabila pasien tersebut masih ataupun sedang memerlukan terapi diit
tertentu. Pelayanan gizi penderita rawat jalan juga dilakukan melalui penyuluhan
gizi di poliklinik gizi (Depkes RI, 2005).
Untuk melakukan pengkajian masalah gizi secara mendalam terhadap
pasiennya masing masing rumah sakit yang ada di Indonesia kadang kala sering
memiliki lembar skrining yang berbeda-beda sebagai pedoman dalam penanganan
dan pemberian pelayanan gizi. Pedoman ini disesuaikan dengan kebijakan dari
rumah sakit itu sendiri. Dengan banyaknya lembar skrining yang berbeda-beda
maka dirasakan perlunya untuk mengkaji secara sitematis bagaimana lembaran
skrining gizi yang baik dan benar.
Tujuan
1. Mengkaji dan menganalisis lembar skrining gizi yang baik dan benar
berdasarkan standar baku.
2. Membandingkan lembar skrining gizi dari beberapa rumah sakit dengan
standar baku.
3. Mempelajari kelebihan dan kekurangan dari masing-masing lembar
skrining.

METODE
Penulisan ini menggunakan metode dekriptif, dalam pengumpulan datadata dalam penulis menggunakan studi kepustakaan (library research) dengan
merujuk
kepada
artikel/buku-buku,
dan
media
yang
relevan.
Untuk pembandingan data-data tersebut penulis lebih mengacu kepada bukubuku pedoman skrining gizi. Format skrining yang didapat dari beberapa rumah
sakit, kemudian dilakukan analisa secara mendalam dan dibandingkan dengan
standar baku format skrining gizi sesuai dengan buku pedoman. Baru kemudian
setelah dilakukan telaah secara lebih lanjut, hasil analisis dibuat secara deskriptif
dan dijabarkan secara detail terkait item-item yang ada di format skrining.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Skrining gizi merupakan bagian dari proses asuhan gizi. Skrining gizi
adalah proses yang sederhana dan cepat serta sensitif untuk mendeteksi pasien
berisiko malnutrisi (Barendregt et al. 2008 dalam Susetyowati 2014). Skrining
gizi yang tepat akan menghasilkan intervensi gizi yang tepat sehingga mencegah
timbulnya malnutrisi dan mempercepat proses penyembuhan (Wyszynski 1997
dalam Susetyowati 2014). Proses asuhan gizi terdiri dari beberapa tahap ( Mueller
et al. 2011 :

Gambar 1. Tahap proses asuhan gizi


Formulir Skrining Gizi merupakan formulir skrining tahap awal. Skrining
ini dilakukan oleh perawat rawat inap saat penderita mulai dirawat (baik dari
instalasi rawat jalan/UGD) (Paranginangin 2015). Komponen utama skrining gizi
terdiri atas kondisi sekarang meliputi: BB, TB, IMT dan LILA; kondisi yang stabil
(kehilangan BB); kondisi memburuk (penurunan asupan) dan pengaruh penyakit
terhadap status gizi (Rasmussen et al. 2010). Gambar 5 yaitu formulir skrining
gizi oleh perawat ruangan bila dibandingkan dengan komponen utama menurut
Rasmussen (2010), sebagian besar sudah sesuai. Gambar 5 pada aspek kondisi
sekarang meliputi BB, TB dan IMT, sedangkan LILA tidak tercantum dalam
formulir tersebut. Pada aspek kondisi yang stabil ditunjukkan dari kehilangan
berat badan yang dikategorikan menjadi tiga kelompok. Pada aspek kondisi
memburuk ditunjukkan dengan perubahan asupan makan 5 hari terakhir. Aspek
terakhir yaitu pengaruh penyakit terhadap status gizi ditunjukkan dengan
gangguan gastrointestinal yang persisten selama 2 minggu terakhir. Formulir
skrining ini merupakan skrining tahap awal, jika satu atau lebih pernyataan
(aspek) tersebut dialami pasien maka pasien membutuhkan pemantauan tim gizi
atau berisiko.
Berdasarkan Gambar 1, jika pada skrining pasien tahap awal dinyatakan
berisiko maka dilanjutkan asesmen. Dalam tahap ini Tim Terapi Gizi Dr SpGK
(atau spesialis lain) bersama Dietisien akan melakukan asesmen, menentukan
diagnosis dan intervensi dalam bentuk preskripsi diet serta monitoring. Pada tahap
ini formulir yang digunakan adalah Formulir Penilaian Status Gizi dan Rencana
Terapi Gizi (Gambar 6). Formulir tersebut lebih rinci bila dibandingkan dengan
formulir skrining gizi tahap awal. Terdapat beberapa aspek dalam formulir ini
yaitu keluhan, keadaan umum, antropometri, data laboratorium, Subjective Global
Assessment (SGA), diagnosis, rencana terapi gizi dan medikamentosa. Hal
tersebut telah sesuai dengan aspek asesmen gizi berdasarkan Paranginangin
(2014).
Formulir permintaan konseling gizi (Gambar 9) hampir sama dengan
formulir Penilaian Status Gizi dan Rencana Terapi Gizi (Gambar 6). Keduanya

merupakan formulir yang digunakan untuk asesment gizi pada pasien. Hal yang
membedakannya yaitu pada Gambar 6 diisi oleh Dokter SpGK, sedangkan
Gambar 9 permintaan konseling gizi dari Dokter kepada Dietisien. Jadi Gambar 8
merupakan asesmen yang berkaitan dengan gizi seperti asupan makan,
ketersediaan pangan, pengetahuan gizi dan kesehatan dan lain-lain (Paranginangin
2014).
Setelah proses asesment oleh Dokter dan Dietisien, maka dilakukan tindak
lanjut yaitu penegakan diagnosis dan intervensi. Setelah dilakukan intervensi yang
sesuai dengan masalah gizi dan kesehatan pasien, maka dilakukan monitoring
untuk mengetahui perkembangan kesehatan pasien (Mueller et al. 2011).
Monitoring dilakukan dengan pemantauan diet pasien. Dalam tahap ini,
digunakan formulir Catatan Konsumsi Makan dan Pemantauan Asuhan Gizi
(Gambar 8 dan 9). Catatan konsumsi makan digunakan untuk memantau asupan
pasien dalam 24 jam sesuai dengan diet yang diberikan. Hasil pemantauan
tersebut dicatat dalam formulir Pemantauan Asuhan Gizi. Setiap RS memiliki
formulir tersendiri dalam melakukan skrining pasien. Dibawah ini merupakan
hasil survei yang telah dilakukan penulis terhadap formulir skrining gizi di
beberapa rumah sakit :
Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung
Pada formulir skrining gizi di RS. Hasan Sadikin tidak tercantum tanggal
skrining dan tanggal masuk rumah sakit, tetapi hanya tercantum tanggal saja,
sehingga tidak diketahui kapan pasien masuk rumah sakit dan dilakukan skrining
gizi. Identitas umum pasien seperti nama, umur, jenis kelamin, ruang rawat, kelas,
dan nomor rekam medik tidak tercantum di lembar yang sama, sebaiknya berada
pada halaman yang sama untuk mencegah tercecernya data atau tertukar dengan
pasien lain.
Point perubahan berat badan pada formulir RSHS lebih lengkap dibanding
dengan standar karena terdapat data yang menjelaskan perubahan berat badan
pasien sebelum masuk rumah sakit dengan waktu yang lebih terperinci dan
tercantum angka persentase perubahan berat badan. Point tinggi badan tidak
terdapat dalam formulir tersebut serta tidak ada pengkategorian perubahan berat
badan yang mencerminkan keadaan status gizi pasien. Perubahan intake makanan
di formulir RSHS lebih rinci karena menggambarkan perubahan intake makanan
dalam waktu yang tidak terbatas hanya lima hari terakhir saja, selain itu
menggambarkan perubahan dari satu bentuk atau jenis makanan ke bentuk/jenis
makanan yang lain.
Informasi mengenai perubahan gastrointestinal dapat diketahui lebih rinci
sebab waktu terjadinya perubahan gastrointestinal tidak terbatas dalam dua
minggu terakhir, sehingga dapat diketahui sejak kapan pasien mengalami
gangguan tersebut. Jenis ganggunan gastrointestinal sudah sama seperti standar.
Selain itu, terdapat point tidak ada perubahan yang menjelaskan jika memang
pasien tidak mengalami perubahan gastrointestinal.
Pada formulir skrining RSHS terdapat point perubahan kapasitas
fungsional yang menjelaskan tentang mobilitas pasien seperti aktiv suboptimal
(pasien masih bisa beraktifitas seperti biasa), ambulatory (mobilitas pasien
menurun tetapi masih bisa berpindah dari tempat tidur) dan bedrest (pasien tidak

bisa berpindah dari tempat tidur). Hubungan diagnosa dengan tingkatan


kebutuhan gizi pasien juga dijelaskan dalam empat kategori yaitu tidak ada,
rendah, sedang, dan tinggi.
Penilaian fisik pasien juga dicantumkan dengan empat kategori yaitu
normal diberi nilai 0, ringan diberi nilai 1+, sedang diberi nilai 2+, dan berat
diberi nilai 3+. Penilaian tersebut berupa hilangnya lemak subkutan pada trisep
atau dada, hilangnya otot lengan dan pemantauan ada atau tidaknya edema pada
pergelangan kaki, edema sakral, dan asites.
Penilaian skrining gizi pada formulir RSHS sudah terarah dan terukur
sehingga menjelaskan keadaan gizi pasien secara umum. Penilaian
diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu gizi baik dengan nilai A, malnutrisi
sedang yang terbagi menjadi dua yaitu dengan nilai B1 dan B2, serta malnutrisi
berat dengan nilai C. Kelemahannya adalah tidak terdapatnya skor penilaian
dengan cut off point yang dijumlahkan dengan angka.
Skrining dilakukan oleh ahli gizi secara langsung sedangkan pada formulir
standar dilakukan oleh perawat ruangan dan dokter SpGK. Kelebihan dari
skrining yang dilakukan oleh ahli gizi secara langsung adalah mendapatkan
informasi pasien terkait gizi menjadi lebih akurat sehingga proses perencanaan
dan pemantauan gizi dapat dilakukan lebih terarah. Perencanaan dan pemantauan
gizi pasien di formulir RSHS berdasarkan catatan asuhan gizi yang ditulis
langsung oleh ahli gizi, sedangkan pada standar tidak menggunakan urutan asuhan
gizi terstandar (assessment, diagnosis gizi, intevensi, dan monev).
Rumah Sakit Kartika Cibadak
Formulir screening gizi di RS Kartika Cibadak, Sukabumi, Jawa Barat
merupakan formulir screening gizi untuk pasien rawat inap untuk dewasa.
Formulir tersebut diisi oleh ahli gizi masing-masing ruang perawatan. Skrining
gizi dilakukan ketika pasien rawat inap pertama kali masuk ke rumah sakit. Hasil
dari skrining gizi tersebut, selanjutnya digunakan untuk asuhan gizi lebih lanjut.
Formulir screening gizi tersebut sudah cukup lengkap dan baik. Komponen
pada skrining tersebut terdiri dari data umum, antropometri, data fisik/klinik,
laboratorium, masalah pencernaan, masalah gizi, riwayat makan, kesimpulan
umum, nutrition diagnosis, dan tanggal pengkajian. Formulir tersebut sudah
lengkap terkait data umum seperti nama, umur, jenis kelamin, ruang perawatan,
diagnose dokter, diet yang diberikan dokter, dan nomor rekam medik. Lalu pada
bagian data antropometri pasien juga sudah cukup baik. Data pada bagian
antropometri terdiri dari BB, TB, IMT, dan status gizi.
Pada data antropometri terdapat kategori dan cut off dari status gizi. Namun
sebaiknya pada data BB biasanya diganti dengan BB sebelum masuk rumah sakit
karena dengan menggunakan kata BB biasanya tidak terlalu spesifik dan pasien
akan bingung untuk menjawabnya karena BB biasanya terlalu umum dan tidak
menggambarkan BB yang terbaru dari pasien. Jika dibandingkan dengan standar
nasional pelayanan gizi klinik point perubahan BB pada RS Kartika masih kurang
spesifik, belum menjelaskan sejak berapa lama terjadi perubahan berat badan.
Pada bagian data antropometri di formulir ini tidak terdapat data mengenai LILA,
atau ingkar kepala yang dapat digunakan kepada pasien yang tidak dapat berdiri

untuk melakukan penimbangan secara langsung. Menurut Susetyowati (2014),


komponen utama pada screening gizi yaitu terdapat BB, TB, IMT, dan LILA.
Tetapi pada formulir ini tidak terdapat data LILA atau lingkar kepala.
Bagian data pemeriksaan fisik atau klinik kurang menggambarkan keadaan
pasien sebaiknya diganti saja dengan riwayat kesehatan pasien agar data lebih
spesifik. Data laboratorium juga sebaiknya ditambahkan pada tabel yaitu tabel
keterangan rendah dan tinggi hasil laboratorium dan istilahnya apa untuk
mempercepat dan meminimalisasi kesalahan saat ahli gizi memberikan diagnosa
gizi kepada pasien.
Bagian data masalah pencernaan juga sudah lengkap dan baik. Pada bagian
data masalah pencernaan terdapat data yang menggambarkan permasalah
pencernaan yang biasanya dialami oleh pasien rawat inap seperti mual, muntah,
sulit mengunyah, sulit menelan, diare, sakit ulu hati, dan tidak ada masalah. Ahli
gizi akan menceklis pada bagian dimana pasien tersebut memiliki masalah
pencernaan pada kotak kecil di samping keterangan data tersebut.
Bagian data masalah gizi ada bagian kata atau keterangan yang kurang baik
yaitu pada bagian data pengetahuan gizi yang kurang. Pengetahuan gizi seseorang
atau pasien dalam hal ini tidak dapat dinilai jika hanya ditanyakan langsung
kepada pasien tanpa adanya tes khusus berupa kuisioner sehingga sebaiknya data
pengetahuan gizi kurang dihilangkan saja.
Bagian data riwayat makan masih kurang lengkap. Pada formulir tersebut
hanya terdapat data alergi makanan, makanan yang disukai dan makanan yang
tidak disukai saja, sebaiknya ditambahkan data kebiasaan makan sebelum masuk
rumah sakit karena jika hanya terdapat data alergi makan, makanan yang disukai,
dan makanan yang tidak disukai kurang menggambarkan kebiasaan makan pasien
seperti apa sebelum masuk rumah sakit. Asupan makan sebelum masuk rumah
sakit juga perlu untuk mengetahui apakah pasien tersebut malnutrisi atau tidak.
Menurut Meijers (2010) dalam Susetyowati (2014), keadaan malnutrisi
digambarkan dengan kehilangan berat badan, indeks massa tubuh dan kurangnya
asupan makanan. Standar pelayanan nasional pelayanan gizi klinik pun
menyajikan data untuk analisis rata-rata asupan makanan perhari untuk
mengetahui apakah asupan makan pasien sudah memenuhi kebutuhan sehari, hal
tersebut belum tercantum pada formulir skrining di RS Kartika Cibadak.
Komponen kesimpulan umum yang terdapat di form RS Kartika Cibadak
berisi pilihan antara apa yang harus diberikan terhadap pasien tersebut terkait
kondisi yang dialami oleh pasien, seperti tidak atau perlu pengkajian lanjut dan
perlu konsultasi gizi. Jika ya, maka dicantumkan tanggal pengkajian yang harus
dilakukan. Bila dibandingkan dengan form dalam standar nasional pelayana gizi,
maka form skrining rumah sakit yang diamati sudah dapat dikatakan sesuai.
Pada Rumah Sakit Kartika sudah tercantum data riwayat makan, dan data
tersebut bisa digunakan untuk memilihkan menu yang sesuai untuk pasien. Jika
dibandingkan dengan standar dari SGA (Subjective Global Assessment), dalam
SGA terdapat komponen asupan makan dimana menggambarkan asupan makan
pasien sebelum masuk rumah sakit sudah mencukupi kebutuhan atau belum,
sehingga makanan di rumah sakit diharapkan bisa memenuhinya. Selain itu,
dalam SGA terdapat komponen tentang penyakit dan hubungannya dengan
kebutuhan gizi sehingga bisa dijadikan pertimbangan dalam pembuatan menu.
Namun, komponen tersebut belum disertakan dalam formulir skrining pada RS

Kartika Cibadak. Pada RS Kartika sudah mempunyai kesimpulan skrining, namun


kesimpulan skrining tersebut belum jelas didasarkan atas apa dalam
menyimpulkannya. Berbeda dengan formulir skrining SGA yang memberikan
skor pada setiap komponen sehingga diketahui skor yang terbanyak dan
disimpulkan status gizinya. Kelebihan formulir pada RS Kartika Cibadak adalah
menampilkan komponen hasil laboratorium untuk menunjang penentuan status
gizi, komponen tersebut tidak terdapat pada formulir di SGA (Kemenkes 2013).
Rumah Sakit Jasa Kartini Tasikmalaya
Skrining gizi Rumah Sakit Jasa Kartini Tasikmalaya dilakukan dengan
menggunakan metode Subjejective/Objective Global Assesment (SGA) yang
bertujuan untuk mengidentifikasi pasien yang berisiko malnutrisi, tidak berisiko
malnutrisi atau kondisi khusus. Kondisi khusus yang dimaksud adalah pasien
dengan kelainan metabolik, hemodialisa anak, geriatrik, dengan kemoterapi atau
radiasi, luka bakar, pasien dengan imunitas, sakit kritis. Rekomendasi ESPEN
(European Society for Parenteral and Enteral Nutrition), menetapkan bahwa
skrining dilakukan pada awal pasien masuk rumah sakit (1x24 jam setelah pasien
masuk rumah sakit) untuk mengidentifikasi pasien yang beresiko masalah gizi.
Jika skrining gizi menunjukkan pasien yang tidak beresiko malnutrisi, maka
dianjurkan skrining ulang setelah satu minggu oleh perawat, sebaliknya jika
skrining gizi menunjukkan pasien berisiko sedang dilakukan skrining lanjut oleh
ahli gizi. Ketepatan skrining gizi akan menghasilkan ketepatan dalam intervensi
gizi sehingga dapat mencegah malnutrisi di rumah sakit dan mempercepat proses
penyembuhan. Tahap-tahap skrining dalam metode SGA pada Rumah Sakit Jasa
Kartini Tasikmalaya tersebut sudah sesuai dengan standar nasional pelayanan gizi
tentang skrining gizi dan penilaian status gizi dan rencana terapi gizi. Skrining
gizi dengan menggunakan SGA mempunyai kelebihan yaitu dapat
mengidentifikasi pasien yang sudah mengalami malnutrisi atau berisiko malnutrisi
pada saat masuk rumah sakit. Di sisi lain SGA juga memiliki kelemahan yaitu
membutuhkan waktu lebih lama atau tidak efisien, tidak ringkas, hanya dilakukan
oleh Ahli Gizi, tergantung pada nilai antropometri dan laboratorium.
Rumah Sakit Paru Provinsi Jawa Barat
Skrining gizi bertujuan untuk mengidentifikasi klien yang beresiko, tidak
beresiko malnutrisi atau kondisi khusus (PGRS 2013). Sehingga bisa memprediksi
outcome yang berkaitan dengan faktor gizi sehingga bisa mencegah timbulnya
malnutrisi dan mempercepat proses pertumbuhan. Dengan menggunakan form RS
Paru Provinsi Jawa Barat, sudah dapat mencapai tujuan dari skrining gizi. Karena
terdapat beberapa pertanyaan yang digunakan untuk mengetahui resiko malnutrisi.
Pada formulir skrining yang digunakan oleh RS Paru Provinsi Jawa Barat
komponen utama skrining belum semua terpenuhi. Untuk kondisi sekarang sudah
terpenuhi, dapat dilihat pada bagian umur, BB, TB, LILA dan kadar hemoglobin
serta kadar hemoglobin. Untuk kondisi yang stabil tidak dicantumkan bagaimana
cara mendapatkannya. Yang ketiga adalah bagian kondisi memburuk dapat

dianalisis menggunakan kriteria evaluasi pada poin nomor 1, 2 dan 6. Kondisi


terakhir adalah pengaruh penyakit terhadap status gizi tidak dapat dianalisis
karena tidak ada pertanyaan yang dapat menjawab kondisi tersebut.
Apabila dibandingkan dengan Standar Nasional Pelayanan Gizi Klinik
terdapat beberapa komponen skrining gizi pada form skrining RS Paru Provinsi
Jawa Barat yang tidak sesuai. Beberapa komponen tersebut antara lain poin
perubahan asupan makan dalam 5 hari terakhir yang meliputi perubahan
bentuk/jenis makanan atau jenis diet khusus atau cair oral/enteral/parenteral.
Kemudian komponen pengukuran status antropometri yang meliputi berat badan,
tinggi badan dan Indeks Massa Tubuh. Poin berat badan dibagi menjadi 3 kriteria
yaitu IMT 18.5 kg/m2 atau 30 kg/m2, berat badan menurun lebih dari 10%
dalam 3 sampai 6 bulan terakhir dan berat badan menurun lebih dari 15% dalam 1
bulan terakhir. Selanjutnya poin yang tidak sesuai adalah gangguan
gastrointestinal yang persisten selama 2 minggu yang meliputi mual, anoreksia,
muntah dan diare.
Kelebihan form skrining RS Paru Provinsi Jawa Barat adalah skrining bias
dilakukan dalam waktu yang singkat, dengan hasil yang bisa langsung ditentukan.
Sedangkan kekurangannya masih terdapat beberapa indikator yang belum
dimasukkan dalam form tersebut, seperti penurunan berat badan juga pengaruh
penyakit terhadap status gizi juga belum adanya informasi mengenai status alergi
pasien.
Rumah Sakit RST Dompet Duafa Bogor
RS Rumah Sehat Terpadu Dompet Dhuafa merupakan rumah sakit swasta
yang terletak di Jl. Raya Parung Km. 42 Bogor, Provinsi Jawa Barat. RS ini hanya
mempunyai 46 tempat tidur inap. Jumlah tersebut lebih sedikit jika dibandingkan
dengan rumah sakit lain di Jawa Barat, dimana tersedia rata-rata 68 tempat tidur
inap. RS Rumah Sehat Terpadu Dompet Dhuafa merupakan rumah sakit non
profit yang didirikan untuk memberikan kemudahan layanan pengobatan bagi
dhuafa. RS ini juga menyediakan klinik gizi untuk pasien. Klinik gizi ini melayani
asuhan gizi rawat jalan, rawat inap, dan penyelenggaraan makanan kepada pasien
rawat inap. Klinik gizi RS ini memiliki tiga ahli gizi dan satu dokter spesialis gizi
medik.
Metode yang dapat digunakan dalam proses skrinning di antaranya MUST
(Malnutrition Universal Screening Tools), NRS (Nutrition Risk Screening), MNA
(Mini Nutritional Assesment), SNAQ (Short Nutritional Assesment
Questionnaire), MST (Malnutrition Screening Tools), dan SGA (Subjective
Global Assessment) (Depkes 2013). Metode skrinning yang digunakan di RS
Rumah Sehat Terpadu Dompet Dhuafa yaitu MST. MST merupakan metode
skrinning berupa tiga pertanyaan. Kelebihan metode ini adalah skrinning dapat
dilakukan dalam waktu singkat, non invasif, menggunakan data yang tersedia
sehari-hari, dan dapat dilakukan oleh siapa saja namun hasilnya tetap valid. Skor
maksimum dari MST adalah 7, dengan nilai 2 berarti pasien beresiko malnutrisi,
sedangkan untuk skor 0-1 menunjukkan pasien tidak beresiko untuk malnutrisi.
Skor menunjukkan prioritas penanganan, sehingga semakin tinggi skornya
menandakan pasien harus segera diberikan terapi asuhan gizi (Anthony 2014).

Formulir skrining gizi RS Rumah Sehat Terpadu Dompet Dhuafa kurang


lengkap jika dibandingkan dengan standar nasional, akan tetapi form skrining gizi
rumah sakit ini lebih mudah dipahami dan tidak memerlukan waktu yang lama
dalam penggunannya. Formulir skrining yang digunakan terdiri dari dua formulir
yaitu formulir asuhan gizi anak dan skrining gizi awal dengan MST. Formulir
skrining asuhan gizi anak berisi identitas pasien, antropometri, asupan makan
sebelum masuk rumah sakit, kesan apakah pasien beresiko malnutrisi, tidak
beresiko malnutrisi, malnutrisi, perlu atau tidaknya asuhan gizi lanjut, diagnosa
penyakit, dan diit dokter. Formulir skrining gizi awal dengan MST berisi
parameter adanya penurunan berat badan yang tidak direncanakan atau tidak
diinginkan selama 6 bulan terakhir, dan asupan makan pasien berkurang karena
penurunan nafsu makan atau kesulitan menerima makanan.
Rumah Sakit Syarif Hidayatullah
Pelayanan penunjang medis yang diberikan kepada pasien di RS UIN Syarif
Hidayatullah salah satunya ialah konseling gizi yang merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dalam Proses Asuhan Gizi Terstandar (PAGT). Pelayanan gizi
yang dilakukan di RS UIN Syarif Hidayatullah diawali dengan melakukan
skrining gizi. Skrining gizi bertujuan untuk mengidentifikasi risiko pasien
mengalami malnutrisi dan juga mengidentifikasi pasien yang mengalami kondisi
khusus seperti kelainan metabolik, hemodialisis, kanker, luka bakar, imunitas
menurun, dan lain-lain. Untuk dapat melakukan skrining gizi diperlukan beberapa
kriteria yang harus dipenuhi seperti tinggi badan, berat badan, adanya alergi
makanan tertentu, diet, adanya kecenderungan pasien untuk mual atau muntah,
serta kemampuan pasien dalam menelan dan mengunyah (Charney dan Malone
2009).
Formulir skrining gizi yang terdapat di RS UIN Syarif Hidayatullah
merupakan formulir yang cukup singkat tetapi sudah memuat beberapa komponen
kriteria skrining gizi yang diperlukan. Komponen tersebut seperti anamnesa
(asupan makan dan perubahan berat badan), antropometri (BB, TB, IMT, LILA,
dan LK), hasil pemeriksaan laboratorium, serta terapi diet. Formulir ini apabila
dibandingkan dengan formulir skrining gizi dan formulir PSG serta rencana terapi
gizi berdasarkan standar nasional pelayanan gizi klinik masih kurang lengkap dan
kurang spesifik. Komponen-komponen yang belum terdapat dalam formulir
skrining gizi di RS UIN Syarif Hidayatullah diantaranya gangguan
gastrointestinal, keluhan, keadaan umum, rencana terapi gizi (kebutuhan energi,
protein, lemak dan karbohidrat, jenis diet, bentuk diet, dan cara pemberian diet),
serta medikamentosa.
Formulir skrining gizi yang terdapat di RS UIN Syarif Hidayatullah
meskipun kurang lengkap tetapi sudah memuat cukup komponen untuk
melakukan rencana terapi diet. Skrining gizi dalam PAGT termasuk dalam
langkah pengkajian gizi yang berfungsi mengkaji permasalahan secara mendalam.
Menggali permasalahan yang dimaksud disini adalah mengumpulkan data dan
fakta dari semua aspek dengan melakukan assesment atau pengkajian gizi
menggunakan data antropometri, biokimia, klinis dan fisik, riwayat makan, serta
data personal (Cornelia et al. 2014).

Pemeriksaan dan pengkajian data biokimia meliputi hasil laboratorium yang


berhubungan dengan keadaan gizi, seperti analisis darah, urin, dan jaringan tubuh
lainnya (Cornelia et al. 2014). Dalam formulir skrining RS UIN Syarif
Hidayatullah data hasil laboratorium sudah tercantum namun kurang lengkap
karena hanya ada data hasil analisis darah yaitu hemoglobin, hematokrit, leukosit,
trombosit, dan GDN PP sedangkan data hasil tes urin dan jaringan tubuh lain tidak
tercantum.
Menurut Cornelia et al. (2014), hasil pemeriksaan klinis dan fisik meliputi
kondisi gigi dan mulut, rambut, mata, kulit, serta penampilan fisik secara umum.
Hal ini dilakukan untuk melihat tanda dan gejala dari suatu kelainan gizi yang
dapat dilihat secara fisik maupun klinis. Akan tetapi, dalam formulir skrining gizi
RS UIN Syarif Hidayatullah tidak terdapat data mengenai hal tersebut sehingga
mungkin ke depannya dapat ditambahkan untuk membantu menetapkan diagnosis
gizi awal.
Kajian data riwayat makan pasien dapat dilakukan baik secara kualitatif
maupun kuantitatif menggunakan formulir food frequency questionaire (FFQ)
yang terpisah dari lembaran skrining gizi namun tetap satu kesatuan (Cornelia et
al. 2014). Akan tetapi, pada formulir skrining gizi di RS UIN Syarif Hidyatullah
kajian data riwayat makan pasien dilakukan dengan data asupan makan secara
kualitatif selama waktu dua minggu terakhir.
Data riwayat personal pasien yang perlu diketahui menurut Cornelia et al.
(2014), meliputi ada tidaknya alergi, pantangan makanan, keadaan sosial
ekonomi, pola aktivitas, riwayat penyakit pasien dan keluarga, serta masalah
psikologis. Dalam formulir skrining gizi RS UIN Syarif Hidayatullah data
personal hanya terdapat data alergi sedangkan data lainnya masih belum
tercantum. Data pemberian terapi diet juga belum dicantumkan secara jelas dalam
formulir skrining gizi RS UIN Syarif Hidayatullah, hanya terdapat kolom untuk
jenis terapi diet yang diberikan tanpa penjelasan kebutuhan energi, protein, lemak
dan karbohidrat, serta jenis diet, bentuk diet, dan cara pemberian diet.
Pelayanan skrining gizi di RS UIN Syarif Hidayatullah apabila dilihat dari
judul formulirnya, hanya dilakukan untuk pasien rawat inap. Akan tetapi menurut
Hartono (2006), pemberian pelayanan gizi juga harus dilakukan pada pasien rawat
jalan dengan keberadaan penyakit kronis, peningkatan kebutuhan metabolik,
permasalahan yang menghambat pencapaian asupan yang optimal, yang
mendapatkan obat dengan efek samping yang berhubungan dengan gizi, serta
pasien dengan keadaaan khusus yang perlu mendapat upaya terapi gizi preventif
seperti pasien dengan riwayat penyakit keluarga, wanita haid, wanita hamil dan
atau menyusui, kelompok usia lanjut, balita, dan sebagainya.
Rumah Sakit DR Moewardi Solo
RSUD DR. Moewardi Solo sudah memiliki formulir skrining gizi, yang
terbagi dalam 3 bagian yakni :
1. Skrining gizi awal terdiri dari : penilaian IMT, status gizi, asupan makan,
penyakit yang diderita.
2. Skrining lanjut 2 terdiri dari : status gizi, perubahan berat badan dalam 1
hingga 3 bulan terakhir (sebelum dirawat), penilaian asupan makan. Penilaian

3.

dilakukan dengan pemberian skor dengan 4 kategori yakni normal, ringan,


sedang dan berat.
Skrining lanjut 3 terdiri dari : pemenuhan kebutuhan gizi pasien sesuai
penyakit yang dibagi 4 kategori yakni normal, ringan, sedang, dan berat.
Pengkategorian kondisi pasien sesuai dengan tingkat keparahan penyakit.

Formulir skrining gizi RS DR. Moewardi Solo sudah baik dengan


membagi proses skrining menjadi 3 bagian, namun jika dibandingkan dengan
formulir skrining gizi Standar Nasional Pelayanan Gizi Klinik masih perlu
penambahan beberapa hal agar lebih lengkap dan didapatkan hasil skrining gizi
yang tepat sesuai kondisi pasien. Adapun kriteria yang perlu ditambahkan antara
lain :
1. Perlu ditambahkan perubahan asupan makan dalam 5 hari terakhir dan
perubahan bentuk/jenis makanan yang dikonsumsi pasien serta perubahan
gastrointestinal yang persisten selama 2 minggu terakhir seperti anoreksia,
mula, muntah, dan diare.
2. Keluhan dan keadaan umum pasien terkait suhu, tekanan darah, nadi, dan
pernafasan pasien, kapasitas fungsional pasien, stress metabolik, dan tingkat
kesadaran pasien.
Formulir skrining gizi (Standar Nasional Pelayanan Gizi Klinik) jika
mengacu pada Buku Pelayanan Gizi Rumah Sakit yang diterbitkan oleh
Kementerian Kesehatan RI sudah cukup lengkap karena sudah mencantumkan
diagnosis klinis, perubahan asupan makan 5 hari terakhir, perubahan berat badan
(BB), gangguan gastrointestinal hanya sebaiknya ditambahkan keluhan dan
keadaan umum pasien, dan tingkat kesadaran pasien. Formulir penilaian status
gizi dan rencana terapi gizi (Standar Nasional Pelayanan Gizi Klinik) sudah
lengkap karena mencakup antropometri, hasil laboratorium, Subjective Global
Assessment (SGA), diagnosis, rencana, terapi diet, dan medikamentosa tapi perlu
menambahkan terkait kebiasaan makan passien, budaya dan pantangan/alergi.
Selain itu, dalam melakukan skrining maupun penilaian status gizi dan rencana
terapi gizi sabaiknya dilakukan langsung oleh ahli gizi agar lebih diketahui oleh
ahli gizi sehingga dapat dilakukan asuhan gizi terstandar sesuai kondisi pasien.
Rumah Sakit Umum Pusat DR Cipto Mangunkusumo
Formulir Skrining Gizi pada standar nasional pelayanan gizi klinik
(Gambar 5 dan 6) yang dapat digunakan dalam proses penapisan awal pasien
rumah sakit mencakup 2 komponen utama yaitu komponen penilaian riwayat
keadaan pasien (meliputi perubahan asupan makan 5 hari terakhir, penilaian berat
badan dan gangguan gastrointestinal) dan komponen penilaian status gizi serta
rencana terapi gizi. Jika ditelaah lebih lanjut, formulir yang terdapat pada standar
nasional pelayanan gizi nampak seperti formulir skrining berdasarkan Subjective
Global Assessment (SGA) yang dipadukan dengan rencana terapi gizi yang
terdapat pada langkah intervensi gizi dalam proses asuhan pelayanan gizi
terstandar (PAGT). Subjective Global Assessment (SGA) adalah penilaian umum
secara subjektif yang digunakan untuk menilai status gizi pasien berdasarkan ciri
khas riwayat pasien dan hasil pemeriksaan fisik (Almatsier 2011). Menurut

Queensland Government of Health (2014), formulir SGA yang dapat dilakukan


untuk penapisan awal pasien adalah sebagai berikut:

Gambar 2. Subjective Global Assessment (SGA) menurut Queensland


Government of Health (2014)

Gambar 3. Subjective Global Assessment (SGA) menurut Queensland


Government of Health (2014) (lanjutan)
Formulir skrining gizi pasien yang digunakan di RSCM meliputi formulir
skrining gizi awal dan formulir skrining gizi lanjut. Formulir skrining gizi awal
(Gambar 20) digunakan untuk penapisan keadaan pasien awal. Kegiatan penilaian
keadaan gizi awal pasien di RSCM biasanya dilakukan oleh perawat karena isi
dari formulir skrining gizi awal ini masuk kedalam formulir pengkajian keadaan
pasien baru masuk yang dilakukan oleh perawat. Formulir skrining gizi awal yang
digunakan di RSCM ini mengacu pada formulir skrining gizi Malnutrition
Screening Tools (MST). Formulir MST mencakup 3 pertanyaan utama yang
meliputi pertanyaan terkait penurunan berat badan dan pertanyaan terkait
penurunan nafsu makan. Skor maksimum MST adalah 7. Kemudian jika total
skor MST 2 atau lebih berarti pasien beresiko malnutrisi dan harus mendapatkan
penapisan gizi serta perencanaan gizi lanjutan sedangkan jika skor MST kurang
dari 2 maka pasien tidak beresiko malnutrisi (Anthony 2008).
Berikut merupakan contoh formulir Malnutrition Screening Tools
berdasarkan Queensland Government of Health (2014).

Gambar 4. Malnutrition Screening Tools menurut Queensland Government of


Health (2014)
Formulir skrining gizi lanjut RSCM (Gambar 21) digunakan setelah skor
MST pasien diketahui dan lebih dari 2. Formulir skrining gizi lanjutan meliputi
skor IMT, skor kehilangan berat badan dan skor efek penyakit akut. Proses
skoring dilakukan untuk menentukan skrining lanjutan yang harus terus dilakukan
oleh ahli gizi untuk memantau terus keadaan gizi pasien. Pada skrining lanjutan
ini, bila skor skrining 0 maka skrining akan dilakukan lagi setiap 7 hari sekali, jika
skor skrining lanjutan 1 maka petugas gizi akan melakukan monitoring asupan
selama 3 hari, pengkajian ulang bila tidak ada peningkatan asupan, dan skrining
setiap 7 hari sekali, dan kemudian jika skor skrining lanjutan >2 maka petugas
gizi akan mengupayakan peningkatan asupan makan pasien, monitoring asupan
setiap hari dan skrining ulang setiap 7 hari sekali. Hal tersebut dilakukan untuk
meningkatkan status gizi pasien ke arah yang lebih baik demi percepatan

penyembuhan penyakit. Kecepatan penyembuhan penyakit setiap pasien beragam


dan dapat terlihat dari lama hari rawat pasien. Menurut penelitian yang dilakuakan
oleh Tedja (2012), kajian gizi awal/kegiatan skrining gizi memiliki hubungan
yang signifikan dengan lama hari rawat pasien. Hal tersebut menunjukkan bahwa
proses skrining gizi merupakan hal yang penting dan dapat mempersingkat hari
rawat pasien.
Perbedaan formulir skrining gizi standar dan formulir skrining gizi RSCM
adalah pada pertanyaan gangguan gastrointestinal dan skrining pemeriksaan
keadaan klinis pasien yang tidak terdapat pada formulir skrining gizi RSCM. Hal
tersebut diakibatkan karena berbedanya acuan yang digunakan oleh formulir
skrining gizi standar (mengacu pada SGA) dan formulir skrining gizi RSCM
(mengacu pada MST). Hal tersebut juga didukung oleh hasil penelitian Skipper et
al. (2012), yang menunjukkan bahwa MST merupakan alat ukur yang lebih valid
dan reliabel untuk penilaian gizi bahkan jika dibandingkan dengan alat skrining
gizi lain Nutrition Risk Screening (NRS), Mini Nutritional Assessment (MNA) dan
Malnutrition Universal Screening Tools (MUST).
Formulir skrining gizi RSCM memiliki beberapa keunggulan yaitu
skrining awal dapat dilakukan oleh petugas lain selain ahli gizi yaitu perawat,
proes skrining MST merupakan proses skrining singkat yang dapat dilakukan
dengan cepat, skrining menggunakan MST telah diuji dan dapat dilakukan oleh
siapapun. Kelebihan lainnya adalah tidak semua pasien mendapatkan skrining gizi
lanjutan. Skrining gizi lanjutan yang lebih lengkap hanya dilakukan untuk pasien
dengan skor MST beresiko malnutrisi sehingga pekerjaan ahli gizi menjadi lebih
ringan. Namun, formulir skrining gizi RSCM memiliki beberapa kelemahan yaitu
kekuranglengkapan penapisan gizi pasien dari segi biokimia dan tidak ada
penjabaran yang spesifik dari penyebab penurunan nafsu makan pasien
(penjabaran gangguan gastrointestinal). Formulir skrining gizi RSCM yang
mengacu pada metode MST dinilai lebih cepat, sederhana, efektif, efisien dan
aplikatif dibandingkan dengan formulir skrining gizi standar nasional yang
mengacu pada SGA (Herawati et al. 2014).
Rumah Sakit Umum Daerah Al-Ihsan Bandung
Formulir skrining yang digunakan oleh RSUD Al-Ihsan Bandung mengacu
pada formulir skrining gizi yang dikeluarkan oleh persatuan ahli gizi Indonesia
(PERSAGI), yang terdiri dari data personal, diagnois klinis, keluhan umum,
riwayat penyakit, aktivitas, pengobatan penting, dan pemeriksaan klinis dan
laboratorium. Namun formulir skrining yang digunakan RSUD Al-Ihsan Bandung
tidak mencantumkan keterangan tentang kebiasaan makanan yang meliputi diet
sebelumnya, alergi makanan/pantangan/suka/tidak suka dan keterangan lain
terdapat pada formulir skrining gizi persagi. Keterangan tentang kebiasaan
makanan perlu dicantumkan dalam formulir skrining gizi karena dengan begitu
ahli gizi dapat melihat pola makan pasien dan dapat menentukan perencaan menu
kedepannnya sesuai dengan preferensi dan kondisi pasien. Jika dibandingkan
dengan formulir tersebut, formulir skrining RSUD Al-Ihsan Bandung tidak
mencantumkan parameter yang ada.

Berdasarkan Journal of clinical Nursing tahun 2011 dalam Herawati 2014,


alat skrining gizi yang cepat, mudah dan cocok digunakan sesuai dengan kondisi
pasien yang dirawat dirumah sakit adalah MST (Malnutrition Skrining Tools)
dibandingkan dengan alat skrining lain seperti MUST, NRS 2002, MNA, SNAQ,
STAMP, PNI dan SGA. MST lebih efisien (30 detik), pertanyaan lebih sederhana,
nilai sensitivitas dan spesifitas 93-95%, nilai keandalan 90-97%, tidak tergantung
pada nilai antropometri dan laboratorium. Namun kelemahanya yaitu tidak bisa
diterapkan pada pasien yang mengalami kesulitan komunikasi (Herawati et. al.
2014). Namun demikian, pada umumnya, seluruh instrumen ini mengandung
perubahan berat badan, asupan makanan, perhitungan indeks massa tubuh, dan
penyakit akut.
Penelitian yang dilakukan Young et. a.l (2013) dalam membandingkan
instrumen-instrumen skrining terhadap instrumen penilaian nutrisi, menunjukkan
bahwa MNA dapat mengidentifikasi pasien rawat inap usia lanjut yang termasuk
resiko malnutrisi dan yang sudah mengalami malnutrisi. Sebaliknya SGA hanya
dapat mengidentifikasi kasus malnutrisi saja. Ini berarti MNA dapat menjadi
instrumen yang cocok ketika pelayanan yang diberikan bertujuan untuk mencegah
malnutrisi atau bila disebuah rumah sakit terdapat tenaga ahli gizi yang memadai.
Sedangkan, SGA akan lebih cocok pada seting akut untuk mengidentifikasi
malnutrisi yang sudah ada untuk memprioritaskan perawatan dalam rentang waktu
pendek selama masa rawat inap.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Lembar skrining gizi yang baik dan benar berdasarkan standar baku
terdapat pada Formulir Penilaian Status Gizi dan Rencana Terapi Gizi oleh Dokter
SpGK yang terdiri dari keluhan, keadaan umum, antropometri, data laboratorium,
Subjective Global Assessment (SGA), diagnosis, rencana terapi gizi dan
medikamentosa. Dari 9 formulir skrining gizi rumah sakit mempunyai perbedaan
dengan standar baku dimana setiap RS memiliki formulir tersendiri dalam
melakukan skrining pasien yang disesuaikan dengan kebutuhan informasi setiap
rumah sakit.
Penilaian skrining gizi pada formulir RSHS sudah terarah dan terukur
sehingga menjelaskan keadaan gizi pasien secara umum. Kelemahannya adalah
tidak terdapatnya skor penilaian dengan cut off point yang dijumlahkan dengan
angka. Kelebihan dari skrining yang dilakukan oleh ahli gizi secara langsung
adalah mendapatkan informasi pasien terkait gizi menjadi lebih akurat sehingga
proses perencanaan dan pemantauan gizi dapat dilakukan lebih terarah.Penilaian
skrining gizi pada formulir RS Kartika Cibadak belum lengkap. Kelemahannya
adalah tidak terdapatnya kesimpulan yang jelas pada formulir skrining pasien.
Kelebihannya adalah menampilkan komponen hasil laboratorium untuk
menunjang penentuan status gizi.
Penilaian skrining gizi pada formulir RS Jasa Kartini Tasikmalaya sudah
sesuai dengan standar nasional pelayanan gizi tentang skrining gizi dan penilaian

status gizi dan rencana terapi gizi. Kelebihannya yaitu dapat mengidentifikasi
pasien yang sudah mengalami malnutrisi atau berisiko malnutrisi pada saat masuk
rumah sakit. Di sisi lain juga memiliki kelemahan yaitu membutuhkan waktu
lebih lama atau tidak efisien, tidak ringkas, hanya dilakukan oleh Ahli Gizi,
tergantung pada nilai antropometri dan laboratorium. Formulir skrining yang
digunakan oleh RS Paru Provinsi Jawa Barat belum semua terpenuhi.
Kelebihannya adalah skrining dilakukan dalam waktu yang singkat, dengan hasil
yang bisa langsung ditentukan. Sedangkan kekurangannya masih terdapat
beberapa indikator yang belum dimasukkan dalam form tersebut, seperti
penurunan berat badan, pengaruh penyakit terhadap status gizi, dan status alergi
pasien.
Formulir skrining gizi RS Rumah Sehat Terpadu Dompet Dhuafa kurang
lengkap jika dibandingkan dengan standar nasional, akan tetapi form skrining gizi
rumah sakit ini lebih mudah dipahami dan tidak memerlukan waktu yang lama
dalam penggunannya. Formulir skrining gizi yang terdapat di RS UIN Syarif
Hidayatullah meskipun kurang lengkap tetapi sudah memuat cukup komponen
untuk melakukan rencana terapi diet. Formulir RS DR Moewardi Solo sudah
cukup lengkap karena sudah mencantumkan diagnosis klinis, perubahan asupan
makan 5 hari terakhir, perubahan berat badan (BB), gangguan gastrointestinal
hanya sebaiknya ditambahkan keluhan dan keadaan umum pasien, dan tingkat
kesadaran pasien.
Formulir skrining gizi RSCM memiliki beberapa keunggulan yaitu
skrining awal dapat dilakukan oleh petugas lain selain ahli gizi yaitu perawat,
proes skrining MST merupakan proses skrining singkat yang dapat dilakukan
dengan cepat. Kelemahannya pada kekuranglengkapan penapisan gizi pasien dari
segi biokimia dan tidak ada penjabaran yang spesifik dari penyebab penurunan
nafsu makan pasien (penjabaran gangguan gastrointestinal). Formulir skrining
yang digunakan RSUD Al-Ihsan Bandung tidak mencantumkan keterangan
tentang kebiasaan makanan yang meliputi diet sebelumnya, alergi
makanan/pantangan/suka/tidak suka dan keterangan lain terdapat pada formulir
skrining gizi standar.
Saran
Diperlukan adanya pengembangan alat skrining gizi yang dapat menapis
keadaan gizi biokimia, penapisan alergi makanan dan gangguan gastrointestinal
secara cepat dan dapat dilakukan siapapun (bukan praktisi professional sekalipun)
agar kegiatan skrining gizi lebih lengkap namun tetap efektif dan efisien.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. 2006. Pelayanan Gizi Pasien Rawat Inap dan Rawat Jalan.
Penuntun Diet Edisi Terbaru. Jakarta (ID) : Gramedia Pustaka Utama.
Almatsier S. 2011. Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan. Jakarta (ID):
Gramedia Pustaka Utama.
Anthony PS. 2008. Nutrition Screening Tools for Hospitalized Patients. Journal
of Nutr Clin Pract. 23(4):373-82. doi: 10.1177/0884533608321130.
Charney P, Malone AM. 2009. ADA Pocket Guide to Nutrition Assessment.
Chicago (US): American Dietetic Association.
Cornelia, Sumedi E, Anwar I, Ramayulis R, Iwaningsih S, Kresnawan T, Nurlita
H. 2014. Konseling Gizi. Jakarta (ID): Penebar Plus.
Depkes RI. 2005. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit. Edisi Revisi.
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Direktorat
Bina
Pelayanan
Medik
Dasar.
2007.
Pedoman
Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Direktorat Pelayanan Medik Spesialistik Departemen Kesehatan RI dan Persatuan
Dokter Spesialis Gizi Klinik. 2009. Standar Nasional Pelayanan Gizi Klinik
Indonesia. Jakarta (ID): Direktorat Pelayanan Medik Spesialistik Departemen
Kesehatan RI dan Persatuan Dokter Spesialis Gizi Klinik.
Hartono A. 2006. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta (ID): EGC.
Herawati, Triwahyu S, Alamsyah A. 2014. Metode Skrining Gizi di Rumah Sakit
dengan MST Lebih Efektif Dibandingkan SGA. Malang (ID):
Universitas Brawijaya. Jurnal Kedokteran Brawijaya. Volume 28,
Suplemen No. 1, 2014.
[KEMENKES RI] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Pedoman
Pelayanan Gizi Rumah Sakit (PGRS). Jakarta (ID): Kemenkes RI
_______ .2013. PGRS (Pelayanan Gizi Rumah Sakit). Dirjen Bina Gizi dan KIA.
Mueller C, Compher C, Ellen DM, ASPEN. 2011. Nutrition screening, assessment
and intervention in adults. Journal of Parenteral and Enteral Nutrition.
35(1):16-24.
Paranginangin Y. 2014. Panduan Asesment Gizi [Internet]. [diakses pada 2015
April 15]. Tersedia pada http://id.scribd.com/doc/247827443/PANDUANASSESMENT-GIZI-doc#scribd
Queensland
Government
of
Health.
2014.
Diakses
pada
http://www.health.qld.gov.au/ diunduh pada April 14, 2015.
Rasmussen. 2009. Opening Up Perspectives on Autonomy and Relatedness in
Parent-Children Dynamics: Anthropological Insights. Journal Of Business
Source Elite Vol. 15 Issue 4, p433-449. 17p. [Online]. Tersedia
http://search.ebscohost.com/login.aspx?
direct=true&db=bsh&AN=45445968&site=ehost-live. [14 April 2015].
Rasmussen HH, Holst M, Kondrup J. 2010. Measuring nutritional risk in
hospitals. Clin Epidemiol. 21: 209-216.
_________. 2010. Measuring Nutritional Risk in Hospital. Clin Epidemiol. 21 :
209:216.
RS Syarif Hidayatullah. 2015. http://www.rssyarifhidayatullah.com. Standar
Nasional Pelayanan Gizi Klinik Indonesia.
Skipper A, Fergusom M, Thompson K, Castellanos VH, dan Porcari J. 2012.
Nutrition Screening Tools: An Analysis of the Evidence. Journal of

Parenteral and Enteral Nutrition, Vol 36(3): 292-298, doi:


10.1177/0148607111414023.
Susetyowati, dkk. (2010). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta.
Susetyowati. 2014. Pengembangkan Isntrumen Screening Gizi di Rumah Sakit.
Jogjakarta (ID): Universitas Gadjah Mada.
Tedja VR. 2012. Hubungan Antara Faktor Individu, Sosio Demografi dan
Administrasi dengan Lama Hari Rawat Pasien Rawat Inap Rumah Sakit
Pantai Indah Kapuk Tahun 2011[skripsi]. Jakarta (ID): Universitas
Indonesia.
Young AM et al., 2013, Malnutrition screening tools: Comparison against two
validated nutrition assessment methods in older medical inpatients,
Nutrition: 29:101106.

LAMPIRAN

Gambar 5. Formulir skrining gizi


(Standar Nasional
Pelayanan Gizi Klinik)

Gambar 7. Pemantauan asuhan gizi

Gambar 6. Formulir PSG dan rencana


terapi gizi (Standar Nasional
Pelayanan Gizi Klinik)

Gambar 8. Catatan konsumsi makanan

Gambar 9. Formulir permintaan konseling gizi

Gambar 10. Skrining dewasa RS


Hasan Sadikin
Bandung

Gambar 11. Skrining anak RS Hasan


Sadikin Bandung

Gambar 12. RS Kartika Cibadak

Gambar 13. RS Jasa Kartini


Tasikmalaya

Gambar 14. RS Jasa Kartini


Tasikmalaya (lanjutan)

Gambar 15. RS Paru Provinsi Jabar

Gambar 16. Skrining dewasa RS


RST Dompet Duafa
Bogor

Gambar 17. Skrining anak RS


RST Dompet Duafa
Bogor

Gambar 18. RS UIN Syarief Hidayatullah

Gambar 19. RSUD DR Moewardi Solo

Gambar 20. RSUP Nasional DR Cipto


Mangunkusumo

Gambar 21. RSUP Nasional DR Cipto


Mangunkusumo (lanjutan)

Gambar 22. RS Umum Daerah Al Ihsan Bandung

Anda mungkin juga menyukai