Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

AGAMA ISLAM
KEWAJIBAN SEORANG IBU MEMBERI ASI (Air Susu Ibu) dan HUKUM
BANK ASI MENURUT ISLAM SERTA KEMAHRAMANNYA

OLEH :
ATIK ANDINI CITRA J.
17141016B

FAKULTAS FARMASI
PROGRAM STUDI D3 FARMASI
UNIVERSITAS SETIA BUDI SURAKARTA
2015

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


ASI (Air Susu Ibu) adalah satu-satunya makanan dan minuman pokok bagi bayi
yang baru lahir ke dunia. ASI (Air Susu Ibu) merupakan hal yang penting bagi
kelangsungan hidup manusia, karena menurut penelitian yang dilakukan oleh pakar
kesehatan, bayi yang mengkonsumsi ASI (Air Susu Ibu) secara eksklusif maka ia akan
lebih cerdas, lebih kuat dan lebih sehat dari pada bayi yang tidak menerima ASI
eksklusif.
Melihat banyaknya persoalan dan pentingnya ASI bagi bayi untuk tumbuh
kembangnya. Maka banyak yang melakukan donor ASI yaitu dimana ibu yang memiliki
ASI berlebih mendonorkan ASI tersebut untuk bayi yang membutuhkan. Dalam hal ini
islam menyebutnya rada (penyusuan).
Pengertian rada (penyusuan) adalah menurut jumhur fuqalah ialah segalasesuatu
yang sammpai ke perut bayi melalui kerongkongan atau melalui jalan lainnya. Sedangkan
proses penyusuan dengan cara menuangkan ASI ke dalam mulut tanpa melalui penyusuan
disebut al-wajur, dan menuangkan ASI melalui hidung tanpa melalui penyusuan disebut
al-sauf. Mengenai al-wajur dan al-sauf ini terdapat perbedaan pendapat dikalangan para
ulama. Menurut imam Malik, proses

al-wajur dan al-sauf dapat menyebabkan

hubungan kemahraman atau nasab antara perempuan yang memiliki air susu dan si bayi
yang menghisap atau meminum susu dengan dua cara tersebut.
Dalam fIkih islam rada dapat menimbulkan kemahraman anatar ibu dan bayi yang
disusuinya.dengan menyusui anak kepada wanita lain maka akan menimbulkan
kemahraman antara wanita dan anak yang diduduinya (anak susuan) beserta segenap
keturunan dan kerabat ibu susuan, sehingga haram bagi anak susuan menikahi mereka.

Pada saat ini ibu muda yang berkarir dan baru memiliki anak kesulitan untuk
memberikan ASI (Air Susu Ibu) secara eksklusif untuk bayi-bayinya. Dan ada pula bayi
yang tidak menerima ASI (Air Susu Ibu) karena ibunya tidak dapat mengeluarkan ASI,
ibu si bayi meninggal atau ibu si bayi dapat mengeluarkan ASI tetapi mengalami sakit
yang mungkin bayi dapat tertular apabila mengkonsumsi ASI tersebut.
Saat ini gencar dinegara maju mendirikan Bank ASI, dan beberapa tahun terakhir
ini Indonesia mulai membicarakn tentang donor ASI tetapi belum terdapat Bank ASI. Di
Indonesia hanya terdapat layanan di Rumah Sakit untuk menampung siapa yang
membutuhkan dan siapa yang akan mendonor, apabila ada yang membutuhkan maka
Rumah sakit akan menghubungi pihak pendonor tersebut.

B. Pokok Masalah
Melihat dari lata belakang diatas, maka yang menjadi pokok masalah adalah :
a. Apa hukum dasar yang mewajibkan seorang ibu menyusui?
b. Bagaimana hukum islam tentang donor ASI?
c. Bagaimana hukum kemahraman dari ibu persusuan?
d. Bagaimana pandangan islam tentang Bank ASI?
C. Tujuan Pembahasan
a. Untuk menjelaskan kewajiban seorang ibu memberikan ASI kepada bayinya.
b. Untuk menjelaskan hukum islam tentang donor ASI.
c. Untuk menjelaskan pandangan hukum Islam tentang kemahraman status anak donor
ASI dan ibu yang memberi ASI.
d. Untuk menjelaskan pandangan islam tentang Bank ASI.

BAB II
ISI

A. Pengertian dan dasar hukum rada


Menyusui adalah kewajiban bagi seorang ibu. Seperti yang telah difirmankan
Allah SWT dalam Al-Quran QS Al-Baqarah [2:233]








Artinya : Para ibu hendaknya menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu
bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan
pakaian kepada para ibu dengan cara maruf. Seseorang tidak dibebani melainkan
menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena
anaknyadan seorang aya karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian.
Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran
menurut yang patut. Bertakwalah.
Pengertian rada (penyusuan) adalah menurut jumhur fuqalah ialah segalasesuatu
yang sammpai ke perut bayi melalui kerongkongan atau melalui jalan lainnya. Rada
adalah penyusuan atau menyusui bayi yang dilakukan oleh perempuan lain selain ibunya.
Ini terjadi dikarenakan oleh beberapa sebab. Seperti ibu kandung si bayi tidak
mengeluarkan ASI ibu kandung si bayi tidak mau menyusuinya, ibu kandung si bayi
meninggal, ibu kandung si bayi menderita penyakit yang dapat menular apabila memaksa
untuk menyusui atau memberikan ASInya dan lain sebagainya.

Tentang Pengertian ar- Radha

Para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan ar-radha. Menurut


Hanafiyah bahwa ar-radha adalah seorang bayi yang menghisap puting payudarah
seorang perempuan pada waktu tertentu. Sedangkan Malikiyah mengatakan bahwa arradha adalah masuknya susu manusia ke dalam tubuh yang berfungsi sebagai gizi. As
Syafiiyah mengatakan ar-radha adalah sampainya susu seorang perempuan ke dalam
perut seorang bayi. Al Hanabilah mengatakan ar radha adalah seorang bayi di wah dua
tahun yang menghisap puting payudara perempuan yang muncul akibat kehamilan, atau
meminum susu tersebut atau sejenisnya.
Batasan Umur
Para ulama berbeda pendapat didalam menentukan batasan umur ketika orang
menyusui yang bias menyebabkan kemahraman. Mayoritas ulama mengatakan bahwa
batasannya adalah jika bayi berumur dua tahun kebawah. Dalilnya adalah firman Allah
swt:



Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi
yang ingin menyempurnakan penyusuan. (QS. Al Baqarah: 233)
Hadist Aisyah ra, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:


Hanyasanya persusuan (yang menjadikan seseorang mahram) terjadi karena
lapar(HR Bukhari No. 2647 dan Muslim No.3679).
Jumlah Susuan

Madzhab Syafii dan Hanbali mengatakan bahwa susuan yang mengharamkan


adalah jika telah melewati 5 kali susuan secara terpisah. Hal ini berdasarkan hadits
Aisyah ra berikut ini:
.

. - -
Dahulu dalam Al Qur`an susuan yang dapat menyebabkan menjadi mahram ialah
sepuluh kali penyusuan, kemudian hal itu dinasakh (dihapus) dengan lima kali
penyusuan saja. Lalu Rasulullah saw wafat, dan ayat-ayat Al Qur`an masih tetap di baca
seperti itu. (HR Muslim No.3670)
Cara Menyusu
Para ulama berbeda pendapat tentang tata cara menyusu yang bisa mengharamkan :
Mayoritas ulama mengatakan bahwa yang penting adalah sampainya air susu
tersebut ke dalam perut bayi, sehingga membentuk daging dan tulang, baik dengan cara
menghisap puting payudara dari perempuan langsung, ataupun dengan cara as
suuth (memasukkan susu ke lubang hidungnya), atau dengan cara /al- wujur
(menuangkannya langsung ke tenggorakannya), atau dengan cara yang lain.
Adapun Madzhab Dhahiriyah mengatakan bahwa persusuan yang mengharamkan
hanyalah dengan cara seorang bayi menghisap puting payu dara perempuan secara
langsung. Selain itu, maka tidak dianggap susuan yang mengharamkan. Mereka
berpegang kepada pengertian secara lahir dari kata menyusui yang terdapat di dalam
firman Allah swt:



(Diharamkan atas kamu mengawini) Ibu-ibumu yang menyusui kamu dan saudara
perempuan sepersusuan (QS.An-Nisa: 23)
Sumber : http://zuhdidh.blogspot.com/2011/12/hukum-bank-asi.html

B. Bank ASI menurut Islam


Pengertian Bank ASI
Bank ASI adalah sarana tempat penyimpanan dan penyaluran ASI dari pendonor
ASI yang kemudian diberikan untuk ibu-ibu yang tidak dapat memberikan ASI untuk
bayinya. Ibu yang memiliki ASI berlebih dapat menjadi pendonor. ASI biasanya disimpan
dalam plastic atau wadah yang sesuai dan steril dan kemudian dibekukan dalam lemari es
agar terhindar dari bakeri.
Bank ASI belum terdapat di Indonesia, tetapi Bank ASI sudah banyak berdiri di
negara maju seperti Amerika Human Milk Banking Associaton of North America
(HMBANA). Bank ASI juga dipraktikan di Inggris (Mother Milk Bank of New England).
Bayi-bayi di Inggris, Amerika dan Australia (Mother Milk Bank Austin) dan India (Indian
Mother Milk Bank). Bank ASI tersebut dapat bertahan berdiri dan mampu memenuhi
kebutuhan ASI bagi bayi yang membutuhkan.
Pada beberapa tahun terakhir Indonesia mulai gencar tentang Bank ASI tersebut.
Namun sampai saat ini belum terlaksana di Indonesia. Di Indonesia proses donor hanya
dilakukan oleh suatu lembaga independent dan klinik Rumah Sakit. Diantaranya adalah
lembaga Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) dan klinik
sebagainya.

Laktasi dan lain

Hukum Tentang Bank ASI


Seorang bayi boleh saja menyusu kepada wanita lain, bila air susu ibunya tidak
memadai, atau karena suatu hal, ibu kandung bayi tidak dapat menyusuinya. Status ibu
yang menyusukan seorang bayi, sama dengan ibu kandung sendiri, tidak boleh kawin
dengan wanita itu, dan anak-anaknya. Dalam hukum islam disebut sebagai saudara
sepersusuan. Gambaran yang dikemukakan jelas bahwa siapa wanita yang menyusukan
dan siapa pula bayi yang disusukan itu hukumnya jelas yaitu sama dengan mahram.
Sekarang yang menjadi perrsoalan ialah, air susu yang disimpan pada Bank ASI, maka air
susu itu sama saja seperti darah yang disumbangkan untuk kemaslahatan umat.
Sebagaimana darah boleh diterima dari siapa saja dan boleh diberikan kepada yang
memerlukannya, maka air susupun demikian juga hukumnya.
Bedanya ialah darah najis, sedangkan air susu bukan najis. Oleh sebab itu, darah
baru dapat dipergunakan dalam keadaan darurat atau terpaksa. Namun timbul lagi
pertanyaan bagaimana hubungan antara donor ASI dengan bayi yang menerimanya?
Apakah sama dengan ar-Radhaah atau saudara sepersusuan?
Menurut Ali Hasan, agak sukar menentukan atau mengetahui donor asli itu,
sebagaimana donor darah. Dengan demikian, baik ibu susuan, maupun anak susuan,
tidak saling mengenal. Hal ini berarti, masalah pemanfaatan air susu dari Bank ASI, tidak
dapat disamakan dengan ar-Radhaah. Pemanfaatan air susu dari Bank ASI adalah dalam
keadaan terpaksa (bukan karena haram). Sebab, selagi ibu si bayi itu masih mungkin
menyusukan anak itu, maka itulah sebenarnya yang terbaik. Hubungan psikologis antara
si bayi dan ibunya terjalin juga dengan mesra pada saat menyusukan bayi itu. Si bayi
merasa disayangi dan si ibu pun merasakan bahwa air susunya akan menjadi darah daging
anak itu. Berbeda, kalau air susu yang diminum anaknya itu berasal dari orang lain.
Pertumbuhan dan perkembangan anak itu, dibantu oleh pihak lain, sebagaimana air susu
sapi yang kita kenal selama ini, dan makanan yang khusus dibuat (diproduksi) untuk bayi.

Memperhatikan Perbedaan Pendapat Mengenai Bank ASI


a.

Pendapat Pertama
menyatakan bahwa mendirikan bank ASI hukumnya boleh. Di antara alasan

mereka sebagai berikut: Bayi yang mengambil air susu dari bank ASI tidak bisa menjadi
mahram bagi perempuan yang mempunyai ASI tersebut, karena susuan yang
mengharamkan adalah jika dia menyusu langsung dengan cara menghisap puting
payudara perempuan yang mempunyai ASI, sebagaimana seorang bayi yang menyusu
ibunya. Sedangkan dalam bank ASI, sang bayi hanya mengambil ASI yang sudah
dikemas.
Ulama besar semacam Prof.Dr. Yusuf Al-Qardhawi menyatakan bahwa dia tidak
menjumpai alasan untuk melarang diadakannya Bank ASI. Asalkan bertujuan untuk
mewujudkan mashlahat syariyah yang kuat dan untuk memenuhi keperluan yang wajib
dipenuhi.
Beliau cenderung mengatakan bahwa bank ASI bertujuan baik dan mulia,
didukung oleh Islam untuk memberikan pertolongan kepada semua yang lemah, apa pun
sebab kelemahannya. Lebih-lebih bila yang bersangkutan adalah bayi yang baru
dilahirkan yang tidak mempunyai daya dan kekuatan.
Beliau juga mengatakan bahwa para wanita yang menyumbangkan sebagian air
susunya untuk makanan golongan anak-anak lemah ini akan mendapatkan pahala dari
Allah SWT, dan terpuji di sisi manusia. Bahkan sebenarnya wanita itu boleh menjual air
susunya, bukan sekadar menyumbangkannya. Sebab di masa Nabi (Muhammad) s.a.w.,
para wanita yang menyusui bayi melakukannya karena faktor mata pencaharian.
Sehingga hukumnya memang diperbolehkan untuk menjual air susu.
Bahkan Al-Qardhawi memandang bahwa institusi yang bergerak dalam bidang
pengumpulan air susu itu yang mensterilkan serta memeliharanya agar dapat dinikmati
oleh bayi-bayi atau anak-anak patut mendapatkan ucapan terima kasih dan mudahmudahan memperoleh pahala.

Selain Al-Qaradhawi, yang menghalalkan bank ASI adalah Al-Ustadz Asy-Syeikh


Ahmad Ash-Shirbasi, ulama besar Al-Azhar Mesir. Beliau menyatakan bahwa hubungan
mahram yang diakibatkan karena penyusuan itu harus melibatkan saksi dua orang lakilaki. Atau satu orang laki-laki dan dua orang saksi wanita sebagai ganti dari satu saksi
laki-laki.
Bila tidak ada saksi atas penyusuan tersebut, maka penyusuan itu tidak
mengakibatkan hubungan kemahraman antara ibu yang menyusui dengan anak bayi
tersebut.
b. Pendapat Kedua
menyatakan bahwa mendirikan Bank ASI hukumnya haram. Alasan mereka
bahwa Bank ASI ini akan menyebabkan tercampurnya nasab, karena susuan yang
mengharamkan bisa terjadi dengan sampainya susu ke perut bayi tersebut, walaupun
tanpa harus dilakukan penyusuan langsung, sebagaimana seorang ibu yang menyusui
anaknya.
Di antara ulama kontemporer yang tidak membenarkan adanya Bank ASI adalah
Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhayli. Dalam kitab Fatawa Muashirah, beliau menyebutkan
bahwa mewujudkan institusi bank susu tidak dibolehkan dari segi syariah.
Demikian juga dengan Majma al-Fiqih al-Islamiy melalui Badan Muktamar
Islam yang diadakan di Jeddah pada tanggal 2228 Desember 1985 M./1016 Rabiul
Akhir 1406 H.. Lembaga ini dalam keputusannya (qarar) menentang keberadaan bank air
susu ibu di seluruh negara Islam serta mengharamkan pengambilan susu dari bank
tersebut.
c. Pendapat Ketiga
menyatakan bahwa pendirian Bank ASI dibolehkan jika telah memenuhi beberapa
syarat yang sangat ketat, di antaranya : setiap ASI yang dikumpulkan di Bank ASI, harus
disimpan di tempat khusus dengan menulis nama pemiliknya dan dipisahkan dari ASIASI yang lain. Setiap bayi yang mengambil ASI tersebut harus ditulis juga dan harus
diberitahukan kepada pemilik ASI tersebut, supaya jelas nasabnya. Dengan demikian,
percampuran nasab yang dikhawatirkan oleh para ulama yang melarang bisa dihindari.
Prof.DR. Ali Mustafa Yaqub, MA., salah seorang Ketua MUI Pusat menjelaskan
bahwa tidak ada salahnya mendirikan Bank ASI dan Donor ASI sepanjang itu dibutuhkan
untuk kelangsungan hidup anak manusia. Hanya saja Islam mengatur, jika si ibu bayi
tidak dapat mengeluarkan air susu atau dalam situasi lain ibu si bayi meninggal maka si
bayi harus dicarikan ibu susu. Tidak ada aturan main dalam Islam dalam situasi tersebut

mencarikan susu sapi sebagai pengganti, kendatipun zaman nabi memang tidak ada susu
formula tapi susu kambing dan sapi sudah ada, . ini berarti bahwa mendirikan Bank ASI
dan donor ASI boleh-boleh saja karena memang Islam tidak mentoleransi susu yang lain
selain susu Ibu sebagai susu pengganti dari susu ibu kandungnya.
Hanya saja pencatatannya harus benar dan kedua keluarga harus dipertemukan
serta diberikan sertifikat. Karena 5 kali meminum susu dari ibu menyebabkan menjadi
mahramnya si anak dengan keluarga si ibu susu. Artinya anak mereka tidak boleh
menikah.
Menurut Prof. Ali, masalah menyusu langsung atau tidak langsung, itu hanya
masalah teknik mengeluarkan susu saja, hukumnya sama. Jika sudah 5 kali meminum
susu maka jatuh hukum mahram kepada keduanya.
Sumber : http://khasan-fauzi.blogspot.com/2013/04/normal-0-false-false-false-en-us-xnone.html

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari yang telah dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa Bank ASI berdiri karena
kesadaran masyarakat akan pentingnya ASI bagi tumbuh kembang bayi. Bank ASI
merupakan sarana yang digunakan untuk menampung dan mendistribusikannya kepada
yang membutuhkan.
Saran
Pemberian ASI ke bayi yang berasal dari Bank ASI sebis mungkin dihindari. Lebih baik
menolok mudharat dari pada mengambil kemaslahatan. Agar terhindar dari pencampuran
nasab yang akan menimbulkan masalah baru yang lebih komplek. Tetapi jika memang
dalam keadaan terpaksa dan sangat mendesak dapat menggunakan jasa Bank ASI.

DAFTAR PUSTAKA

http://khasan-fauzi.blogspot.com/2013/04/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
http://zuhdidh.blogspot.com/2011/12/hukum-bank-asi.html
http://www.tafsir.web.id/2013/01/tafsir-nisa-ayat-22-23.html

Anda mungkin juga menyukai