Anda di halaman 1dari 24

REFERAT

LIMFOMA MALIGNA

Pembimbing:
Dr.Yeppy A.N., Sp.B, FINaCS, MM

Penyusun:
HERU TRI PURWANTO
110.2010.122

Kepaniteraan Ilmu Bedah


RSUD Soreang
2014
1

LIMFOMA MALIGNA

1.1 Definisi
Limfoma Maligna adalah keganasan primer jaringan limfoid yang bersifat padat. Penyakit ini
dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu penyakit Hodgkin dan limfoma non Hodgkin (LNH).1
1.2 Etiologi
Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi
sering dikaitkan dengan virus, khususnya virus Epstein Barr yang ditemukan pada limfoma
Burkitt. Terdapat kaitan jelas antara limfoma Hodgkin dan infeksi virus Epstein Barr. Pada
kelompok terinfeksi HIV, insiden limfoma Hodgkin agak meningkat dibanding masyarakat
umum, selain itu manifestasi klinis limfoma Hodgkin yang terkait HIV sangat kompleks, sering
kali terjadi pada stadium lanjut penyakit, mengenai regio yang jarang ditemukan, seperti
sumsum tulang, kulit, meningen, dll.5,6
Infeksi virus dan regulasi abnormal imunitas berkaitan dengan timbulnya
limfoma non Hodgkin, bahkan kedua mekanisme tersebut saling berinteraksi. Virus
RNA, HTLV-1 berkaitan dengan leukemia sel T dewasa, virus imunodefisiensi humanus (HIV)
yang menyebabkan AIDS, defek imunitas yang diakibatkan berkaitan dengan timbulnya
keganasan limfoma sel B yang tinggi, virus hepatitis C (HCV) berkaitan dengan timbulnya
limfoma sel B indolen. Gen dari virus DNA, virus Epstein Barr (EBV) telah ditemukan
terdapat di dalam genom sel limfoma Burkitt Afrika. Infeksi kronis Helicobacter pylori
berkaitan jelas dengan timbulnya limfoma lambung, terapi eliminasi H. Pylori dapat
menghasilkan remisi pada 1/3 lebih kasus limfoma lambung. Defek imunitas dan menurunnya
regulasi imunitas berkaitan dengan timbulnya limfoma non Hodgkin, termasuk AIDS, reseptor
cangkok organ, sindrom defek imunitas kronis, penyakit autoimun.5,6
Patogenesis morbus Hodgkin mungkin kompleks dan masih banyak hal yang kurang
jelas dalam bidang ini.

1.3 Sistem Limfatik


Sistem limfatik adalah bagian dari sistem imun. Sistem limfatik terdiri dari:3,4
1) Pembuluh limfe
Sistem limfatik memiliki jaringan terhadap pembuluh-pembuluh limfe. Pembuluhpembuluh limfe tersebut yang kemudian akan bercabang-cabang ke semua jaringan
tubuh.
2) Limfe
Pembuluh-pembuluh limfe membawa cairan jernih yang disebut limfe. Limfe terdiri
dari sel-sel darah putih, khususnya limfosit seperti sel B dan sel T.
3) Nodus Limfatikus
Pembuluh-pembuluh limfe terhubung ke sebuah massa kecil dan bundar dari jaringan
yang disebut nodus limfatikus. Kumpulan dari nodus limfatikus ditemukan di leher,
bawah ketiak, dada, perut, dan lipat paha. Nodus limfatikus dipenuhi sel-sel darah
putih. Nodus limfatikus menangkap dan membuang bakteri atau zat-zat berbahaya
lainnya yang berada di dalam limfe.
4) Bagian sistem limfe lainnya
Bagian sistem limfe lainnya terdiri dari tonsil, timus, dan limpa. Sistem limfatik juga
ditemukan di bagian lain dari tubuh yaitu pada lambung, kulit, dan usus halus.
1.4 Fisiologi dan peran sistim limfatik
Sistim limfatik adalah suatu bagian penting dari sistem kekebalan tubuh, membentengi tubuh
terhadap infeksi dan berbagai penyakit, termasuk kanker. Suatu cairan yang disebut getah
bening bersirkulasi melalui pembuluh limfatik, dan membawa limfosit (sel darah putih)
mengelilingi tubuh. Pembuluh limfatik melewati kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening
berisi sejumlah besar limfosit dan bertindak seperti penyaring, menangkap organisme yang
menyebabkan infeksi seperti bakteri dan virus.
Kelenjar getah bening cenderung bergerombol dalam suatu kelompok seperti pada
sekelompok besar di ketiak, di leher dan lipat paha. Ketika suatu bagian tubuh terinfeksi atau
bengkak, kelenjar getah bening terdekat sering membesar dan nyeri. Hal berikut ini terjadi,
sebagai contoh, jika seseorang dengan sakit leher mengalami pembengkakan kelenjar di leher,
cairan limfatik dari tenggorokan mengalir ke dalam kelenjar getah bening di leher, dimana
organisme penyebab infeksi dapat dihancurkan dan dicegah penyebarannya ke bagian tubuh
lainnya.3,4
3

1.4.1 Peran penting dari sel T dan sel B


Ada dua jenis utama sel limfosit:

Sel T
Sel B
Seperti jenis sel darah lainnya, limfosit dibentuk dalam sumsum tulang. Kehidupannya

dimulai dari sel imatur yang disebut sel induk. Pada awal masa kanak-kanak, sebagian limfosit
bermigrasi ke timus, suatu organ di puncak dada, dimana mereka menjadi matur menjadi sel T.
Sisanya tetap tinggal di sumsum tulang dan menjadi matur disana sebagai sel B. Sel T dan sel
B keduanya berperan penting dalam mengenali dan menghancurkan organisme penyebab
infeksi seperti bakteri dan virus. Dalam keadaan normal, kebanyakan limfosit yang bersirkulasi
dalam tubuh adalah sel T. Mereka berperan untuk mengenali dan menghancurkan sel tubuh
yang abnormal (sebagai contoh sel yang telah diinfeksi oleh virus).3,4
Sel B mengenali sel dan materi asing (sebagai contoh, bakteri yang telah menginvasi
tubuh). Jika sel ini bertemu dengan protein asing (sebagai contoh, di permukaan bakteri),
mereka memproduksi antibodi, yang kemudian melekat pada permukaan sel asing dan
menyebabkan perusakannya3,7
Limfoma adalah suatu penyakit limfosit. Ia seperti kanker, dimana limfosit yang
terserang berhenti beregulasi secara normal. Dengan kata lain, limfosit dapat membelah secara
abnormal atau terlalu cepat, dan atau tidak mati dengan cara sebagaimana biasanya. Limfosit
abnormal sering terkumpul di kelenjar getah bening, sebagai akibatnya kelenjar getah bening
ini akan membengkak.7
Karena limfosit bersirkulasi ke seluruh tubuh, limfoma (kumpulan limfosit abnormal)
juga dapat terbentuk di bagian tubuh lainnya selain di kelenjar getah bening. Limpa dan
sumsum tulang adalah tempat pembentukan limfoma di luar kelenjar getah bening yang sering,
tetapi pada beberapa orang limfoma terbentuk di perut, hati atau yang jarang sekali di otak.
Bahkan, suatu limfoma dapat terbentuk di mana saja. Seringkali lebih dari satu bagian tubuh
terserang oleh penyakit ini.

LIMFOMA NON HODGKIN

2.1 Definisi
Limfoma malignum non Hodgkin atau limfoma non Hodgkin adalah suatu keganasan primer
jaringan limfoid yang bersifat padat. Limfoma non Hodgkin merupakan penyakit yang
4

heterogen, tergantung dari gambaran klinik, imunofenotiping dan respons terhadap terapi.
Gambaran penyakit yang progresif lebih sering didapatkan pada anak dibanding dewasa.
Demikian pula gambaran histopatologik difus sering didapatkan pada anak (90%) daripada
gambaran noduler atau fotikuler pada dewasa. 1 Lebih dari 45.000 pasien didiagnosis sebagai
limfoma non Hodgkin (LNH) setiap tahun di Amerika Serikat. Limfoma non Hodgkin,
khususnya limfoma susunan saraf pusat biasa ditemukan pada pasien dengan keadaan
defisiensi imun dan yang mendapat obat-obat imunosupresif, seperti pada pasien dengan
transplantasi ginjal dan jantung.1,3,6
2.2 Epidemiologi
Limfoma merupakan penyakit keganasan yang sering ditemukan pada anak, hampir sepertiga
dari keganasan pada anak setelah leukemia dan keganasan susunan syaraf pusat. Angka
kejadian tertinggi pada umur 7-10 tahun dan jarang dijumpai pada usia di bawah 2 tahun. Lakilaki lebih sering bila dibandingkan dengan perempuan dengan perbandingan 2,5:1. Angka
kejadiannya setiap tahun diperkirakan meningkat dan di AS 16,4 persejuta anak di bawah usia
14 tahun. Angka kejadian limfoma malignum di Indonesia sampai saat ini belum diketahui
dengan pasti.1
2.3 Gambaran Histologik
Anggapan pertama adalah bahwa status diferensiasi limfosit dapat dilihat dari ukuran dan
konfigurasi intinya, sel-sel limfoid yang kecil dan bulat dianggap sebagai sel-sel yang
berdiferensiasi baik, dan sel-sel limfoid kecil yang tidak beraturan bentuknya dianggap sebagai
limfosit yang berdiferensiasi buruk. Anggapan kedua adalah sel-sel limfoid besar dengan inti
vesikular dan mempunyai banyak sitoplasma yang biasanya berwarna pucat dianggap berasal
dari golongan monosit makrofag (histiosit). 1,3,6
Klasifikasi histopatologik sangat komplek dan tumpang tindih dengan klasifikasi yang
lain misalnya klasifikasi imunologik, sitogenetik maupun molekuler sehingga masih
membingungkan. Klasifikasi yang banyak dipergunakan adalah dari Rappaport (R), Kiel (K),
Lukes dan Collins, WHO, dan Working Formulation (WF) (tabel II.1).1
Tabel 3.3.1 Klasifikasi histopatologik LNH pada anak.1
Kiel
High grade

Rappaport

Working Formula
High grade

Limfoma Burkitts dan bentuk Difuse undifferentiated

Small non cleaved cell

lainnya
Limfoblastik konvoluted

Limfoblastik

(Burkitts & non burkitts)


Limfoblastik difus

Limfoblastik non klasifikasi


5

Imunoblastik

Histositik difus

Sentroblastik

Imunoblastik sel besar


Intermediate grade
Difus sel besar

Limfoma non Hodgkin pada anak seringkali mempunyai gambaran yang difus dan
dimasukkan dalam 3 kategori gambaran histologik sebagai berikut:
1) Limfoblastik Burkitts (K) atau small non cleaved (WF)
2) Limfoblastik (WF) non Burkitts (K)
3) Imunoblastik dan sentroblastik (K) atau large cell (WF)
Dua kelompok yang pertama paling banyak ditemukan yaitu mencapai 70-90% dari
kasus yang terdiagnosis.
2.3.1 Imunofenotiping1
Dengan pemeriksaan ini akan lebih jauh dapat mengetahui tentang Limfoma Non Hodgkin,
khususnya dengan ditemukannya antibodi monoklonal yang dapat diidentifikasi adanya antigen
permukaan baik pada sel B maupun sel T juga pada tingkat pematangan sel. Antibodi tersebut
digolongkan dalam cluster differentiation (CD).
Dengan pemeriksaan tersebut di atas limfoma non Hodgkin pada anak dapat
dikelompokkan ke dalam 3 kelompok:
1) Proliferasi sel B yang ditandai dengan adanya imunoglobulin monoklonal di
permukaan sel.
2) Proliferasi sel T
3) Proliferasi non T-non B
Pembagian ini nampaknya hampir sama pada LLA.

2.3.2 Sitogenetik dan Biologi Molekuler1


Pemeriksaan sitogenetik dan biologi molekuler saat ini sangat berarti dalam membantu kita
mengetahui proses limfoma non Hodgkin lebih mendalam tetapi belum dapat dipergunakan
untuk tindakan terapi. Pada limfoma Burkitts sel tumor ditandai oleh adanya translokasi pada
lengan panjang kromosom 8, regio q 23-q 24 t (8;14) (q24;q32), beberapa versi lainnya t(2;8)
(p12;p24) dan t(8;2) (q24;q11).
2.4 Etiologi dan Patogenesis
Penyebab pasti limfoma non Hodgkin tidak diketahui, namun LNH dapat disebabkan oleh
abnomalitas sitogenik, seperti translokasi kromosom dan infeksi virus. Translokasi kromosom
dan perubahan molekular sangat berperan penting dalam patogenesis limfoma, dan
berhubungan dengan histologi dan imunofenotiping. Translokasi t(14;18)(q32;q21) adalah
translokasi kromosomal abnormal yang paling sering dihubungkan dengan LNH. Beberapa
infeksi virus berperan dalam patogenesis LNH, seperti virus Epstein Barr yang merupakan
6

penyebab paling sering pada limfoma Burkitt, limfoma pada pasien dengan imunocompremised
dan penyakit Hodgkin.3,6
2.5 Faktor resiko limfoma non Hodgkin
Terdapat beberapa faktor resiko yang diketahui berpengaruh pada LNH, walaupun demikian,
faktor-faktor resiko ini tidak diperhitungkan melebihi bagian kecil dari jumlah seluruh kasus
limfoma non Hodgkin. Pada kebanyakan pasien dengan limfoma non Hodgkin, tidak ada
penyebab penyakit yang dapat ditemukan. Lebih jauh lagi, banyak orang yang terpapar pada
salah satu faktor resiko yang diketahui tidak menderita limfoma non Hodgkin.3 Beberapa faktor
resiko tersebut seperti infeksi, imunosupresi,dan faktor lingkungan.
2.5.1 Infeksi sebagai faktor risiko limfoma non Hodgkin
Beberapa infeksi virus telah memperlihatkan adanya hubungan dengan peningkatan limfoma
non Hodgkin. Hal ini mungkin berhubungan dengan kemampuan virus dalam menginduksi
stimulasi antigen kronik dan disregulasi sitokin yang menyebabkan stimulasi, proliferasi, dan
limfomagenesis yang tidak terkontrol dari sel B dan sel T.3Beberapa virus tersebut antara lain:

Human immunodeficiency virus (HIV/AIDS)

Human T cell leukemia-lymphoma virus-1 (HTLV-1)

Epstein-Barr virus (EBV)

Gambar 3.5.1.1 Ilustrasi Virus3

Orang dengan HIV positif lebih mungkin mengidap limfoma non Hodgkin dari pada orang
lainnya. Munculnya limfoma non Hodgkin pada orang dengan HIV positif mengindikasikan
bahwa full-blown AIDS telah terjadi. 3
Meningkatnya risiko kemungkinan terjadi karena penekanan sistim kekebalan yang
disebabkan oleh infeksi HIV. AIDS-yang berhubungan dengan limfoma non Hodgkin
memberikan gambaran tidak seperti umumnya atau timbul disisi yang tidak umum
dibandingkan dengan jenis limfoma non Hodgkin. 3

Virus Epstein-Barr adalah virus yang umum, menyerang kebanyakan orang pada suatu
waktu tertentu dalam masa hidupnya, dan mengakibatkan infeksi singkat atau demam
glandular. Akan tetapi, dalam sejumlah kecil kasus ekstrim, ia dikaitkan dengan Limfoma
Burkitt dan bentuk limfoma non Hodgkin yang berhubungan dengan imunosupresi. 2,3
Human T-cell leukaemia-lymphoma virus-1 (HTLV-1), aslinya berasal dari Jepang dan
Karibia, juga suatu penyebab yang sangat jarang dari limfoma non Hodgkin, terdapat suatu
jarak antara infeksi virus dan timbulnya penyakit. 2,3
Infeksi bakterial lebih jarang dikaitkan dengan limfoma non Hodgkin dibandingkan
dengan infeksi virus. Akan tetapi, infeksi dengan Helicobacter pylori, yang dapat menyebabkan
tukak lambung dan menyerang lambung, dihubungkan dengan bentuk limfoma yang jarang
yang dikenal sebagai limfoma MALT, yang biasanya timbul di lambung. Antibiotik untuk
mengeradikasi infeksi bakteri sering menyembuhkan kondisi ini, jika diberikan cukup dini. 2,3
Gambar 3.5.1.2 Ilustrasi Bakteri3

(Infeksi bakterial lebih jarang dikaitkan dengan limfoma non Hodgkin dibandingkan dengan
infeksi virus)5
2.5.2 Imunosupresi sebagai faktor risiko untuk limfoma non Hodgkin
Orang dengan imunosupresi, dimana sistim pertahanannya menurun, menghadapi peningkatan
risiko terserang limfoma non Hodgkin. Hal ini mungkin karena kontrol multiplikasi sel B
tergantung pada fungsi normal sel T. Jika fungsi sel T menjadi abnormal, seperti pada kasus
orang dengan imunosupresi, sel B dapat berlipat ganda melalui suatu cara yang tidak
terkontrol, meningkatkan peluang untuk terserang penyakit ini. 2,3
Salah satu sebab utama imunosupresi adalah obat yang diberikan untuk mencegah
penolakan dari organ yang ditransplantasikan atau transplantasi sumsum tulang. Pasien yang
mendapatkan transplantasi organ mempunyai peningkatan risiko menderita limfoma non
Hodgkin. 2,3
2.6 Perjalanan alamiah penyakit
Limfoma non Hodgkin indolen kadang-kadang dikenal sebagai limfoma non Hodgkin tumbuh
lambat atau level rendah. Sesuai dengan namanya, limfoma non Hodgkin indolen tumbuh
sangat lambat. Secara tipikal ia pada awalnya tidak menimbulkan gejala, dan mereka sering
tetap tidak terdeteksi untuk beberapa saat. Tentunya, mereka sering ditemukan secara
8

kebetulan, seperti ketika pasien mengunjungi dokter untuk sebab lainnya. Dalam hal ini, dokter
mungkin menemukan pembesaran kelenjar getah bening pada pemeriksaan fisik rutin.
Kadangkala, suatu pemeriksaan, seperti pemeriksaan darah, atau suatu sinar-X, dada, mungkin
menunjukkan sesuatu yang abnormal, kemudian diperiksa lebih lanjut dan ditemukan terjadi
akibat limfoma non Hodgkin. Akan tetapi, beberapa pasien limfoma non Hodgkin indolen
berobat ke dokter karena gejalanya.3
Gejala yang paling sering adalah pembesaran kelenjar getah bening, yang kelihatan
sebagai benjolan, biasanya di leher, ketiak dan lipat paha. Pada saat diagnosis pasien juga
mungkin mempunyai gejala lain dari limfoma non Hodgkin. Limfoma non Hodgkin indolen
tumbuh lambat dan sering tanpa menyebabkan stadium banyak diantaranya sudah dalam
stadium lanjut saat pertama terdiagnosis.3
2.7 Manifestasi Klinik
Limfoma non Hodgkin mempunyai gambaran klinis oleh massa abdominal dan intrathorakal
(massa mediastinum) yang sering kali disertai dengan adanya efusi pleura. Pada anak yang
lebih besar massa mediastinal ini seringkali (25-35%) ditemukan khususnya pada limfoma
limfoblastik sel T. Gejala yang menonjol adalah nyeri, disfagia, sesak napas, pembengkakan
daerah leher, muka, dan sekitar leher akibat adanya obstruksi vena cava superior.
Pembengkakan kelenjar limfe (limfadenopati) di sebelah atas diafragma meliputi leher,
supraklavikula atau aksiler, tetapi jarang sekali retroperitoneal. Adanya pembesaran kelenjar
limpa dan hati menunjukkan adanya keterlibatan sumsum tulang dan seringkali pasien
menunjukkan gejala-gejala leukemia limfoblastik akut, jarang sekali melibatkan gejala susunan
saraf pusat, kadang-kadang disertai pembesaran testis.1,2,3
Limfoma limfoblastik merupakan bentuk yang berkembang secara progresif, dengan
gejala yang timbul dalam waktu singkat kurang dari satu bulan. Gambaran laboratorium
biasanya masih dalam batas normal, dengan kadar LDH dan asam urat yang meningkat sebagai
akibat adanya tumor lisis maupun adanya nekrosis jaringan.1
Gejala awal yang dapat dikenali adalah pembesaran kelenjar getah bening di suatu tempat
(misalnya leher atau selangkangan) atau di seluruh tubuh. Kelenjar membesar secara perlahan
dan biasanya tidak menyebabkan nyeri. Kadang pembesaran kelenjar getah bening di tonsil
(amandel) menyebabkan gangguan menelan. Pembesaran kelenjar getah bening jauh di dalam
dada atau perut bisa menekan berbagai organ dan menyebabkan: 1,2,3
-gangguan pernapasan
- berkurangnya nafsu makan
- sembelit berat
9

- nyeri perut
- pembengkakan tungkai.
Jika limfoma menyebar ke dalam darah bisa terjadi leukemia. Limfoma dan leukemia
memiliki banyak kemiripan. Limfoma non-Hodgkin lebih mungkin menyebar ke sumsum tulang,
saluran pencernaan dan kulit. Pada anak-anak, gejala awalnya adalah masuknya sel-sel limfoma
ke dalam sumsum tulang, darah, kulit, usus, otak dan tulang belakang; bukan pembesaran
kelenjar getah bening. Masuknya sel limfoma ini menyebabkan anemia, ruam kulit dan gejala
neurologis (misalnya kelemahan dan sensasi yang abnormal). Biasanya yang membesar adalah
kelenjar getah bening di dalam, yang menyebabkan:
pengumpulan cairan di sekitar paru-paru sehingga timbul sesak napas
penekanan usus sehingga terjadi penurunan nafsu makan atau muntah
penyumbatan kelenjar getah bening sehingga terjadi penumpukan cairan.

Tabel 3.7.1 Rangkuman Berbagai Gejala1,2,3


Kemungkinan timbulnya
gejala

Gejala

Penyebab

Gangguan pernapasan
Pembengkakan wajah
Hilang nafsu makan
Sembelit berat
Nyeri perut atau perut
kembung

Pembesaran kelenjar getah bening


20-30%
di dada

Pembengkakan tungkai

Pembesaran kelenjar getah bening


30-40%
di perut
Penyumbatan pembuluh getah
10%
bening di selangkangan atau perut

Penurunan berat badan


Diare
Penyebaran limfoma ke usus halus
Malabsorbsi
Pengumpulan cairan di sekitar
Penyumbatan pembuluh getah
paru-paru
bening di dalam dada
(efusi pleura)
Daerah kehitaman dan
menebal di kulit yang terasa Penyebaran limfoma ke kulit
gatal
Penurunan berat badan
Penyebaran limfoma ke seluruh
Demam
tubuh
Keringat di malam hari
Anemia
Perdarahan ke dalam saluran
10

10%>

20-30%

10-20%

50-60%
30%,

pada

akhirnya

bisa

pencernaan
Penghancuran sel darah merah
oleh limpa yang membesar &
terlalu aktif
Penghancuran sel darah merah
oleh antibodi abnormal (anemia
(berkurangnya jumlah sel
hemolitik)
mencapai 100%
darah merah)
Penghancuran sumsum tulang
karena penyebaran limfoma
Ketidakmampuan sumsum tulang
untuk menghasilkan sejumlah sel
darah merah karena obat atau
terapi penyinaran
Penyebaran ke sumsum tulang dan
kelenjar getah bening,
Mudah terinfeksi oleh bakteri
20-30%
menyebabkan berkurangnya
pembentukan antibodi
2.8 Stadium Limfoma Non Hodgkin
Penentuan stadium sangat penting untuk diagnosis, adanya keterlibatan beberapa jaringan
limfoid serta implikasinya pada pengobatan. Penentuan stadium yang paling banyak digunakan
adalah dari St. Jude Childrens Research Hospital (Tabel II.2).1
Tabel 3.8.1 Skema Stadium LNH dari St.Jude Childrens Research Hospital. 1
I

Tumor tunggal ekstranodal atau tumor di daerah tunggal nodal, kecuali di

II

daerah mediastinum atau abdomen


Tumor tunggal (ekstranodal) dengan keterlibatan kelenjar regional pada satu
sisi diafragma pada dua atau lebih area nodul
Dua tumor (ekstranodal) dengan atau tanpa keterlibatan kelenjar regional
Tumor lebih dari satu, tetapi masih satu sisi dengan diafragma
Tumor primer pada gastrointestinal (ileosaekal) dengan atau tanpa

III

IV

keterlibatan kelenjar mesenterium


Tumor lebih dari dua (ekstranodal) pada kedua sisi diafragma
Tumor dua atau lebih pada satu sisi diafragma
Tumor primer di daerah intrathorakal (mediastinal, pleura, timus)
Tumor meluas pada intraabdominal yang tidak dapat direseksi
Tumor pada paraspinal atau epidural
Tumor meluas dan penyebaran ke sumsum tulang atau susunan saraf pusat

2.9 Diagnosis
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik sangat penting, diagnosis ditegakkan dengan biopsi,
pemeriksaan sitologis cairan efusi maupun aspirasi sumsum tulang, bila dimungkinkan dengan

11

pemeriksaan imunologik dan sitogenik untuk membedakan antara sel B atau sel T. Kriteria
untuk masing-masing kelompok tersebut adalah:1
a) Limfoblastik sel B ditandai oleh:
Ditemukannya imunoglobulin monoklonal sel B pada permukaan sel dan pertanda
sel B lainnya misalnya: CD 19-24
Translokasi (8;14), t(2;8), atau t(8;22)
Gambaran histologis: Burkitts dan B limfoblastik (K) atau undifferentiated atau
small non cleaved (W)
Gambaran L3 pada klasifikasi FAB
Primernya ada di intra abdominal
b) Limfoblastik sel T ditandai oleh:
Petanda sel T positif (misal CD 3, 5-8)
Gambaran histologi: limfoblastik
Gambaran L1 atau L2 pada klasifikasi FAB
Reaksi positif dengan asam fosfat
Primer pada kelenjar timus
Pemeriksaan lain yang diperlukan adalah pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan fungsi
hati dan funsi ginjal, cairan serebrospinal, asam urat, LDH, USG abdomen, bone scan.
2.10 Tata Laksana
Limfoma non Hodgkin khususnya limfoma limfoblastik sel T seringkali disertai dengan
berbagai komplikasi, untuk itu dibutuhkan pengelolaan secepatnya. Sebelum pengobatan
dengan kemoterapi harus diperhatikan terlebih dahulu problem jalan napas, pembuluh darah
dan gangguan metabolik yang ada.1
Pemberian alopurinol, hidrasi yang cukup, dan alkalinisasi urin perlu segera diberikan
pada pasien dengan tumor yang cukup luas untuk mencegah terjadinya nefropati akibat lisis
tumor yang seringkali terjadi pada limfoma limfoblastik sel T.1 Terapi yang dilakukan biasanya
melalui pendekatan multidisiplin.Terapi yang dapat dilakukan adalah:2,3
1. Derajat Keganasan Rendah (DKR)/indolen:
Pada prinsipnya simtomatik:
- Kemoterapi: obat tunggal atau ganda (per oral), jika dianggap perlu: COP
(Cyclophosphamide, Oncovin, dan Prednisone)
- Radioterapi: LNH sangat radiosensitif. Radioterapi ini dapat dilakukan untuk
lokal dan paliatif.
Radioterapi: Low Dose TOI + Involved Field Radiotherapy
2. Derajat Keganasan Menengah (DKM) / agresif limfoma:
-Stadium I: Kemoterapi (CHOP/CHVMP/BU) + radioterapi

CHOP

(Cyclophosphamide, Hydroxydouhomycin,Oncovin, Prednisone)


- Stadium II - IV: kemoterapi parenteral kombinasi, radioterapi berperan untuk
tujuan paliasi.
3. Derajat Keganasan Tinggi (DKT)
12

DKT Limfoblastik (LNH-Limfoblastik)


- Selalu diberikan pengobatan seperti Leukemia Limfoblastik Akut (LLA)
- Re-evaluasi hasil pengobatan dilakukan pada:
a. Setelah siklus kemoterapi keempat
b. Setelah siklus pengobatan lengkap
Pasien dengan limfoma non Hodgkin agresif dapat didiagnosis pada stadium dini
(stadium I atau II). Ini disebabkan karena mereka umumnya menyadari pertumbuhan yang
cepat dari kelenjar getah bening yang terkena dan karenanya mengunjungi dokter dan cepat
dirujuk untuk pengobatan oleh dokter spesialis.5
Pengobatan yang biasa diberikan untuk pasien dengan limfoma non Hodgkin agresif
stadium dini adalah beberapa jadwal kemoterapi, kombinasi, dengan lebih dari satu obat
kemoterapi yang diberikan, biasanya bersama dengan steroid, seperti prednisolon (contohnya,
CHOP). Di kebanyakan negara, diberikan antibodi monoklonal rituximab dalam kombinasi
dengan kemoterapi CHOP sebagai terapi standar. Antibodi monoklonal meningkatkan
efektivitas pengobatan bermakna, tanpa meningkatkan efek samping.2,3,6
Radioterapi terkadang diberikan setelah kemoterapi. Jarang kedua pengobatan diberikan
pada saat yang sama. Radioterapi ditujukan secara spesifik terhadap kelenjar getah bening yang
terkena. Pengobatan stadium dini (stadium I dan II) limfoma non Hodgkin agresif dapat
mencapai kesembuhan atau remisi pada sekitar 80% pasien. Beberapa pasien tidak memberikan
respon terhadap terapi standar. Pada pasien-pasien ini, dan pada mereka yang mengalami
kekambuhan, diperlukan pengobatan lebih lanjut. 2,3,6
Pasien yang didiagnosis dengan limfoma non Hodgkin agresif pada stadium lanjut
(stadium III atau IV) diberi kemoterapi kombinasi dengan ataupun tanpa antibodi monoklonal.
Meski demikian, kemoterapi kadang-kadang diberikan lebih lama daripada pada penyakit
stadium awal dan mungkin juga diberikan radioterapi. Secara keseluruhan, antara 40% dan
70% pasien dengan limfoma non Hodgkin agresif dapat disembuhkan dengan pengobatan
pertama. 2,3,6
2.11 Prognosis
Banyak pasien yang dapat mencapai respons sempurna, sebagian diantaranya dengan limfoma
sel besar difus, dapat berada dalam keadaan bebas gejala dalam periode waktu yang lama dan
dapat pula disembuhkan. Pemberian regimen kombinasi kemoterapi agresif berisi doksorubisin
mempunyai respons sempurna yang tinggi berkisar 40-80%.2,6
BAB IV
PENYAKIT HODGKIN
13

Sampai saat ini masih belum diketahui dengan jelas etiologi maupun patologi penyakit
Hodgkin, namun diakui bahwa banyak di antara anak dengan penyakit Hodgkin yang mampu
bertahan hidup dalam beberapa tahun. Masih banyak kontroversi tentang tumor yang seringkali
terjadi pada limfoma limfoblastik sel T.1
3.1 Definisi
Penyakit Hodgkin adalah kanker yang berawal dari sel-sel sistem imun. Penyakit Hodgkin
berawal saat sel limfosit yang biasanya adalah sel B (sel T sangat jarang) menjadi abnormal.
Sel limfosit yang abnormal tersebut dinamakan sel Reed Sternberg.7
Sel Reed Sternberg tersebut membelah untuk memperbanyak dirinya. Sel Reed Sternberg
yang terus membelah membentuk begitu banyak sel limfosit abnormal. Sel-sel abnormal ini
tidak mati saat waktunya tiba dan mereka juga tidak melindungi tubuh dari infeksi maupun
penyakit lainnya. Pembelahan sel abnormal yang terus menerus ini menyebabkan terbentuknya
massa dari jaringan yang disebut tumor. 7
Jaringan limfatik banyak terdapat dalam banyak bagian tubuh, sehingga penyakit
Hodgkin dapat berawal dari mana saja. Biasanya penyakit Hodgkin pertama kali ditemukan
pada nodus limfatikus di atas diafragma, pada otot tipis yang memisahkan rongga thoraks dan
rongga abdomen. Tetapi penyakit Hodgkin mungkin juga dapat ditemukan di kumpulan nodus
limfatikus.
3.2 Epidemiologi1
Angka kejadian penyakit Hodgkin mempunyai kurva bimodal yang khas baik pada laki-laki
maupun pada perempuan, dengan salah satu puncaknya pada usia 15-30 tahun yang diikuti
dengan puncak lainnya pada usia 45-55 tahun.
Di negara-negara industri umur puncak pertama dicapai pada umur 20 tahun dan puncak
kedua pada umur 50 tahun. Sementara di negara sedang berkembang seperti Indonesia, umur
puncak terjadi pada umur sebelum remaja.
Studi epidemiologi menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bentuk dari penyakit
Hodgkin, karakteristik ini mungkin menunjukkan adanya perbedaan kausa yang mendasarinya:
1) Bentuk yang ditemukan pada masa kanak-kanak, banyak ditemukan pada usia 14
tahun atau lebih muda
2) Bentuk dewasa muda yang ditemukan pada umur 15 sampai 34 tahun
3) Bentuk dewasa yang ditemukan pada usia 55-74 tahun
Secara umum dikatakan bahwa laki-laki lebih banyak bila dibandingkan dengan perempuan.

14

3.3 Faktor Risiko


Beberapa

penelitian

menunjukkan

faktor-faktor

tertentu

yang

dapat

meningkatkan

kemungkinan seseorang dapat mengidap penyakit Hodgkins: 7


1) Virus tertentu
Terinfeksi virus Epstein Barr (EBV) atau human immunodeficiency virus (HIV) dapat
meningkatkan risiko penyakit Hodgkin. Bagaimanapun juga, limfoma tidak menular,
sehingga tidak mungkin mendapatkan limfoma dari orang lain.
2) Sistem imun lemah
Risiko mengidap penyakit Hodgkin meningkat dengan sistem imun yang lemah
(seperti keadaan sedang mengkonsumsi obat-obatan penekan imun pasca transplantasi
organ).
3) Usia
Penyakit Hodgkin umumnya terdapat pada usia remaja dan dewasa muda berumur 1535 tahun, juga pada dewasa berumur 50 tahun.
4) Riwayat keluarga
Anggota keluarga khususnya kakak atau adik dari seseorang dengan penyakit Hodgkin
atau limfoma lainnya, dapat meningkatkan kemungkinan seseorang mengidap
penyakit Hodgkin.
3.4 Gambaran Patologik dan Klasifikasi
Ketepatan diagnosis hanya mungkin dilakukan dengan pemeriksaan patologi yang benar, bahan
pemeriksaan yang berasal dari biopsi jarum dan irisan beku segar pada jaringan kurang dapat
menggambarkan struktur dan stroma sel secara baik. Untuk itu dibutuhkan pemeriksaan
jaringan limfonodi secara mikroskopis dan ditemukan adanya sel Reed Sternberg yang spesifik.
Sel Reed Sternberg merupakan sel limfoid yang besar dengan banyak nukleus yang
mengelilingi nuklei sehingga memberikan gambaran seperti halo. 1 Sel Reed Sternberg secara
konsisten menghasilkan antigen CD15 dan CD30. CD15 adalah marker dari sel granulosit,
monosit, dan sel T teraktifasi yang normalnya tidak dihasilkan oleh garis keturunan sel B.
CD30 adalah marker dari aktifasi limfosit yang dihasilkan oleh sel limfosit reaktif dan
malignan dan pada awalnya diidentifikasi sebagai antigen permukaan sel-sel Reed Sternberg.
Klasifikasi patologi yang diterima secara umum adalah klasifikasi dari Rye yang
membagi penyakit Hodgkin menjadi 4 subtipe:1
1) Limfositik predominan/LP
2) Sel campur/MC
3) Deplesi limfositik/LD
4) Nodul sklerosis/NS
Prognosis dari tiga yang pertama berhubungan dengan perbandingan antara sel limfosit
abnormal dengan sel normal.1

15

Penyakit Hodgkin merupakan suatu tumor ganas yang berhubungan erat dengan limfoma
malignum. Oleh karena itu untuk membahas mengenai patologi dari penyakit Hodgkin ada
baiknya kita mengetahui tentang klasifikasi dari penyakit-penyakit tersebut.
Klasifikasi patologis yang sering dipakai sekarang ini adalah menurut Lukas dan Butler
sesuai keputusan simposium penyakit Hodgkin dan Ann Arbor. Menurut klasifikasi ini penyakit
Hodgkin dibagi menjadi 4 tipe, yaitu: 7
1. Tipe Lymphocyte Predominant
Pada tipe ini gambaran patologis kelenjar getah bening terutama terdiri dari sel-sel
limfosit yang dewasa, beberapa sel Reed Sternberg. Biasanya didapatkan pada anak
muda. Prognosisnya baik.
2. Tipe Mixed Cellularity
Mempunyai gambaran patologis yang pleimorfik dengan sel plasma, eosinofil, neutrofil,
limfosit dan banyak didapatkan sel Reed Sternberg. Dan merupakan penyakit yang luas
dan mengenai organ ekstra nodul. Sering pula disertai gejala sistemik seperti demam,
berat badan menurun dan berkeringat. Prognosisnya lebih buruk.
3. Tipe Lymphocyte Depleted
Gambaran patologis mirip diffuse histiocytic lymphoma, sel Reed Sternberg banyak
sekali dan hanya ada sedikit sel jenis lain. Biasanya pada orang tua dan cenderung
merupakan proses yang luas (agresif) dengan gejala sistemik. Prognosis buruk.
4. Tipe Nodular Sclerosis
Kelenjar mengandung nodul-nodul yang dipisahkan oleh serat kolagen. Sering
dilaporkan sel Reed Sternberg yang atipik yang disebut sel Hodgkin. Sering didapatkan
pada wanita muda/remaja. Sering menyerang kelenjar mediastinum.
Namun ada bentuk-bentuk yang tumpang tindih (campuran), misalnya golongan
Nodular Sclerosis (NS) ada yang limfositnya banyak (Lymphocyte Predominant NS=LPNS), ada yang limfositnya sedikit (Lymphocyte-Depleted NS=LD-NS) dan sebagainya.
Demikian pula golongan Mixed Cellularity (MC), ada yang limfositnya banyak (LPMC), ada yang sedikit (LD-MC). Penyakit ini mula-mula terlokalisasi pada daerah
limfonodus perifer tunggal dan perkembangan selanjutnya dengan penjalaran di dalam
sistem limfatik. Mungkin bahwa sel Reed Sternberg yang khas dan sel lebih kecil,
abnormal, bersifat neoplastik dan mungkin bahwa sel radang yang terdapat bersamaan
menunjukkan respon hipersensitivitas untuk hospes. Setelah tersimpan dalam limfonodus
16

untuk jangka waktu yang bervariasi, perkembangan alamiah penyakit ini adalah
menyebar ke jaringan non limfatik.7
Berdasarkan klasifikasi dari WHO penyakit Hodgkin dibagi menjadi 5 tipe, 4 tipe
merupakan tipe-tipe seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, keempat tipe ini sering
disebut sebagai penyakit Hodgkin klasik, sedangkan tipe ke-5 adalah nodular lymphocyte
predominant Hodgkins disease (NLPHD).
5. Tipe Nodular lymphocyte predominant Hodgkin disease (NLPHD)
Nodular lymphocyte predominant Hodgkin disease (NLPHD) menyumbang 5% dari
kasus penyakit Hodgkin. Berbeda dengan subtipe histologis lain, sel Reed Sternberg yang
khas jarang atau bahkan tidak ada pada NLPHD. Sebaliknya yang paling banyak justru
adalah sel limfositik atau histiositik (L&H), atau yang sering disebut sel popcorn
karena inti mereka yang berbentuk menyerupai jagung meledak, yang terlihat sebagai
latar belakang sel-sel inflamasi, terutama sel limfosit yang jinak. Tidak seperti sel Reed
Sternberg, sel L&H positif untuk antigen sel B, seperti CD19 dan CD20, dan negatif
untuk CD15 dan CD30. 7
3.5 Manifestasi Klinik
Pembesaran kelenjar limfe daerah servikal dan supraklavikular yang hilang timbul dan tidak
menimbulkan rasa nyeri (asimtomatik). Pada 80% anak dengan penyakit Hodgkin pembesaran
kelenjar leher yang menonjol, 60% diantaranya juga disertai pembesaran massa di mediastinal
yang akan menimbulkan gejala kompresi pada trakea dan bronkus. Pembesaran kelenjar juga
ditemukan di daerah inguinal, aksiler, dan supra diafragma meskipun jarang. Gejala konstitusi
yang menyertai diantaranya adalah demam, keringat malam hari, dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan, ditemukan pada 40% pasien, sedangkan demam intermittent
diobservasi pada 35% kasus.1
Gambaran laboratorium pada umumnya tidak spesifik, diantaranya adalah leukositosis,
limfopenia, eosinofilia, dan monositosis. Gambaran laboratorium ini merupakan refleksi dari
aktifitas yang meningkat di sistem retikuloendotelial (misalnya meningkatnya laju endap darah,
kadar serum feritin, dan kadar serum tembaga) dipergunakan untuk mengevaluasi perjalanan
penyakit setelah terdiagnosis. Anemia yang timbul merupakan deplesi dari imobilisasi zat besi
yang terhambat ini menunjukkan adanya penyakit yang telah meluas. Anemia hemolitik pada
penyakit Hodgkin menggambarkan tes Coomb positif menunjukkan adanya retikulosis dan
normoblastik hiperplasia dari sumsum tulang.1
3.6 Stadium Penyakit Hodgkin
17

Pada penyakit ini dibedakan 2 macam staging:5


Clinical staging
Staging dilakukan secara klinis saja tentang ada tidaknya kelainan organ tubuh.
Pathological staging
Penentuan stadium juga didukung dengan adanya kelainan histopatologis pada jaringan
yang abnormal. Pathological staging ini dinyatakan pula pada hasil biopsi organ, yaitu:
hepar, paru, sumsum tulang, kelenjar, limpa, pleura, tulang, kulit.
Staging yang dianut saat ini adalah staging menurut Ann Arbor yang di modifikasi sesuai
konferensi Cotswald.
Tabel 4.6.1 Staging menurut system Ann Arbor modifikasi Costwald.1,5
Stage I : Penyakit menyerang satu regio kelenjar getah bening atau satu struktur
limfoid (misal: limpa, timus, cincin Waldeyer).
Stage II : Penyakit menyerang dua atau lebih regio kelenjar pada satu sisi
diafragma, jumlah regio yang diserang dinyatakan dengan subskrip
angka, misal: II2, II3, dsb.
Stage III : Penyakit menyerang regio atau struktur limfoid di atas dan di bawah
diafragma.
III1 : menyerang kelenjar splenikus hiler, seliakal, dan portal
III2 : menyerang kelenjar para-aortal, mesenterial dan iliakal.
Stage IV : Penyakit menyerang organ-organ ekstra nodul, kecuali yang
tergolong E (E: bila primer menyerang satu organ ekstra nodal).

18

Gambar 4.6.2 Penentuan stadium penyakit Hodgkin.5


Penentuan stadium ini menggunakan klasifikasi AnnArbor yang berdasarkan anatomis.1
Tabel II.4.Staging menurut Ann Arbor berdasarkan anatomis.1
I

Pembesaran kelenjar limfe regional tunggal atau pembesaran organ ekstra limfatik

II

tunggal atau sesisi.


Pembesaran kelenjar limfe regional dua atau lebih yang masih sesisi dengan
diafragma atau pembesaran organ ekstralimfatik satu sisi atau lebih yang masih

III

sesisi dengan diafragma


Pembesaran kelenjar limfe pada kedua sisi diafragma disertai dengan pembesaran

IV

limpa atau pembesaran organ ekstra limfatik sesisi atau kedua sisi
Pembesaran organ ekstra limfatik dengan atau tanpa pembesaran kelenjar limfe

3.7 Diagnosis
Untuk membuat diagnosis penyakit Hodgkin pada anak dibutuhkan beberapa tahap
pemeriksaan diantaranya adalah:1
a. Pemeriksaan fisik ditemukan adanya pembesaran kelenjar limfe dengan berbagai
ukuran.
b. Pemeriksaan darah lengkap dengan hitung jenis sel, laju endap darah, tes fungsi hati
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

dan ginjal, kelenjar alkali fosfatase.


Biopsi kelenjar limfe
Foto polos dada maupun scanning
Scanning abdomen dan pelvis atau MRI
Limfogram
Laparatomi
Aspirasi sumsum tulang
Scanning tulang

19

Tidak semua tahap pemeriksaan dikerjakan untuk membuat diagnosis penyakit Hodgkin
pada anak tergantung dari kasus serta fasilitas yang ada.
1. Klinis (anamnesis)
Keluhan penderita terbanyak adalah pembesaran kelenjar getah bening di leher, aksila ataupun
lipatan paha, berat badan semakin menurun dan kadang-kadang disertai demam, keringat dan
gatal. 6,7
2. Pemeriksaan Fisik
Palpasi pembesaran kelenjar getah bening yang tidak nyeri dapat ditemukan di leher terutama
supraklavikular (60-80%), aksiler (6-20%), dan yang paling jarang adalah di daerah inguinal
(6-20%) dengan konsistensi kenyal sepert karet. Mungkin lien dan hati teraba membesar.
Pemeriksaan THT perlu dilakukan untuk menentukan kemungkinan cincin Waldeyer ikut
terlibat. Sindrom vena cava superior mungkin didapatkan pada pasien dengan masif limfa
adenopati mediastinal. 6,7
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin, uji fungsi hati dan uji fungsi ginjal merupakan bagian penting dalam
pemeriksaan medis, tetapi tidak memberi keterangan tentang luas penyakit, atau keterlibatan
organ spesifik. Pada pasien penyakit Hodgkin serta pada penyakit neoplastik atau kronik
lainnya mungkin ditemukan anemia normokromik normositik derajat sedang yang berkaitan
dengan penurunan kadar besi dan kapasitas ikat besi, tetapi dengan simpanan besi yang normal
atau meningkat di sumsum tulang sering terjadi reaksi leukomoid sedang sampai berat,
terutama pada pasien dengan gejala dan biasanya menghilang dengan pengobatan. 7
Eosinofilia absolut perifer ringan tidak jarang ditemukan, terutama pada pasien yang
menderita pruritus. Juga dijumpai monositosis absolut, limfositopenia absolut (<1000 sel per
millimeter kubik) biasanya terjadi pada pasien dengan penyakit stadium lanjut. Telah dilakukan
evaluasi terhadap banyak pemeriksaan sebagai indikator keparahan penyakit. 7
Sampai saat ini, laju endap darah masih merupakan pemantau terbaik, tetapi
pemeriksaan ini tidak spesifik dan dapat kembali ke normal walaupun masih terdapat penyakit
residual. Uji lain yang abnormal adalah peningkatan kadar tembaga, kalsium, asam laktat,
fosfatase alkali, lisozim, globulin, protein C-reaktif dan reaktan fase akut lain dalam serum. 7
4. Sitologi Biopsi Aspirasi

20

Biopsi Aspirasi Jarum Halus (BAJAH) sering digunakan pada diagnosis limfadenopati untuk
identifikasi penyebab kelainan tersebut seperti reaksi hiperplastik kelenjar getah bening,
metastasis karsinoma dan limfoma malignum.
Penyulit lain dalam diagnosis sitologi biopsi aspirasi LH ataupun LNH adalah adanya
negatif palsu, dianjurkan melakukan biopsi aspirasi multiple hole di beberapa tempat
permukaan tumor. Apabila ditemukan juga sitologi negatif dan tidak sesuai dengan gambaran
klinis, maka pilihan terbaik adalah biopsi insisi atau eksisi.6
5. Histopatologi
Biopsi tumor sangat penting, selain untuk diagnosis juga untuk identifikasi subtipe
histopatologi LH ataupun LNH. Biopsi dilakukan bukan sekedar mengambil jaringan, namun
harus diperhatikan apakah jaringan biopsi tersebut dapat memberi informasi yang adekuat.
Biopsi biasanya dipilih pada rantai KGB di leher. Kelenjar getah bening di inguinal, leher
bagian belakang dan submandibular tidak dipilih disebabkan proses radang, dianjurkan agar
biopsi dilakukan dibawah anestesi umum untuk mencegah pengaruh cairan obat suntik lokal
terhadap arsitektur jaringan yang dapat mengacaukan pemeriksaan jaringan. 6
6. Radiologi
Termasuk didalamnya: 6
Foto toraks untuk menentukan keterlibatan KGB mediastinal
Limfangiografi untuk menentukan keterlibatan KGB di daerah iliaka dan pasca aortal
USG banyak digunakan melihat pembesaran KGB di paraaortal dan sekaligus menuntun
biopsi aspirasi jarum halus untuk konfirmasi sitologi
CT-Scan sering dipergunakan untuk diagnosa dan evaluasi pertumbuhan LH
7. Laparatomi
Laparotomi abdomen sering dilakukan untuk melihat kondisi KGB pada iliaka, para aortal dan
mesenterium dengan tujuan menentukan stadium. Berkat kemajuan teknologi radiologi seperti
USG dan CT-Scan ditambah sitologi biopsi aspirasi jarum halus, tindakan laparotomi dapat
dihindari atau sekurang-kurangnya diminimalisasi.6
3.8 Diagnosis Banding
Diagnosis banding serupa dengan yang dijelaskan untuk limfoma non Hodgkin pada pasien
dengan limfadenopati di leher, infeksi misalnya faringitis bakteri atau virus, mononucleosis
infeksiosa dan toksoplasmosis harus disingkirkan. Keganasan lain, misalnya limfoma non
Hodgkin, kanker nasofaring dan kanker tiroid dapat menimbulkan adenopati leher local.
Adenopati ketiak harus dibedakan dengan limfoma non Hodgkin dan kanker payudara. 6
21

Adenopati mediastinum harus dibedakan dengan infeksi, sarkoid dan tumor lain. Pada
pasien tua, diagnosis banding mencakup tumor paru dan mediastinum, terutama karsinoma sel
kecil dan non sel kecil. Mediastinitis reaktif dan adenopati hilus akibat histoplasmosis dapat
mirip dengan limfoma, karena penyakit tersebut timbul pada pasien asimtomatik. Penyakit
abdomen primer dengan hepatomegali, splenomegali dan adenopati massif jarang ditemukan,
dan penyakit neoplastik lain, terutama limfoma non Hodgkin harus disingkirkan dalam keadaan
ini. Beberapa diagnosis banding lainnya sebagai berikut: 7
Cytomegalovirus
Infectious Mononucleosis
Kanker paru
Lymphoma, Non-Hodgkin
Sarcoidosis
Serum Sickness
Syphilis
Systemic Lupus Erythematosus
Toxoplasmosis
Tuberculosis

3.9 Tatalaksana
Untuk mendapatkan hasil pengobatan yang baik perlu adanya pendekatan multidisiplin segera
setelah didiagnosis. Faktor yang berpengaruh terhadap hasil pengobatan diantaranya adalah
umur pasien, psikologi, stadium penyakit dan gejala sisa pengobatan. Pengobatan yang
diberikan diharapkan mampu memberikan penyembuhan untuk jangka panjang, dengan
disease free survival (DFS) yang seimbang dengan risiko pengobatan yang paling rendah.
Protokol pengobatan pada anak saat ini hanya menggunakan kemoterapi saja kadang-kadang
dengan hanya memberikan dosis rendah radiasi pada daerah yang terbatas.1
Obat-obatan yang sering digunakan diantaranya adalah nitrogen mustard, onkovin,
prednison, prokarbasin (MOPP), adriamisis, bleomisin, vinblastin, dekarbasin (ABVD),
siklofosfamid, onkovin, prokarbasin, prednison (COPP) dan banyak lagi protokol lainnya yang
digunakan.1
3.10 Prognosis
Prognosis penyakit Hodgkin ini relatif baik. Penyakit ini dapat sembuh atau hidup lama dengan
pengobatan meskipun tidak 100%. Tetapi oleh karena dapat hidup lama, kemungkinan
mendapatkan late complication makin besar. Late complication itu antara lain:4
1. Timbulnya keganasan kedua atau sekunder
2. Disfungsi endokrin yang kebanyakan adalah tiroid dan gonadal
22

3. Penyakit CVS terutama mereka yang mendapat kombinasi radiasi dan pemberian
antrasiklin terutama yang dosisnya banyak (dose related)
4. Penyakit pada paru pada mereka yang mendapat radiasi dan bleomisin yang juga dose
related
5. Pada anak-anak dapat terjadi gangguan pertumbuhan

DAFTAR PUSTAKA
1. Sudarmanto M, Sumantri AG. Limfoma Maligna. Dalam: Buku Ajar Hematologi
Onkologi. IDAI. Ed-3. Jakarta: 2012. h. 248-54.
2. Hudson MM. Limfoma Non Hodgkin. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak Nelson. 15th ed.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2012.h. 1780-83.
3. Ballentine JR. Non Hodgkin Lymphoma. Jan 20, 2012 (Cited May 17 th, 2012).
Available at http://emedicine.medscape.com/article/203399-overview
4. Alarcone P. Hodgkin Lymphoma.Oct 11,2011 (Cited May 17th,2012). Available at
http://emedicine.medscape.com/article/987101-overview#a0101
5. Hudson MM. Penyakit Hodgkin. Dalam: Ilmu Kesehatan Anak Nelson. 15 th ed. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.2012.h. 1777-83.
6. Gillchrist G. Lymphoma. Dalam: Nelson Textbook of Pediatrics. 17 th ed. Wisconsin:
Elsevier. 2007.h. 1701-6.
7. Stoppler MC. Hodgkin Lymphoma. May 1st2011 (Cited May 17th,2012) .Available at
(http://www.medicinenet.com/Hodgkins disease/article.htm)
23

24

Anda mungkin juga menyukai