PENDAHULUAN
Obat anestesi intravena adalah obat anestesi yang diberikan melalui jalur intravena,
baik obat yang berkhasiat hipnotik atau analgetik maupun pelumpuh otot. Setelah berada
didalam pembuluh darah vena, obat obat ini akan diedarkan ke seluruh jaringan tubuh
melalui sirkulasi umum, selanjutnya akan menuju target organ masing masing dan akhirnya
diekskresikan sesuai dengan farmakodinamiknya masing-masing.
Anestesi yang ideal akan bekerja secara cepat dan baik serta mengembalikan
kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian dihentikan. Selain itu batas keamanan
pemakaian harus cukup lebar dengan efek samping yang sangat minimal. Tidak satupun obat
anestesi dapat memberikan efek samping yang sangat minimal. Tidak satupun obat anestesi
dapat memberikan efek yang diharapkan tanpa efek samping, bila diberikan secara tunggal.
Pemilihan teknik anestesi merupakan hal yang sangat penting, membutuhkan
pertimbangan yang sangat matang dari pasien dan faktor pembedahan yang akan
dilaksanakan, pada populasi umum walaupun regional anestesi dikatakan lebih aman
daripada general anestesi, tetapi tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa teknik yang satu
lebih baik dari yang lain, sehingga penentuan teknik anestesi menjadi sangat penting.
Pemahaman tentang sirkulasi darah sangatlah penting sebelum obat dapat diberikan
secara langsung ke dalam aliran darah, kedua hal tersebut yang menjadi dasar pemikiran
sebelum akhirnya anestesi intravena berhasil ditemukan.
William Morton , tahun 1846 di Boston , pertama kali menggunakan obat anestesi
dietil eter untuk menghilangkan nyeri selama operasi. Di jerman tahun 1909, Ludwig
Burkhardt, melakukan pembiusan dengan menggunakan kloroform dan ether melalui
intravena, tujuh tahun kemudian, Elisabeth Brendenfeld dari Swiss melaporkan penggunaan
morfin dan skopolamin secara intravena.
Sejak diperkenalkan di klinis pada tahun 1934, Thiopental menjadi Gold Standard
dari obat obat anestesi lainnya, berbagai jenis obat-obat hipnotik tersedia dalam bentuk
1
intavena, namun obat anestesi intravena yang ideal belum bisa ditemukan. Penemuan obat
obat ini masih terus berlangsung sampai sekarang.
Sebagian besar dari tubuh terdiri dari air. Air dan zat-zat yang terkandung didalamnya
yang terdapat didalam tubuh disebut juga cairan tubuh berfungsi menjadi pengangkut zat
makanan ke seluruh sel tubuh dan mengeluarkan bahan sisa dari hasil metabolisme sel untuk
menunjang berlangsungnya kehidupan. Jumlah cairan tubuh berbeda-beda tergantung dari
usia, jenis kelamin, dan banyak atau sedikitnya lemak tubuh.
Tubuh kita terdiri atas 60 % air, sementara 40 % sisanya merupakan zat padat seperti
protein, lemak, dan mineral. Proporsi cairan tubuh menurun dengan pertambahan usia, dan
pada wanita lebih rendah dibandingkan pria karena wanita memiliki lebih banyak lemak
disbanding pria, dan lemak mengandung sedikit air. Sementara neonatus atau bayi sangat
rentan terhadap kehilangan air karena memiliki kandungan air yang paling tinggi
dibandingkan dengan dewasa. Kandungan air pada bayi lahir sekitar 75 % berat badan, usia 1
bulan 65 %, dewasa pria 60 %, dan wanita 50 %.
Zat-zat yang terkandung dalam cairan tubuh antara lain adalah air, elektrolit, trace
element, vitamin, dan nutrien-nutrien lain seperti protein, karbohidrat, dan lemak. Dengan
makan dan minum maka tubuh kita akan tercukupi akan kebutuhan nutrient-nutrien tersebut.
Air dan elektrolit yang masuk ke dalam tubuh akan dikeluarkan dalam waktu 24 jam
dengan jumlah yang kira-kira sama melalui urin, feses, keringat, dan pernafasan. Tubuh kita
memiliki kemampuan untuk mempertahankan atau memelihara keseimbangan ini yang
dikenal dengan homeostasis.
Namum demikian, terapi cairan parenteral dibutuhkan jika asupan melalui oral tidak
memadai atau tidak dapat mencukupi. Sebagai contoh pada pasien koma, anoreksia berat,
perdarahan banyak, syok hipovolemik, mual muntah yang hebat, atau pada keadaan dimana
pasien harus puasa lama karena akan dilakukan pembedahan. Selain itu dalam keadaan
tertentu, terapi cairan dapat digunakan sebagai tambahan untuk memasukkan obat dan zat
makanan secara rutin atau untuk menjaga keseimbangan asam-basa.
BAB II
PEMBAHASAN
Beberapa
jenis
barbiturat
seperti
thiopental
[5-ethyl-5-(1-methylbutyl)-2-
lemak. Setelah terjadi penurunan konsentrasi obat dalam plasma ini terutama oleh karena
redistribusi obat dari otak ke dalam jaringan lemak.
Metabolisme
Metabolisme terjadi di hepar menjadi bentuk yang inaktif.
Ekskresi
Sebagian besar akan diekskresikan lewat urine, dimana eliminasi terjadi 3
ml/kg/menit dan pada anak anak terjadi 6 ml/kg/menit.
2.1.3 Farmakodinamik
Pada Sistem saraf pusat
Dapat menyebabkan hilangnya kesadaran tetapi menimbulkan hiperalgesia pada dosis
subhipnotik, menghasilkan penurunan metabolisme serebral dan aliran darah sedangkan pada
dosis yang tinggi akan menghasilkan isoelektrik elektroensepalogram.
Sistem kardiovaskular
Menurunkan tekanan darah dan cardiac output ,dan dapat meningkatkan frekwensi
jantung, penurunan tekanan darah sangat tergantung dari konsentrasi obat dalam plasma. Hal
ini disebabkan karena efek depresinya pada otot jantung, sehingga curah jantung turun, dan
dilatasi pembuluh darah. Iritabilitas otot jantung tidak terpengaruh, tetapi bisa menimbulkan
disritmia bila terjadi resistensi Co2 atau hipoksia. Penurunan tekanan darah yang bersifat
ringan akan pulih normal dalam beberapa menit tetapi bila obat disuntik secara cepat atau
dosisnya tinggi dapat terjadi hipotensi yang berat. Hal ini terutama akibat dilatasi pembuluh
darah karena depresi pusat vasomotor. Dilain pihak turunnya tekanan darah juga dapat terjadi
oleh karena efek depresi langsung obat pada miokard.
Sistem pernafasan
Akan mennyebabkan penurunan frekwensi nafas dan volume tidal. bahkan dapat
sampai menyebakan terjadinya asidosis respiratorik.
2.1.4 Dosis
Dosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kg. Untuk menghindarkan efek
negatif dari tiopental tadi sering diberikan dosis kecil dulu 50-75 mg sambil menunggu reaksi
pasien.
2.1.5 Efek samping
Efek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan memberikan
obat ini kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap barbiturat, sebab hal ini dapat
menyebabkan terjadinya reaksi anafilaksis yang jarang terjadi, barbiturat juga kontraindikasi
pada pasien dengan porfiria akut, karena barbiturat akan menginduksi enzim daminoleuvulinic acid sintetase, dan dapat memicu terjadinya serangan akut. Iritasi vena dan
kerusakan jaringan akan menyebakan nyeri pada saat pemberian melalui I.V, hal ini dapat
diatasi dengan pemberian heparin dan dilakukan blok regional simpatis.
2.2 Ketamin
Ketamine (Ketalar or Ketaject) merupakan arylcyclohexylamine yang memiliki
struktur mirip dengan phencyclidine. Ketamin pertama kali disintesis tahun 1962, dimana
awalnya obat ini disintesis untuk menggantikan obat anestetik yang lama (phencyclidine)
yang lebih sering menyebabkan halusinasi dan kejang. Obat ini pertama kali diberikan pada
tentara amerika selama perang Vietnam.
Ketamin hidroklorida adalah golongan fenil sikloheksilamin, merupakan rapid acting
non barbiturate general anesthesia. Ketalar sebagai nama dagang yang pertama kali
diperkenalkan oleh Domino dan Carson tahun 1965 yang digunakan sebagai anestesi umum.
Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering menimbulkan takikardi,
hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi dapat menimbulkan muntah
muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk.
Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan persepsi
dan mimpi gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut dengan emergence
phenomena.
10
selain itu ketamin juga dapat meningkatkan tekanan intracranial. Pada mata dapat
menyebabkan terjadinya nistagmus dan diplopia.
2.2.6 Kontra indikasi
Mengingat efek farmakodinamiknya yang relative kompleks seperti yang telah
disebutkan diatas, maka penggunaannya terbatas pada pasien normal saja. Pada pasien yang
menderita penyakit sistemik penggunaanya harus dipertimbangkan seperti tekanan
intrakranial yang meningkat, misalnya pada trauma kepala, tumor otak dan operasi
intrakranial, tekanan intraokuler meningkat, misalnya pada penyakit glaukoma dan pada
operasi intraokuler. Pasien yang menderita penyakit sistemik yang sensitif terhadap obat
obat simpatomimetik, seperti ; hipertensi tirotoksikosis, Diabetes militus , PJK dll.
2.3 Opioid
Opioid telah digunakkan dalam penatalaksanaan nyeri selama ratusan tahun. Obat
opium didapat dari ekstrak biji buah poppy papaverum somniferum, dan kata opium
berasal dari bahasa yunani yang berarti getah.
Opium mengandung lebih dari 20 alkaloid opioids. Morphine, meperidine, fentanyl,
sufentanil, alfentanil, and remifentanil merupakan golongan opioid yang sering digunakan
dalam general anestesi. efek utamanya adalah analgetik. Dalam dosis yang besar opioid
kadang digunakan dalam operasi kardiak. Opioid berbeda dalam potensi, farmakokinetik dan
efek samping.
2.3.1 Mekanisme kerja
Opioid berikatan pada reseptor spesifik yang terletak pada system saraf pusat dan
jaringan lain. Empat tipe mayor reseptor opioid yaitu , ,,,. Walaupun opioid
menimbulkan sedikit efek sedasi, opioid lebih efektif sebagai analgesia. Farmakodinamik dari
spesifik opioid tergantung ikatannya dengan reseptor, afinitas ikatan dan apakah reseptornya
aktif. Aktivasi reseptor opiat menghambat pelepasan presinaptik dan respon postsinaptik
terhadap neurotransmitter ekstatori (seperti asetilkolin) dari neuron nosiseptif.
2.3.2 Dosis
11
Premedikasi petidin diberikan I.M dengan dosis 1 mg/kgbb atau intravena 0,5
mg/Kgbb, sedangakan morfin sepersepuluh dari petidin dan fentanil seperseratus dari petidin.
2.3.3 Farmakokinetik
Absorbsi
Cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan meperedin intramuskuler, dengan
puncak level plasma setelah 20-60 menit. Fentanil sitrat transmukosal oral merupakan metode
efektif menghasilkan analgesia dan sedasi dengan onset cepat (10 menit) analgesia dan sedasi
pada anak-anak (15-20 g/Kg) dan dewasa (200-800 g).
Distribusi
Waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Kelarutan lemak yang rendah dan
morfin memperlambat laju melewati sawar darah otak, sehingga onset kerja lambat dan
durasi kerja juga Iebih panjang. Sebaliknya fentanil dan sufentanil onsetnya cepat dan durasi
singkat setelah injeksi bolus.
Metabolisme
Metabolisme sangat tergantung pada biotransformasinya di hepar, aliran darah hepar.
Produk akhir berupa bentuk yang tidak aktif.
Ekskresi
Eliminasi terutama oleh metabolisme hati, kurang lebih 10% melewati bilier dan
tergantung pada aliran darah hepar. 5 10% opioid diekskresikan lewat urine dalam bentuk
metabolit aktif, remifentanil dimetabolisme oleh sirkulasi darah dan otot polos esterase.
2.3.4 Farmakodinamik
Efek pada sistem kardiovaskuler
System kardiovaskuler tidak mengalami perubahan baik kontraktilitas otot jantung
maupun tonus otot pembuluh darah 3.Tahanan pembuluh darah biasanya akan menurun
12
karena terjadi penurunan aliran simpatis medulla, tahanan sistemik juga menurun hebat pada
pemberian meperidin atau morfin karena adanya pelepasan histamin.
Efek pada sistem pernafasan
Dapat meyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan penurunan frekuensi
nafas, dengan jumlah volume tidal yang menurun .11 PaCO2 meningkat dan respon terhadap
CO2 tumpul sehingga kurve respon CO2 menurun dan bergeser ke kanan, selain itu juga
mampu menimbulkan depresi pusat nafas akibat depresi pusat nafas atau kelenturan otot
nafas, opioid juga bisa merangsang refleks batuk pada dosis tertentu.
Efek pada Sistem gastrointestinal
Opioid menyebabkan penurunan peristaltik sehingga pengosongan lambung juga
terhambat.
Endokrin
Fentanil mampu menekan respon sistem hormonal dan metabolik akibat stress
anesthesia dan pembedahan, sehingga kadar hormon katabolik dalam darah relatif stabil.
2.4 Benzodiazepin
Golongan benzodiazepine yang sering digunakan oleh anestesiologi adalah Diazepam
(valium), Lorazepam (Ativan) dan Midazolam (Versed), diazepam dan lorazepam tidak larut
dalam air dan kandungannya berupa propylene glycol. Diazepam tersedia dalam sediaan
emulsi lemak (Diazemuls atau Dizac), yang tidak menyebakan nyeri atau tromboplebitis
tetapi hal itu berhubungan bioaviabilitasnya yang rendah, midazolam merupakan
benzodiazepin yang larut air yang tersedia dalam larutan dengan PH 3,5.
2.4.1 Dosis
Dosis midazolam bervariasi tergantung dari pasien itu sendiri.
Untuk preoperatif digunakan 0,5 2,5mg/kgbb
Untuk keperluan endoskopi digunakan dosis 3 5 mg
13
benzodiazepine ini adalah 20 jam. Dosis ulangan akan menyebabkan terjadinya akumulasi
dan pemanjangan efeknya sendiri. Midazolam dan diazepam didistribusikan secara cepat
setelah injeksi bolus, metabo lisme mungkin akan tampak lambat pada pasien tua.
2.4.3 Farmakodinamik
Dalam sistem saraf pusat
Dapat menimbulkan amnesia, anti kejang, hipnotik, relaksasi otot dan mepunyai efek
sedasi, efek analgesik tidak ada, menurunkan aliran darah otak dan laju metabolisme.
Efek Kardiovaskuler
Menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan menurunkan cardiac out put.
Ttidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung, perubahan hemodinamik mungkin terjadi
pada dosis yang besar atau apabila dikombinasi dengan opioid.
Sistem Respiratori
Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal , depresi pusat nafas
mungkin dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru atau pasien dengan retardasi mental.
Efek terhadap saraf otot
Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat supraspinal dan
spinal , sehingga sering digunakan pada pasien yang menderita kekakuan otot rangka.
14
mempunyai lebih banyak lemak, dan lebih sedikit otot jika dibandingkan dengan pria,
sehingga kandungan airnya pun lebih kecil dibandingkan dengan berat badannya.
Orang yang tua juga mempunyai presentase lemak tubuh yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan orang muda.1
Kandungan air pada saat bayi lahir sekitar 75 % berat badan, usia 1 bulan 65
%, dewasa pria 60 % dan wanita 50 %, sisanya ialah zat padat seperti protein, lemak,
karbohidrat, dll.
15
Kandungan air dalam setiap organ tidak seragam seperti terlihat pd tabel (1)
Jaringan
- Otak
Persentase Air
84
- Ginjal
83
- Otot lurik
76
- Kulit
72
- Hati
68
- Tulang
22
- Lemak
10
(2
Dewasa
75 %
60 %
50 %
45 50 %
- Usia lanjut (> 60 th)
Ket : Data dari Maxwell M, Kleeman CR dan Narins RG: clinical disorders of fluid
and electrolyte metabolism, ed 4. New York, 1987. Mc Graw Hill Book Co.
Air melintasi membran sel dengan mudah, tetapi zat-zat lain sulit atau
diperlukan proses khusus supaya dapat melintasinya, karena itu komposisi elektrolit
didalam dan diluar sel berbeda. Cairan intraseluler banyak mengandung ion K, ion
Mg, dan ion Fosfat, sedangkan ekstraselular mengandung banyak ion Na dan Cl.(2
Plasma ialah darah dikurangi sel-sel darah seperti eritrosit, lekosit dan
trombosit. Serum ialah plasma darah dikurangi faktor-faktor pembekuan misalnya
fibrinogen dan protombin. Hematokrit ialah presentasi volume eritrosit dalam darah. (2
17
2.2
18
2.3
sumber utama : (1) berasal dari larutan atau cairan makanan yang dimakan, yang
normalnya menambah cairan tubuh sekitar 2100 ml/hari, dan (2) berasal dari sintesis
dalam badan sebagai hasil oksidasi karbohidrat, menambah sekitar 200 ml/hari.
Kedua hal ini memberikan asupan cairan harian total kira-kira 2300 ml/hr. (tabel - 3).
Asupan cairan sangat bervariasi pada masing-masing orang dan bahkan pada orang
yang sama pada hari yang berbeda, bergantung pada cuaca, kebiasaan, dan tingkat
aktivitas fisik. (5
Tabel 3 : Asupan dan Pengeluaran Cairan Harian (dalam ml/hari) (5
Normal
2100
Asupan
Cairan dari makanan
Dari metabolisme
Asupan total :
200
2300
200
?
Keluaran
Insensible-kulit
350
350
Insensible paru
350
650
Keringat
100
5000
Feses
100
100
Urin
1400
500
Total pengeluaran
2300
6600
Insesible water loss, yang terjadi melalui kulit tidak bergantung pada keringat bahkan
tetap terjadi pada orang yang lahir tanpa kelenjar keringat; jumlah rata-rata kehilangan cairan
dengan cara difusi melalui kulit kira-kira 300-400 ml/hr. Kehilangan ini diminimalkan oleh
lapisan korneumkulit yang mengandung kolesterol, yang memberikan perlindungan terhadap
kehilangan yang berlebihan lewat difusi ini. Bila lapisan korneum ini hilang, seperti terjadi
pada luka bakar yang luas, kecepatan evaporasi dapat meningkat sampai 10 kali lipat,
mencapai 3 sampai 5 liter/hari. Karena alasan ini, maka korban luka bakar harus diberi cairan
dalam jumlah yang besar, biasanya intravena, untuk mengimbangi kehilangan cairan.
19
Insesible water loss melalui traktus respiratorius rata-rata berkisar 300 sampai 400
ml/hr. Ketika udara memasuki traktus respiratorius maka kemudian dijenuhkan dengan
pengembunan, dan mencapai tekanan uap kira-kira 47 mmHg, sebelum dikeluarkan. Karena
tekanan uap dari udara inspirasi kurang dari 47 mmHg, maka dengan respirasi, cairan terus
menerus hilang melaui paru-paru. Pada udara dingin, tekanan uap atmosfer turun sampai 0,
menyebabkan kehilangan cairan bahkan lebih besar dari paru-paru bersamaan dengan
turunnya suhu tubuh. Hal ini menjelaskan perasaan kering pada saluran napas saat cuaca
dingin.
Kehilangan cairan lewat keringat. Jumlah cairan yang hilang melalui keringat
sangat bervariasi, bergantung pada aktifitas fisik dan suhu lingkungan. Volume keringat
normal hanya sekitar 100 ml/hari, tapi pada keadaan cuaca panas ataupun latihan berat,
kehilangan cairan kadang-kadang meningkat sampai 1-2 liter/jam. Hal ini akan cepat
mengurangi volume cairan tubuh jika asupan tidak ditingkatkan, sehubungan dengan aktivasi
mekanisme haus.(5
Kehilangan cairan lewat feses.
melaui feses (100 ml/hari). Jumlah ini dapat meningkat sampai beberapa liter sehari pada
penderita diare. Karena alasan ini, maka diare berat dapat membahayakan jiwa jika tidak
dikoreksi dalam beberapa hari. (5
Kehilangan cairan lewat ginjal. Kehilangan cairan tubuh lainnya adalah dalam urin
yang diekskresikan oleh ginjal. Ada mekanisme multiple yang mengendalikan kecepatan
ekskresi urin. Sebenarnya, cara yang paling penting yang dilakukan oleh tubuh dalam
mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran hampir semua elektrolit dalam tubuh
ialah dengan mengendalikan kecepatan ginjal dalam mengekskresikan zat-zat ini. Sebagai
contoh, volume urin dapat serendah sampai 0,5 liter/hari pada pasien dehidrasi atau bisa
setinggi 20 liter/hari pada orang yang minum cairan yang luar biasa.(5
Variasi yang sangat ekstrim inijuga terjadi pada kebanyakan elektrolit tubuh, seperti
natrium, clorida, dan kalium. Pada beberapa orang, asupan natrium dapat serendah 20
mEq/hari, sedangkan
20
Pada orang dewasa kebutuhan air dan elektrolit setiap hari adalah sebagai berikut :
30-35 ml/kg. Kenaikan suhu 1C ditambah 10-15%
Pada anak sesuai berat badan :
*0-10 kg : 100ml/kgBB
* 10-20 kg : 1000 ml + 50 ml/kg diatas 10 kg
* > 20 kg : 1500 ml + 20 ml/kg diatas 20 kg
Elektrolit :
Na+
K+
2.4
1,5
mEq/kgBB
(100
mEq/hari
5,9
g)
Cairan Intravena
Berdasarkan fungsinya cairan dapat dikelompokkan menjadi :
1.Cairan pemeliharaan : ditujukan untuk mengganti air yang hilang lewat
urine, tinja, paru dan kulit (mengganti puasa). Cairan yang diberikan
adalah cairan hipotonik, seperti D5 NaCl 0,45 atau D5W.
2.Cairan pengganti : ditujukan untuk mengganti kehilangan air tubuh akibat
sekuestrasi atau proses patologi lain seperti fistula, efusi pleura
asites, drainase lambung. Cairan yang diberikan bersifat isotonik,
seperti RL, NaCl 0,9 %, D5RL, D5NaCl.
3.Cairan khusus : ditujukan untuk keadaan khusus misalnya asidosis. Cairan
yang dipakai seperti Natrium bikarbonat, NaCl 3%.
Pembagian cairan :
1. Kristaloid
Larutan kristaloid adalah larutan air dengan elektrolit dan atau
dextrosa, tidak mengandung molekul besar. Kristaloid dalam waktu singkat
sebagian besar akan keluar dari intravaskular, sehingga volume yang
diberikan harus lebih banyak (2,5-4 kali) dari volume darah yang hilang.
21
2.4
Meliputi :
Penggantian kehilangan cairan, memenuhi kebutuhan air, elektrolit dan nutrisi
untuk membantu tubuh mendapatkan kembali keseimbangan normal dan pulihnya
perfusi ke jaringan, oksigenasi sel, dengan demikian akan mengurangi iskemia
jaringan dan kemungkinan kegagalan organ
a. Cairan Prabedah :
Pemeriksaan fisik :
obyektif dari status cairan, seperti tekanan darah, nadi, berat badan, kulit,
abdomen, mata dan mukosa.
Laboratorium
meliputi
pemeriksaan
elektrolit,
BUN,
hematokrit,
Fase awal pasien yang sadar akan mengeluh haus, nadi biasanya meningkat sedikit,
belum ada gangguan cairan dan komposisinya secara serius. Dehidrasi pada fase ini
terjadi jika kehilangan kira-kira 2% BB (1500 ml air).
Fase moderat, ditandai rasa haus. Mukosa kering otot lemah, nadi cepat dan lemah.
Terjadi pada kehilangan cairan 6% BB.
23
24
a. Pada anak-anak 4 ml/kg pada 10 kg BB I, ditambah 2 ml/kg untuk 10 kgBB II, dan
ditambah 1 ml/kg untuk berat badan sisanya.
Pada Dewasa :
Trauma ringan
Cairan 2 ml/kg BB/jam untuk kebutuhan dasar ditambah 4 ml/kg BB/jam
sebagai pengganti akibat trauma pembedahan.
25
Pada anak :
Berat 6 ml/kgBB/jam.
Pemilihan jenis cairan intravena tergantung pada prosedur pembedahan dan perkiraan jumlah
perdarahan.
Dalam hal ini cara yang biasa digunakan untuk memperkirakan jumlah perdarahan
dengan {mengukur jumlah darah di dalam botol suction + perkiraan jumlah darah di
kain kasa dan kain operasi} . Satu lembar duk dapat menampung 100 150 ml
darah, sedangkan untuk kain kasa sebaiknya ditimbang sebelum dan setelah
dipakai, dimana selisih 1 gram dianggap sama dengan 1 ml darah.
Perkiraan jumlah perdarahan dapat juga diukur dengan pemeriksaan hematokrit dan
TRANFUSI DARAH
Antibodi Kekerapan
Golongan A
Anti B
45 %
Golongan B
Anti A
8%
Golongan AB -
4 % resipien
universal
Golongan O
Anti
Anti B
A,43 % donor
universal
26
volume darah.
Darah lengkap (whole blood), segar (< 48 jam), baru (< 6 hari) dan biasa (35 hari).
untuk perdarahan akut, syok hivpovolemik, bedah mayor perdarahan >1500
mL.
Plasma biasa dan Plasma segar beku (FFP, fresh frozen plasma)
diberikan setelah transfusi darah masif, setelah terapi warfarin, dan
koagulopati pada penyakit hepar.
Faktor pembekuan :
Trombosit mampat (thrombocyte concetrate)
o Cryopricipitate-AHF
27
Pada keadaan ini perdarahan selanjutnya diganti dengan transfusi sel darah merah
untuk mempertahankan konsentrasi hemoglobin ataupun hematokrit pada level aman,
yaitu Hb 7 10 g/dl atau Hct 21 30%.
reaksi transfusi yang paling mematikan adalah penghentian fungsi ginjal, yang dapat
mulai terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa jam dan terus berlangsung
sampai orang itu meninggal karena gagal ginjal.
sepertinya disebabkan oleh tiga hal; Pertama, reaksi antigen-antibodi dari reaksi
transfusi akan mengeluarkan zat toksik yang berasal dari darah yang mengalami
hemolisis, yang kemudian menimbulkan vasokonstriksi ginjal yang kuat. Kedua,
hilangnya sel-sel darah merah dari sirkulasi disertai produksi zat toksik dari sel yang
mengalami hemolisis dan dari reaksi imun seringkali menyebabkan syok sirkulasi.
Tekanan darah arteri turun sangat rendah dan aliran darah ginjal serta pengeluaran
urin menurun. Ketiga, bila jumlah total hemoglobin bebas dalam darah sirkulasi lebih
besar dari jumlah hemoglobin yang berikatan dengan haptoglobin (suatu protein
plasma yang dapat mengikat sedikit hemoglobin), maka hemoglobin yang berlebihan
tersebut akan menerobos membran glomerulus masuk kedalam tubulus ginjal. Bila
jumlahnya sedikit, hemoglobin tersebut dapat direabsorbsi
masuk ke dalam darahdan tidak akan menimbulkan kerusakan; tetapi bila jumlahnya
besar, hanya sedikit yang direabsorbsi. Karena air di dalam tubulus terus-menerus di
reabsorbsi, maka konsentrasi hemoglobin di dalam tubulus dapat meningkat
sedemikian tinggi sehingga mengendap dan menyumbat banyak tubulus; hal ini
terutama terjadi bila urin bersifat asam. Jadi, vasokonstriksi ginjal, syok sirkulasi, dan
penyumbatan tubulus, bersama-sama akan menyebabkan penghentian fungsi ginjal
akut. Jika fungsi ginjal ini bersifat sempurna dan tubulus gagal untuk membuka, maka
penderita akan meninggal dalam waktu satu minggu sampai 12 hari, kecuali jika
penderita ini diobati dengan ginjal buatan.
29
Infeksi
- Virus (Hepatitis, HIV-AIDS, CMV)
- Bakteri (stafilokok, yesteria, citrobakter)
- Parasit (malaria)
Lain-lain : urtikaria, anafilaksis, edema paru non-kardial, purpura, intoksikasi sitrat,
hiperkalemia, asidosis
Stop transfuse
Berikan O2 100 %
Antihistamin
Terapi
cairan
paska
bedah
ditujukan
untuk
lambung,
febris).
c. Melanjutkan penggantian defisit prabedah dan selama pembedahan.
d. Koreksi gangguan keseimbangan karena terapi cairan.
Nutrisi parenteral bertujuan menyediakan nutrisi lengkap, yaitu kalori, protein dan
lemak termasuk unsur penunjang nutrisi elektrolit, vitamin dan trace element.
30
Pemberian kalori sampai 40 50 Kcal/kg dengan protein 0,2 0,24 N/kg. Nutrisi
parenteral ini penting, karena pada penderita paska bedah yang tidak mendapat
nutrisi sama sekali akan kehilangan protein 75 125 gr/hari.
BAB III
KESIMPULAN
1. Walaupun waktu-paruh cairan kristaloid didalam intravascular adalah 20-30 menit,
kebanyakan cairan koloid mempunyai waktu paruh antara 3-6 jam
2. Pasien dengan hematocrit normal bisanya ditransfusi hanya setelah kehilangan darah
lebih dari 10-20% dari volume darahnya. Ini berdasarkan kondisi medis pasien dan
prosedur pembedahan.
3. Reaksi transfusi yang paling berat yaitu yang berhubungan dengan inkompatibilitas ABO,
antibody yang didapat secara alami dapat bereaksi melawan antigen dalam transfusi
(asing), mengaktifkan komplemen,dan mengakibatkan hemolysis intravascular.
4.
Pada pasien yang dianestesi, manifestasi dari reaksi hemolytic akut adalah kenaikan
temperatur, tachycardia yang tak dapat dijelaskan,hypotensi, hemoglobinuria dan oozing
difus dari lapangan operasi
melalui/sampai
NEGATIVE unit.
7. Penyebab tersering pendarahan dari transfusi darah yang massif adalah dilutional
thrombocytopenia.
8. Secara klinis hypocalcemia, menyebabkan depresi jantung, tidak terjadi pada pasien
normal kecuali jika transfusi melebihi 1 U tiap 5 menit
31
9. Ketidakseimbangan asam basa yang paling sering setelah transfusi darah masif adalah
alkalosis metabolic post operative
Semua pasien kecuali mereka yang mengalami prosedur pembedahan minor sebaiknya
dipasang infus dan terapi cairan intravena.. Beberapa pasien dapat memerlukan transfusi
darah atau komponen darah. Pemeliharaan volume intravascular normal adalah sangat
penting pada perioperative..Kesalahan di dalam penggantian cairan atau transfusi dapat
mengakibatkan kematian.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Collins, VI., 1996, Fluids and Electrolytes, in Physicologic and Pharmachologic Bases of
Anesthesia, Williams & Wilkins, USA, p : 165-187.
Sjamsuhidajat, R. dan Wim de Jong. 2005. Buku ajar Ilmu Bedah. Ed.2. Penerbit buku
Kedokteran,EGC. Jakarta, p: 125-129
Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson,1995 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta. p; 283-295
Sunatrio, S.
Resusitasi Cairan.
Fakultas Kedokteran
Comparison of Albumin and Saline for Fluid Resucitation in the Intensive Care Unit,
2004.
GE, Morgan, Terapi Cairan dan Transfusi, Bab 26. 2006.
32
33