BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Psoriasis adalah suatu penyakit inflamasi kulit bersifat kronis residif, dapat
mengenai semua umur yang ditandai dengan plak kemerahan yang ditutupi oleh
sisik yang tebal berwarna putih keperakan dan berbatas tegas. Umumnya lesi
psoriasis berdistribusi secara simetris dengan predileksi terutama di daerah siku
dan lutut, kulit kepala, lumbosakral, bokong dan genitalia (Schon dkk. 2005;
Simmon 2007; Gudjonsson dkk. 2012).
Prevalensi psoriasis sangat bervarisi di beberapa negara, diprakirakan
prevalensi di dunia berkisar antara 1% sampai dengan 3% jumlah penduduk.
Insiden di Amerika Serikat sebesar 2-2,6%, di Eropa Tengah sekitar 1,5%
(Gudjonsson dan Elder, 2008). Selama periode 2000 sampai 2002 ditemukan 338
penderita psoriasis (2,39%) di Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin Rumah Sakit
dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta (Wiryadi, 2004). Dari total penderita
psoriasis tersebut ditemukan 28% derajat berat, 14% derajat sedang, dan 58%
derajat ringan. Psoriasis vulgaris atau tipe plak merupakan tipe yang paling sering
dijumpai, meliputi 80% dari total kasus (Wiryadi, 2004).Penyakit ini biasanya
dimulai pada usia 1030 tahun dan risiko yang sama untuk laki-laki dan wanita.
Jika awalnya timbul pada usia kurang dari 15 tahun, biasanya terdapat riwayat
psoriasis dalam keluarga. Penyakit ini mengenai seluruh tubuh relatif lebih berat,
namun memberikan respon yang baik terhadap pengobatan. Berdasarkan data
kunjungan pasien di Poliklinik Penyakit Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah
Denpasar pada Januari sampai Desember 2009 tercatat 156 kasus baru psoriasis
dari 10.856 kunjungan (1,4%) dan belum dilakukan penelitian(Wiryadi 2004;
Michael et al 2005; Schon et al 2005; Simmon 2007; Gudjonsson dkk., 2012).
Psoriasis dikatakan sebagai penyakit multifaktorial dan multi sistem,
karena melibatkan banyak sistem dan organ, semua faktor tersebut saling terkait.
Pada kulit normal, sel basal di stratum basalis membelah diri, bergerak keatas
secara teratur sampai menjadi stratum korneum sekitar 28 hari, kemudian lapisan
keratin dipermukaan kulit dilepaskan serta digantikan yang baru. Namunpada
psoriasis, proses tersebut hanya berlangsung beberapa hari sehingga terbentuk
skuama tebal, berlapis-lapis serta berwarna keperakan. Penyebab yang pasti
psoriasis belum diketahui dengan pasti, namun, banyak faktor predisposisi yang
memegang peran penting seperti predisposisi genetik dan kelainan imunologis.
Walaupun etiopatogenesis psoriasis tidak diketahui dengan pasti, namun banyak
faktor yang diduga sebagai pemicu timbulnya psoriasis seperti: infeksi bakterial,
trauma fisik, stress psikologis dan gangguan metabolisme. Bahkan beberapa ahli
mengatakan bahwa psoriasis merupakan tanda adanya sindroma
metabolik
TNF dan C reaktif protein. Menurut Zari dkk. (2007) disimpulkan bahwa LDL
dan trigliserida meningkat secara bermakna pada
inflamasi seperti IL-1, IL-17, IL-6, TNF- dan IFN-gamma. Semua sitokin di atas
memegang peran yang dominan dalam proliferasi sel keratinosit dan peradangan
kronis, sebagai gambaran klinis tampak sebagai psoriasis, melalui stimulasi
epidermal growth factor, nerve growth factor dan endothelial growth factor.
Namun peran ke dua lipid tersebut masih kontroversi karena ada yang mengatakan
bermakna dan ada pula yang mengatakan tidak ada perbedaan yang bermakna.
Dari perbedaan hasil itulah peneliti ingin membuktikan bahwa kadar HDL yang
rendah dan kadar trigliserida yang tinggi sebagai salah satu faktor risiko psoriasis
vulgaris.
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1 Apakah kadar HDL yang rendah merupakan faktor risiko pada
psoriasis vulgaris?
1.2.2 Apakah kadar trigliserida yang tinggi merupakan faktor risiko pada
psoriasis vulgaris?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum:
Untuk mengetahui peran HDL dan Trigliserida sebagai faktor risiko
terjadinya psoriasis vulgaris.
1.3.2
Tujuan Khusus:
a. Untuk mengetahui kadar Trigliserida yang tinggi sebagai faktor risiko
psoriasis vulgaris.
b. Untuk mengtahui kadar HDL yang rendah sebagai faktor risiko
psoriasis vulgaris.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat Teoritis:
Untuk menambah wawasan pengetahuan tentang peran
HDL dan
Manfaat Klinis:
Dengan terbuktinya kadar HDL yang rendah dan kadar trigliserida yang
tinggi sebagai faktor risiko psoriasis vulgaris, maka dalam penanganan
pasien psoriasis perlu mengendalikan kadar HDL yang rendah dan kadar
trigliserida yang tinggi.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
penurunan setelah usia 75 tahun seiring berkurangnya usia harapan hidup pada
pasien psoriasis akibat hubungan psoriasis dengan diabetes atau aterosklerosis.
2.1.3
Gambaran Klinis
Keluhan utama pasien psoriasis adalah lesi yang terlihat, rendahnya
kepercayaan diri, gatal dan nyeri terutama jika mengenai telapak tangan, telapak
kaki dan daerah intertriginosa. Selain itu psoriasis dapat mengganggu aktivitas
sehari-hari bukan hanya oleh karena keterlibatan kulit, tetapi juga menimbulkan
arthritis psoriasis. Gambaran klinis psoriasis adalah plak eritematosa sirkumskrip
dengan skuama putih keperakan diatasnya dan tanda Auspitz. Warna plak dapat
bervariasi dari kemerahan dengan skuama minimal, plak putih dengan skuama
tebal hingga putih keabuan tergantung pada ketebalan skuama. Pada umumnya
lesi psoriasis adalah simetris (Gudjonsson dan Elder, 2012). Beberapa pola dan
lokasi Psoriasis antara lain:
2.1.3.1 Psoriasis Vulgaris
Merupakan bentuk yang paling umum dari psoriasis dan sering ditemukan
(80%). Psoriasis ini tampak berupa plak yang berbentuk sirkumskrip. Jumlah lesi
pada psoriasis vulgaris dapat bervariasi dari satu hingga beberapa dengan ukuran
mulai 0,5 cm hingga 30 cm atau lebih. Lokasi psoriasis vulgaris yang paling
sering dijumpai adalah ekstensor siku, lutut, sakrum dan scalp. Selain lokasi
tersebut diatas, psoriasis ini dapat juga timbul di lokasi lain.
2.1.3.2 Psoriasis Gutata
Tampak sebagai papul eritematosa multipel yang sering ditemukan
terutama pada badan dan kemudian meluas hingga ekstremitas, wajah dan scalp.
Lesi psoriasis ini menetap selama 2-3 bulan dan akhirnya akan mengalami
resolusi spontan. Pada umumnya terjadi pada anak-anak dan remaja yang
seringkali diawali dengan radang tenggorokan.
ditandai dengan eritema, skuama dan pustul pada telapak tangan dan kaki
(a)
(b)
(c)
Gambar 2.1 Gambaran klinis Psoriasis vulgaris : (a) Tipe Plak ,(b) Tipe Gutatta dan (c)
Tipe Eritrodermi
10
2.1.4 Diagnosis
Diagnosis
psoriasis
ditegakkan
berdasarkan
gambaran
klinis
dan
11
2.1.6
digunakan
ntuk
mengevaluasi
perbaikan
klinis
setelah
pengobatan
(Gudjonsson dan Elder, 2012). PASI merupakan baku emas pengukuran tingkat
keparahan psoriasis. Beberapa elemen yang diukur oleh PASI adalah eritema,
skuama dan ketebalan lesi dari setiap lokasi di permukaan tubuh seperti kepala,
badan, lengan dan tungkai. Bagian permukaan tubuh dibagi menjadi 4 bagian
antara lain: kepala (10%), abdomen, dada dan punggung (20%), lengan (30%) dan
tungkai termasuk bokong (40%). Luasnya area yang tampak pada masing-masing
12
area tersebut diberi skor 0 sampai dengan 6, seperti terlihat dalam tabel dibawah
ini:
Karakteritis klinis yang dinilai adalah; eritema (E), skuama (S), dan ketebalan
lesi/indurasi (T). Karakteristik klinis tersebut diberi skor sebagai berikut; tidak ada
lesi =0, ringan=1, sedang=2, berat=3 dan sangat berat=4. Nilai derajat keparahan
diatas dikalikan dengan weighting factor sesuai dengan area permukaan tubuh;
kepala = 0,1, tangan/lengan = 0,2, badan = 0,3, tungkai/kaki = 0,4. Total nilai
PASI diperoleh dengan cara menjumlahkan keempat nilai yang diperoleh dari
keempat bagian tubuh. Total nilai PASI kurang dari 10
dikatakan sebagai
psoriasis ringan, nilai PASI antara 10-30 dikatakan sebagai psoriasis sedang, dan
nilai PASI lebih dari 30 dikatakan sebagai psoriasis berat (De Rie dkk, 2004;
Feldman dan Krueger, 2005).
13
Eritema (E)
Score
Kepala
Ekstremitas
Atas
Badan
Ekstremita
s Bawah
x 0.1
x 0.2
x 0.3
x 0.4
Tidak Ada = 0
Minimal = 1
Sedang =2
Parah = 3
Skuama (S)
Sangat Parah = 4
Totals
Nilainya
Persentasi Daerah
Tubuh yang Terkena
(Nilai antara 0 sampai
6)
<10% = 1
10-29% = 2
30-49% = 3
50-69% = 4
70-89% = 5
90-100% = 6
2.1.7
Penatalaksanaan
Psoriasis sebagai penyakit yang multifaktorial dengan penyebab belum
diketahui dengan pasti, sehingga penanganannya juga sangat bervariasi dan setiap
pusat pendidikan mempunyai acuan yang berbeda. Ashcroft dkk., 2000
mengemukakan bahwa terdapat berbagai variasi terapi psoriasis, mulai dari
topikal untuk psoriasis ringan hingga fototerapi dan terapi sistemik untuk psoriasis
berat.Edukasi kepada pasien tentang faktor-faktor pencetusnya perlu disampaikan
14
15
Ditranol (antralin)
Hampir sama dengan tar memiliki efek antiinflamasi ringan, sebab dapat mengikat
asam nukleat, menghambat sintesis DNA dan menggabungkan uridin ke dalam
RNA nukleus.
Vitamin D analog (Calcipotriol)
Calcipotriol ialah sintetik vit D yang bekerja dengan menghambat proliferasi sel
dan diferensiasi keratinosit, meningkatkan diferensiasi terminal keratinosit.
Preparatnya berupa salep atau krim 50 mg/g, efek sampingnya berupa iritasi,
seperti rasa terbakar dan menyengat.
Tazaroten
Merupakan molekul retinoid asetilinik topikal, efeknya menghambat proliferasi
dan normalisasi petanda differensiasi keratinosit dan menghambat petanda
proinflamasi pada sel radang yang menginfiltrasi kulit. Tersedia dalam bentuk gel,
dankrim dengan konsentrasi 0,05 % dan 0,1 %. Bila dikombinasikan dengan
steroid topikal potensi sedang dan kuat akan mempercepat penyembuhan dan
mengurangi iritasi. Efek sampingnya ialah iritasi berupa gatal, rasa terbakar, dan
eritema pada 30 % kasus, juga bersifat fotosensitif.
Humektan dan Emolien
Efek emolien ialah melembutkan permukaan kulit dan mengurangi hidrasi kulit
sehingga kulit tidak terlalu kering. Pada batang tubuh (selain lipatan), ekstremitas
atas dan bawah biasanya digunakan salep dengan bahan dasar vaselin 1-2
kali/hari, fungsinya juga sebagai emolien dengan akibat meninggikan daya
penetrasi bahan aktif. Jadi emolien sendiri tidak mempunyai efek antipsoriasis.
16
Fototerapi
Narrowband UVB untuk saat ini merupakan pilihan untuk psoriasis yang
rekalsitran dan eritroderma. Sinar ultraviolet masih menjadi pilihan di beberapa
klinik. Sinar ultraviolet B (UVA) mempunyai efek menghambat mitosis, sehingga
dapat digunakan untuk pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik adalah dengan
penyinaran secara alamiah, tetapi tidak dapat diukur dan jika berlebihan maka
akan memperparah psoriasis. Karena itu, digunakan sinar ulraviolet artifisial,
diantaranya sinar A yang dikenal sebagai UVA. Sinar tersebut dapat digunakan
secara tersendiri atau berkombinasi dengan psoralen (8-metoksipsoralen,
metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersama-sama dengan preparat ter yang
dikenal sebagai pengobatan cara Goeckerman. PUVA efektif pada 85 % kasus,
ketika psoriasis tidak berespon terhadap terapi yang lain.
B. Sistemik
Kortikosteroid
Pemberian kortikosteroid sistemik masih kontroversial kecuali yang bentuk
eritrodermi, psoriasis artritis dan psoriasis pustulosa Tipe Zumbusch. Dimulai
dengan prednison dosis rendah 30-60 mg (1-2 mg/kgBB/hari), atau steroid lain
dengan dosis ekivalen. Setelah membaik, dosis diturunkan perlahan-lahan,
kemudian diberi dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara mendadak akan
menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadi Psoriasis Pustulosa Generalisata.
Sitostatik
Bila keadaan berat dan terjadi eritrodermi serta kelainan sendi dapat sitostatik
yang biasa digunakan ialah metotreksat (MTX). Obat ini sering digunakan
17
Psoriasis Artritis dengan lesi kulit, dan Psoriasis Eritroderma yang sukar
terkontrol. Bila lesi membaik dosis diturunkan secara perlahan. Kerja metotreksat
adalah menghambat sintesis DNA dengan cara menghambat dihidrofolat
reduktase dan juga hepatotoksik maka perlu dimonitor fungsi hatinya. Karena
bersifat menekan mitosis secara umum, hati-hati juga terhadap efek supresi
terhadap sumsum tulang.
Etretinat (tegison, tigason)
Etretinat merupakan retinoid aromatik, derivat vitamin A digunakan bagi psoriasis
yang sukar disembuhkan dengan obat-obat lain mengingat efek sampingnya.
Etretinat efektif untuk Psoriasis Pustular dan dapat pula digunakan untuk psoriasis
eritroderma. Kerja retinoid yaitu mengatur pertumbuhan dan diferensiasi terminal
keratinosit yang pada akhirnya dapat menetralkan stadium hiperproliferasi.
Efek samping dapat terjadi kulit menipis dan kering, selaput lendir pada
mulut, mata, dan hidung kering, kerontokan rambut, cheilitis, pruritus, nyeri
tulang dan persendian, peninggian lipid darah, gangguan fungsi hepar
(peningkatan enzim hati).
Siklosporin A
Digunakan bila tidak berespon dengan pengobatan konvensional. Efeknya ialah
imunosupresif. Dosisnya 1-4mg/kgbb/hari. Bersifat nefrotoksik dan hepatotoksik,
gastrointestinal, flu like symptoms, hipertrikosis, hipertrofi gingiva,serta
hipertensi. Hasil pengobatan untuk psoriasis baik, hanya setelah obat dihentikan
dapat terjadi kekambuhan. (Gudjonsson and Elder,2012)
18
TNF-antagonis
Tumor Necrosis Factor (TNF) alpha merupakan sitokin proinflamasi yang
memegang peran penting dalam patogenesis psoriasis. Saat ini sedang
dikembangkan sebagai terapi yang memberi haparan baru. Sediaannya antara lain
Adalimumab, Infliximab, etanercept, alefacept dan efalizumab.
b.
Hal lain yang menyokong adanya faktor genetik adalah bahwa psoriasis berkaitan
dengan HLA. Psoriasis tipe I berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57 dan
Cw6. Psoriasis tipe II berkaitan dengan HLA-B27 dan Cw2, sedangkan psoriasis
19
pustulosa berkaitan dengan HLA-B27 (Nickoloff & Nestle, 2004). Pada analisa
Human Leukocyte Antigen (HLA) yang spesifik dalam suatu populasi, didapatkan
bahwa
suseptibilitas
terhadap
psoriasis
berhubungan
dengan
Major
produksinya
bertambah.
Sel
Langerhans
juga
berperan
dalam
20
adanya pergerakan antigen baik endogen maupun eksogen oleh sel langerhans.
Pada psoriasis pembentukan epidermis lebih cepat, hanya 3-4 hari, sedangkan
pada kulit normal lamanya 27 hari. (Gaspari; 2006)
Nickoloff (1998) berkesimpulan bahwa psoriasis merupakan penyakit
autoimun. Lebih 90% dapat mengalami remisi setelah diobati dengan
imunosupresif. Berbagai faktor pencetus pada psoriasis yang disebutkan dalam
kepustakaan diantaranya adalah stress psikis, infeksi fokal, trauma (Fenomenan
Kobner), endokrin, gangguan metabolik, obat, alkohol dan merokok. Stress psikis
merupakan faktor pencetus utama. Infeksi fokal mempunyai hubungan yang erat
dengan salah satu jenis psoriasis yaitu psoriasis gutata, sedangkan hubungannya
dengan psoriasis vulgaris tidak jelas. Pernah dilaporkan kesembuhan psoriasis
gutata setelah dilakukan tonsilektomi. Umumnya infeksi disebabkan oleh
Streptococcus. Faktor endokrin umumnya berpengaruh pada perjalanan penyakit.
Insiden psoriasis terutama pada masa pubertas dan menopause. Pada waktu
kehamilan umumnya membaik sedangkan pada masa postpartum umumnya
memburuk. Gangguan metabolisme seperti dialisis dan hipokalsemia dilaporkan
menjadi salah satu faktor pencetus. Obat yang umumnya dapat menyebabkan
residif ialah beta adrenergik blocking agents, litium, anti malaria dan penghentian
mendadak steroid sistemik.
2.2.3 Faktor Pencetus
Penyebab dan patogenesis psoriasis vulgaris belum diketahui dengan pasti,
secara patologis terjadi proliferasi yang berlebihan pada keratinosit dan
peradangan kronis, sehingga penyakit ini bersifat kronik-residif. Banyak teori
21
22
antara lain: NSAID, lithium, ACE inhibitor, gemfribosil, dan -blocker (Ashcroft
dkk, 2000). Mekanisme eksaserbasi psoriasis akibat obat-obatan lainnya belum
diketahui. Konsumsi alkohol juga dilaporkan dapat mencetuskan psoriasis
walaupun mekanismenya belum diketahui. Hubungan antara stres dan eksaserbasi
psoriasis belum terlalu jelas namun diduga karena mekanisme neuroimunologis.
Psoriasis dilaporkan akan bertambah buruk dengan timbulnya stres yaitu pada 3040% kasus. Pada saat periode premenstruasi, lesi psoriasis dikatakan sering
kambuh. Angka kejadian psoriasis meningkat pada waktu pubertas dan
menopause dan diduga peranan dari faktor endokrin. Psoriasis pada penderita HIV
lebih berat karena terjadi defisiensi sistem imun (Gudjonsson dan Thorarinsson,
2003).
Faktor pencetus yang belum banyak diungkapkan dan masih
kontroversial adalah profil lipid terutama trigliserida dan HDL, hal ini banyak
dihubungkan dengan gangguan metabolisme lipid, dislipidemia, sindroma
metabolik, diabetes melitus dan penyakit jantung koroner. Mengenai gangguan
metabolisme lipid terutama trigliserida dan HDL akan dibicarakan lebih dalam
dalam uraian berikutnya.
2.3 Imunopatogenesis Psoriasis
Seperti telah diketahui bahwa penyebab dan patogenesis psoriasis belum
diketahui dengan pasti, banyak sistem dalam tubuh berperan dalam patogenesis
psoriasis, banyak komponen, elemen mediator yang terlibat terhadap terjadinya
atau kekambuhan psoriasis (Joshi, 2004; Nestle dkk 2009 ). Namun ada tiga hal
yang perlu diperhatikan oleh para peneliti, diantaranya gangguan diferensiasi
23
angiogenesis
dan
dilatasi
pembuluh
darah.
Lapisan
epidermis
24
25
lahir, tapi biasanya menghilang setelah dewasa, kecuali pada pasien psoriasis, hal
ini menyebabkan ditemukan TGF- dibagian atas lesi psoriasis, tetapi tidak dalam
kulit normal. Vasoactive Intestinal Polipeptide (VIP), merupakan neuropeptida
dengan berat molekul besar, menginduksi produksi TGF- in vivo, sebelumnya
diduga bahwa efek hiperproliferasi dari VIP dimediasi oleh peningkatan level
dari cyclic adenosine monophosphate (cAMP) yang disebabkan oleh aktivitas
activated adenylate cyclase, namun penelitian lain menunjukkan bahwa VIP
menstimuli pertumbuhan keratinosit melalui TGF- bukan.Activating protein
(AP-1), sebuah kompleks dari oncoproteins, menstimulasi ekspresi banyak gen
yang penting dalam proliferasi sel dan inflamasi. Faktor-faktor ini terbukti
memiliki pola ekspresi yang bereda-beda pada lesi psoriasis sehingga mediator
tersebut terlibat dalam patogenesis psoriasis. Mediator terakhir, MAPK,
membantu mengatur proliferasi sel. Banyak growth factor dan sitokin memodulasi
aktivitas MAPK, yang lebih banyak pada fibroblas psoriasis. (Grove dkk, 2001;
Sanchez, 2010; Bernard, 2012).
2.3.3 Imunologis dan Inflamasi
Mengawali peran imunitas pada psoriasis melalui antigen precenting cell
(APC) akan memproses dan mempresentasikan antigen pada sel T. Antigen
precenting cell ini mengekspresikan MHC klas I dan II pada permukaannya.
Lapisan epidermis pada penderita psoriasis akan terjadi peningkatan jumlah
denritic cell (DC) walaupun tidak spesifik untuk penyakit ini. DC di dermis
menjadi tipe APC yang berperan pada psoriasis dan terletak pada papilla dermis.
Pada pasien psoriasis, jumlah DC plasmasitoid meningkat baik pada bagian kulit
26
yang terlibat atau tidak, tetapi hanya aktif pada kulit yang terlibat. Proses antigen
diakhiri dengan timbulnya peptida antigen di permukaan APC oleh MHC.
Komplek peptide-protein ini akan dikenali secara spesifik oleh reseptor sel T
(TCR). APC yang telah aktif akan berjalan menuju limfonoid untuk mengaktifkan
sel T. Interaksi sel T dan APC di limfonoid akan menstimulasi sel T. Proses ini
terdiri dari dua sinyal. Sinyal pertama dihasilkan oleh komplek antigen yaitu
MHC dan TCR sedangkan sinyal yang kedua berperan sebagai konstimulasi.
Konstimulasi ini diperankan oleh reseptor dengan ligand pada sel T. Kemudian
sinyal 1 dan 2 akan mengaktivasi sel T (Krueger et al, 2005;Verghese,2011,
Perez,2013).
Salah satu sel dendritik yang berpengaruh dalam patogenesis psoriasis adalah sel
Sel Langerhans yang mengenali dan menangkap antigen, bermigrasi ke
kelenjar getah bening lokal, dan mempresentasikannya ke sel T. Aktivasi limfosit
T akan menghasilkan sitokin pro-inflamasi seperti TNF- yang menyebabkan
proliferasi keratinosit. Hiperproliferasi ini menyebabkan menurunnya waktu
transit epidermis (perkiraan waktu yang diperlukan oleh sel kulit untuk maturasi
secara normal) dari 28 hari menjadi 2-4 hari dan memproduksi sisik kemerahan
yang tipikal pada psoriasis. IFN- juga menghambat apoptosis keratinosit dengan
menstimulasi protein anti-apoptosis, demikian juga IL-6 lebih tinggi secara
bermakna antara psoriasis (61,26+57,40) dengan kontrol
(Verghese,2011).
(2,38 +1,94)
27
Gambar 2.3Skema singkat hubungan antara Psoriasis dan penyakit autoimun terkait. Sitokin memiliki peran
penting dalam patogenesis Psoriasis (Ps), psoriasis arthritis (PSA), rheumatoid arthritis (RA) dan penyakit
Crohn..Skema tersebut menggambarkan interaksi antara APC, sel T dan sel lain seperti fibroblast. Interaksi ini
difasilitasi oleh sitokin yang diproduksi oleh sel-sel imu lainnya. Sitokin yang menstimuli () dan
menghambat (--I). Tumor necrosis factor (TNF)-, Interleukin (IL-6),Interleukin (IL)-22,dan Interferon (IFN)-
merupakan adalah mediator yang berperanan dalam target akhir untuk diferensiasi, proliferasi dan inflamasi
pada psoriasis. (Perez, 2013)
28
IL-6 dari sel T yang teraktivasi dan IL-12 dari sel Langerhans menstimulasi IFN, TNF-, dan IL-6, yang bertanggung jawab dalam diferensiasi, maturasi, dan
proliferasi sel T menjadi sel memori efektor. Kemudain sel T bermigrasi ke kulit,
dimana mereka berkumpul di sekitar pembuluh darah dermis. Ini merupakan
perubahan imunologik pertama yang menyebabkan diferensiasi dan proliferasi
keratinosit pada psoriasis akut (El-Dorouti, 2010).
Perez (2013). telah mendemonstrasikan defisiensi aktivitas sel T regulator
(T reg) pada pembuluh darah perifer dan di kulit pasien dengan psoriasis.
Meskipun jumlah absolut sel T reg yang bersirkulasi pada pasien psoriasis adalah
normal dibandingkan pasien yang sehat, ternyata terdapat defisiensi relatif dalam
kemampuan mereka untuk menekan proliferasi sel T CD4. Angiogenesis bukan
kejadian awal dari patogenesis psoriasis, namun memahami mekanisme yang
menyebabkan angio-proliferasi dapat membantu menemukan obat anti-psoriasis
yang tepat. Angiogenesis dan hiperpermeabilitas vaskular disebabkan oleh
meningkatnya produksi vascular endothelial growth factor (VEGF) oleh
keratonosit yang telah terstimulasi oleh TGF- yang dihasilkan oleh sel T dan
keratinosit. TNF- juga meningkatkan angiogenesis.
29
Data terbaru menyatakan bahwa selain TNF-, IL-20 dan IL-17 juga
sangat berperan di dalam patogenesis psoriasis. IL-17 yang disekresikan oleh sel
Th17 juga dapat mengaktifasi inflamasi di berbagai sistem organ. Seperti
misalnya, IL-17 juga meningkat pada serum pasien dengan penyakit arteri koroner
(Piskin dkk., 2003; Mallbris dkk., 2006).
Sel T yang teraktivasi ini akan memasuki sistem sirkulasi menuju jaringan
perifer. Sel T akan berikatan dengan endotel dimana
leucocyte function-
30
adalah
faktor
pencetus
keterlibatan
sel-sel
inflamasi,
31
20) dan sitokin yang diproduksi sendiri oleh keratinosit seperti TGF-, IL-19 dan
IL-20. Akan tetapi, sampai saat ini belum dapat ditentukan sitokin mana yang
bertanggung jawab dalam peningkatan poliferasi keratinosit (Numerof dan
Asadullah, 2006).
Imunosit dan keratinosit pada lesi psoriasis memproduksi faktor
angiogenik, yaitu VEG-F, yang meningkatkan proses angiogenesis dan aktivasi
sel endotel. Nilai VEG-F meningkat dalam keadaan hiperinsulinemik seperti
sindrom metabolik dimana adiposit adalah sumber primernya (Cargil dkk., 2007)
Faktor genetik juga berperan penting dalam suseptibilitas psoriasis dan
gangguan metabolik, termasuk dislipidemia. Lebih dari 20 lokus genetik yang
mengandung berbagai macam jumlah gen telah dikaitkan dengan suseptibilitas
psoriasis. Dari gen-gen ini, beberapa juga dihubungkan dengan gangguan
metabolik. Lokus suseptibilitas psoriasis PSORS2, PSORS3, dan PSORS 4 juga
terhubung dengan lokus suseptibilitas untuk gangguan metabolik, diabetes tipe 2,
dislipidemia dan penyakit kardiovaskular (Azfar dan Gelfan, 2008).
2.4 Jenis Kolesterol dalam Tubuh
Kolesterol diproduksi oleh hati dalam bentuk partikel lembut menyerupai
lapisan lilin yang beredar di dalam darah. Fungsi kolesterol sebenarnya adalah
sebagai unsur utama membran sel, membantu pencernaan lemak di dalam
empedu, pembentukan vitamin D dan hormon steroid. Hati sebenarnya sudah
menghasilkan sebagian besar kolesterol yang dibutuhkan oleh tubuh, akan tetapi
karena adanya asupan makanan yang mengandung lemak maka jumlah kolesterol
akhirnya menjadi berlebihan dan ini tentunya akan mengakibatkan terjadinya
32
33
mengandung trigliserida yang mengisi hampir 90% dari volume sel. Sedangkan
lipid pada darah harus berikatan dengan protein agar dapat larut dalam air dan
ikatan ini disebut lipoprotein. (Javidi dkk,2007). Di dalam peredaran darah,
lipoprotein merupakan suatu komplek yang biasa disebut lipoprotein partikel yang
terdiri dari 2 bagian yaitu bagian dalam (inti) yang tidak larut terdiri dari
trigliserida dan ester kolesterol, dan bagian luar yang larut terdiri dari kolesterol
bebas, fosfolipid dan apoprotein (Jellinger, 2000; Khovidhunkit dkk., 2004). Ada
beberapa tipe dari lipoprotein dalam darah antara lain:Kilomikron, dibentuk di
dinding usus dari trigliserida dan kolesterol berasal dari makanan. Trigliserida
(TG) mengalami hidrolisa oleh lipoprotein lipase dan sisanya diekskresi oleh hati.
Kilomikron ini memiliki nilai perbandingan lemak dan protein yang tertinggi
(lebih banyak lemaknya daripada protein), dan tugasnya adalah membawa energi
dalam bentuk lemak ke otot. Very Low Density Lipoprotein (VLDL), molekul
VLDL diproduksi di hepar dan mengandung trigliserol dan kolesterol yang tidak
diperlukan oleh hepar dalam sintesis asam empedu. VLDL merupakan karier
utama dari trigliserida. VLDL akan mengalami degradasi menjadi LDL (Jellinger,
2000; Khovidhunkit dkk., 2004). Low Density Lipoprotein (LDL), adalah karier
utama kolesterol dalam darah dan masing-masing molekul mengandung sekitar
1.500 molekul kolesterol ester. Bila jumlah kolesterol dalam darah berlebih,
reseptor LDL akan dihambat sehingga molekul LDL tidak akan diambil.
Sebaliknya, reseptor LDL akan lebih banyak dihasilkan bila di dalam sel
kekurangan kolesterol. Bila regulasi sistem ini terganggu, banyak molekul LDL
muncul di darah tanpa reseptor sehingga akan teroksidasi dan ditangkap oleh
34
makrofag membentuk foam cell. Sel-sel ini terperangkap dalam dinding pembuluh
darah yang akan membentuk plak atherosklerotik. (Uyanik dkk., 2002; Tekin
dkk., 2007; Jellinger, 2000; Khovidhunkitet dkk, 2004). High Density
Lipoprotein (HDL), molekul HDL akan menghantarkan kolesterol kembali ke
hepar untuk diekskresikan atau dihantarkan ke jaringan lainnya untuk sintesis
hormon yang disebut dengan proses reverse cholesterol trigliseride (RCT). Kadar
molekul HDL yang tinggi berhubungan dengan status kesehatan yang lebih baik.
HDL menunjukkan kondisi sistem metabolik yang sehat dari individu. Nilai
normal
HDL
35-85
mg/dL
(Jellinger,
2000;
Khovidhunkit
dkk.,
35
2.5
36
darah pasien psoriasis dan merekrut lebih banyak sel T ke kulit dan persendian,
meningkatkan proses angiogenesis dan hiperproliferasi epidermal (Goiris dkk,
2006). Selain itu TNF- juga disekresikan pada jaringan adiposa dan merupakan
gambaran yang penting dalam obesitas kronik. TNF- dapat menyebabkan
resistensi insulin melalui berbagai jalan seperti misalnya mengganggu insulin
signaling dengan menghambat aktivitas tirosine kinase dari reseptor insulin
melalui aktivasi peroxisome proliferatoractivated reseptor (PPAR) yang
meningkatkan proliferase epidermal, modulasi adipogenesis dan metabolisme
glukosa, dan melalui supresi adiponectin yang merupakan molekul anti inflamasi
yang penting dalam regulasi sensitivitas insulin (Reynoso dkk, 2003). Selain itu,
inflamasi kronis psoriasis akan meningkatkan insulin-like growth factor-II (IGFII) di kulit dan darah pasien psoriasis, dimana IGF-II dapat meningkatkan
proliferasi epidermis, modulasi massa lemak tubuh dan metabolisme lemak. Hal
ini berkaitan dengan hiperlipidemia atau ketidakseimbangan kadar HDL dan
trigliserida baik pada hewan coba maupun pada manusia (Cohen dkk., 2007;
Zuliani,2007; Kaji H, 2013).
Tabel 2.2 Hasil beberapa peneliti tentang hubungan kadar Trigliserida dan HDL
dengan Psoriasis
Peneliti
Dsouza dkk,
2013
Metode
Case-control,
Population
TG
HDL
Bhat dkk ,
2012
Case-control
TG
HDL
Bajaj dkk,
2009
Case-control
TG
Case
Control
Case
Control
Case
Control
Case
Control
Case
Control
Mean+ SD
116+37
99 +2,4
47,2+8,0
47,11+11,1
94,55+40,87
174,1+81,54
42.65+10,54
42,55+14,16
175,91+46,55
147,12+9,72
P>0.05
NS
NS
P<0,001
NS
P<0,001
37
HDL
Dreiher dkk,
2008
Case-control
TG
HDL
Akhyani
dkk, 2007
Crosssectional
TG
HDL
Javidi, 2007
Crosssectional
TG
HDL
Carneiro
dkk, 2006
Crosssectional
TG
HDL
Case
Control
Case
Control
Case
Control
Case
Control
Case
Cantrol
Case
Control
Case
Control
Case
Control
Case
37,81+10,78
41,41+9,72
>200 (15,9 %)
<200 (13,5 %)
>40 (24,9 %)
<40 (21 %)
140,30+55,24
115,84+47,28
39,64+7,91
41,32+7,73
265,7+114,3
174,5+81,2
38,3+3,6
44,4+6,4
>150 (36,2 %)
<150 (13,8 %)
Low (61,0 %)
Normal (19,2 %)
P<0,001
OR=1,21
P<0,001
OR=1,18
P<0,001
P<0.001
NS
P<0,05
NS
P<0,001
P<0,001
NS Non significant
Dari berbagai penelitian tersebut diatas, masih banyak perbedaan hasil dengan
metode yang berbeda-beda.
Banyak peran HDL sebagai antiinflamasi sebagai berikut; menghambat
sitokin yang menstimuli ekspresi molekul adesi terhadap sel endotel seperti :
Vascular cell adhesion molecule-1, Intercellular adhesion molecule-1 dan Eselectin.Menghambat sitokin TNF- yang mensintesis IL-6, sitokin ini sebagai
sitokin proinflamasi (Zuliani,2007; Das dkk.;2012; Kaji; 2013).
Pada gambar 2.4 dibawah ini tampak jelas peran antiinflamasi dari HDL, terutama
terhadap ICAM-1 dan VCAM-1.
38
Gambar 2.4Efek Antiinflamasi dari HDL. High density lipoprotein (HDL) memiliki efek antiinflamasi, terutama terhadap efek pada pada sel endotel telah banyak buktinya. Penelitian In vitro
telah menunjukkan bahwa HDL lipoprotein dari manusia dengan komponen utamanya adalah
apolipoprotein AI (apoA-I), dapat menghambat ekspresi VCAM 1 dan ICAM-1 pada sel endotel
dan mengurangi pengikatan monosit ke permukaan endotel, hal ini menyebabkan terhambatnya
migrasi sel-sel radang dari pembuluh darah (Barter, 2004)
Perubahan vaskuler terjadi pada lapisan dermis lesi psoriasis yaitu berupa
dilatasi kapiler dan angiogenesis. Peningkatan dari vaskuler endothelial growth
factor (VEGF/VPF) oleh keratinosit yang distimulasi oleh TGF- (yang
diproduksi sel T dan keratinosit) akan menyebabkan angiogenesis dan
hipermeabilitas vaskuler. TNF juga merupakan promotor terjadinya angiogenesis
dan peradangan pada endotel dermis, hal ini yang menyebabkan lesi psoriasis
yang eritematous (De Rie dkk, 2004; Schon dan Boehncke, 2005; Gudjonsson dan
Elder, 2008).
Peningkatan kadar trigliserida dapat memprovokasi akumulasi lipid pada
dinding arteri, memicu respon inflamasi awal di endotel vaskularyang
mengekspresikan molekul adhesi. Lipoprotein lipase (LPL) memainkan peran
penting dalam metabolisme lipid dengan hidrolisis trigliserida hal ini terjadi
39
2.6
40
penting. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa dasar patologis psoriasis adalah
proliferasi keratinosit juga akibat gangguan imunologis. Peran trigliserida dan
HDL memegang peran sentral dalam proses patologi psoriasis (Ghasibadeh dkk
2010; Padhi dkk 2013).
Gambar 2.5 Skema singkat proses perkembangan proses radang yang terjadi antara
psoriasis dan aterosklerosis. Dalam kelenjar getah bening, sel penyaji antigen (APC)
mengaktifkan naif sel T untuk meningkatkan ekspresi leukocyte-function-associated
antigen-1 (LFA-1). Sel T yang aktif akan bermigrasi (ekstravasasi) ke pembuluh darah
dan terikat pada endotel. Selain itu intercellular adhesion molecule-1(ICAM-1) akan
berinteraksi dengan sel dendritik, makrofag dan keratinosit pada lesi Pada akhirnya
makrofag mensekresi kemokin dan sitokin yang berperan dalam proses inflamasi,
sehingga terjadi pembentukan plak psoriasis atau plak aterosklerosis(Ghasibadeh dkk
2010).
41
Dari uraian di atas tampak bahwa peranan lipid sangat besar dalam
patogenesis psoriasis, dalam hal ini keseimbangan antara trigliserida dan HDL.
HDL selain sebagai mediator antiinflamasi juga sebagai antioksidan, sangat
berperan dalam menekan sintesis IL-6, IL-8, TNF, dan IFN-gamma. Sitokin
proinflamasi ini akan meningkatkan peran epidermal growth factos, nerve growth
factors, ICAM-1 dan VCAM yang pada akhirnya akan meningkatkan diferensiasi
dan proliferasi keratinosit. Trigliserida merupakan lipoprotein yang bersifat
proinflamasi menyatakan bahwa salah satu faktor risiko kejadian psoriasis adalah
gangguan profil lipid terutama kadar trigliserida yang tinggi dan kadar HDL yang
rendah sebagai salah satu faktor risiko, walaupun masih ada beberapa peneliti
yang menemukan hal yang berbeda peran HDL dan trigliserida pada psoriasis.
Kedua lipid tersebut berperan dalam patogenesis psoriasis secara tidak langsung,
tetapi melalui stimulasi sel T helper dengan meningkatkan produksi sitokin
inflamasi seperti IL-1, IL-6, IFN-gamma dan sitokin proinflamasi lainnya. IL-6
memegang peran yang dominan dalam proliferasi sel keratinosit dan peradangan
kronis, sebagai gambaran klinis tampak sebagai psoriasis, melalui stimulasi
epidermal growth factor, nerve growth factor dan endothelial growth factor, yang
pada akhirnya menyebabkan proliferasi keratinosit dan peradangan pada lesi
psoriasis. Namun peran kadar HDL yang rendah dan kadar trigliserida yang tinggi
pada psoriasis belum ada kesepakatan, selain itu apakah ke dua profil lipid
tersebut dapat sebagai faktor risiko terjadinya psoriasis, kiranya perlu dilakukan
penelitian case-control untuk mengetahui rasio Odds dari profil lipid tersebut.
42
BAB III
KERANGKA PIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1
Kerangka Pikir
Dari uraian di atas tampak bahwa keseimbangan antara trigliserida dan
42
43
Trigliserida dan
HDL
Pola diet
IL-6
IL-17
IFN-gamma
TNF-alpha
Proliferasi keratinosit
Peradangan kronis
Psoriasis
Faktor Genetik
Kortikosteroid sistemik
Infeksi Streptococcus
Stress psikologis
Keterangan :
Diteliti
T Tidak diteliti
Kadar HDL yang rendah merupakan faktor risiko pada psoriasis vulgaris.
3.3.2
44
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1
Rancangan Penelitian
Untuk mengetahui kadar HDL yang rendah dan kadar trigliserida yang tinggi
terhadap kejadian psoriasis vulgaris maka dilakukan penelitian observasional
analitik dengan menggunakan rancangan case-control study.
HDL
Trigliserida
KASUS
(PSORIASIS)
HDL
Trigliserida
Tidak berpasangan
(unmatching)
HDL
Trigliserida
KONTROL
NON PSORIASIS
HDL
Trigliserida
44
45
4.2
4.3
Kriteria Inklusi
Kriteria Eksklusi
46
= Besar sampel
= p1+p0
p1
= proporsi case
p0
= proporsi kontrol
= 1-p
q0
= 1-p0
q1
= 1- p1
47
2. Variabel Tergantung
: Psoriasis vulgaris
3. Variabel Perancu
in
Fitzpatrick s
Dermatology 2012.
3. HDL kolesterol dan Trigliserida akan ditentukan dengan metode CHOD PAP
(Flier 2008) dikategorikan menjadi:
HDL-kolesterol < 35mg/ dl.
Trigliserida darah > 150mg/dl.
4. Derajat keparahan Psoriasis berdasarkan Feldman dan Krueger,2005 bila:
Nilai PASI < 10 disebut Psoriasis derajat ringan.
Nilai PASI 10 30 disebut Psoriasis derajat sedang.
Nilai PASI > 30 disebut Psoriasis derajat berat.
4.8 Prosedur Penelitian
4.8.1
48
4.8.3
dilakukan
di
Laboratorium
Klinik
RSUP
Sanglah,
49
Penapisan Sampel
-Kriteria Inklusi
-Kriteria Eksklusi
Eligible sampel
Informed concern
Kontrol
Non Psoriasis Vulgaris
Tidak
Berpasangan
Kasus
Psoriasis Vulgaris
Pengambilan darah:
Pemeriksaan kadar HDL, kadar Trigliserida
Analisis Data
Simpulan
50
4.10
Analisis Data
dan non
51
BAB V
HASIL PENELITIAN
Kontrol (n=30)
Non Psoriasis
2
24
4
6
17
7
8
22
15
15
4
20
6
2
25
3
0
18
7
5
30
-
0
11
13
6
30
-
51
0,134
0,063
0,329
0,001
0,001
52
(a)
(b)
53
Tabel 5.2
Perbedaan Kadar HDLdan Trigliserida antara Kelompok Kasus dengan
Kelompok Kontrol
Kelompok
Kasus
Kontrol
Psoriasis
Non Psoriasis
Variabel
HDL (mg/dl)
Trigliserida(mg/dl)
34,734,42
39,907,41
2,13
0,002
159,2326,43
145,0725,17
3,28
0,038
18
4,93
12
1,61-15,07
0,004
HDL
Normal
IK 95%
23
54
Tinggi
Kasus
Psoriasis
24
Kontrol
Non Psoriasis
12
Normal
18
Trigliserida
Rasio
Odd
IK 95%
6,00
1,89-19,04
0,002
55
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Karakteristik Subjek
Untuk mengetahui kadar HDL yang rendah dan kadar trigliserida yang
tinggi sebagai faktor risiko terjadinya psoriasis, maka dilakukan penelitian pada
pasien yang diperiksa di Poli Kulit dan Kelamin RSUP Sanglah, Denpasar.Setiap
pasien yang didiagnosis sebagai Psoriasis Vulgaris dipakai sebagai kasus. Setiap
kasus akan dipilihkan satu pasien non Psoriasis sebagai kontrol secara random
pada hari yang sama.
Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa subjek penelitian dengan usia
termuda adalah 17 tahun dan usia tertua adalah 60 tahun. Persentase terbanyak
menurut kelompok umur yaitu kelompok umur 25 - 44 tahun dengan nilai p 0.134.
Dari penelitian yang dilakukan oleh Gisondi dkk.(2007)
psoriasis vulgaris didapatkan distribusi rerata umur penderita 42.1, dan penelitian
oleh Ahmed dkk. (2009) terjadi pada segala usia dan puncaknya pada usia 26
tahun. Hal ini diduga karena faktor hormonal yang mempengaruhi proses
inflamasi pada pasien psoriasis.
Subjek penelitian terdiri dari laki-laki sebanyak 23 orang (38.3%) dan
perempuan 37 orang (61.7%). Pada penelitian Prodanovich dkk.(2009) disebutkan
bahwa wanita memiliki risiko yang sama untuk menderita psoriasis.
Persentase terbanyak
55
56
faktor stres baik fisik maupun psikologis yang berhubungan dengan aktivitas.
Penelitian oleh Gudjonsson dan Thorarinsson (2003) menyatakan stres pada
pasien psoriasis vulgaris meningkat 30- 40%.
Derajat keparahan kelompok kasus dibedakan menjadi derajat ringan,
sedang dan berat. Penderita terbanyak yaitu dengan derajat keparahan ringan yaitu
sebanyak 18 orang penderita (26,7%), derajat sedang sebanyak 7 orang penderita
(16,7%) dan derajat berat sebanyak 5 orang penderita (6,6%). Penelitian yang
dilakukan oleh Huerta dkk. (2007) mendapatkan hasil 45% dari 388 pasien
psoriasis vulgaris derajat ringan. Hal ini disebabkan karena derajat keparahan
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: faktor genetik, lokal dan sistemik.
Berdasarkan lama menderita sakit, kelompok kasus dengan persentase
terbanyak adalah 5 15 tahun sejumlah 13 (23,3%), diikuti oleh di bawah 5
tahun sebanyak 11 (18,3%), dan di atas 15 tahun sebanyak 6 (8,3%). Penelitian
yang dilakukan oleh Wiryadi (2004) di RSCM, Jakarta mendapatkan rerata lama
sakit pasien psoriasis adalah 6,8 tahun. Hal tersebut disebabkan karena psoriasis
vulgaris adalah suatu penyakit peradangan kulit yang bersifat kronik residif dan
lama sakit sangat bervariasi yaitu antara 2-50 tahun.
6.2 Perbedaan Kadar HDLdan Kadar Trigliserida antara Kelompok Kasus
dengan Kelompok Kontrol
Hasil penelitian dan analisis data pada kelompok kasus dan kontrol
menunjukkan bahwa uji normalitas (Kolmogorov-Smirnov) dan homogenitas
(Levene test) untuk data HDL dan trigeliserida berdistribusi normal (p > 0,05) dan
homogen (p>0,05), sehingga uji perbedaan rerata kadar HDL dan kadar
57
trigliserida antara kelompok kasus dengan kelompok kontrol menggunakan uji tindependent. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa rerata kadar HDL
kelompok kasusadalah 34,734,42 mg/dl dan rerata kadar HDL kelompok kontrol
adalah 39,907,41 mg/dl. Rerata kadar trigliserida kelompok kasus adalah
159,2326,43 mg/dl dan
regulasi sensitivitas insulin. IGF-II di kulit dan darah pasien psoriasis dapat
meningkatkan modulasi massa lemak tubuh dan metabolisme lemak.
58
6.3 Kadar HDL Yang Rendah dan Kadar Trigliserida Yang Tinggi
merupakan Faktor Risiko Terjadinya Psoriasis
Pada penelitian ini, batas normal kadar HDL adalah 35mg/dl, sedangkan
trigliserida darah adalah 150mg/dl. Untuk mengetahui peranan kadar HDL
terhadap risiko terjadinya Psoriasis dipakai uji Chi-Square.
Berdasarkan
hasil
analisis
didapatkan
bahwa
penurunan
kadar
59
mediator inflamasi ini memiliki efek pleiotropik pada beberapa proses, salah
satunya adalah pada metabolisme lipid (Creamer, 2002).
Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Neimann dkk (2006),
yang menyatakan bahwa kadar HDL yang rendah dan kadar trigliserida yang
tinggi berisiko 1,31 kali menyebabkan psoriasis vulgaris dibandingkan orang
sehat. Penelitian di Israel melaporkan dari 10.669 pasien psoriasis yang
didiagnosis dislipidemia sebesar 57.1% (Cohen dkk., 2008)
Di samping itu,
Prodanovich dkk (2009) dari Florida, Amerika Serikat melaporkan angka kejadian
atherosklerosis pada penderita psoriasis sebesar 2,18 kali dibandingkan orang
sehat.
Faktor imunologi dan genetik kemungkinan berperan dalam proses
timbulnya psoriasis. Peranan faktor imunologi dalam hal ini adalah adanya
peningkatan presentasi antigen, peningkatan aktivitas sel Limfosit T pada kulit
dan peningkatan regulasi sitokin dari sel T helper 1 (Th1). Peradangan kronik
Th1 ini yang menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme (Bajaj dkk., 2009;
Brauchii dkk., 2008).
Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian Cohen dkk. (2008)
yang melakukan penelitian potong lintang di Israel, dan menyatakan bahwa
terjadi peningkatan total kolesterol dan trigliserida, penurunan kadar HDL pada
pasien psoriasis dibandingkan dengan kontrol. Penelitian oleh Solak Tekin (2007)
di Turki juga menunjukkan kadar kolesterol total, trigliserida, LDL tinggi dan
kadar HDL rendah pada pasien psoriasis yang berusia 40 tahun dibandingkan
dengan kontrol. Menurut Zari (2007) disimpulkan bahwa profil lipid meningkat
60
61
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan simpulan sebagai berikut:
1. Kadar HDL yang rendah merupakan faktor risiko terjadinya psoriasis.
(RO = 4,93,IK 95%; 1.61-15.07, p =0,004)
2. Kadar Trigliserida yang tinggi merupakan faktor risiko terjadinya
psoriasis. (RO = 6,00, IK 95%; 1.89 19.04, p=0,002)
7.2 Saran
Sebagai saran dalam penelitian ini adalah:
1. Perlu melakukan penelitian lebih lanjut pada pasien psoriasis vulgaris
untuk mengetahui patogenesis terjadinya psoriasis terkait kadar
trigeliserida yang tinggi dan kadar HDL yang rendah dengan sampel yang
lebih banyak.
2. Untuk klinis, perlu dilakukan penelitian eksperimental dengan melakukan
terapi terhadap kadar HDL yang rendah dan kadar trigeliserida yang
tinggi pada pasien psoriasis vulgaris.
61
62
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed EF., Seliem MK., El-Kamel MF., Abdelgawad MM. and Shady I. 2009.
Prevalence of Metabolic syndrome in Egyptian patients with Psoriasis.
Egyp.J. Androl. 29(2). 91-100.
Akhyani M., Robati RM. And Robati AM. 2007. The Lipid Profile in Psoriasis : a
controlled study. JEADV;21: 1330-1332.
Ashcroft DM., Li WP., Griffiths CM. 2000. Therapeutic Strategis for Psoriasis. J
of Clin Pharm and Ther; 25: 1-10
Azfar RS.and Gelfand JM. 2008. Psoriasis and Metabolic Disease: Epidemiology
and Pathophysiology. Curr Opin Rheumatol; 20(4):416-422.
Bajaj RD., Mahesar MS., Devrajani BR. and Iqbal MP. 2009. Lipid Profile in
Patients with Psoriasis Presenting at Liaquat University Hospital
Hyderabad, J Pak Med Assoc.;59: 512-515.
Barker JN. 2001. Genetic Aspect of psoriasis. Clin and Exp Dermatol; 26: 321325.
Barter PJ., Nicholls S., Rye KA., Anantharamaiah GM., Navab M. and Fogelman
AM. Antiinflammatory Properties of HDL. Cisc Res; 95:764-772.
Bhat RM and Pinto HP. 2012. Lipid Profile in Psoriasis Patients. Psoriasis:
Target and Therapy;2: 77-80
Bernard FX., Morel F., Camus M., Pedretti N., Barrault C., Garnier J. and Lecron
JC. 2012. Keratinocytes under Fire of Proinflammatory Cytokenes:Bona
Fide Innate Cells Involved in the Physiopathology of Chronic Atopic
Dermatitis and Psoriasis. Journal of Allergy. Vol.2012:1-10
Brauchii YB., Jick SS. and Meier CR., 2008. Psoriasis and the Risk of Incident
Diabetes Mellitus: a population-based study. British Journal
ofDermatology; 159: 1331 1337.
Brezinski EA., Follansbee MR., Armstrong EJ. and Armstrong AW. 2013.
Endothelial Dysfunction and the Effects of TNF Inhibitors on the
Endothelium in Psoriasis and Psoriatic Arthritis: A Systematic Review.
Curr Pharm: 2: 8-12
62
63
Cargill M., Schrodi S.J., and Chang M., 2007. A Large Scale Genetic Association
Study Confirm IL12B and Leads to the Identification of IL23R as PsoriasisRisk Genes. Am J. Hum Genet; 80: 273-290.
Carneiro SC.,Pereira FMS., Brollo M., Verardino G. and Silva MR. 2009. Lipid
Profile in patients with psoriasis at a brazilian university hospital. JAAD ;
60(3) Supplement 1. Avaiable at
http://www.dermato.med.br/ufrj2009/P3329.pdf on Augst, 2013
Chan J.R., Blumenschein W., and Murphy E., 2006. IL23 Stimulated Epidermal
Hyperplasia via TNF and IL-20R2-dependent Mechanism with Implications
for Psoriasis Pathogenesis. J. Exp Med; 203: 2577 2587.
Cohen A.D., Gilutz H., and Henkin Y. 2007. Psoriasis and the Metabolic
Syndrome. Acta Dermatol Venereol; 87: 506509.
Cohen A.D., Sherf M., Vidasky L., Vardy D.A., Shapiro J. and Mayerovitch J.
2008. Association Between Psoriasis and The Metabolic Syndrome.
Dermatology; 216: 152-155.
Creamer D., 2002. Mediation of Systemic Vascular Hyperpermeability in Severe
Psoriasis by Circulating Vascular Endothelial Growth Factor.
ArchDermatol; 138: 791-796.
Das B. and Mirsha T. 2012. Role of HDL-C in Health and Disease. JIACM; 13(3):
218-221.
De Rie M.A., Goedkoop A.Y., Bos J.D., 2004. Overview of Psoriasis.
DermatolTher; 17: 341-349.
De Simone C., Di Giorgio A., Sisto T., Carbone A., Ghitti F., Tondi P.
and Santoliquido A. 2011. Endothelial dysfunction in psoriasis patients:
cross-sectional case-control study. Eur J Dermatol;21(4):510-514.
Dreiher J., Weitzman D., Davidovici B., Shapiro J. and Cohen AD. 2008.
Psoriasis and Dyslipidemia: A Population Study. Acta Derm Venereol;
88:561-565.
Dsouza PH and Kuruville M. 2013. Dyslipidemia in Psoriasis: as arisk for
cardiovascular disease.Intl J Res Med Sci;1(2): 53-57.
Dvaroka V, and Markham T. 2013. Psoriasis: current treatment option and recent
advances. Drug Review; 4:13-18
64
65
Huerta C., Rivero E. and Luis AG. 2007. Incidence and Risk Factors for Psoriasis
in the General Population. Arc Dermatol;143(12):1559-1565.
Javidi Z., Meibodi N.Y. and Nahidi Y. 2007. Serum Lipid Abnormalities and
Psoriasis. Indian J. Dermatol 2007; 52 (2): 89 92.
Joshi R. 2004. Immunopathogenesis of Psoriasis. Indian J Dematol Venereol
Leprol; 70(1): 10-2
Jyothi RS., Govindswamy KS. and Gurupa D. 2011. Psoriasis: An Oxidative
Stress Condition. Journal of Clinical and Diagnosis Research5; 2 : 252253
Kaji H.2003. High-Density Lipoproteins and the Immune System. Journal of
Lipid; 20(13):1-8
Khovidhunkit W. 2004. Effect of Infection and Inflammation on Lipid and
Lipoprotein Metabolism: Mechanisms and Consequences to the Host. J. of
Lipid Res 2(45): 1169 -1186.
Kourosh AS., MinerA. and Menter A. 2008. Psoriasis as the Marker of
Underliying Systemic Disease. Skin Therapy Letter; 13 (1) 1-5.
Krueger G. and Ellis CN. 2005. Psoriasis Recent Advances in Understanding its
Pathogenesis and Treatment. J. Am Acad Dermatol; 53: 94-100.
Malekzad F., Robati R. and Abaei H. 2011. Insulin Resistance in psoriasis: a case
control study. Iran J Dermatol;14:136-139.
Mallbris L., Granath F., and Hamsten. A., 2006. Psoriasis is Associated with Lipid
Abnormalities at the Onset of Skin Disease. J. Am Acad; 54: 614-621.
Mallbris L., PernowbL. and Sthlea M. 2008. Endothelial Function and
Inflammatory Activity in Patients with Recent Onset of Severe Plaque
Psoriasis. The Open Dermatology Journal; 2: 64-68
Michael P., Schn MD. Henning W. and Boehncke M.2005. Psoriasis.
N .Engl .J .Med; 353:848-850.
Michael, RL. and Alan, JC. 2006. Immunopathogenesis of psoriasis.Australian J.
Dermatol; 47:151-159.
Neimann LA., Gelfand MJ., Shin BD., Wang X., Margolis DJ. and Troxel B.A.,
2006. Risk of Myocardial Infarction in Patients with Psoriasis, JAMA;
1735-1741
66
Nestle FO., Kaplan DH. and Barker J. 2009. Mechanisme of Disease Psoriasis. N
Engl J Med;361(5): 496-509.
Nickoloff BJ. and Nestle FO. 2004. Recent insights into the immunopathogenesis
ofpsoriasis provide new therapeutic opportunities. The Journal of Clinical
Investigation:113(12): 1664-1675
Norata GD., Grigore L., Raselli S., Seccomandi PM., Hamsten A., Maggi
FM., Eriksson P. and Catapano AL. 2006. Triglyceride-rich lipoproteins
from hypertriglyceridemic subjects induce a pro-inflammatory
response in the endothelium: Molecular mechanisms and gene
expression studies. J Mol Cell Cardiol;40(4):484-494.
Numerof RP. and Asadullah K. 2006. Cytokine and Anti Cytokine Therapies for
Psoriasis and Atopic Dermatitis. Bio drugs; 20: 93-103.
Padhi T and Garima. 2013. Metabolic Syndrome and Skin: Psoriasis and Beyond.
Indian J Dermatol; 58(4): 299-305.
Perez RP., Cabaleiro T., Dauden E and Santos FA. 2013. Gene polymorphisms
that can predict response to anti-TNF therapy in patients with psoriasis and
related autoimmune diseases. The Pharmacogenomics Journal; 13: 297
305
Piskin S., Gurkok F., Ekuklu G, and Senol M., 2003. Serum Lipid Levels in
Psoriasis.Yonsei Med J; 44: 24-26.
Prodanovich S., Kirsner RS., Kravetz JD., Ma F., Martinez L. and Federman DG.,
2009. Association of Psoriasis with Coronary Artery, Cerebrovascular, and
Peripheral Vascular Diseases and Mortality. Arch. Dermatol; 145: 700-03.
SabatR., PhilippS., FlichC., KreutzerS., WallaceE., AsadullahK.. VolkH., Sterry
W.and Wolk K. 2007Immunopathogenesis of psoriasis.J. Exp. Dermatol;
16: 779798.
Sanchez APG. 2010. Immunopathogenesis of Psoriasis. An Bras Dermatol:85(5):
747-9.
Saraceno R., Ruzzetti M., De Martino M.U., Di Renzo L., Cianci R., De Lorenzo
A. and Chimenti S. 2008. Does Metabolic Syndrome Influence Psoriasis?
Eur Rev Med Pharmaco Sci; 12: 339-341.
Savoiu G., Noveanu L., Miladenecu OL., Gorun C.,Dragan S., Mirica S.,
Mladinecu CF. and Mihalas G. 2008. The Antioxidant Factor Reduce the
Impairment of Endothelial-Dependent Vasodilatation in Isolated Human
Arteries Preincubated with Triglyceride-Rich Lipoproteins. Romanian J
Biophys; 18(20): 171-177.
67
Schon MP. and Boehncke WH. 2005. Psoriasis N. Eng. J. Med; 352(18): 18991909.
Simmons A., 2007. Psoriasis. Am Ost Col of Dermatol; 41: 15-20
Svenungsson E., Gunnarsson I., Fei GZ., Lundberg IE.,Klareskog L, and
Frostegard J. 2003. Elevated Triglycerides and Low Levels ofHigh-Density
Lipoprotein as Markers of Disease Activity inAssociation With UpRegulation of theTumor Necrosis Factor-alpha/Tumor Necrosis
FactorReceptor System in Systemic Lupus Erythematosus. Arthritis &
Rheumatism; 48(9): 25332540.
Tanaka T and Kishimoto T. 2012. Targeting Interleukin-6: All the Way to Treat
Autoimmune and InflammatoryDiseases. International Journal of
Biological Sciences; 8(9):1227-1236.
Tekin NS., Barut F., and Sipahi EY., 2007. Accumulation of Oxidized LowDensity Lipoprotein in Psoriatic Skin and Changes of Plasma Lipid levels in
Psoriatic Patients. Mediators Inflam; 5: 1-5.
Verghese B.,Bhatnagar S., Tanwar R. and Bhattacharjee J. 2011. Serum Cytikene
Profile in Psoriasis A Case-Control Study in a Tertiary Care Hospital
from Northern India. Ind J Clin Biochem; 26(4): 373-77
Wang YI., Schulze J., Raymond N., Tomita T, Tam K., Simon SI. and Passerini
GA. 2011. Endothelial inflammation correlates with subject triglycerides
and waist sizeafter a high-fat meal. Am J Physiol Heart Circ;300: 784-791.
Wiryadi BE. 2004, Epidemiologic data of psoriatic patient in Dr. Cipto
Mangunkusumo General Hospital (year 2000-2001). Psoriasis CLEAR
Study Group inaugural meeting May 7, 2004, Singapore.
Zari J., Naser TM. and Yalda N., 2007. Serum Lipid Abnormalitas and Psoriasis.
Ind. J. Dermatol; 52: 2;89-92.
Ziouzenkova O., Perrey S., AsatryanL., Hwang L., MacNaul KL., Moller
DE.,Rader DJ., Sevanian A., Zechner R., HoeerG., and PlutzkyP.2003.
Lipolysis of triglyceride-rich lipoproteins generatesPPAR ligands:
Evidence for an antiinflammatoryrole for lipoprotein lipase. PNAS; 100(5):
2730-2735
68
Lampiran 1
69
Lampiran 2
70
Lampiran 3
71
Lampiran 4
PERSETUJUAN IKUT DALAM PENELITIAN
Setelah mendapat penjelasan, saya yang bertandatangan di bawah ini :
Nama
Umur
Alamat
:
:
:
Denpasar, .
Dokter Pemeriksa
Bapak/Ibu/Sdr/i.
(.)
Saksi
()
72
Lampiran 5
STATUS PENELITIAN
Jika ada jawaban tidak pada pertanyaan ke-3 maka pasien tidak memenuhi
kriteria untuk mengikuti penelitian
73
STATUS PENELITIAN
Tanggal pemeriksaan :
Nomor urut penelitian :
Nomor rekam medik :
I. Identitas:
Nama
Jenis kelamin
Tanggal lahir/umur
Status perkawinan
Agama
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
Telepon
:
: laki-laki
Perempuan
:
: belum menikah/ menikah/ cerai
: Islam/Kristen/Katolik/Hindu/Budha
: 1. Tidak tamat sekolah dasar
2. Tamat sekolah dasar
3. Tamat Sekolah Menengah Pertama
4. Tamat Sekolah Menengah Umum
5. Akademi/diploma
6. Strata 1
7. Strata 2
8. Strata 3
:
:
:
(1)
(2)
(1)
(1)
(1)
(2)
(2)
(3)
(3)
(3)
74
II. Anamnesis:
1. Awitan
minggu/bulan/tahun
Lama sakit
: < 5 tahun
5-15 tahun
> 15 tahun
..
(1)
(2)
(3)
: Ya
Tidak
3. Riwayat hipertensi
: Ya
Tidak
4. Riwayat dislipidemia
: Ya
Tidak
(1)
(2)
(1)
(2)
(1)
(2)
75
1. Berat badan :
Tinggi badan :
IMT
:
2. Psoriasais Area and Severity Index (PASI)
(halaman berikut)
3. Derajat keparahan psoriasis :
5. Kadar HDL =
6.Kadar trigliserida=
mg/dL
mg/dL
(1)
(2)
(1)
(2)
(3)
Meningkat
Tidak meningkat
(1)
(2)
Meningkat
Tidak meningkat
(1)
(2)
76
Lampiran 6
Data Subjek Penelitian
NO
1
2
3
4
NAMA
H
K
J
UMUR
43
44
20
JENIS
M
F
F
GROUP
1
1
1
TG
107
77
93
HDL
36
37
38
27
150
40
29
164
49
28
182
35
37
153
32
40
172
37
Ha
30
166
28
10
40
194
33
11
38
159
51
12
De
36
169
37
13
36
174
31
14
58
183
40
15
60
154
38
16
Na
45
199
32
17
30
157
29
18
39
161
39
19
30
186
41
20
35
177
37
21
Ka
38
143
29
22
Je
23
160
34
23
30
173
38
24
Ti
28
187
41
25
Ko
40
163
28
26
Go
38
193
29
27
Jo
32
145
31
28
Md
48
151
42
29
Sa
38
182
36
30
De
30
153
39
31
Ln
49
129
45
32
Hr
48
144
56
33
IB
54
103
50
34
Km
50
257
37
35
Ng
52
198
67
36
Wu
45
95
45
37
Dap
53
82
28
38
Pe
31
64
39
77
39
Sk
18
65
38
40
Sd
17
66
41
41
Su
45
128
48
42
Fx
22
60
71
43
Br
51
166
39
44
Mu
29
151
35
45
Ds
25
187
32
46
Wh
19
154
40
47
Ca
48
177
28
48
Wi
25
163
33
49
Ra
48
148
38
50
No
18
188
46
51
So
31
196
29
52
Tu
37
153
34
53
Yu
28
167
36
54
Pt
32
158
35
55
Ky
38
181
32
56
Ud
40
149
41
57
Hj
30
195
29
58
Em
24
176
45
59
Ma
28
157
35
60
Ri
34
132
40
78
Lampiran 7
Uji Normalitas data
Trigeliserida
HDL
60
60
60
35.98
152.15
37.32
10.568
26.565
6.583
.098
.138
.121
.098
-.072
.078
-.138
.121
-.079
Kolmogorov-Smirnov Z
.759
1.068
.939
.611
.204
.341
Normal Parameters
Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative
79
Lampiran 8
Uji Chi-Square Karakteristik Subjek
Kat_umur * Kelompok Crosstabulation
Count
Kelompok
Kasus
Kat_umur
Kontrol
Total
15- 24
25 - 44
24
17
41
11
30
30
60
>45
Total
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear Association
df
4.013
4.123
2
2
.134
.127
.052
.819
N of Valid Cases
60
a. 2 cells (33.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.00.
Crosstab
Count
Kelompok
Kasus
Jenis_kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Kontrol
Total
15
23
22
30
15
30
37
60
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correctionb
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Casesb
3.455a
2.538
3.497
Asymp. Sig.
(2-sided)
Df
1
1
1
.063
.111
.061
.110
3.397
.065
60
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.50.
.055
80
Chi-Square Tests
Value
3.455a
2.538
3.497
Pearson Chi-Square
Continuity Correctionb
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
N of Valid Casesb
Asymp. Sig.
(2-sided)
Df
1
1
1
.063
.111
.061
.110
3.397
.055
.065
60
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
Count
Kelompok
Kasus
Pendidikan
Kontrol
Total
Rendah
Sedang
20
25
45
Tinggi
6
30
3
30
9
60
Total
Chi-Square Tests
Value
df
Pearson Chi-Square
2.222
.329
Likelihood Ratio
2.256
.066
60
2
1
.324
.797
Linear-by-Linear Association
N of Valid Cases
a. 4 cells (66.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.00.
81
Crosstab
Count
Kelompok
Kasus
Derajat_keparahan
Kontrol
Total
Normal
30
30
Ringan
18
18
Sedang
5
30
0
30
5
60
Berat
Total
Chi-Square Tests
Value
df
Pearson Chi-Square
60.000
.000
Likelihood Ratio
83.178
.000
Linear-by-Linear Association
40.090
.000
N of Valid Cases
60
a. 4 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.50.
Crosstab
Count
Kelompok
Kasus
Lama_sakit
Kontrol
Tidak Sakit
Total
30
30
< 5 tahun
11
11
5 15 tahun
13
13
30
30
60
>15 tahun
Total
Chi-Square Tests
Value
df
Pearson Chi-Square
60.000a
.000
Likelihood Ratio
Linear-by-Linear Association
83.178
.000
44.675
.000
N of Valid Cases
60
a. 2 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
3.00.
82
Lampiran 9
Uji t-independent Kadar HDL dan Trigeliserida antara Kelompok Kasus
dengan Kelompok Kontrol
Group Statistics
Kelompok
Trigeliserida
Kasus
Kontrol
HDL
Kasus
Kontrol
Mean
Std. Deviation
30
159.23
26.430
4.825
30
145.07
25.168
4.595
30
34.73
4.417
.806
30
39.90
7.406
1.352
F
Trig Equal variances
elise assumed
rida
Equal variances
not assumed
HD Equal variances
L
assumed
Equal variances
not assumed
.128
4.502
Sig.
.722 2.126
95% Confidence
Std.
Interval of the
Mean Error
Difference
Sig. (2- Differe Differe
tailed)
nce
nce
Lower Upper
df
58
.038 14.167
6.663
.829 27.505
2.126 57.862
.038 14.167
6.663
.828 27.505
58
.002
-5.167
1.574
-8.318
-2.015
-3.282 47.315
.002
-5.167
1.574
-8.333
-2.000
.038 -3.282
83
Lampiran 10
Uji Chi-Square Kadar HDL Berdasarkan Tabel Silang 2 x 2
Crosstab
Count
Kelompok
Kasus
Kat_HDL
Kontrol
Total
Rendah
Normal
18
25
12
23
35
30
30
60
Total
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
Likelihood Ratio
df
8.297a
.004
6.857
.009
8.526
.004
.008
8.159
.004
.004
60
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.50.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
4.929
1.612
15.071
2.100
1.249
3.531
.426
.217
.835
60
84
Lampiran 11
Uji Chi-Square Kadar Trigeliserida Berdasarkan Tabel Silang 2 x 2
Crosstab
Count
Kelompok
Kasus
Kat_Trigeliserida
Tinggi
Normal
Total
Kontrol
Total
24
12
36
18
24
30
30
60
Chi-Square Tests
Value
Pearson Chi-Square
Continuity Correction
10.000a
.002
8.403
.004
10.357
.001
Likelihood Ratio
Asymp. Sig.
(2-sided)
df
.003
9.833
.002
.002
60
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 12.00.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value
Lower
Upper
6.000
1.890
19.043
2.667
1.285
5.536
.444
.265
.745
60