Anda di halaman 1dari 5

TEKTONIK DAN SEDIMENTASI PULAU JAWA (Paleogen Neogen)

PENDAHULUAN
Ulasan singkat tentang tektonik dan sedimentasi Pulau Jawa ini dimaksudkan
untuk memberi bekal latarbelakang geologi yang bersifat regional kepada para
peserta ekskursi. Ulasan ini diharapkan membantu para peserta dalam
memahami gejala-gejala geologi yang ditemui selama ekskursi dan kaitan atau
implikasinya dengan geologi regional. Waktu ekskursi yang singkat dan meliputi
daerah yang terbatas tidak memungkinkan untuk melakukan pendalaman
geologi secara intensif namun berdasarkan lokasi-lokasi pengamatan yang telah
diseleksi dan didukung dengan pemahaman akan geologi regional diharapkan
ekskursi ini dapat memenuhi tujuan yang diharapkan.

KERANGKA TEKTONIK PULAU JAWA


Fisiografi dan konfigurasi tektonik Kepulauan Indonesia masa kini yang komplek
merupakan hasil interaksi sejak Neogen tiga lempeng litosfer utama: Lempeng
Laut Filipina (Philippine Sea plate) yang bergerak (10 cm/th) kearah NNW;
Lempeng Indo-Australia (Indo-Australian plate) yang bergerak (8 cm/th) ke arah
NNE, dan Lempeng Erasia (Eurasian plate) yang stasioner, bergerak jauh lebih
lambat ke arah SE (4 cm/th) (Gambar 1). Berdasarkan karakteristik geologi dan
geofisika, Simandjuntak & Barber (1996) membagi wilayah Kepulauan Indonesia
menjadi 5 wilayah: (1) Wilayah tenggara Lempeng Erasia yang membentuk
wilayah craton kontinental Daratan Sunda (Sundaland) yang meliputi Sumatra,
Jawa Barat, dan Kalimantan Barat; (2) Wilayah lempeng samudera Laut Filipina di
timurlaut; (3) Wilayah craton benua Australia, ke utara meliputi Irian Jaya dan
Paparan Arafura dan Sahul; (4) Wilayah Lempeng Samudera Hindia; dan (5)
Wilayah zona transisi yang menandai zona interaksi lempeng masa kini dengan
seismisitas yang aktif dan volkanisme mulai dari bagian barat Sumatra, Jawa,
Kepulauan Nusa Tenggara dan Banda, Utara Irian melalui Sulawesi dan Maluku,
ke arah utara ke Kepulauan Filipina. Di zona ini subduksi lempeng tetap aktif
serta dicirikan oleh lempeng-lempeng mikrokontinen yang membentuk zonazona tumbukan.

Interaksi lempeng-lempeng yang membentuk Kepulauan Indonesia menghasilkan


berbagai tipe jalur orogen (orogenic belts). Simandjuntak & Barber (1996)
mengenali enam tipe jalur orogen (Gambar 2):

Gambar 1: Kerangka tektonik wilayah Kepulauan Indonesia (Simandjuntak &


Barber, 1996).

Gambar 2: Tipe-tipe jalur orogen Neogen Indonesia (Simandjuntak & Barber,


1996).

Orogen Sunda (Sunda Orogeny) di Jawa dan Nusa Tenggara: melibatkan subduksi
lempeng samudera dengan arah tegaklurus, menghasilkan jalur orogen tipe
Andean beserta palung, komplek akresi, cekungan depan-busur (forearc basin),
busur magmatik dimana gunungapi tumbuh di tepi kontinen Sundaland.
Orogen Barisan (Barisan Orogeny) di Sumatra: dengan arah konvergen miring
(oblique convergence) sehingga menghasilkan sistem sesar mendatar Sumatra
pada busur magmatiknya, dan sepanjang sesar ini pula suatu segmen kerak
kontinen bergerak ke arah utara di sepanjang bagian barat Sundaland.
Orogen Talaud (Talaud Orogeny) di bagian utara Laut Maluku: konvergensi busur
magmatik oceanic Sangihe dan Halmahera dengan Lempeng Laut Maluku.
Orogen Sulawesi (Sulawesi Orogeny) di Sulawesi timur: tumbukan blok-blok
mikrokontinen dengan sistem subduksi di sepanjang tepi timur Sundaland.
Orogen Banda (Banda Orogeny) di Kepulauan Banda, di wilayah antara Pulau
Sumba dan Tanimbar: tumbukan antara tepi utara kontinen Australia dengan
sistem subduksi di sepanjang bagian selatan Busur Banda.
Orogen Melanesia (Melanesian Orogeny) di Pulau Papua: suatu tahapan lebih
lanjut tumbukan tepi utara kontinen Australia dengan busur magmatik pada
Lempeng Laut Filipina yang dimulai pada Miosen Awal.
Aktifitas orogen di sebagian besar jalur-jalur orogen ini dimulai pada kala Miosen
Tengah dan proses orogenik masih tetap berlangsung sampai sekarang.

Pembagian Kepulauan Indonesia menjadi 6 tipe jalur orogen di atas menunjukkan


Pulau Jawa merupakan pulau utama yang penting di Indonesia bagian barat
disamping Pulau Sumatra dan Kalimantan. Memahami perkembangan tektonik
Pulau Jawa berarti mengetahui bagian utama dari tektonik Indonesia bagian
barat. Tataan tektonik Pulau Jawa menunjukkan ciri khas produk interaksi
konvergen antara lempeng samudera dan lempeng benua. Lempeng
samuderanya adalah lempeng Indo-Australia yang bergerak ke utara dan
menunjam di bawah lempeng benuanya yakni lempeng Eurasia yang relatif stabil
dan disini diwakili oleh paparan Sunda. Pertemuan lempeng ini menghasilkan
busur volkanik busur (volcanic arc) dan jalur penunjaman (subduction zone),
atau palung (trench), dan telah berlangsung sejak zaman akhir Kapur Paleosen
(100-52 juta tahun).

Pulau Jawa seperti yang tampak sekarang mencerminkan kondisi geologi masa
kini dan geologi Neogen (Gambar 3), meskipun demikian jejak kondisi geologi
yang lebih tua masih dapat ditelusuri berdasarkan singkapan-singkapan batuan
Pra-Tersier dan Paleogen ditempat-tempat tertentu di Pulau Jawa seperti di
Ciletuh (Jawa Barat), Karangsambung, Bayat, dan Nanggulan (Jawa Tengah).

Singkapan batuan Pra-Tersier, seperti yang ditunjukkan oleh singkapan batuan


kompleks melange (batuan bancuh atau campur aduk) Luk Ulo-Karangsambung
dan kompleks batuan metamorf Bayat dan berlanjut ke arah Pegunungan
Meratus di ujung tenggara Kalimantan, merupakan bagian dari lajur konvergensi
lempeng berumur Kapur Akhir-Paleosen (Asikin, 1974; Hamilton, 1979; Suparka,
1988; Parkinson et al., 1998) (Gambar 4). Sementara itu terdapatnya jalur
magmatik Oligo-Miosen (atau OAF= Old Andesite Formation, Van Bemmlen,
1949) berarah T-B di sepanjang bagian selatan Pulau Jawa menunjukkan adanya
sistem subduksi lempeng Tersier yang lebih muda (Soeria-Atmadja et al., 1994)
(Gambar 5). Dari sini dapat disimpulkan bahwa selama Paleogen, yakni sejak
Paleosen sampai Oligosen, terjadi evolusi geologi yang cukup signifikan,
terutama di wilayah Jawa Tengah-Jawa Timur, ditandai dengan berubahnya arah
lajur subduksi yang pada zaman Kapur Akhir-Paleosen berarah TL-BD menjadi T-B
pada zaman Tersier (Gambar 6).

STRUKTUR REGIONAL PULAU JAWA


Jalur penunjaman Kapur-Paleosen yang ditunjukkan oleh singkapan batuan
Komplek Melange Luk Ulo-Karangsambung (Asikin, 1974; Hamilton, 1979;
Suparka, 1988; Parkinson et al., 1998) mempunyai arah umum struktur TL-BD
yang mengarah ke arah Pegunungan Meratus di ujung tenggara Kalimantan.
Pulunggono dan Martodjojo (1994) mengenali tiga arah struktur utama di Pulau
Jawa: Arah timurlaut-baratdaya atau Pola Meratus, arah utara-selatan atau Pola
Sunda, dan arah timur-barat atau Pola Jawa (Gambar 7). Disamping tiga arah
struktur utama ini, masih terdapat satu arah struktur utama lagi, yakni arah
baratlaut-tenggara yang disebut Pola Sumatra (Satyana, 2007). Pola Meratus
dominan di kawasan lepas pantai utara, ditunjukkan oleh tinggian-tinggian
Karimunjawa, Bawean, Masalembo dan Pulau Laut (Guntoro, 1996). Di Pulau
Jawa arah ini terutama ditunjukkan oleh pola struktur batuan Pra-Tersier di
daerah Luk Ulo, Kebumen Jawa Tengah. Pola Sunda yang berarah utara-selatan
umum terdapat di lepas pantai utara Jawa Barat dan di daratan di bagian barat
wilayah Jawa Barat. Arah ini tidak nampak di bagian timur pola Meratus. Pola
Jawa yang berarah timur-barat merupakan pola yang mendominasi daratan Pulau
Jawa, baik struktur sesar maupun struktur lipatannya. Di Jawa Barat pola ini
diwakili oleh Sesar Baribis, serta sesar sungkup dan lipatan di dalam Zona Bogor.
Di Jawa Tengah sesar sungkup dan lipatan di Zona Serayu Utara dan Serayu
Selatan mempunyai arah hampir barat-timur. Di Jawa Timur pola ini ditunjukkan
oleh sesar-sesar sungkup dan lipatan di Zona Kendeng. Struktur Arah Sumatra
terutama terdapat di wilayah Jawa Barat dan di Jawa Tengah bagian timur
struktur ini sudah tidak nampak lagi. Struktur arah barat-timur atau Arah Jawa, di
cekungan Jawa Timur ternyata ada yang lebih tua dari Miosen Awal, dan disebut
Arah Sakala (Sribudiyani et al., 2003). Struktur Arah Sakala yang utama adalah
zona sesar RMKS (Rembang-Madura-Kangean-Sakala) dan merupakan struktur
yang menginversi cekungan berisi Formasi Pra-Ngimbang yang berumur

Paleosen sampai Eosen Awal sebagai endapan tertua. Sebagian besar batuan
tertua di Jawa, yakni yang berumur Pra-Tersier sampai Paleogen dan dianggap
sebagai batuandasar Pulau Jawa, tersingkap di wilayah Jawa.

Anda mungkin juga menyukai