Anda di halaman 1dari 88

RESPONSI

INFEKSI SISTEM SARAF PUSAT

PEMBIMBING :
Dr. H. Eddy A. Koentjoro Sp.S
OLEH :

MENINGITIS

DEFINISI
Meningitis merupakan reaksi peradangan yang
mengenai cairan serebrospinalis disertai radang
pada pia dan arachnoid, ruang sub arachnoid,
jaringan superficial otak dan medula spinalis.

PATOFISIOLOGI

Berdasarkan gejala klinis dan etiologinya, meningitis


dibagi :
1.meningitis bakterial akut / m. purulenta
2.meningitis bakterial sub akut / kronis / m. serosa.
3.meningitis aseptik.

1. MENINGITIS BAKTERIAL AKUT / M.


PURULENTA
Meningitis ini disebabkan oleh bakteri pembuat
nanah, sehingga disebut juga meningitis purulenta.

ETIOLOGI
Kuman penyebab meningitis purulenta berdasarkan usia
penderita :
Usia
Neo-natus
Bayi dan anak

Kuman penyebab
E. Coli, Streptococ, Stapilococ, Diplococ pneumonia.
H. Influenza, N. Meningitidis, Diplococ pneumonia,
E. Coli, Streptococ.

Dewasa

Diplococ pneumonia, N. Meningitidis, Streptococ,


Stapilococ aureus, H. Influenza.

GAMBARAN KLINIS
Kelompok Umur

Anak

Dewasa

Gejala

Tanda

Panas

Kaku kuduk

Letargi / kesadaran

Purpura / Ptekhie

Nyeri kepala

Kejang

Intabilitas

Ataxia

Mual dan muntah


Gejala pernafasan

Defisit Neurologis
Fokal

Fotofobia
Panas

Kaku kuduk

Nyeri kepala

Kesadaran menurun

Letargi, bingung sp koma Defisit Neurologis


Fokal
Mual dan muntah
Fotofobia
Gejala pernafasan
8

Tua

Panas

Kaku kuduk

Kebingungan sp
koma

Kesadaran menurun

Nyeri kepala

Kejang Status
Epileptikus

Gejala pernafasan

DIAGNOSIS
Dalam praktek, diagnosis pasti meningitis bakterial dapat
ditegakkan bila ditemukan mikroorganisme di dalam cairan serebro
spinalis, tetapi pemeriksaan ini sering memberi hasil yang negatif.
Menurut prosedur klinis, diagnosis dibuat didasarkan pada :
1. tanda dan gejala klinis
seperti sakit kepala,
febris,
adanya rangsangan meningeal terutama kaku kuduk,
brudzinski, kernig.

10

Test Laseque

11

Test

Brudzynsky I

12

Test Brudzynsky
II

13

2.

pemeriksaan cairan serebro spinalis yang didapatkan


dari pungsi lumbal, sisternal, ventrikel dan dari pipa
shunting.

3. pemeriksaan cairan likuor didapatkan :


cairan likuor keruh dan xanthochrom.
jumlah
leukosit
meningkat,
predominan
polimorfonuklear 1.000 10.000 / mm3.
kadar gula menurun, kurang dari 45 mg / 100 cc.
kadar protein meningkat di atas 70 80 mg / dl.

14

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.x foto sinus paranasalis, mastoid, paru ;

untuk

mencari

sumber infeksi.
2.ct scan : adanya serebritis.
3.pemeriksaan darah : kultur darah

15

PENATALAKSANAAN
Secara garis besar dibagi dalam :
1. pengobatan umum.
2. pengobatan spesifik.
Pengobatan umum mencakup :
tirah baring total.
5 b ( breathing, blood, brain, bowel, bladder ).
terapi simtomatis : anti kejang, anti piretik,
analgetik, anti edema otak.

16

pengobatan spesifik :
pemberian antibiotika harus secepat mungkin.
macam antibiotika dapat didasarkan atas :
- pemeriksaan klinis,
- dugaan organisme penyebab berdasarkan umur
penderita,
- hasil pengecatan gram.
dianjurkan pemberian antibiotik secara intravena
mempunyai spektrum luas.

yang

17

2. MENINGITIS BAKTERIAL SUBAKUT /


KRONIS
meningitis subakut atau kronis merupakan meningitis
dimana onset penyakitnya lebih dari
4 minggu, dapat
juga sekitar 2 8 minggu.

18

2. MENINGITIS
TUBERKULOSA
ETIOLOGI

Penyebab
yang
paling
mycobacterium tuberkulosa.

sering

Pada
meningitis
tuberkulosa
ini
penyakitnya terselubung bertahap
progresif.

19

adalah

onset
serta

PATOFISIOLOGI
Meningitis tuberkulosa, pada umumnya mempunyai
fokus infeksi di organ lain.
Pada anak-anak infeksi primer di paru sedang pada orang
dewasa dari mastoid tuberkulosis, spondilitis tuberkulosis
serta organ-organ lain.
Penyebarannya melalui kelenjar regional dan duktus
torasikus ke dalam sirkulasi (hematogen), kemudian
organisme mengadakan invasi ke susunan saraf pusat yang
kemudian berkembang menjadi eksudat kaseosa.

20

PATOFISIOLOGI
eksudat kaseosa ini dapat masuk ke ruang subaraknoid
sehingga terjadi meningitis.
eksudat ini mempunyai predisposisi di dasar otak.
eksudat dapat pula mencapai meningen sehingga
terbentuk meningitis circumscript yang dibatasi oleh
kapsul sehingga membentuk tuberkoloma.
pada pemeriksaan mikroskopis struktus tuberkel
otak mirip struktur di tempat lain.

di

21

PATOFISIOLOGI
Eksudat kaseosa ini mempunyai predeliksi di daerah basal otak
sehingga dapat mengakibatkan pembuntuan aliran likuor pada
akuaduktus sylvii dan ruang subaraknoid sekitar batang otak,
akibatnya :
hidrosefafus,
papil edema
peningkatan tekanan intrakranial.
Pada ruang subaraknoid tampak adanya keradangan pada pembuluh
darah (arteritis), terutama pada adventitia dan tunika media yang
dapat menyebabkan trombosis dengan akibat terjadinya infark
multipel di otak.

22

GEJALA KLINIS

23

GEJALA KLINIS

24

DIAGNOSIS
diagnosis meningitis tuberkulosa ditegakkan berdasarkan
ditemukannya :
1. gejala klinis
- sakit kepala, panas yang tidak tinggi (subfebril)

dan

kaku kuduk.
2. pemeriksaan cairan serebrospinalis

25

Pada pemeriksaan likuor didapat :


cairan likuor jernih.
jumlah sel leukosit meningkat 50 4000 / m3 dimana
terdapat limfosit predominan.
kadar glukosa menurun dapat sampai di bawah
100 ml.

40 mg /

tetapi
kadar protein meningkat antara 80 400 mg,
dapat meningkat sampai 1000 mg / 100 ml,
jika terjadi blok
parsial atau komplit pada
ruang subaraknoid spinal.
klorida menurun di bawah 600 mg %.

26

Bila likuor dibiarkan beberapa jam, maka akan terdapat pelikel


seperti sarang laba-laba dan bila dikerjakan pengecatan dengan ziehl
neelsen kemungkinan akan ditemukan m. tuberculosa.
Di samping itu harus dikerjakan kultur dan biakan binatang.

27

DIAGNOSIS
3. pemeriksaan foto toraks didapatkan gambaran
tuberkulosa paru.
4. pada ct scan tampak adanya gambaran
tuberkuloma.

28

DIAGNOSIS
Diagnosa

meningitis tuberkulosa sudah dapat ditegakkan


berdasarkan kriteria di bawah ini :

1. adanya gejala rangsangan meningeal seperti kaku kuduk,


tanda kernig dan brudzinski.
2. pemeriksaan likuor serebrospinalis menunjukkan :
leukositosis terutama limfosit
kadar protein meningkat.
kadar glukosa menurun.
29

DIAGNOSIS
3.

Ditambah 2 dari 3 kriteria di bawah ini

ditunjukkannya bakteri tuberkulosa dengan


kultur dari pelikel cairan otak.

hapusan maupun

pemeriksaan foto toraks menunjukkan gambaran yang sesuai dengan


tuberkulosa.
adanya kontak dengan penderita tuberkulosa aktif

30

PENATALAKSANAAN
secara garis besar dibagi menjadi :
1. pengobatan umum.
tirah baring total.
5 b ( breathing, blood, brain, bowel, bladder ).
terapi sintomatis : anti kejang, anti piretik,
analgetik, anti edema otak.
2. pengobatan spesifik.

31

2. pengobatan spesifik :
pada meningitis tuberkulosa dipakai 4 kombinasi
tuberkulostatika yang dapat menembus bbb.
1. inh, 400 ml per hari.
2. pyrazinamid, 15 30 mg/kg per hari.
3. streptomycin, 1 gr / hari / im.
4. rifampisin 15 mg/kg per hari.
pemberian kortikosteroid apabila didapatkan keadaan :
penderita dalam keadaan shock
ada tanda-tanda kenaikan tik
ada tanda-tanda araknoiditis.
timbul tanda-tanda neurologis fokal
yang progresif.

32

KOMPLIKASI
hidrosefalus
hemiplegi
afasia

kejang
parese

n. kranialis ( iii, vii )

33

3. MENINGITIS ASEPTIK

Meningitis virus dapat merupakan penyakit yang self-limited, tetapi


sering berkembang menjadi meningoensefalitis yang lebih berat
dan merupakan meningitis atau ensefalitis aseptik.
Etiologi
jenis virus yang sering :
enterovirus (poliovirus, coxsackie virus a
mumps virus, lymphocytic
virus.

dan b,echo virus),

34

PATOFISIOLOGI
Invasi dan penetrasi dapat melalui usus, serta lintasan oral fekal
atau melalui percikan droplet.

GEJALA KLINIS
Umumnya onset penyakit mendadak atau subakut dengan
gejala-gejala :
sakit kepala hebat
subfebril dan muntah.
kaku kuduk dapat timbul segera tapi sangat ringan.
Jika infeksi menyebar ke parenkim akan terlihat kejang fokal, defisit
neurologis serta peningkatan TIK

35

DIAGNOSIS
meningitis virus dapat ditegakkan berdasarkan :
1. gejala-gejala klinis sakit kepala, kaku kuduk, febris.
2. pemeriksaan cairan serebrospinalis didapatkan :
likuor jernih atau opalescent.
pleositosis antara 50 500 dengan predominan
limfosit.
kadar glukosa dan klorida normal.
kadar protein meningkat ringan.
diagnosis pasti meningitis virus adalah dengan menemukan
virus pada likuor serebrospinalis.

36

PENATALAKSANAAN
secara garis besar dibagi dalam :
1. pengobatan umum.
2. pengobatan spesifik.
pengobatan umum mencakup :

tirah baring total.

5 b ( breathing, blood, brain, bowel, bladder ).

terapi sintomatis : anti kejang, anti piretik, analitik, anti edema


otak.
pengobatan spesifik
1. acyclovir, 10 mg/kg bb tiap 8 jam selama 10 hari.
2. ara-a (vidarabine), 15 mg/kg bb per hari intravena 12 jam, selama
10 hari.

37

ENSEFALITIS
Definisi
Encephalitis adalah radang jaringan otak yang
dapat disebabkan oleh bakteri cacing,
protozoa, jamur, ricketsia atau virus(kapita
selekta kedokteran jilid 2, 2000)

38

Ensefalitis
Etiologi

Terbanyak : Herpes simpleks, arbovirus,


Eastern & Western Equine St.Louis
encephalitis
Jarang : Enterovirus,parotitis,
adeovirus,rabies, CMV
60%

etiologi tidak diketahui


40% yang diketahui :
67% : parotitis, varisela, morbili, rubela
20% : arbovirus dan herpes simpleks
5% : enterovirus
39

Patogenesis

40

Patogenesis & predileksi


Langsung

menginvasi jaringan otak


Hematogen (viremia)

Penurunan
kesadaran lebih
cepat/gejala utama

Arbovirus Sistem retikuloendotelial SSP.


Akut
Neuronal

Herpes simpleks, rabies, polio transport


retrograde di neuron.
Akut/kronik (reaktifasi)

41

Patogenesis & predileksi


Herpes

simpleks : lobus temporal &


orbitofrontal
Rabies : Pons, medula, serebelum,hipokampus
Japanese encephalitis (JE) : batang otak,
ganglia basal

42

Manifestasi klinis Patogenesis dan predileksi


Tanda-tanda

infeksi akut/Prodroma

Demam, diare, nyeri tenggorokan,ruam kulit, batukpilek


Defisit

neurologi (global/fokal)

Kejang, perubahan perilaku, afasia, hemiparesis,


paresis saraf kranial, diplopia, ataksia, disartria
Peningkatan

tekanan intrakranial

Nyeri kepala, muntah, penurunan kesadaran

43

Diagnosis
Identifikasi

virus : PCR/kultur CSS


Manifestasi klinis, gambaran CSS
CSS : Jernih, jumlah sel 50-200/mm3 sampai
1000/mm3 , limfositer, protein normal/sedikit
meningkat, glukosa normal
EEG : perlambatan umum/fokal
CT-Scan/MRI : edema otak difus, fokal pada
EEG dan CTHSE
Scan/MRI tidak

khas kecuali pada


HSV

44

Tatalaksana

Perawatan ideal : ICU


Terapi sebagian besar suportif

Airway, Breathing,Circulation
Nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit
Antikonvulsan dan antipiretik

Terapi etiologi virus :

HSV dan varisela : Aciclovir


Adenovirus : cidofovir/ribafirin
Enterovirus : pleconaril

Hipertermia surface cooling


Deksametason tidak lagi digunakan
45

Tatalaksana

Menurunkan tekanan intrakranial yang


disebabkan oleh edema sitotoksik

Manitol 20% dosis 0,25 1 gr/kgBB/kali, tiap 6-8


jam, Infus cepat dalam 30 menit
Menarik cairan dari jaringan otak
Monitor perbaikan GCS, balans cairan dan elektrolit
Pemantauan tanda vital dan diuresis
Hati-hati dehidrasi dan syok
Naikkan dosis bertahap jika belum terdapat
perbaikan kesadaran
Elevasi kepala 30 derajat, hindari tindakan invasif

46

Komplikasi
Tergantung

etiologi dan usia pasien


Palsi serebral
Retardasi mental
Epilepsi, pada ensefalitis HSV : epilepsi
fokal
Gangguan perilaku

47

Ensefalitis HSV
Ensefalitis

yang dapat diobati etiologinya


Manifestasi klinis ensefalitis dan defisit
neurologis fokal : kejang fokal, hemiparesis
Pada anak besar : gangguan/perubahan
perilaku
EEG : perlambatan di daerah temporal,
PLEDS (periodic lateralizing epileptiform
discharge)
CT-Scan/MRI kepala : Edema fokal,
perdarahan/nekrosis di daerah temporal.
Terapi : Asilklovir 10-20 mg/kgBB/kali IV,
tiap 8 jam selama 10-14 hari.
48

Cerebral Malaria

49

DEFINISI
Malaria

cerebral = akut ensefalopati

Menurut

WHO :

1. Koma yang tidak dapat dibangunkan atau koma yang


menetap > 30 menit setelah serangan kejang
2. Adanya plasmodium falciparum
3. Penyebab lain dari akut ensefalopati telah
disingkirkan

50

EPIDEMIOLOGI

Kira-kira > 2 milyar atau > 40% penduduk dunia hidup

dalam bayang-bayang malaria


Jumlah

kasus malaria di Indonesia kira-kira 30

juta/tahun, dengan angka kematian 100.000/tahun


Di

pakistan (1991-1995) terdapat 1620 pasien koma,

505 pasien dengan malaria cerebral, 64% anak-anak dan


36% orang dewasa
51

ETIOLOGI
Penyebab

infeksi malaria cerebral adalah Plasmodium

Falciparum melalui gigitan nyamuk betina


Dalam

siklus hidupnya ada 3 sifat yang membedakan

dengan plasmodium jenis lain :


1. Menginfeksi eritrosit pada segala usia
2. Menimbulkan hyperparasitemia
3. Terjadi sekuestrasi dalam organ-organ

52

PATOGENESIS MALARIA SEREBRAL


Masih

belum jelas dan belum dapat dimengerti dengan baik


Berdasar kelainan histologis :
Eritrosit muda yg mengandung parasit bersirkulasi dalam
darah perifer, tetapi yang matang menghilang dan
terlokalisasi pada pembuluh darah organ (sekuester)
eritrosit matang lengket pada sel endotel venula/kapiler
(sitoadherens) 10 atau lebih eritrosit tidak terinfeksi
menyelubungi 1 eritrosit matang yang mengandung parasit
membentuk roset.
Sitoadherens+roset+sekuester dalam organ otak
deformabilitas eritrosit yang mengandung parasit
obstruksi mikrosirkulasi hipoksia jaringan

53

PATOLOGI PADA OTAK


Pada autopsi
Otak membengkak dengan perdarahan ptekhie multiple pada
jaringan putih (white matter)
Perdarahan jarang pada substansia kelabu (grey matter)
Hampir seluruh pembuluh kapiler dan vena penuh dengan
parasit tampak perdarahan dan nekrosis sekitar venule dan
kapiler
Kapiler dipenuhi leukosit dan monosit sumbatan pembuluh
darah oleh susunan roset eritrosit terinfeksi
Fibrin dan trombus dalam kapiler sebagai tanda koagulasi
intravaskuler disseminata

54

Manifestasi klinis
Nyeri

kepala bertambah diikuti penurunan derajat


kesadaran ; somnolen atau delir disertai disfungsi
serebral

Kesadaran

memburuk atau koma lebih dalam


diserati dekortikasi, deseberasi, opistotonus, TIK
meningkat, pupil ukuran normal dan reaktif
funduskopi normal atau ada perdarahan retina
angka kematian tinggi

Gejala

motorik (tremor, myoclonus, chorea,


athetosis) dapat dijumpai, tetapi hemiparese,
cortical blindness dan ataxia cerebral jarang.
Gejala rangsang meningeal jarang.
55

Manifestasi klinis

Hipoglikemi (akibat konsumsi glukosa dalam jumlah besar oleh


parasit untuk kebutuhan metabolisme) sering terjadi pada
anak,wanita hamil, hiperparasitemia, malaria sangat berat dan
sementara dalam pengobatan kina (menstimulasi sekresi insulin)

Kejang biasanya kejang umum atau kejang fokal terutama pada anak

Reflek patologis (+) pada 50% penderita malaria serebral

CSS : warna jernih, sel <10 lekosit/ml, protein normal atau sedikit
meningkat, kadar laktat meningkat >2,2 mmol (19,6 mg/dl) ( bila > 6
mmol/l prognosis fatal)

EEG : abnormalitas non spesifik

CT-scan kepala : biasanya normal,


memperlihatkan edema serebral ringan

walaupun

kadang-kadang

56

LABORATORIUM

57

LABORATORIUM

58

Diagnosis
Penderita

berasal dari daerah endemis atau berada di

daerah endemis
Demam
Adanya

atau riwayat demam tinggi


manifestasi serebral ( penurunan kesadaran

dengan atau tanpa gejala neurologis lain, sedangkan


kemungkinan penyebab lain telah disingkirkan)
Ditemukan
Tidak

parasit malaria dalam sediaan darah tepi

ditemukan kelainan CSS yang berarti


59

Terapi
Kina

(kina HCl/Kinin Antipirin/Kuinin HCl)

Dosis loading : 20 mg/KgBB kina HCl dalam 100-200 cc


dextrose 5% atau NaCl 0,9% selama 4 jam segera
lanjutkan denagn dosis 10 mg/KgBB dilarutkan dalam
200 cc dextrose 5% diberikan 4 jam selanjutnya
dosis yang sama tiap 8 jam
Kinidin

Isomer kina. Jika kina tidak tersedia dapat diberikan


kinidin dengan dosis loading 15 mg/mg basa/kgBB
dilarutkan dalam 250 ml cairan isotonis selama 4 jam
lanjut 7,5 mg basa/kgBB dalam 4 jam, tiap 8 jam
lanjut per oral setelah penderita sadar
60

Klorokuin

tidak menyebabkan hipoglikemi dan tidak


mengganggu kehamilan
Dosis loading : klorokuin basah 50 mg/KgBB dilarutkan
dalam 500 ml NaCl 0,9% diberikan dalam 8 jam lanjut
5 mg/KgBB selama 8 jam dan diulang sebanyak 3 kali
( dosis total 25 mg/KgBB selama 32 jam)

Derivat

artemisinin, ada 3 jenis :

A. Artesunate puyer, diberikan i.v atau i.m 2,4


mg/KgBB hari pertama dibagi 2 dosis lanjut dosis 1,2
mg/KgBB dibagi dalam 2 dosis pada hari ke 2-5
B. Artemeter dalam larutan minyak (i.m) dengan dosis 3,2
mg/KgBB dosis awal, dibagi dua dosis (tiap 12 jam) 1,6
mg/KgBB/24 jam selama 4 hari
C. Artemisinin (suposituria) yang ada adalah artesunat (10
mg/KgBB), dihidroartemisinin dan artemisinis
61

Transfusi

ganti untuk mengeluarkan eritrosit yang


berparasit, menurunkan toksin hasil parasit dan
metabolismenya (sitokin dan radikal bebas) serta
memperbaiki anemia
Indikasi :
1. Parasitemia > 30% tanpa komplikasi berat
2. Parasitemia > 10% disertai komplikasi berat : malaria
serebral, gagal ginjal akut, edema paru, ikterik
(bilirubin >25 mg/dl) dan anemia berat
3. Parasitemia > 10% dengan gagal pengobatan setelah
12-24 jam pemberian kemoterapi anti malaria yang
optimal, tatau terdapat skizon matang pada sediaan
darah tepi

Pemberian

cairan dan nutrisi


62

Prognosis
Tergantung

kecepatan dan ketepatan diagnosis dan


penanganan yang tepat makin dini pengobatan, makin
baik

Tergantung

jumlah dan berat kegagalan fungsi organ

Pada

koma dalam, tanda-tnada herniasi, kejang berulang,


hipoglikemi berulang dan hiperparasitemia resiko
kematian tinggi

Pada

anak-anak dapat mengalami kecacatan

Mortalitas

malaria berat yang tidak segera diobati 15%


pada anak-anak, dewasa 20%, kehamilan 50%

Angka

kematian malaria serebral dengan pengobatan


berkisar 10-50%
63

TETANUS
Batasan
Tetanus adalah suatu keadaan
intoksikasi susunan saraf pusat
oleh
endotoksin
bakteri
Clostridium Tetani, dengan gejala
karakteristik rigiditas otot yang
berkembang progresif disertai
eksaserbasi paroksismal
64

PATOFISIOLOGI
Clostridium Tetani , suatu bakteri Gram positif
anaerobic dengan spora yang mudah bergerak:
menimbulkan
penyakit
pada
manusia
melalui
kontaminasi luka kotor.
Spora dalam keadaan anaerob membentuk eksotoksin
Tetanolisin dan Tetanospasmin.
Tetanospasmin
mempengaruhi
pembentukan
dan
pengeluaran neurotransmitter Glisin dan GABA,
sehingga
pelepasan
neurotransmitter
inhibisi
dihambat.
Tetanolisin mempunyai sifat sitotoksik, dan dalam
konsentrasi tinggi bersifat kardiogenik

65

GEJALA KLINIS
Masa

inkubasi antara terjadinya luka


sampai timbul gejala antara 5 8 hari,
biasanya tidak lebih dari 15 hari, dan
periode onset adalah masa timbulnya
gejala ( trismus ) sampai terjadi spasme
otot biasanya 2-3 hari.

66

Trismus and Sardonic


Smile

67

Opisthotonus

68

KLASIFIKASI
Ada 4 bentuk klinis tetanus yaitu :
Tetanus local
Tetanus sephalik
Tetanus umum
Tetanus neonatorum

69

KLASIFIKASI

70

KLASIFIKASI

71

KLASIFIKASI

72

KLASIFIKASI

73

PEMERIKSAAN
a.

Anamnese : adanya luka kotor


b. Gejala klinis :
Trismus, disfagi, opistotonus,
gangguan pernafasan berat
c. Tidak ada pemeriksaan penunjang
diagnostic yang spesifik

74

DIAGNOSIS
Ditegakkan berdasarkan :
Anamnesis
Gejala klinis

75

PENYULIT
a.

Kegagalan respirasi / hipoksia


Penderita tetanus sedang, mengalami hipoksia
dan hipokapnia akibat kerusakan ventilasiperfusi paru, walaupun secara klinis dan
radiologist normal. Sedang tetanus berat dg
spasme otot yg berat dan lama yang tidak
terkontrol dg relaksan dan sedative dapat
mengarah ke henti jantung dan kematian atau
kerusakan otak dg akibat koma. Komplikasi lain
thd paru adalah atelektasi, bronkopneumoni,
aspirasi pneumoni.
76

b.

Kardiovaskuler dan otonom


Terutama dimediasi oleh system otonom.
Pada hampir semua tetanus berat terjadi peningkatan
yg menetap dan berlangsung terus dari aktifitas
simpatis dan parasimpatis.
Komplikasi otonom ditandai oleh episode sinus
takhikardi dg hipertensi berat yg segera diikuti dg
bradikardi dan penurunan tekanan
darah.
Ketidakstabilan ini merupakan awal dari henti jantung
dan kematian.
Sering juga ditemukan aritmia dan
gangguan hantar jantung.
c. Sepsis yg berakhir dg multi organ failure
( MOF )

77

d. Komplikasi ginjal : berupa kegagalan fungsi ginjal

akibat sepsis dan kelainan pre renal


e.Komplikasi hematology : berhubungan dg anemia
karena infeksi .
f.Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
karena hiperhidrasi, hipokalemi, hiponatremi.
g. Komplikasi metabolic : asidosis respiratorik,
alkalosis respiratorik.
h. Pada kulit : dekubitus dan thromboplebitis
i. Dapat terjadi : fraktur tulang vertebra torakal
karena kejang
j. Komplikasi neurologist : berupa neuropati perifer,
optalmoplegi serta gangguan memori dan
penurunan
kesadaran.
78

TERAPI :
I. UMUM
II. KHUSUS

Pasien tingkat II, III, IV sebaiknya dirawat di ruang


khusus dg peralatan intensif dan memadai, dan bila perlu
dilakukan trakheotomi. Stimulasi cahaya, taktil dan auditori
sedapat mungkin dikurangi.

ATS 10.000 U im satu kali @ Tetagam 12 amp / hr ( 5 hr )


-- Deltoid ka& ki, Paha ka & ki, Bokong ka & ki.
Pen.Proc 2 jt U tiap 6 jam atau Tetrasiklin 2 gram / hari
Metronidazol 3 X 5000 mg
Sedativa : Diazepam 10 mg iv sesuai kebutuhan, sampai
500 mg / hari
ICU atas indikasi
Trakheotomi ; mutlak pd tetanus tingkat III dan IV.

79

PROGNOSA
Faktor-faktor yg mempengaruhi angka kematian :

Masa inkubasi dan waktu onset, semakin pendek prognosa makin


buruk

Beratnya gejala klinik, ( spasme dan dis otonomi ) makin berat


makin buruk

Usia, neonatus dan usia tua prognosa makin buruk

Gizi buruk, prognosa buruk

Penanganan komplikasi, bila ditangani secara optimal maka


prognosa baik

80

Cerebral Toxoplasmosis

Definisi
Toksoplasmosis serebral adalah penyakit infeksi
opportunistik

biasanya

menyerang

pasien-pasien

dengan HIV-AIDS dan merupakan penyebab paling


sering pada abses serebral.
Diperkirakan sekitar 15-30 % penderita AIDS yang
menjalani pemeriksaan otopsi didapatkan mengalami
toksoplasmosis serebral

Patofisiologi Toksoplasma Cerebral

Toksoplasma gondii

Masuk Jaringan Otak

Peradangan Otak

Pembentukan Transudat & Eksudat

Edema Otak

Kerusakan Perfusi Jaringa


Abses Otak

Kerusakan Sel
Sel Syaraf

Tanda dan Gejala


Gejala dan tanda klinis :

Gejala fokal tersering hemiparesis. Juga

dapat terjadi kejang, afasia, kelumpuhan saraf


kranialis dan ataksia.

Gejala non fokal tersering penurunan

kesadaran, letargia dan nyeri kepala

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan yang paling sensitif adalah MRI atau CT scan
dan serologi darah.

Terapi
Toksoplasmosis otak diobati dengan kombinasi pirimetamin dan
sulfadiazin. Kedua obat ini dapat melalui sawar-darah otak. 2.

Toxoplasma Gondii,membutuhkan vitamin B untuk hidup. Pirimetamin


menghambat pemerolehan vitamin B oleh tokso. Sulfadiazin
menghambat penggunaannya. 3.

Kombinasi pirimetamin 50-100 mg perhari yang dikombinasikan


dengan sulfadiazin 1-2 g tiap 6 jam. 4.

Pasien yang alergi terhadap sulfa dapat diberikan kombinasi


pirimetamin 50-100 mg perhari dengan clindamicin 450-600 mg tiap
6 jam. 5.

Terapi
Pemberian

asam folinic 5-10 mg perhari untuk


mencegah depresi sumsum tulang. 6.
Pasien alergi terhadap sulfa dan clindamicin, dapat
diganti dengan Azitromycin 1200 mg/hr, atau
claritromicin 1 gram tiap 12 jam, atau atovaquone
750 mg tiap 6 jam. Terapi ini diberikan selam 4-6
minggu atau 3 minggu setelah perbaikan gejala klinis.
7.
Terapi anti retro viral (ARV) diindikasikan pada
penderita yang terinfeksi HIV dengan CD4 kurang
dari 200 sel/mL, dengan gejala (AIDS) atau limfosit
total kurang dari 1200. Pada pasien ini, CD4 42,
sehingga diberikan ARV
87

88

Anda mungkin juga menyukai