menggerakkan badan atau anggota badan seperti mengangkat atau memindahkan suatu
benda, menghindar, memukul, mengelak, dan sebagainya. Kerja internal berhubungan
dengan pemakaian energi oleh seluruh proses biologis di dalam tubuh yang tidak
termasuk dalam kegiatan kerja eksternal.3
diatur dengan sangat cermat oleh katalisator yang berupa enzim, sehingga reaksi terjadi
selangkah demi selangkah dan berlangsung dengan halus. Enzim umumnya berupa
protein, enzim ini dapat berfungsi dengan baik dan optimal pada suasana lingkungan
tertentu, misalnya suhu dan PH yang optimal. Suhu yang optimal itu berkisar 37 oC dan
bila suhu diatas 42oC, enzim sebagai protein dapat mengalami denaturasi dan kehilangan
daya katalisnya. Bila suhu terlalu rendah, kecepatan produksi tenaga tidak dapat
memenuhi kebutuhan tubuh seperti pada suhu sekitar 37oC. Meskipun bagian otak lain
juga berperan, tetapi pusat integrasi pengendali suhu tubuh (termostat) terdapat di
hipotalamus.
Pengaruh suhu tubuh terjadi secara terpadu di hipotalamus berdasarkan sinyal
yang diterima dari kulit dan suhu inti tubuh. Bila termoreseptor di kulit menerima
rangsang dingin misalnya, maka oleh neuron yang sensitive terhadap dingin (coldsensitive neuron) sinyal ini akan diteruskan ke hipotalamus. Bila akumulasi suhu yang
terjadi di hipotalamus sudah melebihi batas minimal yang dapat ditoleransi, maka tubuh
akan mengadakan adaptasi perilaku seperti memakai selimut, baju hangat atau sarung
tangan. Mekanisme tubuh lainnya untuk mengatasi batas minimal yang sudah tidak dapat
ditoleransi ini juga dapat terjadi melalui aktivasi saraf motorik yang mengakibatkan
terjadinya kontraksi otot rangka seperti menggigail dengan akibat produksi panas akan
bertambah dan atau aktivasi system saraf simpatis yang mengakibatkan terjadinya
vasokonstriksi pembuluh darah kulit. Vasokonstriksi pembuluh darah kulit ini akan
mengurangi darah dan panas tubuh yang mengalir kepermukaan tubuh sehingga proses
penguapan melalui kulit dan pengeluaran panas melalui radiasi dan konduksi berkurang
(konservasi panas). Hal ini akan mempertahankan panas di dalam tubuh tetap terjada
sehingga tubuh kembali hangat. Bila termoreseptor di kulit menerima rangsang panas,
maka oleh neuron yang sensitive terhadap panas (warm-sensitive neuron) akan diteruskan
ke hipotalamus. Bila suhu yang terjadi di hipotalamus sudah melebihi batas maksimal
yang dapat ditoleransi maka tubuh akan melakukan adaptasi perilaku seperti membuka
kancing baju, memakai kaus tipis atau membuka baju. Mekanisme lainnya untuk
mengatasi batas maksimal yang sudah tidak dapat ditoleransi ini adalah dengan
mengaktivasi system saraf simpatik yang selanjutnya akan terjadi vasodilatasi pembuluh
darah kulit sehingga banyak darah dan panas tubuh mengalir ke permukaan tubuh, dan
hal ini akan menyebabkan pengeluaran panas tubuh melalui penguapan, radiasi, dan
konduksi melalui kulit meningkat sehingga suhu tubuh kembali turun (aktivasi system
saraf simpatis ini juga dapat merangsang kelenjar keringat, sehingga produksi keringan
bertambah).3,4,5
Secara sederhana pengaturan suhu tubuh terjadi dengan cara: bila suhu tubuh
melebihi batas toleransi maka akan terjadi pelepasan panas yang lebih banyak, sedangkan
bila suhu tubuh kurang dari batas toleransi maka produksi panas tubuh akan meningkat
dan pelepasan panas akan berkurang .
Patofisiologi Demam
Substansi penyebab demam adalah pirogen. Pirogen dapat berasal dari eksogen maupun
endogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh sedangkan pirogen eendogen berasal
dari dalam tubuh. Pirogen eksogen, dapat berupa infeksi atau noninfeksi, akan
merangsang sel-sel makrofag, monosit, limfosit, dan endotel untuk melepaskan
interleukin (IL)-1, interleukin (IL)-6, Tumor Necrosis Factor (TNF)-Alpha dan interferon
(IFN)-alpha (selanjutnya disebut pirogen endogen atau pirogen sitokin). Pirogen endogen
ini setelah berikatan dengan reseptornya di daerah preoptik hipotalamus, akan
merangsang hipotalamus untuk mengaktivasi fosfolipase-A2 yang selanjutnya akan
melepas asam arakhidonat dari membran fosfolipid, dan kemudian oleh enzim
siklooksigenase-2 (COX-2) akan diubah menjadi prostaglandin E2 (PGE2). Rangsangan
prostaglandin inilah, baik secara langsung maupun melalui pelepasan siklik AMP, menset
termostat pada suhu tubuh yang lebih tinggi. Hal ini merupakan awal dari
berlangsungnya reaksi terpadu system saraf autonom, system endokrin, dan perubahan
perilaku dalam terjadinya demam (peningkatan suhu). Pusat panas di hipotalamus dan
batang otak kemudian akan mengirimkan sinyal agar terjadi peningkatan produksi dan
konservasi panas sehingga suhu tubuh naik sampai tingkat suhu baru yang ditetapkan.
Hal demikian dapat dicapai dengan vasokontriksi pembuluh darah kulit, sehingga darah
yang menuju permukaan tubuh berkurang, dan panas tubuh yang terjadi di bagian inti
tubuh tetap memelihara suhu inti tubuh. Epinefrin yang dilepas akibat rangsangan saraf
simpatis akan meningkatkan metabolisme tubuh dan tonus otot. Mungkin terjadi proses
menggigil dan atau individu berusaha mengenakan pakaian tebal serta berusaha melipat
bagian-bagian tubuh tertentu utnuk mengurangi penguapan.
Selama demam, arginine vasopresin (AVP), alphamelanocyte-stimulating
hormone, dan corticotropin releasing factor akan dilepas oleh tubuh. Zat ini dapat bekerja
sebagai antipiretik endogen (antipiretik intrinsic) untuk menurunkan reaksi demam. Efek
antipiretik ini akan membuat rangkaian umpan balik terhadap hipotalamus. Arginin
vasopressin (AVP) atau vasopresin, atau juga dikenal sebagai hormon antidiuresis yang
diproduksi selama demam, akan menimbulkan retensi air oleh ginjal dan hal inilah
mungkin yang berperan dalam pengaturan suhu tubuh paad saat demam. Tetapi
bagaimana persisnya mekanisme kerja antipiretik endogen ini sampai saat ini belum jelas.
Pada mulanya yang dianggap sebagai pemicu reaksi demam adalah infeksi dan
produk produk infeksi. Dalam perkembangan selanjutnya ternyata beberapa molekul
endogen seperti kompleks antigen-antibodi, komplemen, produk limfosit dan
inflammation bile acids juga merangsang pelepasan pirogen sitokin. Konsep bahwa
sitokin dapat menginduksi sitokin lain juga penting untuk dipahami untuk menerangkan
mekanisme demam akibat penyakit noninfeksi.1,2,4
Penatalaksanaan Demam
Selain mekanisme umpan balik yang terjadi di dalam tubuh, demam juga dapat
diturunkan dengan pemberian obat-obatan (antipiretik) dan metode fisik. 2,6,7,8
Pemberian Antipiretik
Kalau dibuat lebih sederhana, skema patofisiologi demam dapat dilihat pada
gambar 1-6.2
Kalau melihat skema pada gambar 6 semestinya terjadinya demam dapat
dihambat dengan cara memutus rangkaian reaksi yang terjadi, mulai dari pelepasan
pirogen endogen dari sel-sel makrofag, monosit, limfosit, dan endotel oleh rangsangan
pirogen eksogen hingga timbulnya demam. Tetapi dari sekian banyak obat yang pernah
diteliti ternyata obat penghambat siklooksigenaselah (cyclooxygenation inhibition /
COX) yang cukup bermakna dan memuaskan dapat dipergunakan sebagai antipiretik.6,7,8
diklofenak, ketoprefen, indometasin dan sebagainya adalah obat yang menghambat enzim
siklooksigenase dan karena itu obat-obatan ini banyak dipakai sebagai antipiretik. 6,9,10,11,12
Tetapi karena OAINS selain menghambat COX-2 juga menghambat COX-1 maka
penggunaan OAINS dapat meimbulkan efek samping terhadap lambung, ginjal dan
trombosit.13,14 Dari sekian banyak obat-obatan yang dapat sebagai antipiretik,
asetaminofen (parasetamol) adalah antipiretik yang dianggap paling aman.2,9 Di jaringan
perifer asetaminofen adalah penghambat siklooksigenase-2 yang lemah tetapi di otak,
oleh system sitokrom p-450, asetaminofen ini akan mengalami oksidasi. Asetaminofen
yang sudah teroksidasi ini ternyata memiliki sifat penghambat enzim siklooksigenase-2
(COX-2) yang kuat.
Metode Fisik
Selain dengan pemberian antipiretik, metode fisik juga dapat dipergunakan sebagai upaya
tambahan untuk menurunkan demam. Prinsip dari metode fisik adalah memfasilitasi
pelepasan panas yang lebih besar dari tubuh.7
Telah lama diketahui dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari bahwa
kompres air es di tempat-tempat yang banyak darah mengalir (seperti dahi, ketiak, dan
lipat paha) dapat menurunkan suhu tubuh. Tetapi dalam perkembangannya ternyata
hantaran/pelepasan panas yang terjadi (dari suhu yang tinggi ke rendah) tidak begitu
besar sedangkan di satu sisi rangsangan dingin yang terjadi dapat menimbulkan rasa
tidak nyaman, menggigil, dan vasokonstriksi perifer pada penderita (akibat timbulnya
produksi dan retensi panas) dan selanjutnya dapat memperburuk keadaan demam
penderita. Oleh karena itu belakangan ini para ahli lebih menganjurkan kompres air
hangat-hangat kuku di sekitar tubuh diharapkan akan terjadi vasodilatasi dan
perangsangan kelenjar keringat. Akibat vasodilatasi dan produksi keringat yang terjadi
maka akan terjadi pelepasan panas yang besar.7
Walaupun masih belum diterima sepenuhnya, beberapa peneliti mengemukakan
bahwa demam berguna dan menguntungkan bagi tubuh karena :4,15,16
a. Beberapa kuman akan mati pada keadaaan demam, bahkan ada yang proses
pertumbuhan dan replikasinya terganggu
b. Suhu yang tinggi menurunkan kadar Fe,Zn, dan Cu dalam serum, padahal zat-zat
tersebut diperlukan untuk pertumbuhan atau replikasi kuman.
c. Keadaan demam akan membuat tubuh lebih banyak menggunakan lemak dan
protein sebagai sumber energi sedangkan lemak dan protein diperlukan oleh
kuman.
d. Suhu yang lebih tinggi meningkatkan destruksi lisosom dan autodestruksi sel
sehingga dapat menurunkan replikasi virus pada sel yang terinfeksi.
e. Protein fase akut yang diproduksi oleh sel-sel hati mengikat kation yang
diperlukan untuk reproduksi kuman.
f. Panas meningkatkan transformasi limfosit dan motilitas leukosit netrofil yang
memfasilitasi reaksi imun.
g. Pada keadaan demam, fagositosis meningkat dan produksi antivirus interferon
juga mungkin meningkat.
Oleh Karena itu sebelum memberikan antipiretik kita harus mempertimbangkan
beberapa keadaan berikut ini : apakah demam lebih banyak menimbulkan kerugian atau
keuntungan, apakah pemberian antipiretik tidak mengganggu perjalanan penyakit, dan
apakah manfaat obat lebih besar dari efek samping yang mungkin terjadi.
Kesimpulan.
Demam adalah suatu reaksi fisiologis tubuh yang kompleks terhadap penyakit
yang ditandai dengan meningkatnya suhu tubuh diatas normal akibat rangsangan zat
pirogen terhadap pengaturan suhu tubuh di hipotalamus. Pirogen dapat berasal dari
eksogen maupun endogen. Pirogen eksogen yang dapat berupa infeksi atau noninfeksi
akan merangsang sel-sel makrofag, monosit, limfosit dan endotel untuk melepaskan
pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-alpha, INF alpha). Pirogen endogen selanjutnya akan
merangsang hipotalamus untuk melepaskan asam arakhidonat dan kemudian oleh enzim
siklooksigenase-2 akan diubah menjadi prostaglandin E2. Rangsanganan prostaglandin
inilah yang akan menset termostat pada suhu yang lebih tinggi.