NKRAPBNP2014
NKRAPBNP2014
DAN
RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN
DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN
TAHUN ANGGARAN 2014
REPUBLIK INDONESIA
Daftar Isi
DAFTAR ISI
Halaman
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Umum .......................................................................................................
1-1
1.2
1-2
1.3
1-3
1.4
1-4
BAB 2
2.1
Umum .......................................................................................................
2-1
2.2
2-3
2.2.1
2-3
2.2.2
2-5
2.2.3
2-6
2.2.4
2-6
2.3
2-8
2.3.1
2-8
2.3.2
Inflasi ........................................................................................................
2-15
2.3.3
2.3.4
2.3.5
2-16
2-17
2-18
2-19
2.4
BAB 3
2-21
3.1
Pendahuluan ............................................................................................
3.2
3-1
3-1
3.2.1
3-1
3.2.1.1
3-2
Daftar Isi
Halaman
3.2.1.2
3-7
3.2.2
3-11
BAB 4
4.1
Pendahuluan .............................................................................................
4-1
4.2
4-2
4.2.1
4-4
4.2.2
4-9
4.2.2.1
4-9
4.2.2.2
4.2.3
4.3
4-18
4.19
4-24
4.4
BAB 5
5.1
Pendahuluan ............................................................................................
5-1
5.2
5-1
5.2.1
5-2
5.2.1.1
5-2
5.2.1.1.1
5-3
5.2.1.1.2
5.2.1.2
5-3
5-4
5.2.1.2.1
5-4
5.2.1.2.2
5-10
5.2.1.2.3
(DPPN) .....................................................................................................
5-11
5.2.2
5-11
5.2.2.1
5-12
5.2.2.2
5-13
5.2.2.3
5-14
5.2.2.4
5-15
ii
4-27
Daftar Isi
Halaman
5.3
5-15
5.3.1
5-15
iii
Daftar Tabel
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1
1-3
Tabel 1.2
1-5
Tabel 2.1
Tabel 2.2
2-3
2-6
Tabel 2.3
2-9
Tabel 2.4
2-14
Tabel 2.5
2-21
Tabel 3.1
3-2
Tabel 3.2
3-4
Tabel 3.3
3-8
Tabel 4.1
4-2
Tabel 4.2
4-3
Tabel 4.3
4-5
Tabel 4.4
4-6
Tabel 4.5
4-16
Tabel 4.6
4-19
Tabel 4.7
Tabel 5.1
4-26
5-3
Tabel 5.2
5-10
Tabel 5.3
5-11
Tabel 5.4
5-12
Tabel 5.5
5-14
Tabel 5.6
Tabel 5.7
5-15
Tabel 5.8
iv
5-16
5-16
Daftar Grafik
DAFTAR GRAFIK
Halaman
Grafik 2.1
2-4
Grafik 2.2
2-5
Grafik 2.3
2-5
Grafik 2.4
2-7
Grafik 2.5
2-7
Grafik 2.6
2-17
Grafik 2.7
2-17
Grafik 2.8
2-18
Grafik 2.9
2-19
2-20
2-20
Grafik 3.1
3-4
Grafik 3.2
3-4
Grafik 3.3
3-5
Grafik 3.4
3-5
Grafik 3.5
3-5
Grafik 3.6
3-6
Grafik 3.7
3-6
Grafik 3.8
3-6
Grafik 3.9
3-7
3-8
3-9
3-9
3-10
3-10
3-11
Grafik 5.1
5-2
Grafik 5.2
Grafik 5.3
5-4
Penyertaan Modal Negara Kepada BUMN APBN 2014 dan RAPBNP
2014 ........................................................................................................
5-5
Daftar Grafik
Halaman
Grafik 5.4
5-8
Grafik 5.5
Penyertaan Modal Negara Lainnya APBN 2014 dan RAPBNP 2014 .......
5-9
Grafik 5.6
5-12
Grafik 5.7
Penarikan Pinjaman Luar Negeri APBN 2014 dan RAPBNP 2014 ............
5-13
vi
Pendahuluan
Bab 1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Umum
Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014, kondisi perekonomian nasional menunjukkan
perkembangan yang berbeda dengan asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan dalam
APBN tahun 2014, terutama pertumbuhan ekonomi, tingkat bunga SPN tiga bulan, lifting
minyak, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Realisasi pertumbuhan ekonomi
tahun 2013 hanya mencapai 5,8 persen (yoy), lebih rendah bila dibandingkan dengan target
APBNP-nya sebesar 6,3 persen. Tekanan pada pertumbuhan ekonomi tersebut terus berlanjut
pada triwulan I tahun 2014, sehingga pertumbuhan ekonomi tahun 2014 diperkirakan hanya
mencapai 5,5 persen. Selain itu, lifting minyak bumi dalam triwulan I tahun 2014 diperkirakan
hanya mencapai 797 ribu barel per hari, jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan target
dalam APBN-nya sebesar 870 ribu barel per hari. Perbedaan tersebut diperkirakan memberikan
tekanan yang sangat berat terhadap pelaksanaan APBN tahun 2014, baik dari sisi pendapatan
maupun belanja negara.
Pendapatan negara, khususnya penerimaan perpajakan diperkirakan turun secara signifikan.
Penurunan tersebut utamanya disebabkan oleh perkiraan lebih rendahnya target pertumbuhan
ekonomi tahun 2014 dibandingkan dengan asumsi dalam APBN-nya, serta penurunan harga
komoditi. Selain itu, capaian realisasi penerimaan perpajakan pada tahun 2013 yang lebih
rendah dari target APBNP tahun 2013 juga berpengaruh terhadap penurunan target penerimaan
perpajakan tahun 2014. Di sisi lain, penerimaan negara bukan pajak juga diperkirakan lebih
rendah dari target yang ditetapkan dalam APBN tahun 2014, sebagai akibat dari lebih rendahnya
asumsi lifting minyak bumi 2014.
Di sisi belanja negara, pelaksanaan APBN tahun 2014 juga mengalami tantangan yang berat,
terutama karena meningkatnya beban subsidi energi secara signifikan, sebagai akibat langsung
dari pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dari Rp10.500 per USD
menjadi Rp11.700 per USD. Selain itu, tekanan terhadap belanja negara juga berasal dari
beberapa kewajiban atas kegiatan tahun 2013 yang harus dibayar pada tahun 2014, seperti
subsidi BBM dan subsidi listrik, dana bagi hasil, serta kewajiban lainnya.
Penurunan target pendapatan negara yang diiringi dengan peningkatan beban belanja negara,
termasuk tambahan alokasi untuk anggaran pendidikan, menyebabkan defisit APBN tahun 2014
yang semula ditargetkan sebesar 1,69 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), berpotensi
membengkak menjadi lebih dari 3,0 persen terhadap PDB. Hal tersebut berarti melebihi
ambang batas maksimum defisit sebesar 3,0 persen dari PDB, sebagaimana tercantum dalam
Pasal 12 ayat (3) UU no. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Untuk itu, perlu dilakukan
langkah-langkah pengendalian dan pengamanan pelaksanaan APBN, dengan menjaga defisit
dalam batas yang aman.
Dalam rangka mengendalikan dan mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2014 dan menjaga
defisit APBN dalam batas yang aman, perlu dilakukan langkah-langkah konsolidasi fiskal, pada
1-1
Bab 1
Pendahuluan
Laju inflasi diperkirakan cenderung lebih rendah didukung oleh membaiknya pasokan
barang kebutuhan masyarakat dan harga komoditas internasional yang cenderung turun.
Selain itu, koordinasi kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil diharapkan dapat menjaga
laju inflasi sepanjang tahun 2014.
3) Tingkat bunga SPN tiga bulan dari 5,5 persen menjadi 6,0 persen.
Kondisi likuiditas global yang semakin ketat dan masih tingginya ketidakpastian di sektor
keuangan merupakan faktor yang mempengaruhi tingkat bunga obligasi pemerintah.
Namun, masih tingginya permintaan obligasi pemerintah menjadi faktor positif.
4) Nilai tukar Rupiah dari Rp10.500 per USD menjadi Rp11.700 per USD.
Isu kebijakan tapering off oleh The Fed telah menimbulkan tekanan yang sangat signifikan
pada nilai tukar di berbagai kawasan termasuk Indonesia.
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat diperkirakan akan mencapai keseimbangan
baru yang mencerminkan kondisi fundamental perekonomian Indonesia. Sinergi kebijakan
fiskal, moneter dan sektor riil diharapkan mampu menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
1-2
Pendahuluan
Bab 1
5) Lifting minyak dari 870 ribu barel per hari menjadi 818 ribu barel per hari dan lifting gas
dari 1.240 ribu barel setara minyak per hari menjadi 1.224 ribu barel setara minyak per
hari.
Dengan mempertimbangkan realisasi lifting minyak dan gas bumi pada triwulan I tahun
2014, sampai dengan akhir tahun 2014 lifting minyak dan gas bumi diperkirakan masingmasing mencapai 818 ribu barel per hari dan 1.224 ribu barel setara minyak per hari atau
lebih rendah dari asumsi yang ditetapkan dalam APBN tahun 2014. Faktor-faktor yang
mempengaruhi tidak tercapainya target lifting tersebut antara lain: permasalahan lisensi
dan lahan, kompensasi serta masalah internal perusahaan.
Rincian asumsi dasar ekonomi makro tahun 2014 disajikan dalam Tabel 1.1.
TABEL 1.1
ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO TAHUN 2014
Indikator Ekonomi
2014
2013
Realisasi
APBN
RAPBNP
5,8
6,0
5,5
b. Inflasi (% yoy)
8,4
5,5
5,3
10.460,0
10.500,0
11.700,0
4,5
5,5
6,0
106,0
105,0
105,0
825,0
870,0
818,0
1.213,0
1.240,0
1.224,0
1-3
Bab 1
Pendahuluan
1-4
Pendahuluan
Bab 1
2014
Realisasi
LKPP
Unaudited
APBN
RAPBNP
A. Pendapatan Negara
I. Pendapatan Dalam Negeri
1. Penerimaan Perpajakan
Tax Ratio
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak
II. Penerimaan Hibah
1.436.976,8
1.431.468,4
1.077.257,4
11,86
354.211,0
5.508,4
1.667.140,8
1.665.780,7
1.280.389,0
12,35
385.391,7
1.360,1
1.597.729,2
1.595.404,0
1.232.121,4
12,24
363.282,6
2.325,1
B. Belanja Negara
I. Belanja Pemerintah Pusat
II. Transfer ke daerah
1. Dana Perimbangan
2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
C. Keseimbangan Primer
D.Surplus (Defisit) Anggaran
% Defisit terhadap PDB
1.639.756,0
1.126.884,6
513.260,4
430.354,7
82.905,7
(89.814,6)
(202.779,2)
(2,23)
1.842.495,3
1.249.943,0
592.552,3
487.931,0
104.621,3
(54.069,0)
(175.354,5)
(1,69)
1.849.447,4
1.265.758,6
583.688,8
479.067,5
104.621,3
(115.831,7)
(251.718,2)
(2,50)
Uraian
E. Pembiayaan
228.104,4
243.187,1
(15.082,7)
Kelebihan/(kekurangan) Pembiayaan
25.325,2
175.354,5
251.718,2
196.258,0
(20.903,5)
265.412,2
(13.694,0)
1-5
Bab 2
BAB 2
PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR
EKONOMI MAKRO
2.1 Umum
Perkembangan ekonomi global dalam dua tahun terakhir masih kurang menggembirakan.
Pemulihan ekonomi dunia yang diharapkan dapat terjadi di tahun 2013, ternyata masih
tertunda. Pada tahun tersebut, laju pertumbuhan ekonomi global mencapai 3,0 persen,
melambat bila dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2012 yang mencapai 3,2
persen. Perlambatan tersebut antara lain dipengaruhi oleh masih lemahnya kinerja ekonomi di
negara-negara maju seiring dengan pengetatan kebijakan moneter di masing-masing negara.
Di samping itu, perekonomian negara berkembang, khususnya Tiongkok dan India, yang pada
tahun-tahun sebelumnya menjadi penopang pertumbuhan ekonomi global, menunjukkan
perlambatan yang cukup signifikan.
Dalam tahun 2013, kondisi pasar keuangan global juga diwarnai gejolak, khususnya yang terjadi
di beberapa negara emerging markets (EMs) akibat isu ketidakpastian kebijakan pengetatan
moneter di Amerika Serikat (AS). Isu tersebut menyebabkan harga saham di negara-negara
berkembang mengalami penurunan sebagai dampak berbaliknya aliran modal ke negara-negara
maju. Hal ini selanjutnya mengakibatkan pelemahan nilai tukar di negara-negara berkembang.
Selain itu, sentimen negatif terhadap defisit neraca berjalan karena melemahnya permintaan
global, turut menjadi faktor pelemahan nilai tukar di negara-negara berkembang.
Dalam rangka merespon dan memitigasi dampak gejolak eksternal tersebut, Pemerintah dan
Bank Indonesia telah berkoordinasi dan bersama-sama lebih memfokuskan kebijakan untuk
mengembalikan stabilitas ekonomi. Di sisi lain, kebijakan stabilisasi yang telah diterapkan
membawa konsekuensi berupa perlambatan laju pertumbuhan ekonomi. Dengan langkahlangkah yang diambil, perekonomian domestik diharapkan memiliki landasan yang lebih kuat
untuk tumbuh secara berkelanjutan dengan stabilitas yang tetap terjaga dalam beberapa tahun
ke depan.
Masih lemahnya kinerja ekonomi global tahun 2013 akan berdampak pula pada outlook ekonomi
dunia tahun 2014. Prospek ekonomi global tahun 2014 juga masih menghadapi tantangan dan
risiko tekanan dari kebijakan tapering off yang mulai dilaksanakan oleh Bank Sentral Amerika
Serikat (the Fed) pada awal 2014. Kebijakan tersebut menimbulkan gejolak nilai tukar dan arus
likuiditas global yang sangat signifikan, khususnya oleh negara-negara berkembang, termasuk
Indonesia. Gejolak-gejolak tersebut pada gilirannya menjadi risiko tersendiri bagi kinerja
ekonomi mancanegara.
Berdasarkan perkembangan indikator-indikator yang ada, berbagai institusi keuangan dunia
telah melakukan revisi terhadap outlook kinerja ekonomi global tahun 2014. Dana Moneter
Internasional (International Monetary Fund-IMF) pada Juli 2013 memprediksi pertumbuhan
ekonomi dunia tahun 2014 mencapai 3,8 persen. Angka tersebut telah menjadi acuan
pertumbuhan ekonomi dunia dalam APBN 2014. Pada April 2014, IMF telah merevisi ke bawah
angka pertumbuhan ekonomi global menjadi 3,6 persen. Demikian halnya dengan perkiraan
pertumbuhan volume perdagangan yang pada awalnya diperkirakan akan tumbuh sebesar
2-1
Bab 2
5,4 persen, kini direvisi menjadi hanya 4,3 persen. Perkembangan perekonomian global yang
kurang menggembirakan tersebut akan berdampak pula pada perkembangan ekonomi domestik,
terutama melalui transmisi perdagangan dan arus lalu lintas modal.
Isu kebijakan tapering off oleh the Fed telah memberikan tekanan yang sangat signifikan pada
nilai tukar di berbagai kawasan termasuk Indonesia. Isu tersebut menimbulkan perubahan aliran
lalu lintas likuiditas global. Dana-dana yang dalam beberapa tahun terakhir telah bergerak ke
negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, mulai mengalir kembali ke Amerika Serikat.
Kondisi tersebut telah menyebabkan mata uang dolar AS menguat terhadap mata uang lainnya,
dalam hal ini bagi Indonesia adalah pelemahan nilai tukar Rupiah. Nilai tukar Rupiah yang pada
semester I 2013 bergerak pada kisaran Rp9.600 - Rp9.800 per dolar AS, kemudian melemah
hingga mencapai di atas Rp12.000 per dolar AS di akhir 2013. Namun kemudian, respon
kebijakan yang telah diambil mampu meredam kejatuhan Rupiah lebih dalam. Pergerakan
Rupiah pada tahun 2014 mencapai titik keseimbangan baru yang diperkirakan berada di atas
asumsi Rp10.500 per dolar AS yang ditetapkan dalam APBN 2014.
Pergerakan arus modal dan pelemahan nilai tukar Rupiah juga membawa implikasi bagi
peningkatan tingkat suku bunga di dalam negeri seiring likuiditas yang relatif mengetat.
Kondisi tersebut juga diperkirakan akan mendorong peningkatan suku bunga rata-rata Surat
Perbendaharaan Negara (SPN) 3 bulan menjadi sedikit lebih tinggi dari asumsi dalam APBN
2014 yang ditetapkan sebesar 5,5 persen.
Masih lemahnya kinerja ekonomi global juga berdampak pada prospek kinerja ekspor Indonesia.
Ekspor diperkirakan kembali melambat di tahun 2014, antara lain bersumber pada penurunan
ekspor ke Tiongkok dan juga dampak strategi pemerintah untuk menggeser peran ekspor
barang mentah, khususnya bahan mineral pertambangan mentah. Pada saat yang sama, impor
diperkirakan akan melemah, dipengaruhi antara lain oleh pelemahan nilai tukar Rupiah, dan
menurunnya kebutuhan bahan input untuk produksi ekspor. Pertumbuhan Pembentukan Modal
Tetap Bruto (PMTB) diperkirakan meningkat namun masih belum cukup kuat. Peningkatan
tersebut antara lain didukung oleh tren investasi langsung (Penanaman Modal Asing/PMA dan
Penanaman Modal Dalam Negeri/PMDN) yang terus meningkat.
Di sisi lain, kondisi likuiditas global yang semakin ketat dan masih tingginya ketidakpastian
di sektor keuangan berdampak pada tingginya biaya kredit di dalam negeri serta melemahnya
dukungan kredit bagi sektor riil. Konsumsi rumah tangga merupakan komponen pembentuk
PDB dengan pertumbuhan yang masih cukup tinggi. Bonus demografi, peningkatan kelompok
penduduk berpendapatan menengah, dan aktivitas pemilu legislatif dan presiden diharapkan
mampu mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga di atas 5,0 persen. Perlambatan
perekonomian juga dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah untuk meningkatkan ketahanan
fiskal melalui penyesuaian anggaran belanja tahun 2014. Dengan faktor-faktor tersebut, laju
pertumbuhan ekonomi tahun 2014 diperkirakan akan lebih rendah dari perkiraan sebelumnya
dalam APBN 2014 yang sebesar 6,0 persen.
Hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah potensi tidak tercapainya asumsi lifting minyak
dan gas bumi. Risiko pada lifting migas tersebut antara lain disebabkan beberapa kendala teknis
yang menyebabkan keterlambatan pengoperasian sumur-sumur baru. Realisasi lifting minyak
dan gas bumi pada tahun 2014 diperkirakan di bawah asumsi yang ditetapkan di dalam APBN
2014.
2-2
Bab 2
2013
Proyeksi
Apr'13
Proyeksi
Jul'13
Proyeksi
Apr'14
Dunia
3,0
4,0
3,8
3,6
Negara Maju
1,3
2,2
2,1
2,2
1,9
3,0
2,7
2,8
Eropa
-0,5
1,1
0,9
1,2
Jepang
1,5
1,4
1,2
1,4
4,7
5,7
5,4
4,9
Tiongkok
7,7
8,2
7,7
7,5
India
4,4
6,2
6,3
5,4
ASEAN-5
5,2
5,5
5,7
4,9
AS
Negara Berkembang
Sumber: WEO-IMF
2-3
Bab 2
2-4
Bab 2
masih lebih rendah dari perkiraan sebelumnya sebesar 6,3 persen (WEO, Juli 2013). Revisi
tersebut antara lain dipengaruhi oleh tekanan inflasi di dalam negeri yang masih cukup tinggi.
Namun, sejak awal 2014, tekanan inflasi mulai dapat diredam ke tingkat single digit.
Sementara itu, kondisi ekonomi kawasan ASEAN diperkirakan masih mengalami tekanan, antara
lain disebabkan oleh perlambatan perekonomian Tiongkok serta ketegangan politik yang terjadi
di Thailand. Hal tersebut mendorong perkiraan pertumbuhan negara-negara ASEAN-5 tahun
2014 mencapai 4,9 persen, melambat bila dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2013
sebesar 5,2 persen. Perkiraan pertumbuhan ASEAN-5 tahun 2014 tersebut juga lebih rendah
bila dibandingkan dengan perkiraan awal sebesar 5,7 persen (WEO, Juli 2013).
2-5
Bab 2
2010
2011
2012
2013
Dunia
3,6
4,9
3,9
3,6
3,5
Negara Maju
1,5
2,7
2,0
1,4
1,5
5,9
7,3
6,0
5,8
5,5
Negara Berkembang
Sumber: WEO-IMF, April 2014
*) Proyeksi
2014
*)
2-6
Bab 2
Apr-14
May-14
Mar-14
Jan-14
Feb-14
Dec-13
Oct-13
Nov-13
Sep-13
Jul-13
Aug-13
Jun-13
Apr-13
May-13
Mar-13
Jan-13
Feb-13
90
Thailand
Filipina
Indonesia - RHS
95
100
90
95
100
105
110
105
110
115
depr esia si
115
m ulai berkembangnya
isu pengurangan
st im ulus The Fed
120
125
130
2-7
Bab 2
2-8
Bab 2
pelemahan kinerja impor sebagai dampak menurunnya kebutuhan bahan baku input untuk
produksi serta dampak tekanan nilai tukar (lihat Tabel 2.3).
TABEL 2.3
PERKI RAAN PERTUMBUHAN EKONOMI MENURUT
PENGELUARAN, 2013-2014
(persen, yoy)
URAI AN
2013
2014
APBN
RAPBNP
5,3
5,3
5,3
Konsumsi Pemerintah
4,9
3,0
5,2
PMTB
4,7
7,3
5,5
Ekspor
5,3
7,2
1,4
I mpor
1,2
7,1
0,2
5,8
6,0
5,5
Pada tahun 2013 pengeluaran konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 5,3 persen, sama
dengan kondisi di tahun 2012. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga tersebut cukup tinggi
meskipun adanya tekanan yang bersumber pada kebijakan penyesuaian harga BBM dalam
negeri. Kebijakan kompensasi atas dampak kenaikan harga BBM, mampu mengurangi tekanan
yang terjadi, khususnya bagi kelompok masyarakat kurang mampu. Pada saat yang sama,
bauran kebijakan moneter dan fiskal mampu meredam tekanan inflasi yang terjadi sehingga
daya beli masyarakat masih terjaga. Memasuki triwulan pertama 2014, pertumbuhan konsumsi
rumah tangga masih meningkat. Selain hasil dari kebijakan untuk tetap menjaga laju inflasi,
dampak pelaksanaan kegiatan kampanye dan pemilu legislatif di berbagai wilayah Indonesia
telah memberikan dorongan tambahan bagi kegiatan konsumsi baik di akhir tahun 2013 dan
awal 2014.
Laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga di tahun 2014 yang tertuang dalam RAPBNP
2014 diperkirakan mencapai tingkat yang sama dengan perkiraan dalam APBN 2014, yaitu
5,3 persen. Walaupun masih terdapat berbagai risiko tekanan dan kondisi yang kurang
kondusif, pelaksanaan pesta demokrasi pemilu legislatif dan pemilu presiden diyakini akan
mampu berdampak positif bagi daya beli masyarakat. Di samping itu, faktor bonus demografi
dan tren peningkatan kelompok masyarakat berpendapatan menengah (middle income) akan
memberikan landasan yang cukup kuat bagi pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Beberapa
indikator lain seperti Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), juga memberi sinyal masih kuatnya
konsumsi masyarakat. Berbagai upaya pengendalian harga akan terus dilakukan Pemerintah
untuk tetap menjaga daya beli masyarakat.
Di tahun 2013, komponen pertumbuhan konsumsi pemerintah meningkat signifikan sebesar
4,9 persen bila dibandingkan dengan pertumbuhan di tahun 2012 yang hanya sebesar
1,3 persen. Peningkatan pertumbuhan tersebut disebabkan oleh membaiknya efektivitas
penyerapan anggaran dan kelanjutan program reformasi birokrasi pada kementerian/lembaga
negara. Memasuki triwulan pertama 2014, konsumsi pemerintah tumbuh pada tingkat yang
relatif moderat, tetapi masih lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan yang sama tahun 2013.
Pertumbuhan tersebut sejalan dengan pola normal belanja pemerintah yang baru akan
meningkat di semester kedua.
2-9
Bab 2
Pertumbuhan konsumsi pemerintah di tahun 2014 diperkirakan akan mencapai 5,2 persen,
lebih tinggi bila dibandingkan dengan perkiraan dalam APBN 2014 yang sebesar 3,0 persen.
Pertumbuhan tersebut dipengaruhi oleh faktor belanja barang dan pegawai yang meningkat
seiring dengan adanya rencana remunerasi beberapa K/L di tahun 2014 dan adanya upaya untuk
meningkatkan efektivitas penyerapan belanja pemerintah seperti percepatan dan pemutakhiran
sistem lelang proyek Pemerintah. Selain itu, belanja Pemilu juga ikut mendorong kinerja
konsumsi pemerintah.
Di tahun 2013, pertumbuhan PMTB menunjukkan perlambatan dan mencapai 4,7 persen,
lebih rendah bila dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2012. Perlambatan kinerja tersebut
terutama disebabkan oleh melambatnya kinerja sektor produksi akibat perlambatan permintaan
global. Selain itu, melambatnya kinerja PMTB juga disebabkan oleh menurunnya impor barang
modal akibat meningkatnya biaya impor sebagai dampak pelemahan nilai tukar Rupiah. Pada
triwulan pertama 2014, pertumbuhan PMTB kembali meningkat meskipun belum setinggi
pertumbuhannya pada periode 2010-2012. Selain dipengaruhi oleh masih meningkatnya
realisasi PMA dan PMDN, peningkatan pertumbuhan PMTB tersebut antara lain disebabkan
oleh pertumbuhan impor mesin dan peralatan yang mulai tumbuh positif. Pada periode 2013,
komponen tersebut mencatat pertumbuhan negatif. Namun pemerintah menyadari bahwa
pertumbuhan PMTB ke depan masih dihadapkan beberapa tantangan dan risiko.
Dalam RAPBN Perubahan tahun 2014, laju pertumbuhan PMTB tahun 2014 diperkirakan
tumbuh 5,5 persen, lebih rendah bila dibandingkan dengan asumsinya dalam APBN 2014
yang sebesar 7,3 persen. Revisi tersebut terutama didasarkan pada dampak pelemahan nilai
tukar Rupiah yang menyebabkan kenaikan biaya impor barang modal. Di sisi lain, kebijakan
tapering off oleh The Fed diperkirakan akan menyebabkan penurunan arus modal masuk ke
pasar Indonesia sehingga menimbulkan tekanan likuiditas pasar domestik serta tingkat suku
bunga. Kedua faktor tersebut akan berdampak negatif pada pertumbuhan investasi. Sementara
itu, perlambatan perekonomian global juga akan memberi tekanan pada permintaan global yang
akhirnya akan berdampak pada kinerja ekspor dan aktivitas sektor produksi. Hal tersebut akan
menyebabkan berkurangnya prospek dan minat pemilik modal untuk melakukan investasi.
Faktor lainnya adalah potensi sikap wait and see pelaku usaha dan investor untuk menunggu
hasil pemilu dan arah kebijakan pemerintah baru.
Namun, perbaikan kinerja PMA dan PMDN tahun 2014 yang diperkirakan masih terus
meningkat, sehingga diharapkan mampu memperlambat penurunan PMTB lebih dalam.
Masih cukup baiknya potensi kinerja PMA dan PMDN di antaranya didasarkan pada faktorfaktor besarnya pasar Indonesia, pelaksanaan program-program pembangunan infrastruktur,
perbaikan iklim usaha dan iklim layanan administrasi publik, serta penerapan Undang-undang
Minerba yang mewajibkan investasi berupa pembangunan smelter.
Perbaikan kinerja investasi di tahun 2014 juga didukung oleh komitmen beberapa perusahaan
untuk melakukan investasi dan penambahan kapasitas produksinya, baik dalam bentuk
pengembangan bangunan atau pabrik maupun penambahan mesin-mesin. Peningkatan investasi
juga akan didukung oleh langkah-langkah penguatan sektor keuangan melalui kebijakan
financial deepening serta perbaikan intermediasi perbankan. Selain itu, kemudahan pembuatan
izin memulai usaha dan akses terhadap ketersediaan listrik serta peningkatan akses terhadap
kredit bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) juga diharapkan akan meningkatkan
investasi di tahun 2014.
2-10
Bab 2
Di tahun 2013, kinerja neraca perdagangan Indonesia masih belum benar-benar pulih. Di
sisi ekspor, pertumbuhan riil ekspor barang dan jasa mencapai 5,3 persen, meningkat bila
dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2012 sebesar 2,0 persen. Namun, laju pertumbuhan
tersebut lebih rendah dari pertumbuhan rata-rata dalam sepuluh tahun terakhir (8,4 persen).
Perlambatan tersebut disebabkan oleh menurunnya permintaan negara mitra dagang utama
Indonesia. Selain itu, melemahnya kapasitas produksi dan lifting migas domestik menyebabkan
menurunnya kinerja ekspor migas. Di sisi impor, pertumbuhan riil impor barang dan jasa
tahun 2013 mencapai 1,2 persen, melambat bila dibandingkan dengan pertumbuhannya di
tahun 2012 sebesar 6,7 persen. Penurunan tersebut antara lain disebabkan oleh menurunnya
permintaan impor barang modal akibat melambatnya aktivitas produksi dalam negeri serta
tekanan pelemahan nilai tukar Rupiah.
Pada triwulan pertama 2014, pertumbuhan ekspor dan impor telah mengalami tekanan yang
berat. Ekspor pada periode tersebut telah mencatat pertumbuhan negatif. Penurunan tersebut
terutama didorong oleh penurunan ekspor Indonesia ke Tiongkok. Pemerintah Tiongkok pada
saat ini tengah melakukan upaya memperlambat kinerja ekonomi serta transformasi arah
kebijakan ekonomi dalam negerinya dengan mengalihkan sumber pertumbuhan dari ekspor
ke permintaan domestik. Kebijakan tersebut berdampak pada penurunan impor bahan baku
yang dibutuhkan bagi produksi barang-barang ekspor.
Selain faktor kebijakan negara mitra dagang, perlambatan ekspor Indonesia juga dipengaruhi
oleh menurunnya ekspor barang mineral mentah Indonesia yang selama ini menjadi salah
satu komoditi ekspor primadona. Kebijakan pelarangan barang mineral mentah dimaksudkan
untuk mendorong pasokan dalam negeri dalam rangka pengembangan industri domestik,
serta menggantikan peran ekspor komoditi primer dengan produk-produk manufaktur yang
memiliki nilai tambah lebih besar. Dalam jangka pendek, kebijakan tersebut akan berdampak
pada penurunan ekspor Indonesia, namun dalam jangka panjang perekonomian diperkirakan
akan memperoleh manfaat yang lebih besar. Pada periode tersebut, komponen impor juga
kembali mencatat pertumbuhan negatif sebagaimana yang telah terjadi di triwulan terakhir
2013. Penurunan tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor penurunan kebutuhan impor bahan
input untuk aktivitas ekonomi, serta dampak depresiasi nilai tukar Rupiah.
Komponen ekspor dan impor yang dalam APBN 2014 diperkirakan tumbuh sebesar 7,2
persen dan 7,1 persen, mengalami penyesuaian mendalam pada RAPBN Perubahan 2014
dan diperkirakan tumbuh melambat masing-masing sebesar 1,4 persen dan 0,2 persen.
Kebijakan tapering off yang dilakukan oleh AS dikhawatirkan akan menekan pertumbuhan
perekonomian mitra dagang sehingga menekan pertumbuhan ekspor Indonesia. Selain itu,
pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang melambat juga diperkirakan berdampak kepada kinerja
ekspor mengingat besarnya peran Tiongkok sebagai tujuan ekspor Indonesia. Risiko penurunan
ekspor dalam jangka pendek diperkirakan terjadi di sektor pertambangan sebagai dampak dari
pemberlakuan Undang-undang Minerba. Namun dalam jangka panjang, diperkirakan akan
terjadi peningkatan ekspor produk minerba yang cukup signifikan. Selain itu, kebijakan tersebut
dalam jangka panjang juga akan mendorong penciptaan nilai tambah yang lebih besar serta
mengurangi ketergantungan bahan baku impor.
Secara umum, kinerja sektor-sektor ekonomi dan lapangan usaha di tahun 2013 masih mencatat
perkembangan yang cukup baik. Seluruh sektor ekonomi masih mencatat pertumbuhan positif,
meskipun relatif lebih rendah dari kinerja tahun 2012. Pertumbuhan tertinggi masih tetap diraih
oleh sektor pengangkutan dan komunikasi yang mampu tumbuh double digit sebesar 10,2 persen,
2-11
Bab 2
diikuti oleh sektor keuangan dan sektor konstruksi. Dari sisi kontribusi terhadap pertumbuhan
ekonomi, sumber utama pertumbuhan sektoral berasal dari sektor industri pengolahan, sektor
perdagangan, hotel, dan restoran, serta sektor pengangkutan dan komunikasi.
Sektor industri pengolahan sebagai penyumbang terbesar pertumbuhan PDB mampu tumbuh
sebesar 5,6 persen di tahun 2013. Melemahnya permintaan dunia dan negara mitra dagang
utama Indonesia menjadi penyebab melambatnya sektor industri pengolahan. Selain itu,
perlambatan sektor industri pengolahan juga dipengaruhi oleh pelemahan pada nilai tukar
Rupiah terkait kendala naiknya biaya impor barang modal. Industri migas mengalami
peningkatan pertumbuhan walaupun masih tetap tumbuh negatif pada industri gas alam cair
sedangkan pengilangan minyak bumi tumbuh positif. Sementara itu, industri nonmigas masih
mampu tumbuh tinggi yaitu sekitar 6,22 persen.
Sektor pertanian mengalami perlambatan yang cukup signifikan, dari 4,2 persen di tahun
2012 menjadi 3,5 persen di tahun 2013. Perlambatan tersebut terutama terjadi pada subsektor
tanaman pangan dan perkebunan. Melambatnya laju pertumbuhan subsektor tanaman pangan
terutama terkait dengan faktor iklim yang kurang kondusif pada tahun 2013. Pada subsektor
perkebunan, penurunan kinerja pertumbuhan terutama disebabkan oleh menurunnya
permintaan global yang tercermin pada kecenderungan melemahnya harga komoditas
perkebunan di pasar internasional.
Memasuki triwulan pertama 2014, hampir seluruh sektor ekonomi mengalami perlambatan bila
dibandingkan dengan kondisi triwulan yang sama tahun 2013. Di sektor pertanian, subsektor
tanaman bahan pangan mengalami perlambatan yang cukup signifikan akibat dampak banjir
dan kondisi cuaca yang kurang kondusif. Demikian halnya terjadi pada subsektor perikanan yang
bersumber pada penuruan hasil tangkapan ikan laut dan nelayan kecil akibat cuaca yang kurang
kondusif. Sumber pendorong pertumbuhan sektor tersebut terutama berasal dari subsektor
perkebunan seperti kelapa sawit, karet, kopi dan cengkeh yang mengalami peningkatan produksi
akibat dampak tingginya permintaan dan harga di pasar internasional.
Pada triwulan pertama tahun 2014, sektor pertambangan mencatat pertumbuhan yang lebih
rendah apabila dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode yang sama tahun 2013.
Penurunan tersebut disebabkan oleh gangguan produksi tambang migas di Pertamina serta
penurunan produksi tambang non migas akibat pelarangan ekspor bahan mineral mentah.
Sementara itu, sektor industri mengalami perlambatan yang lebih didorong oleh pertumbuhan
negatif industri pengolahan migas. Di sisi lain, industri makanan, minuman dan tembakau
mencatat peningkatan pertumbuhan yang didorong oleh peningkatan permintaan terkait
aktivitas pemilu. Beberapa industri lainnya mengalami perlambatan seiring dengan melemahnya
permintaan oleh negara-negara mitra dagang.
Selanjutnya, di sektor perdagangan, hotel, dan restoran, bencana alam dan penurunan impor
yang terjadi di triwulan pertama 2014 telah menyebabkan penurunan kinerja subsektor
perdagangan. Sebaliknya, kinerja sektor hotel dan restoran masih mengalami peningkatan,
didorong oleh aktivitas pemilu calon legislatif dan calon kepala negara. Secara garis besar,
penurunan yang terjadi pada subsektor perdagangan relatif lebih kuat sehingga menyebabkan
perlambatan sektor perdagangan, hotel, dan restoran.
Sektor transportasi dan komunikasi masih mencatat pertumbuhan yang tinggi, antara lain
didorong oleh penambahan rute-rute baru kereta api, peningkatan aktivitas transportasi laut
akibat mulai berlakunya azas cabotage, serta masih meningkatnya pengguna dan pelanggan
telepon seluler.
2-12
Bab 2
Berikutnya, pertumbuhan sektor keuangan, jasa perusahaan, dan riil estat relatif lebih rendah
bila dibandingkan dengan kinerjanya pada triwulan yang sama tahun 2013. Perlambatan
terutama bersumber pada penurunan kinerja subsektor perbankan dan subsektor riil estat
akibat ketatnya persaingan dan likuiditas, serta penurunan margin perusahaan-perusahaan
di sektor tersebut. Perbaikan kinerja terlihat pada subsektor jasa perusahaan dan subsektor
lembaga keuangan nonbank, yang dipengaruhi oleh peningkatan pendapatan premi asuransi,
serta jasa konsultan dan periklanan pada kegiatan kampanye pemilu .
Dalam RAPBN Perubahan tahun 2014, sektor pertanian diperkirakan tumbuh sebesar 3,3
persen, sedikit lebih rendah dari perkiraan dalam APBN 2014. Bencana banjir di awal tahun
2014 yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia menyebabkan bergesernya musim tanam dan
penurunan produksi. Di samping itu, masih terdapat beberapa risiko yang dapat mengganggu
produksi sektor pertanian seperti meningkatnya aktivitas vulkanik dalam negeri dan dampak
perkiraan terjadinya El Nino. Namun di sisi lain, berbagai kebijakan Pemerintah di sektor
pertanian seperti pencetakan sawah baru, pembatasan pengalihfungsian lahan persawahan
untuk kepentingan lain, dan bantuan penyediaan Saprodi melalui skema subsidi diharapkan
mampu member dorongan bagi kinerja sektor pertanian.
Sementara itu, sektor industri pengolahan tahun 2014 diperkirakan akan tumbuh sebesar 5,5
persen, lebih rendah bila dibandingkan dengan perkiraan dalam APBN 2014 yang mencapai 6,1
persen. Hal tersebut disebabkan oleh kendala biaya impor bahan baku yang relatif mahal dan
masih relatif lemahnya permintaan global, khususnya negara mitra dagang utama Indonesia.
Perkiraan pertumbuhan sektor tersebut sejalan dengan perkiraan kinerja PMTB.
Dalam rangka memperkuat kinerja sektor industri, selain kebijakan-kebijakan yang telah
ditetapkan dalam RKP tahun 2014, Pemerintah juga telah mengeluarkan sejumlah paket
kebijakan, khususnya sebagai respon terhadap tekanan-tekanan yang dapat mengganggu
kinerja sektor industri dan pertumbuhan ekonomi. Serangkaian kebijakan tersebut tertuang
dalam paket kebijakan Agustus 2013, Oktober 2013, dan Desember 2013. Beberapa kebijakan
baru yang diharapkan dapat meningkatkan daya tahan sektor industri tersebut antara lain
pengurangan PPh untuk industri tertentu, kemudahan impor untuk kebutuhan ekspor, dan
dukungan jaminan pengembangan infrastruktur. Untuk industri kecil menengah, Pemerintah
melakukan penyederhanaan kemudahan berusaha untuk UMKM seperti kemudahan pembuatan
izin memulai usaha, akses terhadap ketersediaan listrik, dan kemudahan mendapatkan kredit.
Selain itu, Pemerintah juga menerbitkan kebijakan untuk mendorong investasi di sektor industri
seperti mengoptimalkan penggunaan tax allowance untuk insentif investasi.
Di tahun 2014, sektor konstruksi diperkirakan akan tetap tumbuh sebesar 6,1 persen, lebih
rendah dari APBN 2014 sebesar 7,0 persen. Tingginya suku bunga dan rendahnya tingkat
investasi akibat ketatnya likuiditas mempengaruhi penurunan perkiraan pertumbuhan pada
sektor tersebut. Akan tetapi, pertumbuhan pada sektor konstruksi masih didukung oleh
pertumbuhan properti seperti real estate. Selain itu, komitmen Pemerintah dalam peningkatan
kualitas infrastruktur seperti penambahan kapasitas pembangkit tenaga listrik, gardu induk,
gardu distribusi, penambahan jaringan transmisi dan distribusi, serta penyediaan tempat tinggal
bagi masyarakat melalui pembangunan rusunawa, peningkatan kualitas rumah swadaya, dan
penataan lingkungan pemukiman kumuh diharapkan mampu mendorong pertumbuhan sektor
tersebut.
Sektor perdagangan, hotel dan restoran diperkirakan tumbuh 5,4 persen, lebih rendah dari
perkiraan APBN 2014 sebesar 7,0 persen. Penurunan perkiraan pertumbuhan pada sektor
Nota Keuangan dan RAPBNP 2014
2-13
Bab 2
tersebut, khususnya subsektor perdagangan, dipengaruhi oleh pelemahan kinerja impor dan
naiknya tingkat suku bunga. Namun di sisi lain, masih terdapat terjadi dorongan positif pada
sektor tersebut yang bersumber pada aktivitas pemilu yang tercermin dari konsumsi rumah
tangga dan belanja partai politik. Pelaksanaan pemilu yang aman dan damai diharapkan mampu
mendorong pertumbuhan industri ritel seiring dengan meningkatnya omzet penjualan serta
mendorong peningkatan jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia yang
mampu meningkatkan pertumbuhan subsektor perhotelan (lihat Tabel 2.4).
TABEL 2.4
PERKIRAAN PERTUMBUHAN EKONOMI MENURUT
LAPANGAN USAHA, 2013-2014
(persen, yoy)
URAIAN
2013
Realisasi
Pertanian
Pertambangan
Industri Pengolahan
Listrik, Gas, dan Air Bersih
Konstruksi
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan, Jasa Usaha
Jasa-jasa
PDB
3,5
1,3
5,6
5,6
6,6
5,9
10,2
7,6
5,5
5,8
2014
APBN
RAPBNP
3,5
3,3
0,0
0,8
6,1
5,5
6,2
5,1
7,0
6,1
7,0
5,4
10,2
9,7
6,7
7,1
5,4
5,1
6,0
5,5
Bab 2
Bila disimak lebih mendalam, defisit neraca perdagangan tahun 2013 terutama disebabkan oleh defisit
pada neraca perdagangan migas yang mencapai US$12,6 miliar sebagai dampak peningkatan konsumsi
dan impor BBM domestik serta penurunan kapasitas produksi dan lifting minyak dalam negeri. Di sisi
lain, kinerja neraca perdagangan nonmigas masih cukup baik dan mencatat surplus sebesar US$8,6
miliar. Namun surplus tersebut tidak mampu menutup defisit yang terjadi pada neraca perdagangan
migas. Kinerja neraca perdagangan tersebut, pada gilirannya mempengaruhi kinerja transaksi berjalan
(current account) pada Neraca Pembayaran Indonesia (NPI), yaitu mendorong pelebaran defisit
transaksi berjalan dari defisit sebesar 2,8 persen terhadap PDB pada tahun 2012 menjadi 3,3 persen
terhadap PDB di tahun 2013.
Pelebaran defisit transaksi berjalan tersebut merupakan konsekuensi wajar dari negara-negara dengan
ekonomi terbuka dan dalam tahap pengembangan seperti Indonesia. Mengingat tabungan nasional
tidak dapat memenuhi semua kebutuhan investasi, maka defisit transaksi berjalan harus dikelola
pada tingkat yang wajar dan aman (sustainable) yang didukung oleh pembiayaan yang memadai, dan
bebas dari masalah struktural, seperti ketergantungan pada ekspor berbasis komoditas atau subsidi
BBM yang tidak tepat sasaran. Untuk mengelola defisit transaksi berjalan pada tingkat yang wajar
dan berkelanjutan, Pemerintah telah mengeluarkan sejumlah strategi dan kebijakan untuk mengatasi
permasalahan yang dialami dalam dua tahun terakhir.
2.3.2 Inflasi
Hingga saat ini, harga komoditas energi masih berfluktuasi seiring dengan masih berlanjutnya
kekhawatiran terhadap perkembangan harga komoditas energi di pasar internasional. Secara
historis, tekanan harga komoditas energi akan memberikan dorongan terhadap peningkatan
harga komoditas bahan pangan di pasar internasional, mengingat beberapa komoditas bahan
pangan menjadi sumber bagi penyediaan bahan bakar alternatif. Kondisi tersebut berdampak
terhadap peningkatan tekanan inflasi yang bersumber dari komoditas energi, yang pada
gilirannya juga mendorong tekanan inflasi bahan pangan. Kondisi di pasar internasional
tersebut pada gilirannya akan berpengaruh terhadap perkembangan harga komoditas sejenis
di pasar domestik. Sementara itu, tekanan inflasi dari dalam negeri hingga saat ini antara lain
dipengaruhi oleh faktor-faktor iklim atau cuaca yang mempengaruhi pasokan bahan pangan,
kelancaran distribusi, faktor ekspektasi, serta rangkaian kebijakan di bidang harga seperti upah
minimum provinsi (UMP), tarif tenaga listrik (TTL), dan harga BBM domestik bersubsidi.
Hingga April tahun 2014, perkembangan harga bahan pangan relatif terkendali, meskipun
harga beberapa komoditas bahan pangan menunjukkan peningkatan karena adanya gangguan
cuaca dan bencana alam. Peningkatan harga komoditas beras menunjukkan peningkatan seiring
dengan gangguan produksi yang disebabkan oleh bencana alam di beberapa sentra produksi
beras di Jawa. Namun, peningkatan produksi beras di beberapa sentra beras nasional di Sumatra
dan Sulawesi serta relatif terjaganya penyerapan beras dalam negeri oleh Bulog sepanjang
tahun 2013, mampu mengurangi tekanan dari kenaikan harga beras tidak semakin meningkat.
Bila dilihat dari komponen pembentuk inflasi hingga April 2014, komponen inflasi harga
diatur Pemerintah (administered prices) tercatat sebesar 17,64 persen (yoy), bergerak jauh
di atas nilai rata-rata historisnya. Tingginya tekanan inflasi yang bersumber dari kelompok
tersebut merupakan dampak penetapan rangkaian kebijakan reformasi di bidang energi yang
dilaksanakan mulai tahun 2013 serta ekspektasi inflasi sebagai dampak rencana lanjutan
kebijakan di bidang energi. Setelah menjadi penyumbang laju inflasi tahun 2013 karena adanya
gangguan pasokan dan kebijakan pengendalian importasi produk hortikultura, laju inflasi
2-15
Bab 2
komponen bergejolak (volatile foods) mulai menunjukkan tekanan yang cenderung menurun,
seiring dengan pergerakan harga komoditas bahan pangan secara umum yang relatif stabil. Laju
inflasi komponen volatile foods mencapai 6,57 persen (yoy), relatif rendah setelah mencapai
tingkat tertinggi pada Agustus 2013. Sementara itu, komponen inflasi inti (core inflation)
tercatat sebesar 4,66 persen (yoy), sedikit mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan
posisi awal tahun. Peningkatan komponen inflasi inti antara lain dipengaruhi oleh gejolak nilai
tukar Rupiah dan fluktuasi harga jual emas di pasar internasional serta dampak lanjutan dari
tekanan inflasi yang bersumber dari gejolak harga pangan tahun 2013.
Realisasi laju inflasi di awal tahun 2014 cenderung menurun. Sampai dengan triwulan I tahun
2014 tercatat inflasi sebesar 7,32 persen (yoy). Pada bulan April 2014 terjadi deflasi 0,02
persen (mtm) sehingga sampai dengan April 2014 inflasi mencapai 7,25 persen (yoy). Dengan
melihat berbagai kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia dalam menjaga laju inflasi pasca
penerapan kebijakan kenaikan harga jual BBM bersubsidi pada 22 Juni 2013 serta relatif
terjaganya pasokan dan kelancaran arus distribusi barang, diharapkan gejolak inflasi dari
sumber eksternal dapat diredam dan laju inflasi di tahun 2014 dapat terkendali. Laju inflasi
pada tahun 2014 diperkirakan mencapai 5,3 persen yaitu masih berada pada rentang sasaran
inflasi tahun 2014 sebesar 4,5 1 persen.
2-16
Bab 2
dapat memberikan dorongan agar perkembangan nilai tukar Rupiah ke depan dapat bergerak
stabil pada rentang keseimbangan saat ini. Selain itu, berbagai upaya pemerintah melalui
bauran kebijakan untuk melonggarkan tekanan terhadap pergerakan nilai tukar Rupiah serta
meningkatnya ketahanan fiskal (fiscal sustainability) juga dapat dilaksanakan. Bauran kebijakan
tersebut diharapkan dapat memberikan sinyal positif kepada pasar sehingga meningkatkan
arus modal masuk. Sampai dengan akhir April 2014, nilai tukar Rupiah mengalami depresiasi
dengan posisi rata-rata sebesar Rp11.744 per dolar AS, melemah sebesar 17,38 persen dari
periode yang sama tahun sebelumnya. Berdasarkan perkembangan tersebut, nilai tukar Rupiah
terhadap dolar AS diperkirakan akan berfluktuasi dengan kecenderungan melemah pada kisaran
Rp11.700 per dolar AS sepanjang tahun 2014, melemah bila dibandingkan dengan asumsinya
dalam APBN 2014 sebesar Rp10.500 per dolar AS.
12
10
8
6
4
5 tahun
10 tahun
Apr-14
Jan-14
Feb-14
Mar-14
Nov-13
Dec-13
Sep-13
Oct-13
Aug-13
Jun-13
Jul-13
Apr-13
May-13
Jan-13
Feb-13
Mar-13
Su mb er : Bl oomb erg
des
jan
feb
mar
apr
may
jun
jul
aug
sep
oct
nov
dec
jan
feb
mar
2-17
Bab 2
negara (SPN) 3 bulan. Tingkat suku bunga SPN 3 bulan juga tidak lepas dari tekanan di sepanjang
semester II tahun 2013. Hingga akhir tahun 2013, rata-rata tingkat suku bunga SPN 3 bulan
mencapai 4,5 persen, lebih tinggi dari rata-rata tingkat suku bunga pada tahun sebelumnya
yang mencapai 3,2 persen (lihat Grafik 2.8).
Per sen
GRAFIK 2.8
SUKU BUNGA SPN 3 BULAN, 2011-2014
7,0
r ata rata suku bunga
SPN 2011: 4,8 persen
6,0
5,0
4,0
3,0
2,0
1,0
0,0
2011
2012
2013
2014
Hingga akhir April tahun 2014, rata-rata tingkat suku bunga SPN 3 bulan mencapai 5,8 persen
dan masih menunjukkan tren meningkat dari periode sebelumnya. Peningkatan tersebut
terutama dipengaruhi oleh dampak pelaksanaan kebijakan tapering off oleh the Fed. Dengan
mempertimbangkan implementasi kebijakan the Fed yang masih akan berlanjut di sepanjang
tahun 2014, suku bunga SPN 3 bulan diperkirakan masih akan menghadapi tekanan. Rata-rata
tingkat suku bunga SPN 3 bulan hingga akhir tahun 2014 diperkirakan sekitar 6,0 persen atau
sedikit lebih tinggi bila dibandingkan dengan tingkat suku bunga SPN 3 bulan dalam APBN
2014 yang ditetapkan sebesar 5,5 persen.
2-18
Bab 2
US$/brl
150
130
110
90
70
ICP
50
30
2009
2010
2011
WTI
2012
BRENT
2013
2014
2-19
Bab 2
899 juta barel per hari, lebih rendah dari target sebesar 945 ribu barel per hari. Hal yang
sama terjadi di tahun 2013 dengan realisasi hanya mencapai 825 ribu barel per hari dari
asumsi sebesar 840 ribu barel per hari. Penurunan yang cukup signifikan tersebut disebabkan
oleh penurunan produksi yang secara alamiah terjadi di seluruh lapangan yang antara lain
disebabkan oleh tingkat eksplorasi yang sudah sangat tinggi, mulai berairnya sumur minyak
sehingga meninggalkan produksi puncaknya, serta beberapa gangguan pada fasilitas produksi
(lihat Grafik 2.10)
Realisasi lifting minyak bumi
GRAFIK 2.10
LIFTING MINYAK BUMI (RIBU BAREL PER HARI),
selama periode Desember 2013
2009-2014
Maret 2014 baru mencapai sekitar
965
960
954
797 ribu barel per hari. Hal tersebut 980
945
944
960
930
940
disebabkan oleh cuaca buruk pada
920
899
A PBN
Januari 2014, gangguan operasi, 900
870
880
861
dan penurunan alamiah produksi 860
840
RA PBNP
825
sumur-sumur minyak yang tua. 840
818
820
Sementara itu, lapangan minyak 800
yang baru belum siap berproduksi 780
760
2009
2010
2011
2012
2013
2014
maksimal terutama Blok Cepu.
APBNP
Realisasi
Tren penurunan produksi dan
lifting minyak diperkirakan masih Su mber:Kementerian ESDM
akan berlanjut di tahun 2014. Sasaran lifting minyak yang dalam APBN 2014 ditetapkan sebesar
870 ribu barel per hari diperkirakan hanya akan terealisasi sebesar 818 ribu barel per hari.
Terkait dengan lifting gas bumi,
GRA FIK 2.11
LIFTING GAS BUMI
selama periode 2009-2010,
(RIBU BA REL SETARA MINYAK PER HARI),
realisasi lifting gas bumi cenderung
2008-2013
meningkat dan mencapai level
1.400
1 .360
tertinggi di tahun 2010 yaitu
1.350
sebesar 1.328 ribu barel setara
1 .269
1 .260
minyak per hari (MBOEPD). Akan 1.300
1
.224
1.250
1 .214 1 .240 1 .224
tetapi selama kurun waktu tahun
1 .195
2011-2013, realisasi lifting gas 1.200 1 .146
bumi terus mengalami penurunan 1.150
menjadi 1.214 MBOEPD pada tahun 1.100
2013, yang disebabkan beberapa 1.050
faktor seperti permasalahan lisensi, 1.000
masalah lahan, kompensasi, dan
2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014
masalah internal perusahaan.
Realisasi
APBN
RAPBNP 2014
Faktor-faktor tersebut diperkirakan
akan terus berlanjut di tahun 2014
Sumber: Kementerian ESDM
(lihat Grafik 2.11).
Selama periode Desember 2013 s.d. Maret 2014, realisasi lifting gas bumi mencapai 1.301
ribu barel setara minyak per hari dan untuk keseluruhan tahun 2014, lifting gas diperkirakan
mencapai 1.224 ribu barel setara minyak per hari, lebih rendah bila dibandingkan dengan
asumsi lifting gas bumi pada APBN tahun 2014 yang ditetapkan sebesar 1.240 ribu barel setara
minyak per hari.
2-20
Bab 2
TABEL 2.5
ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO APBN DAN RAPBNP 2014
2013
Indikator Ekonomi
2014
Realisasi
APBN
RAPBNP
5,8
6,0
5,5
8,4
5,5
5,3
4,5
5,5
6,0
10.460
10.500
11.700
106
105
105
825
870
818
1.213
1.240
1.224
2-21
Bab 3
BAB 3
PERUBAHAN PENDAPATAN NEGARA
3.1 Pendahuluan
Perkembangan realisasi dan proyeksi pendapatan negara tahun 2014 dipengaruhi oleh
perkembangan kondisi ekonomi dan pelaksanaan kebijakan Pemerintah serta realisasi
APBNP 2013. Faktor ekonomi yang memengaruhi perubahan pendapatan negara antara lain
pertumbuhan ekonomi, inflasi, nilai tukar, harga minyak mentah Indonesia (ICP), serta lifting
minyak dan gas bumi. Dalam RAPBNP 2014, asumsi pertumbuhan ekonomi direvisi ke bawah
menjadi 5,5 persen dari 6,0 persen. Nilai tukar diperkirakan Rp11.700/US$, melemah dari
asumsi dalam APBN 2014 sebesar Rp10.500/US$. Sementara itu, lifting minyak bumi dikoreksi
ke bawah menjadi 818 ribu barel per hari.
Selain perkembangan ekonomi makro, perubahan pendapatan negara khususnya penerimaan
perpajakan, dalam tahun 2014 juga dipengaruhi oleh besaran basis perhitungan yang menjadi
baseline penerimaan perpajakan. Pada saat perhitungan target APBN 2014, basis perhitungan
yang digunakan adalah target dalam APBNP 2013. Karena realisasi dari beberapa pos penerimaan
APBNP 2013 lebih rendah dari targetnya, maka target pendapatan negara tahun 2014 perlu
disesuaikan dengan basis perhitungan yang baru, yaitu realisasi tahun 2013. Penyesuaian
dengan basis perhitungan yang baru dan perubahan kondisi ekonomi makro membuat proyeksi
penerimaan perpajakan menjadi lebih rendah dari target dalam APBN 2014. Namun, Pemerintah
telah melakukan extra effort agar penurunan penerimaan perpajakan tidak lebih besar.
3-1
Bab 3
TABEL 3.1
PENDAPATAN NEGARA, 20132014
(miliar rupiah)
2013
Uraian
A.Penerim aan Dalam Negeri
APBNP
Realisasi
2014
% thd.
APBNP
APBN
RAPBNP
% thd
APBN
1.497 .521,4
1.431.468,4
95,6
1.665.7 80,7
1.595.404,0
95,8
1 .1 48.364,7
1 .07 7 .257 ,4
93,8
1 .280.389,0
1 .232.1 21 ,4
96,2
349.1 56,7
354.21 1 ,0
1 01 ,4
385.391 ,7
363.282,6
94,3
4.483,6
5.508,4
122,9
1.360,1
2.325,1
17 1,0
JUMLA H
1.502.005,0
1.436.97 6,8
95,7
1.667 .140,8
1.597 .7 29,2
95,8
1 . Penerimaan Perpajakan
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak
3-2
Bab 3
dari sektor regional; (c) penggalian potensi pajak Wajib Pajak Bendahara yang dilakukan melalui
beberapa upaya, antara lain pengembangan sistem informasi keuangan daerah, rekonsiliasi
nasional antara realisasi belanja Pemerintah dengan realisasi setoran pajak, dan registrasi
ulang Wajib Pajak Bendahara; serta (d) penggalian potensi pajak Wajib Pajak Orang Pribadi
yang melakukan kegiatan usaha dan/atau pekerjaan bebas, dengan memanfaatkan data internal
dan eksternal secara lebih optimal.
Kelima, penyempurnaan peraturan perpajakan untuk lebih memberi kepastian hukum serta
perlakuan yang adil dan wajar. Keenam, optimalisasi pemanfaatan data dan/atau informasi
berkaitan dengan perpajakan dengan institusi lain dan otoritas pajak luar negeri melalui
(a) optimalisasi implementasi Pasal 35 A UU KUP; dan (b) meningkatkan kerjasama perpajakan
internasional dalam pertukaran informasi. Ketujuh, penguatan penegakan hukum bagi penggelap
pajak, melalui perbaikan kualitas dan kuantitas pemeriksaan, pemeriksaan bukti permulaan,
penyidikan, dan penagihan pajak.
Untuk mengamankan target penerimaan kepabeanan dan cukai tahun 2014, Pemerintah akan
tetap berupaya melanjutkan dan memperbaki kebijakan teknis di bidang kepabeanan dan cukai.
Di bidang kepabeanan, Pemerintah akan melakukan kebijakan antara lain (a) mendorong early
submission pemberitahuan impor dan mensosialisasikan penyebaran informasi melalui portal
pengguna jasa (PPJ); (b) mempercepat eksekusi pemeriksaan fisik; (c) memastikan kapasitas dan
penyelarasan post-clearance control terutama melalui kegiatan audit; (d) melakukan otomasi
sistem komputer pelayanan ekspor; (e) mengaudit eksportir komoditi terkena bea keluar;
(f) meluncurkan program authorized economic operator; (g) meningkatkan ketersediaan
informasi dengan memperbaiki interaksi verbal kepada pengguna layanan (customers)
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) melalui pembentukan customs call center; dan
(h) memulai kerjasama yang efektif antar pemangku kepentingan (stakeholders) yang relevan
melalui stakeholders lab guna menurunkan waktu impor.
Selanjutnya, di bidang cukai, Pemerintah akan melakukan beberapa kebijakan antara lain:
(a) menaikkan tarif cukai MMEA dengan kenaikan rata-rata sebesar 11,62 persen untuk produksi
dalam negeri dan 11,70 persen untuk impor; (b) operasi pengawasan dan penindakan terhadap
barang kena cukai (BKC) ilegal dan pelanggaran hukum lainnya dengan melakukan penyisiran
wilayah produksi, distribusi, dan pemasaran; (c) monitoring terhadap pengusaha/pabrik BKC
secara berkala; (d) monitoring terhadap peredaran atau distribusi hasil tembakau dan harga
transaksi pasar; (e) intensifikasi pengawasan lapangan berbasis data profilling dan manajemen
risiko; (f) evaluasi kebijakan pembebasan cukai untuk BKC di kawasan perdagangan bebas;
(g) penerapan sistem aplikasi cukai secara sentralisasi (SAC-S); (h) sosialisasi dan penyuluhan
kepada stakeholders; serta (i) audit terhadap para pengusaha BKC.
Berdasarkan perkembangan terkini dan langkah-langkah kebijakan fiskal yang akan ditempuh di
tahun 2014, penerimaan perpajakan dalam RAPBNP 2014 diperkirakan mencapai Rp1.232.121,4
miliar, atau turun 3,8 persen dari targetnya dalam APBN 2014. Penurunan tersebut terutama
dipengaruhi oleh lebih rendahnya perkiraan pertumbuhan ekonomi dalam RAPBNP 2014 dari
asumsinya dalam APBN 2014. Selain itu, realisasi penerimaan perpajakan tahun 2013 yang
tidak mencapai target juga menyebabkan basis perhitungan untuk perhitungan penerimaan
perpajakan tahun 2014 menjadi lebih rendah, sehingga proyeksi penerimaan perpajakan dalam
RAPBNP 2014 menjadi lebih rendah.
3-3
Bab 3
Penerimaan perpajakan dalam RAPBNP 2014 terdiri atas penerimaan pajak dalam negeri sebesar
Rp1.176.941,0 miliar dan penerimaan pajak perdagangan internasional sebesar Rp55.180,4
miliar. Proyeksi penerimaan perpajakan tersebut termasuk PPh ditanggung Pemerintah (PPh
DTP) dan bea masuk ditanggung Pemerintah (BM DTP) yang jumlahnya diperkirakan sebesar
Rp4.635,5 miliar. Penerimaan pajak dalam negeri masih didominasi oleh penerimaan PPh dan
PPN. Sementara itu, penerimaan perdagangan internasional terutama berasal dari bea masuk.
Realisasi penerimaan perpajakan tahun 2013 dan targetnya dalam tahun 2014 disajikan pada
Grafik 3.1 dan Tabel 3.2.
TABEL 3.2
PENERIMAAN PERPAJAKAN, 20132014
(miliar rupiah)
2013
Uraian
1. Penerim aan Pajak Dalam Negeri
2014
% thd
APBNP
Realisasi
1.099.943,6
1.029.809,2
93,6
1.226.47 4,2
1.17 6.941,0
538.7 59,9
506.403,5
94,0
586.306,5
562.549,3
95,9
7 4.27 8,0
88.7 47 ,5
1 1 9,5
7 6.07 3,6
80.57 2,5
1 05,9
94,5
a. Pajak penghasilan
1 ) Miny ak dan Gas Bumi
2) Non-Miny ak dan Gas Bumi
b. Pajak Pertambahan Nilai
c. Pajak bumi dan bangunan
d. Cukai
e. Pajak lainny a
2. Penerim aan Pajak Perdagangan Internasional
APBN
RAPBNP
% thd
APBN
APBNP
96,0
464.481 ,9
41 7 .656,0
89,9
51 0.232,8
423.7 08,3
384.7 1 1 ,8
90,8
492.950,9
47 5.587 ,2
96,5
27 .343,8
25.304,8
92,5
25.441 ,9
1 6.47 4,7
64,8
1 04.7 29,7
1 08.452,1
1 03,6
1 1 6.284,0
1 1 7 .1 50,2
1 00,7
5.402,0
4.937 ,1
91 ,4
5.491 ,0
5.1 7 9,6
94,3
48.421,1
47 .448,2
98,0
53.914,8
55.180,4
102,3
a. Bea masuk
30.81 1 ,7
31 .622,2
1 02,6
33.936,6
35.1 7 6,0
1 03,7
b. Bea keluar
1 7 .609,4
1 5.826,0
89,9
1 9.97 8,2
20.004,4
1 00,1
1.148.364,7
1.07 7 .257 ,4
93,8
1.280.389,0
1.232.121,4
96,2
JUMLA H
Sumber : Kementerian Keuangan
GRAFIK 3.1
PENERIMAAN PERPAJAKAN, 20132014
GRAFIK 3.2
PENERIMAAN PPh MIGAS, 20132014
Triliun Rp
1.300,0
Triliun Rp
88,7
90,0
53,9
80,6
55,2
1.200,0
76,1
80,0
1.100,0
47,4
1.226,4
1.176,9
70,0
1.000,0
1.029,8
900,0
Real. 2013
Unaudited
60,0
APBN
2014
Real. 2013
Unaudited
APBN
2014
RAPBNP 2014
RAPBNP 2014
Penerimaan PPh dalam RAPBNP 2014 diperkirakan mencapai Rp562.549,3 miliar, terdiri atas
penerimaan PPh migas sebesar Rp80.572,5 miliar dan PPh nonmigas sebesar Rp481.976,9
miliar. Bila dibandingkan dengan targetnya dalam APBN 2014, proyeksi PPh dalam RAPBNP
2014 turun 4,1 persen. Penurunan proyeksi penerimaan PPh tersebut terutama dipengaruhi
oleh turunnya proyeksi PPh nonmigas.
Penerimaan PPh migas dalam RAPBNP 2014 sebesar Rp80.572,5 miliar tersebut berarti
meningkat 5,9 persen bila dibandingkan dengan targetnya dalam APBN 2014. Peningkatan
tersebut dipengaruhi oleh depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Realisasi
penerimaan PPh migas tahun 2013 dan targetnya dalam tahun 2014 disajikan pada Grafik 3.2.
3-4
Bab 3
GRAFIK 3.3
PENERIMAAN PPh NONMIGAS, 20132014
Triliun Rp
600,0
510,2
482,0
500,0
417,7
400,0
300,0
200,0
Real. 2013
Unaudited
APBN
2014
RAPBNP 2014
GRAFIK 3.4
PENERIMAAN PPN, 20132014
493,0
Triliun Rp
475,6
500,0
384,7
400,0
300,0
200,0
100,0
0,0
Real. 2013
Unaudited
APBN
2014
RAPBNP 2014
GRAFIK 3.5
PENERIMAAN PBB, 20132014
Triliun Rp
30,0
25,3
25,4
25,0
16,5
20,0
15,0
10,0
5,0
0,0
Real. 2013
Unaudited
APBN
2014
RAPBNP 2014
3-5
Bab 3
GRAFIK 3.7
PENERIMAAN PAJAK LAINNYA, 20132014
5,5
Triliun Rp
5,5
5,4
5,3
5,2
5,2
5,1
4,9
5,0
4,9
4,8
4,7
4,6
Real. 2013
Unaudited
APBN
2014
RAPBNP 2014
GRAFIK 3.8
PENERIMAAN BEA MASUK, 20132014
Triliun Rp
35,2
36,0
35,0
33,9
34,0
33,0
31,6
32,0
31,0
30,0
29,0
Real. 2013
Unaudited
Unaudited
APBN
2014
RAPBNP 2014
Bab 3
Penerimaan bea keluar bersumber dari pengenaan bea keluar atas ekspor konsentrat mineral, kulit,
kayu, crude palm oil (CPO) dan produk turunannya, serta biji kakao. Dilihat dari komposisinya,
penerimaan bea keluar didominasi oleh pengenaan bea keluar atas CPO dan produk turunannya.
Dalam RAPBNP 2014, penerimaan bea keluar diperkirakan mencapai Rp20.004,4 miliar, naik
Rp26,2 miliar atau 0,1 persen bila dibandingkan dengan target APBN 2014. Beberapa faktor yang
memengaruhi penerimaan bea keluar yaitu (a) membaiknya prospek pertumbuhan ekonomi
global yang berpengaruh terhadap meningkatnya permintaan dan konsumsi CPO dan produk
turunannya; (b) kebijakan pelarangan ekspor bijih mineral atau unprocessed ores dan rencana
pengaturan kembali ekspor produk mineral; (c) penerapan bea keluar atas konsentrat tembaga
dan mineral lainnya sesuai dengan PMK 06/PMK.011/2014, dan (d) menurunnya produksi CPO
yang dipengaruhi oleh terjadinya faktor iklim ekstrim seperti badai El Nino, yang berdampak
terhadap tingginya harga CPO. Apabila dilihat dari trennya, harga CPO pada bulan April 2014
mencapai sebesar US$972,9 per MT
GRAFIK 3.9
atau mengalami kenaikan sebesar
PENERIMAAN
BEA KELUAR, 20132014
8,4 persen bila dibandingkan dengan
Triliun Rp
harga rata-rata bulan JanuariMaret
25,0
20,0
20,0
2014 yang sebesar US$897,7 per MT
20,0
atau lebih tinggi sebesar 14,3 persen
15,8
bila dibandingkan dengan harga
15,0
CPO pada periode yang sama tahun
sebelumnya. Kenaikan harga tersebut
10,0
berdampak terhadap kenaikan tarif
bea keluar CPO menjadi sebesar 13,5
5,0
persen pada bulan April 2014 atau
0,0
lebih tinggi dari rata-rata tarif bea
Real. 2013
APBN
RAPBNP 2014
Unaudited
2014
Unaudited
keluar CPO pada tiga bulan pertama
tahun 2014 yang mencapai sebesar
Sumber: Kementerian Keuangan
11,0 persen (lihat Grafik 3.9).
3-7
Bab 3
RAPBNP 2014. Perkiraan tersebut lebih rendah Rp22.109,1 miliar atau 5,7 persen dari target
yang ditetapkan dalam APBN 2014. Realisasi PNBP tahun 2013 dan targetnya dalam tahun
2014 disajikan pada Tabel 3.3.
TABEL 3.3
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK, 20132014
(miliar rupiah)
2013
Uraian
A. Penerim aan Sum ber Day a Alam
1 . Miny ak dan Gas Bumi
a. Miny ak Bumi
b. Gas Alam
2. Non-Miny ak dan Gas Bumi
a. Pertambangan Mineral dan Batubara
b. Kehutanan
c. Perikanan
d. Panas Bumi
APBNP
2014
Realisasi
% thd
APBNP
APBN
RAPBNP
% thd
APBN
203.7 30,0
226.7 84,5
111,3
225.954,7
221.220,4
97 ,9
1 80.61 0,4
203.629,4
1 1 2,7
1 96.508,3
1 95.945,0
99,7
1 29.339,2
1 36.01 3,4
1 05,2
1 42.943,1
1 41 .1 7 2,8
98,8
51 .27 1 ,2
67 .61 6,0
1 31 ,9
53.565,2
54.7 7 2,2
1 02,3
23.1 1 9,6
23.1 55,1
1 00,2
29.446,4
25.27 5,5
85,8
1 8.099,0
1 8.999,0
1 05,0
23.599,7
20.1 91 ,8
85,6
4.254,0
3.060,2
7 1 ,9
5.01 7 ,0
4.254,0
84,8
250,0
229,4
91 ,7
250,0
250,0
1 00,0
51 6,7
866,6
1 67 ,7
57 9,7
57 9,7
1 00,0
36.456,5
33.97 6,6
93,2
40.000,0
37 .956,5
94,9
C. PNBP Lainny a
85.47 1,5
69.262,3
81,0
94.087 ,6
83.242,3
D. Pendapatan BLU
23.498,7
24.187 ,6
102,9
25.349,4
20.863,4
88,5
82,3
349.156,7
354.211,0
101,4
385.391,7
363.282,6
JUMLA H
#DIV/0!
94,3
GRAFIK 3.10
Dalam RAPBNP tahun 2014,
PENERIMAAN SDA MIGAS, 20132014
penerimaan SDA diproyeksikan
mencapai Rp221.220,4 miliar,
Gas Alam
Triliun Rp
Minyak Bumi
250
lebih rendah Rp4.734,3 miliar
atau 2,1 persen dari target yang
200
67,6
53,6
54,8
ditetapkan dalam APBN 2014 sebesar
150
Rp225.954,7 miliar. Penurunan
penerimaan SDA tersebut terutama
100
142,9
141,2
136,0
dipengaruhi oleh penerimaan SDA
50
migas yang diperkirakan mencapai
Rp195.945,0 miliar atau lebih rendah
0
Real. 2013
APBN 2014
RAPBNP
Rp563,3 miliar atau 0,3 persen dari
Unaudited
Unaudited
2014
target dalam APBN 2014. Lebih Sumber: Kementerian Keuangan
rendahnya penerimaan SDA migas
dipengaruhi oleh turunnya asumsi lifting minyak bumi yang digunakan dalam RAPBNP 2014,
disertai dengan pelemahan nilai tukar dan meningkatnya cost recovery. Dalam RAPBNP 2014,
lifting minyak bumi diperkirakan mencapai 818 ribu barel per hari dari yang semula ditargetkan
sebesar 870 ribu barel per hari dalam APBN 2014. Perubahan lifting 2014 tersebut disebabkan
oleh adanya pemutakhiran data estimasi dalam Work Program and Budget (WP&B) 2014 yang
merupakan hasil kesepakatan SKK Migas dengan KKKS Migas. Pemutakhiran data tersebut
antara lain mencakup mundurnya proyek Cepu yang semula akan on stream pada pertengahan
tahun 2014, tetapi tertunda hingga triwulan IV 2014. Realisasi penerimaan SDA migas tahun
2013 dan targetnya di tahun 2014 disajikan di Grafik 3.10.
3-8
Bab 3
Selanjutnya, penerimaan SDA nonmigas dalam RAPBNP 2014 diperkirakan mencapai sebesar
Rp25.275,5 miliar atau 14,2 persen lebih rendah dari target dalam APBN 2014. Penurunan
tersebut terutama bersumber dari turunnya penerimaan pertambangan mineral dan batubara
serta penerimaan SDA kehutanan. Sementara itu, PNBP SDA perikanan dan panas bumi
diperkirakan sama dengan target APBN 2014, masing-masing sebesar Rp250,0 miliar dan
Rp579,7 miliar.
PNBP pertambangan mineral dan batu bara diperkirakan mencapai Rp20.191,8 miliar, turun
Rp3.407,9 miliar dari target APBN 2014. Hal tersebut seiring dengan diterapkannya kebijakan
hilirisasi mineral yaitu kewajiban untuk melakukan pengolahan dan pemurnian mineral di
dalam negeri yang mulai diberlakukan tahun 2014 sesuai amanat Peraturan Pemerintah Nomor
1 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010
tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Mineral dan Batubara.
Sementara itu, penerimaan kehutanan
GRAFIK 3.11
diperkirakan mencapai Rp4.254,0
PENERIMAAN SDA NONMIGAS, 20132014
miliar, lebih rendah Rp763,1 miliar Triliun Rp
atau 15,2 persen dari target APBN
30,0
0,3
5,0
0,3
2014. Hal tersebut terutama disebabkan
0,2
25,0
0,6
4,3
3,1
oleh kebijakan penundaan pemberian
0,6
20,0
0,9
izin baru hutan alam primer dan
15,0
lahan gambut yang berada di hutan
20,2
23,6
19,0
10,0
konservasi, hutan lindung, hutan
produksi, dan area penggunaan lain
5,0
dengan diterbitkannya Instruksi
0,0
Real. 2013
APBN 2014
RAPBNP
Presiden RI Nomor 6 Tahun 2013
2014
Unaudited
tentang Penundaan Pemberian Izin
Minerba
Panas Bumi
Kehutanan
Perikanan
Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola
Sumber: Kementerian Keuangan
Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut
untuk Dua Tahun ke Depan sebagai
kelanjutan dari Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 2011. Realisasi penerimaan SDA nonmigas
2013 dan targetnya dalam tahun 2014 disajikan pada Grafik 3.11.
Selanjutnya, penerimaan yang berasal
dari pendapatan bagian laba BUMN
(dividen) dalam RAPBNP 2014
diperkirakan mencapai Rp37.956,5
miliar, lebih rendah Rp2.043,5 miliar
atau 5,1 persen dari target dalam APBN
2014. Turunnya target pendapatan
bagian laba BUMN tersebut terkait
dengan terjadinya deviasi terhadap
proyeksi capaian laba BUMN tahun
2013, sebagai akibat dari perlambatan
ekonomi tahun 2013. Beberapa
BUMN seperti PT PLN yang semula
diperkirakan memperoleh keuntungan
justru mengalami kerugian sehingga
GRAFIK 3.12
PENDAPATAN BAGIAN LABA BUMN, 20132014
40,0
Triliun Rp
40,0
38,0
38,0
36,0
34,0
34,0
32,0
30,0
Real. 2013
Unaudited
Unaudited
APBN
2014
RAPBNP
2014
3-9
Bab 3
tidak dapat menyetorkan dividen ke kas negara. Selain itu, kebutuhan belanja modal BUMN
tahun 2014 diperkirakan meningkat, sehingga perlu mengoptimalkan penerimaan internally
generated fund untuk pendanaan investasi. Hal tersebut selanjutnya mengakibatkan besaran
dividen BUMN digunakan untuk melakukan pendanaan investasi dari laba yang ditahan. Target
pendapatan bagian laba BUMN dalam RAPBNP 2014 termasuk dividen saham dari PT Krakatau
Steel sebesar Rp956,5 miliar yang telah tercatat dalam laporan keuangan PT Krakatau Steel tahun
2011 tetapi belum tercatat dalam APBN, sehingga pencatatannya bersifat in-out, sebagai PNBP di
sisi pendapatan negara dan sebagai PMN pada sisi pembiayaan anggaran. Realisasi pendapatan
bagian laba BUMN tahun 2013 dan targetnya dalam tahun 2014 disajikan pada Grafik 3.12.
Sementara itu, PNBP lainnya dalam
GRAFIK 3.13
RAPBNP 2014 diperkirakan mencapai
PNBP LAINNYA, 20132014
Rp83.242,3 miliar, turun sebesar Triliun Rp
94,1
100,0
Rp10.845,3 miliar atau 11,5 persen dari
83,2
90,0
target dalam APBN 2014. Lebih rendahnya
69,3
80,0
penerimaan tersebut terutama disebabkan
70,0
oleh perkiraan pendapatan bunga dan
60,0
pendapatan lain-lain yang lebih rendah
50,0
dari target APBN 2014. Pendapatan
40,0
bunga dalam RAPBNP 2014 diperkirakan
30,0
mencapai Rp4.263,2 miliar atau lebih
20,0
rendah Rp4.826,5 miliar dari target APBN
Real. 2013
APBN
RAPBNP
Unaudited
Unaudited
2014
2014
2014, seiring dengan turunnya ekspektasi
pasar akibat kondisi ekonomi makro Sumber: Kementerian Keuangan
tidak seperti yang diperkirakan semula.
Pendapatan lain-lain diperkirakan mencapai Rp11.278,7 miliar atau lebih rendah 40,1 persen
dari target APBN 2014, terkait dengan lebih rendahnya perkiraan pendapatan dari penerimaan
kembali belanja tahun anggaran yang lalu. Realisasi PNBP lainnya tahun 2013 dan targetnya
dalam tahun 2014 disajikan pada Grafik 3.13.
Selanjutnya, target pendapatan BLU
dalam RAPBNP tahun 2014 diproyeksikan
sebesar Rp20.863,4 miliar, turun
Rp4.486,0 miliar atau 17,7 persen dari
targetnya dalam APBN 2014. Penurunan
tersebut berkaitan dengan berubahnya
status 7 perguruan tinggi negeri eks Badan
Hukum Milik Negara (Universitas Gadjah
Mada, Universitas Indonesia, Institut
Teknologi Bandung, Institut Pertanian
Bogor, Universitas Sumatera Utara,
Universitas Pendidikan Indonesia, dan
Universitas Airlangga) menjadi Perguruan
Tinggi Negeri Berbadan Hukum. Realisasi
pendapatan BLU tahun 2013 dan targetnya
dalam tahun 2014 disajikan pada
Grafik 3.14.
3-10
GRAFIK 3.14
PENDAPATAN BLU, 20132014
25,3
Triliun Rp
26,0
24,2
24,0
22,0
20,9
20,0
18,0
Real. 2013
Unaudited
Unaudited
APBN
2014
RAPBNP
2014
Bab 3
GRAFIK 3.15
PENERIMAAN HIBAH, 20132014
Triliun Rp
6,0
5,5
5,0
4,0
3,0
2,3
2,0
1,4
1,0
0,0
Real. 2013
Unaudited
APBN
2014
RAPBNP
2014
3-11
Bab 4
BAB 4
PERUBAHAN BELANJA NEGARA
4.1 Pendahuluan
Kebijakan dan alokasi anggaran belanja negara dalam APBN tahun 2014 ditetapkan dengan
mengacu pada prioritas pembangunan dalam RKP tahun 2014, pokok-pokok kebijakan fiskal
dan kerangka ekonomi makro, serta hasil kesepakatan antara Pemerintah dengan DPR-RI dalam
seluruh rangkaian pembahasan APBN tahun 2014. Selanjutnya, apabila terdapat perkembangan
ekonomi makro yang harus diikuti dengan perubahan pada asumsi dasar ekonomi makro dan
pokok-pokok kebijakan fiskal, perlu dilakukan perubahan terhadap besaran belanja negara
dalam APBN tahun 2014. Dengan itu diharapkan agar perhitungan besaran-besaran belanja
negara dalam APBN menjadi lebih realistis, kredibel, dan tidak melanggar undang-undang
yang berlaku.
Dalam perkembangannya, sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 tentang
APBN tahun 2014, telah terjadi berbagai perkembangan dan perubahan berbagai indikator
ekonomi makro secara signifikan sehingga menyebabkan asumsi yang dipakai pada APBN tidak
sesuai lagi dengan kondisi riil saat ini dan perkiraan ke depan. Asumsi dasar ekonomi makro
yang mengalami perubahan dan berpengaruh signifikan terhadap belanja negara antara lain:
(1) nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, yang diperkirakan mengalami depresiasi
dari semula diasumsikan Rp10.500 per USD menjadi Rp11.700 per USD; (2) lifting minyak
mentah Indonesia yang semula diasumsikan sebesar 870 ribu barel per hari, diperkirakan
hanya akan mencapai 818 ribu barel per hari; (3) lifting gas yang semula diasumsikan sebesar
1.240 ribu barel setara minyak per hari, diperkirakan hanya akan mencapai 1.224 ribu barel
setara minyak per hari; dan (4) tingkat bunga SPN 3 bulan yang semula diasumsikan sebesar
5,5 persen diperkirakan mencapai 6,0 persen. Perubahan asumsi dasar ekonomi makro tersebut
diperkirakan akan berdampak pada berbagai besaran belanja negara tahun 2014 antara lain:
kenaikan pembayaran bunga utang, kenaikan beban subsidi BBM dan subsidi listrik, serta
perubahan besaran dana bagi hasil minyak dan gas bumi pada pos transfer ke daerah. Selain itu,
adanya beberapa kewajiban Pemerintah sebagai konsekuensi hasil audit realisasi APBN tahun
2013 juga turut mempengaruhi besaran belanja negara dalam APBN tahun 2014. Perubahan
volume belanja negara tersebut, pada akhirnya akan berpengaruh pada kebutuhan penyediaan
anggaran pendidikan.
Selanjutnya, untuk mengantisipasi dampak dari perkembangan kondisi ekonomi yang bermuara
pada penyesuaian asumsi dasar ekonomi makro tersebut, serta dalam rangka mengamankan
pelaksanaan APBN tahun 2014, maka penyesuaian atas berbagai besaran APBN, termasuk
belanja negara mutlak diperlukan. Penyesuaian tersebut dilakukan sebagai upaya menjaga
keseimbangan berbagai tujuan, yaitu pencapaian prioritas nasional dengan tetap menjaga
kesinambungan fiskal dalam jangka menengah dan jangka panjang. Melalui proses penyesuaian
tersebut, anggaran belanja negara diharapkan dapat tetap efisien, realistis dan tetap mampu
mendukung pencapaian sasaran-sasaran pembangunan ekonomi tahun 2014.
Penyesuaian besaran-besaran belanja negara tersebut dilakukan melalui perubahan kebijakan
fiskal di bidang belanja negara. Pokok-pokok perubahan kebijakan tersebut antara lain:
(1) upaya pengendalian subsidi energi; (2) pengalokasikan anggaran cadangan belanja untuk
4-1
Bab 4
kebutuhan yang bersifat kontraktual, dan tunggakan tagihan atas beberapa kegiatan tahun-tahun
sebelumnya; serta (3) pemotongan belanja Kementerian Negara/Lembaga (K/L). Kebijakan
pemotongan belanja K/L tersebut dilakukan untuk anggaran yang bersumber dari rupiah murni,
dengan tidak mengurangi anggaran kebutuhan belanja pegawai dan barang untuk operasional
kantor, anggaran pendidikan, tetap menjaga upaya pencapaian program prioritas nasional,
serta dengan mengecualikan pemotongan pada kegiatan-kegiatan terkait dengan pelaksanaan
BPJS bidang kesehatan dan Pemilu 2014.
Dengan mengacu pada asumsi dasar ekonomi makro yang telah disesuaikan dan perubahan
kebijakan di bidang belanja negara, maka volume anggaran belanja negara dalam RAPBNP
tahun 2014 diperkirakan mencapai Rp1.849.447,4 miliar atau 18,4 persen terhadap PDB. Jumlah
tersebut menunjukkan peningkatan Rp6.952,1 miliar atau 0,4 persen dari pagu anggaran belanja
negara yang ditetapkan dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp1.842.495,3 miliar. Peningkatan
volume belanja negara tersebut, di satu sisi disebabkan oleh peningkatan belanja pemerintah
pusat sebesar Rp15.815,6 miliar, sementara di sisi lain, alokasi transfer ke daerah diperkirakan
turun sebesar Rp8.863,5 miliar, sebagai akibat dari penurunan dana bagi hasil minyak bumi
dan gas alam seiring dengan penurunan target penerimaan minyak bumi dan gas alam.
Peningkatan besaran belanja pemerintah pusat sebesar Rp15.815,6 miliar, disebabkan oleh
peningkatan belanja non K/L (melalui BA BUN) sebesar Rp114.332,9 miliar, utamanya terkait
dengan peningkatan besaran subsidi energi, dan penurunan belanja K/L sebesar Rp98.517,3
miliar. Ilustrasi yang lebih rinci dari komposisi belanja negara tersebut disajikan dalam Tabel
4.1.
TABEL 4.1
BELANJA NEGARA, 2013-2014
(miliar rupiah)
2013
Uraian
I.
LKPP
Unaudited
2014
APBN
RAPBNP
Perubahan
Nominal
1.126.884,6
573.672,9
553.211,6
1.249.943,0
637.841,6
612.101,4
1.265.758,6
539.324,3
726.434,3
15.815,6
(98.517,3)
114.332,9
1,3
(15,4)
18,7
513.260,4
430.354,7
82.905,7
592.552,3
487.931,0
104.621,3
583.688,8
479.067,5
104.621,3
(8.863,5)
(8.863,5)
0,0
(1,5)
(1,8)
0,0
1.639.756,0
1.842.495,3
1.849.447,4
6.952,1
0,4
4-2
Bab 4
tersebut, selain dapat mengganggu pelaksanaan APBN tahun 2014 juga berpotensi menyebabkan
terganggunya pencapaian keberlanjutan fiskal (fiscal sustainability) dalam jangka menengah.
Untuk meminimalkan potensi terganggunya pencapaian keberlanjutan fiskal tersebut sekaligus
mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2014, kombinasi kebijakan yang diambil Pemerintah
di bidang belanja pemerintah pusat, antara lain: (1) kebijakan pengendalian subsidi energi; dan
(2) pemotongan anggaran belanja K/L secara terstruktur.
Dengan berbagai perkembangan dan langkah-langkah kebijakan di atas, serta memperhatikan
dampaknya terhadap perubahan anggaran pendidikan, maka anggaran belanja pemerintah
pusat dalam RAPBNP tahun 2014 diperkirakan mencapai Rp1.265.758,6 miliar, atau 12,6
persen terhadap PDB. Jumlah ini, berarti lebih tinggi Rp15.815,6 miliar atau 1,3 persen bila
dibandingkan dengan anggaran belanja pemerintah pusat yang ditetapkan dalam APBN tahun
2014 sebesar Rp1.249.943,0 miliar. Apabila dibandingkan dengan realisasi anggaran belanja
pemerintah pusat dalam tahun anggaran 2013 sebesar Rp1.126.884,6 miliar, maka perkiraan
alokasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam RAPBNP tahun 2014 tersebut, berarti
menunjukkan peningkatan Rp138.874,0 miliar atau 12,3 persen.
Peningkatan anggaran belanja pemerintah pusat sebesar Rp15.815,6 miliar tersebut, disebabkan
oleh peningkatan beberapa komponen belanja pemerintah pusat di satu sisi, dan penurunan
beberapa komponen lainnya di sisi lain, antara lain: (1) peningkatan alokasi subsidi, terutama
subsidi BBM dan subsidi listrik, (2) peningkatan pembayaran bunga utang sebagai konsekuensi
dari meningkatnya tingkat bunga SPN 3 bulan dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar
Amerika Serikat, (3) penurunan belanja K/L secara umum akibat dari kebijakan penghematan
dan pemotongan belanja K/L, dan (4) tambahan beberapa komponen cadangan belanja,
seperti cadangan bencana alam, cadangan tunggakan tagihan Jamkesmas dan cadangan untuk
pembayaran kekurangan tunjangan profesi guru. Selain itu, belanja pemerintah pusat dalam
RAPBNP tahun 2014 juga menampung perubahan-perubahan/realokasi yang diatur dalam pasal
17 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2013 tentang APBN Tahun Anggaran 2014, seperti revisi
anggaran yang bersumber dari pinjaman dan hibah, baik dalam maupun luar negeri, perubahan
pagu penggunaan PNBP/BLU, serta realokasi anggaran dari BA BUN ke BA K/L. Gambaran
mengenai alokasi belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja adalah sebagaimana disajikan
dalam Tabel 4.2.
TABEL 4.2
BELANJA PEMERINTAH PUSAT, 2013-2014
(miliar rupiah)
2013
Uraian
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Belanja Pegawai
Belanja Barang
Belanja Modal
Pembayaran Bunga Utang
Subsidi
Belanja Hibah
Bantuan Sosial
Belanja Lain-lain
JUMLAH
LKPP
Unaudited
2014
APBN
RAPBNP
221.710,7
168.503,3
172.422,9
112.964,6
355.045,2
744,5
92.139,7
3.353,6
262.978,3
215.550,0
184.193,5
121.285,5
333.682,6
3.542,7
91.806,4
36.904,0
262.978,3
153.128,9
151.269,7
135.886,5
444.857,3
2.853,3
88.060,1
26.724,6
1.126.884,6
-
1.249.943,0
-
1.265.758,6
Perubahan
Nominal
(62.421,1)
(32.923,8)
14.601,0
111.174,7
(689,5)
(3.746,3)
(10.179,4)
15.815,6
%
(29,0)
(17,9)
12,0
33,3
(19,5)
(4,1)
(27,6)
1,3
4-3
Bab 4
4-4
Bab 4
LKPP
Unaudited
2014
APBN
RAPBNP
Perubahan
Nominal
98.647,5
109.101,6
121.490,8
12.389,2
11,4
14.317,1
12.183,9
14.395,7
2.211,8
18,2
112.964,6
121.285,5
135.886,5
14.601,0
12,0
Dibandingkan dengan pagu APBN tahun 2014, pembayaran bunga utang mengalami peningkatan
sebesar Rp14.601,0 miliar atau sebesar 12,0 persen. Peningkatan ini terjadi karena terdapat
peningkatan pembayaran bunga utang dalam negeri sebesar 11,4 persen, dan peningkatan
pembayaran bunga utang luar negeri sebesar 18,2 persen. Perubahan pagu alokasi pembayaran
bunga utang tersebut diperkirakan karena: (1) peningkatan tingkat bunga SPN 3 bulan; (2)
depresiasi nilai tukar (kurs) rupiah terhadap mata uang dolar Amerika Serikat; (3) peningkatan
dalam penerbitan SBN neto dari Rp205.068,8 miliar dalam APBN tahun 2014 meningkat
menjadi Rp274.760,6 miliar dalam RAPBNP tahun 2014; dan (4) perkiraan biaya yang timbul
akibat dari pengadaan utang baru dalam tahun berjalan, misalnya untuk diskon penerbitan
dan biaya penerbitan.
4-5
Bab 4
Peningkatan dalam pembayaran bunga utang tersebut merupakan suatu konsekuensi yang tidak
dapat dihindari oleh pemerintah, akan tetapi pemerintah berupaya untuk tetap konsisten dalam
menjaga dan menurunkan imbal hasil (yield) penerbitan SBN melalui langkah-langkah, antara
lain: (1) efisiensi dalam pengelolaan utang; (2) meningkatkan likuiditas pasar SBN dalam negeri;
(3) meningkatkan kepercayaan pasar melalui pengelolaan fiskal yang kredibel dan pengelolaan
utang yang prudent; dan (4) mengoptimalkan pilihan tenor penerbitan dan pilihan instrumen
yang tepat sehingga dapat mengurangi realisasi diskon yang harus dibayarkan oleh pemerintah.
Selanjutnya anggaran subsidi dalam RAPBNP tahun 2014 diperkirakan akan mengalami
kenaikan yang signifikan yaitu mencapai sebesar Rp444.857,3 miliar. Jumlah tersebut berarti
mengalami kenaikan sebesar Rp111.174,7 miliar atau 33,3 persen bila dibandingkan dengan
alokasi yang ditetapkan dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp333.682,6 miliar. Perubahan
besaran subsidi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: (1) perubahan subsidi
BBM, dan LPG Tabung 3 kg serta subsidi listrik akibat perubahan nilai tukar rupiah terhadap
dolar Amerika Serikat; (2) perubahan bauran energi (fuel mix); dan (3) perubahan anggaran
subsidi pajak. Rincian perubahan besaran subsidi dalam tahun 2014 selengkapnya disajikan
pada Tabel 4.4.
TABEL 4.4
SUBSIDI, 2013-2014
(Miliar Rupiah)
2013
URAIAN
I. ENERGI
1. Subsidi BBM dan LPG Tabung 3 Kg *)
2. Subsidi Listrik
II.NON ENERGI
LKPP
Unaudited
2014
APBN
RAPBNP
Perubahan
Nominal
309.979,7
282.100,3
392.132,2
110.031,9
39,0
210.000,0
210.735,5
284.986,7
74.251,2
35,2
99.979,7
71.364,8
107.145,5
35.780,7
-
50,1
1.142,8
45.065,5
51.582,3
52.725,1
1. Subsidi Pangan
20.310,1
18.822,5
18.164,7
2. Subsidi Pupuk
17.617,8
21.048,8
21.048,8
3. Subsidi Benih
414,4
1.564,8
1.564,8
1.518,3
2.197,1
2.197,1
1.127,7
3.235,8
3.235,8
6. Subsidi Pajak
4.077,1
4.713,2
6.513,8
1.800,6
38,2
355.045,2
333.682,6
444.857,3
111.174,7
33,3
JUMLAH
(657,8)
2,2
(3,5)
Subsidi BBM dan LPG Tabung 3 kg dalam RAPBNP tahun 2014 diperkirakan mencapai Rp284.986,7
miliar, yang berarti mengalami peningkatan Rp74.251,2 miliar atau 35,2 persen lebih tinggi
dibandingkan dengan pagunya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp210.735,5 miliar. Peningkatan
tersebut disebabkan oleh: (1) melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat;
dan (2) perkiraan kekurangan pembayaran tahun 2013 sebesar Rp46.910,5 miliar. Selanjutnya,
kebutuhan belanja subsidi BBM tersebut telah memperhitungkan langkah-langkah kebijakan
pengendalian beban subsidi BBM tahun 2014 antara lain: (1) optimalisasi program konversi
minyak tanah ke LPG Tabung 3 Kg; (2) konversi BBM ke bahan bakar gas (BBG); (3) peningkatan
pemanfaatan energi alternatif seperti bahan bakar nabati (BBN) dan bahan bakar gas (BBG);
(4) melanjutkan pelaksanaan pentahapan pembatasan penggunaan BBM bersubsidi; dan
4-6
Bab 4
(5) penyempurnaan regulasi kebijakan subsidi BBM dan LPG tabung 3 Kg. Untuk mengurangi
beban anggaran subsidi BBM dalam tahun 2014, anggaran subsidi BBM sebesar Rp17.500,0
miliar akan dilakukan carry over ke tahun 2015.
Sementara itu, beban subsidi listrik dalam RAPBNP tahun 2014 diperkirakan mencapai
Rp107.145,5 miliar, yang berarti mengalami peningkatan sebesar Rp35.780,7 miliar atau 50,1
persen bila dibandingkan dengan pagu alokasi anggaran subsidi listrik yang ditetapkan dalam
APBN tahun 2014 sebesar Rp71.364,8 miliar. Peningkatan anggaran subsidi listrik dibanding
dengan pagunya dalam APBN tahun 2014 tersebut disebabkan oleh: (1) melemahnya nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika Serikat; dan (2) risiko perubahan berbagai parameter subsidi
listrik seperti perubahan bauran energi (fuel mix), dan (3) perkiraan kekurangan subsidi listrik
tahun 2013 sebesar Rp21.793,9 miliar. Untuk mengurangi beban anggaran subsidi listrik dalam
tahun 2014, anggaran subsidi listrik sebesar Rp10.000,0 miliar akan dilakukan carry over ke
tahun 2015.
Selanjutnya, alokasi anggaran subsidi pangan dalam RAPBNP tahun 2014 diperkirakan mencapai
Rp18.164,7 miliar, yang berarti turun Rp657,8 miliar atau 3,5 persen dari pagunya dalam APBN
tahun 2014 sebesar Rp18.822,5 miliar. Perubahan alokasi subsidi pangan tersebut, berkaitan
dengan perubahan Harga Pembelian Beras (HPB) Perum Bulog yang semula dalam APBN tahun
2014 sebesar Rp8.333,00/kg menjadi Rp8.047,69/kg. Perubahan HPB tersebut dalam rangka
menyesuaikan dengan hasil audit BPK. Selain itu, Pemerintah juga memberikan margin fee
kepada Perum Bulog sebagai kompensasi atas penugasan Pemerintah.
Terkait dengan subsidi pajak ditanggung pemerintah (DTP), alokasi anggaran subsidi pajak DTP
dalam RAPBNP tahun 2014 diperkirakan menjadi sebesar Rp6.513,8 miliar, yang berarti naik
Rp1.800,6 miliar atau 38,2 persen dari pagu anggaran subsidi pajak DTP yang ditetapkan dalam
APBN tahun 2014 sebesar Rp4.713,2 miliar. Lebih tingginya perkiraan beban anggaran subsidi
pajak DTP dari pagunya dalam APBN tahun 2014 tersebut, disebabkan oleh meningkatnya
perkiraan beban subsidi PPh sebesar Rp2.281,8 miliar akibat adanya penyesuaian kenaikan
kurs, sehingga menyebabkan subsidi pajak untuk PPh DTP Imbal Hasil SBN Valas mengalami
kenaikan. Di samping itu, beban subsidi fasilitas bea masuk diperkirakan mengalami penurunan
sebesar Rp481,2 miliar.
Dalam RAPBNP tahun 2014, alokasi anggaran belanja hibah diperkirakan mengalami
penurunan sebesar Rp689,5 miliar dari pagu yang dianggarkan dalam APBN tahun 2014 sebesar
Rp3.542,7 miliar menjadi sebesar Rp2.853,3 miliar. Penurunan alokasi anggaran belanja hibah
tersebut disebabkan oleh adanya penurunan rencana penarikan dana pada program Mass Rapid
Transit (MRT) sebesar Rp853,9 miliar sebagai akibat keterlambatan dalam jadwal proyek pada
paket layang dan bawah tanah yang mengakibatkan bergesernya penyerapan nilai proyek/
anggaran pada tahun 2014. Selain itu, terdapat komponen belanja hibah dalam RAPBNP
tahun 2014 yang mengalami peningkatan yaitu program Water Resources and Irrigation
Sector Management Project-Phase II (WISMP-2) sebesar Rp32,4 miliar sebagai akibat adanya
perubahan rencana tahunan yang disusun oleh Pemerintah Daerah dan telah dikoordinasikan
dengan kementerian teknis terkait. Selanjutnya, dalam RAPBNP tahun 2014 terdapat komponen
belanja hibah lainnya, yaitu (1) program hibah Microfinance Innovation Fund sebesar Rp97,1
miliar; dan (2) pemberian hibah Pemerintah dalam rangka pembangunan asrama mahasiswa
Indonesia di Kampus Universitas Al Azhar Mesir sebesar Rp34,9 miliar yang merupakan
realokasi dari belanja lain-lain.
4-7
Bab 4
Secara lebih rinci, belanja hibah dalam RAPBNP tahun 2014 adalah sebagai berikut: (1) program
MRT sebesar Rp2.025,5 miliar; (2) program WISMP-2 sebesar Rp178,7 miliar; (3) Hibah Air
Minum sebesar Rp206,0 miliar; (4) Hibah Air Limbah sebesar Rp29,8 miliar; (5) Infrastructure
Enhancement Grant (IEG)-Sanitasi sebesar Rp7,8 miliar; (6) Development of Seulawah Agam
Geothermal in NAD Province sebesar Rp54,6 miliar; (7) program Hibah Australia-Indonesia
Untuk Pembangunan Sanitasi sebesar Rp93,4 miliar; (8) Provincial Road Improvement and
Maintenance (PRIM) sebesar Rp122,0 miliar; (9) Hibah Air Minum Tahap I sebesar Rp3,5 miliar;
(10) Hibah Microfinance Innovation Fund sebesar Rp97,1 miliar; dan (11) Hibah Pemerintah
dalam rangka pembangunan asrama mahasiswa Indonesia di Kampus Universitas Al Azhar
Mesir sebesar Rp34,9 miliar.
Selanjutnya, anggaran bantuan sosial dalam RAPBNP tahun 2014 diperkirakan sebesar
Rp88.060,1 miliar. Jumlah ini menunjukkan penurunan sebesar Rp3.746,3 miliar atau 4,1 persen
dari alokasinya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp91.806,4 miliar. Lebih rendahnya alokasi
anggaran bantuan sosial tersebut terutama dikarenakan kebijakan yang ditempuh Pemerintah
untuk melakukan pemotongan belanja K/L pada beberapa pos belanja di antaranya melalui
pos bantuan sosial. Fokus pemotongan pada bantuan sosial adalah pada komponen yang tidak
terkait dengan upaya Pemerintah dalam menanggulangi risiko sosial dan ekonomi di masyarakat,
yaitu dikecualikan untuk anggaran fungsi pendidikan dan anggaran untuk penerima bantuan
iuran (PBI) jaminan kesehatan nasional sebesar Rp19.932,5 miliar. Namun demikian, di sisi
lain Pemerintah menambah alokasi dana cadangan penanggulangan bencana alam melalui BA
BUN (on call) sebesar Rp1.000,0 miliar yang digunakan untuk cadangan kegiatan penanganan
bencana alam selama tahun 2014.
Dengan demikian, alokasi anggaran bantuan sosial dalam RAPBNP tahun 2014 terdiri atas
anggaran melalui K/L sebesar Rp84.760,1 miliar, dan dana cadangan penanggulangan bencana
alam melalui BA BUN sebesar Rp3.300,0 miliar, di luar Rp700,0 miliar yang telah direalokasi
dari BA BUN ke BA BNPB untuk tambahan dana on call.
Anggaran belanja lain-lain dalam RAPBNP tahun 2014 diperkirakan sebesar Rp26.724,6
miliar. Jumlah alokasi ini berarti lebih rendah sebesar Rp10.179,4 miliar atau 27,6 persen jika
dibandingkan dengan pagunya yang ditetapkan dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp36.904,0
miliar. Lebih rendahnya alokasi anggaran belanja lain-lain dalam RAPBNP tahun 2014
disebabkan antara lain: (1) ditiadakannya anggaran cadangan risiko energi yang semula dalam
APBN tahun 2014 dialokasikan sebesar Rp10.407,5 miliar; (2) direalokasikannya anggaran BA
999.08 ke beberapa anggaran BA K/L dan BA Pengelolaan Hibah (999.02) yang dimungkinkan
sesuai Pasal 17 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013, seperti anggaran cadangan pengamanan
Pemilu direalokasi ke BA Kepolisian Negara Republik Indonesia (BA 060) sebesar Rp1.000,0
miliar, cadangan pelaksanaan Pemilu direalokasi ke BA Badan Pengawasan Pemilihan Umum
(BA 115) sebesar Rp757,6 miliar dan BA Komisi Pemilihan Umum (BA 076) sebesar Rp1.370,5
miliar, serta cadangan keperluan mendesak direalokasi ke BA Kementerian Pertahanan (BA
012) sebesar Rp293,1 miliar, BA Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BA 089)
sebesar Rp39,1 miliar, BA Mahkamah Konstitusi (BA 077) sebesar Rp14,5 miliar, BA Kementerian
Perindustrian (BA 019) sebesar Rp8,4 miliar, dan BA Pengelolaan Hibah/BA 999.02 (hibah
pembangunan asrama mahasiswa Indonesia di kampus Universitas Al-Azhar Mesir) sebesar
Rp34,9 miliar; (3) turunnya alokasi cadangan beras Pemerintah (CBP) menjadi Rp1.000,0
miliar dari yang semula dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp2.000,0 miliar; (4) naiknya
4-8
Bab 4
alokasi cadangan risiko kenaikan harga tanah (land capping) menjadi Rp1.600,0 miliar dari
yang semula dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp300,0 miliar; serta (5) terdapatnya beberapa
cadangan untuk mengantisipasi adanya kewajiban yang timbul akibat kurang bayar atau timbul
untuk memenuhi amanat peraturan perundangan, dan kegiatan/program yang harus dibiayai
akan tetapi belum ada usulan resmi dari K/L, yang sementara ditampung dalam belanja lainlain, antara lain : (1) cadangan pembayaran tunggakan tagihan Jamkesmas tahun 2013 sebesar
Rp1.800,0 miliar; (2) cadangan tunggakan tunjangan profesi guru (TPG) pada Kementerian
Agama sebesar Rp2.000,0 miliar; dan (3) cadangan untuk administrasi kependudukan sebesar
Rp545,9 miliar.
4-9
Bab 4
anggaran belanja dari Bagian Anggaran BUN ke Bagian Anggaran K/L sebesar Rp4.183,2 miliar;
(2) perubahan pagu anggaran belanja yang sumber pendanaannya berasal dari pinjaman
dan hibah sebesar Rp2.162,0 miliar; (3) perubahan pagu anggaran belanja yang sumber
pendanaannya berasal dari PNBP-BLU karena berkurangnya target dan pagu penggunaan
sebesar Rp4.891,7 miliar. Kedua, Pemerintah sesuai Pasal 30 ayat (1) melanjutkan Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) yang ada dalam DIPA tahun 2013 sebesar Rp29,2
miliar.
Berdasarkan kebijakan dan perubahan tersebut di atas, anggaran belanja pemerintah pusat
yang dikelola oleh K/L diperkirakan sebesar Rp539.324,3 miliar, atau mengalami penurunan
Rp98.517,3 miliar (15,4 persen) dari pagu alokasi anggaran belanja K/L yang ditetapkan dalam
APBN tahun 2014 sebesar Rp637.841,6 miliar. Penurunan tersebut utamanya disebabkan oleh
kebijakan pemotongan belanja K/L sebesar Rp100.000,0 miliar. Rincian anggaran belanja K/L
selengkapnya disajikan pada Tabel 4.5. Selanjutnya perubahan anggaran belanja beberapa
K/L dapat dijelaskan sebagai berikut.
Mahkamah Agung
Anggaran belanja Mahkamah Agung dalam RAPBNP tahun 2014 diperkirakan mencapai
Rp6.254,4 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp970,7 miliar (13,4 persen) apabila
dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp7.225,1
miliar. Perubahan alokasi anggaran tersebut dikarenakan adanya tambahan anggaran yang
bersumber dari hibah dalam negeri sebesar Rp3,1 miliar, dan adanya pemotongan anggaran
sebesar Rp973,8 miliar dalam rangka pengamanan APBN tahun 2014. Dengan demikian,
komposisi alokasi anggaran Mahkamah Agung dalam RAPBNP tahun 2014 bersumber dari
rupiah murni sebesar Rp6.251,3 miliar, dan hibah sebesar Rp3,1 miliar.
Kementerian Sekretariat Negara
Anggaran belanja Kementerian Sekretariat Negara dalam RAPBNP tahun 2014 diperkirakan
mencapai Rp1.853,4 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp266,2 miliar (12,6 persen)
apabila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar
Rp2.119,7 miliar. Perubahan alokasi anggaran tersebut dikarenakan adanya tambahan kenaikan
pagu penggunaan PNBP sebesar Rp0,7 miliar dan adanya pemotongan anggaran sebesar Rp267,0
miliar dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2014. Dengan demikian, komposisi
alokasi anggaran Kementerian Sekretariat Negara dalam RAPBNP tahun 2014 bersumber dari
rupiah murni sebesar Rp1.636,7 miliar, pagu penggunaan PNBP sebesar Rp0,8 miliar, dan pagu
penggunaan BLU sebesar Rp215,9 miliar.
Kementerian Dalam Negeri
Anggaran belanja Kementerian Dalam Negeri dalam RAPBNP tahun 2014 diperkirakan mencapai
Rp11.033,0 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp3.870,1 miliar (26,0 persen) apabila
dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp14.903,1
miliar. Perubahan alokasi anggaran tersebut dikarenakan adanya luncuran DIPA Lanjutan
PNPM Mandiri Perdesaan tahun 2013 sebesar Rp23,1 miliar dan adanya pemotongan anggaran
sebesar Rp3.893,2 miliar dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2014. Dengan
demikian, komposisi alokasi anggaran Kementerian Dalam Negeri dalam RAPBNP tahun 2014
bersumber dari rupiah murni sebesar Rp9.098,5 miliar, pagu penggunaan PNBP sebesar Rp28,3
miliar, pinjaman luar negeri sebesar Rp1.497,0 miliar, dan hibah sebesar Rp409,2 miliar.
4-10
Bab 4
Kementerian Pertahanan
Anggaran belanja Kementerian Pertahanan dalam RAPBNP tahun 2014 diperkirakan mencapai
Rp77.226,3 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp9.150,5 miliar (10,6 persen) apabila
dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp86.376,7
miliar. Perubahan alokasi anggaran tersebut antara lain disebabkan: (1) realokasi dari Bagian
Anggaran BUN yang digunakan untuk kegiatan pengamanan Pemilu tahun 2014 sebesar Rp100,1
miliar dan kegiatan operasional pengamanan daerah rawan dan pengamanan pulau terluar
sebesar Rp193,0 miliar; dan (2) luncuran pagu pinjaman dalam negeri tahun 2011 dan 2012
sebesar Rp1.065,0 miliar. Selain itu, alokasi anggaran Kementerian Pertahanan juga mengalami
pemotongan sebesar Rp10.508,5 miliar dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun
2014. Dengan demikian, komposisi alokasi anggaran Kementerian Pertahanan dalam RAPBNP
tahun 2014 bersumber dari rupiah murni sebesar Rp62.154,0 miliar, pinjaman luar negeri
sebesar Rp13.007,3 miliar, dan pinjaman dalam negeri sebesar Rp2.065,0 miliar.
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Anggaran belanja Kementerian Hukum dan HAM dalam RAPBNP tahun 2014 diperkirakan
mencapai Rp6.544,0 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp990,5 miliar (13,1 persen)
apabila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar
Rp7.534,5 miliar. Perubahan alokasi anggaran tersebut antara lain karena adanya tambahan
anggaran belanja yang bersumber dari hibah dalam negeri sebesar Rp9,5 miliar, dan adanya
pemotongan anggaran sebesar Rp1.000,0 miliar dalam rangka mengamankan pelaksanaan
APBN tahun 2014. Dengan demikian, komposisi alokasi anggaran Kementerian Hukum dan
HAM dalam RAPBNP tahun 2014 bersumber dari rupiah murni sebesar Rp4.609,6 miliar, pagu
penggunaan PNBP sebesar Rp1.925,0 miliar, dan hibah sebesar Rp9,5 miliar.
Kementerian Keuangan
Anggaran belanja Kementerian Keuangan dalam RAPBNP tahun 2014 diperkirakan mencapai
Rp15.903,6 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp2.808,0 miliar (15,0 persen) apabila
dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp18.711,7
miliar. Perubahan alokasi anggaran tersebut dikarenakan adanya percepatan penarikan pinjaman
luar negeri sebesar Rp244,6 miliar dan adanya pemotongan anggaran sebesar Rp3.052,7 miliar
dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2014. Dengan demikian, komposisi
alokasi anggaran Kementerian Keuangan dalam RAPBNP tahun 2014 bersumber dari rupiah
murni sebesar Rp14.870,4 miliar, pagu penggunaan BLU sebesar Rp657,7 miliar, dan pinjaman
luar negeri sebesar Rp375,6 miliar.
Kementerian Pertanian
Anggaran belanja Kementerian Pertanian dalam RAPBNP tahun 2014 diperkirakan mencapai
Rp11.093,1 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp4.377,5 miliar (28,3 persen) apabila
dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp15.470,6
miliar. Perubahan alokasi anggaran tersebut dikarenakan adanya tambahan anggaran yang
bersumber dari lanjutan kegiatan/luncuran pinjaman luar negeri sebesar Rp29,9 miliar, hibah
luar negeri sebesar Rp15,5 miliar, serta adanya pemotongan anggaran sebesar Rp4.423,0 miliar
4-11
Bab 4
dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2014. Dengan demikian, komposisi
alokasi anggaran Kementerian Pertanian dalam RAPBNP tahun 2014 bersumber dari rupiah
murni sebesar Rp10.606,4 miliar, pagu penggunaan PNBP sebesar Rp72,8 miliar, pagu
penggunaan BLU sebesar Rp30,6 miliar, pinjaman luar negeri sebesar Rp364,2 miliar, dan
hibah sebesar Rp19,0 miliar.
Kementerian Perindustrian
Anggaran belanja Kementerian Perindustrian dalam RAPBNP tahun 2014 diperkirakan mencapai
Rp2.230,3 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp692,0 miliar (23,7 persen) apabila
dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp2.922,3
miliar. Perubahan alokasi anggaran tersebut dikarenakan adanya realokasi dari Bagian Anggaran
BUN untuk tambahan anggaran belanja pembayaran gaji, operasional, dan kegiatan transisi
Otorita Asahan tahun 2014 sebesar Rp8,4 miliar dan adanya pemotongan anggaran sebesar
Rp700,4 miliar dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2014. Dengan demikian,
komposisi alokasi anggaran Kementerian Perindustrian dalam RAPBNP tahun 2014 bersumber
dari rupiah murni sebesar Rp2.055,8 miliar, pagu penggunaan PNBP sebesar Rp101,4 miliar,
pagu penggunaan BLU sebesar Rp62,0 miliar, dan pinjaman luar negeri sebesar Rp11,1 miliar.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM)
Anggaran belanja Kementerian ESDM dalam RAPBNP tahun 2014 diperkirakan mencapai
Rp11.834,6 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp4.428,6 miliar (27,2 persen) apabila
dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp16.263,2
miliar. Perubahan alokasi anggaran tersebut dikarenakan adanya penurunan pagu penggunaan
PNBP sebesar Rp28,7 miliar, dan adanya pemotongan anggaran sebesar Rp4.400,0 miliar dalam
rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2014. Dengan demikian, komposisi alokasi
anggaran Kementerian ESDM dalam RAPBNP tahun 2014 bersumber dari rupiah murni sebesar
Rp10.109,8 miliar, pagu penggunaan PNBP sebesar Rp1.639,5 miliar, dan pagu penggunaan
BLU sebesar Rp85,3 miliar.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Anggaran belanja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam RAPBNP tahun 2014
diperkirakan mencapai Rp76.557,9 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp4.103,1
miliar (5,1 persen) apabila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun
2014 sebesar Rp80.661,0 miliar. Perubahan alokasi anggaran tersebut dikarenakan adanya
pengurangan pagu penggunaan BLU pada 7 (tujuh) Perguruan Tinggi Negeri eks Badan Hukum
Milik Negara (BHMN) sebagai implementasi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang
Pendidikan Tinggi sebesar Rp4.486,0 miliar, tambahan hibah sebesar Rp376,5 miliar, dan
pinjaman luar negeri sebesar Rp6,4 miliar. Dengan demikian, komposisi alokasi anggaran
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam RAPBNP tahun 2014 bersumber dari rupiah
murni sebesar Rp66.178,3 miliar, pagu penggunaan PNBP sebesar Rp2.041,2 miliar, pagu
penggunaan BLU sebesar Rp5.975,0 miliar, pinjaman luar negeri sebesar Rp1.979,6 miliar, dan
hibah sebesar Rp383,8 miliar.
Kementerian Agama
Anggaran belanja Kementerian Agama dalam RAPBNP tahun 2014 diperkirakan mencapai
Rp46.925,0 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp2.477,1 miliar (5,0 persen) apabila
dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp49.402,2
4-12
Bab 4
miliar. Perubahan alokasi anggaran tersebut dikarenakan adanya tambahan pagu anggaran
belanja yang bersumber dari pinjaman luar negeri sebesar Rp60,2 miliar dan tambahan hibah
dalam negeri sebesar Rp15,3 miliar. Selain itu, alokasi anggaran Kementerian Agama juga
mengalami pemotongan anggaran sebesar Rp2.552,6 miliar dalam rangka mengamankan
pelaksanaan APBN tahun 2014. Dengan demikian, komposisi alokasi anggaran Kementerian
Agama dalam RAPBNP tahun 2014 bersumber dari rupiah murni sebesar Rp45.200,0 miliar,
pagu penggunaan PNBP sebesar Rp390,6 miliar, pagu penggunaan BLU sebesar Rp578,5 miliar,
pinjaman luar negeri sebesar Rp540,7 miliar, hibah sebesar Rp15,3 miliar, dan surat berharga
syariah negara project based sukuk (SBSN PBS) sebesar Rp200,0 miliar.
Kementerian Kehutanan
Anggaran belanja Kementerian Kehutanan dalam RAPBNP tahun 2014 diperkirakan mencapai
Rp3.937,5 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp1.376,5 miliar (25,9 persen) apabila
dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp5.314,0
miliar. Perubahan alokasi anggaran tersebut dikarenakan adanya penurunan pagu penggunaan
PNBP sebesar Rp377,7 miliar, tambahan anggaran yang bersumber dari hibah luar negeri
sebesar Rp1,2 miliar, dan adanya pemotongan anggaran sebesar Rp1.000,1 miliar dalam rangka
mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2014. Dengan demikian, komposisi alokasi anggaran
Kementerian Kehutanan dalam RAPBNP tahun 2014 bersumber dari rupiah murni sebesar
Rp2.614,5 miliar, pagu penggunaan PNBP sebesar Rp1.248,3 miliar, pagu penggunaan BLU
sebesar Rp22,2 miliar, dan hibah sebesar Rp52,5 miliar.
Kementerian Pekerjaan Umum
Anggaran belanja Kementerian Pekerjaan Umum dalam RAPBNP tahun 2014 diperkirakan
mencapai Rp61.562,6 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp22.585,5 miliar (26,8
persen) apabila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014
sebesar Rp84.148,1 miliar. Perubahan alokasi anggaran tersebut dikarenakan adanya lanjutan
DIPA PNPM Mandiri tahun 2013 sebesar Rp6,1 miliar, perubahan anggaran yang bersumber
dari pinjaman luar negeri sebesar Rp255,7 miliar, dan penurunan hibah luar negeri sebesar
Rp101,0 miliar. Selain itu, alokasi anggaran Kementerian Pekerjaan Umum juga mengalami
pemotongan anggaran sebesar Rp22.746,2 miliar dalam rangka mengamankan pelaksanaan
APBN tahun 2014. Dengan demikian, komposisi alokasi anggaran Kementerian Pekerjaan
Umum dalam RAPBNP tahun 2014 bersumber dari rupiah murni sebesar Rp53.667,9 miliar,
pagu penggunaan PNBP sebesar Rp24,4 miliar, pagu penggunaan BLU sebesar Rp25,0 miliar,
pinjaman luar negeri sebesar Rp7.570,7 miliar, dan hibah sebesar Rp274,6 miliar.
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Anggaran belanja Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dalam RAPBNP tahun 2014
diperkirakan mencapai Rp230,7 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp86,7 miliar
(27,3 persen) apabila dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014
sebesar Rp317,5 miliar. Perubahan alokasi anggaran tersebut dikarenakan adanya tambahan
anggaran yang bersumber dari hibah luar negeri sebesar Rp7,4 miliar dan adanya pemotongan
anggaran sebesar Rp94,1 miliar dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2014.
Dengan demikian, komposisi alokasi anggaran Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
dalam RAPBNP tahun 2014 bersumber dari rupiah murni sebesar Rp223,3 miliar, dan hibah
sebesar Rp7,4 miliar.
4-13
Bab 4
4-14
Bab 4
demikian, alokasi anggaran Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dalam RAPBNP tahun 2014
bersumber dari rupiah murni sebesar Rp54,2 miliar, dan hibah sebesar Rp0,4 miliar.
Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Anggaran belanja KPU dalam RAPBNP tahun 2014 diperkirakan mencapai Rp16.780,9 miliar,
atau mengalami kenaikan sebesar Rp1.370,5 miliar (8,9 persen) apabila dibandingkan dengan
pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp15.410,4 miliar. Perubahan alokasi
anggaran tersebut dikarenakan adanya realokasi Bagian Anggaran BUN sebagai tambahan
anggaran Pemilu tahun 2014, yang digunakan untuk anggaran satuan perlindungan masyarakat
tiap tempat pemungutan suara (TPS) dan penambahan pembuatan TPS dalam Pemilu tahun
2014. Alokasi anggaran KPU dalam RAPBNP tahun 2014 seluruhnya bersumber dari rupiah
murni.
Mahkamah Konstitusi
Anggaran belanja Mahkamah Konstitusi dalam RAPBNP tahun 2014 diperkirakan mencapai
Rp178,7 miliar, atau mengalami penurunan sebesar Rp37,1 miliar (17,2 persen) apabila
dibandingkan dengan pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp215,9 miliar.
Perubahan alokasi anggaran tersebut dikarenakan adanya realokasi Bagian Anggaran BUN
sebagai tambahan anggaran untuk: (1) dukungan pelaksanaan penyelenggaraan perselisihan
atas hasil Pemilu Legislatif dan Presiden - Wakil Presiden sebesar Rp13,5 miliar; serta
(2) program peningkatan pemahaman hak konstitusional warga negara sebesar Rp1,0 miliar.
Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2014, alokasi anggaran
Mahkamah Konstitusi juga mengalami pemotongan anggaran sebesar Rp51,7 miliar. Alokasi
anggaran Mahkamah Konstitusi dalam RAPBNP tahun 2014 seluruhnya bersumber dari rupiah
murni.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
Anggaran belanja LIPI dalam RAPBNP tahun 2014 diperkirakan mencapai Rp883,9 miliar,
atau mengalami penurunan sebesar Rp188,8 miliar (17,6 persen) apabila dibandingkan dengan
pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp1.072,7 miliar. Perubahan alokasi
anggaran tersebut dikarenakan adanya tambahan anggaran belanja yang bersumber dari hibah
luar negeri sebesar Rp0,1 miliar dan adanya pemotongan anggaran sebesar Rp188,9 miliar dalam
rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2014. Dengan demikian, komposisi alokasi
anggaran LIPI dalam RAPBNP tahun 2014 bersumber dari rupiah murni sebesar Rp826,7 miliar,
pagu penggunaan PNBP sebesar Rp52,3 miliar, pinjaman luar negeri sebesar Rp3,9 miliar, dan
hibah sebesar Rp1,1 miliar.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
Anggaran belanja BPKP dalam RAPBNP tahun 2014 diperkirakan mencapai Rp1.075,9 miliar,
atau mengalami penurunan sebesar Rp157,5 miliar (12,8 persen) apabila dibandingkan dengan
pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp1.233,4 miliar. Perubahan alokasi
anggaran tersebut dikarenakan adanya realokasi dari Bagian Anggaran BUN sebesar Rp39,1
miliar yang digunakan untuk kegiatan audit tunjangan profesi guru di Kementerian Agama,
audit Jamkesmas dan review hibah asrama mahasiswa Al Azhar di Universitas Kairo, Mesir.
Selain itu, dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2014, alokasi anggaran BPKP
juga mengalami pemotongan anggaran sebesar Rp196,5 miliar. Dengan demikian, komposisi
alokasi anggaran BPKP dalam RAPBNP tahun 2014 bersumber dari rupiah murni sebesar
4-15
Bab 4
Rp956,9 miliar, pagu penggunaan PNBP sebesar Rp7,0 miliar, dan pinjaman luar negeri sebesar
Rp112,0 miliar.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
Anggaran belanja BNPB dalam RAPBNP tahun 2014 diperkirakan mencapai Rp1.980,7 miliar,
atau mengalami kenaikan sebesar Rp149,4 miliar (8,2 persen) apabila dibandingkan dengan
pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp1.831,3 miliar. Perubahan alokasi
anggaran tersebut dikarenakan adanya realokasi dana on call dari dana cadangan pada Bagian
Anggaran BUN sebesar Rp700,0 miliar yang digunakan untuk kegiatan tanggap bencana alam.
Selain itu dalam rangka mengamankan pelaksanaan APBN tahun 2014, alokasi anggaran BNPB
juga mengalami pemotongan anggaran sebesar Rp550,6 miliar. Alokasi anggaran BNPB dalam
RAPBNP tahun 2014 seluruhnya bersumber dari rupiah murni.
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)
Anggaran belanja Bawaslu dalam RAPBNP tahun 2014 diperkirakan mencapai Rp4.019,4 miliar,
atau mengalami kenaikan sebesar Rp757,6 miliar (23,2 persen) apabila dibandingkan dengan
pagu alokasi anggarannya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp3.261,9 miliar. Perubahan alokasi
anggaran tersebut dikarenakan adanya realokasi dari Bagian Anggaran BUN sebesar Rp757,6
miliar yang digunakan dalam rangka pengawasan penyelenggaraan Pemilu tahun 2014. Alokasi
anggaran Bawaslu dalam RAPBNP tahun 2014 seluruhnya bersumber dari rupiah murni.
TABEL 4.5
ANGGARAN BELANJA K/L, 2013-2014
(miliar rupiah)
2013
KODE
NO.
BA
2014
PERUBAHAN
LKPP
UNAUDITED
(1)
(2)
001
(3)
002
004
005
(4)
APBN
(5)
PEMOT ONGAN
REALOKASI
DARI BA BUN
PERUBAHAN
PAGU
PHLN/PDN
PERUBAHAN
PAGU
PNBP/BLU
T OT AL
PERUBAHAN
(6)
(7 )
(8)
(9)
(10=-6+7 +8+9)
RAPBNP
% T HD
APBN
(11=4+10)
(12=11/5)
649,4
809,6
224,4
(224,4)
585,2
7 2,3%
2.335,3
3.260,1
864,4
(864,4)
2.395,6
7 3,5%
2.385,9
2.895,7
699,1
(699,1 )
2.1 96,7
7 5,9%
MAHKAMAH AGUNG
6.636,0
7 .225,1
97 3,8
3,1
(97 0,7 )
6.254,4
86,6%
006
3.831 ,6
3.862,9
680,3
(680,3)
3.1 82,6
82,4%
007
2.326,8
2.1 1 9,7
267 ,0
0,7
(266,2)
1 .853,4
87 ,4%
01 0
1 4.380,8
1 4.903,1
3.893,2
23,1
(3.87 0,1 )
1 1 .033,0
7 4,0%
01 1
5.094,4
5.237 ,2
81 6,7
(81 6,7 )
4.420,5
84,4%
01 2
KEMENTERIAN PERTAHANAN
80.404,3
86.37 6,7
1 0.508,5
293,1
1 .065,0
(9.1 50,5)
7 7 .226,3
89,4%
10
01 3
6.996,1
7 .534,5
1 .000,0
9,5
(990,5)
6.544,0
86,9%
11
01 5
KEMENTERIAN KEUANGAN
1 6.67 8,7
1 8.7 1 1 ,7
3.052,7
244,6
(2.808,0)
1 5.903,6
85,0%
12
01 8
KEMENTERIAN PERTANIAN
1 5.924,9
1 5.47 0,6
4.423,0
45,4
(4.37 7 ,5)
1 1 .093,1
7 1 ,7 %
13
01 9
KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN
2.7 97 ,7
2.922,3
7 00,4
8,4
(692,0)
2.230,3
7 6,3%
14
020
1 1 .1 82,5
1 6.263,2
4.400,0
15
022
KEMENTERIAN PERHUBUNGAN
31 .7 1 2,2
40.37 0,5
1 0.1 50,7
*)
(28,7 )
-
1 1 .834,6
7 2,8%
30.21 9,8
7 4,9%
94,9%
16
023
7 1 .655,9
80.661 ,0
382,9
(4.1 03,1 )
7 6.557 ,9
17
024
KEMENTERIAN KESEHATAN
35.1 7 2,4
46.459,0
5.460,9
(5.460,9)
40.998,1
88,2%
18
025
KEMENTERIAN AGAMA
41 .87 2,7
49.402,2
2.552,6
7 5,5
(2.47 7 ,1 )
46.925,0
95,0%
19
026
4.57 4,9
4.520,8
1 .299,1
(1 .299,1 )
3.221 ,8
7 1 ,3%
20
027
KEMENTERIAN SOSIAL
1 5.820,5
7 .683,6
2.322,7
(2.322,7 )
5.360,9
69,8%
4-16
(4.486,0)
(4.428,6)
(1 0.1 50,7 )
Bab 4
TABEL 4.5
ANGGARAN BELANJA K/L, 2013-2014 (Lanjutan)
(miliar rupiah)
2013
KODE
NO.
BA
2014
PERUBAHAN
LKPP
UNAUDITED
(3)
(4)
APBN
(5)
PEMOT ONGAN
REALOKASI
DARI BA BUN
PERUBAHAN
PAGU
PHLN/PDN
PERUBAHAN
PAGU
PNBP/BLU
T OT AL
PERUBAHAN
(6)
(7 )
(8)
(9)
(10=-6+7 +8+9)
(1)
(2)
21
029
KEMENTERIAN KEHUTANAN
6.090,4
5.31 4,0
1 .000,1
1 ,2
22
032
6.561 ,7
6.521 ,5
1 .7 96,2
23
033
7 9.398,3
84.1 48,1
22.7 46,2
6,1
24
034
446,3
51 4,3
1 53,4
25
035
206,2
31 7 ,5
94,1
26
036
27 2,0
21 8,4
66,3
27
040
1 .620,1
1 .7 04,9
28
041
1 08,3
1 31 ,6
% T HD
APBN
(11=4+10)
(12=11/5)
(1 .37 6,5)
3.937 ,5
7 4,1 %
(1 .7 96,2)
4.7 25,3
7 2,5%
1 54,6
(22.585,5)
61 .562,6
7 3,2%
(1 53,4)
361 ,0
7 0,2%
7 ,4
(86,7 )
230,7
7 2,7 %
(66,3)
1 52,0
69,6%
458,4
(458,4)
1 .246,5
7 3,1 %
35,6
(35,6)
96,0
7 3,0%
*)
(37 7 ,7 )
RAPBNP
29
042
800,5
61 7 ,7
1 45,6
(1 45,6)
47 2,1
7 6,4%
30
043
931 ,7
1 .084,2
321 ,7
(321 ,7 )
7 62,5
7 0,3%
31
044
1 .607 ,2
1 .585,4
430,4
(430,4)
1 .1 54,9
7 2,8%
32
047
221 ,7
21 4,7
63,1
(63,1 )
1 51 ,6
7 0,6%
33
048
1 62,1
1 59,8
46,8
(46,8)
1 1 3,1
7 0,7 %
34
050
1 .497 ,5
2.1 03,8
636,0
(636,0)
1 .467 ,8
69,8%
35
051
1 .597 ,2
1 .7 46,5
523,1
(523,1 )
1 .223,4
7 0,1 %
36
052
37
054
38
055
39
056
37 ,2
31 ,0
8,4
(8,4)
22,7
7 3,1 %
3.963,2
3.57 8,7
7 61 ,6
(7 61 ,6)
2.81 7 ,1
7 8,7 %
1 .069,1
1 .1 7 4,3
1 08,0
1 5,6
(92,4)
1 .082,0
92,1 %
3.67 5,3
4.321 ,9
656,7
(656,7 )
3.665,2
84,8%
40
057
PERPUSTAKAAN NASIONAL
41
059
459,0
435,1
29,3
(29,3)
405,7
93,3%
3.224,3
3.61 9,9
244,6
43,4
(201 ,2)
3.41 8,6
42
060
94,4%
43.21 4,4
44.97 5,6
5.7 80,0
1 .000,0
1 1 3,3
(4.666,7 )
40.308,8
43
063
89,6%
1 .1 1 4,5
1 .1 33,1
288,8
(288,8)
844,3
7 4,5%
44
064
45
065
209,1
332,8
98,6
(98,6)
234,1
7 0,4%
607 ,2
659,1
1 97 ,2
(1 97 ,2)
461 ,9
46
066
7 0,1 %
1 .036,7
7 92,8
208,5
(208,5)
584,3
7 3,7 %
47
067
2.468,0
2.801 ,3
825,9
(825,9)
1 .97 5,4
7 0,5%
48
068
2.387 ,2
2.888,4
849,7
(849,7 )
2.038,8
7 0,6%
7 9,5%
49
07 4
69,4
68,7
1 4,4
0,4
(1 4,1 )
54,6
50
07 5
1 .437 ,4
1 .61 7 ,9
430,1
(430,1 )
1 .1 87 ,8
7 3,4%
51
07 6
5.901 ,5
1 5.41 0,4
1 .37 0,5
1 6.7 80,9
1 08,9%
21 3,0
21 5,9
51 ,7
1 4,5
(37 ,1 )
1 7 8,7
82,8%
7 0,2
65,0
1 3,8
(1 3,8)
51 ,3
7 8,8%
1 .034,9
1 .07 2,7
1 88,9
0,1
(1 88,8)
883,9
82,4%
7 1 0,1
7 1 8,5
1 1 9,1
(1 1 9,1 )
599,4
83,4%
52
07 7
MAHKAMAH KONSTITUSI
53
07 8
54
07 9
55
080
1 .37 0,5
56
081
1 .1 67 ,0
822,0
1 33,5
(1 33,5)
688,5
83,8%
57
082
464,7
7 89,2
230,3
(230,3)
559,0
7 0,8%
58
083
533,6
802,6
1 99,2
(1 99,2)
603,5
7 5,2%
59
084
89,0
95,4
25,2
(25,2)
7 0,2
7 3,6%
60
085
1 31 ,8
1 00,7
23,6
(23,6)
7 7 ,0
7 6,5%
61
086
245,6
235,8
32,8
(32,8)
203,0
86,1 %
62
087
1 53,6
1 25,6
1 9,9
(1 9,9)
1 05,7
84,2%
63
088
57 9,8
543,0
94,6
(94,6)
448,4
82,6%
64
089
1 .066,1
1 .233,4
1 96,5
39,1
(1 57 ,5)
1 .07 5,9
87 ,2%
65
090
KEMENTERIAN PERDAGANGAN
2.7 02,3
2.7 01 ,4
804,7
(804,7 )
1 .896,7
7 0,2%
4-17
Bab 4
TABEL 4.5
ANGGARAN BELANJA K/L, 2013-2014 (Lanjutan)
(miliar rupiah)
2013
KODE
NO.
BA
2014
PERUBAHAN
LKPP
APBN
UNAUDITED
(3)
PERUBAHAN
PAGU
PHLN/PDN
PERUBAHAN
PAGU
PNBP/BLU
T OT AL
PERUBAHAN
(6)
(7 )
(8)
(9)
(10=-6+7 +8+9)
RAPBNP
% T HD
APBN
(11=4+10)
(12=11/5)
(2)
66
091
4.297 ,3
4.565,2
1 .31 0,7
(1 .31 0,7 )
3.254,6
67
092
1 .648,4
1 .881 ,2
31 3,1
(31 3,1 )
1 .568,1
83,4%
68
093
466,7
61 6,9
1 33,4
(1 33,4)
483,5
7 8,4%
524,8
7 39,0
1 58,8
(1 58,8)
580,2
7 8,5%
86,5
83,5
22,9
(22,9)
60,6
7 2,6%
2.964,2
1 .831 ,3
550,6
7 00,0
1 49,4
1 .980,7
1 08,2%
7 0,7 %
69
095
1 00
KOMISI Y UDISIAL RI
71
1 03
72
1 04
73
1 05
74
1 06
75
1 07
76
1 08
77
1 09
78
110
79
111
80
(5)
REALOKASI
DARI BA BUN
(1)
70
(4)
PEMOT ONGAN
7 1 ,3%
37 2,3
429,1
1 25,7
(1 25,7 )
303,4
1 .801 ,6
845,1
254,5
(254,5)
590,7
69,9%
1 87 ,8
1 67 ,0
49,4
(49,4)
1 1 7 ,6
7 0,4%
1 .846,4
2.1 88,8
665,0
(665,0)
1 .523,8
69,6%
1 1 9,0
95,0
25,5
(25,5)
69,5
7 3,2%
90,8
381 ,6
1 1 5,2
(1 1 5,2)
266,3
69,8%
65,1
67 ,0
1 1 ,5
(1 1 ,5)
55,4
82,8%
206,6
1 94,1
58,5
(58,5)
1 35,6
69,9%
112
666,9
1 .1 05,9
90,5
(90,5)
1 .01 5,3
91 ,8%
69,9%
81
113
290,7
302,8
91 ,2
(91 ,2)
21 1 ,6
82
114
SEKRETARIAT KABINET
1 60,4
1 85,6
33,9
(33,9)
1 51 ,7
81 ,7 %
83
115
1 .626,1
3.261 ,9
7 57 ,6
7 57 ,6
4.01 9,4
1 23,2%
84
116
862,8
998,5
1 7 8,4
(1 7 8,4)
820,1
82,1 %
85
117
7 7 6,7
1 .07 5,6
251 ,0
(251 ,0)
824,6
7 6,7 %
86
118
233,3
392,2
1 1 8,2
(1 1 8,2)
27 4,0
69,9%
57 3.283,4
637 .841,6
100.000,0
4.212,4
2.162,0
(98.517 ,3)
539.324,3
84,6%
JUMLAH
(4.891,7 )
Keterangan:
*) luncuran DIPA Lanjutan PNPM Tahun 2 01 3 pada Kem enterian Dalam Negeri dan Kem enterian Pekerjaan Um um
Sum ber: Kem enterian Keuangan
4-18
Bab 4
FUNGSI
LKPP
Unaudited
2014
Perubahan
APBN
RAPBNP
01
02
03
04
EKONOMI
05
LINGKUNGAN HIDUP
10.498,9
06
33.7 84,7
07
KESEHAT AN
17 .436,7
13.07 7 ,7
08
09
AGAMA
10
PENDIDIKAN
11
PERLINDUNGAN SOSIAL
XX
Nominal
87 9.955,2
85.182,8
7 03.7 15,9
7 94.7 7 2,4
10,7
PERT AHANAN
80.207 ,8
86.306,8
7 7 .148,6
(9.158,2)
(10,6)
35.97 5,0
37 .952,6
33.960,7
(3.991,9)
(10,5)
107 .620,3
128.27 4,3
94.07 4,3
(34.200,1)
(26,7 )
12.17 8,9
9.569,1
(2.609,8)
(21,4)
31.487 ,2
23.290,7
(8.196,5)
(26,0)
10.67 3,5
(2.404,1)
(18,4)
1.818,7
2.052,8
1.339,1
(7 13,7 )
(34,8)
3.87 2,8
4.463,5
2.824,3
(1.639,2)
(36,7 )
114.7 7 8,5
131.313,6
127 .306,9
(4.006,8)
(3,1)
(2.447 ,0)
(30,3)
17 .103,0
8.063,1
5.616,1
7 2,1
T OT AL
1.126.884,5
1.249.943,0
1.265.7 58,6
15.815,6
1,3
4-19
Bab 4
jika dibandingkan dengan alokasinya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp794.772,4 miliar.
Lebih tingginya alokasi anggaran tersebut disebabkan karena adanya peningkatan anggaran
subsidi energi. Sasaran pembangunan yang diharapkan dicapai dari fungsi pelayanan umum
dalam tahun 2014, diantaranya yaitu: (1) makin meningkatnya kualitas pelayanan publik yang
didukung manajemen pelayanan yang profesional, SDM berintegritas, penerapan standar
pelayanan minimal, dan data kependudukan yang komprehensif; (2) terlaksananya penyaluran
subsidi BBM sesuai dengan target yang ditetapkan; (3) terlaksananya penyediaan pasokan
listrik dengan harga yang terjangkau kepada masyarakat; (4) terlaksananya penyaluran subsidi
pangan dan penyediaan beras bersubsidi untuk rumah tangga sasaran (RTS); (5) terlaksananya
penyaluran subsidi pupuk dan subsidi benih dalam bentuk penyediaan pupuk dan benih unggul
murah bagi petani; (6) terlaksananya penyaluran subsidi transportasi umum untuk penumpang
kereta api kelas ekonomi dan kapal laut kelas ekonomi; dan (7) meningkatnya implementasi
tata kelola pemerintahan pada instansi pemerintah melalui terobosan kinerja secara terpadu,
menyeluruh, penuh integritas, akuntabel, serta taat dan menjunjung tinggi hukum.
Anggaran Fungsi Pertahanan
Alokasi anggaran pada fungsi pertahanan dalam APBNP tahun 2014 diperkirakan sebesar
Rp77.148,6 miliar. Jumlah tersebut menunjukkan penurunan sebesar Rp9.158,2 miliar atau
10,6 persen jika dibandingkan dengan alokasinya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp86.306,8
miliar. Penurunan anggaran pada fungsi pertahanan tersebut terutama dikarenakan adanya
pemotongan belanja pada K/L yang menjalankan fungsi pertahanan yaitu Kementerian
Pertahanan, Lembaga Ketahanan Nasional, dan Dewan Ketahanan Nasional. Namun demikian,
tidak mengurangi upaya pertahanan negara dalam melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia serta upaya pemerintah dalam mencapai sasaran yang diharapkan
dalam fungsi pertahanan, antara lain : (1) terdayagunakannya industri pertahanan nasional
bagi kemandirian pertahanan, melalui peningkatan kemandirian alutsista TNI dan Polri baik
dari sisi kuantitas, kualitas, maupun variasinya; (2) meningkatnya peran Indonesia dalam
menjaga keamanan nasional dan menjaga perdamaian dunia; (3) meningkatnya alutsista, non
alutsista, fasilitas serta sarpras matra darat, laut, dan udara; (4) meningkatnya industri, sarana
dan prasarana pertahanan yang memenuhi kebutuhan dan standar mutu, sesuai kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta dikembangkan secara mandiri; (5) tercapainya tingkat kesiapan
alutsista, non alutsista, organisasi, doktrin, fasilitas dan sarana prasarana serta kekuatan
pendukung, tegaknya hukum dan terjaganya kemanan wilayah laut yurisdiksi nasional; serta
(6) terlaksananya modernisasi dan peningkatan alutsista dan sarana prasarana dalam rangka
pencapaian sasaran pembinaan kekuatan serta kemampuan TNI menuju Minimum Essential
Force (MEF).
Anggaran Fungsi Ketertiban dan Keamanan
Selanjutnya, anggaran fungsi ketertiban dan keamanan dalam RAPBNP tahun 2014 diperkirakan
sebesar Rp33.960,7 miliar. Jumlah ini menunjukkan penurunan sebesar Rp3.991,9 miliar
atau 10,5 persen dari alokasinya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp37.952,6 miliar. Lebih
rendahnya alokasi anggaran fungsi ketertiban dan keamanan tersebut terutama dikarenakan
adanya pemotongan belanja pada K/L yang menjalankan fungsi ketertiban dan keamanan antara
lain Polri, Mahkamah Agung, Badan Intelijen Negara, dan Kejaksaan Agung. Namun demikian,
alokasi anggaran tersebut tetap diupayakan untuk pencapaian sasaran yang diharapkan, yaitu :
(1) meningkatnya kemampuan memantau dan mendeteksi secara dini ancaman bahaya serangan
terorisme; (2) meningkatnya penyelesaian penanganan perkara terorisme; (3) meningkatnya
4-20
Bab 4
penyelenggaraan fungsi manajemen kinerja Polri secara optimal untuk membangun citra Polri;
(4) meningkatnya kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat agar mampu melindungi seluruh
warga masyarakat Indonesia dalam beraktivitas untuk meningkatkan kualitas hidup yang
bebas dari bahaya, ancaman, dan gangguan yang dapat menimbulkan cidera; (5) meningkatnya
kepercayaan masyarakat terhadap lembaga kepolisian yang tercermin pada terselenggaranya
pelayanan kepolisian sesuai dengan Standar Pelayanan Kamtibmas Prima; (6) tertanggulanginya
dan menurunnya jenis kejahatan (kejahatan konvensional, kejahatan transnasional, kejahatan
yang berimplikasi kontijensi, dan kejahatan terhadap kekayaan negara) tanpa melanggar HAM;
serta (7) dapat dikembangkannya langkah-langkah strategis, dan pencegahan suatu potensi
gangguan keamanan baik kualitas maupun kuantitas, sampai kepada penanggulangan sumber
penyebab kejahatan, gangguan ketertiban dan konflik di masyarakat dan sektor sosial, politik,
dan ekonomi sehingga gangguan kamtibmas menurun.
Anggaran Fungsi Ekonomi
Upaya percepatan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dengan memperkuat daya tahan
ekonomi yang didukung oleh pembangunan transportasi, pertanian, infrastruktur, dan energi
didanai melalui pengalokasian anggaran pada fungsi ekonomi. Dalam RAPBNP tahun 2014,
alokasi anggaran pada fungsi ekonomi diperkirakan sebesar Rp94.074,3 miliar, berarti menurun
sebesar Rp34.200,1 miliar atau 26,7 persen dibandingkan dengan alokasinya pada APBN tahun
2014, yaitu sebesar Rp128.274,3 miliar. Perubahan tersebut dikarenakan adanya pemotongan
belanja pada beberapa K/L yang membawahi fungsi ekonomi, seperti pada Kementerian
Pekerjaan Umum, Kementerian Perhubungan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,
Kementerian Pertanian, dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Namun demikian turunnya
alokasi anggaran fungsi ekonomi tersebut diharapkan tidak mengganggu pencapaian sasaran
yang diharapkan, diantaranya: (1) meningkatnya kapasitas dan kualitas jaringan infrastruktur
transportasi yang terintegrasi dalam mendukung penguatan konektivitas nasional pada koridor
ekonomi dan sistem logistik nasional, baik yang menghubungkan sentra-sentra produksi dan
outlet nasional, maupun di wilayah terpencil, perdalaman, perbatasan, serta wilayah terdepan
dan terluar; (2) meningkatnya efisiensi pergerakan orang dan barang serta memperkecil
kesenjangan pelayanan angkutan antarwilayah; (3) terjaganya stabilitas harga komoditas pangan
dalam negeri; (4) terkendalinya impor bahan pangan, terutama beras; (5) meningkatnya produksi
perikanan budidaya dan produktivitas perikanan tangkap; (6) meningkatnya rasio elektrifikasi,
melalui perluasan jangkauan pelayanan dengan pembangunan jaringan transmisi dan gardu
induk; serta (7) meningkatnya penerapan inisiatif energi bersih (Green Energy Initiatives)
melalui peningkatan pemanfaatan energi terbarukan.
Anggaran Fungsi Lingkungan Hidup
Dalam RAPBNP tahun 2014, anggaran fungsi lingkungan hidup diperkirakan sebesar Rp9.569,1
miliar. Jumlah tersebut menunjukkan penurunan sebesar Rp2.609,8 miliar atau 21,4 persen
dari alokasinya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp12.178,9 miliar. Namun demikian, alokasi
anggaran tersebut tetap diupayakan untuk pencapaian sasaran yang diharapkan, yaitu :
(1) meningkatnya kuantitas dan kualitas data dan informasi spasial, dengan memprioritaskan
pada tersedianya data spasial untuk mendukung pembangunan wilayah koridor ekonomi
Indonesia dan wilayah prioritas pembangunan nasional lainnya (KEK dan KAPET); (2)
meningkatnya akses terhadap data dan informasi spasial; (3) penyelesaian dan terlengkapinya
peraturan operasionalisasi Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
(4) meningkatnya target legalisasi aset tanah yang dibiayai Pemerintah; (5) pembangunan
4-21
Bab 4
peningkatan konservasi dan rehabilitasi sumber daya hutan meliputi terselesaikannya tata
batas kawasan hutan (batas luar dan fungsi), beroperasinya kesatuan pengelolaan hutan,
meningkatnya hasil rehabilitasi hutan dan lahan, dan penyusunan rencana pengelolaan daerah
aliran sungai terpadu; (6) meningkatnya populasi spesies prioritas utama yang terancam punah;
serta (7) menurunnya hotspot (titik api) di Pulau Kalimantan, Pulau Sumatera, dan Pulau
Sulawesi dan luas kebakaran hutan.
Anggaran Fungsi Perumahan dan Fasilitas Umum
Alokasi anggaran belanja Pemerintah Pusat pada fungsi perumahan dan fasilitas umum dalam
RAPBNP tahun 2014 diperkirakan sebesar Rp23.290,7 miliar yang berarti lebih rendah Rp8.196,5
miliar atau 26,0 persen dari alokasinya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp31.487,2 miliar. Lebih
rendahnya alokasi anggaran tersebut terutama disebabkan adanya pemotongan belanja pada K/L
yang menjalankan fungsi perumahan dan fasilitas umum antara lain Kementerian Dalam Negeri,
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian, dan Kementerian Perumahan Rakyat. Namun demikian,
alokasi anggaran tersebut tetap diupayakan untuk pencapaian sasaran yang diharapkan, yaitu:
(1) pembangunan twin block rumah susun sederhana sewa; (2) fasilitasi dan stimulasi
pembangunan perumahan swadaya baru; (3) fasilitasi dan stimulasi pertumbuhan kualitas
perumahan swadaya; (4) fasilitasi pembangunan prasarana sarana, dan utilitas kawasan
perumahan dan permukiman; (5) pembangunan sistem pengelolaan air minum (SPAM)
perdesaan; (6) pembangunan infrastruktur sanitasi (air limbah dan drainase) dan persampahan;
(7) meningkatnya layanan prasarana air baku dan terjaganya layanan air; (8) meningkatnya
ketersediaan air irigasi dengan pengembangan jaringan irigasi.
Anggaran Fungsi Kesehatan
Alokasi anggaran belanja Pemerintah Pusat pada fungsi kesehatan dalam RAPBNP tahun
2014 diperkirakan sebesar Rp10.673,5 miliar yang berarti lebih rendah Rp2.404,1 miliar
atau 18,4 persen dari alokasinya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp13.077,7 miliar.
Lebih rendahnya alokasi anggaran pada fungsi kesehatan tersebut terutama disebabkan
adanya pemotongan belanja pada K/L yang menjalankan fungsi kesehatan diantaranya
Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, dan Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Nasional. Namun demikian, alokasi anggaran pada fungsi
kesehatan tersebut tetap diupayakan untuk pencapaian sasaran yang diharapkan, yaitu:
(1) meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan ibu, anak dan reproduksi; (2) meningkatnya
kualitas penanganan masalah gizi masyarakat; (3) meningkatnya efektifitas pengawasan
obat dan makanan dalam rangka keamanan, mutu dan manfaat/khasiat obat dan makanan;
(4) meningkatnya penyehatan dan pengawasan kualitas lingkungan; (5) terselenggaranya
pendidikan tinggi dan pertumbuhan mutu SDM kesehatan; dan (6) meningkatnya penduduk
yang mendapatkan jaminan kesehatan.
Anggaran Fungsi Pariwisata
Alokasi anggaran belanja Pemerintah Pusat pada fungsi pariwisata dan ekonomi kreatif dalam
RAPBNP tahun 2014 diperkirakan sebesar Rp1.339,1 miliar yang berarti lebih rendah Rp713,7
miliar atau 34,8 persen dari alokasinya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp2.052,8 miliar. Lebih
rendahnya alokasi anggaran tersebut terutama disebabkan adanya pemotongan belanja pada K/L
yang menjalankan fungsi pariwisata dan ekonomi kreatif antara lain Kementerian Pariwisata
dan Ekonomi Kreatif, Kementerian KUKM, Kementerian Komunikasi dan Informatika,
4-22
Bab 4
dan Kementerian Pemuda dan Olahraga. Namun demikian, alokasi anggaran tersebut tetap
diupayakan untuk pencapaian sasaran yang diharapkan, antara lain: (1) meningkatnya jumlah
wisatawan mancanegara dan jumlah pergerakan wisatawan nusantara; (2) meningkatnya
kontribusi pariwisata terhadap penyerapan tenaga kerja nasional; (3) meningkatnya kontribusi
pariwisata terhadap PDB; (4) meningkatnya nilai investasi terhadap nilai investasi nasional;
(5) meningkatnya perolehan devisa yang diperoleh dari kunjungan wisman; (6) meningkatnya
pengeluaran wisatawan nusantara; (7) meningkatnya partisipasi tenaga kerja di bidang ekonomi
kreatif; (8) meningkatnya kontribusi unit usaha di bidang ekonomi kreatif terhadap unit usaha
nasional; dan (9) meningkatnya kuantitas dan kualitas lulusan perguruan tinggi kepariwisataan
yang terserap di pasar kerja; serta (10) meningkatnya profesionalisme tenaga kerja pariwisata
dan ekonomi kreatif yang disertifikasi.
Anggaran Fungsi Agama
Alokasi anggaran belanja Pemerintah Pusat pada fungsi agama dalam RAPBNP tahun
2014 diperkirakan sebesar Rp2.824,3 miliar yang berarti lebih rendah Rp1.639,2
miliar atau 36,7 persen dari alokasinya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp4.463,5
miliar. Lebih rendahnya alokasi anggaran tersebut terutama disebabkan adanya
pemotongan belanja pada K/L yang menjalankan fungsi agama yaitu Kementerian
Agama. Namun demikian, alokasi anggaran tersebut tetap diupayakan untuk pencapaian
sasaran yang diharapkan, yaitu: (1) meningkatnya kualitas kerukunan umat beragama;
(2) meningkatnya kualitas penyelenggaran haji; (3) meningkatnya kualitas pelayanan kehidupan
beragama; serta (4) meningkatnya tatakelola kepemerintahan yang bersih dan berwibawa.
Anggaran Fungsi Pendidikan
Alokasi anggaran belanja Pemerintah Pusat pada fungsi pendidikan dalam RAPBNP tahun
2014 diperkirakan sebesar Rp127.306,9 miliar yang berarti lebih rendah Rp4.006,8 miliar
atau 3,1 persen dari alokasinya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp131.313,6 miliar. Lebih
rendahnya alokasi anggaran tersebut terutama disebabkan adanya perubahan alokasi pada
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sehubungan dengan adanya pengurangan pagu
penggunaan BLU pada tujuh perguruan tinggi eks BHMN sebagai implementasi UndangUndang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Namun demikian, alokasi anggaran
tersebut tetap diupayakan untuk pencapaian sasaran yang diharapkan, antara lain: (1)
meningkatnya taraf pendidikan masyarakat, yang ditandai dengan: (a) meningkatnya rata-rata
lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas, (b) menurunnya angka buta aksara penduduk
usia 15 tahun ke atas, (c) meningkatnya APM SD/SDLB/MI/Paket A dan APM SMP/SMPLB/
MTs/Paket B, (d) meningkatnya APK SMA/SMK/MA/Paket C dan APK PT (usia 19-23 tahun),
serta (e) meningkatnya APS penduduk usia 7-12 tahun dan APS penduduk usia 13-15 tahun;
(2) meningkatnya kualitas dan relevansi pendidikan; (3) meningkatnya kualifikasi dan
kompetensi guru, dosen, dan tenaga kependidikan; dan (4) meningkatnya pembiayaan
pendidikan yang berkeadilan.
Anggaran Fungsi Perlindungan Sosial
Alokasi anggaran belanja Pemerintah Pusat pada fungsi perlindungan sosial dalam RAPBNP
tahun 2014 diperkirakan sebesar Rp5.616,1 miliar yang berarti lebih rendah Rp2.447,0
miliar atau 30,3 persen dari alokasinya dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp8.063,1 miliar.
Lebih rendahnya alokasi anggaran pada fungsi perlindungan sosial tersebut terutama
4-23
Bab 4
disebabkan adanya pemotongan belanja pada K/L yang menjalankan fungsi perlindungan
sosial diantaranya Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Namun demikian, alokasi anggaran
pada fungsi perlindungan sosial tersebut tetap diupayakan untuk pencapaian sasaran yang
diharapkan, yaitu: (1) tersusunnya kebijakan pelaksanaan pengarusutamaan gender (PUG)
bidang ketenagakerjaan; (2) terlaksananya fasilitasi penerapan PUG di bidang pendidikan,
kesehatan, politik dan pengambilan keputusan, penerapan kebijakan pelaksanaan PUG dan
perlindungan bagi perempuan terhadap berbagai tindak kekerasan, serta kebijakan perlindungan
korban perdagangan orang; (3) meningkatnya efektivitas kelembagaan perlindungan anak dari
berbagai tindak kekerasan melalui penyusunan dan harmonisasi perundang-undangan dan
kebijakan serta penyediaan data dan informasi yang berkualitas.
4-24
Bab 4
DBH yang mengalami penurunan terdiri atas DBH: (1) Pajak Penghasilan (PPh); (2) Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB); (3) SDA Pertambangan Umum; dan (4) SDA Kehutanan. Pertama,
DBH PPh dalam RAPBNP tahun 2014 diperkirakan sebesar Rp23.354,9 miliar (9,2 persen lebih
rendah dibandingkan dalam APBN tahun 2014 yang sebesar Rp25.714,0 miliar), termasuk
Kurang Bayar DBH PPh sebesar Rp1.190,3 miliar (Rp312,4 miliar lebih tinggi dibandingkan
dalam APBN tahun 2014 yang sebesar Rp877,9 miliar). Turunnya perkiraan DBH PPh terutama
dipengaruhi oleh lebih rendahnya asumsi pertumbuhan ekonomi dalam RAPBNP tahun 2014,
lebih rendahnya realisasi PPh Non-Migas Tahun 2013 yang digunakan sebagai base line, serta
melambatnya pertumbuhan PPh Non-Migas pada Triwulan I Tahun 2014.
Kedua, DBH PBB dalam RAPBNP tahun 2014 diperkirakan sebesar Rp15.473,5 miliar (35,1
persen lebih rendah dibandingkan dalam APBN tahun 2014 yang sebesar Rp23.859,2 miliar),
termasuk Kurang Bayar DBH PBB sebesar Rp22,7 miliar (Rp16,5 miliar lebih tinggi dibandingkan
dalam APBN tahun 2014 yang sebesar Rp6,2 miliar). Penurunan DBH PBB terutama disebabkan
turunnya penerimaan PBB Pertambangan Migas.
Ketiga, DBH SDA Pertambangan Umum (PU) dalam RAPBNP tahun 2014 diperkirakan sebesar
Rp17.867,1 miliar (9,9 persen lebih rendah dibandingkan dalam APBN tahun 2014 yang sebesar
Rp19.835,9 miliar), termasuk kurang bayarnya sebesar Rp1.713,7 miliar (Rp757,6 miliar lebih
tinggi dibandingkan dalam APBN tahun 2014 yang sebesar Rp956,1 miliar). Lebih rendahnya
DBH SDA Pertambangan Umum, terutama disebabkan oleh belum dilaksanakannya kenaikan
royalti izin usaha pertambangan dan rendahnya harga komoditas minerba di pasar internasional.
Keempat, DBH SDA Kehutanan dalam RAPBNP tahun 2014 diperkirakan sebesar Rp2.198,3
miliar (14,5 persen lebih rendah dibandingkan dalam APBN tahun 2014 yang sebesar Rp2.572,3
miliar), termasuk kurang bayarnya sebesar Rp47,0 miliar (sama dengan dalam APBN tahun
2014). Lebih rendahnya DBH SDA Kehutanan merupakan konsekuensi dari diterbitkannya
Inpres RI Nomor 6 Tahun 2013 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan
Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut untuk 2 tahun ke depan. Sementara itu,
DBH SDA Perikanan dan DBH SDA Pertambangan Panas Bumi tidak mengalami perubahan,
yaitu tetap seperti APBN tahun 2014.
Dari uraian di atas, tambahan kurang bayar dalam RAPBNP tahun 2014 mencapai Rp5.204,7
miliar. Tambahan tersebut mencakup kurang bayar DBH Pajak sebesar Rp452,9 miliar dan DBH
SDA sebesar Rp4.751,8 miliar. Tambahan kurang bayar DBH Pajak tersebut terdiri atas kurang
bayar DBH (1) PPh sebesar Rp312,3 miliar, (2) PBB sebesar Rp16,5 miliar, (3) CHT sebesar
Rp124,1 miliar. Selanjutnya, tambahan kurang bayar DBH SDA tersebut terdiri atas kurang
bayar DBH SDA (1) Minyak Bumi sebesar Rp2.114,5 miliar, (2) Gas Bumi sebesar Rp1.879,7
miliar, dan (3) Pertambangan Umum sebesar Rp757,6 miliar. Dengan adanya tambahan Kurang
Bayar DBH yang mencapai Rp5.204,7 miliar tersebut dan Kurang Bayar DBH yang sudah ada
dalam APBN tahun 2014 sebesar Rp2.248,0 miliar, maka jumlah Kurang Bayar DBH dalam
RAPBNP tahun 2014 menjadi Rp7.452,8 miliar.
Alokasi anggaran Transfer ke Daerah dalam RAPBNP tahun 2014 dapat dilihat lebih rinci pada
Tabel 4.7.
4-25
Bab 4
TABEL 4.7
TRANSFER KE DAERAH, 2013-2014
(miliar rupiah)
2014
2013
URAIAN
I. DANA PERIMBANGAN
A.
i PBB TA Berjalan
ii. Kurang Bayar PBB
c. Cukai Hasil Tembakau
i.
CHT TA Berjalan
RAPBNP
Nominal
430.354,7
487.931,0
479.067,5
(8.863,5)
(1,8)
88.463,1
113.711,7
104.848,2
(8.863,5)
(7,8)
46.006,5
51.787,2
41.176,7
(10.610,5)
(20,5)
19.091,5
18.111,5
980,0
25.714,0
24.225,2
23.365,0
860,2
1.488,8
23.354,9
22.299,6
21.135,1
1.164,5
1.055,3
(2.359,1)
(1.925,6)
(2.229,8)
304,3
(433,5)
(9,2)
(7,9)
(9,5)
35,4
(29,1)
24.763,5
1.471,1
17,7
23.859,2
1.029,5
25,8
15.473,5
(441,6)
8,1
(8.385,7)
(30,0)
45,6
(35,1)
24.763,5
-
23.853,0
6,2
2.214,0
15.450,7
22,7
2.348,4
(8.402,2)
16,5
134,4
(35,2)
265,9
6,1
2.151,5
2.151,5
2.214,0
2.224,3
10,3
124,1
124,1
42.456,6
61.924,5
63.671,5
1.747,0
2,8
10,5
29.330,0
38.849,2
42.939,0
4.089,8
15.530,9
22.511,8
24.353,7
1.841,9
15.530,9
22.154,4
21.881,8
13.799,1
357,5
16.337,4
2.471,9
18.585,3
16.337,4
11.636,7
239,0
239,0
11.397,8
11.397,8
889,1
(272,6)
0,5
8,2
(1,2)
2.114,5
2.247,9
591,5
13,8
16.705,5
368,1
2,3
1.879,7
1.879,7
19.835,9
890,3
857,5
32,8
18.945,6
18.022,3
923,3
2.572,3
17.867,1
939,9
857,5
82,4
16.927,2
15.296,0
1.631,2
2.198,3
(1.968,7)
49,6
49,6
(2.018,4)
(2.726,3)
708,0
(374,0)
(9,9)
5,6
151,2
(10,7)
(15,1)
76,7
(14,5)
434,1
434,1
30,1
30,1
424,8
424,8
149,8
1.446,9
1.432,4
14,5
136,9
117,0
19,9
988,6
976,0
12,6
200,0
1.309,3
1.294,7
14,5
136,9
117,0
19,9
752,2
739,6
12,6
200,0
(137,6)
(137,6)
(236,4)
(236,4)
-
(9,5)
(9,6)
(23,9)
(24,2)
-
451,0
451,0
-
467,1
463,7
3,4
467,1
463,7
3,4
311.139,3
341.219,3
341.219,3
30.752,4
33.000,0
33.000,0
82.905,7
104.621,3
104.621,3
13.445,6
16.148,8
16.148,8
12.445,6
13.648,8
13.648,8
6.222,8
4.356,0
1.866,8
6.222,8
1.000,0
6.824,4
4.777,1
2.047,3
6.824,4
2.500,0
6.824,4
4.777,1
2.047,3
6.824,4
2.500,0
a. Provinsi Papua
571,4
2.000,0
2.000,0
428,6
500,0
500,0
115,7
523,9
523,9
69.344,4
87.948,6
87.948,6
43.049,8
22.453,0
2.394,2
1.387,8
59,6
60.540,7
24.074,7
1.853,6
1.387,8
91,8
60.540,7
24.074,7
1.853,6
1.387,8
91,8
513.260,4
592.552,3
583.688,8
b. Pertambangan Umum
i. Iuran Tetap
- Iuran Tetap TA Berjalan
- Kurang Bayar Iuran Tetap
ii. Royalti
- Royalti TA Berjalan
- Kurang Bayar Royalti
c. Kehutanan
i.
B.
C.
B.
C.
DANA PENYESUAIAN
1.
2.
3.
4.
5.
Selisih
APBN
Minyak Bumi
i.
A.
LKPP
Unaudited
(8.863,5)
(1,5)
4-26
Bab 4
4-27
Bab 5
BAB 5
PERUBAHAN DEFISIT DAN PEMBIAYAAN
ANGGARAN
5.1 Pendahuluan
Dalam RAPBNP 2014, Pemerintah merencanakan untuk melebarkan defisit dari 1,69 persen
menjadi 2,5 persen terhadap PDB. Pengajuan RAPBNP 2014 tersebut sebagai langkah
pengamanan agar defisit anggaran pada akhir tahun 2014 tidak lebih dari 3 persen, sehingga
tidak melanggar batas defisit kumulatif seperti tercantum dalam penjelasan pasal 12 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Keuangan Negara. Dengan adanya tambahan
defisit anggaran tersebut, pembiayaan anggaran juga meningkat. Dengan adanya keterbatasan
sumber pembiayaan nonutang, maka sebagian besar tambahan pembiayaan anggaran tersebut
akan dipenuhi dari pembiayaan utang. Sumber utama pembiayaan utang tersebut berasal
dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) dan penarikan pinjaman program. Sementara
itu, Pemerintah juga menyiapkan pinjaman siaga sebagai antisipasi apabila terjadi kesulitan
mengakses pembiayaan dalam negeri, terutama penerbitan SBN, dan terjadinya realisasi defisit
anggaran yang melampaui target dalam RAPBNP 2014.
Selain itu, dalam RAPBNP 2014 Pemerintah juga merencanakan alokasi pembiayaan anggaran
baik berupa tambahan alokasi maupun alokasi baru, antara lain (a) Penyertaan Modal Negara
(PMN) kepada BUMN, yaitu dengan adanya alokasi PMN untuk PT BPUI, PT Geo Dipa Energi,
PT PAL Indonesia, PT Perusahaan Pengelola Aset, Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera,
PT Krakatau Steel, (b) PMN kepada Organisasi Lembaga Keuangan Internasional, antara
lain dengan adanya tambahan alokasi untuk Asean Development Bank (ADB), International
Bank for Reconstructioan and Development (IBRD), International Finance Corporation (IFC),
International Fund for Agricultural Development (IFAD), dan Islamic Corporation for The
Development of The Privat Sector (ICD), (c) PMN lainnya yaitu dengan adanya tambahan
alokasi untuk Asean Infrastructute Fund (AIF) dan alokasi baru untuk International Rubber
Consortium Limited (IRCo).
Untuk pinjaman proyek, dalam RAPBNP 2014 direncanakan meningkat terutama menampung
percepatan penarikan pinjaman dan lanjutan proyek pada Kementerian Negara/Lembaga serta
proyek penerusan pinjaman kepada BUMN dan Pemda.
5-1
Bab 5
dalam RAPBNP 2014. Peningkatan rasio utang tersebut selain disebabkan oleh peningkatan
jumlah utang sebagai sumber pembiayaan anggaran juga disebabkan oleh akibat melemahnya
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Sebagai ilustrasi, disajikan perkembangan
defisit dan rasio utang Pemerintah terhadap PDB pada Grafik 5.1.
GRAFIK 5.1
DEFISIT DAN RASIO UTANG TERHADAP PDB
2013 - 2014
% thd PDB
3,00
2,50
2 6 ,11
% thd PDB
26,50
2 5,77
2 ,50
2 ,51
26,00
25,50
25,00
2,00
24,50
1 ,69
1,50
24,00
23,50
1,00
23,00
2 3 ,17
22,50
0,50
22,00
0,00
21,50
LKPP Unaudited2013
APBN 2014
Defisit
RAPBNP 2014
Bab 5
TABEL 5.1
PEMBIAYAAN NONUTANG, 2013 - 2014
(miliar rupiah)
2013
2014
Uraian
LKPP Unaudited
APBN
RAPBNP
Perubahan
Nominal
34.213,0
4.398,5
5.751,5
1.353,1
30,8
4.213,0
-
4.398,5
-
4.751,5
250,0
1.000,0
21,9
(16.123,1)
(14.172,3)
(17.277,9)
353,1
250,0
1.000,0
(3.105,6)
1.498,4
(11.915,5)
(3.997,1)
1.000,0
(14.105,6)
(5.005,6)
(3.000,0)
(2.000,0)
(1.000,0)
(585,6)
(149,4)
(390,5)
(31,5)
(14,1)
(1.420,0)
(1.000,0)
(420,0)
(4.000,0)
(5.100,0)
(1.066,7)
-
1.000,0
(14.322,8)
(10.322,8)
(8.006,5)
(2.000,0)
(1.000,0)
(2.000,0)
(1.000,0)
(500,0)
(956,5)
(250,0)
(300,0)
(730,8)
(203,8)
(465,7)
(41,7)
(17,6)
(2,1)
(1.585,5)
(1.000,0)
(556,2)
(29,3)
(4.000,0)
(969,4)
(2.985,7)
(217,2)
(5.317,2)
(5.006,5)
(2.000,0)
(1.000,0)
(500,0)
(956,5)
(250,0)
(300,0)
(145,2)
(54,4)
(75,1)
(10,2)
(3,5)
(2,1)
(165,5)
(136,2)
(29,3)
5.100,0
97,3
(2.985,7)
1,5
106,2
166,9
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
24,8
36,4
19,2
32,3
24,8
0,0
11,7
32,4
0,0
(100,0)
(9,1)
-
(9.773,8)
(11.526,4)
(1.752,5)
17,9
30.000,0
(2.000,0)
(2.000,0)
(592,3)
(171,1)
(372,8)
(30,1)
(8,7)
(9,6)
(1.404,8)
(404,8)
(3.335,8)
(706,0)
18.089,9
8,0
0,0
5-3
Bab 5
1 0.322,8
miliar rupiah
10.000,0
8.000,0
6.000,0
5.1 00,0
5.005,6
4.000,0
4.000,0
4.000,0
2.000,0
-
APBN 2014
Penyertaan Modal Negara
Dana Bergulir
RAPBNP 2014
Cadangan Pembiayaan
5-4
Bab 5
Dalam RAPBNP 2014, alokasi PMN direncanakan sebesar Rp10.322,8 miliar. Jumlah tersebut
menunjukkan peningkatan sebesar Rp5.317,2 miliar (106,2 persen) dari alokasinya dalam
APBN 2014 sebesar Rp5.005,6 miliar. Peningkatan alokasi PMN tersebut digunakan untuk (1)
PMN pada BUMN, yaitu pada PT Geo Dipa Energi, Pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera,
PT Perusahaan Pengelola Aset, PT Krakatau Steel, PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia,
dan PT PAL; (2) PMN pada Organisasi/Lembaga Keuangan Internasional (LKI) yaitu pada
International Bank for Reconstruction and Development (IBRD), Asian Development Bank
(ADB), International Fund for Agricultural Development (IFAD), International Finance
Corporation (IFC), dan Islamic Corporation for the Development of Private Sector (ICD); serta
(3) PMN Lainnya yaitu pada ASEAN Infrastructure Fund (AIF) dan International Rubber
Consortium Limited (IRCo). Penjelasan mengenai perubahan alokasi PMN pada BUMN, PMN
pada Organisasi/LKI, serta PMN Lainnya dapat disampaikan masing-masing sebagai berikut.
A. Penyertaan Modal Negara kepada BUMN
PMN kepada BUMN dalam RAPBNP 2014 diperkirakan sebesar Rp8.006,5 miliar, yang
berarti meningkat Rp5.006,5 miliar (166,9 persen) dari alokasinya dalam APBN 2014 sebesar
Rp3.000,0 miliar. Peningkatan tersebut digunakan untuk Pembangunan Jalan Tol Trans
Sumatera Rp2.000,0 miliar, PT Perusahaan Pengelola Aset (PT PPA) Rp1.000,0 miliar, PT Geo
Dipa Energi Rp500,0 miliar, PT Krakatau Steel (PT KS) Rp956,5 miliar, PT Bahana Pembinaan
Usaha Indonesia (PT BPUI) sebesar Rp250,0 miliar, dan PT PAL Rp300,0 miliar.
Sementara itu, alokasi PMN kepada PT Askrindo dan Perum Jamkrindo (KUR), dan PT Sarana
Multigriya Finansial (PT SMF) yang telah dialokasikan dalam APBN 2014, tidak mengalami
perubahan dalam RAPBNP 2014. Rincian alokasi PMN kepada BUMN dalam tahun 2014
tersebut disajikan pada Grafik 5.3.
GRAFIK 5.3
PENYERTAAN MODAL NEGARA KEPADA BUMN
APBN 2014 DAN RAPBNP 2014
2.500,0
2.000,0
2.000,0
2.000,0
2.000,0
APBN 2014
1.500,0
m iliar rupiah
RAPBNP 2014
1 .000,0
1.000,0
1 .000,0
1 .000,0
956,5
500,0
500,0
300,0
250,0
PT Askrindo
dan Perum
Jamkrindo
PT Sarana Multigriya
Finansial
PT Krakatau Steel
PT Bahana Pembinaan
Usaha Indonesia
PT PAL Indonesia
5-5
Bab 5
5-6
Bab 5
mencapai lebih dari Rp8,0 triliun yang rencananya akan didanai dari berbagai sumber seperti
kas internal, dana hibah, partisipasi dari investor strategis dan pinjaman komersial. Untuk
memulai pembangunan tersebut, PT Geo Dipa Energi memerlukan kas internal lebih dari Rp1,7
triliun yang akan digunakan untuk proses perizinan (1 persen), pembebasan lahan (4 persen),
dan pengeboran sumur eksploitasi (95 persen). PMN pada PT Geo Dipa Energi digunakan
untuk mendukung pengembangan PLTP Dieng dan PLTP Patuha dengan pelaksanaan sebagian
kegiatan perizinan, pembebasan lahan dan pengeboran sumur eksploitasi pada tahun 2014.
PMN kepada PT Krakatau Steel (PT KS)
Terkait dengan alokasi PMN kepada PT KS dalam RAPBNP 2014 yang mencapai Rp956,5
miliar, dapat disampaikan bahwa PMN tersebut bukan merupakan PMN yang bersifat tunai/
cash, namun merupakan konversi penyelesaian kewajiban setoran bagian laba PT KS kepada
Pemerintah tahun 2011. Konversi tersebut merupakan salah satu rekomendasi BPK RI atas
pemeriksaan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LKBUN) tahun 2012. Pencatatan
PMN kepada PT KS dilakukan secara in-out dalam APBN, yaitu pada sisi pendapatan negara
dicatat sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak berupa bagian laba BUMN, dan pada sisi
pengeluaran pembiayaan sebagai Penyertaan Modal Negara.
PMN kepada PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (PT BPUI)
Seperti halnya PMN pada PT Krakatau Steel, alokasi PMN kepada PT BPUI sebesar Rp250,0
miliar dalam RAPBNP 2014 juga bukan merupakan PMN yang bersifat tunai/cash, namun
merupakan konversi kewajiban cicilan pokok Rekening Dana Investasi (RDI)/penerusan
pinjaman PT BPUI kepada Pemerintah. Pencatatan PMN kepada PT BPUI dilakukan secara
in-out dalam APBN, yaitu pada sisi penerimaan pembiayaan dicatat sebagai Penerimaan Cicilan
Pengembalian Penerusan Pinjaman, dan pada sisi pengeluaran pembiayaan sebagai Penyertaan
Modal Negara.
PMN kepada PT PAL Indonesia
PMN kepada PT PAL Indonesia sebesar Rp300,0 miliar yang dialokasikan dalam RAPBNP 2014
diberikan sebagai pembiayaan tahap awal dalam rangka penyiapan pembangunan infrastruktur
kapal selam TNI yang merupakan salah satu komitmen pemerintah untuk mendukung
pengembangan industri pertahanan agar menjadi maju, mandiri, kuat dan berdaya saing.
B.
Alokasi PMN kepada Organisasi/LKI dalam RAPBNP 2014 direncanakan sebesar Rp730,8
miliar, meningkat Rp145,2 miliar atau 24,8 persen jika dibandingkan dengan alokasinya dalam
APBN 2014 sebesar Rp585,6 miliar. Peningkatan PMN tersebut berupa tambahan nilai rupiah
yang diperlukan untuk membayar kekurangan PMN tahun 2013 akibat melemahnya nilai tukar
rupiah terhadap dolar Amerika Serikat pada saat pembayaran, dan penyesuaian nilai tukar
yang dipakai, menyesuaikan dengan asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat
yang dipakai dalam RAPBNP 2014. Alokasi PMN pada organisasi/LKI dalam RAPBNP 2014
diperuntukkan sebagai berikut: (1) IBRD sebesar Rp203,8 miliar; (2) ADB sebesar Rp465,7
miliar; (3) IFAD sebesar Rp41,7 miliar; (4) IFC sebesar Rp17,6 miliar, serta (5) ICD sebesar
Rp2,1 miliar. Ilustrasi mengenai PMN kepada Organisasi/LKI dalam APBN 2014 dan RAPBNP
2014 disajikan pada Grafik 5.4.
5-7
Bab 5
miliar rupiah
GRAFIK 5.4
PENYERTAAN MODAL NEGARA KEPADA ORGANISASI /LKI
APBN 2014 DAN RAPBNP 2014
500,0
450,0
400,0
350,0
300,0
250,0
200,0
150,0
100,0
50,0
-
465,7
390,5
APBN 2014
RAPBNP 2014
203,8
1 49,4
31 ,5
International Bank
for Reconstruction
and Development (IBRD)
Asian
Development
Bank (ADB)
41 ,7
International
Fund for
Agricultural and
Development (IFAD)
1 4,1
1 7 ,6
Internasional
Finance
Corporation (IFC)
2,1
The Islamic
Corporation for
the Development
of Private Sector (ICD)
Bab 5
miliar rupiah
1.000,0
1.000,0
1.000,0
APBN 2014
RAPBNP 2014
800,0
556,2
600,0
420,0
400,0
200,0
29,3
5-9
Bab 5
awal USD12 juta. Dari modal tersebut, ketiga negara baru membayar sebesar USD4,5 juta, dengan
rincian Thailand sebesar USD2,0 juta, Indonesia USD1,5 juta, dan Malaysia sebesar USD1,0
juta. Perbandingan penyertaan modal antara Thailand : Indonesia : Malaysia adalah 2 : 1,5 : 1.
5.2.1.2.2 Kewajiban Penjaminan
Anggaran kewajiban penjaminan dialokasikan untuk pemberian jaminan Pemerintah terhadap
pelaksanaan tiga kegiatan, yaitu: percepatan pembangunan pembangkit tenaga listrik yang
menggunakan batubara, percepatan penyediaan air minum, dan proyek kerjasama Pemerintah
dengan badan usaha melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur.
Anggaran kewajiban penjaminan pada RAPBNP 2014 direncanakan sebesar Rp969,4 miliar,
yang berarti mengalami penurunan Rp97,3 miliar atau 9,1 persen bila dibandingkan dengan
pagunya dalam APBN 2014 sebesar Rp1.066,7 miliar. Hal tersebut terutama akibat penyesuaian
asumsi nilai tukar rupiah, data outstanding penjaminan, dan update matrik probability of
default sebagai dasar perhitungan alokasi.
Asumsi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang digunakan dalam menghitung
alokasi anggaran kewajiban penjaminan Pemerintah dalam RAPBNP 2014 disesuaikan menjadi
sebesar Rp11.700, atau berarti mengalami pelemahan jika dibandingkan dengan asumsinya pada
APBN 2014 sebesar Rp10.500. Data outstanding penjaminan pada RAPBNP 2014 disesuaikan
menggunakan data per 31 Desember 2013 data dari yang sebelumnya digunakan dalam APBN
2014 yaitu per 30 September 2012. Selanjutnya, matrik probability of default dalam RAPBNP
2014 juga disesuaikan menggunakan data Standard & Poors dan Pefindo tahun 2012 dari yang
sebelumnya digunakan dalam APBN 2014 yaitu data Standard & Poors dan Pefindo tahun 2011
sebagaimana disajikan dalam Tabel 5.2.
TABEL 5.2
PENYESUAIAN PERHITUNGAN
ANGGARAN KEWAJIBAN PENJAMINAN PEMERINTAH
NO
1.
2.
3.
APBN 2014
RAPBNP 2014
Asumsi kurs APBN 2014 sebesar Rp10.500 Asumsi kurs RAPBNP 2014 Rp11.700
Data Outstanding Penjaminan
Data Outstanding Penjaminan
- FTP I : Outstanding Debt per Sept 2012 - FTP I : Outstanding Debt per Des 2013
- PDAM : Proyeksi realisasi pembayaran
pokok pinjaman s.d. Sept 2012
Menggunakan Transition matrix default
study
- PLN
: Standard & Poors th. 2011
- PDAM : Pefindo th. 2011
5-10
Bab 5
TABEL 5.3
ANGGARAN KEWAJIBAN PENJAMINAN, 2013 - 2014
(miliar rupiah)
2013
No
2
3
LKPP
(unaudited )
2014
APBN
RAPBNP
611,2
1.017,9
918,6
35,0
2,1
59,8
706,0
Jumlah
Perubahan
Nominal
(99,3)
(9,8)
2,2
0,1
5,7
46,7
48,6
1,9
4,1
1.066,7
969,4
(97,3)
(9,1)
5-11
Bab 5
TABEL 5.4
PEMBIAYAAN UTANG, 2013 - 2014
(miliar rupiah)
2014
2013
Jenis Pem biay aan Utang
LKPP
Unaudited
APBN
RAPBNP
I.
SBN (Neto)
224.641,0
205.068,8
II.
(15.082,7 )
(20.903,5)
44.7 96,0
39.1 32,7
1 8.426,4
27 4.7 60,6
69.691,7-
34,0
(13.694,0)
7 .209,6
(34,5)
54.250,2
1 5.1 1 7 ,4
38,6
3.900,0
1 7 .01 9,6
1 3.1 1 9,6
336,4
26.369,6
35.232,7
37 .230,6
1 .997 ,8
23.695,3
34.006,5
33.822,6
(1 83,9)
5,7
(0,5)
2.67 4,2
1 .226,3
3.408,0
2.1 81 ,7
1 7 7 ,9
(2.67 4,2)
(1 .226,3)
(3.408,0)
(2.1 81 ,7 )
1 7 7 ,9
(57 .204,4)
(58.81 0,0)
(64.536,2)
(5.7 26,2)
456,2
963,0
2.17 8,0
1.214,9
597 ,5
1 .250,0
2.423,4
1 .1 7 3,4
(1 41 ,3)
Jum lah
210.014,5
(287 ,0)
185.128,3
(245,4)
263.244,6
41 ,5
7 8.116,2
9,7
126,2
93,9
(1 4,5)
42,2
300.000,0
250.000,0
274.760,6
205.068,8
200.000,0
150.000,0
100.000,0
50.000,0
-
APBN 2014
RAPBNP 2014
5-12
Bab 5
35.000
37.230,6
30.000
25.000
20.000
17.019,6
15.000
10.000
5.000
0
3.900,0
Pinjaman Program
APBN 2014
Pinjaman Proyek
RAPBNP 2014
Rencana penarikan pinjaman program dalam RAPBNP 2014, seperti yang disajikan dalam
Tabel 5.4, mengalami kenaikan yang cukup signifikan hingga mencapai 336,4 persen jika
dibandingkan dengan nilainya dalam APBN 2014. Kenaikan ini disebabkan oleh naiknya
kebutuhan pembiayaan utang sebagai akibat pelebaran defisit RAPBNP 2014, depresiasi
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, dan untuk mengurangi tambahan utang
melalui tambahan penerbitan SBN yang cukup besar. Pinjaman program dalam RAPBNP 2014
direncanakan dapat dipenuhi dari World Bank, Asian Development Bank (ADB), The Agencie
Francaise de Development (AFD), dan Kreditanstalt fur Wiederaufbau (KfW).
Sementara itu, penarikan pinjaman proyek dalam RAPBNP 2014 diperkirakan sebesar Rp37.230,6
miliar, mengalami perubahan sebesar Rp1.997,8 miliar (5,7 persen) jika dibandingkan dengan
rencana yang ditetapkan dalam APBN 2014 sebesar Rp35.232,7 miliar. Perubahan rencana
penarikan pinjaman proyek tersebut berkaitan dengan penurunan rencana penarikan pinjaman
proyek Pemerintah Pusat dan peningkatan pinjaman proyek yang diteruspinjamkan (penerusan
pinjaman/subsidiary loan agreement/SLA) kepada Pemda dan/atau BUMN.
Penurunan rencana penarikan pinjaman proyek Pemerintah Pusat disebabkan oleh penurunan
pinjaman yang diterushibahkan terkait adanya penyesuaian pelaksanaan Construction of Jakarta
Nota Keuangan dan RAPBNP 2014
5-13
Bab 5
Mass Rapid Transit Project (I) oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Di sisi lain rencana
penarikan pinjaman proyek K/L diperkirakan meningkat sehubungan dengan adanya rencana
percepatan dan lanjutan penarikan pinjaman proyek tahun sebelumnya pada Kementerian
Pekerjaan Umum, Kementerian Keuangan, Kementerian Agama, Kementerian Komunikasi dan
Informatika, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Sementara itu peningkatan penerusan pinjaman terutama disebabkan adanya tambahan pagu
pada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan PT Pertamina yang berasal dari sisa dana
penerusan pinjaman tahun anggaran 2013 yang dilanjutkan ke tahun anggaran 2014, serta
tambahan pagu pada PT Sarana Multi Infrastruktur sehubungan dengan percepatan penarikan
atas sisa pinjaman proyek Indonesian Infrastructure Financing Facility. Rincian perubahan
penerusan pinjaman dalam APBN dan RAPBNP 2014 disajikan pada Tabel 5.5.
TABEL 5.5
RINCIAN PENERUSAN PINJAMAN, 2014
(miliar rupiah)
NO.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
PENGGUNA
PT Perusahaan Listrik Negara
PT Sarana Multi Infrastruktur
PT Pertamina
PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
Pemerintah Kota Bogor
Pemerintah Kabupaten Muara Enim
JUMLAH
APBN
529,9
210,0
252,4
24,2
167,4
12,5
30,0
1.226,3
RAPBNP Perubahan
2.274,2
433,7
453,3
13,3
167,4
20,9
45,1
3.408,0
1.744,3
223,7
200,9
(10,8)
8,4
15,1
2.181,7
Pembayaran cicilan pokok utang luar negeri yang jatuh tempo dalam RAPBNP 2014 diperkirakan
Rp64.536,2 miliar atau naik Rp5.726,2 miliar (9,7 persen) jika dibandingkan dengan alokasinya
yang ditetapkan dalam APBN 2014 sebesar Rp58.810,0 miliar. Kenaikan kewajiban pembayaran
cicilan pokok utang luar negeri tersebut terutama disebabkan oleh depresiasi nilai tukar rupiah
terhadap dolar Amerika Serikat, dan proyeksi perhitungan terkini atas kewajiban pembayaran
pokok utang yang akan jatuh tempo sampai dengan akhir tahun 2014.
5-14
Bab 5
T A BEL 5.6
KOMIT MEN PINJA MA N SIA GA , 2014
No
Kreditur
Komitmen
(miliar USD)
(miliar Rp)
2,0
23.400,0
0,5
5.850,0
1 ,5
1 7 .550,0
1 ,0
1 1 .7 00,0
5,0
58.500,0
W or l d Bank
Total
Ket : asumsi kurs Rp11,700/USD
Sumber: Kementerian Keuangan
5-15
Bab 5
yaitu pertumbuhan ekonomi, tingkat suku bunga SPN 3 bulan, nilai tukar, lifting minyak, lifting
gas, dan perubahan postur RAPBNP.
Tabel 5.7 menunjukkan perkembangan deviasi antara besaran asumsi dasar ekonomi makro
yang digunakan dalam penyusunan APBNP dan realisasinya untuk tahun 2008-2013, yang
mengakibatkan terjadinya perbedaan antara target defisit dengan realisasinya. Apabila realisasi
defisit melebihi target defisit yang ditetapkan maka hal tersebut merupakan risiko fiskal yang
harus diantisipasi pemenuhan sumber pembiayaannya.
T ABEL 5.7
PERKEMBANGAN SELISIH ANT ARA ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO
DAN REALISASINY A, 2008-2013*
2010
2011
2012
2013
Uraian
2008
2009
0,3
0,0
(0,3)
(0,5)
Pertumbuhan ekonomi (%)
(0,4)
0,2
1,7
(1,9)
(2,5)
1,2
Inflasi (%)
4,6
(1,7)
0,1
(0,8)
(1,8)
(0,5)
Suku bunga SPN 3 bulan (%)**
1,8
0,1
79,0
384,0
860,0
Nilai tukar (Rp/USD)
591,0
(92,0) (113,0)
(0,6)
16,5
7,7
(2,0)
Harga minyak (USD/barel)
2,0
0,6
Lifting minyak (ribu barel/hari)
(11,1)
(46,9)
(70,0)
(15,0)
(56,0)
(16,0)
Lifting gas (ribu barel/hari)***
(27,0)
Keterangan:
*
Angka positif menunjukkan realisasi lebih tinggi daripada asumsinya. Untuk nilai tukar,
angka positif menunjukkan depresiasi.
** Sejak APBNP 2011 menggunakan tingkat suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN)
*** Sejak APBN 2013 lifting gas menjadi salah satu asumsi dasar ekonomi makro
Sumber: Kementerian Keuangan.
Besaran risiko fiskal berupa potensi tambahan defisit dari deviasi asumsi dasar ekonomi makro
yang digunakan untuk menyusun RAPBNP 2014 disajikan dalam Tabel 5.8.
TABEL 5.8
SENSITIVITAS DEFISIT RAPBNP 2014
TERHADAP PERUBAHAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO
2014
Satuan
Potensi Tambahan
No.
Uraian
Perubahan
Asumsi
Defisit
Asumsi
(miliar Rp)
1
Pertumbuhan ekonomi (%)
-1
5,5
2.396,3 s.d. 3.846,1
2 Tingkat inflasi (%)
0,1
5,3
Tidak langsung
3 Nilai tukar rupiah (Rp/USD)
100
11.700
940,4 s.d. 1.209,4
4
Suku bunga SPN 3 bulan (%)
0,25
6,0
0,6 s.d. 1,3
5 Harga minyak (USD/barel)
1
105
68,9 s.d. 159,1
6 Lifting minyak (ribu barel/hari)
-10
818
1.702,8 s.d. 1.958,4
7 Lifting gas (ribu barel/hari)
-10
1.224
1.013,4 s.d. 1.217,3
Sumber: Kementerian Keuangan
5-16
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG APBN
PERUBAHAN
TAHUN ANGGARAN 2014
RANCANGANRANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
TAHUN 2014
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2013
TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN ANGGARAN 2014
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a.
b.
c.
-2-
e.
Mengingat : 1.
Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4), Pasal 23 ayat
(1) dan ayat (2), Pasal 31 ayat (4), dan Pasal 33 ayat (1), ayat
(2), ayat (3), dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
3.
-3-
-4-
b. PNBP; dan
c. Penerimaan Hibah.
2.
-5-
Ketentuan ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (5), dan ayat (6)
Pasal 5 diubah, sehingga Pasal 5 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 5
(1) PNBP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b
diperkirakan sebesar Rp363.282.645.543.000,00 (tiga
ratus enam puluh tiga triliun dua ratus delapan puluh
dua miliar enam ratus empat puluh lima juta lima ratus
empat puluh tiga ribu rupiah), yang terdiri atas:
a. penerimaan sumber daya alam;
b. pendapatan bagian laba BUMN;
c. PNBP lainnya; dan
d. pendapatan BLU.
(2) Penerimaan sumber daya alam sebagaimana dimaksud
pada
ayat
(1)
huruf
a
diperkirakan
sebesar
-6-
-7-
5.
6.
Ketentuan ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) Pasal 8 diubah,
sehingga Pasal 8 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 8
(1) Anggaran Belanja Pemerintah Pusat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 huruf a diperkirakan sebesar
Rp1.265.758.555.945.000,00 (satu kuadriliun dua ratus
enam puluh lima triliun tujuh ratus lima puluh delapan
miliar lima ratus lima puluh lima juta sembilan ratus
empat puluh lima ribu rupiah).
(2) Anggaran Belanja Pemerintah Pusat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) termasuk pinjaman dan/atau
-8-
-9-
i.
j.
Hibah
Microfinance
Innovation
Fund
sebesar
Rp97.073.123.000,00 (sembilan puluh tujuh miliar
tujuh puluh tiga juta seratus dua puluh tiga ribu
rupiah) yang dananya bersumber dari hibah luar
negeri.
- 10 -
8.
Ketentuan ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (6) Pasal 10
diubah, sehingga Pasal 10 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 10
(1) Dana Perimbangan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 huruf
a
diperkirakan
sebesar
Rp479.067.517.958.000,00 (empat ratus tujuh puluh
sembilan triliun enam puluh tujuh miliar lima ratus tujuh
belas juta sembilan ratus lima puluh delapan ribu
rupiah), yang terdiri atas:
a. DBH;
b. DAU; dan
c. DAK.
(2) DBH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
diperkirakan sebesar Rp104.848.192.307.000,00 (seratus
empat triliun delapan ratus empat puluh delapan miliar
seratus sembilan puluh dua juta tiga ratus tujuh ribu
rupiah).
(3) DAU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dialokasikan sebesar 26% (dua puluh enam persen) dari
Pendapatan Dalam Negeri (PDN) neto atau diperkirakan
sebesar Rp341.219.325.651.000,00 (tiga ratus empat
puluh satu triliun dua ratus sembilan belas miliar tiga
ratus dua puluh lima juta enam ratus lima puluh satu
ribu rupiah).
(4) PDN neto sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihitung
berdasarkan penjumlahan antara Penerimaan Perpajakan
dan PNBP, dikurangi dengan:
a. DBH;
b. anggaran belanja yang sifatnya diarahkan berupa
belanja PNBP Kementerian Negara/Lembaga;
c. subsidi pajak DTP; dan
d. subsidi lainnya yang terdiri atas subsidi BBM jenis
tertentu dan LPG tabung 3 (tiga) kilogram, subsidi
listrik, subsidi pangan, subsidi pupuk, dan subsidi
- 11 -
- 12 -
Ketentuan ayat (1) sampai dengan ayat (6), dan ayat (8)
sampai dengan ayat (11) Pasal 14 diubah, sehingga Pasal 14
berbunyi sebagai berikut:
Pasal 14
(1) Subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis tertentu dan
bahan bakar gas cair (Liquefied Petroleum Gas/LPG
tabung 3 (tiga) kilogram dan Liquefied Gas For
Vehicle/LGV) dalam Tahun Anggaran 2014 diperkirakan
sebesar Rp284.986.718.000.000,00 (dua ratus delapan
puluh empat triliun sembilan ratus delapan puluh enam
miliar tujuh ratus delapan belas juta rupiah).
(2) Alokasi subsidi BBM jenis tertentu, LPG tabung 3 (tiga)
kilogram dan LGV sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sudah termasuk pembayaran perkiraan kekurangan
subsidi
BBM
jenis
tertentu
dan
LPG
tabung
3 (tiga) kilogram Tahun Anggaran 2013
sebesar
Rp46.910.488.540.000,00 (empat puluh enam triliun
sembilan ratus sepuluh miliar empat ratus delapan puluh
delapan juta lima ratus empat puluh ribu rupiah).
(3) Subsidi listrik dalam Tahun Anggaran 2014 diperkirakan
sebesar Rp107.145.490.043.000,00 (seratus tujuh triliun
seratus empat puluh lima miliar empat ratus sembilan
puluh juta empat puluh tiga ribu rupiah).
- 13 -
- 14 -
- 15 -
miliar empat ratus tujuh puluh enam juta dua ratus lima
puluh empat ribu rupiah).
(2) Persentase Anggaran Pendidikan adalah sebesar 20,0%
(dua puluh koma nol persen), yang merupakan
perbandingan alokasi Anggaran Pendidikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terhadap total anggaran Belanja
Negara
sebesar
Rp1.849.447.369.831.000,00
(satu
kuadriliun delapan ratus empat puluh sembilan triliun
empat ratus empat puluh tujuh miliar tiga ratus enam
puluh sembilan juta delapan ratus tiga puluh satu ribu
rupiah).
11. Ketentuan ayat (1) dan ayat (2) Pasal 20 diubah, sehingga
Pasal 20 berbunyi sebagai berikut:
Pasal 20
(1) Jumlah anggaran Pendapatan Negara Tahun Anggaran
2014, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, lebih kecil
daripada jumlah anggaran Belanja Negara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 sehingga dalam Tahun Anggaran
2014
terdapat
defisit
anggaran
sebesar
Rp251.718.213.288.000,00 (dua ratus lima puluh satu
triliun tujuh ratus delapan belas miliar dua ratus tiga
belas juta dua ratus delapan puluh delapan ribu rupiah)
yang akan dibiayai dari Pembiayaan Anggaran.
(2) Pembiayaan
Anggaran
Tahun
Anggaran
2014
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari
sumber-sumber:
a. Pembiayaan
Dalam
Negeri
sebesar
Rp265.412.179.200.000,00 (dua ratus enam puluh
lima triliun empat ratus dua belas miliar seratus
tujuh puluh sembilan juta dua ratus ribu rupiah);
dan
b. Pembiayaan Luar Negeri Neto sebesar negatif
Rp13.693.965.912.000,00 (tiga belas triliun enam
ratus sembilan puluh tiga miliar sembilan ratus enam
puluh lima juta sembilan ratus dua belas ribu
rupiah).
- 16 -
- 17 -
a.
Pasal II
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran
Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
- 18 -
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
AMIR SYAMSUDIN
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
TAHUN 2014
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN
PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN ANGGARAN 2014
I. UMUM
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2014
sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013
dilaksanakan mengacu pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2014, serta
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2014.
Selain itu, APBN Tahun Anggaran 2014 juga mempertimbangkan kondisi
ekonomi, sosial, dan politik, yang berkembang dalam beberapa bulan
terakhir, serta berbagai langkah kebijakan yang diperkirakan akan
ditempuh dalam tahun 2014.
Sejak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2013 tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2014, telah
terjadi perubahan dan perkembangan pada faktor internal dan eksternal,
sehingga asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan dalam APBN 2014
perlu disesuaikan.
Di tengah masih lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian
Indonesia tahun 2014 diperkirakan mengalami perlambatan pertumbuhan
ekonomi. Dengan perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi pada
tahun 2014 diperkirakan mencapai sebesar 5,5% (lima koma lima persen)
atau lebih rendah jika dibandingkan dengan asumsi yang diperkirakan
dalam APBN Tahun Anggaran 2014.
-2-
Tingkat inflasi dalam tahun 2014 diperkirakan akan mencapai 5,3% (lima
koma tiga persen), lebih rendah bila dibandingkan dengan laju inflasi yang
ditetapkan dalam APBN tahun 2014. Lebih rendahnya laju inflasi ini antara
lain dipengaruhi oleh faktor membaiknya pasokan barang kebutuhan
masyarakat dan relatif menurunnya harga komoditas Internasional.
Sementara itu, nilai tukar rupiah dalam tahun 2014 diperkirakan mencapai
Rp11.700,00 (sebelas ribu tujuh ratus rupiah) per satu dolar Amerika
Serikat, relatif melemah dari asumsinya dalam APBN Tahun Anggaran
2014. Kondisi ini merupakan keseimbangan baru bagi nilai tukar rupiah
sesuai fundamental perekonomian saat ini.
Selanjutnya, harga minyak internasional pada tahun 2014 relatif stabil
seiring dengan terjaganya pasokan minyak mentah dunia dan stabilnya
kondisi geopolitik di negara-negara penghasil minyak mentah dunia.
Perkembangan ini diperkirakan akan berlanjut sepanjang 2014 sehingga
asumsi harga rata-rata minyak mentah Indonesia selama tahun 2014
diperkirakan US$105,0 (seratus lima dolar Amerika Serikat) per barel
sebagaimana ditetapkan di dalam asumsi harga minyak APBN 2014.
Di lain pihak, lifting minyak dalam tahun 2014 diperkirakan mencapai 818
(delapan ratus delapan belas) ribu barel per hari atau di bawah targetnya
dalam APBN Tahun Anggaran 2014. Hal ini terkait dengan antara lain,
menurunnya kapasitas produksi dari sumur-sumur tua. Selain itu,
penurunan tersebut juga dipengaruhi faktor teknis (unplanned shut down)
dan hambatan non-teknis seperti permasalahan lahan di daerah dan lainlain. Sementara itu, lifting gas diperkirakan mencapai 1.224 ribu barel per
hari atau lebih rendah bila dibandingkan dengan asumsi yang ditetapkan di
dalam APBN 2014.
Perubahan pada besaran-besaran asumsi dasar ekonomi makro, yang pada
gilirannya berpengaruh pula pada besaran-besaran APBN, akan diikuti
dengan perubahan kebijakan fiskal dalam upaya untuk menyehatkan
APBN melalui pengendalian defisit anggaran pada tingkat yang aman.
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 27 Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara juncto Pasal 34 Undang-Undang Nomor 23
tahun 2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun
Anggaran 2014, perubahan atas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Tahun Anggaran 2014 perlu diatur dengan Undang-Undang.
-3-
-4-
Angka 3
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Penerimaan SDA nonmigas yang bersumber dari
sektor kehutanan tidak ditujukan sebagai target
penerimaan negara melainkan lebih ditujukan
untuk pengamanan kelestarian hutan. Adapun
penerimaan SDA nonmigas yang bersumber dari
sektor perikanan diharapkan menjadi sumber
utama penerimaan negara pada APBN tahun-tahun
berikutnya. Untuk itu, Pemerintah melakukan
diversifikasi dan optimalisasi penerimaan SDA
nonmigas sektor perikanan.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Sambil menunggu dilakukannya perubahan atas
Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang
Panitia Urusan Piutang Negara, dan dalam rangka
mempercepat penyelesaian piutang bermasalah pada
BUMN di bidang usaha perbankan, dapat dilakukan
pengurusan piutangnya melalui mekanisme pengelolaan
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
di bidang perseroan terbatas dan di bidang perbankan.
Sedangkan terkait dengan pemberian kewenangan
kepada RUPS dan pengawasan Pemerintah dalam
penyelesaian piutang bermasalah pada BUMN di bidang
-5-
-6-
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
PDN neto sebesar Rp1.312.382.021.731.200,00 (satu
kuadriliun tiga ratus dua belas triliun tiga ratus delapan
puluh dua miliar dua puluh satu juta tujuh ratus tiga
puluh satu ribu dua ratus rupiah) dihitung berdasarkan
penjumlahan antara Penerimaan Perpajakan sebesar
Rp1.280.388.970.684.000,00
(satu kuadriliun
dua
ratus delapan puluh triliun tiga ratus delapan puluh
delapan miliar sembilan ratus tujuh puluh juta enam
ratus delapan puluh empat ribu rupiah) dan PNBP
sebesar Rp385.391.728.955.000,00 (tiga ratus delapan
puluh lima triliun tiga ratus sembilan puluh satu miliar
tujuh ratus dua puluh delapan juta sembilan ratus lima
puluh lima ribu rupiah), dikurangi dengan:
a. penerimaan negara yang dibagihasilkan kepada
daerah
dalam
bentuk
DBH
sebesar
Rp113.711.676.218.000,00 (seratus tiga belas triliun
tujuh ratus sebelas miliar enam ratus tujuh puluh
enam juta dua ratus delapan belas ribu rupiah);
b. anggaran belanja yang sifatnya diarahkan berupa
belanja PNBP Kementerian Negara/Lembaga sebesar
Rp40.851.886.418.000,00 (empat puluh triliun
delapan ratus lima puluh satu miliar delapan ratus
delapan puluh enam juta empat ratus delapan belas
ribu rupiah);
c. subsidi pajak DTP sebesar Rp4.713.230.000.000,00
(empat triliun tujuh ratus tiga belas miliar dua ratus
tiga puluh juta rupiah); dan
d. bagian 60% (enam puluh persen) dari subsidisubsidi lainnya, yaitu subsidi BBM jenis tertentu
dan LPG tabung 3 (tiga) kilogram sebesar
Rp210.735.506.000.000,00 (dua ratus sepuluh
triliun tujuh ratus tiga puluh lima miliar lima ratus
enam juta rupiah), subsidi listrik sebesar
-7-
-8-
Angka 9
Pasal 14
Ayat (1)
Subsidi BBM jenis tertentu dan LPG tabung 3 (tiga)
kilogram sudah termasuk Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) atas penyerahan BBM jenis tertentu dan LPG
tabung 3 (tiga) kilogram sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Dalam pelaksanaan subsidi BBM jenis tertentu,
Pemerintah secara bertahap mulai Tahun Anggaran
2014 menerapkan pola subsidi tertutup dalam
penyaluran BBM bersubsidi sebagai upaya pembatasan
volume BBM bersubsidi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Subsidi listrik tahun 2014 didasarkan dengan
pemberian margin usaha sebesar 7% (tujuh persen)
kepada PT PLN (Persero) dalam rangka pemenuhan
persyaratan pembiayaan investasi.
Penyediaan tenaga listrik oleh Pemerintah dilaksanakan
oleh PT PLN (Persero).
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Ayat (6)
Dalam rangka untuk mengurangi beban subsidi
pertanian terutama pupuk pada masa yang akan
datang, Pemerintah menjamin harga gas untuk
memenuhi kebutuhan perusahaan produsen pupuk
dalam negeri dengan harga domestik. Di samping itu,
Pemerintah juga mengutamakan kecukupan pasokan
-9-
- 10 -
Angka 10
Pasal 19
Ayat (1)
Selain alokasi Anggaran Pendidikan, Pemerintah
mengelola Dana Pengembangan Pendidikan Nasional
(DPPN), yang merupakan bagian alokasi anggaran
pendidikan tahun-tahun sebelumnya yang sudah
terakumulasi
sebagai
dana
abadi
pendidikan
(endowment fund) yang dikelola oleh Lembaga Pengelola
Dana Pendidikan.
Hasil pengelolaan dana abadi pendidikan dimaksud
digunakan untuk menjamin keberlangsungan program
pendidikan bagi generasi berikutnya sebagai bentuk
pertanggungjawaban antargenerasi, antara lain dalam
bentuk pemberian beasiswa, riset, dan dana cadangan
pendidikan guna mengantisipasi keperluan rehabilitasi
fasilitas pendidikan yang rusak akibat bencana alam.
Anggaran
Pendidikan
sebesar
Rp369.889.476.254.000,00 (tiga ratus enam puluh
sembilan triliun delapan ratus delapan puluh sembilan
miliar empat ratus tujuh puluh enam juta dua ratus
lima puluh empat ribu rupiah), terdiri atas:
Semula
1. Anggaran Pendidikan melalui Belanja Pemerintah Pusat
130.279.572.499.000,00
1.1 Anggaran Pendidikan pada Kementerian
Negara/Lembaga
130.279.572.499.000,00
1.1.1 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
80.661.026.761.000,00
1.1.2 Kementerian Agama
42.566.934.663.000,00
1.1.3 Kementerian Negara/Lembaga lainnya
7.051.611.075.000,00
1.1.3.1 Kementerian Keuangan
678.219.290.000,00
1.1.3.2 Kementerian Pertanian
55.610.000.000,00
1.1.3.3 Kementerian Perindustrian
421.438.189.000,00
1.1.3.4 Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
78.500.000.000,00
1.1.3.5 Kementerian Perhubungan
1.700.000.000.000,00
1.1.3.6 Kementerian Kesehatan
1.320.890.800.000,00
1.1.3.7 Kementerian Kehutanan
57.537.000.000,00
1.1.3.8 Kementerian Kelautan dan Perikanan
252.485.000.000,00
1.1.3.9 Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif
250.000.000.000,00
1.1.3.10 Badan Tenaga Nuklir Nasional
17.000.000.000,00
1.1.3.11 Kementerian Pemuda dan Olahraga
1.103.549.000.000,00
1.1.3.12 Kementerian Pertahanan
131.016.596.000,00
Menjadi
128.176.450.640.000,00
126.176.450.640.000,00
76.557.904.902.000,00
42.566.934.663.000,00
7.051.611.075.000,00
678.219.290.000,00
55.610.000.000,00
421.438.189.000,00
78.500.000.000,00
1.700.000.000.000,00
1.320.890.800.000,00
57.537.000.000,00
252.485.000.000,00
250.000.000.000,00
17.000.000.000,00
1.103.549.000.000,00
131.016.596.000,00
- 11 -
428.500.000.000,00
310.000.000.000,00
215.000.000.000,00
31.865.200.000,00
2.000.000.000.000,00
238.727.285.317.000,00
1.090.280.383.000,00
10.041.300.000.000,00
135.644.273.026.000,00
1.853.600.000.000,00
60.540.700.000.000,00
4.094.631.908.000,00
1.387.800.000.000,00
24.074.700.000.000,00
2.985.740.297.000,00
2.985.740.297.000,00
Ayat (2)
Cukup jelas.
Angka 11
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Beberapa komponen Pembiayaan Dalam Negeri, dapat
dijelaskan sebagai berikut:
a. SBN neto merupakan selisih antara jumlah
penerbitan dengan pembayaran pokok jatuh tempo
dan pembelian kembali. Penerbitan SBN tidak hanya
dalam mata uang rupiah di pasar domestik, tetapi
juga mencakup penerbitan SBN dalam valuta asing
di pasar internasional, baik SBN konvensional
maupun SBSN (Sukuk).
b. Komposisi jumlah dan jenis instrumen SBN yang
akan diterbitkan, pembayaran pokok, dan pembelian
kembali SBN, akan diatur lebih lanjut oleh
- 12 -
- 13 -
j.
m. PMN
kepada
organisasi/lembaga
keuangan
internasional ditujukan untuk memenuhi kewajiban
Indonesia sebagai anggota dan mempertahankan
persentase kepemilikan modal.
n. PMN kepada ASEAN Infrastructure Fund (AIF)
digunakan untuk kontribusi modal awal dalam
- 14 -
rangka
pendirian
AIF
guna
mendukung
pengembangan infrastruktur di kawasan negaranegara ASEAN.
o. PMN kepada International Rubber Consortium
Limited
(IRCo)
digunakan
untuk
memenuhi
kebutuhan
kekurangan
modal
awal
guna
mendukung stabilitas harga karet alam pada tingkat
harga yang menguntungkan bagi petani karet di
Indonesia.
p. PMN kepada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia
digunakan untuk meningkatkan kapasitas modal
guna mendukung program ekspor nasional.
q. Dana Bergulir Lembaga Pengelola Dana Bergulir
Koperasi, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (LPDB
KUMKM) akan digunakan untuk memberikan
stimulus bagi KUMKM berupa penguatan modal.
r.
- 15 -
- 16 -
Pasal II
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 0000
LAMPIRAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
TAHUN 2014
TENTANG
PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2013
TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA
TAHUN ANGGARAN 2014
RINCIAN PENERIMAAN PERPAJAKAN, PNBP, ANGGARAN TRANSFER KE
DAERAH, DAN PEMBIAYAAN ANGGARAN
I. RINCIAN PENERIMAAN PERPAJAKAN DAN PNBP
1. RINCIAN PENERIMAAN PERPAJAKAN
Semula
1. Pendapatan pajak dalam negeri
1.1 Pendapatan pajak penghasilan (PPh)
1.1.1 Pendapatan PPh migas
1.1.1.1 Pendapatan PPh minyak bumi
1.1.1.2 Pendapatan PPh gas bumi
1.1.2 Pendapatan PPh nonmigas
1.1.2.1 Pendapatan PPh Pasal 21
1.1.2.2 Pendapatan PPh Pasal 22
1.1.2.3 Pendapatan PPh Pasal 22 impor
1.1.2.4 Pendapatan PPh Pasal 23
1.1.2.5 Pendapatan PPh Pasal 25/29
orang pribadi
1.1.2.6 Pendapatan PPh Pasal 25/29 badan
1.1.2.7 Pendapatan PPh Pasal 26
1.1.2.8 Pendapatan PPh final
1.1.2.9 Pendapatan PPh nonmigas lainnya
1.2 Pendapatan pajak pertambahan nilai dan
pajak penjualan atas barang mewah
1.3 Pendapatan pajak bumi dan bangunan
1.4 Pendapatan cukai
1.4.1 Pendapatan cukai
1.4.1.1 Pendapatan cukai hasil tembakau
1.4.1.2 Pendapatan cukai ethyl alkohol
1.4.1.3 Pendapatan cukai minuman
mengandung ethyl alkohol
1.5 Pendapatan pajak lainnya
2. Pendapatan pajak perdagangan internasional
Menjadi
1.226.474.170.684.000,00
1.176.941.017.000.000,00
586.306.470.234.000,00
76.073.625.000.000,00
30.311.276.000.000,00
45.762.349.000.000,00
510.232.845.234.000,00
116.824.900.384.000,00
10.370.314.557.000,00
50.014.271.180.000,00
37.309.965.250.000,00
562.549.348.000.000,00
80.572.480.000.000,00
30.063.050.000.000,00
50.509.430.000.000,00
481.976.868.000.000,00
105.675.729.000.000,00
7.954.038.000.000,00
42.706.286.000.000,00
26.027.036.000.000,00
7.355.441.000.000,00
174.763.737.200.000,00
39.022.027.000.000,00
74.515.960.373.000,00
56.228.290.000,00
5.147.365.000.000,00
177.663.713.000.000,00
32.877.075.000.000,00
83.882.211.000.000,00
43.415.000.000,00
492.950.875.000.000,00
475.587.181.000.000,00
25.441.872.000.000,00
16.474.660.000.000,00
116.284.000.000.000,00
116.284.000.000.000,00
110.700.000.000.000,00
200.000.000.000,00
117.150.218.000.000,00
117.150.218.000.000,00
111.213.824.000.000,00
165.483.000.000,00
5.384.000.000.000,00
5.770.911.000.000,00
5.490.953.450.000,00
5.179.610.000.000,00
53.914.800.000.000,00
55.180.380.000.000,00
33.936.600.000.000,00
35.176.020.000.000,00
19.978.200.000.000,00
20.004.360.000.000,00
2. RINCIAN PNBP
Semula
1. Penerimaan sumber daya alam
1.1 Penerimaan sumber daya alam migas
1.1.1 Pendapatan minyak bumi
1.1.2 Pendapatan gas alam
1.2 Penerimaan sumber daya alam nonmigas
1.2.1 Pendapatan pertambangan mineral dan batubara
1.2.1.1 Pendapatan iuran tetap
pertambangan dan energi
1.2.1.2 Pendapatan royalti pertambangan mineral
dan batubara
Menjadi
225.954.696.223.000,00
221.220.439.223.000,00
196.508.274.000.000,00
142.943.079.000.000,00
53.565.195.000.000,00
195.944.980.000.000,00
141.172.820.000.000,00
54.772.160.000.000,00
29.446.422.223.000,00
23.599.745.000.000,00
25.275.459.223.000,00
20.191.836.000.000,00
1.071.826.000.000,00
1.071.826.000.000,00
22.527.919.000.000,00
19.120.010.000.000,00
5.017.016.000.000,00
2.440.000.000.000,00
1.790.444.000.000,00
146.250.000.000,00
4.253.962.000.000,00
1.848.990.000.000,00
1.618.400.000.000,00
146.250.000.000,00
11.250.000.000,00
11.250.000.000,00
135.000.000.000,00
640.322.000.000,00
250.000.001.000,00
579.661.222.000,00
135.000.000.000,00
640.322.000.000,00
250.000.001.000,00
579.661.222.000,00
564.850.000.000,00
564.850.000.000,00
14.811.222.000,00
14.811.222.000,00
40.000.000.000.000,00
37.956.493.300.000,00
10.300.000.000.000,00
8.791.480.000.000,00
29.700.000.000.000,00
29.165.013.300.000,00
94.087.605.717.000,00
83.242.329.424.000,00
31.538.985.208.000,00
17.367.147.273.000,00
32.661.061.088.000,00
17.367.147.273.000,00
6.848.075.000,00
6.848.075.000,00
22.102.468.000,00
16.066.526.027.000,00
22.102.468.000,00
16.066.526.027.000,00
50.000.000.000,00
50.000.000.000,00
195.000.000,00
195.000.000,00
16.231.482.000,00
16.231.482.000,00
65.792.000,00
65.792.000,00
1.200.000.000.000,00
5.178.429.000,00
129.436.240.000,00
1.200.000.000.000,00
5.178.429.000,00
197.456.240.000,00
50.549.430.000,00
50.549.430.000,00
33.848.578.000,00
20.000.000.000,00
33.848.578.000,00
20.000.000.000,00
25.038.232.000,00
13.733.362.500.000,00
93.058.232.000,00
14.785.932.500.000,00
0,00
13.446.700.000.000,00
20.000.000,00
14.499.250.000.000,00
286.662.500.000,00
309.039.195.000,00
286.662.500.000,00
310.525.075.000,00
213.557.306.000,00
69.780.517.000,00
215.043.186.000,00
69.780.517.000,00
235.820.000,00
235.820.000,00
500.000.000,00
500.000.000,00
24.965.552.000,00
24.965.552.000,00
30.978.493.357.000,00
16.909.228.739.000,00
31.191.993.357,00
16.909.228.739.000,00
3. PNBP lainnya
3.1 Pendapatan dari pengelolaan BMN
(pemanfaatan dan pemindahtanganan)
serta pendapatan dari penjualan
3.1.1 Pendapatan penjualan hasil produksi/sitaan
3.1.1.1 Pendapatan penjualan hasil pertanian,
kehutanan, dan perkebunan
3.1.1.2 Pendapatan penjualan hasil
peternakan dan perikanan
3.1.1.3 Pendapatan penjualan hasil tambang
3.1.1.4 Pendapatan penjualan hasil
sitaan/rampasan dan harta peninggalan
3.1.1.5 Pendapatan penjualan obat-obatan
dan hasil farmasi lainnya
3.1.1.6 Pendapatan penjualan informasi,
penerbitan, film, survey, pemetaan,
dan hasil cetakan lainnya
3.1.1.7 Pendapatan penjualan
dokumen-dokumen pelelangan
3.1.1.8 Pendapatan penjualan cadangan
beras Pemerintah dalam rangka
operasi pasar murni
3.1.1.9 Pendapatan penjualan lainnya
3.1.2 Pendapatan dari pemindahtanganan BMN
3.1.2.1 Pendapatan penjualan rumah, gedung,
bangunan, dan tanah
3.1.2.2 Pendapatan dan penjualan peralatan
dan mesin
3.1.2.3 Pendapatan penjualan sewa beli
3.1.2.4 Pendapatan dari pemindahtanganan
BMN lainnya
3.1.3 Pendapatan penjualan dari kegiatan hulu migas
3.1.3.1 Pendapatan bersih hasil penjualan
Bahan bakar minyak
3.1.3.2 Pendapatan minyak mentah (DMO)
3.1.3.3 Pendapatan lainnya dari kegiatan
hulu migas
3.1.4 Pendapatan dari pemanfaatan BMN
3.1.4.1 Pendapatan sewa tanah, gedung,
dan bangunan
3.1.4.2 Pendapatan sewa peralatan dan mesin
3.1.4.3 Pendapatan sewa jalan, irigasi,
dan jaringan
3.1.4.4 Pendapatan dari KSP tanah, gedung,
dan bangunan
3.1.4.5 Pendapatan sewa dari pemanfaatan
BMN lainnya
3.2 Pendapatan jasa
3.2.1 Pendapatan jasa I
-3-
3.2.2
3.2.3
3.2.4
3.2.5
3.2.6
3.2.7
3.2.8
44.372.778.000,00
44.372.778.000,00
23.109.033.000,00
23.109.033.000,00
2.203.341.600.000,00
10.928.806.714.000,00
2.203.341.600.000,00
10.928.806.714.000,00
218.028.367.000,00
218.028.367.000,00
656.731.300.000,00
82.250.670.000,00
656.731.300.000,00
82.250.670.000,00
993.151.358.000,00
1.759.436.919.000,00
984.151.709.000,00
993.151.358.000,00
1.759.436.919.000,00
984.151.709.000,00
58.669.655.000,00
58.669.655.000,00
745.032.938.000,00
745.032.938.000,00
4.026.275.000,00
624.000.000,00
129.438.841.000,00
4.026.275.000,00
624.000.000,00
129.438.841.000,00
40.290.000.000,00
40.290.000.000,00
6.070.000.000,00
517.382.070.000,00
6.070.000.000,00
517.382.070.000,00
404.123.083.000,00
404.123.083.000,00
103.158.086.000,00
10.100.901.000,00
0,00
103.158.086.000,00
10.100.901.000,00
450.000.000,00
6.200.000.000.000,00
6.200.000.000.000,00
195.000.000.000,00
195.000.000.000,00
6.005.000.000.000,00
4.329.332.750.000,00
6.005.000.000.000,00
4.329.332.750.000,00
1.007.057.710.000,00
1.007.057.710.000,00
1.202.885.925.000,00
1.202.885.925.000,00
64.701.800.000,00
64.701.800.000,00
1.171.452.260.000,00
1.171.452.260.000,00
848.808.480.000,00
848.808.480.000,00
32.172.700.000,00
32.172.700.000,00
2.253.875.000,00
0,00
403.262.253.000,00
2.253.875.000,00
213.050.000.000,00
403.262.253.000,00
63.907.725.000,00
63.907.725.000,00
59.241.510.000,00
59.241.510.000,00
11.831.200.000,00
11.831.200.000,00
268.281.818.000,00
1.635.135.836.000,00
1.615.773.252.000,00
268.281.818.000,00
1.635.135.836.000,00
1.615.773.252.000,00
2.593.266.000,00
16.769.318.000,00
2.593.266.000,00
16.769.318.000,00
9.089.773.181.000,00
1.106.494.192.000,00
0,00
4.263.229.539.000,00
1.404.039.539.000,00
267.595.808.000,00
1.106.310.000.000,00
184.192.000,00
1.136.259.539.000,00
184.192.000,00
7.983.278.989.000,00
2.859.190.000.000,00
137.743.590.000,00
3.593.255.000,00
137.743.590.000,00
3.593.255.000,00
661.385.000,00
661.385.000,00
6.319.345.000,00
104.310.770.000,00
732.000,00
6.319.345.000,00
104.310.770.000,00
732.000,00
2.000.000.000,00
2.000.000.000,00
20.858.103.000,00
20.858.103.000,00
2.775.932.606.000,00
1.762.088.665.000,00
2.776.175.981.000,00
1.762.088.665.000,00
126.719.701.000,00
126.719.701.000,00
80.443.041.000,00
806.681.199.000,00
80.443.041.000,00
806.924.574.000,00
71.343.500.000,00
71.343.500.000,00
38.961.500.000,00
38.961.500.000,00
3.100.000.000,00
3.100.000.000,00
29.282.000.000,00
29.282.000.000,00
672.269.692.000,00
600.000.000.000,00
862.310.760.000,00
600.000.000.000,00
480.000.000.000,00
480.000.000.000,00
120.000.000.000,00
120.000.000.000,00
57.964.210.000,00
57.964.210.000,00
9.533.537.000,00
9.533.537.000,00
1.761.734.000,00
46.395.582.000,00
1.761.734.000,00
46.395.582.000,00
273.357.000,00
14.283.932.000,00
273.357.000,00
204.325.000.000,00
10.838.932.000,00
200.880.000.000,00
105.000.000,00
105.000.000,00
460.000.000,00
460.000.000,00
2.880.000.000,00
21.550.000,00
2.880.000.000,00
21.550.000,00
550.000,00
550.000,00
21.000.000,00
21.000.000,00
18.823.064.583.000,00
11.278.471.609.000,00
12.911.146.156.000,00
8.031.466.075.000,00
2.269.992.898.000,00
2.269.992.898.000,00
20.487.000,00
20.487.000,00
10.641.129.471.000,00
5.761.449.390.000,00
3.300.000,00
12.446.423.000,00
3.300.000,00
12.446.423.000,00
269.434.000,00
269.434.000,00
12.176.989.000,00
2.090.547.029.000,00
3.808.924.975.000,00
12.176.989.000,00
2.090.547.029.000,00
1.144.012.082.000,00
30.245.985.000,00
30.245.985.000,00
18.597.000,00
18.597.000,00
107.500.000,00
3.778.552.893.000,00
107.500.000,00
1.113.640.000.000,00
25.349.427.015.000,00
20.863.383.596.000,00
22.033.715.541.000,00
17.547.672.122.000,00
18.721.167.371.000,00
14.235.123.952.000,00
6.686.892.322.000,00
6.686.892.322.000,00
8.615.403.419.000,00
4.129.360.000.000,00
223.191.345.000,00
2.389.175.000,00
223.191.345.000,00
2.389.175.000,00
2.189.409.337.000,00
1.410.000.000,00
2.189.409.337.000,00
1.410.000.000,00
1.002.471.773.000,00
1.002.471.773.000,00
846.538.123.000,00
846.538.123.000,00
697.807.496.000,00
697.807.496.000,00
148.730.627.000,00
2.466.010.047.000,00
2.137.813.000,00
148.730.627.000,00
2.466.010.047.000,00
2.137.813.000,00
587.568.130.000,00
587.568.130.000,00
21.801.775.000,00
21.801.775.000,00
692.502.329.000,00
692.502.329.000,00
1.162.000.000.000,00
1.162.000.000.000,00
128.264.881.000,00
125.168.573.000,00
128.264.881.000,00
125.168.573.000,00
94.053.761.000,00
94.053.761.000,00
31.114.812.000,00
3.096.308.000,00
31.114.812.000,00
3.096.308.000,00
2.096.308.000,00
1.000.000.000,00
2.096.308.000,00
1.000.000.000,00
2.001.812.105.000,00
16.476.598.000,00
2.001.812.105.000,00
16.476.598.000,00
1.882.753.577.000,00
1.882.753.577.000,00
102.581.930.000,00
102.581.930.000,00
1.185.634.488.000,00
1.185.634.488.000,00
Menjadi
113.711.676.218.000,00
104.848.192.307.000,00
51.787.157.746.000,00
25.713.964.277.000,00
24.225.165.077.000,00
23.364.980.077.000,00
860.185.000.000,00
1.488.799.200.000,00
41.176.669.276.000,00
23.354.860.959.000,00
22.299.600.837.000,00
21.135.145.800.000,00
1.164.455.037.000,00
1.055.260.122.000,00
1.471.088.200.000,00
1.029.473.000.000,00
17.711.000.000,00
23.859.193.469.000,00
23.852.984.469.000,00
6.209.000.000,00
2.214.000.000.000,00
2.214.000.000.000,00
0,00
25.787.122.000,00
15.473.457.430.000,00
15.450.741.610.000,00
22.715.820.000,00
2.348.350.887.000,00
2.224.276.480.000,00
124.074.407.000,00
61.924.518.472.000,00
38.849.199.293.000,00
22.511.814.920.000,00
22.154.353.920.000,00
63.671.523.031.000,00
42.938.978.930.000,00
24.353.728.597.000,00
21.881.787.100.000,00
357.461.000.000,00
16.337.384.373.000,00
16.337.384.373.000,00
0,00
19.835.876.000.000,00
890.273.800.000,00
857.460.800.000,00
2.471.941.497.000,00
18.585.250.333.000,00
16.705.508.800.000,00
1.879.741.533.000,00
17.867.140.122.000,00
939.900.826.000,00
857.460.800.000,00
32.813.000.000,00
18.945.602.200.000,00
18.022.335.200.000,00
923.267.000.000,00
2.572.331.200.000,00
82.440.026.000,00
16.927.239.296.000,00
15.296.008.000.000,00
1.631.231.296.000,00
2.198.292.000.000,00
1.446.894.200.000,00
1.309.259.000.000,00
1.432.355.200.000,00
1.294.720.000.000,00
14.539.000.000,00
14.539.000.000,00
-7-
136.883.000.000,00
117.000.000.000,00
19.883.000.000,00
988.554.000.000,00
976.000.000.000,00
12.554.000.000,00
200.000.001.000,00
467.111.978.000,00
463.728.978.000,00
3.383.000.000,00
136.883.000.000,00
117.000.000.000,00
19.883.000.000,00
752.150.000.000,00
739.596.000.000,00
12.554.000.000,00
200.000.001.000,00
467.111.978.000,00
463.728.978.000,00
3.383.000.000,00
341.219.325.651.000,00
341.219.325.651.000,00
33.000.000.000.000,00
33.000.000.000.000,00
30.200.000.000.000,00
10.041.300.000.000,00
3.129.900.000.000,00
6.105.760.000.000,00
2.288.960.000.000,00
885.320.000.000,00
829.260.000.000,00
499.740.000.000,00
1.851.910.000.000,00
2.579.560.000.000,00
548.100.000.000,00
462.910.000.000,00
558.460.000.000,00
730.990.000.000,00
754.740.000.000,00
467.940.000.000,00
234.800.000.000,00
235.940.000.000,00
301.340.000.000,00
493.070.000.000,00
30.200.000.000.000,00
10.041.300.000.000,00
3.129.900.000.000,00
6.105.760.000.000,00
2.288.960.000.000,00
885.320.000.000,00
829.260.000.000,00
499.740.000.000,00
1.851.910.000.000,00
2.579.560.000.000,00
548.100.000.000,00
462.910.000.000,00
558.460.000.000,00
730.990.000.000,00
754.740.000.000,00
467.940.000.000,00
234.800.000.000,00
235.940.000.000,00
301.340.000.000,00
493.070.000.000,00
2.800.000.000.000,00
1.691.130.000.000,00
633.980.000.000,00
245.210.000.000,00
229.680.000.000,00
2.800.000.000.000,00
1.691.130.000.000,00
633.980.000.000,00
245.210.000.000,00
229.680.000.000,00
16.148.773.028.000,00
523.875.000.000,00
87.948.647.900.000,00
16.148.773.028.000,00
523.875.000.000,00
87.948.647.900.000,00
60.540.700.000.000,00
1.853.600.000.000,00
60.540.700.000.000,00
1.853.600.000.000,00
1.387.800.000.000,00
1.387.800.000.000,00
91.847.900.000,00
24.074.700.000.000,00
91.847.900.000,00
24.074.700.000.000,00
4.398.460.306.000,00
4.398.460.306.000,00
0,00
191.859.576.477.000,00
1.000.000.000.000,00
205.068.831.000.000,00
963.045.000.000,00
1.250.000.000.000,00
-286.955.000.000,00
Menjadi
5.751.545.815.000,00
4.751.545.815.000,00
1.000.000.000.000,00
259.660.633.385.000,00
1.000.000.000.000,00
274.760.566.410.000,00
2.177.977.297.000,00
2.423.387.297.000,00
-245.410.000.000,00
-14.322.786.025.000,00
-10.322.786.025.000,00
-8.006.493.260.000,00
-2.000.000.000.000,00
-1.000.000.000.000,00
-2.000.000.000.000,00
-1.000.000.000.000,00
-500.000.000.000,00
-956.493.260.000,00
-250.000.000.000,00
-300.000.000.000,00
-730.842.085.000,00
-465.653.987.000,00
-203.796.259.000,00
-17.645.203.000,00
-41.659.180.000,00
-2.087.456.000,00
-1.585.450.680.000,00
-556.200.680.000,00
-1.000.000.000.000,00
-29.250.000.000,00
-4.000.000.000.000,00
-1.000.000.000.000,00
-3.000.000.000.000,00
0,00
-969.384.000.000,00
-918.555.000.000,00
-2.233.000.000,00
-48.596.000.000,00
-2.985.740.297.000,00
Menjadi
39.132.741.421.000,00
3.900.000.000.000,00
35.232.741.421.000,00
34.006.463.491.000,00
54.250.156.678.000,00
17.019.600.000.000,00
37.230.556.678.000,00
33.822.604.088.000,00
30.980.720.725.000,00
3.025.742.766.000,00
1.226.277.930.000,00
-1.226.277.930.000,00
-529.854.070.000,00
-210.000.000.000,00
-24.150.000.000,00
-252.404.919.000,00
-12.498.941.000,00
-30.000.000.000,00
-167.370.000.000,00
-58.810.000.000.000,00
31.618.334.560.000,00
2.204.269.528.000,00
3.407.952.590.000,00
-3.407.952.590.000,00
-2.274.189.925.000,00
-433.708.504.000,00
-13.340.000.000,00
-453.267.220.000,00
-20.931.074.000,00
-45.145.867.000,00
-167.370.000.000,00
-64.536.170.000.000,00