Disusun oleh :
Hardiyanti Kumala
Dwiputriani Hermiandina
Hanifa Andani
Pembimbing :
Dr. Iman SF Wirayat, Sp.OG
Identitas Pasien :
Nama
Alamat
Usia
Jenis kelamin
Pekerjaan
Status pernikahan
Keluhan utama
: Ny. A
: Cicukang 08/ 16 Mekar Rahayu
: 17 tahun
: Perempuan
: Ibu Rumah Tangga
: Menikah
: Baik
: Compos Mentis
: 150/110 mmHg
: 93x/menit
2
Pernafasan
Suhu
: 20x/menit
: 36,50 C
Kepala : normocephali
Mata : ikterus -/- conjungtiva anemis -/-, edema conjungtiva +/+
Leher : tidak terdapat pembesaran KGB
Trakea tidak deviasi
Thorax :
Cor
Pulmo
Abdomen :
Inspeksi
- Tampak perut membesar
- Tampak striae gravidarum
- Tidak tampak luka bekas operasi (SC)
Palpasi
- Nyeri tekan - Defans muskular - Pekak pinggang samping -/Perkusi : Tympani
Auskultasi : bising usus dalam batas normal
Ekstremitas :
- Akral hangat pada keempat ekstermitas
- Terdapat oedema pada keempat ekstermitas +/+
Pemeriksaan Penunjang
Darah Rutin 29 06 2015 pukul 13.30 WIB
- Hb
: 11,2 g/dL
- Ht
: 34 %
- Leuokosit
: 8.800
- Trombosit
: 245.000
- Proteinuria
: +2
- SGOT
: 48,1
- SGPT
: 16,8
3
SBR disayat konkaf, bagian tengahnya ditembus oleh jari penolong dan diperlebar ke
kiri dan ke kanan.
Jam 14.10 WIB : lahir plasenta dengan tarikan ringan pada tali pusat
B: 400 gram
ukuran: 20 x 19 x 2 cm
SBR dijahit lapis demi lapis. Lapisan pertama dijahit secara jelujur interlocking.
Lapisan kedua dijahit secara overhecting matress. Setelah yakin tidak ada perdarahan,
dilakukan reperitonealisasi dengan peritoneum kandung kemih.
Perdarahan dirawat.
4. Faktor genetik, termasuk predisposisi gen bawaan dan juga pengaruh epigenetik.
Patogenesis
Invasi trofoblas abnormal
Pada kehamilan normal vili korialis dari trofoblas akan menginvasi arteriola spiralis
dan menggantikan lapisan endotel dan muskularnya, sehingga terjadi proses remodelling
berupa pelebaran diameter arteriola spiralis.
Pada preeklampsia, oleh sesuatu proses tertentu, tidak terjadiinvasi menyeluruh (
incomplete trophoblastic invasion), sehingga sebagian arteriola masih memiliki endotel dan
lapisan muskularnya dan tidak mengalami pelebaran diameter. Oleh karena itu, timbul
vasospame yang berujung pada iskemia di bagian distal arteriola tersebut.
Vasospasme bersama dengan faktor imunologi maupun radikal bebas akan
menyebabkan jeas endotel, yang merupakan awal pelepasan zat zat vasoaktif yang berujung
pada timbulnya sindrom preeklamsia.
Faktor Imunologi
Hal ini didasarkan atas pengamatan bahwa preeklamsia lebih sering dtemukan pada
primigravida, hiperplassentosis, kehamilan dengan inseminasi donor, penurunan konsentrasi
komplemen C4 , aktivasi sistem komplemen netrofil dan makrofag.
Reaksi penolakan janin oleh ibu dapat disebabkan oleh perubahan histologi di
perbatasan sel/jaringan ibu dan plasenta sehingga terjadi gangguan pembentukan blocking
antibodies di daerah perbatasan tersebut, terutama pada primigravida atau multigravida
dengan suami/ sperma yang baru.
Faktor nutrisi
Faktor nutrisi juga diduga berhubungan dengan sindrom preeklamsia. Kejadian preeklamsia
meningkat pada beberapa keadaan, seperti kekurangan zat/vitamin antioksidan (C, E, atau
beta karoten), kekurangan kalsium dan protein, kelebihan garam natrium atau kekurangan
asam lemak tak jenuh.
Faktor Endotel
Teori jejas endotel akhir akhir ini banyak dikemukan sehubungan dengan peranannya
mengatur
keseimbangan antara kadar zat vasokonstriktor (tromboksan, endotelin,
angiotensin, dll) dan vasodilator (prostaksiklin, nitritoksida, dll). Serta pengaruhnya terhadap
sistem pembekuan darah.
Reaksi imunologi, inflamasi atau gangguan keseimbangan radikal bebas dan
antioksidan banyak diamati sebagai penyebab vasospasme dan jejas endotel.
Walau etiologinya belum jelas, hampir semua ahli sepakat bahwa vasospasme merupakan
awal preeklamsia. Vasospasme dapat merupakan akibat kegagalan invasi trofoblas ke dalam
lapisan otot polos pembuluh darah, reaksi imunologi, maupun radikal bebas.
Ness dan Roberts (1996) serta Redman dkk (2008) memperkenalakan teori 2 tahap (twostage disorder) untuk menjelaskan etiopatogenesis preeklamsia (lihat gambar 1) :
1. Tahap 1 disebut juga tahap preklinik, tahap ini disebabkan oleh kegagalan invasi
trofoblas sehingga terjadi gangguan remodelling arteri spiralis/arteri uterina yang
menyebabkan vasospasme dan hipoksia.
2. Tahap 2 disebut juga tahap klinik, tahap ini disebabkan oleh stres oksidatif dan
pelepasan faktor plasenta ke dalam sirkulasi darah ibu yang mencetuskan respons
inflamasi sistemik dan aktivasi endotel.
Disfungsi endotel akan ditandai oleh peningkatan zat vasokonstriktor; penurunan zat
vasodilator, peningkatan permeabilitas kapiler dan gangguan sistem pembekuan darah
yang merupakan stadium klinik sindrom preeklamsia.
Tahap 2 sangat dipengaruhi oleh faktor penyakit ibu, seperti penyakit jantung atau
ginjal, DM, kegemukan atau penyakit keturunan.
Diagnosis
Diagnosis preeklampsia ditegakan bila ditemukan gejala hipertensi dan proteinuria, yang
disebut juga sebagai kriteria umum.
1. Hipertensi merupakan gejala yang paling awal dan tiba tiba sesudah kehamilan 20
mingg. Batas tekanan darah adalah 140 mmHg (sistolik) dan 90 mmHg (diastolik).
2. Proteinuria ditegakan bila kadar protein > 300mg dalam urine 24 jam atau 30 mg/dl
(+1 dipstick) urine sewaktu,atau rasio protein/kreatinin >0,3.
Gejala gejala subjektif yang umum ditemukan pada pre-eklampsia adalah :
1. Sakit kepala hebat akibat vasospasme atau edema otak.
2. Sakit ulu hati akibat regangan selaput hati oleh perdarahan atau edema, atau sakit
karena perubahan di lambung.
3. Gangguan penglihatan penglihatan menjadi kabur, bahkan terkadang penderit
menjadi buta. Gangguan disebabkan vasospasme, edema atau ablasi retina.
Preeklampsia disebut berat bila ditemukan :
8
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Tekanan darah sistolik > 160 mmHg dan/atau diastolik > 110 mmHg
Proteinuria 2 gram dalam 24 jam atau 2 + dipstick urin sewaktu
Kreatinin serum > 1,2 mg/dl
Trombosit < 100.000 / ul
Hemolisis dan peninggian kadar LDH
Peningkatan kadar serum transaminase (SGOT dan SGPT)
Gangguan serebral (sakit kepala menetap) atau gangguan penglihatan
Sakit ulu hati yang menetap
Deteksi Dini
Dengan melakukan pemeriksaan petanda biologis, biokimia dan biofisika sebelum
timbulnya gejala klinis sindrom preeklampsia yaitu hipertensi dan proteinuria. Biasanya
dilakukan dengan mengidentifikasi faktor risiko dan pemeriksaan petanda preeklampsia.
Faktor risiko preeklampsia dapat dibagi menjadi faktor yang meningkatkan risiko
dan faktor yang dapat mengurangi risiko kejadian.
1. Faktor risiko yang meningkatkan risiko kejadian:
(1) Risiko terkait pasangan laki-laki/suami primigravida, primipaternitas, usia
yang ekstrem (terlalu muda/tua), pasangan/suami yang pernah menikahi
wanita yang kemudian hamil dan menderita preeklampsia.
(2) Risiko terkait riwayat penyakit terdahulu dan riwayat penyakit dalam keluarga
(3) Risiko terkait kehamilan sekarang mola hidatidosa, kehamilan ganda, infeksi
saluran kencing, dan hidrops fetalis.
2. Faktor risiko yang mengurangi risiko kejadian: seks oral dan merokok
Berbagai petanda preeklampsia yang pernah dikemukakan adalah sebagai berikut:
1) Perfusi plasenta/resistensi vaskuler
2) Unit feto plasentadan gangguan fungsi endokrin
3) Gangguan fungsi ginjal
4) Gangguan fungsi endotel dan stress oksidatif
5) Lain-lain Antitrombin-III, Atrial Natriuretic Peptide (ANP), B2-mikrogobulin,
petanda genetik, free fetal DNA dan petanda proteonomik serum.
Saat ini tidak satupun pemeriksaan yang disebutkan diatas dianjurkan sebagai satusatunya pemeriksaan untuk mendeteksi preeklampsia karena sensitivitas, spesifisitas, dan
nilai prediktifnya masih rendah.
Pengelolaan
PREEKLAMPSIA RINGAN
Kondisi penderita PER masih dapat membaik dengan istirahat, mengurangi
aktivitas fisik dan memperbaiki asupan gizi serta protein.
a. Rawat jalan istirahat cukup (berbaring/tidur miring); diet cukup protein, rendah
karbohidrat dan lemak, roboransia, dan penderita diminta datang kembali untuk
kontrol setiap minggu;
b. Rawat inap penderita PER harus dirawat di RS bila:
Gejala klinis tidak membaik setelah 2 minggu pengobatan rawat jalan;
9
Timbul salah satu atau lebih gejala dan tanda preeklampsia berat
PREEKLAMPSIA BERAT
Pengobatan pada PEB bertujuan untuk:
a. Mencegah eklampsia;
b. Memperbesar kemungkinan hidup anak yang lahir;
c. Meminimalisir
trauma
persalinan
serta
menghindari
penyulit
di
kehamilan/persalinan berikutnya;
d. Mencegah hipertensi persisten.
Penderita PEB dapat ditangani secara konservatif maupun aktif. Pada perawatan
konservatif kehamilannya dipertahankan bersamaan dengan pengobatan medisinal,
sedangkan pada perawatan aktif kehamilannya segera diakhiri/diterminasi setelah
pengobatan medisinal.
Indikasi Perawatan Aktif
1) Ibu :
i) Kehamilan > 37 minggu;
ii) Terdapat tanda dan gejala dari impending eclampsia, seperti nyeri kepala hebat,
penglihatan kabur, nyeri ulu hati, gelisah dan hiper-refleksia, gagal terapi
konservatif.
2) Janin : gawat janin dan PJT (Pertumbuhan Janin Terhambat)
3) Laboratorik : sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme, low platelet-count)
Pengobatan Medisinal
1. Obat antikejang:
a. Terapi pilihan pada preeklampsia adalah magnesium sulfat (MgSO4).
Sebaiknya MgSO4 diberikan terus menerus per i.v. atau berkala per i.m.
Pemberian IV terus menerus menggunakan infusion pump:
Dosis awal 4 gram MgSO4 20% (20cc) dilarutkan ke dalam 100cc
cairan Ringer Laktat atau Ringer Dextrose selama 15-20 menit secara i.v.
Dosis pemeliharaan 10 gram MgSO4 20% dalam 500cc RL/RD dengan
kecepatan 1-2gram per jam.
Pemberian IM berkala:
b. Diazepam dapat diberikan bila tidak tersedia MgSO4 sebagai obat pilihan.
Diazepam i.v. diberikan dengan dosis 10 mg dan dapat diulangi setelah 6 jam.
2. Obat antihipertensi hanya diberikan bila tekanan darah sistolik >180 mmHg
dan/atau diastolik >110 mmHg. Obat yang dapat digunakan antara lain:
Hidralazine 2 mg i.v. dilanjutkan dengan 100 mg dalam 500cc NaCl secara
titrasi sampai tekanan darah sistolik <170 mmHg atau diastolik <110
mmHg.
Labetalol 20 mg bolus i.v. Bila tidak berhasil menurunkan tekanan darah
selama 10 menit, labetalol dapat diulangi dengan pemberian 40, lalu 80 mg
setiap 10 menit (maksimal 220mg) sampai tercapai tekanan darah yang
diinginkan;
Nifedipin 10 mg per oral setiap 30 menit (maksimal 120 mg/hari) sampai
tercapai tekanan darah yang diinginkan. Nifedipin tidak boleh diberikan
sublingual;
Metildopa, nikardipin, verapamil, nimodipin.
3. Lain-lain:
Diuretikum tidak diberikan kecuali bila ada edema paru, gagal jantung
kongestif atau edema anasarka;
Kardiotonika bila ada tanda-tanda payah jantung;
Antipiretik bila ada demam;
Antibiotik bila ada tanda-tanda infeksi;
Anti nyeri bila penderita gelisah karena kesakitan.
Pengelolaan Konservatif
Indikasi: Kehamilan preterm ( < 34 minggu) tanpa disertai tanda-tanda
impending eclampsy dengan keadaan janin baik.
Pengobatan medisinal : sama dengan pereawatan medikamentosa pada
perawatan secara aktif. Hanya dosis awal MgSO4 tidak diberikan i.v. cukup i.m. saja
(MgSO4 40% 8 gram i.m.). atau bila mengunakan cara intravena secara kontinyu
diberikan langsung dosis pemeliharaan. Pemberian MgSO4 dihentikan bila sudah
mencapai tanda-tanda preeklampsi ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.
Pengobatan obstetrik :
i.
Selama perawatan konservatif, tindakan observasi dan evaluasi sama
seperti perawatan aktif, termasuk pemeriksaan tes tanpa kontraksi dan
USG untuk memantau kesejahteraan janin
ii.
Bila setelah 2 x 24 jam tidak ada perbaikan maka keadaan ini dianggap
sebagai kegagalan pengobatan medikamentosa dan harus diterminasi.
Cara terminasi sesuai dengan pengelolaan aktif.
iii.
Penyulit: HELLP Syndrome, gagal ginjal, gagal jantung, edema paru,
kelainan pembekuan darah.
iv. Konsultasi: disiplin ilmu yang terkait (Departemen Ilmu Penyakit Dalam,
ICU, Departemen Syaraf, Departemen Mata)
11
37 minggu
Antioksidan
Antiagregasi
Kortikosteroid
< 37 minggu
12
PJT
Gawat Janin
Rawat inap
Rawat jalan
Menetap
Membaik
Perawatan
Antenatal
PEB
membaik
Kehamilan
Aterm
Preeklamsi Berat
34 minggu
Gawat janin
Syndroma hellt
PJT
Aktif
>34 minggu
Gawat janin (-)
Syndroma helt (-)
PJT (-)
MGSO 4
R/ Antihipertensi
R/ Suportif
Konservatif
13
Terminasi
48 jam tidak membaik
Membaik
Menjadi PER
Kelola Seperti PER
Pervaginam
Seksio Sesaria
Pencegahan
Deteksi dini preeklampsi akan bermanfaat bila memang dapat ditemukan dan ada
upaya untuk mencegahnya. Pelbagai upaya pencegahan yang pernah dilakukan umumnya
dilaksanakan melalui intervensi nutrisi dan farmakologi.
Beberapa metode pencegahan preeklamsia yang pernah dilakukan antara lain :
1. Perbaikan nutrisi diet rendah garam dan tinggi protein ; suplementasi kalsium,
magnesium, seng, dan asam linoleat.
2. Intervensi farmakologi anti hipertensi, diuretik, teofilin, dipiridamol, asam asetil
salisilat (aspirin), heparin, antioksidan.
Berdasarkan hasil meta-analisis terhadap 19 kajian sistematik, 17 diantaranya dikaji
oleh Cochrane, World Health Organization pada tahun 2011 merekomendasikan upaya
pencegahan preeklamsia dan eklamsia sebagai berikut :
1.
Pemberian kalsium 1,5 2,0 gram/hari di dalam diet selama kehamilan, terutama
di daerah kurang asupan kalsium.
2.
Pemberian Aspirin dosis-rendah sebesar 75 mg/hari, dimulai sejak sebelum usai
kehamilan 20 minggu.
3.
Pemberian magnesium sulfat (MgSO4) i.v maupun i.m. merupakan pilihan utama
pencegahan dan pengobatan kejang eklampsia.
4.
Ibu penderita preeklampsia berat dan eklampsia harus dirujuk ke fasilitas kesehatan
yang lebih tinggi sesudah mendapat loading dose MgSO4.
14