FKM Hiswani5
FKM Hiswani5
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yaitu penyakit pada hewan yang dapat
ditularkan ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh sporozoa yang dikenal dengan nama
Toxoplasma gondii, yaitu suatu parasit intraselluler yang banyak terinfeksi pada manusia dan
hewan peliharaan. Penderita toxoplasmosis sering tidak memperlihatkan suatu gejala klinis yang
jelas sehingga dalam menentukan diagnosis penyakit toxoplasmosis sering terabaikan dalam
praktek dokter sehari-hari. Apabila penyakit toxoplasmosis mengenai wanita hamil trismester
ketiga dapat mengakibatkan hidrochephalus, khorioretinitis, tuli atau epilepsi.
Penyakit toxoplasmosis biasanya ditularkan dari kucing atau anjing tetapi penyakit ini
juga dapat menyerang hewan lain seperti babi, sapi, domba, dan hewan peliharaan lainnya.
Walaupun sering terjadi pada hewan-hewan yang disebutkan di atas penyakit toxoplasmosis ini
paling sering dijumpai pada kucing dan anjing. Untuk tertular penyakit toxoplasmosis tidak hanya
terjadi pada orang yang memelihara kucing atau anjing tetapi juga bisa terjadi pada orang
lainnya yang suka memakan makanan dari daging setengah matang atau sayuran lalapan yang
terkontaminasi dengan agent penyebab penyakit toxoplasmosis.
Dewasa ini setelah siklus hidup toxoplasma ditemukan maka usaha pencegahannya
diharapkan lebih mudah dilakukan. Pada saat ini diagnosis toxoplasmosis menjadi lebih mudah
ditemukan karena adanya antibodi IgM atau IgG dalam darah penderita. Diharapkan dengan cara
diagnosis maka pengobatan penyakit ini menjadi lebih mudah dan lebih sempurna, sehingga
pengobatan yang diberikan dapat sembuh sempurna bagi penderita toxoplasmosis. Dengan jalan
tersebut diharapkan insidensi keguguran, cacat kongenital, dan lahir mati yang disebabkan oleh
penyakit ini dapat dicegah sedini mungkin. Pada akhirnya kejadian kecacatan pada anak dapat
dihindari dan menciptakan sumber daya manusia yang lebih berkualitas.
KEJADIAN TOXOPLASMOSIS
Toxopasmosis adalah penyakit zoonosis yang secara alam dapat menyerang manusia,
ternak, hewan peliharaan yang lain seperti hewan liar, unggas dan lain-lain. Kejadian
toxoplasmosis telah dilaporkan dari beberapa daerah di dunia ini yang geografiknya sangat luas.
Survei terhadap kejadian ini memberi gambaran bahwa toxoplasmosis pada suatu daerah bisa
sedemikian hebatnya hingga setiap hewan memperlihatkan gejala toxoplasmosis. Sebagai contoh
adalah survei yang telah diadakan di Amerika Serikat. Data positif didasarkan kepada penemuan
serodiagnostik dari beberapa hewan peliharaan dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini:
No.
1.
2.
3.
4.
5.
Pada manusia penyakit toxoplasmosis ini sering terinfeksi melalui saluran pencernaan,
biasanya melalui perantaraan makanan atau minuman yang terkontaminasi dengan agent
penyebab penyakit toxoplasmosis ini, misalnya karena minum susu sapi segar atau makan daging
yang belum sempurna matangnya dari hewan yang terinfeksi dengan penyakit toxoplasmosis.
Penyakit ini juga sering terjadi pada sejenis ras kucing yang berbulu lebat dan warnanya indah
yang biasanya disebut dengan mink, pada kucing ras mink penyakit toxoplasmosis sering terjadi
karena makanan yang diberikan biasanya berasal dari daging segar (mentah) dan sisa-sisa
daging dari rumah potong hewan.
ETIOLOGI PENYAKIT TOXOPLASMOSIS
Toxoplasmosis ditemukan oleh Nicelle dan Manceaux pada tahun 1909 yang menyerang
hewan pengerat di Tunisia, Afrika Utara. Selanjutnya setelah diselidiki maka penyakit yang
disebabkan oleh toxoplasmosis dianggap suatu genus termasuk famili babesiidae.
Toxoplasma gondii adalah parasit intraseluler pada momocyte dan sel-sel endothelial
pada berbagai organ
tubuh. Toxoplasma ini biasanya berbentuk bulat atau oval, jarang
ditemukan dalam darah perifer, tetapi sering ditemukan dalam jumlah besar pada organ-organ
tubuh seperti pada jaringan hati, limpa, sumsum tulang, paru-paru, otak, ginjal, urat daging,
jantung dan urat daging licin lainnya.
Perkembangbiakan toxoplasma terjadi dengan membelah diri menjadi 2, 4 dan
seterusnya, belum ada bukti yang jelas mengenai perkembangbiakan dengan jalan schizogoni.
Pada preparat ulas dan sentuh dapat dilihat dibawah mikroskop, bentuk oval agak panjang
dengan kedua ujung lancip, hampir menyerupai bentuk merozoit dari coccidium. Jika ditemukan
diantara sel-sel jaringan tubuh berbentuk bulat dengan ukuran 4 sampai 7 mikron. Inti selnya
terletak dibagian ujung yang berbentuk bulat. Pada preparat segar, sporozoa ini bergerak, tetapi
peneliti-peneliti belum ada yang berhasil memperlihatkan flagellanya.
Toxoplasma baik dalam sel monocyte, dalam sel-sel sistem reticulo endoteleal, sel alat
tubuh viceral maupun dalam sel-sel syaraf membelah dengan cara membelah diri 2,4 dan
seterusnya. Setelah sel yang ditempatinya penuh lalu pecah parasit-parasit menyebar melalui
peredaran darah dan hinggap di sel-sel baru dan demikian seterusnya.
Toxoplasma gondii mudah mati karean suhu panas, kekeringan dan pembekuan. Cepat
mati karean pembekuan darah induk semangnya dan bila induk semangnya mati jasad inipun ikut
mati. Toxoplasma membentuk pseudocyste dalam jaringan tubuh atau jaringan-jaringan tubuh
hewan yang diserangnya secara khronis. Bentuk pseudocyste ini lebih tahan dan dapat bertindak
sebagai penyebar toxoplasmosis.
SIKLUS HIDUP DAN MORPOLOGI TOXOPLASMOSIS.
Toxoplasma gondii terdapat dalam 3 bentuk yaitu bentuk trofozoit, kista, dan Ookista.
Trofozoit berbentuk oval dengan ukuran 3 7 um, dapat menginvasi semua sel mamalia yang
memiliki inti sel. Dapat ditemukan dalam jaringan selama masa akut dari infeksi. Bila infeksi
menjadi kronis trofozoit dalam jaringan akan membelah secara lambat dan disebut bradizoit.
Bentuk kedua adalah kista yang terdapat dalam jaringan dengan jumlah ribuan
berukuran 10 100 um. Kista penting untuk transmisi dan paling banyak terdapat dalam otot
rangka, otot jantung dan susunan syaraf pusat. Bentuk yang ke tiga adalah bentuk Ookista yang
berukuran 10-12 um. Ookista terbentuk di sel mukosa usus kucing dan dikeluarkan bersamaan
dengan feces kucing. Dalam epitel usus kucing berlangsung siklus aseksual atau schizogoni dan
siklus atau gametogeni dan sporogoni. Yang menghasilkan ookista dan dikeluarkan bersama
feces kucing. Kucing yang mengandung toxoplasma gondii dalam sekali exkresi akan
mengeluarkan jutaan ookista. Bila ookista ini tertelan oleha hospes perantara seperti manusia,
sapi, kambing atau kucing maka pada berbagai jaringan hospes perantara akan dibentuk
kelompok-kelompok trofozoit yang membelah secara aktif. Pada hospes perantara tidak dibentuk
stadium seksual tetapi dibentuk stadium istirahat yaitu kista. Bila kucing makan tikus yang
mengandung kista maka terbentuk kembali stadium seksual di dalam usus halus kucing tersebut.
No.
1.
2.
3.
4.
No.
1.
2.
3.
4.
Frekuensi
28%
77,7%
75,6%
61%
41%
30,5%
27,7%
71%
29,4%
Peneliti
Koesharyono
Gandahusada
Dufee
Dufee
Ludlam
Chabra
bisa juga dilakukan pemeriksaan histopatologis jaringan otak, sum-sum tulang belakang, kelenjar
limpe, cairan otak merupakan diagnosis pasti tetapi cara ini sulit dilakukan.
DIAGNOSIS TOXOPLASMOSIS KONGENITAL PADA BAYI.
Di Indonesia sering dijumpai bayi yang dilahirkan dengan kelianan kongnital. Penyebab
kelainan kongenital karean infeksi termasuk golongan toxoplasma. Janin mulai membentuk zat
anti pada akhir trimester pertama, yang terdiri dari IgM zat anti ini biasanya menghilang setelah 1
3 bulan.
Zat anti IgM pada bayi didapat dari ibunya melalui plasenta. Konsentrasi IgG pada
neonatus berkurang, dan akan naik lagi bila bayi dapat mebuat IgG sendiri pada umur lebih
kurang 3 bulan. Serodiagnosis infeksi kongenital berdasarkan kenaikan jumlah zat anti IgG
spesifik atau deteksi zat anti IgM spesifik. Tujuan penulisan makalah ini untuk mengingat kembali
kepentingan pemeriksaan zat anti IgG pada paired sera untuk diagnosis toxoplasmosis kongenital
bila zat anti IgG tidak ditemukan.
Pada bulan Januari 1986 sampai Juni 1988 staf bagian parasitologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia yaitu Srisasi Ganda Husada telah melakukan penelitian tentang
toxoplasmosis yaitu telah memeriksa 99 bayi berumur 1 hari sampai 6 bulan yang tersangka
menderita toxoplasmosis kongenital. Bayi-bayi ini dikirim oleh RS. Dr. Cipto Mangunkusumo,
rumah sakit lain yang ada di Jakarta dan dari dokter-dokter praktek pribadi. Kelainan klinik pada
bayi-bayi yang tersangka toxoplasmosis kongenital ini adalah merupakan trias klasik yaitu
Hidrocephalus, korioretinitis, dan perkapuran otak. Ada bayi yang hanya menunjukkan suatu
kelainan seperti hepatosplenomegali katarak, mikrosefalus, kejang, dan ada yang menunjukkan
lebih dari satu kelainan di atas.
Dari tiap bayi diambil darah vena atau darah tali pusat serum dipisahkan dari gumpalan
darah dan disimpan dalam frezer pada suhu 20C sampai diperiksa. Zat anti IgM ditentukan
dengan Elisa dengan menggunakan test kit Eti-Toxox-M reverse dari sorin Biomedica. Dalam test
kit ini tersedia lempeng-lempeng plastik dengan sumur-sumur ini diisi dengan serum kontrol dan
serum pendertia, kemudian diinkubasi selama 1 jam pada suhu 370C. Bila dalam serum tersebut
terdapat IgM spesifik, maka IgM ini akan diikat dan menempel pada dasar sumur.
Cairan dalam sumur-sumur dibuang dan lempeng-lempen dicuci. Kemudian sumur-sumur
diisi dengan toxoplasmosis entigen yang dibuat dari toxoplasma gondii RH Strain antigen ini
dicampur dengan Enzyme tracer yang mengandung IgG terhadap toxoplasma gondii (dari tikus)
yang dikonjugasi pada horse radish peroxydase. Setelah diinkubasi kembali selama 1 jam pada
370C, maka toxoplasma gondii akan terikat pada IgM spesifik dan enzim tracer yang menempel
pada IgG terhadap toxoplasma gondii. Dengan demikian antivitas enzim ini proposional dengan
konsentrasi IgM spesifik dalam serum penderita atau kontrol. Aktivitas enzim diukur dengan
menambahkan Tetra Methilbenzidene chromogen/substrat yang tidak warna. Lempeng-lempeng
diinkubasi selama 30 menit pada suhu kamar. Enzym dicampur dengan chromogen substrat
menimbulkan warna kuning yang diukur dengan spektrofotometer dengan filter 450mm setelah
reaksi dihentikan dengan laluran H2SO4ln. Yang dianggap positif adalah nilai besar dari pada Cut
off Control.
Zat anti IgG pada bayi yang datang sebelum Juni 1987 di tentukan dengan mikroteknik
tes hemaglutinasi tidak langsung (IHA) menurut Milgram dengan menggunakan antigen dari
laboratorium NAMRU 2 yang dibuat dari RH strain toxoplasma gondii sebelum diperiksa serum
diinativasi pada suhu 56oC selama setengah jam. Titer dimana masih tampak aglutinasi. Mulai
Juni 1987 telah tersedia Toxo Elisa Test Kit dari MA Bio product dan untuk penentuan zat anti IgG
lalu digunakan Test Kit tersebut. Dalam Test Kit tersebut digunakan lempeng-lempeng plastik
dengan sumur-sumur yang telah dilapisi dengan antigen toxoplasma gondii.
Sumur-sumur ini diisi dengan serum kontrol dan serum penderita. Kemudian diinkubasi
45 menit pada suhu kamar. Bila serum yang diperiksa mengandung zat anti IgG spesifik maka zat
anti ini terikat pada antigen. Setelah dicuci sumur-sumur diisi dengan antihuman IgG yang
dikonjugasi pada enzim alkalin fosfatase. Lempeng-lempeng diinkubasi selama 45 menit pada
suhu kamar. Konjugat ini akan terikat pada IgG spesifik (bila) ada pada dasar sumur diisi dengan
substat P-nitro fenifostat. Setelah diinkubasi kembali selama 45 menit subtract akan dihirrolisa
oleh enzim yang menimbulkan warna kuning. Setelah reaksi dihentikan dengan larutan Na OH l N
perubahan warna dibaca dengan spektrofotometer dengan filter 405 nm. Intentitas perubahan
warna sejajar dengan jumlah IgG spesifik. Yang dianggap positif adalah nilai yang sama dengan
atau lebih besar dapat pada 0,21.
Hasil penelitiannya yaitu dari 99 terdapat 79 bayi yang tersangka toxoplasmosis
kongenital. Dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 5. Hasil Pemeriksaan IgM Pada 79 Bayi Tersangka Toxoplasmosis Kongenital.
Hasil Yang Didapat
Jumlah
Persentase (%)
Positif
8
10,1
Negatif
71
89,9
Jumlah
79
100
Pada Tabel 5 di atas dapat dilihat, bahwa IgM spesifik ditemukan pada 8 bayi (10,1) yaitu
4 bayi berumur 2 hari sampai 5 bulan yang secara berturut-turut menunjukkan kelainan
kongenital multipel dan hepatospenomegali, anemia gravis dan demam, mikro sephalus,
khorioretinitis dan katarak. Pemeriksaan IgG dengan Elisa menunjukkan nilai positif tinggi pada
keempat bayi tersebut yaitu 0,73 0,82 1,22 0,97. Pemeriksaan IgG pada 4 bayi lainnya
dilakukan dengan test IHA dengan hasil titer 1 : 1024 (tinggi) pada bayi berumur 6 bulan
dengan kelainan kongenital multipel, titer
1: 64 pada bayi berumur 6 bulan.
Tabel 6 : Hasil Pemeriksaan IgM dan IgG Pada 8 bayi dengan Diagnosis Serologik Toxoplasmosis
Kongenital.
Umur
2 hari
2 bulan
3 bulan
5 bulan
6 bulan
4,5 bulan
5,6 bulan
6 hari
IgM +
0,62
0,36
0,67
0,28
0,28
0,28
0,36
0,33
IgG
0,73
0,82
1,22
0,97
64
32
8
Gejala
Kelainan kongenital multipel + hepatosple nomegali.
H. Spenomegali + anemia.
Mikrosefalus
Khorioretinitis + Katarak.
Kelainan kongenital.
Atropi orak kiri.
Kelainan mata
Hiperbilirubinemia
Dari tabel di atas dapat dilihat diagnosis toxoplasmosis kongenital pada 8 bayi dengan
deteksi IgM + dan IgG di dapat hasil yang berbeda antara pemeriksaan dengan IgM dan IgG.
Menururt Remington dkk, (1980) IgM menghilang 3 4 bulan setelah muncul dalam serum,
tetapi kadang-kadang dapat ditemukan lebih lama. Desmonts dkk, 1975) seperti dikutip Vejtorp
(1980) menemukan zat antigen IgM hanya pada 25% bayi dengan toxoplasmosis kongenital.
PENCEGAHAN TOXOPLASMOSIS
Dalam hal pencegahan toxoplasmosis yang penting ialah menjaga kebersihan, mencuci
tangan setelah memegang daging mentah menghindari feces kucing pada waktu membersihkan
halaman atau berkebun. Memasak daging minimal pada suhu 66oC atau dibekukan pada suhu
20oC. Menjaga makanan agar tidak terkontaminasi dengan binatang rumah atau serangga.
Wanita hamil trimester pertama sebaiknya diperiksa secara berkala akan kemungkinan infeksi
dengan toxoplasma gondii. Mengobatinya agar tidak terjadi abortus, lahir mati ataupun cacat
bawaan.
PENGOBATAN TOXOPLASMOSIS.
Sampai saat ini pengobatan yang terbaik adalah kombinasi pyrimethamine dengan
trisulfapyrimidine. Kombinasi ke dua obat ini secara sinergis akan menghambat siklus
p-amino
asam benzoat dan siklus asam folat. Dosis yang dianjurkan untuk pyrimethamine ialah 25 50
mg per hari selama sebulan dan trisulfapyrimidine dengan dosis 2.000 6.000 mg sehari selama
sebulan.
Karena efek samping obat tadi ialah leukopenia dan trombositopenia, maka dianjurkan
untuk menambahkan asam folat dan yeast selama pengobatan. Trimetoprinm juga ternyata
efektif untuk pengobatan toxoplasmosis tetapi bila dibandingkan dengan kombinasi antara
pyrimethamine dan trisulfapyrimidine, ternyata trimetoprim masih kalah efektifitasnya.
Spiramycin merupakan obat pilihan lain walaupun kurang efektif tetapi efek sampingnya
kurang bila dibandingkan dengan obat-obat sebelumnya. Dosis spiramycin yang dianjurkan ialah
2 4 gram sehari yang di bagi dalam 2 atau 4 kali pemberian. Beberapa peneliti mengajurkan
pengobatan wanita hamil trimester pertama dengan spiramycin 2 3 gram sehari selama
seminggu atau 3 minggu kemudian disusl 2 minggu tanpa obat. Demikian berselang seling
sampai sembuh. Pengobatan juga ditujukan pada penderita dengan gejala klinis jelas dan
terhadap bayi yang lahir dari ibu penderita toxoplasmosis.
KESIMPULAN
Penyakit toxoplasmosis merupakan penyakit kosmopolitan dengan frekuensi tinggi di
berbagai negara juga di Indonesia karena gejala klinisnya ringan maka sering kali luput dari
pengamatan dokter. Padahal akibat yang ditimbulkannya memberikan beban berat bagi
masyarakat seperti yang ditimbulkannya memberikan beban berat bagi masyarakat seperti
abortus, lahir mati maupun cacat kongenital. Diagnosis secara laboratoris cukup mudah yaitu
dengan memeriksa antibodi kelas IgG dan IgM terhadap toxoplasma gondii akan dapat diketahui
status penyakit penderita.
Dianjurkan untuk memeriksakan diri secara berkala pada wanita hamil trimester pertama
akan kemungkinan terinfeksi dengan toxoplasmosis.
DAFTAR PUSTA KA
Gandahusada S. Koesharyono C. Prevalensi zat anti toxoplasma gondii pada kucing dan anjing
di Jakarta. Penelitian , 1982.
Priyana A. Oesman F, Kresno SB. Prevalensi anti Toxoplasma Gondii pada pemelihara kucing atau
anjing di Jakarta, 1987.
Ressang A.A. Patologi Khusus Veteriner, IFAD Project, Bali 1984.
Schurrenberger, P.R. dan William, T.H. Ikhtisar Zoonosis Penerbit ITB, Bandung, 1991.
Partodihardjo, S. Ilmu Reproduksi Hewan, Peberbit Mutiara. Jakarta, 1980.
Priyana, A. Oesman F, Kresno SB. Toxoplasmosis Medika No. 12 tahun 14, 1988 : 1164 1167.