Anda di halaman 1dari 42

PAPER SKP

Disusun oleh:
Kelas IX D
(19) Nugroho Purbo Pambudi
(20) Nurlaily Febriyuna
(21) Rio Agung Wilis
(22) Rohmad Adi Siaman
(23) Rusdi Candra Prima
(24) Rusmawan Harry Marwoto
(25) Suri Warajati
(26) Viona Putri Siltavia
(27) Wahyu Wisnu Utomo

[TINJAUAN KEBIJAKAN
BELANJA SUBSIDI TAHUN
ANGGARAN 2010]
Bagaikan pisau bermata dua, subsidi memiliki pengaruh positif dan negatif.
Tidak selamanya subsidi itu baik, namun terkadang subsidi masih diperlukan.

ABSTRACT

Government expenditure is an important essential that has multiplier effect to


Global Economic Growth. The amount of Egovernment expenditures implies the amount
of Gross Domestic Product and the Economic Growth of a country. Subsidy expenditure
is one of Government expenditurs that purely describes Government current take and
policy, which takes form in numbers and expenditures. And like a double sided sword,
subsidy indeed contains positive and negative effect, depends on how government use it as
a policy tools.
The change of Macroeconomic assumption in 2010 gives a whole different view in
making Government subsidy expenditure. And we try to put the distress and the change to
evaluate change of Government Subsidy expenditure of 2010 (RAPBN-P 2010). There are
some major and minor change that wed like to describe in this paper as well. However,
there will still some minors, because as we all know, it takes both Policy and Politic to create
a good Budget.

DAFTAR ISI

ABSTRAKSI
DAFTAR ISI
BAB I

BAB II

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Tujuan Penulisan

C. Ruang Lingkup

D. Metode Pengumpulan Data

E. Sistematika Penulisan

LANDASAN TEORI

A. Belanja Negara

1. Definisi Belanja

2. Klasifikasi Belanja

3. Kebijakan Belanja

B. Belanja Subsidi

BAB III

BAB IV

10

1. Definisi dan Jenis Subsidi

10

2. Kebaikan dan Keburukan Subsidi

11

3. Subsidi dan Elastisitas

11

4. Subsidi di Indonesia

13

PEMBAHASAN

18

A. Profil Belanja Subsidi Pemerintah

18

B. Tinjauan atas KebijakanSubsidi Pemerintah Tahun 2004-2009

20

C. Kebijakan Subsidi Pemerintah Tahun 2010

25

D. Evaluasi atas Alokasi Subsidi Tahun 2010

27

PENUTUP

35

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi suatu negara ditentukan oleh pendapatan domestik bruto

(PDB) tahun yang bersangkutan dikurangi PDB tahun sebelumnya kemudian dibagi PDB
tahun sebelumnya. Dalam penentuan PDB dapat dilakukan beberapa pendekatan, salah
satunya adalah pendekatan pengeluaran, yaitu menambahkan pengeluaran konsumsi
rumah tangga, pengeluaran pemerintah, pembentukan modal sektor swasta, dan ekspor
neto (Sukirno, 1994). Dengan demikian, pengeluaran pemerintah atau yang sering
disebut belanja pemerintah merupakan unsur yang berpengaruh besar terhadap
pertumbuhan ekonomi. Dengan kata lain, besaran belanja pemerintah mencerminkan
besaran PDB dan tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Belanja pemerintah merupakan belanja negara yang dimaksud dalam UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Dalam undang-undang tersebut,
belanja diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja. Menurut jenisnya,
belanja terdiri atas belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, pembayaran bunga
utang, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial dan belanja lain-lain. Selain itu
ada juga porsi transfer ke daerah dalam rangka desentralisasi fiskal.
Penentuan besaran belanja masing-masing kementrian dan lembaga (K/L) dipengaruhi
oleh asumsi ekonomi makro yang telah ditentukan sebelumnya, rencana dan kebijakan
pemerintah, kebutuhan masing-masing K/L, serta kondisi politik yang ada. Dari delapan
belanja dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), belanja subsidi adalah
yang paling dipengaruhi oleh rencana kebijakan pemerintahan saat itu.
Belanja yang lainnya lebih besar dipengaruhi oleh unsur-unsur eksternal pemerintah
pusat, misal belanja pegawai, belanja barang, dan belanja modal yang terkait erat dengan
usulan belanja berdasarkan kebutuhan masing-masing K/L sehingga peran Kementerian
Keuangan hanya sampai pada pemberian pagu atas serta penentuan prioritas (pendekatan
top down dan bottom up). Gambaran umumnya pemerintah pusat dalam hal ini Kementrian
Keuangan memberikan pagu belanja kepada masing-masing K/L, kemudian K/L
menyampaikan usulan belanja untuk kemudian dibahas dalam tahap selanjutnya. Belanja
pembayaran bunga utang dipengaruhi oleh kewajiban jatuh tempo pembayaran bunga
utang. Belanja ini besarannya telah ditentukan berdasarkan kewajiban terkait sehingga sulit
untuk diubah besarannya. Sementara itu belanja bantuan sosial, belanja hibah, dan belanja
lain-lain sulit untuk diprediksi dan ditentukan unsur-unsurnya.

Subsidi adalah pengeluaran yang ditetapkan Pemerinah guna

menjaga

stabilitas

harga dan membantu masyarakat yang kurang mampu. Kebijakan pemberian subsidi
pada dasarnya dimaksudkan untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional, yang
hasilnya antara lain akan terlihat dari stabilitas harga. Saat ini dari tahun ke tahun
Pemerintah selalu berusaha mengurangi besaran subsidi yang diberikan. Hal ini karena
beban subsidi yang terus meningkat akan mengganggu keberlanjutan (sustainability)
anggaran Pemerintah, yang pada gilirannya dapat mengancam stabilitas perekonomian dan
mengurangi kepercayaan terhadap ekonomi Indonesia.
Belanja subsidi merupakan unsur sensitif dalam APBN. Kesalahan kecil yang dibuat
pemerintah dalam menentukan kebijakan akan berpengaruh besar terhadap stabilitas
ekonomi dan politik mengingat masyarakat Indonesia yang cenderung reaktif dan terlanjur
menikmati kemudahan dan kemurahan dari barang-barang yang disubsidi tersebut.
Bagaikan pisau bermata dua subsidi memiliki pengaruh positif dan negatif. Tidak selamanya
subsidi itu baik, namun terkadang subsidi masih diperlukan.
Sehubungan dengan hal tersebut, melalui makalah ini, penulis akan membahas
kebijakan belanja subsidi pemerintah tahun 2010 meliputi gambaran umum subsidi dalam
sepuluh tahun terakhir, tinjauan kebijakan belanja subsidi lima tahun terakhir, serta evaluasi
terhadap kebijakan belanja subsidi tahun 2010 berdasarkan analisa penulis.
B.

Tujuan Penulisan
Makalah ini ditulis dengan tujuan dapat mengkaji mengenai belanja pemerintah terkait

subsidi meliputi gambaran umum subsidi dalam sepuluh tahun terakhir, tinjauan kebijakan
belanja subsidi lima tahun terakhir, serta evaluasi terhadap kebijakan belanja subsidi tahun
2010 berdasarkan analisa penulis. Selain itu tulisan ini diharapkan dapat memberikan
masukan terhadap kebijakan belanja subsidi pemerintah.
C.

Ruang Lingkup
Pembahasan dalam makalah ini akan dibatasi pada belanja pemerintah terkait subsidi

yang meliputi delapan jenis subsidi pada tahun 2010. Penulis akan menggambarkan
mengenai konsep belanja subsidi kemudian membahasnya berdasarkan evaluasi kebijakan
pemerintah yang dilakukan penulis.
D.

Metode Pengumpulan Data


Penyusunan makalah ini menggunakan data sekunder yang diperoleh melalui studi

kepustakaan, pendapat ahli, serta beberapa siaran pers baik dari instansi terkait maupun
dari media umum.
Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

E.

Sistematika Penulisan
Makalah ini akan dibagi beberapa bagian yang setiap bagiannya akan membahas hal-

hal sebagai berikut:


BAB I

PENDAHULUAN
Pada bagian ini akan dibahas mengenai latar belakang masalah yang
diangkat pada makalah ini. Selain itu bagian ini juga membahas mengenai
tujuan penulisan, ruang lingkup atau pembatasan masalah, metode
pengumpulan data serta sistematika penulisan.

BAB II

LANDASAN TEORI
Pada bagian ini penulis akan memaparkan mengenai konsep belanja dan
konsep subsidi meliputi definisi, jenis dan konsep penting lainnya.

BAB III

PEMBAHASAN
Pada bagian ini penulis akan menguraikan data mengenai belanja subsidi
dalam sepuluh tahun terakhir, tinjauan kebijakan belanja subsidi lima tahun
terakhir, serta evaluasi terhadap kebijakan belanja subsidi 2010.

BAB IV

PENUTUP
Pada bagian ini penulis akan menyajikan simpulan dan saran yang disarikan
dari pembahasan tulisan ini.

Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

BAB II
LANDASAN TEORI

A.

Belanja Negara

1.

Definisi Belanja
Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, belanja

negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan
bersih. Belanja negara dipergunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan
pusat dan pelaksanaan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
Sejalan dengan hal tersebut, Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara menyebutkan bahwa belanja negara adalah semua
pengeluaran negara yang digunakan untuk membiayai belanja Pemerintah Pusat dan
transfer ke daerah.
Valentino Piana (2001) menyebutkan: public expenditure is the value of goods and
services bought by the State and its articulations. Selanjutnya dijelaskan bahwa belanja
negara memiliki empat peranan penting yakni sebagai berikut:
1) Belanja negara berkontribusi kepada current effective demand;
2) Belanja negara menggambarkan mengenai coordinated impulse pada ekonomi yang
dapat digunakan untuk tujuan stabilisasi, inversi siklus bisnis, dan pertumbuhan;
3) Belanja negara menambah sumbangan publik berupa barang untuk setiap orang;
4) Belanja negara memberikan peningkatan kepada eksternalitas positif pada ekonomi dan
masyarakat, lebih banyak lagi melalui komponen modal.
Dengan struktur prioritas belanja negara serta ciri khas proses pengambilan
keputusannya, belanja negara menunjukkan jenis umum suatu negara. Pada negara
demokrasi, belanja negara menunjukkan mengenai keinginan rakyat yang diwakili oleh
partai dan institusi politik. Pada saat yang sama, belanja negara menunjukkan karakteristik
yakni tingginya tingkat kelembaman dan dependensi hukum yang merupakan sifat dari
keinginan mayoritas pada saat tersebut (Valentino Piana, 2001).
2.

Klasifikasi Belanja
Belanja Negara terdiri atas belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah. Sesuai

dengan pasal 11 ayat (5) Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara,
anggaran belanja pemerintah pusat dirinci menjadi:

Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

1)

Rincian belanja pemerintah pusat menurut organisasi


Rincian belanja ini disesuaikan dengan susunan kementerian negara/lembaga (K/L)

pemerintah pusat yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi berdasarkan
Undang-Undang Dasar 1945 dan peraturan perundangan yang berlaku. Belanja pemerintah
pusat mengalokasikan pendanaan pada K/L sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya,
serta perkiraan kapasitas masing-masing K/L dalam mengimplementasikan programprogram Rencana Kerja Pemerintah. Mulai tahun 2009, 105 kementerian negara/lembaga
yang ada diminta untuk menerapkan metode perencanaan dan penganggaran berbasis
kinerja dengan Departemen Keuangan sebagai pilot project-nya. Pembangunan Nasional.
Penganggaran berbasis kinerja ini sejalan dengan pengklasifikasian anggaran menurut
program pada standar Government Finance Statistics (GFS) established by IMF, yang
membreakdown anggaran berdasarkan program dan kegiatan masing-masing

K/L. Hal

tersebut dimaksudkan untuk tujuan formulasi kebijakan dan akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah.
2)

Rincian belanja pemerintah pusat menurut fungsi


Alokasi

anggaran

belanja

pemerintah

pusat

menurut

fungsi

merupakan

pengelompokkan belanja pemerintah pusat berdasarkan fungsi-fungsi utama pemerintah


dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, yang dirinci lebih lanjut ke dalam
subfungsi-subfungsi, yang pada dasarnya merupakan kumpulan dari anggaran bagi program
dan kegiatan di setiap kementerian negara/lembaga. Klasifikasi anggaran belanja menurut
fungsi ini sesuai dengan standar internasional The UN Classification of the Functions of
Government (COFOG), dengan perbedaan yakni fungsi agama/ religion terpisah dari fungsi
pariwisata dan budaya. Pengklasifikasian anggaran belanja pemerintah pusat menurut
fungsi dimaksudkan untuk menggambarkan tugas pemerintah dalam melaksanakan fungsifungsi tertentu dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional. Rincian belanja
negara menurut fungsi antara lain:
a.

Pelayanan umum

b.

Pertahanan

c.

Ketertiban dan keamanan

d.

Ekonomi

e.

Lingkungan hidup

f.

Perumahan dan fasilitas umum

g.

Kesehatan

h.

Pariwisata dan budaya

i.

Agama

j.

Pendidikan
Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

k.
3)

Perlindungan Sosial
Rincian belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja
Rincian belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja merupakan turunan dari

pengalokasian anggaran belanja menurut program dan kegiatan yang dilakukan, baik oleh
kementerian negara/lembaga (K/L) maupun non-K/L, yang pada dasarnya merupakan
rincian dari kombinasi input (berupa biaya) dari program dan kegiatan yang diselenggarakan
dalam rangka mencapai sasaran output dan outcome tertentu. Klasifikasi anggaran belanja
ini mirip dengan klasifikasi anggaran belanja menurut Government Finance Statistics (GFS)
yang ditetapkan oleh IMF menurut kategori ekonomi. Rincian belanja pemerintah pusat
menurut jenis belanja adalah sebagai berikut:
a. Belanja pegawai
Belanja pegawai adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk membiayai
kompensasi dalam bentuk uang atau barang yang diberikan kepada pegawai
Pemerintah Pusat, pensiunan, anggota Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Negara
Republik Indonesia, dan pejabat pejabat negara, baik yang bertugas di dalam negeri
maupun di luar negeri, sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan, kecuali
pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan modal.
b. Belanja barang
Belanja barang adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk membiayai
pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa, baik
yang dipasarkan maupun yang tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang
dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat, serta belanja perjalanan.
c. Belanja modal
Belanja modal adalah belanja Pemerintah Pusat yang dilakukan dalam rangka
pembentukan modal dalam bentuk tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan,
jaringan, serta dalam bentuk fisik lainnya.
d. Pembayaran bunga utang
Pembayaran bunga utang adalah belanja Pemerintah Pusat yang digunakan untuk
membayar kewajiban atas penggunaan pokok utang (principal outstanding) baik utang
dalam negeri maupun luar negeri, yang dihitung berdasarkan ketentuan dan persyaratan
untuk outstanding utang dan tambahan utang baru termasuk untuk biaya terkait dengan
pengelolaan utang.
e. Subsidi
Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga yang
memproduksi, menjual, mengekspor, atau mengimpor barang dan jasa, yang memenuhi

Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

hajat hidup orang banyak sedemikian rupa sehingga harga jualnya dapat dijangkau oleh
masyarakat.
f.

Belanja hibah
Belanja hibah adalah belanja Pemerintah Pusat dalam bentuk uang, barang, atau jasa
dari Pemerintah kepada pemerintah daerah, badan usaha milik negara, badan usaha
milik daerah, pemerintah negara lain, atau lembaga/organisasi internasional yang tidak
perlu dibayar kembali, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus
menerus dialokasikan.

g. Belanja bantuan sosial


Belanja bantuan sosial adalah semua pengeluaran negara dalam bentuk transfer
uang/barang yang diberikan kepada masyarakat guna melindungi masyarakat dari
kemungkinan terjadinya berbagai risiko sosial.
h. Belanja lain-lain
Belanja lain-lain adalah semua pengeluaran atau belanja Pemerintah Pusat yang tidak
dapat diklasifikasikan ke dalam jenis-jenis belanja sebagaimana dimaksud pada angka
12 (dua belas) sampai dengan angka 19 (Sembilan belas), dan dana cadangan umum.
Transfer ke daerah adalah pengeluaran negara dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi fiskal, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah terdiri atas:
a. Dana Perimbangan
Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi yang terdiri atas:
a) Dana bagi hasil, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase tertentu untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi,
b) Dana alokasi umum, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan
antardaerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi.
c) Dana alokasi khusus, adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai
kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas
nasional.

Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

b. Dana Otonomi Khusus


Dana otonomi khusus adalah dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan
otonomi khusus suatu daerah, sebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor
35 Tahun 2008 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua
menjadi Undang-Undang dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang
Pemerintahan Aceh.
c. Dana Penyesuaian
Dana penyesuaian adalah dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam
rangka melaksanakan kebijakan Pemerintah Pusat dan membantu mendukung
percepatan pembangunan di daerah.
Sebelum ditetapkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara, anggaran belanja pemerintah dikelompokkan atas anggaran belanja rutin dan
anggaran belanja pembangunan. Pengelompokan dalam anggaran belanja rutin dan
anggaran belanja pembangunan yang semula bertujuan untuk memberikan penekanan pada
arti pentingnya pembangunan dalam pelaksanaannya telah menimbulkan peluang terjadinya
duplikasi, penumpukan dan penyimpangan anggaran. Menurut Anggito Abimanyu (2004),
pemisahan anggaran rutin dan anggaran pembangunan tersebut semula dimaksudkan untuk
menekankan

arti

pentingnya

pembangunan,

namun

dalam

pelaksanaannya

telah

menunjukan banyak kelemahan, antara lain:


1) Duplikasi antara belanja rutin dan belanja pembangunan oleh karena kurang tegasnya
pemisahan antara kegiatan operasional organisasi dan proyek, khususnya proyekproyek non-fisik. Dengan demikian, kinerja sulit diukur karena alokasi dana yang ada
tidak mencerminkan kondisi yang sesungguhnya.
2) Penggunaan dual budgeting mendorong dualisme dalam penyusunan daftar perkiraan
mata anggaran keluaran (MAK) karena untuk satu jenis belanja, ada MAK yang
diciptakan untuk belanja rutin dan ada MAK lain yang ditetapkan untuk belanja
pembangunan.
3) Analisis belanja dan biaya program sulit dilakukan karena anggaran belanja rutin tidak
dibatasi pada pengeluaran untuk operasional dan belanja anggaran pembangunan tidak
dibatasi pada pengeluaran untuk investasi.
4) Proyek yang menerima anggaran pembangunan diperlakukan sama dengan satuan
kerja, yaitu sebagai entitas akuntansi, walaupun proyek hanya bersifat sementara. Jika
proyek sudah selesai atau dihentikan tidak ada kesinambungan dalam pertanggungjawaban terhadap asset dan kewajiban yang dimiliki proyek tersebut. Hal ini selain
Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

menimbulkan ketidakefisienan dalam

pembiayaan kegiatan pemerintahan,

juga

menyebabkan ketidakjelasan keterkaitan antara output/outcome yang dicapai dengan


penganggaran organisasi.
3.

Kebijakan Belanja
Dalam tahun 2010, tema RKP yang ditetapkan adalah Pemulihan Perekonomian

nasional dan Pemeliharaan Kesejahteraan Rakyat. Sejalan dengan itu, pelaksanaan


pembangunan nasional dalam tahun 2010 memprioritaskan upaya-upaya:
1) Pemeliharaan kesejahteraan rakyat, serta penataan kelembagaan dan pelaksanaan
sistem perlindungan sosial;
2) Peningkatan kualitas sumber daya manusia Indonesia;
3) Pemantapan reformasi birokrasi dan hukum, serta pemantapan demokrasi dan
keamanan nasional;
4) Pemulihan ekonomi yang didukung oleh pembangunan pertanian, infrastruktur, dan
energi;
5) Peningkatan kualitas pengelolaan sumber daya alam dan kapasitas penanganan
perubahan iklim.
Dengan tema dan prioritas pembangunan nasional tersebut, kebijakan alokasi
anggaran belanja Pemerintah pusat pada tahun 2010 diarahkan terutama untuk mendukung
kegiatan ekonomi nasional dalam memacu pertumbuhan (pro growth), menciptakan dan
memperluas lapangan pekerjaan (pro employment), serta mengurangi kemiskinan (pro
poor). Ketiga prioritas pembangunan nasional tersebut kemudian dicerminkan dalam arah
dan postur RAPBN 2010. Alokasi anggaran dalam tahun 2010 diprioritaskan pada:
1) meneruskan/meningkatkan seluruh program kesejahteraan rakyat (PNPM, BOS,
Jamkesmas, Raskin, PKH dan berbagai subsidi lainnya);
2) melanjutkan program stimulus fiskal, melalui pembangunan infrastruktur, pertanian dan
energi, serta proyek padat karya;
3) mendorong pemulihan dunia usaha, termasuk melalui pemberian insentif perpajakan
dan bea masuk;
4) meneruskan reformasi birokrasi;
5) memperbaiki Alutsista;
6) menjaga anggaran pendidikan minimal 20% dari APBN.
Kebijakan belanja Pemerintah pusat diarahkan untuk:
1) meningkatkan kesejahteraan pegawai;
2) meningkatkan kualitas pelayanan publik;
3) memenuhi kewajiban kepada pihak ketiga;
Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

4) menjaga stabilitas harga komoditas strategis;


5) melanjutkan program pengentasan kemiskinan, memberikan perlindungan kepada
masyarakat, dan meningkatkan ketahanan pangan;
6) meningkatkan kuantitas dan kualitas infrastruktur; serta
7) memberikan stimulus pada perekonomian secara tepat dan terukur.

B.

Belanja Subsidi

1.

Definisi dan Jenis Subsidi


Berbicara mengenai subsidi, Spencer & Amos (1993, 464) menyatakan bahwa yang

dimaksud dengan subsidi adalah pembayaran yang dilakukan pemerintah kepada


perusahaan atau rumah tangga untuk mencapai tujuan tertentu yang membuat mereka
dapat memproduksi atau mengkonsumsi suatu produk dalam kuantitas yang lebih besar
atau pada harga yang lebih murah. Secara ekonomi, tujuan subsidi adalah untuk
mengurangi harga atau menambah keluaran (output).
Sedangkan menurut Suparmoko (2003,34), Subsidi (transfer) adalah salah satu bentuk
pengeluaran pemerintah yang juga diartikan sebagai pajak negatif yang akan menambah
pendapatan mereka yang menerima subsidi atau mengalami peningkatan pendapatan riil
apabila mereka mengkonsumsi atau membeli barang-barang yang disubsidi oleh pemerintah
dengan harga jual yang rendah.
Masih menurut Suparmoko, subsidi dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu subsidi
dalam bentuk uang (cash transfer) dan subsidi dalam bentuk barang atau subsidi innatura
(in kind subsidy):
1) Subsidi dalam Bentuk Uang
Subsidi bentuk ini diberikan oleh pemerintah kepada konsumen sebagai tambahan
penghasilan atau kepada produsen untuk dapat menurunkan harga barang. Keunggulan
subsidi dalam bentuk uang kepada konsumen adalah lebih murah bagi pemerintah
daripada subsidi dalam bentuk penurunan harga, selain itu memberikan kebebasan
dalam membelanjakannya.
2) Subsidi dalam Bentuk Barang
Subsidi dalam bentuk barang adalah subsidi yang dikaitkan dengan jenis barang tertentu
yaitu pemerintah menyediakan suatu jenis barang tertentu dengan jumlah yang tertentu
pula kepada konsumen tanpa dipungut bayaran atau pembayaran di bawah harga pasar.
Pengaruh subsidi innatura adalah:

Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

10

a. mengurangi jumlah pembelian untuk barang yang disubsidi tetapi konsumsi total
bertambah, misalkan pemerintah memberikan subsidi pangan tanpa harga dengan
syarat konsumen tidak boleh menjual kembali barang tersebut.
b. tidak mengubah konsumsi total, hal ini terjadi jika pemerintah disamping memberikan
subsidi juga menarik pajak yang sama besarnya dengan subsidi.
c. konsumsi menjadi terlalu tinggi (overconsumption), hal ini terjadi jika jumlah yang
disediakan oleh pemerintah lebih besar daripada jumlah sesungguhnya yang
tersedia untuk dibeli konsumen, misalkan suatu keluarga dengan 2 orang anak
disubsidi rumah dengan 3 kamar tidur. Padahal kalau subsidi dalam bentuk uang,
keluarga itu hanya akan menggunakan rumah dengan 2 kamar tidur.
d. konsumsi menjadi terlalu rendah (underconsumption), hal ini terjadi kalau jumlah
subsidi yang disediakan oleh pemerintah lebih kecil daripada jumlah yang
diharapkan oleh konsumen, misalkan pemerintah menyediakan rumah bersubsidi
tipe 36 dengan 2 kamar tidur saja padahal yang dibutuhkan konsumen rumah
dengan tipe 54 dengan 3 kamar tidur.

2.

Kebaikan dan Keburukan Subsidi


Kebijakan pemberian subsidi biasanya dikaitkan kepada barang dan jasa yang

memiliki positif eksternalitas dengan tujuan agar untuk menambah output dan lebih banyak
sumber daya yang dialokasikan ke barang dan jasa tersebut, misalnya pendidikan dan
teknologi tinggi (Spencer & Amor 1993, 92).
Sedangkan keburukan subsidi yang tidak transparan dan tidak well-targeted menurut
Faisal Basri (2002, 249) akan mengakibatkan:
1) Subsidi besar yang digunakan untuk program populis cenderung menciptakan distorsi
baru dalam perekonomian,
2) Subsidi menciptakan suatu inefisiensi,
3) Subsidi tidak dinikmati oleh mereka yang berhak.
3.

Subsidi dan Elastisitas


Menurut Handoko & Patriadi (2004, 44), dalam menentukan biaya total subsidi kita

harus memperhatikan elastisitas kurva permintaan dan penawaran. Subsidi akan


menggeser kurva permintaan ke atas untuk konsumsi bersubsidi (subsidized consumption)
atau kurva penawaran ke bawah untuk produksi bersubsidi (subsidized production). Hasil
dari kedua jenis subsidi ini adalah ekuilibrium kuantitas baru yang lebih besar.

Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

11

Pengaruh kedua jenis subsidi ini pada kurva permintaan dan penawaran dapat dilihat
pada gambar berikut:

Gambar 1 : kurva pengaruh konsumsi bersubsidi


Pada gambar 1 diatas, konsumsi bersubsidi menggeser kurva permintaan D ke atas menjadi
kurva permintaan D.

Gambar 2 : kurva pengaruh produksi bersubsidi


Pada gambar 2 diatas, produksi bersubsidi menggeser kurva penawaran S ke bawah
menjadi kurva penawaran S.
Spencer & Amos (1993, 464) menyimpulkan bahwa semakin elastis kurva permintaan
dan penawaran maka akan semakin besar kenaikan produksi akibat subsidi. Akan tetapi
semakin elastis kurva permintaan dan penawaran maka pengurangan harga akibat subsidi
akan semakin kecil. Berikut adalah kurva-kurva yang menggambarkan elastisitasnya:

Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

12

Gambar 3 : kurva pengaruh Subsidi pada Perfectly Inelastic Demand

Gambar 4 : kurva pengaruh Subsidi pada Perfectly Elastic Demand

Gambar 5 : kurva pengaruh Subsidi pada Perfectly Elastic Supply


4.

Subsidi di Indonesia
Dalam APBN 2010, komponen belanja subsidi Pemerintah terdiri dari Subsidi Energi

dan Subsidi Non Energi. Subsidi Energi terdiri atas Subsidi BBM dan Subsidi Listrik,
sedangkan Subsidi Non Energi terdiri atas Subsidi Pangan, Subsidi Pupuk, Subsidi Benih,
PSO (Public Service Obligation), Kredit Program dan Subsidi Pajak.
Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

13

1) Subsidi BBM
Menurut Nota Keuangan RAPBN-P 2010, di dalam tahun 2010 akan dilakukan langkahlangkah kebijakan penghematan beban subsidi BBM yaitu

melanjutkan program

pengalihan penggunaan minyak tanah ke LPG tabung 3 kg, dan peningkatan


pengawasan pendistribusian BBM bersubsidi.
2) Subsidi Listrik
Menurut Handoko & Patriadi (2005, 51) Subsidi listrik masih dapat dipertahankan tetapi
dengan arah yang jelas. Misalnya, jika tujuan subsidi listrik adalah untuk membantu
golongan masyarakat yang kurang mampu, maka sasaran subsidi listrik lebih
dikhususkan untuk para pelanggan listrik yang masuk golongan sosial, rumah tangga
miskin dan usaha kecil/menengah. Di samping itu, PT PLN harus memiliki mekanisme
yang dapat mencegah pencurian listrik atau inefisiensi dalam konsumsi listrik
Dalam Nota Keuangan APBN 2003, disebutkan bahwa peningkatan/penurunan subsidi
listrik dipengaruhi oleh:
-

perkembangan nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat,

kebijakan tarif dasar listrik (TDL), dan

mekanisme perhitungan subsidi listrik

Dalam rangka pengendalian beban anggaran subsidi listrik, dalam tahun 2010 akan
dilakukan langkah-langkah kebijakan:
-

penerapan tarif dasar listrik (TDL) sesuai harga keekonomian secara otomatis untuk
pemakaian energi di atas 50,0% konsumsi rata-rata nasional tahun 2009 bagi
pelanggan rumah tangga (R), bisnis (B), dan publik (P) dengan daya mulai 6.600 VA
ke atas;

penerapan kebijakan tarif yang bertujuan untuk mendorong penghematan tenaga


listrik dan pelayanan khusus, yang selama ini sudah dilaksanakan tetap diberlakukan
seperti daya max plus;

penyesuaian tarif dasar listrik (TDL) setelah mendapat persetujuan dari DPR.

Di tahun 2010, pemerintah menetapkan margin PLN sebesar 8%, penyesuaian margin
tersebut dimaksudkan agar PLN dapat meningkatkan Consolidated Interest Coverage
Ratio (CICR) PLN sesuai persyaratan global bond (bond covenant) sehingga dapat
meningkatkan kemampuan keuangan PLN dalam rangka memperoleh sumber dana
lainnya diluar dari pemerintah (penerbitan obligasi).

Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

14

3) Subsidi Pangan
Menurut Nota Keuangan RAPBN-P 2010, subsidi pangan adalah berupa alokasi beras
bersubsidi untuk rumah tangga sasaran dan penyesuaian harga pembelian beras, serta
subsidi minyak goreng. Tujuan utama kebijakan stabilisasi harga tersebut diarahkan
agar kebutuhan barang dan jasa dapat dijaga ketersediaannya, mudah diperoleh, serta
dengan kualitas dan harga yang terjaga. Besaran alokasi anggaran subsidi pangan
dipengaruhi oleh:
-

harga pokok pembelian beras (HPB), dan

jumlah keluarga miskin yang menjadi sasaran subsidi.

Fomula yang digunakan untuk menentukan subsidi pangan adalah:


Subsidi Pangan = D x S x A x (HPB HJR)
Di mana:
-

D = Durasi (bulan)

S = Sasaran keluarga miskin (Kepala Keluarga)

A = Alokasi per KK/bulan (Kg)

HPB = Harga pembelian beras Bulog (Rp/kg)

HJR = Harga jual Raskin (Rp/kg)

D x S x A mencerminkan jumlah kebutuhan beras untuk rakyat miskin dan


(HPB HJR) mencerminkan subsidi harga

4) Subsidi Pupuk
Tujuan utama subsidi pupuk adalah agar harga pupuk di tingkat petani dapat tetap
terjangkau oleh petani, sehingga dapat mendukung peningkatan produktivitas petani,
dan mendukung program ketahanan pangan (Nota Keuangan RAPBN 2006).
Beban subsidi pupuk dipengaruhi oleh biaya pengadaan pupuk yang bersubsidi yang
merupakan selisih antara harga eceran tertinggi (HET) dengan harga pasar (Rp/kg), dan
cakupan volume (ribu ton) pupuk yang memperoleh subsidi. Khusus untuk urea, HET
dipengaruhi oleh masukan bagi produsen pupuk berupa pasokan gas.
Karena harga gas diperhitungkan dalam dolar (US$/MMBTU), besaran subsidi urea juga
dipengaruhi oleh kurs dolar. Selain HET, harga gas, dan kurs, subsidi pupuk juga
dipengaruhi oleh biaya transportasi ke daerah terpencil dan biaya pengawasan.
Subsidi Pupuk = (HET Harga Pasar) x Volume + Transportasi + Pengawasan

Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

15

Besar beban subsidi dapat dinaikkan atau diturunkan dengan cara melakukan
penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut di atas. Misalkan, untuk mengurangi beban
subsidi pupuk dapat dilakukan dengan cara menaikan HET.
5) Subsidi Benih
Subsidi benih adalah subsidi untuk pengadaan benih unggul padi, kedelai, jagung
hibrida, jagung komposit, dan ikan budidaya, sehingga petani bisa mendapatkan benih
berkualitas dengan harga yang terjangkau. Sehingga diharapkan produksi dapat
meningkat (Nota Keuangan APBN 2006). Penentuan besar subsidi benih menggunakan
rumusan matematis yang hampir sama dengan subsidi pupuk yaitu :
Subsidi Benih = (Harga Pasar HET) x Volume

6) Subsidi PSO
Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara,
pemerintah

dapat

memberikan

penugasan

khusus

kepada

BUMN

untuk

menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud


dan tujuan kegiatan BUMN.Penugasan ini disebut juga sebagai kewajiban pelayanan
umum atau public service obligation (PSO).
Menurut Handoko & Patriadi (2005, 60), contoh penugasan PSO adalah jasa
transportasi di daerah terpencil, pendidikan kejuruan, pelayanan kesehatan, reforestasi
di Sumatera dan Kalimantan, penyedian vaksin di bawah ongkos produksi untuk sistem
kesehatan masyarakat, menyediakan pelayanan pengiriman yang tidak menguntungkan,
mengoperasikan pelabuhan udara dan laut di daerah terpencil.
Subsidi PSO PT KAI dihitung dari selisih antara pendapatan dengan biaya operasi.
Biaya operasi ini meliputi biaya operasi langsung, biaya operasi tidak langsung dan
biaya kantor pusat. Perhitungan subsidi PSO PT Pelni menggunakan rumus yang sama
yaitu selisih antara pendapatan dengan biaya pokok. Untuk PT Pos Indonesia berasal
dari proyeksi biaya dari jumlah kantor pos yang akan mendapat subsidi dikurangi
dengan proyeksi pendapatan kantor.
7) Kredit Program
Subsidi bunga kredit program adalah subsidi yang disediakan untuk menutup selisih
antara bunga pasar dengan bunga yang ditetapkan lebih rendah oleh pemerintah untuk
berbagai skema kredit program.

Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

16

Tujuan subsidi bunga kredit program adalah untuk membantu masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan pendanaan dengan tingkat bunga yang lebih rendah dari bunga
pasar (Nota Keuangan APBN 2003).
8) Subsidi Pajak
Tujuan dari subsidi pajak (stimulus fiskal) berdasarkan Nota Keuangan APBN 2010
adalah:
-

meningkatkan daya beli masyarakat;

menjaga daya tahan dunia usaha dalam menghadapi krisis global;

meningkatkan daya saing usaha dan industri

Stimulus fiskal 2010 yang berupa penghematan pembayaran perpajakan berupa:


-

Pelaksanaan amandemen UU PPN

Penurunan tarif PPh Badan (28% --> 25%) dan Perusahaan masuk bursa --> tarif 5%
lebih rendah

Pembebasan fiskal bagi yang mempunyai NPWP

Sedangkan insentif pajak kepada dunia usaha berupa:


-

PPh Panas Bumi

PPh Bahan Bakar Nabati (BBN)

PPN Minyak Goreng dan Impor Gandum/Terigu

PPN Bahan Bakar Nabati (BBN)

PPN adaptasi dan mitigasi perubahan iklim

PPN Eksplorasi Hulu Minyak dan Gas Bumi serta Panas Bumi

Bea Masuk Industri

Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

17

BAB III
PEMBAHASAN

A.

Profil Belanja Subsidi Pemerintah


Sejak tahun 1998-2004, dalam anggaran Belanja Rutin, Belanja subsidi dibagi menjadi

dua jenis, yaitu subsidi BBM dan subsidi non BBM. Subsidi BBM sendiri pada awalnya
merupakan subsidi yang diberikan Pemerintah terkait dengan produksi minyak dan
pengadaan di Indonesia. Apabila penerimaan laba bersih minyak (LBM), yang berhubungan
dengan kegiatan pengadaan bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri, merupakan selisih
lebih dari hasil penjualan BBM di dalam negeri terhadap biaya pengadaannya. Sebaliknya,
bila hasil penjualan BBM lebih kecil dari biaya pengadaannya, maka akan diperlukan subsidi
BBM. Hasil penjualan bahan bakar di dalam negeri sangat dipengaruhi oleh harga BBM dan
volume penjualannya di dalam negeri. Sedangkan biaya pengadaan BBM dipengaruhi oleh
harga minyak di pasar internasional, nilai tukar rupiah terhadap valuta asing khususnya
dolar Amerika Serikat, serta kondisi perminyakan di dalam negeri setiap tahunnya.
Saat ini Indonesia bukan merupakan negara penghasil minyak (net eksportir) lagi,
sehingga subsidi BBM terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Namun dari tahun
2001 ke 2004 terjadi penurunan nilai subsidi BBM sesuai dengan kebijakan Pemerintah
untuk mengurangi subsidi BBM secara bertahap seperti yang terlihat pada grafik berikut ini.

Sejak tahun 2005, subsidi BBM dan subsidi listrik dimasukkan kedalam satu jenis,
yaitu subsidi energi. Kemampuan Pemerintah untuk mendanai beban subsidi energi sangat
bergantung dengan perkembangan harga minyak mentah di pasar dunia, kebijakan
pengendalian konsumsi energi, dan langkah-langkah penghematan parameter subsidi BBM
Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

18

dan listrik. Pengalokasian anggaran subsidi tersebut oleh Pemerintah, dalam beberapa
tahun terakhir ini, sekalipun jumlahnya mengalami peningkatan yang cukup besar, namun
harus tetap memperhatikan kemampuan keuangan negara.
Subsidi non-energi tersebut, selain menampung alokasi anggaran untuk subsidi
pangan, subsidi pupuk, subsidi benih, subsidi dalam rangka PSO, subsidi bunga kredit
program, subsidi minyak goreng, dan subsidi pajak, dan subsidi kedelai.

Sedangkan dibandingkan dengan PDB, belanja subsidi dapat digambarkan sebagai


berikut:

Pada grafik ini dapat dilihat bahwa sejak tahun 2000, beban subsidi dibandingkan
dengan PDB mengalami lonjakan yang signifikan. Hal ini terjadi karena dalam masa krisis
ekonomi kinerja makro Indonesia memburuk sehingga mendorong Pemerintah untuk
Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

19

melakukan

langkah-langkah

penyelamatan.

Krisis

ekonomi

yang

diawali

dengan

melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar amerika telah diikuti oleh inflasi. Kondisi
tersebut diperburuk dengan turunnya pangan nasional akibat kekeringan panjang dan
berbagai bencana alam. Masyarakat juga mengalami krisis kepercayaan. Menghadapi hal
tersebut, maka Pemerintah menjalankan fungsi stabilisasi dengan pemberian subsidi untuk
komoditas vital dan strategis. Pemberian subsidi tersebut termasuk BBM, pangan, listrik dan
obat obatan.
Sedangkan pada tahun 2002, terjadi penurunan beban subsidi cukup tinggi, hal ini
terjadi karena menurunnya beban subsidi listrik karena penyesuaian TDL dan perubahan
mekanisme perhitungan listrik dari corporate cash flow subsidy menjadi targeted subsidy.
Selain itu, hal ini juga merupakan pengaruh dari kebijakan Pemerintah untuk mengaitkan
langsung antara harga BBM dengan harga Pasar Minyak Internasional (MOPS +5%)
sebagaimana ditetapkan dalam Keppres Nomor 9 Tahun 2002.
Sedangkan pada tahun 2005 sampai 2008, terjadi peningkatan rasio subsidi terhadap
PDB. Alokasi anggaran subsidi yang semakin meningkat tersebut, selain sejalan dengan
perkembangan parameter yang mempengaruhi perhitungan subsidi, juga karena semakin
diperluasnya jangkauan, baik sasaran maupun jenis subsidi. Dalam subsidi BBM juga
terdapat peningkatan karena naiknya harga minyak mentah (crude oil) di pasar dunia, yang
berdampak pada meningkatnya harga minyak mentah Indonesia (Indonesian crude price,
ICP). Melonjaknya harga minyak mentah Indonesia (ICP) di pasar internasional, sebagai
dampak dari meningkatnya harga minyak mentah internasional, akan menyebabkan makin
besarnya beban subsidi BBM yang harus disediakan.
Di lain pihak, realisasi subsidi non-energi dalam kurun waktu mengalami peningkatan.
Kenaikan realisasi subsidi non-energi yang sangat signifikan dalam kurun waktu tersebut,
antara lain berkaitan dengan:
1. perubahan parameter dalam perhitungan subsidi; serta
2. adanya kebijakan penambahan jenis subsidi, seperti subsidi minyak goreng, dan subsidi
kedelai.

B.

Tinjauan atas Kebijakan Subsidi Pemerintah Tahun 2004-2009


Pemerintah menyadari bahwa skema belanja subsidi kurang optimal. Skema subsidi

pada dasarnya digunakan untuk mengurangi kesenjangan pada masyarakat atau fungsi
distributif, untuk memperkuat pondasi ekonomi negara dan melindungi sektor-sektor penting
yang tidak kompetitif. Namun, situasi di Indonesia menunjukan bahwa belanja subsidi
pemerintah setiap tahunnya belum optimal memerankan fungsi-fungsi tersebut.
Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

20

Salah satu cara menilik kondisi tersebut dapat dilihat dari perbandingan pertumbuhan
ekonomi dan gap pendapatan penduduknya. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam
kisaran moderat yaitu sekitar 4-6% per tahun. Namun, indeks Gini yang menggambarkan
kesenjangan pendapatan berkisar pada angka 0,32-0,39 dari tahun ke tahun. Artinya,
kesenjangan pendapatan di Indonesia masih dalam kategori sedang. Dari kondisi tersebut
dapat diambil simpulan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak dinikmati merata oleh
masyarakat Indonesia.
Gambaran lebih jelas mengenai timpangnya distribusi pendapatan ini dapat dilihat
pada saat tahun 2002, 20% penduduk dengan pendapatan tertinggi di Indonesia menikmati
42% dari seluruh pendapatan. Sedangkan 40% masyarakat berpendapatan terbawah di
Indonesia hanya menikmati 20,92% dari seluruh pendapatan masyarakat. Lima tahun
kemudian yaitu tahun 2007, kondisi tersebut tidak jauh berubah. 20% penduduk
berpenghasilan terbesar di Indonesia masih menikmati 40% kue pendapatan nasional dan
40% penduduk yang berpenghasilan rendah menikmati 20% sisanya. Komposisi rata-rata
pendapatan masyarakat Indonesia adalah sebagai berikut:

Salah satu penyebab ketimpangan tersebut adalah kurang optimalnya skema belanja
subsidi pemerintah sementara belanja subsidi pemerintah cukup besar, yaitu 15%-27% dari
total anggaran belanja. Kurang optimalnya belanja subsidi yang dilakukan pemerintah lebih
disebabkan oleh mekanisme subsidi sendiri. Subsidi di Indonesia bukan secara mutlak
diberikan kepada masyarakat bawah. Desain subsidi yang membentuk modal sosial dan
akan berkontribusi dalam perekonomian nasional di masa datang maupun memberikan
jaminan sosial secara berkala kepada masyarakat yang sangat miskin. Terutama subsidi
minyak dan subsidi listrik yang sering disebut sebagai subsidi energi. Sayangnya, subsidi ini
merupakan subsidi dengan porsi paling besar.

Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

21

Subsidi minyak pemerintah Indonesia berkonsep pada subsidi produsen. Karena itu, di
Indonesia subsidi ini dapat dinikmati oleh semua kalangan masyarakat baik kelas bawah,
menengah dan kelas atas. Akibatnya, subsidi ini tidak fokus pada masyarakat bawah yang
pada teorinya adalah target subsidi. Selain itu, subsidi minyak sangat dipengaruhi harga
minyak dunia yang fluktuatif dan cenderung naik. Faktor inilah yang menyebabkan besaran
subsidi sangat menekan APBN jika harga minyak melambung. Sedangkan pada skema
subsidi listrik tahun-tahun sebelumnya tampak bahwa sektor rumah tangga merupakan
pihak yang membayar listrik dengan harga tertinggi per Kwh yang dipakainya. Sedangkan
sektor industri dan komersial yang dalam aktifitasnya bertujuan mendapatkan keuntungan
justru memiliki kewajiban membayar yang lebih rendah, selain itu, seluruh konsumen
menikmati subsidi yang menyebabkan konsumsi listrik cenderung tidak terkendali.
Menyikapi permasalahan tersebut Pemerintah memprogramkan penurunan presentase
subsidi pemerintah dalam RPJP dan RPJM. Selain itu, pemerintah juga mencanangkan
perbaikan atas mekanisme subsidi dengan menerapkan sistem subsidi sesuai dengan
sektor masing-masing.
Berikut ini tinjauan atas kebijakan fiskal pemerintah atas subsidi dalam beberapa
tahun:
1.

Presentase Terhadap APBN


Tekanan belanja subsidi pada anggaran pemerintah tahun-tahun yang lalu sangat

besar sehingga pemerintah menetapkan kebijakan untuk terus menurunkan presentase


pengeluaran subsidi. Namun, karena subsidi energi yang sangat terpengaruh dengan harga
pasar minyak dunia merupakan bagian terbesar dari keseluruhan subsidi maka kebijakan ini
sulit dilaksanakan. Fluktuasi subsidi pemerintah dapat dilihat pada grafik berikut ini:

Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

22

Dilihat dari tren 5 tahun ke belakang tampak bahwa presentase subsidi terhadap
APBN cukup fluktuatif. Tren yang fluktuatif tersebut diakibatkan oleh kenaikan harga minyak
dunia. Saat harga minyak dunia melonjak di atas $100/barel pada tahun 2008 maka total
subsidi juga meningkat. Namun, saat harga minyak turun tajam pada tahun 2009 maka
besaran subsidi yang dikucurkan pemerintah pun menurun.
Selain itu, pemerintah mulai mendiversifikasi jenis-jenis subsidi. Perlahan-lahan
besaran subsidi non-energi pun mulai ditingkatkan pemerintah, hal tersebut ditujukan agar
subsidi dapat efektif dan efisien. Pembahasan lebih lanjut mengenai subsidi non energi akan
disajikan pada sub pokok bahasan selanjutnya.
2.

Penurunan Presentase Belanja Subsidi Energi Terhadap Belanja Pemerintah

Subsidi energi memberi tekanan besar kepada anggaran belanja negara. Selain
karena jumlahnya yang bisa mencapai 15%-20% dari APBN, belanja subsidi energi sangat
terpengaruh oleh harga minyak dunia. Karena itu, pemerintah sangat memperhatikan
subsidi energi. Dari tren di atas nampak bahwa pemerintah berusaha memperkecil
presentase belanja subsidi energi melalui berbagai upaya dan kebijakan. Nampaknya,
kondisi ini berhasil karena walaupun harga minyak dunia cenderung fluktuatif namun
pemerintah mampu menstabilkan nominal belanja subsidi energi.

Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

23

3.

Pengalihan ke Subsidi Non Energi

Arah kebijakan RPJP adalah menerapkan sistem subsidi sesuai dengan masingmasing sektor. karena itu pemerintah mulai memperbaiki sistem pemberian subsidi. Subsidi
bahan bakar minyak yang dikritik kurang fokus pada msyarakat bawah mulai dikurangi
melalui berbagai kebijakan. Subsidi listrik mulai diarahkan untuk pengguna listrik menengah
ke bawah. Selain itu, pemerintah berupaya untuk mengarahkan subsidi sesuai dengan
hakikat tujuan subsidi dengan memperbesar komposisi subsidi non-energi.
Pemerintah mulai membenahi komposisi belanja subsidi non-energi dengan
mengarahkan subsidi pada sektor pangan untuk meningkatkan ketahanan pangan melalui
subsidi pangan, subsidi pupuk dan subsidi benih. Selain itu, pemerintah juga memperkuat
berbagai sektor melalui subsidi pajak. Perbaikan komposisi jenis dan besaran subsidi dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Jenis Subsidi
1.Subsidi Pangan
2.Subsidi Pupuk
3.Subsidi Benih
4.PSO
5.Kredit Program
6.Subsidi Minyak
Goreng
7. Subsidi Pajak
8.Subsidi Kedele
9.Generic Medicine
Subsidy
10.Subsidi Lainnya

2005
6.356,9
2.527,3
147,7
934,6
149,0
-

Jumlah (dalam Miliar Rupiah)


2006
2007
2008
2009
5.320,2
6.584,3 12.095,9 12.987,0
3.165,7
6.260,5 15.181,5 17.537,0
131,1
479,0
985,2
1.315,4
1.795,0
1.025,0
1.729,1
1.360,0
286,2
347,5
939,3
4.683,6
24,6
225,7
-

2010
14.252,8
19.176,5
1.563,5
1.375,0
2.856,4
-

6.200,6
-

1.863,8
-

17.113,6
-

21.018,2
103,3
-

18.630,0
350,0

16.318,6
-

264,4

1.514,0

Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

24

C.

Kebijakan Subsidi Pemerintah Tahun 2010


Pada tahun 2010 ini pemerintah menganggarkan belanja subsidi sebesar Rp199,4

triliun. Total subsidi yang dianggarkan adalah 19,30% dari total belanja. Terdapat kenaikan
belanja subsidi energi yang disebabkan perubahan asumsi makro harga minyak dari
$65/barrel menjadi $77/barrel. Kenaikan asumsi harga minyak ini meningkatkan subsidi
minyak dan listrik secara signifikan. Selain itu, subsidi listrik mengalami kenaikan akibat
kebijakan pemerintah menaikan margin Perusahaan Listrik Negara (PLN) dari 2% menjadi
8%. Kebijakan penaikan margin tersebut bertujuan untuk memperbaiki performa keuangan
PLN guna mempermudah PLN mencari pembiayaan atas proyek 10.000 MW yang
diamanatkan pemerintah. Selain itu, kenaikan subsidi listrik juga disebabkan oleh
penundaan kenaikan Tarif Dasar Listrik yang semula dijadwalkan pada awal tahun 2010
kemudian ditunda menjadi pertengahan tahun 2010.
Komposisi belanja subsidi energi dengan belanja subsidi non-energi adalah 72% dan
27%. Hal tersebut menunjukan bahwa pada tahun 2010 belanja energi lebih memberikan
tekanan pada APBN. Walaupun demikian, belanja subsidi non-energi pun mengalami
kenaikan. Belanja subsidi non-energi didominasi oleh subsidi yang ditujukan untuk
ketahanan pangan yaitu subsidi pangan, subsidi pupuk dan subsidi benih. Kenaikan ketiga
jenis subsidi disebabkan oleh kenaikan jumlah kilogram beras untuk rakyat miskin (raskin)
yang diterima per keluarga, penundaan kenaikan HargaEceran Tertinggi (HET) pupuk dan
kenaikan harga pembelian pemerintah atas beras miskin. Berikut ini data anggaran belanja
subsidi tahun 2010:
Subsidi Pemerintah TA 2010
No
A
1
2

Jenis Subsidi
Energi
Subsidi BBM
Subsidi Listrik

B
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Non Energi
Subsidi Pangan
Subsidi Pupuk
Subsidi Benih
PSO
Kredit Program
Subsidi Minyak Goreng
Subsidi Pajak
Subsidi Kedele
Generic Medicine Subsidy
Subsidi Lainnya

APBN-P 2010
143.793,7
89.291,3
54.502,4
55.542,8
14.252,80
19.176,50
1.563,50
1.375,00
2.856,40
16.318,60
-

Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

25

TOTAL BELANJA SUBSIDI


Belanja Pemerintah
Persentase Subsidi Energi thd Total Subsidi
Persentase Non Subsidi Energi thd Total
Subsidi
Persentase Subsidi thd Belanja Negara

199.336,5
1.009.485,7
72,14%
27,86%
19,75%

Kebijakan utama yang dicanangkan pemerintah untuk belanja subsidi tahun ini adalah
mengarahkan alokasi subsidi menjadi lebih tepat sasaran guna meningkatkan efektifitas,
akuntabilitas, dan dapat lebih terprediksi. Kebijakan tersebut ditujukan untuk meredam
tambahan tekanan belanja subsidi bagi APBN. Strategi yang dipetakan pemerintah untuk
menekan belanja subsidi pada nota keuangan 2010 adalah sebagai berikut:
1. Subsidi Minyak:
a. melakukan penyesuaian harga jual eceran BBM dalam negeri mendekati harga
keekonomian

dengan

mempertimbangkan

dampaknya

terhadap

daya

beli

masyarakat dan kemampuan keuangan negara;


b. membatasi pengguna BBM bersubsidi, hanya pada sektor rumah tangga, usaha kecil
(termasuk petani omprongan tembakau), usaha perikanan, nelayan, transportasi dan
pelayanan umum;
c. melanjutkan program konversi penggunaan minyak tanah ke LPG ;
d. mendistribusikan BBM bersubsidi dengan sistem tertutup dan lebih tepat sasaran;
e. melakukan pengawasan lebih ketat terhadap jumlah volume BBM bersubsidi yang
didistribusikan

kepada

masyarakat,

diikuti

kegiatan

penindakan

bagi

penyalahgunaan serta melakukan pengaturan/revitalisasi tata niaga BBM yang diikuti


aktivitas penindakan dan pencegahannya;
f.

memanfaatkan energi alternatif lainnya, seperti gas, batubara, panas bumi, air, dan
bahan baku nabati.

2. Subsidi Listrik:
a. memberikan subsidi listrik sepanjang tarif dasar listrik (TDL) yang ditetapkan
Pemerintah masih lebih rendah dari biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik;
b. penghematan pemakaian listrik melalui penurunan losses dan penerapan tarif non
subsidi untuk pelanggan 6.600 VA ke atas; serta
c. melakukan diversifikasi energi primer di pembangkitan tenaga listrik, melalui
optimalisasi penggunaan gas, penggantian high speed diesel (HSD) menjadi marine
fuel oil (MFO), peningkatan penggunaan batubara, serta pemanfaatan biofuel dan
panas bumi.

Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

26

3. Subsidi pupuk, benih dan pangan melalui penyediaan pupuk dan benih berkualitas
dengan harga terjangkau serta beras dengan harga murah untuk mendukung program
ketahanan pangan nasional.
4. Subsidi bunga diperuntukan untuk kredit usaha rakyat guna membantu usaha mikro,
kecil dan menengah. Selain itu, subsidi bunga diperuntukan perumahan sederhana dan
sehat.
5. Pemerintah mengalokasikan subsidi pajak untuk membantu sektor-sektor tertentu
supaya lebih kompetitif.
D.

Evaluasi atas Alokasi Subsidi Tahun 2010


Berdasarkan alokasi anggaran subsidi pada APBN P 2010 yang telah disetujui DPR

pada April lalu, kami melakukan evaluasi atas kebijakan alokasi subsidi sebagai berikut:

102.461,7

APBN-P
2010
143.793,7

2010
Evaluasi
123.229,1

139.106,7

54.300,1

89.291,3

68.726,7

33.073,5

83.906,5

48.963,7

54.502,4

54.502,4

12.826,5

33.348,6

52.278,3

57.489,0

55.542,8

58.333,8

6.356,9

5.320,2

6.584,3

12.095,9

12.987,0

14.252,8

14.252,8`-

2. Pupuk

2.527,3

3.165,7

6.260,5

15.181,5

17.537,0

19.176,5

23,531 -

3. Benih

147,7

131,1

479,0

985,2

1.315,4

1.563,5

4.PSO

934,6

1.795,0

1.025,0

1.729,1

1.360,0

1.375,0

1.375,0

5.Kredit
Program
6. Minyak
Goreng
7. Pajak

149,0

286,2

347,5

939,3

4.683,6

2.856,4

2.856,4

24,6

225,7

6.200,6

1.863,8

17.113,6

21.018,2

18.630,0

16.318,6

16.318,6

8. Kedelai

103,3

9.Generic
Medicine
10. Lainnya

350,0

264,4

1.514,0

TOTAL

120.765,3

107.431,9

150.214,5

275.291,5

159.950,7

199.336,5

181.562.9

Belanja
Pemerintah

509.632,4

667.128,7

757.649,9

985.730,7

1.005.673,6

1.009.485,7

991.712,1

Jenis Subsidi

2005

2006

2007

2008

104.449,2

94.605,4

116.865,9

223.013,2

1. BBM

95.598,5

64.212,1

83.792,3

2. Listrik

8.850,6

30.393,3

16.316,1

1. Pangan

A. Energi

B. Non Energi

1.

2009

Subsidi Bahan Bakar Minyak


Pemerintah menaikan subsidi bahan bakar minyak dari Rp 68,72 trilliun menjadi

Rp 89,3 trilliun. Peningkatan besaran subsidi tersebut bertujuan untuk mempertahankan


harga jual eceran di masyarakat karena adanya meningkatan asumsi harga ICP. Menurut
kami, sebaiknya pemerintah tetap mempertahankan besaran subsidi di level Rp 68,72 trilliun
karena:

Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

27

1) Distribusi subsidi bahan bakar minyak tidak fokus pada masyarakat yang sebenarnya
menjadi subsidi. Seperti yang jamak diketahui, subsidi bahan bakar minyak dinikmati
oleh semua kalangan, bahkan masyarakat miskin yang seharusnya menjadi target
subsidi tidak menikmati subsidi bahan bakar minyak karena tidak memiliki kendaraan
bermotor. Jika ada pengecualian maka kalangan masyarakat yang paling ataslah yang
tidak menikmati subsidi karena pilihan sendiri.
2) Masyarakat Indonesia sebenarnya telah dibiasakan oleh pemerintah untuk mengkaitkan
harga bahan bakar minyak khususnya premium dan solar dengan harga minyak dunia.
Dalam lima tahun terakhir ini harga premium dan dolar telah naik dua kali dan turun tiga
kali. Kenaikan dan penurunan harga bahan bakar minyak tersebut terkait dengan naik
turunnya harga minyak dunia. Kebijakan pemerintah untuk mengkaitkan harga bahan
bakar minyak dengan harga minyak dunia dapat diihat pada grafik di bawah ini:

Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

28

Kebijakan tahun 2010 menunjukan adanya inkonsistensi. Pada awal tahun 2010, harga
minyak dunia mencapai lebih dari $80/barrel. Karena itu, harga keekonomisan bahan
bakar minyak jauh di atas harga subsidi yang telah ditetapkan. Namun pemerintah
bereaksi dengan menaikan jumlah subsidi bukan dengan menaikan harga bahan bakar
minyak bersubsidi. Kebijakan tersebut ditujukan untuk mempertahankan harga bahan
bakar minyak bersubsidi sekarang. Reaksi pemerintah tersebut nampak bertentangan
dengan kebijakan pemerintah sebelumnya.
3) Kenaikan alokasi dana subsidi bahan bakar minyak dapat membebani anggaran dan
penetapan harga bahan bakar minyak yang murah akan membentuk perilaku boros
energi di masyarakat. Sedangkan, jika alokasi dana subsidi dapat digunakan untuk
kegiatan yang lebih mengena kepada masyarakat sebagai target subsidi maka anggaran
pemerintah akan lebih produktif.
Jika pemerintah tidak menaikkan besaran subsidi atas BBM maka berdasarkan
perhitungan global yang kami lakukan, pemerintah sebaiknya menaikkan harga BBM untuk
premium dan solar sebesar Rp. 564,00/liter. Perhitungan besaran kenaikan harga BBM
terlampir.
2.

Listrik
Pada tahun 2010 ini pemerintah berupaya untuk membenahi infrastruktur dan layanan

akan listrik. Karena itu pemerintah mencanangkan proyek 10.000 MW yang ditugaskan ke
PLN dan mengupayakan industri listrik lebih kompetitif dengan menaikan tarif dasar listrik.
Refleksi dari kebijakan tersebut pemerintah menetapkan subsidi listrik Rp 54,5 trilliun rupiah
pada APBN-P 2010. Subsidi listrik ini lebih tinggi dari pada nilai subsidi pada penetapan
APBN 2010 sebelumnya, yaitu sebesar Rp 37,8 Triliun. Kenaikan tersebut ditujukan untuk
mengakomodasi kenaikan harga minyak dunia, penundaan kenaikan TDL, dan peningkatan
margin PLN dari 2% menjadi 8%. Peningkatan margin PLN tersebut untuk memperbaiki
kinerja laporan keuangan PLN dalam rangka mendukung proyek 10.000 MW.
Atas kebijakan tersebut kami berpendapat bahwa pemerintah telah tepat menaikkan
margin PLN dan menaikan TDL supaya harga listrik mendekati harga keekonomian .
Namun, langkah pemerintah menaikkan subsidi listrik dari Rp. 37,8 trilliun menjadi Rp. 54,5
trilliun kurang tepat karena kenaikan subsidi tersebut kurang tepat guna dan memberatkan
anggaran. Subsidi listrik di Indonesia lebih dinikmati oleh kalangan masyarakat menengah
ke atas walaupun masing-masing kalangan telah diberikan subsidi yang berbeda. Berikut ini
contoh tabel konsumsi listrik perorangan:

Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

29

Kelompok Pelanggan
Rumah sangat kecil
Rumah Kecil
Rumah Besar
Rumah sangat besar

Daya Listrik
450-900 KVA
1300 KVA, 2.200 KVA
>2.200 KVA, 6.600 KVA
>6.600 KVA

Konsumsi
KWh/Pelanggan/Bulan
93
241
636
1.662

Sumber : Makalah Upaya Penghematan Upaya Penghematan Pemakaian Listrik dan Pengendalian
Subsidi Melalui Penerapan Tarif Keekonomian, PLN, 2010

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa konsumsi listrik perorangan kalangan
menengah ke atas yang digambarkan dengan kelompok pelanggan rumah besar sampai
dengan rumah sangat besar jauh lebih tinggi dari pada konsumsi perorangan masyarakat
kelas bawah. Sementara, masing-masing kalangan diberikan subsidi walaupun kalangan
menengah ke atas diberikan subsidi yang lebih kecil. Jika kondisi ini terus berlanjut maka
masyarakat akan berpola hidup boros listrik.
Untuk mengakomodasi kedua kebijakan di bidang industri listrik pemerintah dapat
mencabut subsidi bagi pelanggan dengan kategori rumah besar, dan menaikkan TDL
dengan presentase tinggi bagi pelanggan dengan kategori rumah kecil. Sedangkan untuk
rumah dengan kategori sangat kecil pemerintah dapat menaikan TDL sesuai dengan
kebijakan yaitu 15%. Jika, pemerintah mencabut subsidi listrik untuk golongan menengah ke
atas serta industri saja maka dengan perhitungan global yang kami lakukan pemerintah
dapat menghemat anggaran sebesar Rp 23,88 trilliun. Perhitungan atas penghematan
subsidi listrik dapat dilihat pada tabel terlampir.
3.

Subsidi Pangan
Subsidi pangan adalah subsidi yang diberikan dalam bentuk penyediaan beras

murah untuk masyarakat miskin (Raskin) melalui program operasi pasar khusus (OPK)
beras Bulog. Subsidi pangan bertujuan untuk menjamin distribusi dan ketersediaan
beras dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat miskin. Subsidi ini disalurkan melalui
Perum Bulog.
Pada tahun 2010, subsidi pangan dianggarkan sebesar Rp 14.252,8 milyar. Menurut
Nota Keuangan RAPBN-P 2010, subsidi pangan adalah berupa alokasi beras bersubsidi
untuk rumah tangga sasaran dan penyesuaian harga pembelian beras, serta subsidi minyak
goreng.
Seperti telah dibahas, menurut kelompok kami, akan lebih efektif

untuk

mengalokasikan subsidi BBM kedalam subsidi pangan. Porsi konsumsi premium jelas lebih
kecil ketimbang porsi konsumsi makanan di dalam keranjang konsumsi penduduk miskin.
Implikasinya, pengalokasian pada subsidi makanan akan memiliki dampak mirip seperti
transfer pendapatan bagi mereka yang miskin. Dalam perhitungan ABPN 2010, ditentukan
Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

30

bahwa untuk Raskin untuk tiap KK akan dinaikkan menjadi 15 kg/KK/ bulan, mengalami
kenaikan 2 kg dibandingkan tahun lalu. Subsidi pangan lebih penting, karena bahan pokok
dan pangan adalah sesuatu yang langsung menyentuh kalangan ekonomi bawah dan
langsung bisa dirasakan manfaatnya. Beberapa variabel yang digunakan dalam perhitungan
APBN 2010 adalah sebagai berikut :
(i)

kenaikan alokasi kuantum raskin dari 13 kg/bulan/ RTS menjadi 15


kg/bulan/RTS sejak bulan April 2010, sehingga kuantum raskin meningkat
dari 2,73 juta ton menjadi 3,15 juta ton; dan

(ii)

meningkatnya harga pembelian beras (HPB)Perum Bulog dari Rp5.775 per


kg menjadi Rp6.285 per kg, akibat kenaikan HPP gabah/beras.

Karena itu, menurut kelompok kami skema ini sudah tepat, dimana subsidi BBM
berkurang dan subsidi pangan bertambah, dari tahun 2009 sebesar Apabila dibandingkan
dengan realisasi anggaran subsidi pangan dalam tahun 2009 sebesar Rp12.987,0 miliar,
maka perkiraan beban anggaran subsidi pangan dalam tahun 2010 tersebut berarti lebih
tinggi Rp1.265,8 miliar atau 9,7 persen.
4.

Subsidi Pupuk
Perhitungan subsidi pupuk pada APBN menggunakan HET atau Harga eceran

Tertinggi. Perhitungan sebesar Beban subsidi pupuk dipengaruhi oleh


(i)

biaya pengadaan pupuk yang bersubsidi yang merupakan selisih antara


harga eceran tertinggi (HET) dengan harga pasar (Rp/kg), dan

(ii)

cakupan volume (ribu ton) pupuk yang memperoleh subsidi.

Besar beban subsidi dapat dinaikkan atau diturunkan dengan cara melakukan
penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut di atas. Misalkan, untuk mengurangi beban
subsidi pupuk dapat dilakukan dengan cara menaikan HET, akan tetapi karena daya beli
petani yang masih rendah kenaikan HET yang terlalu tinggi akan memberatkan petani.
Untuk itu, dari subsidi pupuk sebesar Rp 17.537 milyar pada tahun 2009, karena
Subsidi BBM telah dikurangi, maka untuk Tahun 2010, kami memutuskan bahwa subsidi
pupuk dapat ditambah dari subsidi tahun 2009.
Dengan asumsi untuk kenaikan HET rata-rata 45 % persen mulai April 2010 harus
disediakan subsidi sebesar Rp 19.176,5 milyar (sumber APBN 2010) maka, kami mencoba
memberikan HET lebih rendah lagi bagi petani, yaitu dengan kenaikan HET maksimal 40
persen mulai Bulan April bagi petani dengan perhitungan sebagai berikut :
Pada tahun 2010, dengan besaran subsidi sebesar Rp 19.176,5 milyar, didapatkan
HET sebesar HET + 45 . Jumlah produksi pupuk pertahun sekitar 11,6 juta ton. Dengan
asumsi tidak ada kenaikan jumlah produksi pupuk dari tahun 2009 ke tahun 2010, maka
jumlah subsidi yang disediakan untuk tahun 2010 apabila HET ingin mancapai tingkat
Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

31

kenaikan maksimal 40% dpat diperhitungkan sebagai berikut :


Subsidi pupuk sendiri adalah sebesar (HET-Harga Pasar) x volume Produksi pupuk
HET Pupuk 2009 = HET
HET Pupuk 2010 = HET + 45 %
Untuk besaran subsidi Rp 17.537 milyar = 11,6 (HET-HP)
Untuk besaran subsidi Rp 19.176,5 milyar = 11,6 (1,45 HET-HP)
Maka didapatkan nilai koefisian HET sebesar 1291,82, dan HP sebesar -219,99
Maka nilai subsidi tahun 2010 apabila HET ingin dicapai sebesar HET+ 40 % adalah
11,6 (1,4(1291,82)+219,99) = Rp 23,531 milyar.
Namun, kenaikan besaran subsidi ini harus diimbangi dengan perbaikan penyaluran
subsidi. Subsidi input pertanian (pupuk dan benih) akan diberikan langsung kepada petani.
Ini sebagai bagian dari penataan ulang subsidi sesuai dengan hakikatnya: subsidi hanya
diberikan kepada warga yang berhak menerima.
5.

Subsidi Benih
Seperti telah diketahui, jumlah subsidi benih pada tahun 2010 hanya sebesar Rp

1.563,5 milyar. Menurut kelompok kami, subsidi ini juga tidak tepat sasaran karena dari
tahun ke tahun, sering terjadi permasalah penyebaran subsidi benih yang kurang maksimal.
Pasalnya, bukan hanya petani yang menik-matinya, tetapi juga orang kaya pemilik lahan
pertanian. Bahkan, tidak menutup kemungkinan benih yang menjadi hak petani, bisa
diperjual-belikan oleh oknum pejabat. Lebih baik, anggaran subsidi benih dihapuskan dan
diberikan dalam bentuk program Pemberdayaan petani.
6.

Subsidi PSO
Subsidi PSO menurut APBN 2010 adalah sebesar Rp 1.375 milyar.

Biaya

penugasan PSO berasal dari subsidi silang (cross-subsidy) unit usaha BUMN yang
menguntungkan atau subsidi pemerintah. Terdapat intervensi politik dalam penetapan
harga. Contoh penugasan PSO adalah jasa transportasi di daerah terpencil, pendidikan
kejuruan, pelayanan kesehatan, reforestasi di Sumatera dan Kalimantan, penyedian vaksin
di bawah ongkos produksi untuk sistem kesehatan masyarakat, menyediakan pelayanan
pengiriman yang tidak menguntungkan, mengoperasikan pelabuhan udara dan laut di
daerah terpencil. Subsidi PSO ini terutama disalurkan melalui Bulog, PT Pos Indonesia, PT
KAI dan PT Pelni.
Menurut evaluasi kami, subsidi PSO tetap perlu dipertahankan, terutama subsidi
melalui Bulog, terutama berkaitan dengan penyaluran Raskin/ subsidi pangan. Selain itu,
Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

32

peningkatan subsidi dan bantuan PSO untuk Perum Bulog juga disebabkan adanya
tambahan anggaran subsidi beras untuk rakyat miskin (Raskin) yang bersumber dari dana
kompensasi pengurangan subsidi BBM. Di bidang pangan (Raskin), relokasi dana
pengurangan subsidi BBM direncanakan untuk memperluas cakupan sasaran program
beras bagi rakyat miskin, yaitu dari kuantum 2,73ton menjadi 3,15 juta ton.
Selain itu, PSO juga masih diperlukan unutk transportasi kelas Ekonomi, salah
satunya dari PT KAI dan PT Pelni. Dalam penyalurannya, Perlu disediakan payung hukum
yang mengatur batasan-batasan kegiatan apa saja yang dapat diajukan sebagai PSO.
Berdasarkan kebijakan dalam RKP, PSO yang perlu ditampung dalam APBN adalah
penyediaan pelayanan oleh BUMN tertentu kepada masyarakat dengan harga di bawah
harga pasar, seperti subsidi untuk kereta api kelas ekonomi, subsidi pos, subsidi untuk
Pelni, dan sejenisnya. Untuk ke depannya perlu diperjelas lagi agar tidak semua kegiatan
BUMN yang melayani masyarakat dimintakan PSO ke Pemerintah. Namun demikian,
sampai saat ini kami menganggap subsidi KSO adalah perlu, mengingat transportasi adalah
aspek yang cukup vital di masyarakat.
7.

Subsidi Kredit
Pemerintah menganggarkan subsidi kredit program pada APBN-P 2010 sebesar Rp.

2,86 trilliun. Alokasi tersebut turun sebesar Rp 2,48 trilliun dari alokasi pada APBN 2010
yang telah disetujui sebelumnya. Penurunan subsidi kredit program terutama disebabkan
oleh realokasi sebagian subsidi bunga KPRSh ke dana investasi pemerintah pada pos
pembiayaan. Subsidi kredit porgam pada APBN P 2010 ditujukan untuk:
1. Subsidi bunga kredit untuk program ketahanan pangan dan energi (KKP-E), termasuk
penyediaan anggaran atas risk sharing terhadap KKP-E bermasalah yang menjadi
beban pemerintah,
2. Subsidi bunga untuk kredit pengembangan energi nabati dan revitalisasi perkebunan
(KPEN-RP).
3. Subsidi bunga untuk kredit program eks-Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) yang
dikelola oleh PT Permodalan Nasional Madani (PNM)
4.

subsidi bunga untuk kredit pemilikan rumah sederhana sehat (KPRSh) dan Rusunami,

5. subsidi bunga kredit baru berupa kredit usaha sektor peternakan dan resi gudang.
Atas alokasi subsidi bunga program kami berpendapat pemerintah mempertahankan subsidi
bunga program tersebut. Karena jika ditilik dari peruntukannya maka subsidi bunga program
terarah peruntukannya. Mekanisme pengalokasiannya pun dapat efektif dan efisien. Selain
itu, subsidi bunga program yang dicanangkan pemerintah sebagian besar untuk
menggerakkan sektor riil di masyarakat seperti subsidi bunga program KUR (kredit Usaha
Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

33

Rakyat). Subsidi bunga KUR lebih berfokus pada membentuk modal dalam masyarakat
sehingga masyarakat dapat terdorong melakukan kegiatan usaha di sektor-sektor riil.
Karena itu, dengan adanya subsidi bunga KUR perekonomian yang berbasis pada sektor riil
dapat berjalan sehingga fundamental ekonomi Indonesia dapat lebih kuat.
8.

Subsidi Pajak
Pada APBN P 2010 pemerintah menganggarkan subsidi pajak sebesar Rp 16,32

Trilliun. Besaran subsidi ini mengalami penurunan sebesar Rp 554,2 milyar jika
dibandingkan dengan pagu anggaran belanja subsidi pada APBN 2010. Penurunan tersebut
terutama disebabkan oleh:
1. Penurunan perkiraan Bea Masuk ditanggung pemerintah.
2. Pengurangan dan realokasi pada PPN ditanggung pemerintah atas Bahan Bakar Nabati.
3. Tambahan PPN ditanggung pemerintah atas minyak goreng.
4. Tambahan PPh ditanggung pemerintah atas transaksi pengalihan hak atas tanah dan
bangunan korban lumpur Sidoarjo.
5. Tambahan PPN-DTP program adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Rincian alokasi subsidi pajak pada APBN P 2010 menurut jenis subsidinya adalah sebagi
berikut:
No
1

Jenis Subsidi Pajak


subsidi

Pajak

Besaran Subsidi Pajak

Penghasilan

Rp3.929,3 miliar

Ditanggung Pemerintah
2

subsidi

Pajak

Pertambahan

Nilai

Rp10.389,3 miliar

Ditanggung Pemerintah
3

Bea Masuk Ditanggung Pemerintah

Rp2.000,0 miliar

Atas alokasi subsidi pajak pada ABPN P 2010 kami berpendapat bahwa subsidi
pajak perlu dipertahankan. Karena, subsidi pajak merupakan bagian dari insentif fiskal bagi
perekonomian. Pada dasarnya ditujukan untuk memperkuat sektor-sektor penting bagi
negara, melindungi perekonomian negara dan membantu beberapa golongan masyarakat
yang ditimpa bencana. Subsidi pajak ini dapat terarah dan fokus pada penerima subsidi
yang dituju. Sebagai contoh pajak yang ditanggung pemerintah bahan bakar nabati. Subsidi
pajak merupakan insentif bagi industri bahan bakar nabati karena industri bahan bakar
nabati relatif baru serta memerlukan biaya penelitian dan investasi yang masih besar. Maka
dengan adanya subsidi pajak bagi bahan bakar nabati, industri bahan bakar nabati
Indonesia dapat berkembang dengan baik dan menjadi pelopor energi alternatif.

Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

34

BAB IV
PENUTUP

Belanja

pemerintah

merupakan

unsur

yang

berpengaruh

besar

terhadap

pertumbuhan ekonomi. Belanja subsidi sebagai salah satu jenis dari belanja pemerintah
merupakan belanja yang dominan dipengaruhi oleh rencana dan kebijakan pemerintah saat
itu.Perubahan asumsi ekonomi makro pada tahun anggaran 2010 mengharuskan perubahan
terhadap komposisi APBN-P 2010, termasuk belanja subsidi.
Berdasarkan evaluasi penulis, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa kebijakan
subsidi yang sebaiknya diambil pemerintah,yaitu:
1. Tidak menaikkan porsi subsidi BBM pada APBN sehingga untuk mengantisipasi
kenaikan harga minyak pemerintah dapat menaikkan harga BBM.
2. Tidak menaikkan porsi subsidi Listrik pada APBN dan diikuti dengan mencabut
subsidi bagi pelanggan dengan kategori rumah besar, dan menaikkan TDL dengan
presentase tinggi bagi pelanggan dengan kategori rumah kecil. Sedangkan untuk
rumah dengan kategori sangat kecil pemerintah dapat menaikan TDL sesuai
dengan kebijakan yaitu 15%.
3. Menaikkan subsidi pangan pada tahun 2010 sengan penyaluran raskin dari 13 kg/
KK menjadi 15 kg/KK
4. Menaikkan subsidi pupuk sehingga batas atas HET maksimal sebesar 40 %
5. Menghilangkan subsidi benih dan mengalihkannya pada program pemberdayaan
petani yang lebih tepat sasaran.
6. Mempertahankan subsidi PSO
7. Subsidi kredit tetap dipertahankan.
8. Subsidi pajak perlu dipertahankan. Karena, subsidi pajak merupakan bagian dari
insentif fiskal bagi perekonomian dan juga dapet ditentukan secara langsung
penerima subdidi tersebut sehingga lebih tepat sasaran.

Paper SKP | Tinjauan Kebijakan Belanja Subsidi Tahun Anggaran 2010

35

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Keuangan RI, Nota Keuangan dan APBN 2000


Departemen Keuangan RI, Nota Keuangan dan APBN 2001
Departemen Keuangan RI, Nota Keuangan dan APBN 2002
Departemen Keuangan RI, Nota Keuangan dan APBN 2003
Departemen Keuangan RI, Nota Keuangan dan APBN 2004
Departemen Keuangan RI, Nota Keuangan dan APBN 2005
Departemen Keuangan RI, Nota Keuangan dan APBN 2006
Departemen Keuangan RI, Nota Keuangan dan APBN 2007
Departemen Keuangan RI, Nota Keuangan dan APBN 2008
Departemen Keuangan RI, Nota Keuangan dan APBN 2009
Departemen Keuangan RI, Nota Keuangan dan APBN 2010
Departemen Keuangan RI, Nota Keuangan dan APBN-P 2010
Esta Lestari. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan (JEP) XII (1) 2004. Efektivitas Kompensasi
Subsidi dan Dampak PEngahapusan Subsidi BBM di Indonesia
Faisal Basri, Perekonomian Indonesia: Tantangan dan Harapan Bagi Kebangkitan Ekonomi
Indonesia, Jakarta: Erlangga, 2002
Handoko, Rudi & Patriadi, Pandu. 2005. Evaluasi Kebijakan Subsidi Non BBM. Kajian
Ekonomi dan Keuangan, Volume 9, Nomor 4
Milton H. Spencer & Orley M. Amos, Jr., Contemporary Economics, Edisi ke-81993, Worth
Publishers, New York.
M. Suparmoko, Keuangan Negara dalam Teori dan Praktik, Edisi ke-5, 2003, BPFE,
Yogyakarta.
PLN. 2010. Upaya Penghematan Pemakaian Listrik dan Pengendalian Subsidi Melalui
Penerapan Tarif Keekonomian
Rina Oktaviani, Dedi Budiman Hakim, Hermanto Siregar, Sahara Sahara. 2007. MPIA
Working Paper 2007 : Impact of Lower Oil Subsidy on Indonesian Macroeconomic
Performance, Agricultural Sector and Proverty Incidencies : A Recursive Dynamic
Computable General Equilibrium Analysis.

Sukirno, Sadono, Pengantar Teori Makroekonomi, 1994, PT RajaGrafindo Persada :


Jakarta.
Susilo, Y. Sri dan Budiono Sri Handoko, Jurnal Dampak Ekonomi Pengurangan Subsidi
BBM, Fakultas Ekonomi Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY)

PERHITUNGAN KENAIKAN HARGA BBM

Uraian
Subsidi BBM (triliun rupiah)
ICP(US$/barel)
Konsumsi BBM (ribu kiloliter)
>Premium (ribu kiloliter)
>Minyak Tanah (ribu kiloliter)
>Solar (ribu kiloliter)
Konversi Minyak Tanah ke LPG (ribu kiloliter)
Alpha (%) 8% Jan-Juni
Nilai Tukar Rupiah (Rp/US$)
harga jual
>Premium (Rp/liter)
>Minyak Tanah (Rp/liter)
>Solar (Rp/liter)
Asumsi:
perubahan yang terjadi hanya perubahan nilai tukar dan harga ICP/barrel
Kenaikan harga premium = kenaikan harga solar
Pemerintah mempertahankan harga minyak tanah
Perhitungan kenaikan harga premium dan solar:
Misal (harga premium + harga solar) =2Y, maka:

APBN 2010
68,3
65
36.505
21.454
3.800
11.251
8.710
Rp 556/Liter
10.000

Evaluasi 2010
68,3
77
36.505
21.454
3.800
11.251
8.710
Rp 556/Liter
9.500

4.500
2.500
4.500

5.064
2.500
5.064

PERHITUNGAN PENGEHEMATAN SUBSIDI LISTRIK

Kelompok Pelanggan
sosial besar
Rumah Besar
Rumah sangat besar
Bisnis Besar
Bisnis Sangat Besar
Industri besar
Industri sangat besar
Publik besar
Lainnya
Total
Asumsi:
Tarif subsidi tertinggi
asumsi rata-rata harga
keekonomian listrik
asumsi nilai tukar
Perhitungan harga non
subsidi
Harga keekonomian listrik
Margin 8%
Harga non subsidi

Daya
Listrik
> 2.200 VA
>2.200 VA,
6.600 VA
>6.600 VA
>2.200 VA,
200 kVA
220 kVA
>2.200 VA,
200 kVA
220 kVA
>2.200 VA
P3, T, C, M

621
1022,5
Rp. 9500

850
68
918

Jumlah
Konsumsi
Harga
Pelanggan KWh/Pelanggan/Bulan Keekonomisan
64.698
3.029
918

Harga
Subsidi
621

Penghematan
Subsidi
698.437.942.488

482.576
94.677

636
1.662

918
918

621
621

1.093.856.949.504
560.806.712.136

455.650
4.005

1.820
212.249

918
918

621
621

2.955.564.612.000
3.029.604.021.180

36.919
8.363
39.274
227.760

8.294
419.544
4.593
1.606

918
918
918
918

621
1.091.318.846.904
621 12.504.816.026.208
621
642.893.857.848
621
1.303.649.043.840
23.880.948.012.108

Anda mungkin juga menyukai