FARMAKOGNOSI FITOKIMIA
SKRINING FITOKIMIA DAUN KUMIS KUCING
(Orthosiphonis Folium)
DISUSUN OLEH :
(118114027)
ANGELINE SYAHPUTRI F
(118114028)
ARVITA ANGGRAINY
(118114029)
VIVO PUSPITASARI A M
(118114030)
UNIT III
Kandungan
Kandungan dari kumis kucing (Orthosiphon aristatus) adalah orthosiphon glikosida,
zat samak, tannin, saponin, minyak lemak, minyak atsiri, sapofonin, garam kalium (0,63,5%), polifenol, flavonoid, myoinositol (Permadi, 2012).
Metode Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang diekstrak
mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat,
karbohidrat,protein,dll. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat
digolongkan ke dalam minyak atsiri, alkaloida, flavonoida, dll (Depkes RI, 2000).
A. Cara dingin
a) Perkolasi
Adalah ekstraksi pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umum
dilakukan pada temperature ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan
bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya, terus menerus sampai
diperoleh perkolat yang jumlahnya 1-5 kali (Depkes RI, 2000).
b) Maserasi
Adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperature ruangan
(kamar). Maserasi kinetic berarti dilakukan pengadukan yang kontinu.
Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan
B.
c) Digesi
Adalah maserasi kinetic dengan adanya pengadukan kontinu pada temperature
yang lebih tinggi dari temperature kamar yaitu secara umum pada temperature
40-500C.
d) Refluks
Adalah ekstraksi pelarut pada temperature titik didihnya, selama waktu
tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relative konstan dengan adanya
pendingian balik.
e) Dekok
Adalah ekstraksi dengan pelarut air pada suhu 900C (Depkes RI,2000).
Skrining Fitokimia
Salah satu pendekatan untuk penelitian tumbuhan obat adalah penapis senyawa
kimia yang terkandung dalam tanaman. Cara ini digunakan untuk mendeteksi senyawa
tumbuhan berdasarkan golongannya. Sebagai informasi awal dalam mengetahui senyawa
kimia apa yang mempunyai aktivitas biologi dari suatu tanaman. Informasi yang
diperoleh dari pendekatan ini juga dapt digunakan untuk keperluan sumber bahan yang
mempunyai nilai ekonomi lain seperti sumber tanin, minyak untuk industri, sumber
gum, dll. Metode yang telah dikembangkan dapat mendeteksi adanya golongan senyawa
alkaloid, flavonoid, senyawa fenolat, tannin, saponin, kumarin, quinon, steroid/terpenoid.
(Teyler, 1988).
Dalam uji fitokimia, senyawa yang akan diuji yaitu alkaloid, steroid dan flavonoid.
Golongan senyawa alkaloid dideteksi dengan menyemprotkan pereaksi Dragendrof. Golongan
senyawa steroid dideteksi dengan asam sulfat dan asam asetat anhidrat. Sedangkan golongan
senyawa flavonoid dideteksi dengan cara melarutkan 10 mL filtrat dengan 0,5 g Mg di tambah
2 mL alkohol klorhidrat dan 20 mL amil alkohol, dikocok dengan kuat, terbentuk warna
merah, kuning, dan jingga yang menunjukkan adanya senyawa flavonoid (Maharani, 2006).
Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder yang terbesar. Pada
umumnya alkaloid mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih
atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid
seringkali beracun bagi manusia dan banyak yang mempunyai kegiatan fisiologi yang
menonjol yang digunakan secara luas dalam bidang pengobatan. Alkoloid biasanya tanpa
warna, seringkali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal tetapi hanya sedikit
yang berupa cairan (Harborne, 1987).
Kromatografi
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu tehnik yang sederhana dan banyak
digunakan. Metode ini menggunakan lempeng kaca atau lembaran plastik yang ditutupi
penyerap untuk lapisan tipis dan kering bentuk silika gel, alomina, selulosa dan polianida.
Untuk menotolkan larutan cuplikan pada lempeng kaca, pada dasarnya dgunakan mikro pipet/
pipa kapiler. Setelah itu, bagian bawah dari lempeng dicelup dalam larutan pengulsi di dalam
wadah yang tertutup (Chamber) (Harborne, 1987).
Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan dalam KLT yang mempengaruhi harga R f
antara lain :
2. Oven
3. Timbangan dielektrik
4. Erlenmeyer
5. Beaker Glass
6. Tabung reaksi
7. Pengaduk
16. Glassfirn
8. Penangas air
17. Corong
9. Pipa kapiler
Bahan-bahan yang digunakan :
1.
Serbuk simplisia
2.
3.
13.
Etanol 80%
4.
Metanol-air (1:1)
14.
Sitroborat
5.
Vanillin-asam sufat
15.
Natrium Klorida 2%
6.
Pereaksi Dragendorff
16.
Gelatin 1%
7.
17.
Selulosa
8.
18.
Asam 3,5-dinitrobenzoat
9.
19.
Liebermann-Burchard
10.
Uap Ammonia
20.
Petroleum eter
11.
KOH etanolis
12.
Toluena Alumminium
Klorida
D. Cara Kerja
1. Pembuatan serbuk simpleks (jamak: simplisia)
Pengumpulan bahan simpleks (seluruh tumbuhan atau bagian tumbuhan)
dilakukan dari daerah tertentu dan berasal dari tumbuhan tertentu yang berada
pada masa tertentu
Dilakukan sortasi basah, kemudian dicuci dengan air mengalir dan dikeringkan
dengan cepat (diangin-anginkan, dipanaskan dalam almari pemanas yang
dilengkapi kipas angin, dijemur dibawah sinar matahari langsung atau ditutupi
dengan kain hitam)
Suspensi disaring dengan kertas saring ke dalam tabung reaksi A dan tabung reaksi
B sama banyak
Larutan A dibagi dua sama banyak, lalu ke dalam larutan A-1 ditambahkan
pereaksi Dragendroff sebanyak 3 tetes dan A-2 ditambah pereaksi Mayer 3 tetes
Setelah kloroform memisah, diambil dengan pipet Pasteur dan ditambahkan asam
cuka 5% sampai PH 5, diaduk dan dipisahkan lapisan atas dengan pipet
Ditambahkan HCl 1% pada lapisan bawah sebanyak 10 tetes dan diaduk, akan
terbentuk 2 lapisan
Lapisan atas dipisahlan denan dipipet dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu
ditambahkan 0,5-1 ml KOH 0,5 N (warna merah yang terjadi pada lapisan air
menunjukkan adanya senyawa antrakinon)
5. Uji polifenol
Diambil serbuk simpleks 2 gram dan ditambahkan 10 ml air lalu dipanaskan
selama 10 menit dalam penangas air mendidih
Dilakukan juga terhadap 2 gram serbuk bahan lain dengan peyari etanol 80% 10ml
7. Uji kardenolida
Filtrat 2 ml dari hasil pemanasan serbuk tumbuhan 2 gram dengan air 10 ml
selama 30 menit diatas tangas air tadi (point 6, ditambahkan asam 3,5-dinitro
benzoat 0,4 ml dan 0,6 ml KOH 0,1 N dalam metanol
Lapisan atas diambil dengan pipet, lapisan bawah ditambahkan 3,5 dinitro benzoat
0,5 (terjadi warna biru ungu menunjukkan adanya kardenolida)
8. Uji saponin
Dimasukkan 300 mg serbuk simpleks ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10
ml air, ditutup dan di kocok kuat-kuat selama 30 menit
Larutan hasil pemanasan serbuk pada point 6 setelah disaring, filtrat dimasukkan
ke dalam pipa kapiler penuh-penuh
Kapiler diletakkan dalam posisi tegak (vertikal), lalu cairan dibiarkan mengalir
bebas
Tinggi cairan dibandingkan dengan tinggi air suling (pembanding). Bila tinggi
cairan yang diuji setengah atas kurang dari tinggi air suling, maka adanya saponin
akan diperhitungkan
9. Uji minyak atsiri
Sebanyak 10 gram serbuk simpleks ditambahkan 20 ml eter, dikocok dan disaring
Filtrat dikeringuapkan
Bila sedikit berbau aromatik, dilarutkan residu dengan sedikit etanol, diuapkan lagi
sampai kering (bila terjadi bau aromatik spesifik menunjukkan adanya minyak
atsiri)
Catatan : pada uji kualitatif ini, bila volume pereaksi tidak disampaikan secara tegas
maka penambahan tetes demi tetes sampai terbentuk warna atau endapan spesifik atau
tidak terjadi perubahan sama sekali.
4.2.1 Uji Kualitatif Secara KLT
Skema pembuatan larutan percobaan untuk KLT
Diambil 2-3 gram serbuk simpleks disari dengan 10 mL petroleum eter, 50C
selama 5 menit
Sisanya dibuang
Kemungkinan golongan senyawa yang tersari:
1. Larutan I : antrakinon, fenolat, flavonoida, kumarin, steroida
2. Larutan II : glikosida antrakinon, glikosida kumarin, saponin, tannin
3. Larutan III : kardenolida, saponin, glikosida antrakinon, glikosida flavonoida
Sistem KLT yang digunakan:
1. Larutan I
Fase diam
: silika gel GF254
Fase gerak
: etil asetat-benzena (9:1), atau etil asetat-toluena (9:1)
Pembanding
: antrakinon, flavonoida, kumarin, steroid
Deteksi
: FeCl3, garam fast blue B atau vanillin asam sulfat (panaskan
120C selama 1-2 menit)
2. Larutan II
Fase diam
: a. silika gel G
b. silika gel GF254
c. silika gel GF254
Fase gerak
Pembanding
Deteksi
3. Larutan III
Fase diam
: a. silika gel GF254
b. silika gel GF254
c. selulosa
Fase gerak
: a. butanol-asam asetat-air (5:1:4) v/v fase atas
b. kloroform-metanol-air (64:50:10) v/v
c. t butanol-asam asetat-air (4:1:5) v/v fase atas
Pembanding
: a. saponin, kardenolida
b. saponin, kardenolida, antrakinon
c. glikosida flavonoid
Deteksi
: a. Liebermann-Burchard
b.Vanillin asam sulfat; panaskan pada 120C, 5-10 menit (setiap
menit diamati warna yang timbul, jangan sampai gosong)
c. Uap ammonia, UV 365 nm, aliuminium klorida
Larutan pembanding yang digunakan:
a. Glikosida flavonoid
: larutan rutin 0,1% dalam metanol
b. Flavonoid
: larutan kuersetin 0,1% dalam metanol
c. Antrakinon
: larutan Rhei Radix (0,5 g) dipanaskan 5 menit dalam 5
mL metanol, saring, filtrat diuapkan sampai 0,5 mL. Totolkan 20 l
d. Saponin
: larutan daging buah Sapindi rarak pulpa Fructus (2 g)
direfluks dengan etanol 75% (10 mL) selama 10 menit
e. Kumarin
: larutan Rutae Herba (0,5 g) dipanaskan dalam metanol
(5 mL) sambil diaduk selama 30 menit, saring, filtrate diuapkan sampai 0,5 mL.
Totolkan 20 l
f. Tannin
g. Kardenolida
metanol 60C
h. Alkaloida
Bagian fraksi asam klorida diuji dengan ragendorff, bila positif ditambah NaHCO3
1 M sampai pH 8-9, disari dengan kloroform 10 mL; sisanya dibuang
Lapisan bawah disari dengan HCl 1% 10 mL yang akan membentuk dua lapisan
E. Hasil Pengamatan
Uji Kualitatif Secara Kimiawi
Tabel Uji Reaksi Kimiawi
Uji
1. Pendahuluan
Ketetaran
Hasil
+Aquadest
+Etanol
5. Tannin
6. Kardenolida
7. Saponin
8. Minyak
Atsiri
Senyawa
Antrakinon
Hasil
+
Ket
Diperoleh bercak
Rf
Baku antrakinon
Rf 1 = 3,5/13 = 0,269
Rf 2 = 11,3/13 = 0,869
Sampel 1
Rf 1 = 4,2/13 = 0,323
Rf 2 = 5,4/13 = 0,415
Rf 3 = 11,6/13 = 0,892
Sampel 2
Rf = -
Rata-Rata
0,543
Rf
Rata-Rata
54,3
HRf
Flavonoid
Rf
Rata-Rata Rf
Rata-Rata
Baku flavonoid
Rf 1 = 4,8/10 = 0,48
Rf 2 = 5/10 = 0,5
Rf 3 = 8,3/10 = 0,83
Sampel 1
Rf 1 = 4,8/10 = 0,48
Rf 2 = 8/10 = 0,8
Sampel 2
Rf 1 = 5/10 = 0,5
0,593
Diperoleh bercak
berwarna hijau tua dan
-
hijau muda.
Hanya mengandung
senyawa segolongan
dengan flavonoid
59,3
HRf
Antrakinon
II
Baku antrakinon
Rf tidak diketahui
karena tidak terlihat
Rf
Rata-Rata Rf
Rata-Rata
bercak
Sampel 1
Rf 1 = 9,5/10 = 0,95
Rf 2 = 10/10 = 1
Sampel 2
Rf 1 = 9,6/10 =0,96
Rf 2 = 10/10 = 1
0,9775
Diperoleh bercak
Tidak dapat
ditentukan
97,75
HRf
Tannin
Tidak dapat
Bercak sampel
Baku tannin
Rf tidak diketahui
Rf
karena tailing
Sampel 1
Rf 1 = 9/10 = 0,9
Rf 2 = 9,6/10 = 0,96
Sampel 2
Rf 1 = 8,9/10 = 0,89
Rf 2 = 9,5/10 = 0,95
berwarna hijau.
ditentukan
Standar mengalami
tailing
0,925
Rata-Rata Rf
Rata-Rata
92,5
HRf
Saponin
Baku saponin
Rf tidak diketahui
karena tidak terlihat
bercak
Sampel 1
Rf 1 = 8,4/10 = 0,84
Sampel 2
Rf 1 = 8,8/10 = 0,88
Rata-Rata Rf
0,86
Rf
Rata-Rata
III
Bercak sampel
Tidak dapat
berwarna kuning,
ditentukan
86
HRf
Flavonoid
Baku glikosida
Bercak sampel
flavonoid
Rf tidak diketahui
karena tailing
Sampel 1
Rf 1 = 7,9/8,3 = 0,95
Sampel 2
Rf 2 = 8/8,3 = 0,96
Rata-Rata Rf
0,955
Rf
Rata-Rata
HRf
95,5
berwarna coklat,
Tidak dapat
bercak standar
ditentukan
berwarna kuning.
Standar mengalami
tailing
F. Pembahasan
Pada percobaan ini praktikan melakukan skrining fitokimia dengan tujuan supaya
setelah melakukan praktikum ini, praktikan diharapkan dapat mengidentifikasi senyawa
golongan flavonida, antrakinon, saponin, alkaloida, serta golongan fenolik dan polifenolik.
Simplisia yang digunakan pada praktikum kali ini adalah Orthosiphonis Folium (daun kumis
kucing), dimana simplisia ini nantinya akan diuji kualitatif secara kimiawi ataupun dengan
KLT.
Uji Kualitatif Secara Kimiawi
Tujuan dilakukannya uji kualitatif secara kimiawi yaitu untuk mengidentifikasi adanya
kandungan metabolit sekunder bioaktif yakni saponin, antrakinon, alkaloida, flavonoida,
golongan fenolik pada simplisia yang kita gunakan yaitu Orthosiphonis Folium berdasarkan
adanya reaksi warna yang terjadi.
1) Pembuatan serbuk simpleks
Pembuatan serbuk simpleks digunakan simplisia daun kumis kucing (Orhosiphonis
Folium). Daun kumis kucing yang dibeli sudah dalam bentuk kering (jika diremas mudah
rapuh) kemudian selanjutnya serbuk tersebut diblender dengan tujuan memperoleh serbuk
yang kecil dan halus. Alasan serbuk yang digunakan adalah serbuk yang kecil dan halus
supaya saat dilarutkan lebih mudah untuk bercampur, serta ketika diekstrakkan diperoleh
ekstrak yang banyak.
2) Uji pendahuluan
Tujuan dilakukannya uji pendahuluan ini adalah untuk mengidentifikasi apakah
simplisia yang digunakan mengandung kromofor (flavonoida, antrakinon) serta gugus
hidrofilik (gula, asam, fenolat, dll). Serbuk daun kumis kucing 2 gram ditambah dengan 10 ml
air dipanaskan selama 30 menit lalu disaring. Air berfungsi untuk melarutkan serbuk agar
dapat disaring dengan mudah.
Pada pengujian ketika disaring menggunakan kapas diperoleh suatu larutan berwarna
kuning sampai merah, warna yang ada belum terlalu kelihatan maka diperlukan penambahan
larutan kalium hidroksida. Setelah penambahan kalium hidroksida maka warna yang kelihatan
semakin intensif, hal ini menunjukkan adanya senyawa mengandung kromofor dengan gugus
hidrofilik.
3) Uji alkaloida
Tujuan dilakukannya uji ini adalah untuk mengetahui apakah simplisia mengandung
senyawa alkaloid atau tidak. Uji ini dapat dilakukan dengan adanya reaksi pengendapan,
reaksi warna, dan KLT. Namun yang akan dilakukan hanya reaksi pengendapan dan reaksi
warnanya saja.
Larutan A dibagi 2 sama banyak, lalu kedalam larutan A1 ditambah pereaksi
Dragendroff dan larutan A2 ditambah pereaksi Mayer. Pereaksi ini untuk menentukan adanya
alkaloida yang ditunjukan dengan adanya endapan. Pereaksi Dragendroff mengandung kalium
iodida dan bismut nitrat dalam asam klorida pekat yang akan memberikan endapan berwarna
jingga atau coklat gelap, sedangkan pereaksi Mayer mengandung merkuri klorida dan kalium
iodida yang akan memberikan endapan berwarna putih. Hasil yang diperoleh pada percobaan
menunjukkan hasil negatif yang ditunjukkan dengan tidak terbentuknya endapan berwarna
coklat gelap pada pereaksi Dragendroff, sedangkan pada pereaksi Mayer menunjukkan hasil
negatif karena tidak terbentuk endapan berwarna putih.
Sesuai dengan teori daun kumis kucing tidak mengandung senyawa alkaloida. Fungsi
senyawa alkaloida adalah sebagai anestesi dan analgesik.
4) Uji antrakinon
Tujuan uji antrakinon adalah untuk mengetahui ada tidaknya glikosida antrakinon
pada serbuk simpleks. Serbuk simpleks ditambahkan kalium hidroksida, tujuan penambahan
kalium hidroksida adalah untuk menarik glikosida kemudian ditambahkan larutan H2O2 yang
berfungsi sebagai katalisator dan dipanaskan. Pemanasan ini dimaksudkan untuk
menghidrolisis glikosida antrakinon menjadi aglikon dan molekul gula. Suspensi disaring
kemudian filtrat ditambahkan asam asetat glasial untuk menurunkan PH yang berperan dalam
proses hidrolisis, lalu ditambahkan toluena untuk menarik aglikon. Fungsi toluene adalah
untuk menghilangkan senyawa-senyawa pengotor yang mungkin bisa mempengaruhi hasil
yang diperoleh nantinya. Hasil positif ditunjukan dengan adanya warna merah yang terjadi
pada lapisan air (basa). Dalam uji ini diperoleh negatif yang diperkuat dengan warna bening
yang ada pada larutan. Fungsi senyawa antrakinon adalah antiseptik, antibakteri, antikanker,
dan pencahar.
5) Uji polifenol
Tujuan uji polifenol adalah untuk mengetahui ada tidaknya polifenolat pada serbuk
simpleks. Serbuk simpleks dipanaskan dengan air dan etanol 80%. Kemudian disaring dan
ditambahkan pereaksi besi (III) klorida. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya warna hijaubiru. Namun pada hasil pengujian didapatkan bahwa simplisia ini tidak mengandung senyawa
polifenol yang ditunjukkan dengan adanya warna cokelat kehitaman maka hal ini sesuai
dengan MMI. Fungsi dari senyawa polifenol sebagai antioksidan yang dapat mengurangi
resiko penyakit jantung, kanker.
6) Uji tanin
Tujuan uji tanin adalah untuk mengetahui ada tidaknya tanin pada serbuk simpleks.
Serbuk simpleks ditambahkan air dan dipanaskan, tujuan ditambahkan air dan dipanaskan
adalah untuk melarutkan senyawa tanin agar terpisah dari bagian sampel. Kemudian disaring
dan ditambahkan larutan natrium klorida 2%. Fungsi dari larutan natrium klorida adalah
untuk menghilangkan pengotor sehingga mencegah terjadinya negatif palsu. Suspensi disaring
dan kemudian filtrat ditambahkan larutan gelatin 1%. larutan gelatin berfungsi sebagai reagen
garam gelatin yang merupakan indikasi adanya tanin. Hasil positif ditunjukan dengan
terbentuknya endapan. Endapan dapat terbentuk karena adanya ikatan dengan larutan gelatin.
Pada percobaan diperoleh hasil positif yaitu dengan ditunjukkan adanya endapan berwarna
cokelat kehitaman, menandakan sesuai dengan MMI. Kegunaan tanin yaitu sebagai astringent.
7) Uji kardenolida
Tujuan uji kardenolida adalah untuk mengetahui ada tidaknya kardenolida pada serbuk
simpleks. Filtrat yang diperoleh dari uji tanin ditambahkan asam 3,5-dinitro benzoate dan
kalium hidroksida dalam metanol. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya warna biru-ungu.
Pada percobaan diperoleh hasil negatif. Kemudian dilakukan uji penegasan dengan dicampur
dengan kloroform dan terbentuk 2 lapisan. Lapisan bawah ditambahkan asam 3,5-dinitro
benzoat dan terjadi warna biru-ungu. Prinsip uji penegasan adalah menandakan bahwa reaksi
yang terbentuk benar adanya.
8) Uji saponin
Tujuan uji saponin adalah untuk mengetahui ada tidaknya saponin pada saponin.
Serbuk simpleks ditambahkan air, dikocok. Adanya buih menunjukkan adanya saponin. Pada
percobaan hasilnya menunjukan negatif karena tidak terdapat buih diperbukaan. Hal ini sesuai
dengan MMI. Fungsi senyawa saponin yaitu sebagai penambah sabun dan sebagai antibakteri.
9) Uji minyak atsiri
Tujuan uji minyak atsiri adalah untuk mengetahui ada tidaknya kandungan minyak
atsiri pada serbuk simpleks. Serbuk simpleks ditambahkan eter, dikocok dan disaring. Filtrat
kemudian dikeringkan. Pada percobaan menunjukkan hasil positif yang ditunjukkan dengan
adanya bau aromatik spesifik. Kegunaan minyak atsiri obat anti nyeri, anti infeksi, dan
pembunuh bakteri.
Dengan fase gerak yang lebih dari satu, diharapkan terjadi rambatan karena penyusun fase
gerak mempunyai kepolaran berbeda-beda.
Dalam KLT juga digunakan standar sebagai pembanding. Jika simplisia kita gunakan
memiliki kandungan metabolit sekunder bioaktif, maka antara sampel dan standar akan
memiliki warna yang sama jika dilihat dari sinar UV dan memiliki nilai Rf yang sama. Pada
saat penotolan dilakukan sebanyak 3 kali agar ketika dilihat dibawah sinar UV pergerakan
elusi lebih terlihat jelas. Elusi adalah proses pengembangan fase gerak bergerak sampai batas
atas.
Dilakukan dengan pembuatan tiga larutan. Pada larutan I dilakukan uji antrakinon dan
flavonoid. Pada pengujian antrakinon, fase geraknya etil asetat-benzena (9:1), dengan
pembanding antrakinon, dan deteksi FeCl3. Rata-rata Rf bernilai 0,543 dan rata-rata HRf
54,3. Hasil bercak yang diperoleh berwarna coklat, sama dengan baku (standar) sehingga
sampel mengandung antrakinon. Pada pengujian flavonoid, fase geraknya etil asetat-benzena
(9:1) dengan pembanding flavonoida, dan deteksi FeCl3. Hasil rata-rata Rf bernilai 0,593 dan
rata-rata HRf 59,3. Rf dapat diperoleh dari rumus jarak elusi sampel dibagi dengan jarak elusi
gerak. Hasil bercak yang diperoleh berwarna hijau tua dan hijau muda, sedangkan standar
berwarna hijau muda. Meski Rf sampel mendekati Rf standar dan warnanya serupa, sesuai
teori pada MMI sampel tidak mengandung flavonoid, mungkin senyawa yang terkandung
hanya satu golongan dengan flavonoid.
Pada larutan II dilakukan uji tanin dan antrakinon. Pada pengujian tannin, fase
geraknya n butanol-asam asetat-air (5:1:4) v/v dengan pembanding tannin, dan deteksi besi
(III) klorida. Rata-rata Rf bernilai 0,925 dan rata-rata HRf 92,5. Hasil bercak yang diperoleh
berwarna hijau dan tidak dapat ditentukan positif atau negatif karena standar mengalami
tailing. Sedangkan pada pengujian antrakinon, fase geraknya etil asetat-metanol-air
(100:13,5:10) v/v dengan pembanding antrakinon, dan deteksi KOH etanolis. Rata-rata Rf
bernilai 0,86 dan rata-rata HRf 86. Bercak yang diperoleh berwarna hijau dan tidak dapat
ditentukan positif atau negatif karena bercak standar tidak terlihat.
Kemudian pada larutan III dilakukan uji saponin dan flavonoid. Pada pengujian
saponin, fase geraknya adalah butanol-asam asetat-air (5:1:4) v/v dengan pembanding
saponin, dan deteksi Liebermann-Burchard. Rata-rata Rf bernilai 0,86 dan rata-rata HRf 86.
Hasil bercak yang diperoleh berwarna kuning dan tidak dapat ditentukan positif atau negatif
karena bercak standar tidak terlihat. Pada pengujian flavonoid, fase geraknya t butanol-asam
asetat-air (4:1:5) v/v dengan pembanding glikosida flavonoid, dan deteksi uap ammonia, UV
365, dan aluminium klorida. Rata-rata Rf bernilai 0,955 dan rata-rata HRf 95,5. Hasil bercak
yang diperoleh berwarna coklat sedangkan standar berwarna kuning. Hasil tidak dapat
ditentukan positif atau negatif karena standar mengalami tailing.
Uji Kualitatif Secara KLT Untuk Alkaloid
Yang terakhir adalah uji kualitatif secara KLT untuk alkaloid ini menggunakan Fase
diam yaitu silika gel GF254 dengan fase geraknya adalah tertier butanol-kloroform-dietil
amina (2:7:1) v/v. setelah kering dapat dilakukan pendeteksian dengan menyemprotkan
larutan NaNO2 5%. Hasil yang diperoleh pada uji ini adalah negative karena tidak didapatkan
bercak hingga elusi selesai.
G. Kesimpulan
Berdasarkan hasil skrining serbuk simplisia daun kumis kucing hanya menunjukkan
senyawa antrakinon
Secara teoritis kumis kucing mengandung tanin, saponin, minyaklemak, minyakatsiri,
sapofonin, garamkalium, polifenol, flavonoid, myoinositol dan orthosiphon glikosida
H. Daftar Pustaka
Dalimartha, 2000, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid II, Trubus Agriwidya,
Ungaran, hal 91.
Depkes RI, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Depkes RI,
Jakarta, hal. 82-84.
Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia, ITB Press, Bandung, hal. 69-94, 142-158.
Maharani, D.M., Siti N.H., dan Haiyinah, 2006, Studi Potensi Kalakai (Stenochlaena
palustris (Burm.F) Bedd) Sebagai Pangan Fungsional, Universitas
Lambung Mangkurat, Banjarbaru, hal.154.
Permadi, Adi, S.Si., 2012, Ramuan Herbaol Penumpas Hipertensi, Pustaka Bunda,
Depok, hal. 35.
Robinson, 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi, ITB Press, Bandung,
hal. 95.
Teyler, V.E., dkk, 1988, Pharmacognosy, Lea and Febiger, Phiadelphia, pp.187188.
Yogyakarta, 28 September 2012
Praktikan,
Viadeta Filia Diandra
118114027
Angeline S.F.
118114028
Arvita Anggrainy
118114029
Vivo Puspitasari
118114030
Nama Uji
Pengamatan
Uji Pendahuluan
endapan
mengandung antrakinon
Warna merah (+) : sampel
Larutan Bening
Uji Polifenol
mengandung antrakinon
Uji Tannin
mengandung tannin
Tidak ada endapan (-) : tidak
mengandung tannin
Ada endapan hitam
Uji Kardenolida
mengandung saponin
permukaan
Terjadi bau
aromatik
Uji Minyak Atsiri
Selulosa
Saponin
8,3 cm
8,8cm
8,4cm
2 cm
10cm
2cm
Antrakinon
Tanin
10cm
10cm
10cm 10cm
9,6 cm 9,5 cm
9,5cm 9,6cm
8,9cm
9cm
2cm
2cm
Flavonoid
Antrakinon
10cm
13cm
2cm
2cm