a.
b.
c.
d.
TE
Mengingat
BS
LE
Menimbang
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Menetapkan
TENTANG
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Pertama
Pengertian
Pasal 1
TE
LE
1. Bangunan gedung adalah bangunan yang didirikan dan atau diletakkan dalam suatu
lingkungan sebagian atau seluruhnya pada, diatas, atau di dalam tanah dan atau perairan
secara tetap yang berfungsi sebagai tampat manusia melakukan kegiatannya.
BS
4. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta atau Pemerintah
Daerah Kabupaten/Kotamadya Daerah T'ngkat II.
Bagian Kedua
Maksud dan Tujuan
Pasal 2
(1) Pengaturan persyaratan teknis bangunan gedung dimaksudkan untuk mewujudkan
bangunan gedung yang berkualitas sesuai dengan fungsinya.
(2) Pengaturan persyaratan teknis bangunan gedung bertujuan terselenggaranya fungsi
bangunan gedung yang aman, sehat, nyaman, efisien, seimbang, serasi dan selaras dengan
lingkungannya
BAB II
PENGATURAN PERSYARATAN TEKNIS BANGUNAN GEDUNG
Bagian Pertama
Persyaratan Teknis
Pasal 3
Persyaratan teknis bangunan gedung meliputi persyaratan mengenai :
Peruntukan dan Intensitas Bangunan.
Arsitektur dan lingkungan.
Struktur Bangunan Gedung.
Pengamanan terhadap Bahaya Kebakaran.
Sarana Jalan Masuk dan Keluar.
Transportasi dalam Gedung.
Pencahayaan Darurat, Tanda Arah Keluar, dan Sistem Peringatan Bahaya.
Instalasi Listrik Penangkal Petir, dan Komunikasi dalam Gedung
Instalasi Gas.
Sanitasi dalam gedung.
Ventilasi dan Pengkondisian Udara
Pencahayaan.
Kebisingan dan Getaran.
TE
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.
I.
m.
LE
(1)
Rincian persyaratan teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Pasal ini tercantum pada lampiran Keputusan Menten ini yang merupakan satu
kesatuan pengaturan dalam keputusan ini
(3)
BS
(2)
Pasal 4
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Kedua
Pengaturan Pelaksanaan di Daerah
Pasal 5
(1)
(2)
Dalam hal Daerah belum mempunyai Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) Pasal ini maka terhadap penyelenggaraan bangunan gedung di Daerah
(1)
(2)
(3)
LE
TE
(3)
Bagian Ketiga
Sanksi Administrasi
BS
Pasal 7
(2)
Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini dikenakan sesuai
dengan tingkat pelanggaran dapat berupa:
(1)
a. Peringatan tertulis
b. Pembatasan kegiatan
c. Penghentian sementara kegiatan sampai dilakukannya pemenuhan persyaratan
teknis bangunan gedung.
d. Pencabutan izin yang telah dikeluarkan untok menyelenggarakan pembangunan
bangunan gedung.
(3)
Selain sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), di dalam Peraturan
Daerah dapat diatur mengenai pengenaan denda dan tindakan Pembongkaran atas
terjadinya pelanggaran terhadap ketentuan persyaratan teknis bangunan gedung.
BAB III
PEMB1NAAN DAN PENGAWASAN TEKNIS
Pasal 8
(1)
(2)
TE
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 9
LE
Dengan berlakunya Keputusan Menteri inl, maka semua ketentuan persyaratan teknis
bangunan gedung yang telah ada sepanjang tidak bertentangan dengan Keputusan Menteri ini
masih tetap berlaku, sampai digantikan dengan yang baru.
BAB V
Pasal 10
BS
KETENTUAN PENUTUP
(1)
(2)
: JAKARTA
: 10 NOPEMBER 1998
LAMPIRAN
KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM
NOMOR 441/KPTS/1998
TANGGAL 10 NOPEMBER 1998
DAFTAR ISI
BAGIAN I
KETENTUAN UMUM
I. 1
I.2
PENGERTIAN
1. Umum
2. Teknis
MAKSUD DAN TUJUAN
1. Maksud
2. Tujuan
BAGIAN II
PERUNTUKAN DAN INTENSITAS BANGUNAN
PERUNTUKAN, FUNGSI DAN KLASIFIKASI BANGUNAN
1. Peruntukan Lokasi
2. Fungsi Bangunan
3. Klasifikasi Bangunan
II.2
INTENSITAS BANGUNAN
1. Kepadatan dan Ketinggian Bangunan
2. Penetapan KDB dan Jumlah Lantai/KLB
3. Perhitungan KDB dan KLB
II.3
BS
LE
TE
II.1
BAGIAN III
ARSITEKTUR DAN LINGKUNGAN
III.1
ARSITEK BANGUNAN
1. Tata Letak Bangunan
2. Bentuk Bangunan
3. Tata Ruang Dalam
4. Kelengkapan Bangunan
III.2
III.3
III.4
BAGIAN IV
STRUKTUR BANGUNAN GEDUNG
PERSYARATAN STRUKTUR DAN BAHAN
1. Persyaratan Struktur
2. Persyaratan Bahan
IV.2
PEMBEBANAN
IV.3
STRUKTUR ATAS
1. Kontruksi Bangunan
2. Kontruksi Baja
3. Kontruksi Kayu
4. Kontruksi Dengan Bahan dan Teknologi Khusus
5. Pedoman Spesifik Untuk Tiap Jenis Konstruksi
IV.4
STRUKTUR BAWAH
1. Pondasi Langsung
2. Pondasi Bawah
IV.5
KEANDALAN STRUKTUR
1. Keselamatan Struktur
2. Keruntuhan Struktur
IV.6
DEMOLISI STUKTUR
1. Kriteria Demolisi
2. Prosedur dan Metoda
BS
LE
TE
IV.1
BAGIAN V
PENGAMANAN TERHADAP BAHAYA KEBAKARAN
V.1
V.2
BAGIAN VI
SARANA JALAN MASUK DAN KELUAR
FUNGSI DAN PERSYARATAN KINERJA
1. Fungsi
2. Pesyaratan Kinerja
VI.2
VI.3
VI.4
BS
LE
TE
VI.1
BAGIAN VII
TRANSPORTASI DALAM GEDUNG
VII.1
LIF
1. Kapasitas Lif
2. Lif Kebakaran
3. Peringatan Terhadap Pengguna Lif pada Saat Terjadi Kebakaran
4. Lif untuk Rumah Sakit
5. Sangkar Lif
6. Saf Lif
7. Mesin Lif dan Ruang Mesin Lif
8. Instalasi Listrik
9. Pemeriksaan, Pengujian dan Pemeliharaan
VII.2
BAGIAN VIII
PENCAHAYAAN DARURAT, TANDA ARAH KELUAR, SISTEM PERINGATAN BAHAYA
1SISTEM PENCAHAYAAN DARURAT
VIII.2
VIII.3
LE
TE
VIII.1
BS
BAGIAN IX
INSTALANSI LISTRIK, PENANGKAL PETIR, DAN KOMUNIKASI DALAM GEDUNG
INSTALANSI LISTRIK
1. Perencanaan Instalansi Listrik
2. Jaringan Distribusi Listrik
3. Beban Listrik
4. Sumber Daya Listrik
5. Transformator Distribusi
6. Pemerikasaan dan Pengujian
7. Pemeliharaan
IX.2
IX.3
IX.1
BAGIAN X
INSTALANSI GAS
X.1
X.2
SISTEM PLAMBING
1. Perencanaan Sistem Plumbing
2. Sistem Penyediaan Air Bersih
3. Sistem Pembuangan Air Kotor
4. Alat Plambing
5. Tangki Penyediaan Air Bersih
6. Pompa Air Bersih
XI.
PERSAMPAHAN
1. Penempatan pada Bangunan
2. Pewadahan
3. Sampah Berbahaya
BS
LE
XI. 1
TE
BAGIAN XI
SANITASI DALAM GEDUNG
BAGIAN XII
VENTILASI DAN PENGKONDISIAN UDARA
XII.1
VENTILASI
1. Kebutuhan Ventilasi
2. Ventilasi Alami
3. Ventilasi Buatan
XII.2
PENGKONDISIAN UDARA
1. Kebutuhan Pengkondisian Udara
2. Konservaasi Energi
3. Perhitungan Perkiraan Beban Pendinginan
BAGIAN XIII
PENCAHAYAAN
XIII.1
KEBUTUHAN PENCAHAYAAN
XIII.2
PENCAHAYAAN BUATAN
XIII.3
PENCAHAYAAN ALAMI
XIII.4
BAGIAN XIV
KEBISINGAN DAN GETARAN
XIV.1
KEBISINGAN
XIV.2
GETARAN
BAGIAN XV
PENUTUP
BS
LE
TE
LAMPIRAN
I. KETENTUAN UMUM
PENGERTIAN
1. Umum
Dalam pedoman teknis ini yang dimaksud dengan:
Daerah adalah Kabupaten/ Kotamadya Daerah Tingkat II atau Daerah Khusus
Ibukota Jakarta.
b.
c.
Dinas Bangunan adalah salah satu Dinas Teknis di Daerah yang diantaranya
mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan pengaturan, pembinaan, dan
pengendalian pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung yang berada di
Daerah yang bersangkutan.
d.
TE
a.
LE
2. Teknis
Air kotor adalah semua air yang bercampur dengan kotoran-kotoran dapur,
kamar mandi, kakus dan peralatan-peralatan pembuangan lainnya.
b.
Atrium adalah suatu ruang dalam suatu bangunan yang menghubungkan 2 atau
lebih tingka/lantai, di mana:
i. seluruh atau sebagian ruangnya tertutup pada bagian atasnya oleh lantai atau
atap, termasuk struktur atap kaca;
ii. termasuk setiap ruang yang berbatasan/ berdekatan tetapi tidak terpisahkan
oleh pembatas;
iii. tidak termasuk lorong tangga, lorong ramp, atau ruang dalam shaft.
c.
Bangunan gedung adalah bangunan yang didirikan dan atau diletakkan dalam
suatu lingkungan sebagian atau seluruhnya pada, di atas, atau di daiam tanah
dan/atau perairan secara tetap yang berfungsi sebagai tempat manusia untuk
melakukan kegiatan bertempat tinggal, berusaha, bersosial-budaya, dan
kegiatan lainnya.
d.
e.
BS
a.
1.
g.
Baku Tingkat Getaran mekanik dan getaran kejut adalah batas maksimal
tingkat getaran mekanik yang diperbolehkan dan usaha atau kegiatan pada
media padat sehingga tidak menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dan
kesehatan serta keutuhan bangunan.
h.
a.
Daerah Hijau Bangunan, yang selanjutnya disebut DHB adalah ruang terbuka
pada bangunan yang dimanfaatkan untuk penghijauan.
b.
c.
d.
Dinding Luar adalah suatu dinding bangunan terluar yang bukan merupakan
dinding pembatas.
e.
Dinding Luar Non-struktural adalah suatu dinding luar yang tidak memikul
beban dan bukan merupakan dinding panel.
f.
g.
Garis sempadan pagar adalah garis bagian luar dari pagar persil atau pagar
pekarangan.
h.
Garis sempadan loteng adaiah garis yang terhitung dan tepi jalan berbatasan
yang tidak diperkenankan didirikan tingkat bangunan.
i.
j.
Getaran kejut adalah getaran yang berlangsung secara tiba-tiba dan sesaat.
k.
Getaran mekanik adalah getaran yang ditimbulkan oleh sarana dan peralatan
kegiatan manusia.
l.
Getaran seismik adalah getaran tanah yang disebabkan oleh peristiwa alam
dan kegiatan manusia.
BS
LE
TE
f.
Jarak antara bangunan adalah jarak terkecil antara bangunan yang diukur
antara permukaan-permukaan denah bangunan.
n.
Jaringan persil adalah jaringan sanitasi dan jaringan drainasi dalam persil.
o.
Jaringan saluran umum kota adalah jaringan sarana dan prasarana saluran
umum perkotaan, seperti jaringan sanitasi dan jaringan drainasi.
p.
Kamar adalah ruangan yang tertutup seluruhnya atau sebagian, untuk tempat
kegiatan manusia, selain kamar untuk MCK dan dapur.
q.
Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam
tingkat dan waktu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan
kenyamanan lingkungan.
r.
s.
t.
u.
v.
Lubang Atrium adalah ruang dari suatu atrium yang dikelilingi oleh batas
pinggir bukaan lantai atau oleh batas pinggir lantai dan dinding luar.
w.
Mendirikan Bangunan
i. Mendirikan, memperbaiki, memperluas, mengubah atau membongkar secara
keseluruhan atau sebagian suatu bangunan;
ii. Melakukan pekerjaan tanah untuk keperluan pekerjaan-pekerjaan yang
dimaksud pada butir 2.w.i.
x.
y.
BS
LE
TE
m.
z.
aa. Rumah adalah bangunan yang terdiri atas ruangan atau gabungan ruangan yang
borhubungan satu sama lain, yang berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian
dan sarana pembinaan keluarga.
bb. Sambungan jaringan adalah penghubung antara sesuatu jaringan persil dengan
jaringan saluran umum kota.
cc. Tingkat kebisingan adalah ukuran energi bunyi yang akan dinyatakan dalam
satuan Desibel disingkat dB.
TE
dd. Tinghat Ketahanan Api (TKA), adalah tingkat ketahanan api yang
dipersyaratakan pada bagian atau komponen bangunan sesuai ketentuan butir
V.1.2 dalam ukuran waktu satuan menit, dengan kriteria-kriteria berurut yaitu
aspek ketahanan struktural, integritas, dan insulasi. Contoh: TKA 90/-/60
berarti hanya terdapat persyaratan TKA untuk ketahanan struktural 90 menit
dan insulasi 60 menit.
BS
1. Maksud
LE
ee. Tinggi bangunan adalah jarak antara garis potong permukaan atap dengan
muka bangunan bagian luar dan permukaan lantai denah bawah.
TE
ii. menjamin keselamatan manusia dari kemungkinan kecelakaan atau luka yang
disebabkan oleh kegagalan struktur bangunan.
LE
iii. menjamin kepentingan manusia dari kehilangan atau kerusakan benda yang
disebabkan oleh perilaku struktur.
BS
iv. menjamin perlindungan properti lainnya dari kerusakan fisik yang disebabkan
oleh kegagalan struktur.
d. Ketahanan terhadap Kebakaran:
TE
ii. menjamin penghuni melakukan evakuasi secara mudah dan aman, apabila
terjadi keadaan darurat.
h. Instalasi Listrik, Penangkal Petir dan Komunikasi:
LE
BS
LE
BS
ii. menjamin adanya kepastian bahwa setiap usaha atau kegiatan yang
menimbulkan dampak negatif suara dan getaran perlu melakukan upaya
pengendalian pencemaran dan atau mencegah perusakan lingkungan.
m.
TE
1. Peruntukan Lokasi
a. Bangunan gedung harus diselenggarakan sesuai dengan peruntukan lokasi yang
diatur dalam ketentuan tata ruang dan tata bangunan dari lokasi yang
bersangkutan.
Ketentuan tata ruang dan tata bangunan ditetapkan melalui:
i. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Daerah,
ii. Rencana Rinci Tata Ruang (RRTR),
iii. Peraturan bangunan setempat dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan
(RTBL).
c.
d.
Setiap pihak yang memerlukan keterangan atau ketentuan tata ruang dan tata
bangunan dapat memperolehnya secara terbuka melalui Dinas Bangunan.
e.
f.
g.
Bagi Daerah yang belum memiliki RTRW, RRTR, ataupun peraturan bangunan
setempat dan RTBL, maka Kepala Daerah dapat memberikan persetujuan
membangun bangunan gedung dengan pertimbangan:
BS
LE
TE
b.
Pembangunan bangunan gedung diatas jalan umum, saluran, atau sarana lain
perlu mendapatkan persetujuan Kepala Daerah dengan pertimbangan sebagai
berikut:
i. tidak bertentangan dengan rencana tata ruang dan tata bangunan Daerah;
ii. tidak mengganggu kelancaran arus lalu lintas kendaraan, orang, maupun
barang;
TE
iii. tidak mengganggu fungsi sarana dan prasarana yang berada dibawah dan
atau diatas tanah;
BS
i.
LE
i. tidak bertentangan dengan rencana tata ruang dan tata bangunan Daerah;
TE
Fungsi Bangunan
LE
BS
b. Penetapan fungsi dan klasifikasi bangunan yang bersifat sementara harus dengan
tingkat
permanensi,
keamanan,
pencegahan
dan
mempertimbangkan
penanggulangan terhadap bahaya kebakaran, dan sanitasi yang memadai.
c. Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan fungsi utama bangunan.
2.
d. Fungsi bangunan dapat dikelompokkan dalam fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi
sosial dan budaya, dan fungsi khusus.
e. Bangunan dengan fungsi hunian meliputi bangunan gedung dengan fungsi utama
hunian yang merupakan:
i.
ii.
iii.
iv.
v.
f. Bangunan dengan fungsi usaha meliputi bangunan gedung dengan fungsi utama
untuk:
i.
ii.
Bangunan Terminal: stasiun kereta, terminal bus, terminal udara, halte bus,
pelabuhan laut.
ii.
LE
TE
i.
BS
h. Bangunan dengan fungsi khusus meliputi bangunan gedung dengan fungsi utama
yang mempunyai tingkat kerahasiaan tinggi, atau tingkat resiko bahaya tinggi :
seperti bangunan kemiliteran, bangunan reaktor, dan sejenisnya.
3.
i.
Dalam suatu persil, keveling, atau blok peruntukan dimungkinkan adanya fungsi
campuran (mixed use), sepanjang sesuai dengan peruntukan lokasinya dan standar
perencanaan lingkungan yang berlaku.
j.
Setiap bangunan gedung, selain terdiri dari ruang-ruang dengan fungsi utama, juga
dilengkapi dengan ruang fungsi penunjang, serta dilengkapi pula dengan instalasi
dan kelengkapan bangunan yang dapat menjamin terselenggaranya fungsi bangunan,
sesuai dengan persyatatan pokok yang diatur dalam Pedoman Teknis ini.
Klasifikasi Bangunan
Klasifikasi bangunan atau bagian dari bangunan ditentukan berdasarkan fungsi yang
dimaksudkan di dalam perencanaan, pelaksanaan, atau perubahan yang diperlukan pada
bangunan.
a.
i.
ii.
Klas 1b : rumah asrama/kost, rumah tamu, hostel, atau sejenisnya dengan luas
total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak ditinggali lebih dari 12 orang secara
tetap, dan tidak terletak diatas atau dibawah bangunan hunian lain atau
bangunan klas lain selain tempat garasi pribadi.
Klas 2: Bangunan hunian yang terdiri atas 2 atau lebih unit hunian yang
masing-masing merupakan tempat tinggal terpisah.
c.
Klas 3: Bangunan hunian diluar bangunan klas 1 atau 2, yang umum digunakan
sebagai tempat tinggal lama atau sementara oleh sejumlah orang yang tidak
berhubungan, termasuk:
d.
LE
BS
i.
ii
iii.
iv.
v.
TE
b.
Adalah tempat tinggal yang berada didalam suatu bangunan klas 5, 6, 7, 8 atau 9 dan
merupakan tempat tinggal yang ada dalam bangunan tersebut
e.
f.
g.
h.
LE
ii.
TE
i.
BS
i.
i. bila bagian bangunan yang memiliki fungsi berbeda tidak melebihi 10% dari luas
lantai dari suatu tingkat bangunan, dan b' laboratorium, klasifikasinya disamakan
dengan klasifikasi bangunan utamanya;
ii. Klas-klas 1a, 1b, 9a, 9b, 10a dan 10b adalah klasifikasi yang terpisah;
iii. Ruang-ruang pengolah, ruang mesin, ruang mesin lift, ruang boiler atau sejenisnya
diklasifikasikan sama dengan bagian bangunan dimana ruang tersebut terletak
II.2 INTENSITAS BANGUNAN
1. Kepadatan dan Ketinggian Bangunan
Bangunan gedung yang didirikan harus memenuhi persyaratan kepadatan dan
ketinggian bangunan gedung berdasarkan rencana tata ruang wilayah Daerah
yang bersangkutan, rencana tata bangunan dan lingkungan yang ditetapkan, dan
peraturan bangunan setempat.
b.
c.
d.
BS
LE
TE
a.
dalam
mencerminkan
keserasian
bangunan
dengan
f.
b.
Apabila KDB dan JLB/KLB belum ditetapkan dalam rencana tata ruang, rencana
tata bangunan dan lingkungan, peraturan bangunan setempat, maka Kepala
Daerah dapat menetapkan berdasarkan berbagai pertimbangan dan setelah
mendengarkan pendapat teknis para ahli terkait.
c.
d.
e.
f.
BS
LE
TE
a.
I.3
perhitungan luas lantai bangunan adalah jumlah luas lantai yang diperhitungkan
sampai batas dinding terluar;
b.
luas lantai ruangan beratap yang sisi-sisinya dibatasi oleh dinding yang tingginya
lebih dari 1,20 m di atas lantai ruangan tersebut dihiitung penuh 100 %;
c.
luas lantai ruangan beratap yang bersifat terbuka atau yang sisi-sisinya dibatasi
oleh dinding tidak lebih dari 1,20 m diatas lantai ruangan dihitung 50 %, selama
tidak melebihi 10 % dari luas denah yang diperhitungkan sesuai dengan KDB
yang ditetapkan;
d.
overstek atap yang melebihi lebar 1,50 m maka luas mendatar kelebihannya
tersebut dianggap sebagai luas lantai denah;
e.
teras tidak beratap yang mempunyai tinggi dinding tidak lebih dari 1,20 m di atas
lantai teras tidak diperhitungkan sebagai luas lantai;
f.
g.
ramp dan tangga terbuka dihitung 50 %, selama tidak melebihi l0% dari luas
lantai dasar yang diperkenankan;
h.
Dalam perhitungan KDB dan KLB, luas tapak yang diperhitungkan adalah yang
dibelakang GSJ;
i.
j.
k.
Dalam perhitungan ketinggian bangunan, apabila jarak vertikal dari lantai penuh
ke lantai penuh berikutnya lebih dari 5 m, maka ketinggian bangunan tersebut
dianggap sebagai dua lantai;
l.
Mezanine yang luasnya melebihi 50 % dari luas lantai dasar dianggap sebagai
lantai penuh;
BS
LE
TE
a.
LE
TE
g. Dalam hal garis sempadan pagar dan garis sempadan muka bangunan
berimpit (GSB sama dengan nol), maka bagian muka bangunan harus
ditempatkan pada garis tersebut.
2.
BS
c. Untuk bangunan yang digunakan sebagai tempat penyimpanan bahanbahan/benda-benda yang mudah terbakar dan atau bahan berbahaya, maka
Kepala Daerah dapat menetapkan syarat-syarat lebih lanjut mengenai jarakjarak yang harus dipatuhi, diluar yang diatur dalam butir a.
d. Pada daerah intensitas bangunan padat/rapat, maka garis sempadan samping
dan belakang bangunan harus memenuhi persyaratan:
i. bidang dinding terluar tidak boleh melampaui batas pekarangan;
ii. struktur dan pondasi bangunan terluar harus berjarak sekurang-kurangnya
10 cm kearah dalam dari batas pekarangan, kecuali untuk bangunan rumah
tinggal;
iii. untuk perbaikan atau perombakan bangunan yang semula menggunakan
bangunan dinding batas bersama dengan bangunan di sebelahnya,
disyaratkan untuk membuat dinding batas tersendiri disamping dinding
batas terdahulu;
LE
TE
iv. pada bangunan rumah tinggal rapat tidak terdapat jarak bebas samping,
sedangkan jarak bebas belakang ditentukan minimal setengah dari
besarnya garis sempadan muka bangunan.
BS
Jarak bebas antara dua bangunan dalam suatu tapak diatur sebagai berikut:
i. dalam hal kedua-duanya memiliki bidang bukaan yang saling berhadapan,
maka jarak antara dinding atau bidang tersebut minimal dua kali jarak
bebas yang ditetapkan;
ii. dalam hal salah satu dinding yang berhadapan merupakan dinding tembok
tertutup dan yang lain merupakan bidang terbuka dan atau berlubang, maka
jarak antara dinding tersebut minimal satu kali jarak bebas yang
ditetapkan;
iii. dalam hal kedua-duanya memiliki bidang tertutup yang saling berhadapan,
maka jarak dinding terluar minimal setengah kali jarak bebas yang
ditetapkan.
Pemisah disepanjang halaman depan, samping, dan belakang bangunan
a. Halaman muka dari suatu bangunan harus dipisahkan dari jalan menurut cara
yang ditetapkan oleh Kepala Daerah, dengan memperhatikan keamanan,
kenyamanan, serta keserasian lingkungan.
b. Kepala Daerah menetapkan ketinggian maksimum pemisah halaman muka.
c. Untuk sepanjang jalan atau kawasan tertentu, Kepala Daerah dapat menerapkan
desain standar pemisah halaman yang dimaksudkan dalam butir a.
d. Dalam hal yang khusus Kepala Daerah dapat memberikan pembebasan dari
ketentuan-ketentuan dalam butir a dan b, dengan setelah mempertimbangkan
hal teknis terkait.
LE
TE
e. Dalam hal pemisah berbentuk pagar, maka tinggi pagar pada GSJ dan antara
GSJ dengan GSB pada bangunan rumah tinggal maksimal 1,50 m di atas
permukaan tanah, dan untuk bangunan bukan rumah tinggal termasuk untuk
bangunan industri maksimal 2 m di atas permukaan tanah pekarangan.
BS
3.
BS
LE
TE
TE
a.
BS
LE
b. Tapak Bangunan
i. Tinggi rendah (peil) pekarangan harus dibuat dengan tetap menjaga
keserasian lingkungan serta tidak merugikan pihak lain.
ii. Penambahan lantai atau tingkat suatu bangunan gedung diperkenankan
apabila masih memenuhi batas ketinggian yang ditetapkan dalam rencana tata
ruang kota, dengan ketentuan tidak melebihi KLB, harus memenuhi
persyaratan teknis yang berlaku dan keserasian lingkungan.
iii. Penambahan lantai/tingkat harus memenuhi persyaratan keamanan struktur.
iv. Pada daerah / lingkungan tertentu dapat ditetapkan:
(1) ketentuan khusus tentang pemagaran suatu pekarangan kosong atau
sedang dibangun, pemasangan nama proyek dan sejenisnya dengan
memperhatikan keamanan, keselamatan, keindahan dan keserasian
lingkungan,
(2) larangan membuat batas fisik atau pagar pekarangan.
(3) ketentuan penataan bangunan yang harus diikuti dengan
memperhatikan keamanan, keselamatan, keindahan dan keserasian
lingkungan.
(4) Kekecualian kelonggaran terhadap ketentuan butir III.1.1 b.iv.(2) dapat
diberikan untuk bangunan perumahan dan bangunan sosial dengan
memperhatikan keserasian dan arsitektur lingkungan.
2. Bentuk Bangunan
a.
Ketentuan Umum
i. Bentuk bangunan gedung harus dirancang dengan memperhatikan bentuk
dan karakteristik arsitektur lingkungan yang ada di sekitarnya, atau yang
mampu sebagai pedoman arsitektur atau teladan bagi lingkungannya.
Perancangan Bangunan
i. Bentuk bangunan gedung harus dirancang sedemikian rupa sehingga
setiap nuang dalam dimungkinkan menggunakan pencayahayaan dan
penghawaan alami.
ii. Ketentuan sebagaimana dimaksudkan pada butir II 1.1.2.b.i tidak berlaku
apabila sesuai fungsi bangunan diperlukan sistem pencahayaan dan
penghawaan buatan.
iii. Ketentuan pada butir II.1.1.2.b.ii harus tetap mengacu pada prinsipprinsip konservasi energi.
iv. Untuk bangunan dengan lantai banyak, kulit atau selubung bangunan
harus memenuhi persyaratan konservasi energi.
v. Aksesibilitas bangunan harus mempertimbangkan kemudahan bagi semua
orang, termasuk para penyandang cacat dan usia lanjut.
vi. Suatu bangunan gedung tertentu berdasarkan letak ketinggian dan
penggunaannya, harus dilengkapi dengan perlengkapan yang berfungsi
sebagai pengaman terhadap lalu lintas udara dan atau lalu lintas laut.
BS
LE
b.
TE
Ketentuan Umum
i. Tinggi ruang adalah jarak terpendek dalam ruang diukur dari permukaan
bawah langit-langit ke permukaan lantai.
ii. Ruangan dalam bangunan harus mempunyai tinggi yang cukup untuk
fungsi yang diharapkan.
iii. Ketinggian ruang pada lantai dasar disesuaikan dengan fungsi ruang dan
arsitektur bangunannya.
iv. Dalam hal tidak ada langit-langit, tinggi ruang diukur dari permukaan atas
lantai sampai permukaan bawah dari lantai di atasnya atau sampai
permukaan bawah kaso-kaso.
BS
LE
TE
4.
BS
LE
TE
xii. Setiap penggunaan ruang rongga atap yang luasnya tidak lebih dari 50% dari
luas lantai di bawahnya, tidak dianggap sebagai penambahan tingkat
bangunan.
xiii Setiap bukaan pada ruang atap, tidak boleh mengubah sifat dan karakter
arsitektur bangunannya.
xiv Pada ruang yang penggunaannya menghasilkan asap dan atau gas harus
disediakan lobang hawa dan atau cerobong hawa secukupnya, kecuali
menggunakan alat bantu mekanis.
xv. Cerobong asap dan atau gas harus dirancang memenuhi persyaratan
pencegahan kebakaran.
xvi. Tinggi ruang dalam bangunan tidak boleh kurang dari ketentuan minimum
yang ditetapkan.
xvii. Tinggi lantai dasar suatu bangunan diperkenankan mencapai maksimal 1,20 m
di atas tinggi rata-rata tanah pekarangan atau tinggi rata-rata jalan, dengan
memperhatikan keserasian lingkungan.
xviii Apabila tinggi tanah pekarangan berada di bawah titik ketinggian (peil) bebas
banjir atau terdapat kemiringan yang curam atau perbedaan tinggi yang besar
pada tanah asli suatu perpetakan, maka tinggi maksimal lantai dasar
ditetapkan tersendiri.
xix. Tinggi Lantai Denah:
(1) Permukaan atas dari lantai denah (dasar) harus:
(a) Sekurang-kurangnya 15 cm diatas titik tertinggi dari pekarangan yang
sudah dipersiapkan.
(b) Sekurang-kurangnya 25 cm diatas titik tertinggi dari sumbu jalan
yang berbatasan.
(2) Dalam hal-hal yang luar biasa, ketentuan dalam butir (1) tersebut, tidak
berlaku jika letak lantai-lantai itu lebih tinggi dari 60 cm di atas tanah
yang ada di sekelilingnya, atau untuk tanah-tanah yang miring.
xx. Lantai tanah atau tanah dibawah lantai panggung harus ditempatkan
sekurang-kurangnya 15 cm diatas tanah pekarangan serta dibuat kemiringan
supaya air dapat mengalir.
Kelengkapan Bangunan
a. Ketentuan Umum
i. Bangunan tertentu berdasarkan letak, ketinggian dan penggunaannya harus
dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan bangunan, termasuk
pengaman/ rambu-rambu terhadap lalu-lintas udara dan atau laut.
ii. Syarat-syarat teknis lebih lanjut terhadap ketentuan tersebut di atas mengikuti
standar teknis yang berlaku.
b. Sarana dan Prasarana Bangunan Gedung
i. Bangunan gedung harus dilengkapi dengan sarana dan prasarana pendukung
yang dibutuhkan untuk menjamin keamanan, kenyamanan, kesehatan dan
keselamatan pengguna bangunan gedung.
ii Prasarana-prasarana pendukung bangunan harus direncanakan secara
terintegrasi dengan sistem prasarana lingkungan sekitarnya
iii. Sarana dan prasarana pendukung harus menjamin bahwa pemanfaatan
bangunan tersebut tidak mengganggu bangunan gedung lain dan lingkungan
sekitarnya.
b.
c.
d.
e.
f.
Ruang Terbuka Hijau Pekarangan yang telah ditetapkan dalam rencana tata
ruang dan tata bangunan tidak boleh dilanggar dalam mendirikan atau
rnemperbaharui seluruhnya atau sebagian dari bangunan.
g.
h.
i.
j.
Dalam hal terdapat makro lansekap yang dominan seperti laut, sungai besar,
gunung dan sebagainya, terhadap suatu kawasan/daerah dapat diterapkan
BS
LE
TE
a.
III.2
yang
k.
1.
b.
Bila diperlukan dapat ditetapkan karakteristik lansekap jalan atau ruas jalan
dengan mempertimbangkan keserasian tampak depan bangunan ruang
sempadan depan bangunan, pagar, jalur pejalan kaki, jalur kendaraan dan
jalur hijau median jalan berikut utilitas jalan lainnya seperti tiang listrik, tiang
telepon di kedua sisi jalan / ruas jalan yang dimaksud.
c.
d.
e.
BS
LE
TE
a.
3. Tapak Basement
a.
b.
b.
5. Tata Tanaman
Pemilihan dan penggunaan tanaman harus memperhitungkan karakter
tanaman sampai pertumbuhannya optimal yang berkaitan dengan bahaya yang
mungkin ditimbulkan. Potensi bahaya terdapat pada jenis-jenis tertentu yang
sistem perakarannya destruktif, batang dan cabangnya rapuh, mudah terbakar
serta bagian-bagian lain yang berbahaya bagi kesehatan manusia.
b.
c.
d.
BS
LE
TE
a.
III.3
b.
Sirkulasi
i. Sistem sirkulasi yang direncanakan harus saling mendukung, antara
sirkulasi eksternal dengan internal bangunan, serta antara individu
pemakai bangunan dengan sarana transportasinya. Sirkulasi harus
memberikan pencapaian yang mudah dan jelas, baik yang bersifat
pelayanan publik maupun pribadi.
ii. Sistem sirkulasi yang direncanakan harus telah memperhatikan
kepentingan bagi aksesibilitas pejalan kaki.
iii. Sirkulasi harus memungkinkan adanya ruang gerak vertikal (clearance)
dan lebar jalan yang sesuai untuk pencapaian darurat oleh kendaraan
pemadam kebakaran, dan kendaraan pelayanan lainnya.
iv. Sirkulasi pertu diberi perlengkapan seperti tanda penunjuk jalan,
rambu-rambu, papan informasi sirkulasi, elemen pengarah sirkulasi (dapat
berupa elemen perkerasan maupun tanaman), guna mendukung sistim
sirkulasi yang jelas dan efisien serta memperhatikan unsur estetika.
c.
Jalan
Pedestrian
BS
d.
LE
TE
Parkir
i. Penataan parkir harus berorientasi kepada kepentingan pejalan kaki,
memudahkan aksesibilitas, dan tidak terganggu oleh sirkulasi kendaraan.
ii. Luas, distribusi dan perletakan fasilitas parkir diupayakan tidak
mengganggu kegiatan bangunan dan lingkungannya, serta disesuaikan
dengan daya tampung lahan.
iii. Penataan parkir tidak terpisahkan dengan penataan lainnya seperti untuk
jalan, pedestrian dan penghijauan.
2. Pertandaan (Signage)
a.
b.
b.
c.
LE
TE
BS
1. Dampak Penting
a.
b.
c.
III.4
a.
TE
LE
BS
a.
BS
LE
TE
b.
c.
d.
e.
BS
LE
TE
a.
5.
b.
c.
Persyaratan Bahan
TE
a.
a.
b.
Dalam hal bilamana bahan struktur bangunan belum mempunyai SNI maka
bahan struktur bangunan tersebut harus memenuhi ketentuan teknis yang
sepadan dari negara/ produsen yang bersangkutan.
c.
d.
IV.2
BS
2.
Persyaratan Struktur
LE
1.
PEMBEBANAN
1
2.
Penentuan mengenai jenis, intensitas dan cara bekerjanya beban harus sesuai
dengan standar teknis yang berlaku, seperti :
Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Rumah dan Gedung SNI
1726;
b.
Tata Cara Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung SNI 1727.
STRUKTUR ATAS
1.
Konstruksi beton
Perencanaan konstruksi beton harus memenuhi standar-standar teknis yang
berlaku, seperti:
b.
c.
d.
Tata Cara Perencanaan Beton dan Struktur Dinding Bertulang untuk Rumah
dan Gedung, SNI -1734.
e.
f.
g.
LE
TE
Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SNI 2847;
BS
2.
a.
Konstruksi Baja
IV.3
a.
3.
a.
b.
Tata cara / pedoman lain yang masih terkait dalam perencanaan konstruksi
baja.
c.
d.
Konstruksi Kayu
Perencanaan konstruksi kayu harus memenuhi standar-standar teknis yang
berlaku. seperti:
a.
c.
d.
b.
LE
TE
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
a.
BS
5.
Tata cara/ pedoman lain yang masih terkait dalam perencanaan konstruksi
kayu.
4.
b.
STRUKTUR BAWAH
b.
c.
d.
Pondasi langsung dapat dibuat dari pasangan batu atau konstruksi beton
bertulang.
TE
a.
LE
Pondasi Dalam
a.
Pondasi dalam pada umumnya digunakan dalam hal lapisan tanah dengan
daya dukung yang cukup terletak jauh di bawah permukaan tanah sehingga
penggunaan pondasi langsung dapat menyebabkan penurunan yang
berlebihan atau ketidakstabilan konstruksi.
b.
c.
d.
e.
2.
Pondasi Langsung
BS
1.
IV.4
KEANDALAN STRUKTUR
a.
b.
c.
d.
Keruntuhan Struktur
a.
b.
Ketidak andalan struktur akibat beban sendiri dan atau beban yang
didukungnya disebabkan oleh karena umur bangunan yang secara teknis
telah melebihi umur yang direncanakan, atau karena dilampauinya beban
yang harus dipikulnya sesuai rencana sebagai akibat berubahnya fungsi
bangunan atau kesalahan dalam pemanfaatannya.
c.
Ketidak andalan struktur akibat beban perilaku alam dan atau manusia dapat
diakibatkan oleh adanya kebakaran, gempa, maupun bencana lainnya.
d.
BS
2.
Keselamatan Struktur
TE
1.
LE
IV.5
IV.6
DEMOLISI STRUKTUR
1.
Kriteria Demolisi
Demolisi struktur dilakukan apabila:
a.
Struktur bangunan sudah tidak andal, dan kerusakan struktur sudah tidak
memungkinkan lagi untuk diperbaiki karena alasan teknis dan atau
LE
TE
BS
b.
2.
b.
c.
Bangunan gedung harus mempunyai bagian atau elemen bangunan yang pada
tingkat tertentu akan mempertahankan stabilitas struktural selama kebakaran,
yang sesuai dengan:
i. fungsi atau penggunaan bangunan;
ii. beban api;
iii. intensitas kebakaran;
iv. tingkat bahaya api;
v. ketinggian bangunan;
vi. kedekatan dengan bangunan lain;
vii sistem proteksi aktif yang dipasang pada bangunan;
viii.ukuran setiap kompartemen api;
ix intervensi pasukan pemadam kebakaran; dan
x. elemen bangunan lainnya.
d.
e.
BS
LE
TE
a.
Dinding luar beton yang dapat runtuh dalam bentuk panel yang utuh (misalnya
beton pracetak) harus dirancang sehingga pada kejadian kebakaran dalam
bangunan, keruntuhan tersebut dapat dihindari.
g.
h.
i.
Setiap elemen bangunan yang disediakan untuk menahan penyebaran api, yaitu
pada bukaan, sambungan konstruksi, dan lubang untuk instalasi harus
dilindungi sedemikian, sehingga diperoleh tingkat kinerja yang memadai dari
elemen tersebut.
j.
Akses ke dan sekeliling bangunan harus disediakan bagi kendaraan dan personil
pemadam kebakaran, untuk memudahkan tindakan pasukan pemadam
kebakaran secara memadai, sesuai dengan:
i. fungsi bangunan,
ii. beban api,
iii. intensitas kebakaran,
iv. tingkat bahaya api,
v. sistem proteksi aktif, dan
vi. ukuran kompartemen.
BS
LE
TE
f.
Dikaitkan dengan ketahanannya terhadap api, terdapat 3 (tiga) tipe konstruksi yaitu:
a.
Tipe A:
Konstruksi yang unsur-unsur struktur pembentuknya adalah tahan api dan
mampu menahan secara struktural terhadap kebakaran pada bangunan minimal
2 (dua) jam. Pada konstruksi ini terdapat dinding pemisah pembentuk
kompartemen untok mencegah penjaiaran panas ke ruang-ruang yang
bersebelahan di dalam bangunan dan dinding luar untuk mencegah penjalaran
api ke dan dari bangunan didekatnya.
b.
Tipe B:
Konstruksi yang unsur-unsur struktur pembentuk kompartemen penahanan api
mampu mencegah penjalaran kebakaran ke ruang-ruang bersebelahan di dalam
bangunan dan unsur dinding luarnya mampu menahan penjalaran kebakaran
dari luar bangunan selama sekurang kurangnya 1 (satu) jam.
c.
Tipe C:
Konstruksi yang terbentuk dari unsur-unsur struktur yang dapat terbakar dan
tidak dimaksudkan untuk mampu bertahan terhadap api.
KLAS BANGUNAN
2,3,9
A
A
B
C
4 atau lebih
3
2
1
5,6,7,8
A
B
C
C
a.
Ukuran Kompartemen
Ukuran kompartemenisasi dan konstruksi pemisah harus dapat membatasi kobaran
api yang potensial, perambatan api dan asap, agar dapat:
i. melindungi penghuni yang berada di suatu bagian bangunan terhadap dampak
kebakaran yang terjadi ditempat lain di dalam bangunan.
ii. mengendalikan kebaran api agar tidak menjelar ke bangunan lain yang
berdekatan.
iii. menyediakan jalan masuk bagi petugas pemadam kebakaran.
BS
LE
TE
4.
Tabel V.1.4
Ukuran maksimum dari kompartemen kebakaran
Klasifikasi Bangunan
Maksimum
luasan lantai
Klas 5 atau 9b
Maksimum 48.000 m3 33.500 m3 18.000 m3
volume
Maksimum 5.000 m2 3.500 m2 2.000 m2
Klas 6,7,8 atau 9a luasan lantai
(kecuali daerah
perawatan pasien
Maksimum 30.000 m3 21.500 m3 12.000 m3
volume
b
Pemberlakuan.
i. bagian ini tidak berlaku untuk bangunan klas 1 atau 10, dan
ii. ketentuan pada butir c, d dan e tidak berlaku untuk tempat parkir umum yang
dilengkapi dengan sistem sprinkler, tempat parkir tak beratap atau suatu
panggung terbuka.
Batasan umum luas lantai.
i. Ukuran dari setiap kompartemen kebakaran atau atrium bangunan klas 5, 6, 7, 8
atau 9 harus tidak melebihi luasan lantai maksimum atau volume maksimum
seperti ditunjukkan dalam Tabel V.1.4 dan butir f, kecuali seperti yang diijinkan
pada butir d.
ii. Bagian dari bangunan yang hanya terdiri dari peralatan pendingin udara,
ventilasi, atau peralatan Lift, tanki air, atau unit utilitas sejenis dan berada di
puncak bangunan, tidak diperhitungkan sebagai luas lantai atau volume dari
kompartemen atau atrium
iii. Untuk bangunan yang memiliki lubang atrium, maka bagian dari ruang atrium
yang dibatasi oleh sisi tepi di sekeliling bukaan pada lantai dasar sampai dengan
langit-langit dari lantai tidak diperhitungkan sebagai volume atrium.
iv. Bagian bangunan, ruang dalam bangunan yang karena fungsinya mempunyai
risiko tinggi terhadap bahaya kebakaran, harus merupakan suatu kompartemen
terhadap penjalaran api, asap dan gas beracun.
d.
e.
BS
LE
TE
c.
TE
g.
h.
BS
LE
f.
5.
Proteksi Bukaan
a.
Seluruh bukaan harus dilindungi, dan lubang utilitas harus diberi penyetop api
untuk mencegah merambatnya api serta menjamin pemisahan dan
kompartemenisasi bangunan.
b.
Bukaan vertikal pada bangunan yang dipergunakan untuk shaft pipa, shaft ventilasi,
dan shaft instalasi listrik harus sepenuhnya tertutup dengan dinding dari bawah
sampai atas, dan tertutup pada setiap lantai.
c.
Apabila harus diadakan bukaan pada dinding sebagaimana dimaksud pada butir b,
maka bukaan harus dilindungi dengan penutup tahan minimal sama dengan
ketahanan api dinding atau lantai.
Sarana dan atau peralatan proteksi seperti penyetop api, damper, dan sebagainya
harus memenuhi persyaratan dan dapat dibuktikan melalui pengujian oleh lembaga
uji yang diakui dan terakreditasi.
e.
f.
g.
BS
LE
TE
d.
Tabel V.1.5
JARAK ANTARA BUKAAN
PADA KOMPARTEMEN KEBAKARAN YANG BERBEDA
h.
Bila diperlukan proteksi, maka jalan masuk, jendela dan bukaan lainnya harus
dilindungi sebagai berikut:
(1) Jalan masuk/pintu : sprinkler pembasah dinding dalam atau luar sesuai
keperluan, atau memasang pintu kebakaran dengan TKA -/60/30 (dapat
menutup sendiri secara otomatis);
(2) Jendela: sprinkler pembasah dinding dalam atau luar sesuai keperluan,
atau jendela kebakaran dengan TKA -/60/- (menutup otomatis atau secara
tetap dipasang pada posisi tertutup), atau memasang penutup api otomatis
dengan TKA -/60/(3) Bukaan-bukaan lain: sprinkler pembasah dinding dalam atau luar sesuai
keperluan, atau konstruksi dengan TKA tidak kurang dari-/60/-.
ii.
LE
Hidran kebakaran.
i. Sistem hidran harus dipasang pada bangunan:
(1) yang memiliki luas lantai total lebih dari 500 m2, dan
(2) terdapat regu pemadam kebakaran.
ii. Sistem hidran kebakaran,
(1) harus dipasang sesuai dengan standar yang berlaku, SNI 1745; dan
(2) hidran dalam bangunan harus melayani hanya di lantai hidran
tersebut ditempatkan, kecuali pada satuan peruntukan bangunan, di
mana:
(a) bangunan klas 2 atau klas 3 atau sebagian klas 4, dilayani oleh
hidran tunggal yang ditempatkan pada lantai dimana ada jalur
keluar, atau
(b) bangunan klas 5, 6, 7, 8 atau 9 yang berlantai tidak lebih dari 2
(dua), dilayani oleh hidran tunggal yang ditempatkan pada lantai
dimana ada jalur keluar, asalkan hidran dapat menjangkau
seluruh satuan peruntukan bangunan.
(3) bila dilengkapi dengan pompa kebakaran harus terdiri dari:
(a) 2 (dua) pompa, yang sekurang-kurangnya satu pompa
digerakkan oleh motor bakar atau motor listrik yang dicatu dari
daya generator darurat,
(b) 2 (dua) pompa yang digerakkan oleh motor listrik yang
dihubungkan dengan sumber tenaga yang terpisah satu sama
lain,
(4) bila pompa kebakaran dihubungkan dengan jaringan pasokan air dan
dipasang pada bangunan dengan ketinggian efektif kurang dari 25 m,
satu pompa digerakkan oleh:
(a) motor-bakar, atau
(b) motor listrik yang dicatu dari generator darurat, atau
BS
a.
1.
TE
(6)
Hose Reel
b.
BS
LE
(7)
TE
(5)
(4)
(5)
Sistem Sprinkler
i. Sistem sprinkler harus dipasang pada bangunan sebagaimana ditunjukkan
pada tabel berikut:
BS
c.
LE
(6)
TE
(3)
Tabel V.2.1
Persyaratan Pemakaian Sprinkler
Jenis bangunan
Semua klas bangunan:
1. Termasuk lapangan parkir terbuka dalam
bangunan campuran,
2. Tidak termasuk lapangan parkir terbuka,
yang merupakan bangunan terpisah
Bangunan pertokoan (kbs 6).
Bangunan Rumah Sakit.
Ruang Pertemuan Umum,
Ruang Pertunjukan, Teater.
Konstruksi Atrium.
BS
LE
TE
ii.
2.
BS
LE
TE
d.
c.
BS
a.
3.
LE
TE
d.
b.
v.
LE
vi.
TE
iv.
d.
Ketentuan lebih teknis dalam pengendalian asap kebakaran untuk setiap klas
bangunan mengikuti petunjuk dan standar teknis yang berlaku.
4.
BS
c.
b.
Konstruksi.
Ruang Pusat Pengendaii Kebakaran pada bangunan gedung yang tinggi efektifnya
lebih dari 50 meter harus merupakan ruang terpisah, dimana:
i.
d.
Pintu Keluar.
i. Pintu yang menuju ruang pengendali harus membuka ke arah dalam ruang
tersebut, dapat dikunci dan ditempatkan sedemikian rupa sehingga orang yang
menggunakan rute evakuasi dari dalam bangunan tidak menghalangi atau
menutupi jalan masuk ke ruang pengendali tersebut.
ii. Ruang pengendali haruslah dapat dimasuki dari (2) dua arah
(1) arah pintu masuk di depan bangunan; dan
(2) arah langsung dari tempat umum atau melalui jalan terusan yang
dilindungi terhadap api, yang menuju ke tempat umum dan mempunyai
nilai TKA tidak kurang dari -/120/30.
e.
BS
LE
TE
c.
(2) jika hanya menampung peralatan minimum, luas lantai bersih tidak kurang dari
8 m dan luas ruang bebas di depan panel indikator tidak kurang dari 1,50 m2,
(3) jika dipasang peralatan tambahan, luas lantai bersih daerah tambahan adalah 2
m2 untuk setiap penambahan alat, ruang bebas di depan panel indikator tidak
kurang dari 1,50 m2 dan ruang untuk tiap rute evakuasi penyelamatan dari
ruang pengendali ke ruang lainnya harus disediakan sebagai tambahan
persyaratan (2) dan (3) diatas.
Ventilasi dan pemasok daya.
Ruang pengendali harus diberi ventilasi dengan cara:
i.
ventilasi alami dari jendela atau pintu pada dinding luar bangunan yang membuka
langsung ke ruang pengendali; atau
ii. Sistem udara bertekanan yang hanya melayani ruang pengendali, dan
(1) dipasang sesuai ketentuan yang berlaku seperti untuk tangga kebakaran yang
dilindungi;
(2) beroperasi otomatis melalui aktivitas sistem alarm atau sistem sprinkler yang
dipasang pada bangunan;
(3) mengalirkan udara segar ke ruangan tidak kurang dari 30 kali pertukaran udara
perjamnya pada waktu sistem beroperasi dengan dan salah satu pintu ruangan
terbuka;
(4) mempunyai kipas, motor dan pipa-pipa saluran udara yang membentuk bagian
dari sistem, tetapi tidak berada di dalam ruang pengendali dan diproteksi oleh
dinding yang mempunyai TKA tidak lebih kecil dari 120/120/120;
(5) mempunyai catu daya listrik ke ruang pengendali atau peralatan penting bagi
beroperasinya ruang pengendali.
g.
Pencahayaan darurat sesuai ketentuan yang berlaku harus dipasang dalam ruang pusat
pengendali, dan tingkat iluminasi diatas meja kerja tak kurang dari 400 Lux.
h.
Beberapa peralatan seperti Motor bakar, pompa pengendali sprinkler, pemipaan dan
sambungan-sambungan pipa tidak boleh dipasang dalam ruang pengendali, tetapi boleh
dipasang di ruangan-ruangan yang dapat di capai dari ruang pengendali tersebut.
i.
Tingkat suara (ambient) dalam ruang pengendali kebakaran yang diukur pada saat semua
peralatan penanggulangan kebakaran beroperasi ketika kondisi darurat berlangsung
tidak melebihi 65 dbA bila ditentukan berdasarkan ketentuan tingkat kebisingan didalam
bangunan.
BS
LE
TE
f.
2.
Persyaratan kinerja:
a.
Akses ke dan di dalam bangunan harus tersedia yang memungkinkan
pergerakan manusia secara aman, nyaman dan memadai.
b.
Agar manusia dapat bergerak dengan aman ke dan di dalam bangunan maka
bangunan harus mempunyai antara lain:
i. Kemiringan permukaan lantai harus aman bagi pejalan kaki.
ii. Setiap pintu dibuat agar penghuni mudah mencapai akses keluar dan
menghindari risiko terjebak di dalam bangunan.
iii. Setiap tangga dan ramp memiliki:
(1) Permukaan lantai tidak licin pada ramp, injakan dan akhiran
injakan tangga.
(2) Pegangan rambat (handrails) yang memadai untuk membantu
kestabilan pemakai tangga/ramp
(3) Lantai bordes yang memadai uniuk menghindari keletihan
(4) Pintu di lantai bordes sedemikian hingga pintu tersebut tidak
menjadi rintangan.
(5) Tangga yang memadai untuk menampung volume dan frekwensi
penggunaan.
c.
Pada area dimana orang bisa jatuh dari ketinggian 1m atau lebih dari
lantai/atap/melalui bukaan pada dinding luar bangunan, atau karena
perbedaan tinggi lantai dalam bangunan, harus dibuatkan penghalang yang:
i. menerus sepanjang area yang berbahaya.
ii. tinggi disesuaikan dengan risiko orang tanpa disengaja jatuh dari lantai
/atap.
iii. mampu menjaga lintasan anak-anak.
iv. Kuat dan kokoh menahan pengaruh orang yang menabrak, dan tekanan
orang pada penghalang tersebut.
d.
Butir c tersebut di atas tidak berlaku bila penghalang tersebut digunakan
untuk panggung, tempat bongkar muat barang dan sejenisnya.
e.
Butir c tersebut tidak berlaku juga untuk:
i. tangga/ramp yang diisolasi terhadap kebakaran dan area lain untuk tujuan
darurat, kecuali tangga/ramp di luar bangunan.
ii. bangunan klas 7 (kecuali tempat parkir mobil) dan klas 8.
BS
LE
TE
1.
Jumlah, lokasi dan dimensi pintu keluar yang tersedia pada bangunan
disediakan agar penghuni dapat menyelamatkan diri dengan aman, sesuai
dengan:
i. Jarak tempuh
ii. Jumlah, mobilitas dan karakter penghuni.
iii. Fungsi bangunan
iv. Tinggi bangunan
g.
h.
Agar penghuni dapat keluar dengan aman dari bangunan, dimensi jelur
lintasan menuju ke pintu keluar harus sesuai dengan .
i. Jumlah, mobilitas dan karakter lain dan penghuni
ii. Fungsi bangunan
i.
Butir h tersebut di atas tidak berlaku di dalam unit hunian tunggal pada
bangunan klas 2, 3 dan 4.
LE
TE
f.
Persyaratan Keamanan
a.
Tangga, ramp dan lorong (gang) harus aman bagi lalu lintas pengguna
bangunan.
b. Tangga, ramp, lantai, balkon, dan atap yang dapat dicapai oleh manusia
harus mempunyai dinding pembatas, balustrade atau penghalang lainya yang
untuk melindungi pengguna bangunan terhadap risiko jatuh .
c.
Ramp kendaraan dan lantai yang dapat dilewati kendaraan harus mempunyai
pembatas pinggir atau penghalang lainnya untuk melindungi pejalan kaki
dan struktur bangunannya.
BS
1.
iii. setiap lapis lantai pada bangunan klas 9b yang digunakan sebagai pusat
asuhan balita.
iv. setiap lapis lantai pada bangunan sekolah dasar dan sekolah lanjutan
pertama dengan ketinggian 2 lantai atau lebih.
v. setiap lapis lantai atau mesanin yang dapat menampung lebih dari 50
orang sesuai fungsinya.
Area perawatan pasien: Pada bangunan klas 9a sedikitnya harus ada 1 jalan
keluar dari setiap bagian pada lapis lantai yang telah disekat menjadi
kompartemen tahan api.
f.
g.
Akses ke jalan keluar: Tanpa harus melalui hunian tunggal lainnya, setiap
penghuni pada lapis lantai atau bagian lapis lantai bangunan harus dapat
mencapai ke:
i. 1 jalan keluar, atau
ii. sedikitnya 2 jalan keluar, bila 2 atau lebih jalan keluar diwajibkan.
TE
e.
4.
BS
LE
3.
b.
Bagian bangunan klas 4: Pintu masuk harus tidak lebih dari 6 m dari pintu keluar,
atau dari tempat dengan jalur dua arah menuju ke 2 pintu keluar tersedia.
d.
Bangunan klas 9a: Area perawatan pasien pada bangunan klas 9a.
i.
Setiap tempat pada lantai harus berjarak tidak lebih 12 m dari tempat dengan
jalur dua arah menuju ke 2 pintu keluar yang dipersyaratkan tersedia.
ii. Jarak maksimum dari satu tempat ke salah satu dari pintu keluar tersebut
tidak lebih dari 30 m.
e.
Panggung Terbuka: Jarak jalur lintasan menuju ke pintu keluar pada bangunan
klas 9b yang dipakai sebagai panggung terbuka harus tidak lebih dari 60 m.
f.
Gedung Pertemuan: Pada bangunan klas 9b selain gedung sekolah atau pusat
asuhan balita, jarak ke salah satu pintu keluar dimungkinkan 60 m, bila :
i.
jalur lintasan dari ruang tersebut ke pintu keluar melalui lorong/koridor.
lobby, ramp, atau ruang sirkulasi lainnya, dan
ii. konstruksi ruang tersebut bebas asap, memiliki TKA tidak kurang dari
60/60/60 dan konstruksi setiap pintunya terlindung serta dapat menutup
sendiri dengan ketebalan tidak kurang dari 35 mm.
LE
TE
c.
6.
BS
5.
d.
e.
f.
g.
BS
LE
Setiap tangga atau ramp tahan api harus menyediakan pintu keluar tersendiri dari
tiap lapis lantai yang dilayani dan keluar secara langsung atau melawati lorong
yang diisolasi terhadap kebakaran yang ada di lantai tersebut:
i.
ke jalan atau ruang terbuka, atau
ii. ketempat:
(1) ruang atau lantai yang digunakan hanya untuk pejalan kaki, parkir
kendaraan atau sejenisnya, dan tertutup tidak lebih dari 1/3 kelilingnya.
(2) lintasan tanpa rintangan, tidak lebih dari 20 m, tersedia menuju ke jalan
atau ruang terbuka.
iii. ke area tertutup yang:
(1) berbatasan dengan jalan atau ruang terbuka,
(2) terbuka untuk sedikitnya 1/3 dari keliling area tersebut;
(3) mernpunyai ketinggian bebas rintangan di semua bagian termasuk
bukaan pada keliling area yang tidak kurang dari 3 m;
(4) mempunyai lintasan bebas rintangan dari tempat keluar ke jalan atau
ruang terbuka yang tidak lebih dan 6 m.
c.
7.
1,8 m pada lorong, koridor atau ramp yang digunakan untuk jalur sirkulasi
pasien di tempat tidur pada area atau bangsal perawatan.
jika lapis lantai atau mesanin menampung lebih dari 200 orang, lebar bebas,
kecuali pintu keluar harus ditambah menjadi:
i.
2 m ditambah 500 mm untuk setiap kelebihan 60 orang jika jalan keluar
mencakup perubahan ketinggian lantai oleh tangga atau ramp dengan tinggi
tanjakan 1:12, atau
ii. pada kasus lain, 2 m ditambah 500 mm untuk setiap kelebihan 75 orang.
pada panggung penonton yang menampung lebih dari 2000 orang, lebar bebas,
kecuali untuk pintu keluar harus diperlebar sampai 17 m ditambah dengan angka
kelebihan tersebut dibagi 600.
lebar pintu keluar:
i.
pada area perawatan pasien, jika membuka ke arah koridor dengan
(1) lebar koridor antara 1,8 m - 2,2 m: 1200 mm.
(2) lebar koridor lebih dari 2,2 m: 1070 mm.
(3) pintu keluar horisontal: 1250 mm.
ii. lebar dari setiap pintu keluar yang memenuhi ketentuan butir b, c, d atau e,
minus 250 mm;
iii. 750 mm, bila pintu tersebut untuk kompartemen sanitasi atau kamar mandi.
lebar pintu keluar tidak boleh berkurang pada jalur lintasan ke jalan atau ruang
terbuka.
TE
ii.
i.
ii.
d.
Jika Jebih dari dua akses pintu, bukan dari komponen sanitasi atau sejenisnya,
membuka ke pintu keluar yang diisolasi terhadap kebakaran pada lantai dimaksud
i
lobby bebas asap sesuai dengan Bab V.2.3 harus tersedia
ii. pintu keluar bertekanan udara sesuai standar yang berlaku.
e.
bangunan klas 9a : Ramp harus tersedia untuk setiap perubahan ketinggian kurang
dari 600 mm pada lorong yang diisolasi terhadap kebakaran.
9.
LE
TE
8.
Pada bangunan klas 2, 3 atau 4, jarak antara pintu keluar dari ruang atau unit
hunian tunggal dan tempat keluar menuju ke jalan atau ruang terbuka melalui
tangga atau ramp yang tidak diisolasii terhadap kebakaran harus tidak melampaui:
i.
30 m pada konstruksi bangunan tipe C, atau
ii. 60 m pada konstruksi bangunan lainnya.
c.
Pada bangunan klas 5 s.d. 9, jarak antara sembarang tempat pada lantai ke tempat
keluar menuju ke jalan atau ruang terbuka melalui tangga/ramp yang tidak
diisolasi terhadap kebakaran harus tidak melebihi 80 m.
d.
Pada bangunan klas 2, 3 atau 9a, tangga/ramp yan tidak diisolasi terhadap
kebakaran harus keluar pada tempat yang tidak lebih dari
i.
15 m dari pintu keluar yang menyediakan jalan keluar menuju ke jalan atau
ruang terbuka, atau dari lorong yang diisolasi terhadap kebakaran menuju ke
Jalan atau ruang terbuka, atau
ii. 30 m dan salah satu dari dua pintu atau lorong keluar bila arah tangga/ramp
yang tidak diisolasi terhadap kebakaran berlawanan atau hampir berlawanan
arah.
e.
Pada bangunan klas 5 s d. 8 ata u 9b, tangga/ramp yang tidak diisolasi torhadap
kebakaran harus keluar ke tempat yang tidak lebih dari:
i.
20 m dari pintu keluaar yang menyediakan jalan keluar menuju ke jalan atau
ruang terbuka, atau dari lorong yang diisolasi terhadap kebakaran menuju ke
jalan atau ruang terbuka, atau
BS
b.
ii.
f.
Pada bangunan klas 2 atau 3, bila dua atau lebih pintu keluar disyaratkan dan
disediakan sebagai sarana tangga/ramp yang tidak diisolasi. terhadap kebakaran
dalam bangunan, maka masing-masing pintu keluar tersebut harus :
i
menyediakan jalan keluar terpisah menuju ke jalan atau ruang terbuka;
ii. bebas asap.
11
BS
Pada bangunan klas 9b dengan auditorium yang menampung lebih dan 500 orang,
tidak lebih dari 2/3 lebar pintu keluar yang disyaratkan harus terletak di area pintu
masuk utama.
e.
LE
TE
10.
40 m dari salah satu dari dua pintu atau lorong keluar: arah tangga/ramp
yang tidak diisolasi terhadap kebakaran berlawanan atau hampir berlawanan
arah.
Pada bangunan klas 9a, pintu keluar horisontal dapat dianggap sebagai pintu
keluar yang disyaratkan, bila jalur lintasan dari kompartemen kebakaran menuju
ke satu atau lebih pintu keluar horisontal langsung menuju ke kompartemen
kebakaran lainnya, dan mempunyai sedikitnya satu pintu keluar yang disyaratkan
yang bukan pintu keluar horisontal
c.
Kasus selain butir b di atas, pintu keluar horisontal harus tidak lebih dari separuh
pintu keluar yang disyaratkan pada lantai yang dipisahkan oleh dinding tahan api
d.
Pintu keluar horisontal harus mempunyai area bebas disetiap sisi dinding tahan api
untuk menampung jumlah orang dari seluruh bagian lantai dengan tidak kurang
dari:
i.
2.5 m2 tiap pasien pada bangunan klas 9a, dan
ii.
13.
14.
BS
LE
TE
12.
b.
c.
m2/orang
4
1
2
15
25
10
1
0,5
5
4
5
50
Ruang baca
Restoran
Sekolah : r. kelas umum
gedung serba guna
ruang staf
ruang praktek: SD
SLTP
Pertokoan, r. penjualan:
Level langsung dari luar
Level lainnya
r. pamer : r. peragaan,mall, arcade
Panggung penonton: darah panggung
Kursi penonton
R. penyimpanan r. elktrikal, r. telepon
Kolam renang
Teater dan Hall
R. ganti di teater
Terminal
Bengkel / workshop : staf pemeliharaan
Proses manufaktur
2
1
2
1
10
4
bengkel
BS
O
VI.3
m2/orang
10
10
30
50
LE
30
3
15
10
1
10
2
30
Jenis Penggunaan
Kantor (pengetikan dan fotokopi)
Ruang Perawatan Pasien
Ruang industri : - ventilasi, listrik, dll
- boiler/sumber tenaga
TE
Jenis Penggunaan
Galeri seni, ruang pamer, museum
Bar, caf, gereja, ruang makan
Ruang pengurus
Pemondokan/losmen
Ruang komputer
Ruang sidang pengadilan: r.
tunggu
r. sidang
Ruang dansa
Asrama
Pusat Penitipan Balita
Pabrik:
- r. manufaktur, prosesing ,
r. kerja, workshop
- ruang untuk fabrikasi dan
proses selain di atas
Garasi-garasi umum
Ruang senam/gymnasium
Hotel, hostel, motel, guest-house
Stadion indoor area
Kios
Dapur, laboratorium, tempat cuci
Perpustakaan : - r. baca,
- r penyimpanan
3
5
5
0,3
1
30
1,5
1
4
2
30
pabrik
Penerapan
Kecuali ketentuan butir 13 den 16, persyaratan ini tidak berlaku untuk unit
hunian tunggal pada bangunan klas 2 atau 3 atau bagian klas 4.
2.
3.
a.
b.
c.
5.
6.
7.
BS
LE
TE
4.
c.
d.
9.
Lebar Tangga
a. Lebar tangga yang disyaratkan harus:
i. bebas halangan, seperti pegangan rambat (handrail), bagian dari
balustrade, dan sejenisnya,
ii. lebar bebas halangan, kecuali untuk list langit-langit, sampai ketinggian
tidak kurang dari 2 m, vertikal di atas garis sepanjang nosing injakan
tangga atau lantai bordes.
b. Lebar tangga melebihi 2m dianggap mempunysi lebar hanya 2 m, kecuali
dipisahkan oleh balustrade atau pegangan rambat menerus antara lantai
bordes dan lebar masing-masing bagian kurang dari 2 m.
BS
LE
TE
8.
b.
i. Iorong keluar dari tangga atau ramp yang diisolasi terhadap kebakaran,
TKA tidak kurang dari yang disyaratkan untuk saf tangga atau ramp,
ii. pada kasus lain TKA tidak kurang dari 60/60/60.
Meskipun dengan ketentuan butir a.ii, konstruksi atas dari lorong yang
diisolasi terhadap kebakaran tidak perlu punya TKA, bila dinding lorong
tersebut merupakan perluasan dari:
i. penutup atap yang tidak mudah terbakar
ii. langit-langit dengan ketahanan terhadap penjalaran api tidak kurang dari
60 menit dan dalam kompartemen kebakaran.
LE
TE
BS
14. Bordes
a. Bordes tangga dengan maksimum kemiringan 1: 50 dapat digunakan, untuk
mengurangi jumlah tanjakan dan setiap bordes harus:
i. panjangnya tidak kurang dari 550 mm diukur dari tepi dalam bordes,
ii. tepi bordes diberi finishing yang tidak licin.
b. Bangunan klas 9a:
i. Luas bordes harus cukup untuk gerakan usungan yang berukuran
panjang 2 m dan lebar 60 cm,
ii. Sudut arah naik dan turun tangga harus 180, lebar minimal bordes 1,6
m dan panjangnya minimal 2,7 m.
15. Ambang Pintu
Ambang pintu tidak mengenai anak tangga atau ramp minimal selebar daun
pintu kecuali:
a. ruang perawatan pasien bangunan klas 9a, ambang pintu tidak lebih dan 25
mm di atas ketinggian lantai dimana pintu membuka,
b. kasus lainnya
i. pintu terbuka ke arah jalan atau ruang terbuka, tangga atau balkon luar
ii. ambang pintu tidak lebih dari 190 mm di atas permukaan tanah, balkon
atau yang sejenis dimana pintu membuka.
16. Balustrade
a Balustrade menerus harus tersedia sekeliling atap yang terbuka untuk
umum, tangga, ramp, lantai, koridor, balkon dan sejenisnya, bila:
b.
c.
d.
e.
BS
g.
LE
TE
f.
c.
d.
TE
BS
LE
2.
BS
LE
TE
1.
VI.4
c.
d.
e.
f.
g.
3.
LE
b.
Lif kebakaran dapat berupa lif penumpang biasa atau lif barang yang dapat
diatur, sehingga dalam keadaan darurat dapat digunakan secara khusus oleh
petuugas Kebakaran, tanpa terganggu oleh sakelar panggil lainnya.
Persyaratan teknis dari lif yang digunakan sebagai lif kebakaran harus
disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
Untuk mengubah fungsi lif penumpang atau lif barang menjadi lif
kebakaran, harus dengan cara menekan sakelar kebakaran (Fire Switch)
terlebih dahulu.
Kecepatan dan ukuran sangkar lif kebakaran disesuaikan dengan standar
teknis yang berlaku.
Pintu saf lif kebakaran harus disesuaikan dengan ketentuan peraturan yang
berlaku di Indonesia.
Lif kebakaran harus dapat berhenti di setiap lantai.
Sumber daya listrik untuk lif kebakaran harus direncanakan dari sumber
yang berbeda, dan menggunakan kabel tahan api.
a.
TE
Lift Kebakaran
BS
2.
1.
ATAU
Gambar VII. 1
Tanda Peringatan Lif Penumpang
5.
BS
b.
Satu atau beberapa lif harus di pasang sebagai lif pasien untuk melayani
setiap lantai dalam bangunan yang tidak menggunakan ramp, misalnya
bangunan Kelas 9a, yang ruang rawat pasiennya tidak berada di lantai
Lif pasien yang dibutuhkan pada butir a, harus:
i. berukuran cukup untuk meletakkan fasilitas kereta dorong ( wheel
strecther) secara horisontal
ii. Lif yang melayani ruang rawat pasien dihubungkan juga ke sistem
tenaga listrik cadangan, dan
iii. Mempunyai kapasitas beban tidak kurang dari 600 Kg.
LE
a.
4.
sesuai dengan detail dan dimensi minimum seperti pada gambar Vll. 1, dan
terdiri dari
i. huruf yang diukir, ditatah atau huruf timbul pada logam, kayu, plastic
atau sejenisnya dan dipasang tetap didinding, atau
ii huruf yang diukir atau ditatah langsung dipermukaan bahan dinding
iii. bila diperlukan, dengan penampilan khusus sehingga dapat terbaca
pada keadaan gelap atau sewaktu terjadi kebakaran.
TE
b.
8 mm
Sangkar Lif
Sangkar pada setiap lif harus dilengkapi dengan peralatan tanda bahaya yang
dapat dioperasikan dari dalam sangkar, berupa bel listrik, telepon, atau alat-alat
lainnya yang dipasang dalam gedung ditempat yang mudah didengar oleh
pengelola bangunan gedung yang bersangkutan.
6.
Saf Lif
a.
b.
Dalam saf lif dilarang memasang pipa atau peralatan lain yang tidak
merupakan bagian dari instalasi lif.
Untuk saf lif yang menerus dan tidak memiliki pintu keluar pada setiap
lantainya, setiap 3 lantai harus memiliki bukaan untuk digunakan dalam
kondisi darurat,
7.
BS
LE
TE
d.
Bangunan ruang mesin lif harus kuat dan kedap air serta berventilasi
cukup. Ruang mesin harus mempunyai sirkulasi udara, untuk
mempertahankan suhu udara dan panas dari peralatan mesin.
Minimum satu jalan keluar harus dibuat pada setiap nuang mesin lif.
Balok, lantai dan penyangga di Ruang mesin harus di rencanakan dengan
memenuhi:
i. Beban balok dan penyangga harus sudah termasuk beban mesin lif,
motor generator, panel kontrol, governor dan peralatan lain, termasuk
lantai ruang mesin.
ii. Dua kali jumlah beban komponen yang bergerak vertikal dari tromol
(dihitung dari dua sisi), atau dihubungkan ke tali yang disangga oleh
balok, dengan beban sangkar lif.
iii. Beban diperhitungkan pada saat bandul mekanis governor) bekerja.
Jika mesin lif dan tali diempatkan di lantai bawah, atau disamping ruang
luncur di lantai bawah, pondasi untuk mesin, tromol, dan penyangga harus
direncanakan sesuai beban dibawah ini:
i. Pondasi harus menyangga berat mesin, tromol tali, peralatan lain dan
lantai diatasnya.
ii. Balok penahan tali dan pondasi harus dihitung dua kali beban berat
pada arah tegak.
iii. Balok penahan tali dan pondasi harus dihitung dua kali baban berat
pada arah sejajar.
iv. Balok penahan tali dan pondasi harus dihitung dua kali beban berat
pada semua arah gaya
Instalasi Listrik
a. Semua hantaran listrik harus dipasang dalam pipa atau saluran kabel (duct)
kecuali hantaran lemas (fleksibel) yang khusus.
b. Instalasi listrik untuk lif harus dilengkapi dengan pengaman harus lebih
atau sakelar otomatis.
c. Semua bagian logam dari lif pada keadaan bekerja normal tidak boleh
bertegangan.
9.
8.
Vll.2
d.
LE
e.
jalan lintas.
ruang yang mempunyai luas lebih dari 300 m2,
ruangan yang mempunyai luas lebih dari 100 m2 tetapi kurang 300 m2
yang terbuka:
i. ke koridor, atau
ii ke ruang yang mempunyai lampu darurat, atau
iii. ke jalan raya, atau
iv. ke ruang terbuka.
bangunan kelas 2 atau 3, dan pada setiap jalan lintas yang mempunyai
panjang lebih dari 6 meter diberikan sistem lampu darurat;
bangunan kelas 9a, yaitu pada:
i. setiap lorong, koridor, hall, atau sejenisnya yang digunakan pasien.
ii. setiap ruang dengan luas lantai lebih dari 120 m2 yang digunakan
pasien
TE
VIII.1
3.
Lampu darurat yang digunakan harus sesuai dengan standar yang berlaku.
VIII.2
BS
2.
2.
Jelas, mudah dibaca, mempunyai huruf dan simbol dengan ukuran yang
cukup
diterangi dengan pencahayaan cukup sehingga jelas terbaca setiap waktu
oleh orang yang masuk dan berada di dalam bangunan,
dipasang sehingga jika tenaga listrik normal terganggu, pencahayaan
darurat digunakan pada tanda KELUAR.
Tanda KELUAR harus jelas kelihatan untuk orang yang menuju keluar, dan
harus dipasang diatas atau di dekat setiap:
a. Pintu yang digunakan untuk jalan keluar dari setiap lantai keluar
i. tangga yang tertutup, lorong, atau ramp yang digunakan untuk
ii tangga luar, lorong atau ramp yang digunakan untuk Keluar
iii. jalan keluar di balkon yang menuju Keluar.
b.
c.
d.
3.
Jika tanda KELUAR" tidak segera diketahui oleh penghuni atau pengunjung
bangunan, maka tanda Keluar dengan arah panah harus dipasang pada posisi
yang tepat di koridor, hall, lobi, atau sejenisnya yang menunjukkan arah keluar
yang disyaratkan.
2.
Bangunan Kelas 2 yang mempunyai ketinggian lantai lebih dari dua lapis dan
a. bagian rumah dari sekolahan,
b. akomodasi untuk orang tua, anak-anak, atau orang cacat.
3.
Bangunan kelas 2 sebagai rumah perawatan orang tua, kecuali bila sistemnya
a. langsung memberikan peringatan pada petugas, atau
b. sistem alarm diatur volume dan isi pesannya untuk meminimalkan
kepanikan dan trauma, sesuai dengan tipe dan kondisi penghuni.
4.
Bangunan Kelas 9a yang mempunyai luas lantai lebih dari 1000 m2 atau
ketinggian lantai lebih dari dua:
a. sistemnya harus diatur memberikan peringatan pada petugas
b. di daerah bangsal perawatan, sistem alarm dapat diatur volume dan isi
pesannya untuk meminimalkan kepanikan sesuai dengan tipe dan kondisi
pasien
5.
Bangunan Kelas 9b
a. untuk sekolah, mempunyai ketinggian lantai tidak lebih dari tiga
b. untuk gedung pertunjukan, hall umum, atau sejenisnya, yang mempunyai
luas lantai lebih dari 1000 m2 atau ketinggian lantai lebih dari dua.
BS
LE
TE
1.
VIII.3
Pintu dari tangga tertutup, lorong, atau ramp pada setiap tingkat yang
menuju Jalan raya atau ruang terbuka, dan:
Jalan keluar horisontal, dan:
Pintu yang digunakan sebagai atau merupakan bagian dari jalan KELUAR"
pada setiap lantai yang harus dilengkapi dengan lampu darurat sesuai
VIII.1
INSTALASI LISTRIK
BS
LE
TE
IX.1
3. Beban Listrik
Beban maksimum suatu instalasi listrik arus kuat harus dihitung dengan
memperhatikan besarnya beban terpasang, faktor kebersamaan (coincident factor)
atau faktor ketidak bersamaan (diversity factor).
BS
LE
TE
7. Pemeliharaan
a. Pada ruang panel hubung bagi, harus terdapat ruang yang cukup untuk
memudahkan pemeriksaan, perbaikan dan pelayanan, serta diberi ventilasi
cukup.
b. Pemeliharaan instalasi listrik harus dilaksanakan dan diperiksa setiap lima
tahun serta dilaporkan secara tertulis kepada instansi yang berwenang
c. Pembangkit tenaga listrik darurat secara periodik harus dihidupkan untuk
menjamin agar pembangkit tersebut dapat dioperasikan bila diperlukan.
IX.2
LE
TE
BS
b.
c.
BS
LE
TE
2. Instalasi Telpon
a. Saluran masuk sistem telepon harus memenuhi Persyaratan:
i. Tempat pemberhentian ujung kabel harus terang, tidak ada genangan air,
aman dan mudah dikerjakan.
ii. Ukuran lubang orang (manhole) yang melayani saluran masuk ke dalam
gedung untuk instalasi telepon minimal berukuran 1,50 m x 0,80m.
iii. Dekat dengan kabel catu dari kantor telepon dan dekat dengan jalan
besar.
b. Penempatan kabel telepon yang sejajar dengan kabel listrik, minimal berjarak
0,10 m atau sesuai ketentuan yang berlaku.
c. Ruang PABX dan TRO sistem telepon harus memenuhi persyaratan:
i. Ruang yang bersih, terang, kedap debu, sirkulasi udaranya cukup dan
tidak boleh kena sinar matahari langsung, serta memenuhi persyaratan
untuk tempat peralatan.
ii. Tidak boleh digunakan cat dinding yang mudah mengelupas.
iii. Tersedia ruangan untuk petugas sentral dan operator telepon.
d. Ruang batere sistem telepon harus bersih, terang, mempunyai dinding dan
lantai tahan asam, sirkulasi udara cukup dan tidak boleh kena sinar matahari
langsung.
3. Instalasi Tata Suara
a. Setiap bangunan dengan ketinggian 4 lantai atau 14 m keatas, harus dipasang
sistem tata suara yang dapat digunakan untuk menyampaikan pengumuman
dan instruksi apabila terjadi kebakaran.
b. Sistem peralatan komunikasi darurat sebagaimana dimaksud pada butir a
diatas harus menggunakan sistem khusus, sehingga apabila sistem tata suara
umum rusak, maka sistem telepon darurat tetap dapat bekerja.
c. Kabel instalasi komunikasi darurat harus terpisah dari instalasi lainnya dan
dilindungi terhadap bahaya kebakaran, atau terdiri dari kabel tahan api.
X. INSTALASI GAS
X.1
BS
LE
TE
d.
Vakum
BS
LE
TE
b.
TE
a.
b.
Sumber air bersih pada bangunan harus diperoleh dari sumber air PAM
(Perusahaan Air Minum), dan apabila sumber air bukan dari PAM, sebelum
digunakan harus mendapat persetujuan dari instansi yang berwenang.
c.
d.
e.
Apabila kapasitas dan atau tekanan sumber yang digunakan tidak memenuhi
kapasitas dan tekanan minimal pada titik pengaturan keluar, maka harus
dipasang sistem tanki persediaan air dan pompa yang direncanakan dan
ditempatkan sehingga dapat memberikan kapasitas dan tekanan yang
optimal.
f.
Bangunan yang dilengkapi dengan sistem penyediaan air panas, dimana pipa
pembawa air panas dari sumber air panas ke alat plambing cukup panjang,
maka harus dilengkapi dengan pipa sirkulasi. Pipa pembawa air panas yang
cukup panjang tersebut harus dilapisi dengan bahan isolasi.
g.
Temperatur air panas yang keluar dari alat plambing harus diatur,
maksimum 60 C, kecuali untuk penggunaan khusus.
LE
a.
BS
2.
1.
Bahan pipa yang digunakan dapat berupa PVC, PE (poli-etilena), besi lapis
galvanis atau Tembaga, mampu menahan tekanan sekurang-kurangnya 2 kali
tekanan kerja, tidak mengandung bahan beracun dan pemasangannya harus
sesuai dengan petunjuk teknis bahan pipa yang bersangkutan.
i.
j.
Diameter pipa sambungan pelanggan dari jaringan pipa distribusi kota harus
disesuaikan dengan kelas bangunan.
b.
Semua air kotor harus diolah sebelum dibuang ke saluran air kotor umum
kota atau disalurkan ke bangunan pengolahan air kotor komunal bila
tersedia.
c.
Air kotor yang mengandung bahan buangan berbahaya dan beracun, serta
yang mengandung radioaktif, harus ditangani secara khusus, sesuai peraturan
yang berlaku di Indonesia.
d.
e.
Saluran air kotor dapat benupa pipa atau saluran lainnya, baik dari bahan
PVC, PE, tanah liat, beton, tembaga, besi tuang, baja maupun bahan lainnya
yang tidak mudah rusak, tahan terhadap karat dan panas.
f.
g.
h.
Sistem air kotor didalam bangunan harus dilengkapi dengan pipa ven untuk
menetralisir tekanan udara didalam saluran tersebut.
i.
BS
LE
TE
a.
3.
h.
b.
Bahan alat plambing harus mempunyai permukaan yang halus dan rapat air,
tahan lama untuk digunakan, babas dari kerusakan dan tidak mempunyai
bagian kotor yang tersembunyi.
c.
d.
Pipa pembuangan dari alat plambing yang digunakan untuk menyimpan atau
mengolah makanan, minuman bahan steril atau bahan sejenis lainnya, harus
dilengkapi dengan celah udara yang cukup untuk mencegah kemungkinan
terjadinya kontaminasi.
e.
f.
Pada pipa penyaluran air kotor dari alat plambing yang mungkin menerima
buangan mengandung minyak atau lemak, harus dilengkapi dengan alat
perangkap minyak dan lemak.
g.
LE
TE
a.
BS
5.
Alat Plambing
4.
a.
Fungsi tangki penyediaan air bersih adalah untuk menyimpan cadangan air
bersih untuk kebutuhan penghuni, perlengkapan bangunan, penanggulangan
kebakaran dan pengaturan tekanan air.
b.
c.
Konstnuksi dan bahan tanki penyediaan air bersih harus cukup kuat dan tidak
mudah rusak. Bahan tangki dapat berupa beton, baja, fiberglass dan kayu.
d.
e.
Tangki penyediaan air bersih harus diiengkapi dengan sistem perpipaan dan
perlengkapannya yang terdiri dari pipa masuk dan pipa keluar, pipa peluap,
pipa penguras dan pipa ven, serta dilengkapi dengan 1ubang pemeriksa.
a.
b.
c.
Pompa harus dipasang pada lokasi yang mudah untuk pengoperasian dan
pemeliharaannya.
d.
e.
Pompa harus dilengkapi dengan alat pengukur tekanan dan katup pencegah
aliran balik pada pipa keluaran dan ujung pipa isap pompa.
2.
LE
b.
Air hujan harus dialirkan ke sumur resapan dan atau dialirkan ke jaringan air
hujan umum kota sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c.
Bila belum tersedia jaringan umum kota ataupun sebab-sebab lain yang dapat
diterima, maka harus dilakukan cara-cara lain yang dibenarkan oleh instansi
yang berwenang
a.
BS
1.
yang
tanki
kotor
kotor
XI.2
Pompa
TE
6.
Persyaratan Saluran
a.
Saluran air hujan dapat merupakan saluran terbuka dan atau saluran tertutup.
Apabila saluran dibuat tertutup, maka pada tiap perubahan arah aliran harus
dilengkapi dengan lubang pemeriksa, dan pada saluran yang lurus, lubang
pemeriksa harus dibuat dengan jarak tiap 25-100 m, disesuaikan dengan
diameter saluran tersebut dan standar yang berlaku.
c.
d.
3.
Bahan saluran dapat berupa PVC, fiberglass, pasangan, tanah liat, beton,
seng, besi dan baja. Khusus untuk bahan seng, besi dan baja harus dilapisi
dengan lapisan tahan karat.
Pemeliharaan
Pemeliharaan sistem air hujan harus dilakukan secara berkala untuk mencegah
terjadinya endapan dan penyumbatan pada saluran.
PERSAMPAHAN
1.
TE
Pewadahan
Kapasitas pewadahan sampah atau tempat penampungan sementara harus
dihitung berdasarkan jenis bangunan dan jumlah penghuninya, sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
b.
Tempat pewadahan sampah harus terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah
rusak, mempunyai tutup dan mudah diangkut. Bahan tersebut dapat berupa
kantong plastik, peti kemas fiberglass, peti kemas baja, dan pasangan bata
atau beton.
c.
LE
a.
BS
2.
XI.3
3.
Sampah Berbahaya
Untuk sampah padat yang dikatagorikan sebagai jenis buangan berbahaya dan
beracun (sampah B3), penempatan dan pembuangannya harus ditangani secara
khusus sesuai dengan peraturan yang berlaku.
XII.1 VENTILASI
Kebutahan Ventilasi
Setiap bangunan harus mempunyai:
a. Ventilasi alami sesuai dengan butir XII.1.2 di bawah ini atau
b. Ventilasi mekanis yang memenuhi ketentuan yang berlaku.
2.
Ventilasi Alami
a. Penerapan ventilasi alami.
Ventilasi alami harus terdiri dari bukaan permanen, jendela, pintu atau
sarana lain yang dapat dibuka
i. dengan jumlah bukaan berukuran tidak kurang dari 5% dari luas lantai
ruangan yang dibutuhkan untuk di ventilasi;
ii ke arah;
(1) halaman berdinding dengan ukuran yang sesuai, atau daerah yang
terbuka ke atas;
(2) teras terbuka, pelataran parkir, dan yang sejenis;
(3) ruangan bersebelahan yang dimaksud dalam butir b di bawah ini.
LE
TE
1.
BS
e.
BS
LE
TE
d.
c.
f.
Gedung Parkir
Setiap lantai gedung parkir, kecuali pelataran parkir terbuka harus
mempunyai:
i. sistem ventilasi yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku; atau
ii. sistem ventilasi alami permanen yang memadai.
g.
ii.
Ventilasi buatan
a. Penempatan fan harus memungkinkan pelepasan udara secara maksimal dan
juga memungkinkan masuknya udara segar, atau sebaliknya.
b. Sistem Ventilasi buatan harus diberikan jika ventilasi alami yang memenuhi
syarat tidak memadai.
c. Bilamana digunakan ventilasi buatan, sistem tersebut harus bekerja terus
menerus selama ruang tersebut dihuni.
d. Bangunan atau ruang parkir tertutup harus dilengkapi sistem ventilasi
buatan untuk membuang udara kotor dari dalam, dan minimal 2/3 volume
udara ruang harus terdapat pada ketinggian maksimal 0,60 meter diatas
lantai.
e. Ruang parkir pada ruang bawah tanah (basement) yang terdiri dari lebih
satu lantai, gas buang mobil pada setiap lantai tidak boleh mengganggu
udara bersih pada lantai lainnya.
f. Besamya pertukaran udara yang disarankan untuk berbagai fungsi ruang
dalam bangunan harus sesuai standar yang berlaku.
PENGKONDISIAN UDARA
2.
Konservasi Energi
a. Pengkondisian udara harus memperhatikan upaya konservasi energi
minimal seperti dinyatakan dalam SK SNI tentang Tata Cara
Perencanaan Teknis Konservasi Energi pada Bangunan Gedung.
b. Rancangan sistem pengkondisian udara harus dikembangkan sehingga
penggunaan energi yang optimal dapat diperoleh, termasuk dengan
memperhitungkan pemakaian energi per tahunnya, pemilihan peralatan,
serta biaya awal dan biaya umur pemakaian energi.
c. Karakteristik beban bangunan harus dianalisa sehingga memungkinkan
sistem dan peralatan dengan ukuran yang tepat serta dipilih untuk
memperoleh efisiensi yang baik pada beban penuh atau beban paruh.
3.
BS
1.
XII.2
LE
TE
3.
Dasar perancangan
i.
Kondisi Dalam Bangunan
Kondisi dalam bangunan yang memerlukan pengkondisian udara
harus dirancang sesuai penggunaannya.
ii. Kondisi Luar Bangunan
Kondisi rancangan udara luar bangunan mengacu pada SK SNI
tentang Tata Cara Perencanaan Teknis Konservasi Energi pada
Bangunan Gedung.
iii. Penetapan sistem dan peralatan.
(1) Penetapan sistem dan peralatan pengkondisian udara
(Sistem Fan, sistem pompa dan pemipaan, sistem distribusi
udara, sistem kontrol, isolasi pemipaan, isolasi sistem
distribusi udara) mengacu pada SK SNI yang berlaku.
(2) Semua saluran udara harus direncanakan, dibuat dan
dipasang sesuai ketentuan yang berlaku, atau standar
internasional lain yang diakui oleh instansi yang
berwenang.
(3) Sistem pengkondisian udara pada bangunan klas 8a untuk
ruang operasi, ruang steril dan ruang perawatan bagi pasien
tidak
dibenarkan
yang
berpenyakit
menular,
mempergunakan sistem sirkulasi udara yang dapat
menyebabkan penularan penyakit ke bagian lain bangunan.
LE
TE
b.
BS
XIII. PENCAHAYAAN
KEBUTUHAN PENCAHAYAAN
1.
Kamar, ruangan dan daerah yang dicakup oleh bagian ini meliputi:
a. ruangan didalam bangunan
b. daerah luar bangunan, seperti:
i. pintu masuk
ii. pintu ketuar,
iii. tempat bongkar muat barang, dsb.
c. jalan, taman dan daerah bagian luar lainnya, termasuk daerah di udara
terbuka dimana pencahayaan dibutuhkan dan disambungkan dengan listrik
bangunan.
2.
Kamar, ruangan, daerah dan peralatan yang tidak termasuk bagian ini,
meliputi:
a. kegiatan diluar bangunan, seperti proses produksi dan penyimpanan.
b. pencahayaan untuk pembuatan film, penyiaran televisi, presentasi audio
visual dan bagian-bagian lain dan fasilitas pertunjukan seperti panggung
di hotel, klub malam, dan diskotek dimana pencahayaan merupakan
bagian penting untuk menghasilkan knalitas tampilan.
c. reflektor khusus untuk medis dan perawatan gigi.
d. fasilitas luar untuk olahraga.
e. pencahayaan untuk pameran seni, gallery, museum dan monumen.
pencahayaan luar untuk monumen publik.
f. pencahayaan khusus laboratorium.
g. pencahayaan didalam bangunan yang digunakan dari jam 22.00 malam
sampai jam 06.00 pagi.
i. pencahayaan darurat yang secara otomatis mati. selama operasi normal.
j. daerah yang mempunyai risiko keamanan tinggi dan diperlukan tambahan
pencahayaan untuk keamanan manusia.
k. ruang kelas yang direncanakan untuk kebutuhan khusus.
1. pencahayaan untuk rambu-rambu.
m. fasilitas pencahayaan untuk display di muka atau jendela toko.
n. pencahayaan di unit pengeboran.
XIII.2
PENCAHAYAAN BUATAN.
BS
LE
TE
XIII.1
1.
2.
4.
5.
6.
PENCAHAYAAN ALAMI
1.
2.
3.
XIII.3
BS
LE
7.
Konsumsi Energi
Konsumsi energi pencahayaan buatan dapat diminimalkan dengan mengurangi
daya terpasang dan waktu pemakaian. Daya terpasang dapat diminimalkan
dengan penggunaan lampu, balas, dan reflaktor yang efisien. Daerah efisasi
dari lampu yang ada ditunjukkan pada SK SNI tentang Tata Cara Perencanaan
Teknis Konservasi Energi pada Bangunan Gedung.
Perencanaan Sistem Pencahayaan
Perencanaan sistem pencahayaan adalah dengan monggunakan sumber
pencahayaan yang tepat, jenis reflektor yang efisien, mempunysi karakteristik
distribusi pencahayaan sesuai kebutuhan dan tidak menghasilkan ketidak
nyamanan karena silau atau pantulan. Kebanyakan reflektor yang efisien untuk
lampu fluorecent adalah dari jenis mirror reflector atau prismatic. Reflektor
untuk lampu High Intensity Discharge (HID) menggunakan reflektor
aluminium anodized berkualitas tinggi.
Penggunaan Lampu
Penggunaan lampu sesuai kebutuhan dan mempertimbangkan upaya
konservasi energi pada bangunan gedung.
Daya Maksimum Yang Diijinkan
Beban pencahayaan total untuk ruang dalam bangunan disarankan tidak
melebihi nilai maksimum seperti ditunjukkan pada SNI tentang Tata Cara
Perencanaan Teknis Konservasi Energi pada Bangunan Gedung.
Daya pencahayaan buatan di luar bangunan.
a. Daya pencahayaan buatan untuk bagian luar bangunan sebaiknya tidak
melebihi nilai seperti ditunjukkan pada SNI tentang Tata Cara
Perencanaan Teknis Konservasi Energi pada Bangunan Gedung.
b. Untuk fasilitas banyak bangunan, kebutuhan daya pencahayaan luar
bangunan terutama adalah untuk pencahayaan buatan diantara bangunan
tersebut.
TE
3.
BS
LE
TE
XIII.4
Dampak Lingkungan
Bagi usaha atau kegiatan yang mensyaratkan baku tingkat kebisingan lebih
ketat dari ketentuan, maka untuk usaha atau kegiatan tersebut berlaku baku
tingkat kebisingan sebagaimana disyaratkan oleh analisis mengenai dampak
lingkungan atau ditetapkan oleh ahli yang memiliki sertifikasi sesuai.
TE
1.
GETARAN
2.
Dampak Lingkungan
Bagi usaha atau kegiatan yang mensyaratkan baku tingkat getaran lebih ketat
dari ketentuan, maka untuk usaha atau kegiatan tersebut, berlaku baku tingkat
getaran sebagaimana disyaratkan oleh analisis mengenai dampak lingkungan
atau ditetapkan oleh ahli yang memiliki sertifikasi sesuai.
LE
1.
BS
XIV.2
KEBISINGAN
XIV. 1.
XV.2
Persyaratan-persyaratan yang lebih spesifik dan atau yang bersifat alternatif serta
penyesuaian penyesuaian yang diperlukan terhadap Persyaratan Teknis Bangunan
Gedung diharapkan untuk dikembangkan oleh masing-masing Daerah disesuaikan
dengan kondisi, permasalahan, kebutuhan, dan kesiapan kelembagaan di setiap
Daerah.
TE
XV.1
LE
BS
LAMPIRAN
TABEL V.2.3
PERSYARATAN PENGENDALIAN ASAP KEBAKARAN
1.
KETENTUAN UMUM
KLAS/BAGIAN BANGUNAN
Untuk:
1. Tangga yang diisolasi terhadap kebakaran, termasuk setiap
jalan penghubung atau ramp yang melayani:
a. Setiap lantai di atas tinggi efektif 25m, atau
b. lebih dari 2 lantai di bawah tanah, atau
c. atrium, atau
d. bangunan klas 9a yang > 2 lantai, dan
TE
LE
BS
Klas 9a
dilengkapi dengan
i. sistem alarm dan deteksi asap otomatis, atau
ii. sistem sprinkler
LE
TE
BS
Klas 9a
BASEMENT (selain
ruang/tempat parkir)
kebakaran
Ruang/tempat parkir, termasuk ruang parkir dibawah tanah, yang
dilengkapi dengan sisitem ventilasi mekanis sesuai ketentuan:
1. Jenis kipas yang harus tahan suhu tinggi, dan
2. Kabel pengendali dan daya listrik tidak harus yang tahan api
Bangunan yang memiliki atrium harus dengan kelengkapan
sistem sprinkler, sistem deteksi alarm kebakaran, sistem inter
komunikasi darurat, sistem peringatan kondisi darurat, dan
sistem pengendalian asap sesuai standar teknis yang berlaku
Ruang/tempat parkir
Atrium
2. KETENTUAN KHUSUS
PERSYARATAN PENGENDALIAN ASAP KEBAKARAN
1. Setiap kompartemen kebakaran,kecuali yang ditetapkan pada
butir 2, harus dilengkapi dengan:
a. sistem pembuangan asap otomatis, atau
b. Bila bangunan 1 lantai, dipasang lubang-lubang ventilasi
asap dan panas yang diaktifkan oleh pendeteksian asap,
atau
c. Bila luas lantai untuk kompartemen kebakaran > 3.500 m2,
dan:
i. bangunan 1 lantai, dipasang sistem alarm dan detektor
asap otomatis, atau
ii. bangunan 2 lantai atau kurang, dipasang sistem
sprinkler
2. Bangunan pertokoan di dalam kompartemen kebakaran tidak
harus mengikuti ketentuan 1, bila:
a. luas bangunan < 2.000m2, dan
b. Bangunan satu lantai dengan pintu masuk utama membuka
ke jalan umum atau ruang terbuka.
1. Selasar terlindung, toko dengan luas > 1.000m2 yang
membuka ke arah selasar terlindung, dan toko (selain pada
ketentuan 3 ) yang tidak membuka ke arah selasar terlindung,
harus dilengkapi dengan:
a. sistem pembuangan asap otomaatis, atau
b. bila bangunan 1 lantai, dipasang lubang-lubang ventilasi
asap dan panas yang diaktifkan oleh pendeteksian asap,
atau
2. Bila luas lantai untuk kompartemen kebakaran < 3.500 m2
dan bangunan 2 lantaai atau kurang, dipasang sistem sprinkler
BS
LE
TE
KLAS/BAGIAN BANGUNAN
Klas 6, Kompartemen Kebakaran >
2.000 m2, tidak terdapat selasar
terlindung melayani > 1 toko
LE
TE
BS
Pengarah
Drs. Gembong Priyono, MSc
Ir. Sunaryo Sumadji, MSc
Ir. J. Hendro Moeljono
Ir. Achmad Lanti, M. Eng.
Pelaksana
Ir. Aim Abdurachim Idris, MSc
Ir. Hari Sidharta, Dipl. H.E.
Ir. Sutikni Utoro
Wibisono Setio Wibowo, MSc
TE
LE
O
BS
Kelompok Kerja
Ir. Imam S. Ernawi, MCM, MSc
Ir. Antonius Budiono, MCM
Ir G. Eko Djuli Sasongko
Ir. J. L. G. P. Eko Widiatmo
Ir. Erry Saptaria Achyar, CES
Ir. Adjar Prajudi, MCM, MSc
Ir. Tulus Rachmat S
Ir. Achid Winarno
Ir. Renyansih
Ny. Sri Hartinah, SH
Ir. HR. Sidjabat
Ir. Suprapto, MSc
Ir. Jacob Ruzuar, Dipl. SE
Ir. Bambang Guritno, MSc, MPA
Ir. Wiedodo
Ir. Ridwan Munzir
Ir. Sefiawan Kanani
Ir. Hari Sasongko
Ir. Sukartono
Ir. Sardjono Hadi Sugondo
Ir. Rusdi Marzuki
Ir. Prawoto
TE
LE
BS
Disamping itu juga melibatkan peran aktif berbagai nara sumber di bidang tata bangunan
yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penyelaras Akhir
Ir. J. Hendro Moeljono
Ir. Imam S. Ernawi, MCM, MSc
Ir. G. Eko Djuli Sasongko
Studio Taba '98