TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1.
1.
Definisi Glaukoma
Glaukoma didefinisikan sebagai suatu kumpulan penyakit dengan
12
Universitas Sumatera Utara
2.
Klasifikasi Glaukoma
Klasifikasi
glaukoma
berdasarkan
American
Academy
of
Ophthalmology adalah:
3.
Prevalensi
Glaukoma merupakan penyebab kebutaan kedua di dunia, sekitar
lebih dari 5 juta atau 13,5% dari total kebutaan di dunia. Berdasarkan
klasifikasi glaukoma, glaukoma sudut terbuka merupakan glaukoma yang
paling sering dijumpai. Di negara barat, prevalensi glaukoma sudut
terbuka sekitar 1,1-3% dari populasi. Pada studi di Jepang, prevalensi
glaukoma sudut terbuka primer sekitar 2,62%. Prevalensi glaukoma sudut
terbuka ini meningkat dengan bertambahnya usia. Biasanya penderita
glaukoma sudut terbuka terjadi pada usia antara 40 sampai 70 tahun
(Distelhorst & Hughes, 2003).
4.
Faktor Risiko
Ada beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan neuropati
a.
glaukoma sudut terbuka primer adalah tekanan bola mata. Hal ini
disebabkan karena tekanan bola mata merupakan salah satu faktor yang
paling mudah dan paling penting untuk meramalkan timbulnya glaukoma
di masa mendatang. Secara umum dinyatakan bahwa tekanan bola mata
hubungan antara
tingginya tekanan bola mata dan besarnya kerusakan sampai saat ini
masih diperdebatkan. Beberapa kasus menunjukkan, bahwa adanya
tekanan bola mata di atas nilai normal akan diikuti dengan kerusakan
diskus optikus dan gangguan lapang pandangan dalam beberapa tahun.
Sebaliknya pada beberapa kasus, pada tekanan bola mata yang normal
dapat juga terjadi kerusakan pada diskus optikus dan lapang pandangan.
Oleh karena itu, definisi tekanan bola mata yang normal sangat sukar
untuk ditentukan dengan pasti (Lisegang, et al., 2005).
Secara umum dinyatakan bahwa hanya sekitar 0.5%-2% per tahun
terjadi kerusakan diskus optikus dan lapang pandangan selama
pengamatan. Ironisnya, sebagian besar penderita glaukoma sudut terbuka
primer hampir tidak pernah menyadari bahwa tekanan bola matanya
mengalami peningkatan. Seringkali mereka baru menyadari setelah
merasakan ada gangguan yang jelas terhadap tajam penglihatan atau
penyempitan lapang pandangan. Liesegang juga menyatakan bahwa
kenaikan tekanan bola mata, merupakan salah satu faktor resiko utama
terjadinya glaukoma. Sementara hubungan antara TIO dengan kerusakan
neuropati optik glaukoma merupakan hal yang fundamental untuk terapi
glaukoma sudut terbuka primer, walaupun terdapat beberapa faktor
lainnya (contohnya suplai darah pada nervus optikus, substansi toksis
pada nervus optikus dan retina, metabolisme aksonal atau ganglion sel
retina, dan matriks ekstraselular lamina cribosa) yang dapat memainkan
b.
Umur
Faktor bertambahnya umur memunyai peluang lebih besar untuk
c.
Riwayat Keluarga
Glaukoma sudut terbuka primer juga dipengaruhi faktor keluarga.
Hal ini ditunjukkan oleh beberapa survei yang pernah dilakukan. Pada
Baltimore Eye Survey, resiko relatif glaukoma sudut terbuka primer
meningkat sekitar 3,7 kali pada seseorang yang memiliki kerabat
menderita glaukoma sudut terbuka primer. Pada Rotterdam Eye Study,
prevalensi glaukoma sudut terbuka primer sekitar 10,4% pada pasien
d.
Ras
Hipotesa yang menyatakan bahwa ras merupakan faktor resiko
2. 2.
terhadap
kerusakan
syaraf
optik
(Schwartz,
2003).
Kerusakan syaraf optik pada glaukoma dapat dibagi atas 2 tipe yakni
kerusakan neuron primer (primary neuronal damage) dan kerusakan
1.
keseimbangan fungsinya. Proses kematian yang berasal dari luar sel dan
bersifat pasif dapat tejadi karena jejas ataupun injury yang letal akibat
faktor fisik, kimia, iskhemik maupun biologis (Chen, 2003). Pada proses
iskemik, terjadi mekanisme autoregulasi yang abnormal sehingga tidak
dapat mengkompensasi perfusi yang kurang dan terjadi resistensi
(hambatan) aliran humor akuous pada trabekular meshwork yang akhirnya
menyebabkan peningkatan tekanan intraokuli (TIO) (Lewis, 1993).
Hipotesis lain yang mendasari teori ini adalah turunya perfusi aliran
darah yang dapat menyebabkan akumulasi eksitotoksin seperti glutamat
yang berakhir dengan kematian sel lebih lanjut. Fase iskemia yang diikuti
dengan perbaikan pasokan darah juga dapat menyebabkan reperfusion
injury pada sel ganglion retina oleh karena adanya radikal bebas (Dada, et
al., 2006).
c. Reperfusion Injury
Reperfusion injury atau cedera reperfusi adalah kerusakan jaringan
yang disebabkan oleh kekurangan aliran darah ke jaringan setelah
kurangnya pasokan oksigen (iskemia). Proses restorasi aliran darah ini
secara paradoks akan menyebabkan kerusakan jaringan lebih lanjut
(Flammer, et al., 2002).
Saat terjadi proses reperfusi sel-sel endotel trabekular meshwork
yang terpapar iskemia akan terjadi adhesi leukosit dan platelet yang akan
menyebabkan permeabilitas sel endotel akan meningkat. Leukosit
adherent tersebut juga akan melepas spesies oksigen reaktif (radikal
bebas) dan bermacam sitokin yang mengakibatkan kaskade inflamatorik.
Pathway inflamatorik dan produksi radikal bebas saling bertumpang tindih
yang akan menimbulkan kerusakan yang lebih berat pada cedera
reperfusi (Izzoti, et al., 2006).
Pada glaukoma sudut terbuka primer, tekanan oksigen pada
jaringan selalu rendah. Turunnya tekanan ini biasanya ringan, tetapi
selalu rekuren selama beberapa tahun. Reperfusi pada glaukoma sudut
terbuka dapat terjadi pada penderita dengan tekanan intra okuli yang
tinggi maupun tekanan darah yang rendah yang melebihi kapasitas dari
autoregulasi, begitu juga pada penderita dengan tekanan intraokuli
normal ataupun sedikit meningkat dan pada penderita dengan tekanan
2.
dari sel
toksik
tersebut
memicu
serangkaian
peristiwa
yang
glaukoma ada 3 parameter yang harus dinilai yaitu syaraf optik dan
lapisan serabut syaraf retina, lapang pandangan dan tekanan intraokuli
(Shaban & Demirel, 2009). Berdasarkan hal-hal tersebut maka diperlukan
suatu neuroprotektif untuk meminimalkan dan mencegah degenerasi
neuron sekunder (Schwartz, 2003).
2.3.
beberapa
mekanisme
yang
telah
dijelaskan
retina akibat:
1. Hambatan dari outflow axoplasmic
Dinamika humor akuous sangat penting pada glaukoma karena
ketidaksesuaian antara produksi humor akuous dan outflow aquous akan
menyebabkan
peningkatan
tekanan
intraokuli
dan
akhirnya
akan
juga
bertanggung
jawab
untuk
akomodasi,
sekresi
dan
pigmen granul yang akibatnya akan terjadi hambatan aliran humor akuous
di trabekular meshwork sehingga dapat meningkatkan tekanan intraokuli
dan mengakibatkan terjadi glaukoma (Caprioli, 1992).
Selain itu, peningkatan kerusakan DNA oksidatif pada komponen
selular di trabekular meshwork dapat melibatkan regulasi dari struktur
matriks ekstraselular dan regulasi dari tekanan intraokuli sehingga dapat
mencetuskan terjadinya glaukoma (Brubaker, 1994).
2. Eksitotoksisiti glutamat
Glutamat adalah neurotransmitter eksitatorik yang melimpah dalam
sistem syaraf dan diaktivasi oleh bermacam reseptor spesifik. Pembagian
reseptor glutamat berdasarkan atas dua tipe dasar yaitu jenis saluran ion
N-methyl
D-
Aspartate
NMDA),
Kainate
dan
Aminohidroksi
Metillisoksazole Propionic Acid (AMPA) dan jenis ligan yaitu G proteincoupled metabotropic glutamat reseptor (mGluR) (Greenstein, 2000;
Wasman, 2007).
Fungsi reseptor NMDA adalah berkaitan dengan jenis saluran ion
kation dimana kation chanel memiliki permeabilitas terhadap Na+, K+, dan
Ca2+. Saluran terbuka saat Glu berikatan pada reseptor dan aksi
neurotransmitter
dimodulasi
oleh
beberapa
molekul
lain.
Glu
oleh Na+ dan Ca+. Jika konsentrasi glisin terlalu rendah kemampuan Glu
membuka saluran akan berkurang ( Squire, 2008; Kahle & Frotscher,
2003).
Secara fisiologis, reseptor NMDA bertanggung jawab terhadap
signal neuron, ekspresi gen, plastisitas sinaptik, pertumbuhan dan
kelangsungan hidup sel. Eksitasi masif reseptor Glu khususnya pada
reseptor
NMDA
menyebabkan
kematian
sel
yang
kemungkinan
dapat menyebabkan
progresifitas dari kerusakan sel-sel ganglion retina pada studi hewan coba
tikus yang terpapar glaukoma (Kuehn, et al., 2005).
3. Radikal Bebas
Eksitotoksisitas dan stress oksidatif adalah dua proses yang
berhubungan satu sama. Berdasarkan penelitian Gomberg dan ilmuwan
lainnya, istilah radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak
stabil, memunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan di orbit
luarnya. Molekul tesebut bersifat reaktif dalam mencari pasangan
elektronnya. Jika sudah terbentuk dalam tubuh maka akan terjadi reaksi
berantai dan menghasilkan radikal bebas baru yang akhirnya jumlahnya
terus bertambah (Boveris, et al., 2000).
Oksigen yang kita hirup akan diubah oleh sel tubuh secara konstan
menjadi senyawa yang sangat reaktif, dikenal sebagai senyawa reaktif
oksigen yang diterjemahkan dari Reactive Oxygen Species (ROS) atau
Spesis Oksigen Reaktif (SOR), satu bentuk radikal bebas. Peristiwa ini
berlangsung saat proses sintesa energi oleh mitokondria atau proses
detoksifikasi yang melibatkan enzim sitokrom P-450 di hati. Produksi SOR
secara fisiologis ini merupakan konsekuensi logis dalam kehidupan
Kekurangan antioksidan
akan
merubah
potensial
membran,
aktivasi
mediator
banyak
terbentuk
karena
respon
sistem
imunitas
untuk
Pada suatu studi, nitrit oksida sintesa (NOS2) dijumpai pada syaraf
optik astrosit pada manusia dan pada syaraf optik tikus coba yang
menderita glaukoma sedangkan pada yang normal tidak dijumpai.
(Haefliger, 1999).
5. Apoptosis
Apoptosis pertama diidentifikasikan sebagai bentuk kematian sel
berdasarkan
kepada
morfologinya.
Penelitian
mengenai
insiden
dalam
yang mengatur
2.4.
Progresifitas glaukoma
Kejadian
penyakit
neurologis
termasuk
glaukoma
dapat
bidang
ilmu
kesehatan
mata,
OCT
banyak
membantu
adalah yang paling sensitif terhadap perubahan tekanan bola mata dan
cenderung menjadi indikasi awal terjadinya glaukoma dan menjadi tanda
glaukoma pre perimetrik yang belum terdeteksi oleh pemeriksaan
lapangan pandang. Namun ketebalan kuadran lainnya juga memberikan
arti penting dalam fungsi penglihatan yang juga perlu dicermati (Kaushik &
Pandav, 2010). Dalam melakukan pemeriksaan OCT, salah satu yang
harus diperhatikan adalah kejernihan optik. Wong, et al., (2010),
melaporkan bahwa kekeruhan media optik dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan OCT. Kekeruhan media yang ada dapat menurunkan
kekuatan sinyal optik sinar OCT. Kekuatan sinyal berkisar 0 hingga 10.
Sinyal dibawah 6 menandakan hasil pengukuran yang kurang sahih dan
kurang terpercaya. Maka kekuatan sinyal adalah hal yang penting yang
harus diperhatikan dalam interprestasi hasil pemeriksaan (Lumbroso &
Rispoli, 2009).
2.
1.
struktur jaringan otak. Jaringan otak mengandung asam askorbat 100 kali
lipat dibandingkan dengan pembuluh darah perifer, tetapi memunyai
enzim katalase, gluthation peroxidase yang lebih rendah daripada jaringan
lainnya, yang dapat meningkatkan terjadinya resiko stress oksidatif.
Radikal bebas merusak sel dengan bereaksi dengan makromolekuler sel
melalui proses peroksidase lipid, oksidase DNA dan protein (Block, et al.,
2002).
Kerusakan pada DNA baik disebabkan radikal bebas maupun
peroksinitrit mengakibatkan terbentuknya single strand break DNA dan
struktur ini akan mengaktifasi poli ADP ribose polimerase (PARP). Aktifasi
PARP mengakibatkan berkurangnya
2.
Diawali dengan fase inisiasi, terjadi abstraksi ion H dari ikatan C-H
lipid dengan paparan oksidan dan terbentuk carbon centred lipid radical.
Kemudian diikuti dengan fase propagasi yang merupakan bagian yang
kompleks dimana radikal lipid dengan cepat mengalami penggabungan
dengan O2 dan terbentuk radikal peroksid. Reaksi kedua pada fase ini
membuat peningkatan jumlah yang dramatis sehubungan dengan adanya
abstraksi ion H dari lipid oleh radikal peroksid membentuk lipid
hidroperoksidase. Penggabungan O2 dengan lipid radikal yang baru
terbentuk menambah jumlah peroksidasi membran lipid. Akhirnya
rangkaian peroksidase berakhir dengan satu atau lebih reaksi terminasi
(Burcham, 1998). Untuk jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut
ini.
selama fase propagasi dan teminasi. Hasil dari radikal asam lemak lebih
stabil
dengan
terbentuknya
diene
terkonjugasi,
kemudian
diikuti
heksenal
dll),
2-4
alkadienals
(heptadienal,
oktadienal,
oleh
tromboksan
atau
prostasiklin
(Burcham,
1998).
Lipid
3.
biologis adalah suatu karakteristik yang bisa diukur dan dievalusi sebagai
indikator
proses
biologis
normal,
proses
patologis
dan
respon
mengenai
faktor-faktor
yang
mempengaruhi.
Faktor
perubahan
konsentrasi
petanda
biologis
menyebabkan
yang
lain
termasuk
MDA.
Dengan
metode
HPLC/mass
4.
2.6.
1.
Gluthathion
Gluthathion (glutamilcysteinglisin) adalah tripeptida yang terdiri atas
asam glutamat, sistein dan glisin. Senyawa ini dalam bentuk tereduksi
ditulis sebagai GSH. Dalam keadaan teroksidasi, 2 molekul glutation
terikat melalui ikatan S-S- dan ditulis GSSG (Meister, 1995).
Gluthathion disintesis di sitosol oleh enzim y-glutamilsistein
sintetase dan GSH sintetase. Mekanisme transport glutation ke dalam
matriks mitokondria terjadi melalui sistem transport yang berafinitas tinggi
dan dirangsang oleh ADP dan ATP. Mitokondria hati dan ginjal
mengandung 15% dari glutation total dalam sel. Konsentrasi glutation
lebih tinggi di mitokondria dibandingkan di dalam sitosol (10mM vs 7 mM)
(Meister, 1995).
Oksidasi GSH menjadi bentuk GSSG terjadi secara nonenzimatik
dan secara enzimatik melalui kerja enzim glutation peroksidase.
Konsentrasi GSSG
2.
Gluthathion peroxidase
Gluthathion peroxidase ini merupakan suatu enzim yang memiliki
dalam
eritrosit
dan
berfungsi
melindungi
hemoglobin
dari
Protein-Se+ROOH+H
ROH+Protein-SeOH
H2O+Protein-Se-SG
Protein-Se-GSSG
Protein-Se+H+GSSG
2. 7.
Penatalaksanaan
Tujuan utama pada pengobatan glaukoma adalah untuk melindungi
kerusakan
sekaligus
sebagai
antioksidan
(Schwartz,
2003).
Pendekatan
2.8.
GINKGO BILOBA
Ginkgo biloba adalah satu dari spesies tanaman yang tertua dan
daunnya sering digunakan sebagai studi percobaan sampai saat ini. Tidak
seperti tanaman herbal lainnya, ginkgo biloba dibuat dalam bentuk ekstrak
ginkgo biloba yang dipersiapkan dari daun-daun hijau yang sudah
mengering. Di Amerika dan Eropa, suplemen ginkgo ini merupakan jenis
obat herbal yang paling laku (Ernst, 2001)
Di dataran China, ekstrak ginkgo biloba telah dikenal terlebih
dahulu dan digunakan sebagai pengobatan tradisional untuk mengobati
penyakit sirkuler dan menambah ingatan. Dikatakan bahwa ekstrak ginkgo
biloba efektif untuk mengobati penyakit dengan penurunan aliran darah ke
otak terutama pada usia tua. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan
bahwa ekstrak ginkgo biloba dapat meningkatkan sirkulasi aliran darah
dengan adanya dilatasi pembuluh darah (Diamond, 2000).
Lebih dari 40 komponen yang terdapat dari pohon ginkgo biloba,
tetapi hanya 2 komponen yang bermanfaat sebagai herbal yaitu flavonoids
dan terpenoid. Komposisi flavonoid yang utama adalah quercetin,
glukoronid.
1.
berasal
dari
diabsorbsi
ke
tanaman
sirkulasi
yang
mengandung
sistemik,
glikosida
yang biasanya
B-glycosides.
ini
harus
Sebelum
membentuk
2.
pada brain surface tikus sebelum terjadinya oklusi dan pemberian injeksi
ginkgo biloba setelah global forebrain ischemia dapat meningkatkan aliran
darah serebral (Krieglestein, et al., 1995).
Kim, et al., (1997), juga menyatakan bahwa flavonoids (quercetin,
kaemferol,
ini
apabila
berikatan
dengan
radikal
bebas
dapat
Berdasarkan
diagram,
ginkgo
biloba
memunyai
efek
antioksidan,
(strengthening)
sistem
serebrovaskular
dan
Ginkgo biloba ini tersedia dalam bentuk ekstrak yang berisi 24-32%
flavanoids dan 6-12% terpenoids terdiri dari kapsul, tablet, liquid ekstrak
dan juga teh. Dalam bentuk tablet dosisnya 40 mg. Pemberian ginkgo
biloba umumnya 120 mg/hari. Ginkgo biloba ini kurang efektif apabila
diberikan bagi pasien yang memakan obat antidepresan dan juga bagi
wanita hamil (Ernst, 2001).
Efek
samping
yang
mungkin
dijumpai
adalah
gangguan
3.
menghambat
aktivitas
siklooksigenase,
beberapa
enzim
seperti
monooksigenase,
xantin
oksidase,
lipooksigenase,
glutation
-S-
glukoronyl
transferase
(NADPH-oxidoreduktase, glutation
dan
lipid
peroksidase).
Pada
kinases) dengan
adanya peningkatan aktifitas GPx dan GSH pada hepatosit manusia yang
disebabkan oleh flavonoids.
Kerusakan neuron
primer
mekanis
Peningkatan
TIO
Cedera reperfusi
iskemik
Resistensi
Humor akuous
T.Meswork
Penurunan perfusi
pompa Na K
+
2+
Influx Ca2+
Reseptor
mGluR
Ca
intrasel
GB
Respon
inflamasi
GB
ROS
Eksitotoksik
glutamat
Kerusakan neuron
sekunder
(MDA dan
GPx )
collapse
Pelepasan Ca2+
Kerusakan sel
ganglion retina
Trabecular
meshwork
enlargement
NO
Kerusakan
mitokondria
Peroksinitrit
Lipid
peroksidase
TIO
apoptosis
2. Hipotesis Minor
a. Pemberian ginkgo biloba akan menurunkan kadar MDA pada
glaukoma sudut terbuka primer
b. Pemberian ginkgo biloba akan meningkatkan kadar GPx pada
glaukoma sudut terbuka primer.
c. Terdapat perbedaan kadar MDA yang mendapat ginkgo biloba
dengan kadar MDA yang tidak mendapat ginkgo biloba pada
glaukoma sudut terbuka primer.
d. Terdapat perbedaan kadar GPx yang mendapat ginkgo biloba
dengan kadar GPx yang tidak mendapat ginkgo biloba pada
glaukoma sudut terbuka primer.
e. Terdapat hubungan antara
GLAUKOMA
Kehilangan
sel endotel
T.Meshwork
ROS
MDA
GPx
TIO
lapang
pandangan
Kerusakan
syaraf
optik
GB
Terapi
standar
MDA
GPx
TIO
lapang
pandangan
(MD dan PSD)
Kerusakan
syaraf optik
Progresifitas
syaraf optik