Anda di halaman 1dari 19

Sumindah 11.2014.

191
JURDING: ORIGINAL RESEARCH
Otomycosis: Clinical features and
treatment
implications

TUJUAN: Untuk menentukan presentasi klinis, faktor predisposisi ,

komplikasi, dan hasil pengobatan otomycosis.


DESAIN STUDI DAN SETTING: retrospektif .dari 132 pasien dengan
diagnosis klinis otomycosis diperlakukan dari 1998-2004 dalam
praktek Otology akademik.
HASIL: otalgia dan otorrhea adalah keluhan yang paling
umum(48%). penatalaksanaan sebelumnya meningkatkan risiko
otomycosis. Penyakit sisa 13% dan kekambuhan pada 15% dari
subyek. Kehadiran rongga mastoid dikaitkan dengan tingginya
kekambuhan dan gejala sisa. Ketoconazole topikal, tetes telinga
cresylate, dan aluminium asetat tetes telinga semua relatif efektif
80% pada pemberian awal, meskipun ketoconazole topical
memiliki tingkat resolusi yang lebih tinggi dan tingkat yang lebih
rendah untuk kekambuhan penyakit.
KESIMPULAN DAN SIGNIFIKANSI: Otomycosis biasanya didiagnosis
dengan pemeriksaan klinis dan sering terjadi otorrhea persisten.
Komplikasi yang tidak biasa tetapi dapat diatasi dengan penerapan
topikal yang sesuai agen antijamur. Pemberantasan penyakit lebih
sulit di rongga mastoid.

Otomycosis
atau jamur otitis eksterna : sebagai infeksi jamur pada

pendengaran eksternal kanal dengan komplikasi jarang melibatkan


tengah telinga.
Meskipun, proses penyakit jarang mengancam jiwa tapi dapat
membuat frustasi bagi pasien untuk sering membutuhkan
pengobatan jangka panjang dan tindak lanjut, namun sisa-sisa
tingkat kekambuhan tinggi.
Otomycosis adalah salah satu kondisi umum yang dihadapi dalam
klinik THT dan prevalensinya setinggi 9% di antara pasien yang
hadir dengan tanda-tanda dan gejala otitis externa
bukti yang paling klinis dan laboratorium untuk mendukung
otomycosis disebabkan oleh Candida dan Aspergillus dan
merupakan spesies jamur yang paling umum .
faktor predisposisi untuk otomycosis, termasuk iklim lembab,
serumen, instrumentasi telinga, immunocompromized akibat
meningkatknya penggunaan antibiotik topikal / steroid.
Pengobatan telah disertakan debridement lokal, penghentian
antibiotik topikal, dan lokal / agen antijamur sistemik.

METODE
retrospektif

dari semua kunjungan rawat jalan dari tahun 1998-2004


dari 154 pasien dengan diagnosis otomycosis berdasarkan pemeriksaan mikroskop klinis .Dua
puluh dua pasien dikeluarkan karena datanya kurang, sehingga total 132 pasien dalam
analisis akhir.
Data yang dikumpulkan dan dianalisis meliputi waktu, jumlah rekurensi, gejala, penyakit
komplikasi, komorbiditas, spesies jamur diidentifikasi, penatalaksanaan telinga sebelumnya,
perawatan sebelumnya, dan hasil setelah perawatan saat ini. Analisis statistik dilakukan
menggunakan Uji Exact Fisher.
Ketokonazol krim langsung dioleskan pada kulit telinga setelah dibersihkan dengan alat
bantu mikroskop. Kemudian diperiksa 1 minggu berikutnya dan sisa krim dibersihkan.
Untuk penyakit persisten ditemukan dalam sepertiga kasus. Cresylate diterapkan secara
topikal, tiga kali sehari, meskipun tidak dapat digunakan untuk perporasi membran timpani .
Pengobatan dilanjutkan sampai tidak ada penyakit yang terlihat tetap.
Durasi tindak lanjut didefinisikan sebagai waktu dari tanggal diagnosis sampai tanggal
terakhir kunjungan klinik.
Komorbiditas diidentifikasi sebagai kondisi medis lainnya yang tercantum dalam catatan
medis pada saat diagnosis.
Perawatan sebelum termasuk pengobatan ototopical yang diterima sebelumnya
Hasil pengobatan yang berhasil didefinisikan sebagai kesembuhan dari infeksi jamur yang
terbukti dari pemeriksaan fisik.
Penyakit sisa didefinisikan sebagai kondisi yang gagal untuk menanggapi terapi awal.
Penyakit berulang didefinisikan sebagai suatu kondisi yang terjadi pada pasien yang memiliki
kesembuhan setelah pengobatan awal tapi kambuh di telinga yang sama di kemudian hari.

HASIL

Sebanyak 132 pasien dengan diagnosis otomycosis dimasukkan dalam analisis.


Kelompok terdiri dari 57 (43%) perempuan dan 75 (56%) laki-laki.
Usia di diagnosis berkisar 6-91 tahun dengan rata-rata 47,6 tahun dan rata-rata

46,2 tahun.
Berarti tindak lanjut waktu itu 1,4 tahun, dan median tindak lanjut waktu adalah
25 hari. Meskipun biasanya hanya satu telinga yang terkena, penyakit bilateral
diamati pada 9 (7%) pasien pada presentasi awal.
Keluhan pada saat diagnosis adalah ditabulasikan pada Tabel 1.
Pemeriksaan fisik : akumulasi dari sisa fribrinous yg tebal, tidak adanya edema
kulit yg signifikan pada kanal, dan terbatas jaringan granulasi dalam kanal
eksternal atau di TM.
Perawatan diterima sebelum diagnosis tercantum dalam Tabel 2.
Perforasi membran timpani dianggap sebagai komplikasi otomycosis jika ada
selama presentasi awal dan proses penyembuhan atau jika diamati terjadi
selama pengobatan.
Hanya 1 pasien dalam penelitian diperlukan timpanoplasti untuk penutupan
perforasi persisten.
Dari 2 pasien dengan osteitis,
1 memiliki riwayat diabetes. diabetes adalah komorbiditas pada 7 (5%) pasien,
Pilihan terapi yang paling umum digunakan dalam penelitian tercantum pada
Tabel 3.

Lanjutan..
Secara keseluruhan, 106 (80%) pasien membaik dengan

pengobatan awal.
9 (7%) pasien hilang untuk tindak lanjut setelah inisiasi
pengobatan dan 17 (13%) gagal pengobatan awal.
Diantara 106 subyek yang menanggapi pengobatan awal,
16 (15%) pasien memiliki penyakit berulang.
Khasiat tiga modalitas pengobatan yang paling umum
ditunjukkan pada Tabel 4.
Perawatan yang umumnya sangat baik ditoleransi dengan
beberapa efek samping. Ada dua kasus : dermatitis akibat
iritasi lokal dari cresylate tetes otic pada satu pasien dan
aluminium asetat tetes.
Hasil kultur yang tersedia untuk delapan pasien. Antara ini,
empat positif untuk spesies Aspergillus, dan dua positif
untuk spesies Candida.
Satu pasien menghasilkan spesies Aureobasidium dan lain
menghasilkan Acremonium spesies.

Tabel 1
Gejala pada saat diagnosis
gejala

Jumlah
pasien (n)

persentase
(%)

Otalgia

63

48

Otorrhea

63

48

Gangguan
pendengaran

59

45

Aural kepenuhan

44

33

Pruritus

20

23

Tinnitus

tabel 2
Perlakuan yang diterima sebelum diagnosis
pengobatan

Jumlah pasien

Persentase (%)

Ototopical tetes

59

45

Ciprofloxacin

14

11

Neomycin-polimiksin
B-hidrokortison

14

11

Ofloxacin

*lainya

Diketahui

14

11

Antimikroba oral

32

24

* Termasuk asam asetat, alkohol, clotrimazole, dan antimikroba lainnya


berhubung dgn telinga

tabel 3 Perlakuan yang diterima setelah diagnosis

Jenis pengobatan

Jumlah pasien

persentasi

terapi Ototopical
Cresylate otic

51

39

Ketokonazol salep
48 36

48

36

Aluminium asetat
otic

18

14

Klotrimazol otic 7 5

Asam asetat otic 3 2

Gentian violet
Flukonazol
terapi oral
Antimikroba

2
52

2
2
4

tabel 4 Keberhasilan pengobatan dan tingkat kegagalan


Jenis
pengobat
an

Jumlah
pasien

Kesembuh Penyakit
an
sisa

kekambuh
an

Cresylate
otic

44

38 dari 44
(86%)

6 dari 44
(14%)

9 dari 38
(24%)

42 dari 44
(95 %)

2 dari 44
( 5%)

4 dari 42
(10%)

6 dari 7
(86%)

1 dari 7
( 14%)

2 dari 6
( 33%)

Ketokonazo
l salep
Aluminium
asetat otic

44
7

* Termasuk hanya mereka pasien yang diobati dengan agen yang dipilih sendiri dan dengan tersedia
informasi tindak lanjut

PEMBAHASAN
Otomycosis sering dihadapi oleh THT dan biasanya dapat didiagnosis dengan

pemeriksaan klinis. Namun, diagnosis yang benar membutuhkan indeks kecurigaan


yg tinggi mengingat bahwa gejala umumnya otalgia dan otorrhea.
Gejala gangguan pendengaran dan rasa kepenuhan juga sering sebagai akibat dari
akumulasi jamur di kanal.
pruritus salah satu gejala dilaporkan di antara keluhan utama hanya 23% dari
populasi
Aspergillus dan Candida spesies yang paling sering diidentifikasi sebgai penyebab
Infeksi Candida lebih sulit untuk dideteksi secara klinis karena kurangnya
karakteristik penampilan nya seperti Aspergillus dan dapat hadir sebagai otorrhea
dan tidak menanggapi pengobatan antimikroba
Aplikasi antijamur topikal yang tepat ditambah dengan debridements mekanik
sering biasanya menghasilkan resolusi yang cepat dari gejala, meskipun
kekambuhan atau residual Penyakit dapat terjadi
Dalam penelitian ini, lebih dari 80% dari pasien memiliki respon kesembuhan
dengan awal pengobatan, dalam waktu kurang dari 2 minggu.
Ketokonazol topical adalah antijamur untuk pengobatan terhadap spesies
Aspergillus dan Candida
Tidak ada kasus alergi untuk ketokonazol, penyembuhan cepat dan tingkat
kekambuhannya rendah
Menggunakan cresylate tetes otic harus dihindari pada pasien dengan perforasi
membran timpani. Karena dapat menyebabkan tuli sensorik sementara.

Lanjutan .
Patofisiologi perforasi membran timpani: Disebabkan nekrosis

avaskular dari TM sebagai akibat dari trombosis mikotik dalam


darah yang terjadi karena pembuluh darah berdekatan
Keterlibatan TM adalah kemungkinan konsekuensi dari
inokulasi jamur dari kanal eksternal atau ekstensi langsung
penyakit dari kulit yang berdekatan.
faktor predisposisi otomycosis. Misalnya, adanya cerumen
yang mendukung pertumbuhan jamur
Ada juga laporan dari autoinokulasi dari saluran telinga yang
menghasilkan otomycosis oleh pasien dengan
dermatomycoses tidak diobati.
Baru-baru ini, telah terjadi peningkatan otomycosis dari
luasnya penggunaan fluorokuinolon
Penggunaan topikal antibiotik / steroid ,telah terbukti memiliki
sedikit atau tidak berpengaruh pada kejadian otomycosis.

ciprofloxacin dan neomycin-polimiksin B-hidrokortison tetes yang

paling sering diresepkan . Meskipun antimikroba ototopical jangka


panjang tetap potensial menjadi faktor risiko,
Penatalaksanaan telinga sebelumnya ditemukan lebih dari
sepertiga dari pasien dalam penelitian ini dan meningkatkan
risiko untuk mengembangkan otomycosis. seperti pasien
postmastoidectomy. terutama yang mengakibatkan rongga
dimastoid ,sebagai faktor risiko potensial untuk otomycosis.
o Beberapa faktor dapat berkontribusi untuk pengembangan
otomycosis sebelum oprasi telinga : - Pertama, drainase berulang
atau berikutnya dengan penggunaan antibiotik / antiseptik dapat
mengubah lingkungan lokal di kanal eksternal dan
memungkinkan superinfeksi oleh jamur nosokomial.
o Kedua, perubahan anatomi dengan Prosedur CWD (Canal Wall
Down Procedure)juga dapat menghasilkan perubahan produksi
serumen atau kelembaban relatif yang mendukung pertumbuhan
jamur.

Insiden kedua penyakit jamur berulang dan sisa untuk pasien

postmastoidectomy lebih tinggi dibandingkan pada pasien dengan


dinding saluran utuh (residual, 23% vs 13%; berulang, 27% vs 12%);
ini menunjukkan bahwa pemberantasan penyakit lebih sulit dengan
adanya suatu rongga mastoid.
Analisis lebih lanjut menemukan bahwa pasien dengan Rongga CWD
lebih mungkin untuk menerima cresylate sebagai terapi awal. Namun,
pengobatan CWD rongga dengan ketokonazol juga lebih sulit dan lebih
rentan terhadap kekambuhan.
Peneliti menyimpulkan bahwa perbedaan anatomi oleh karena
operasi CWD bertanggung jawab atas dua kali lipat dari tingkat
penyakit residual / berulang.
Penjelasan untuk temuan ini adalah kesulitan dalam menerapkan obat
topikal di daerah permukaan rongga yang relatif besar ketika focus
infeksi pada aspek superior atau posterior rongga. Dalam situasi ini
sebaiknya mengisi rongga dengan topical ketokonazol krim dan
kemudian mengisi rongga dengan kasa untuk memastikan obat topikal
tetap menempel dengan epitel yang terinfeksi.
Penambahan antijamur oral untuk kasus dengan penyakit parah dan
respon yang buruk terhadap Terapi, meskipun jarang diperlukan.

Keterbatasan penelitian ini meliputi kemungkinan pilihan Bias

mengingat pola rujukan dari latihan.


Selain itu, peningkatan panas dan kelembaban di wilayah
geografis peneliti dapat membatasi penerapan temuan ini di
daerah-daerah dengan lebih beriklim Penelitian di masa depan
mungkin termasuk karakterisasi yang lebih baik dari dosis
pengobatan yang efektif dan durasi berbagai tersedia antijamur
Singkatnya, penelitian ini menunjukkan bahwa diagnosis
otomycosis membutuhkan kewaspadaan dari dokter
dengan menentukan gejala spesifiknya. Pengobatan
seperti ketoconazole dan cresylate ditambah dengan
debridement mekanis umumnya efektif. Namun,
kekambuhan tidak jarang dan pemberantasan penyakit
dapat sangat sulit pada pasien postmastoidectomy.

REFERENCES
1.

Mugliston T, ODonoghue G. Otomycosis: a continuing problem. J Laryngol Otol


1985;99:32733.

2.

Kaur R, Mittal N, Kakkar M, et al. Otomycosis: a clinicomycologic study. Ear Nose


Throat J 2000;79:606 9.

3.

Jadhav VJ, Pal M, Mishra GS. Etiological significance of Candida albicans in otitis
externa. Mycopathologia 2003;156:3135.

4.

Vennewald I, Schonlebe J, Klemm E. Mycological and histological investigations in


humans with middle ear infections. Mycoses 2003; 46:12 8.

5.

Stern JC, Lucente FE. Otomycosis. Ear Nose Throat J 1988;67:804 10.

6.

Ford ES, Mokdad AH, Giles WH, et al. Geographic variation in the prevalence of
obesity, diabetes, and obesity-related behaviors. ObesRes 2005;13:118 22.

7.

Pradhan B, Tuladhar NR, Amatya RM. Prevalence of otomycosis in outpatient


department of otolaryngology in Tribhuvan University Teaching Hospital, Kathmandu,
Nepal. Ann Otol Rhinol Laryngol 2003;112:384 7.

8.

Sood VP, Sinha A, Mohapatra LN. Otomycosis: a clinical entityclinical and


experimental study. J Laryngol Otol 1967;81:999 1004.

9.

Youssef YA, Abdou MH. Studies on fungus infection of the external ear. I. Mycological
and clinical observations. J Laryngol Otol 1967;81:40112.

10.

Youssef YA, Abdou MH. Studies on fungus infection of the external ear. II. on the
chemotherapy of otomycosis. J Laryngol Otol 1967;81: 100512.

REFERENCES

11. Stern JC, Shah MK, Lucente FE. In vitro effectiveness of 13 agents in

otomycosis and review of the literature. Laryngoscope 1988;98:11737.


12. Kurnatowski P, Filipiak A. Otomycosis: prevalence, clinical symptoms,
therapeutic procedure. Mycoses 2001;44:4729.
13. del Palacio A, Cuetara MS, Lopez-Suso MJ, et al. Randomized prospective
comparative study: short-term treatment with ciclopiroxolamine (cream
and solution) versus boric acid in the treatment of otomycosis. Mycoses
2002;45:31728.
14. Paulose KO, Al Khalifa S, Shenoy P, et al. Mycotic infection of the ear
(otomycosis): a prospective study. J Laryngol Otol 1989;103:30 5.
15. Hurst WB. Outcome of 22 cases of perforated tympanic membrane
caused by otomycosis. J Laryngol Otol 2001;115:87980.
16. Ozcan M, Ozcan KM, Karaarslan A, et al. Concomitant otomycosis and
dermatomycoses: a clinical and microbiological study. Eur Arch
Otorhinolaryngol 2003;260:24 7.
17. Jackman A, Ward R, April M, et al. Topical antibiotic induced otomycosis.
Int J Pediatr Otorhinolaryngol 2005;69:857 60.
18. Schrader N, Isaacson G. Fungal otitis externa: its association with
fluoroquinolone eardrops. Pediatrics 2003;111:1123.
19. Martin TJ, Kerschner JE, Flanary VA. Fungal causes of otitis externa and
tympanostomy tube otorrhea. Int J Pediatr Otorhinolaryngol 2005;
69:1503 8.

Anda mungkin juga menyukai