Anda di halaman 1dari 23

Laporan Kasus

Pembimbing:
dr. Rastri Paramita, Sp. M
Disusun oleh:
William Alexander Setiawan

112013247

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA, RSM DR. YAP


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
13 July - 15 Agustus 2015
YOGYAKARTA
0

KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA


STATUS ILMU PENYAKIT MATA RUMAH SAKIT MATA DR YAP
Nama
NIM
Dr. Pembimbing
Fak. Kedokteran

: William Alexander Setiawan


: 112013247
: dr. Rastri Paramita, Sp.M
: UKRIDA

IDENTITAS
Nama
Umur
Jenis Kelamin
Agama
Pekerjaan

: Tn. M
: 53 tahun
: Laki- laki
: Islam
: Swasta

Alamat

: Godegan Ponco Sari Srandakan Bantul Rt 02

ANAMNESIS
Dilakukan Auto dan Allo Anamnesis pada tanggal 4 November 2014 Jam 13.00
Keluhan Utama
Penglihatan kabur pada mata kiri sejak 1 tahun SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang
1 tahun SMRS, Os mengeluh kedua matanya kabur dan terasa buram secara perlahanlahan, tanpa disertai mata merah. Os juga mengatakan bahwa dirinya pernah memakai obat
tetes mata tanpa resep dokter ketika pandangannya mulai buram tetapi tidak ada perbaikan.
3 bulan SMRS os mengatakan penglihatan kabur pada kedua mata bertambah parah,
namun os belum memeriksakan diri ke dokter pada saat itu.
1 bulan SMRS, Os mengeluh kesulitan membaca tulisan. Os mengatakan sering
merasa silau jika melihat cahaya atau sinar matahari. Ketika berjalan os harus dibantu oleh
keluarganya. Os datang ke RS Mata dr. Yap dan didiagnosa katarak pada kedua matanya. Os
menjalani operasi katarak pada mata kanannya dan bulan depan menjalani operasi katarak
pada mata kirinya.
Saat masuk rumah sakit, os tidak ada keluhan. Keluhan mata merah, melihat pelangi,
pusing, mual dan muntah disangkal. Riwayat trauma, penggunaan obat- obat seperti jamu dan
steroid disangkal. Os ingin menjalani operasi katarak pada mata kirinya.
1

Riwayat Penyakit Dahulu


1. Umum
DM
: (+) sejak 8 tahun lalu, kontrol tidak teratur
Hipertensi
: Tidak ada
Asma
: Tidak ada
Gastritis
: Tidak ada
Alergi obat
: Tidak ada
2. Mata
Riwayat penggunaan kacamata (-)
Riwayat operasi mata disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Diabetes Mellitus: Adik pasien
PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum
Kesadaran
Tanda Vital

: Baik
: Compos Mentis
: TD
: 140/90 mmHg
: Nadi

: 80x/menit

: Respirasi

: 20x/menit

: Suhu

: 36,5C

Kepala

: Normocephali, rambut hitam dengan distribusi merata

Mata

: ODS tidak ada konjuntiva hiperemis dan sklera tidak ikterik

THT

: Septum deviasi (-), MAE lapang, T1-T1 tenang, hiperemis (-)

Thoraks

: SNV, ronchi (-), wheezing (-)


: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

: Supel, datar, bising usus (+) normal

Ekstremitas

: Akral hangat, edema (-)

KGB

: Tidak teraba pembesaran KGB

Status Oftalmologikus
Keterangan

Okulo Dextra (OD)

Okulo Sinistra(OS)

Visus
Tajam Penglihatan
Axis Visus
Koreksi

6/36
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

1/60
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Addisi
Distansia Pupil
Kacamata Lama

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Baik ke semua arah

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Baik ke semua arah

Hitam
Simetris

Hitam
Simetris

Kedudukan Bola Mata


Eksoftalmos
Enoftalmos
Deviasi
Gerakan Bola Mata
Supersilia
Warna
Simetris
Palpebra Superior dan Inferior
Edema
Tidak ada
Nyeri tekan
Tidak ada
Ektropion
Tidak ada
Entropion
Tidak ada
Blefarospasme
Tidak ada
Trikiasis
Tidak ada
Sikatriks
Tidak ada
Fissura palpebra
Tidak ada
Ptosis
Tidak ada
Hordeolum
Tidak ada
Kalazion
Tidak ada
Konjunctiva Tarsalis Superior dan Inferior
Hiperemis
Folikel
Papil
Sikatriks
Anemis
Kemosis

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidakada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Konjunctiva Bulbi
Sekret
Injeksi Konjungtiva
Injeksi Siliar
Injeksi
Subkonjungtiva
Pterigium
Pinguekula
Nevus Pigmentosus
Kista Dermoid

Sistem Lakrimalis
Punctum Lakrimalis
Tes Anel

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Putih
Tidak ada
Tidak ada

Putih
Tidak ada
Tidak ada

Jernih
Licin
12 mm
Baik
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Tidak dilakukan

Jernih
Licin
12 mm
Baik
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Tidak dilakukan

Dalam
Jernih
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Dalam
Jernih
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada

Coklat kehitaman
Jelas
Tidak ada
Tidak ada

Coklat kehitaman
Jelas
Tidak ada
Tidak ada

Di tengah
Bulat
3 mm
Positif

Di tengah
Bulat
3 mm
Positif

Sklera
Warna
Ikterik
Nyeri Tekan
Kornea
Kejernihan
Permukaan
Ukuran
Sensibilitas
Infiltrat
Keratik Presipitat
Sikatriks
Ulkus
Perforasi
Arkus Senilis
Edema
Tes Placido
Bilik Mata Depan
Kedalaman
Kejernihan
Hifema
Hipopion
Efek Tyndall
Iris
Warna
Kripte
Sinekia
Koloboma
Pupil
Letak
Bentuk
Ukuran
Refleks Cahaya

Langsung
Refleks Cahaya Tak
Langsung

Negatif

Negatif

Jernih
Di tengah
Negatif

Keruh
Di tengah
Positif

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan

Nyeri Tekan

Tiada

Tiada

Massa Tumor

Tiada

Tiada

Normal perpalpasi

Normal per palpasi

Tidak dilakukan

Tidak dilakukan

Tidak bisa dinilai

Tidak bisa dinilai

Lensa
Kejernihan
Letak
Shadow Test
Badan Kaca
Kejernihan
Fundus Okuli
Batas
Warna
Ekskavasio
Rasio Arteri:Vena
C/D Ratio
Makula Lutea
Retina
Eksudat
Perdarahan
Sikatriks
Ablasio
Palpasi

Tensi Okuli
Tonometri Schiotz
Kampus Visi
Tes Konfrontasi

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Jenis Pemeriksaan

Hasil

Satuan

Nilai Rujukan

Hb

14,4

g/dL

11,0 16,5

Ht

33,7

35,0 50,0

Limfosit

21,7

17,0 48,0

Monosit

4,7

4,0 10,0

Granulosit

73,6

43,0 76,0

GDS

310

mg/dL

60 - 199

Pemeriksaan anjuran lainnya berupa USG biometri dan USG mata.


RESUME
Seorang pria berusia 53 tahun dengan keluhan penglihatan kabur pada mata kirinya
sejak 1 tahun SMRS. Os juga mengatakan bahwa dirinya pernah memakai obat tetes mata
tanpa resep dokter ketika pandangannya mulai buram tetapi tidak ada perbaikan. 1 bulan
SMRS, os menjalani operasi katarak pada mata kanannya. Os mengatakan sering merasa silau
jika melihat cahaya atau sinar matahari. Os mengaku memiliki penyakit diabetes sejak 8
tahun yang lalu, tetapi tidak minum obat gula secara teratur.
Pada pemeriksaan tanda vital didapatkan tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 80
x/menit, nafas 20 x/menit, dan suhu 36,5oC. Pada pemeriksaan oftalmologis ditemukan lensa
mata kiri keruh. Tajam penglihatan mata kanan 6/36 dan mata kiri 1/60 proyeksi sinar dan
warna baik.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 14,4 g/dL, Ht 33,7%, Limfosit 21,7%,
Monosit 4,7%, Granulosit 73,6%, Gula darah sewaktu 310 mg/dL.
DIAGNOSIS
Diagnosis Kerja
1. OS Katarak Senilis Matur
2. Diabetes mellitus
Diagnosis Banding
1. Katarak diabetes
2. Katarak sekunder
3. Katarak traumatika
PENATALAKSANAAN
Metformin

3 x 500 mg

Captopril

1 x 12,5 mg

Konsul spesialis mata pro facoemulsi + IOL OS


PROGNOSIS

Ad Vitam
Ad Fungsionam
Ad Sanationam

OKULO DEXTRA (OD)


:
ad bonam
:
ad bonam
:
ad bonam

OKULO SINISTRA (OS)


ad bonam
ad bonam
ad bonam

EDUKASI
1. Minum obat secara teratur dan rutin khususnya obat diabetes, dan rutin kontrol gula
darah.
2. Diet rendah gula dan olahraga rutin tiap pagi hari.
3. Suplemen vitamin C dan vitamin E, beta karoten, dan selenium untuk mencukupi
kebutuhan tubuh.
4. Makan makanan yang banyak mengandung antioksidan, seperti jus jeruk, jus wortel,
jus tomat, jus avokad, asparagus, semangka, dan bayam, juga bisa dikonsumsi untuk
mencegah terjadinya katarak.
DEFINISI
Katarak adalah perubahan lensa mata yang sebelumnya jernih dan tembus cahaya
menjadi keruh. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena
dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang
kabur pada retina.1
Katarak adalah keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di
dalam kapsul lensa atau juga suatu keadaan patologik lensa dimana lensa menjadi keruh
akibat hidrasi cairan lensa atau denaturasi protein lensa.
Katarak disebabkan hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa,
proses penuaan (degeneratif). Meskipun tidak jarang ditemui pada orang muda, bahkan pada
bayi yang baru lahir sebagai cacat bawaan, infeksi virus (rubella) di masa pertumbuhan janin,
genetik, gangguan pertumbuhan, penyakit mata, cedera pada lensa mata, peregangan pada
retina mata dan pemaparan berlebihan dari sinar ultraviolet. Kerusakan oksidatif oleh radikal
bebas, diabetes mellitus, rokok, alkohol, dan obat-obatan steroid, serta glaukoma (tekanan
bola mata yang tinggi), dapat meningkatkan risiko terjadinya katarak.1

EPIDEMIOLOGI
Penelitian mengidentifikasi adanya katarak pada sekitar 10% pada orang amerika, dan
prevalensi ini meningkat sampai sekitar 50% untuk meraka yang berusia antara 65 dan 74
tahun dan sampai sekitar 70% untuk meraka yang berusia lebih dari 75 tahun.1,2
ETIOLOGI
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Degeneratif (usia)
Kongenital
Penyakit sistemik (misal DM, hipertensi, hipoparatiroidisme)
Penyakit lokal pada mata (misal uveitis, glaukoma dll)
Trauma
Bahan toksik (kimia & fisik)

7. Keracunan obat-obat tertentu (kortikosteroid, ergot, dll)1,2


Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui secara pasti, diduga terjadi karena:1,2
1. Proses pada nucleus
Oleh karena serabut-serabut yang terbentuk lebih dahulu selalu terdorong kearah
tengah, maka serabut-serabut lensa bagian tengah menjadi lebih padat (nukleus),
mengalami dehidrasi, penimbunan ion calcium, dan sklerosis. Pada nukleus ini
kemudian terjadi penimbunan pigmen. Pada keadaan ini lensa menjadi lebih
hipermetrop
2. Proses pada korteks
Timbulnya celah-celah diantara serabut-serabut lensa, yang berisi air dan penimbunan
calcium sehingga lensa menjadi lebih padat, lebih cembung dan membengkak,
menjadi lebih miop. Kekeruhan lensa dengan nucleus yang mengeras akibat usia
lanjut yang biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Pada katarak senile
sebaiknya singkirkan penyakit mata local dan penyakit sistemik seperti diabetes
mellitus yang dapat menimbulkan katarak komplikata.
Patofisiologi Katarak Dengan Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi dan
amplitudo akomodatifnya. Dengan peningkatan kadar gula darah, juga diikuti dengan kadar
glukosa pada aqueous humor. Karena kadar glukosa darah yang meningkat pada aqueous
humor dan glukosa masuk ke dalam lensa melalui difusi, kadar glukosa dalam lensa akan
meningkat. Beberapa molekul glukosa akan diubah menjadi sorbitol oleh enzim aldose
reduktase yang tidak dimetabolisme namun menetap di dalam lensa.1,2
Bersama dengan itu, tekanan osmotik akan menyebabkan influks dari air ke dalam
lensa yang menyebabkan pembengkakan dari serat-serat lensa. Keadaan hidrasi lentikular
8

dapat mempengaruhi kemampuan atau kekuatan refraksi lensa. Pasien dengan diabetes dapat
menunjukkan perubahan kekuatan refraksi berdasarkan perubahan pada kadar glukosa darah
yang dialami. Perubahan miopik akut dapat mengindikasikan diabetes yang tidak terdiagnosa
atau diabetes yang tidak terkontrol. Seorang dengan diabetes memiliki amplitudo akomodasi
yang menurun dibandingkan dengan kontrol pada usia yang sama, dan presbiopia dapat
terjadi pada usia yang lebih muda pada pasien dengan diabetes jika dibandingkan dengan
yang tidak mengalaminya.1,2
Bukti-bukti eksperimental memperkirakan bahwa glikosilasi dari protein lensa terlibat
dalam proses pembentukan katarak. Glikosilasi dari protein lensa, di mana glukosa atau gulagula terreduksi lainnya bereaksi dengan grup e-amino dari residu lisin atau amino terminal
dari protein yang mengakibatkan pembentukan basa schiff. Basa schiff ini akan mengalami
perombakan secara Amadori melalui reaksi Maillard yang akan menghasilkan ketoamin yang
lebih stabil dari produk Amadori (produk glikosilasi awal).1,2
Katarak adalah penyebab tersering dari gangguan penglihatan pada pasien dengan
diabetes. Sekali pun terdapat dua tipe dari katarak yang telah ditemukan, pola-pola yang lain
dapat pula dijumpai. Katarak diabetik sejati, atau snowflake cataract, terdiri dari perubahan
bilateral tersebar pada subkapsular lensa secara tiba-tiba, dan progresi akut yang secara
tipikal terdapat pada usia muda dengan diabetes mellitus yang tidak terkontrol. Kekeruhan
multipel abu-abu putih subkapsular dengan penampilan seperti serpihan-serpihan salju
terlihat pada korteks anterior superfisial dan korteks posterior lensa. Vakuol-vakuol dapat
tampak pada kapsula lensa dan celah-celah terbentuk pada korteks. Intumesensi dan maturitas
dari katarak kortikal akan mengikuti setelahnya.1,2
Sekalipun katarak diabetik sejati jarang sekali ditemukan pada praktek klinis saat ini,
segala macam bentuk maturitas progresif dari katarak bilateral kortikal pada anak atau
dewasa muda harus mengingatkan para dokter akan kemungkinan diabetes mellitus. Resiko
tinggi pada katarak terkait usia pada pasien dengan diabetes dapat merupakan akibat dari
akumulasi sorbitol dalam lensa, perubahan hidrasi lensa, dan peningkatan glikosilasi protein
pada lensa diabetik.1,2

STADIUM KATARAK SENILIS


Stadium Insipien
Stadium yang paling dini, yang belum menimbulkan gangguan visus. Dengan koreksi
visus dapat menjadi 6/6. Kekeruhan lensa berbentuk bercak-bercak kekeruhan yang tidak
teratur, kekeruhan terutama terdapat pada bagian perifer berupa bercak-bercak seperti baji
9

(jari-jari roda), terutama mengenai korteks anterior, sedang aksis relatif masih jernih.
Gambaran inilah yang disebut spokes of a wheel yang nyata bila pupil dilebarkan. Pada
stadium yang lanjut baji dapat dilihat pula pada pupil yang normal. Pasien akan mengeluh
gangguan penglihatan seperti melihat ganda dengan satu matanya. Pada stadium ini proses
degenerasi belum menyerap cairan mata kedalam lensa sehingga akan terlihat bilik mata
depan dengan kedalaman yang normal, iris dalam posisi biasa disertai kekeruhan ringan pada
lensa.1,2
Stadium Imatur
Kekeruhan belum mengenai seluruh lapisan lensa. Kekeruhan ini terutama terdapat
dibagian posterior dan bagian belakang nukleus lensa. Pada stadium ini lensa yang
berdegeneratif mulai menyerap cairan mata ke dalam lensa sehingga lensa menjadi cembung.
Pada stadium ini terjadi pembengkakan lensa yang disebut katarak intumesen. Pada stadium
ini dapat terjadi miopisasi akibat lensa yang cembungf. Akibat lensa yang bengkak, iris
terdorong ke depan, bilik mata dangkal, dan sudut bilik mata akan sempit atau tertutup.
Keadaan lensa yang mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi
glaucoma sekunder. Pada uji bayangan iris atau shadow test akan terlihat bayangan iris pada
lensa sehingga shadow test (+).1,2
Katarak Matur
Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa. Kekeruhan ini
biasa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Tekanan cairan di dalam lensa sudah
seimbang dengan cairan dalam mata sehingga ukuran lensa akan menjadi normal kembali.
Bilik mata depan kedalaman normal kembali. Pada uji bayangan iris pada lensa tidak ada atau
shadow test (-).1,2
Katarak Hipermatur
Katarak yang mengalami proses degenerasi lanjut dapat menjadi keras atau lembek
dan mencair. Masa lensa berdegerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi
mengecil, berwarna kuning dan kering. Bila proses katarak berjalan lanjut disertai dengan
kapsul yang tebal maka korteks yang berdegerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks
akan memperlihatkan bentuk sebagai sekantong susu disertai dengan nucleus yang terbenam
di dalam korteks lensa karena lebih berat. Keadaan ini disebut sebagai katarak morgagni.
Pada stadium ini juga terjadi degenerasi kapsul lensa sehingga bahan lensa atau korteks lensa

10

yang cair keluar dan masuk ke dalam bilik mata depan. Akibat bahan lensa keluar dari kapsul,
maka akan timbul reaksi jaringan uvea berupa uveitis. Bahan lensa ini juga dapat menutup
jalan keluar cairan bilik mata sehingga menimbulkan glaucoma fakolitik. Pada stadium
hipermatur akan terlihat lensa yang lebih kecil dari normal, yang akan mengakibatkan iris
tremulans dan bilik mata depan terbuka. Pada uji bayangan iris terlihat positif walaupun
seluruh lensa telah keruh sehingga pada stadium ini disebut uji bayangan iris pseudopositif.
Bayangan iris yang terbentuk pada kapsul lensa anterior yang telah keruh dengan lensa yang
mengecil.1,2
Perbedaan Stadium Katarak Senile1-3
Insipien

Immatur

Matur

Hipermatur

Kekeruhan

Ringan

Sebagian

Seluruh

Masif

Besar lensa

Normal

Lebih Besar

Normal

Kecil

Cairan Lensa

Normal

Iris

Normal

Bilik depan

Bertambah

Berkurang
Normal

(Air + massa lensa


keluar)

Terdorong

Normal

Tremulans

Normal

Dangkal

Normal

Dalam

Sudut bilik mata

Normal

Sempit

Normal

Terbuka

Penyulit

Glukoma

Uveitis,glaucoma

Visus

(+)

<

<<

<<<

Bayangan Iris

(++)

(+/-)

( Air masuk)

GEJALAKLINIK
Katarak didiagnosa melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang yang lengkap. Keluhan yang membawa pasien datang antara lain:1,3
1. Pandangan kabur
Kekeruhan lensa mengakibatkan penurunan pengelihatan yang progresif atau
berangsur-angsur dan tanpa nyeri, serta tidak mengalami kemajuan dengan pinhole.
2. Penglihatan silau
Penderita katarak sering kali mengeluhkan penglihatan yang silau, dimana tingkat
kesilauannya berbeda-beda mulai dari sensitifitas kontras yang menurun dengan latar
belakang yang terang hingga merasa silau di siang hari atau merasa silau terhadap
11

lampu mobil yang berlawanan arah atau sumber cahaya lain yang mirip pada malam
hari. Keluhan ini sering kali muncul pada penderita katarak kortikal.
3. Sensitifitas terhadap kontras
Sensitifitas terhadap kontras menentukan kemampuan pasien dalam mengetahui
perbedaan-perbedaan tipis dari gambar-gambar yang berbeda warna, penerangan dan
tempat. Cara ini akan lebih menjelaskan fungsi mata sebagai optik dan uji ini
diketahui lebih bagus daripada menggunakan bagan Snellen untuk mengetahui
kepastian fungsi penglihatan; namun uji ini bukan merupakan indikator spesifik
hilangnya penglihatan yang disebabkan oleh adanya katarak.
4. Miopisasi
Perkembangan katarak awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri lensa, biasanya
menyebabkan derajat miopia yang ringan-sedang. Ketergantungan pasien presbiopia
pada kacamata bacanya akan berkurang karena pasien ini mengalami penglihatan
kedua. Namun setelah sekian waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa,
rasa nyaman ini berangsur menghilang diikuti dengan terjadinya katarak sklerotik
nuklear. Perkembangan miopisasi yang asimetris pada kedua mata bisa menyebabkan
anisometropia yang tidak dapat dikoreksi lagi, dan cenderung untuk diatasi dengan
ekstraksi katarak.
5. Variasi Diurnal Penglihatan
Pada katarak sentral, penderita mengeluhkan penglihatan menurun pada siang hari
atau keadaan terang dan membaik pada senja hari, sebaliknya paenderita katarak
kortikal perifer mengeluhkan pengelihatan lebih baik pada sinar terang daripada sinar
redup.
6. Distorsi
Katarak dapat menimbulkan keluhan benda bersudut tajam menjadi tampak tumpul
atau bergelombang.
7. Halo
Penderita dapat mengeluh adanya lingkaran berwarna pelangi yang terlihat
disekeliling sumber cahaya terang, yang harus dibedakan dengan halo pada penderita
glaucoma.
8. Diplopia monokuler
Gambaran ganda dapat terbentuk pada retina akibat refraksi ireguler dari lensa yang
keruh, menimbulkan diplopia monocular, yang dibedakan dengan diplopia binocular
dengan cover test dan pin hole.
9. Perubahan persepsi warna
Perubahan warna inti nucleus menjadi kekuningan menyebabkan perubahan persepsi
warna, yang akan digambarkan menjadi lebih kekuningan atau kecoklatan dibanding
warna sebenarnya.
10. Bintik hitam
12

Penderita dapat mengeluhkan timbulnya bintik hitam yang tidak bergerak-gerak pada
lapang pandangnya. Dibedakan dengan keluhan pada retina atau badan vitreous yang
sering bergerak-gerak.

Gambar 1. Gejala Klinik Pada Pasien Katarak


PEMERIKSAAN FISIK
Penurunan Ketajaman Penglihatan
Katarak sering kali berkaitan dengan terjadinya penurunan ketajaman penglihatan,
baik untuk melihat jauh maupun dekat. Ketajaman penglihatan dekat lebih sering menurun
jika dibandingkan dengan ketajaman pengihatan jauh, hal ini mungkin disebabkan adanya daya
konstriksi pupil yang kuat.3
Miopisasi

13

Perkembangan katarak pada awalnya dapat meningkatkan kekuatan dioptri lensa,


biasanya menyebabkan derajat miopia yang ringan hingga sedang. Ketergantungan pasien
presbiopia pada kacamata bacanya akan berkurang karena pasien ini mengalami penglihatan
kedua. Namun setelah sekian waktu bersamaan dengan memburuknya kualitas lensa,rasa
nyaman ini berangsur menghilang dan diikuti dengan terjadinya katarak sklerotik nuklear.
Perkembangan miopisasi yang asimetris pada kedua mata bisa menyebabkan anisometropia
yang tidak dapat dikoreksi lagi, dan cenderung untuk diatasi dengan ekstraksi katarak.1,3
PENATALAKSANAAN
Pengobatan Katarak Senilis
Tidak ada satupun obat yang dapat diberikan untuk katarak senilis kecuali tindakan
bedah. Tindakan bedah dilakukan bila telah ada indikasi bedah pada katarak senilis, seperti:
katarak telah menggangu pekerjaan sehari-hari walaupun katarak belum matur, katarak matur
karena bila terjadi hipermatur akan menimbulkan penyulit katarak hipermatur yaitu uveitis
dan glaucoma, dan katarak telah menimbulkan penyulit glaucoma. Katarak senilis biasanya
berkembang lambat selama beberapa tahun. Apabila diindikasikan pembedahan, maka
ekstraksi lensa akan memperbaiki ketajaman penglihatan.4
Persiapan Operasi Katarak4
1. Tidak ada infeksi disekitar mata seperti keratitis, konjungtivitis, blefaritis, hordeolum
dan kalazion
2. Tekanan bola mata normal atau tidak ada glaucoma
3. Keadaan umum harus baik
4. Tidak batuk, terutama pada saat pembedahan
5. Fungsi retina harus baik, yang diperiksa dengan tes proyeksi sinar, dimana penderita
dapat menentukan semua arah sinar yang menyinari retina.
Pemeriksaan Sebelum Operasi5
1. Gula darah
2. Tekanan darah
3. Elektrokardiografi
4. Pernafasan
5. Riwayat alergi obat
6. Pemeriksaan rutin medik lainnya dan bila perlu konsultasi untuk keadaan fisik
prabedah
7. Tekanan bola mata
8. Uji Anel
9. Uji Ultrasonografi untuk mengukur panjang bola mata. Pada pasien tertentu kadangkadang terdapat perbedaan lensa yang harus ditanam pada kedua mata. Dengan cara

14

ini dapat ditentukan ukuran lensa yang akan ditanam untuk mendapatkan kekuatan
refraksi pascabedah.
10. Kelengkungan kornea dapat menentukan kekuatan lensa intraokular yang akan
ditanam. Keratometri yaitu mengukur kelengkungan kornea dan bersama pemeriksaan
Ultrasonografi dapat menentukan kekuatan lensa yang akan ditanam.
PEMBEDAHAN KATARAK SENILIS
Ekstraksi Lensa Intrakapsular
Mengeluarkan lensa secara bersama-sama dengan kapsul lensa. Penyulit pada saat
pembedahan yang dapat terjadi adalah:1,2
1. Kapsul lensa pecah sehingga lensa tidak dapa dikeluarkan bersama-sama kapsulnya.
Pada keadaan ini terjadi ekstraksi lensa ekstrakapsular tanpa rencana karena kapsul
posterior akan tertinggal.
2. Prolap badan kaca pada saat lensa dikeluarkan.
Ekstraksi Lensa Ekstrakapsular
Dilakukan dengan merobek kapsul anterior lensa dan mengeluarkan nucleus lensa dan
korteks. Katarak ekstraksi ekstrakapsular dilakukan pada katarak senile bila tidak mungkin
dilakukan intrakapsular misal pada keadaan terdapatnya banyak sinekia posterior bekas suatu
uveitis sehingga bila kapsul ditarik akan mengakibatkan penarikan kepada iris yang akan
menimbulkan perdarahan. Ekstrakapsular sering dianjurkan pada katarak dengan myopia
tinggi untuk mencegah mengalirnya badan kaca yang cair keluar, dengan meninggalkan
kapsul-kapsul posterior untuk menahannya. Pada saat ini ekstrakapsular lebih dianjurkan
pada katarak senile untuk mencegah degenerasi macula pasca bedah.5

Gambar 2. Ekstrasi Ekstra Kapsular


Penyulit yang mungkin timbul pada waktu melakukan operasi katarak adalah:2
1. Perdarahan
2. Prolaps iris
3. Prolaps badan siliar

15

Penyulit yang timbul setelah operasi adalah:5


1. Pada hari pertama dapat timbul peradangan
2. Udara yang dimasukkan untuk membentuk COA masuk ke belakang iris sehingga
COA menjadi dangkal
3. Prolaps iris
4. Ablasi retina apabila prolaps ini dibiarkan pada hari ke 4-5 dapat menyebabkan COA
dangkal.
5. Sesudah prolaps iris, bila dibiarkan pada hari ke 4-5, dapat menyebabkan COA
dangkal, kemudian dapat timbul ablasi retina, alibat badan siliar ke depan.
Fakoemulsifikasi
Merupakan modifikasi dari metode ekstrakapsular karena sama-sama menyisakan
kapsul bagian posterior. Insisi yang diperlukan sangat kecil yaitu 5 mm yang berguna untuk
mempercepat kesembuhan paska operasi. Kemudian kapsul anterior lensa dibuka. Dari
lubang insisi yang kecil tersebut dimasukan alat yang mampu mengeluarkan getaran
ultrasonik yang mampu memecah lensa menjadi kepingan-kepingan kecil, kemudian
dilakukan aspirasi. Teknik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik dan kebanyakan
katarak senilis. Namun kurang efektif untuk katarak senilis yang padat. Keuntungan dari
metode ini antara lain:5,6
1. Insisi yang dilakukan kecil, dan tidak diperlukan benang untuk menjadhit karena akan
menutup sendiri. Hal ini akan mengurangi resiko terjadinya astigmatisma, dan rasa
adanya benda asing yang menempel setelah operasi. Hal ini juga akan mencegah
peningkatan tekanan intraokuli selama pembedahan, yang juga mengurangi resiko
perdarahan.
2. Cepat menyembuh.
3. Struktur mata tetap intak, karena insisi yang kecil tidak mempengaruhi struktur mata.

16

Gambar 3. Fakoemulsi
Penglihatan Setelah Pembedahan Katarak
Bila lensa yang keruh telah dikeluarkan maka diperlukan lensa pengganti untuk
memusatkan sinar ke dalam mata. Diperlukan nasihat medis mengenai cara memperbaiki
penglihatan setelah lensa dikeluarkan. Jenis lensa pengganti dapat dengan lensa afakik atau
kacamata yang terletak didepan mata; lensa kontak, lensa yang menempel pada mata; lensa
intraokular, yaitu lensa yang ditanamkan pada mata.5
Pada mata yang telah dikeluarkan lensanya akibat katarak akan mengalami mata tidak
dapat melihat dekat atau berakomodasi. Untuk menentukan pilihan apa yang direncanakan
sebagai pengganti lensa mata dengan katarak maka sebaiknya dibicarakan dengan dokter
pembedah sebelum dilakukannya pembedahan. Semua keuntungan dan kerugian pemakaian
lensa ini sebaiknya diketahui sebelum pembedahan katarak.6

Kacamata Pasca Bedah


Sebelum tahun 1960 dipergunakan lensa katarak (afakik) setelah bedah katarak.
Kacamata ini sangat sederhana, aman dipergunakan dan tidak mahal. Memakai kacamata ini
memerlukan penyesuaian dahulu akibat dari sifat lensa yang memperbesar bayangan 30 %.
Penglihatan seakan- akan melihat dekat.7
Kaca mata yang tebal ini memberi efek seakan-akan melihat melalui corong sehingga
untuk melihat ke samping diperlukan mengarahkan kepala ke arah benda yang dilihat. Bila
satu mata normal sedang mata yang sebelahnya telah dibelah katarak maka kacamata yang
dipergunakan akan membingungkan akibat pembesaran benda yang dilihat mata sebelahnya.

17

Didalam hal ini kacamata afakik masih lebih tebal dibandingkan kacamata biasanya.
Kacamata ini akan sangat tebal dan berat. Bahan plastik dapat dipergunakan untuk
mengurangi berat kacamata.7
Lensa Kontak Pasca Bedah
Lensa kontak dengan ukuran tertentu dapat dipergunakan sebagai pengganti lensa
mata untuk melihat jauh. Lensa kontak akan mengapung pada permukaan selaput bening,
sehingga akan mengurangi beberapa keluhan yang terdapat pada pemakaian kacamata
katarak. Mempergunakan lensa kontak akan memberikan beberapa kesukaran, seperti:
penyimpanan yang selamanya harus bersih, steril pemakaiannya, menyimpan lensa dalam
keadaan bersih.7
Semua hal ini sukar bagi lansia untuk mebuka secara bersih. Sering orang yang telah
lanjut usia disertai pula dengan parkinson, tremor, arthritis sehingga pemakaian lensa kontak
akan menjadi sukar. Pada keadaan tertentu tidak dapat dipergunakan seperti pada mata sakit,
merah, berair, dan silau. Lensa kontak lembut pakai lama yang dapat dipakai selama 12 jam
ataupun 2-4 minggu. Lensa kontak sebagai lensa pengganti setelah katarak dikeluarkan akan
lebih bermanfaat untuk penglihatan akan tetapi pemasangannya pada mata orang usia lanjut
akan mendapat kesukaran.7
Lensa Tanam Intraocular
Biasanya setelah lensa dikeluarkan maka ditanam lensa pengganti ke dalam mata.
Lensa ini dinamakan lensa tanam intraokular. Pada waktu belakangan ini dipergunakan lensa
yang ditanamkan ke dalam mata sebagai pengganti lensa mata yang keruh pada bedah
katarak. Pemasangan lensa dalam mata ini akan memberikan beberapa keuntungan, seperti:1,2
1. Tidak perlu dibersihkan karena dimasukkan ke dalam mata.
2. Dilakukan hanya satu kali pada saat pembedahan.
3. Segera dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan karena lensa intraokular
menggantikan kedudukan lensa katarak yang dikeluarkan.
Pemasangan lensa intraokular tidak dianjurkan pada:
1. Anak yang terlalu kecil (dibawah 3 tahun)
2. Uveitis menahun
3. Retinopati diabetik proliferatif berat
4. Glaukoma neovaskular
Perbandingan Pemakaian Lensa Koreksi Setelah Pembedahan

18

Luas pandangan
Pembesaran benda
Benda melengkung
Pemakaian 24 jam/hari
Lihat serentak 2 mata
Penglihatan kedalaman
Kerja berdebu
Dipasang
Penyulit pemakaian
Pasien tremor
Habilitasi peglihatan
Aman pakai
Penampilan wajah

Lensa tanam

Lensa kontak

Kacamata

Penuh
Normal
Tidak
Ya
Ya
85 %
dapat
saat bedah
tidak ada
dapat
segera
sedang
tidak berubah

Penuh
7-10 %
tidak
tidak
kadang
50 %
tidak dapat
saat kerja
harus bersih
tidak dapat
2 bulan
kurang
biasa

Terbatas
25-30 %
ya
tidak
tidak
30 %
tidak dapat
saat kerja
berat
sukar
2 bulan
baik
kacamata tebal

Pada pasien yang telah mengalami pembedahan katarak selain diperlukan lensa pengganti
seperti kacamata katarak, lensa kontak, atau lensa intraokular yang ditanamkan masih
diperlukan kacamata untuk melihat dekat karena mata ini tidak mempunyai daya akomodasi.7
Perawatan Pasca Bedah
Segera setelah pembedahan, pasien akan diberi obat untuk:1,2
1. Mengurangi rasa sakit
2. Antibiotik mencegah infeksi
3. Mata ditutup dengan pelindung
4. Obat tetes mata steroid, untuk mengurangi reaksi radang akibat tindakan bedah
5. Obat tetes yang mengandung antibiotik
Mata akan ditutup atau dibebat paling lama 1 minggu. Untuk mendapatkan kacamata
pascabedah sebaiknya menunggu 8 minggu.
Terdapat beberapa hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan.8
1. Hal yang boleh dilakukan setelah pembedahan
a) Memakai dan meneteskan obat seperti yang dianjurkan
b) Pakai penutup mata seperti yang dinasihatkan
c) Melakukan pekerjaan yang tidak berat
2. Hal yang tidak boleh dilakukan
a) Jangan menggosok mata
b) Jangan bungkuk terlalu dalam
c) Jangan menggendong yang berat
d) Jangan membaca berlebih-lebihan dari pada biasanya
e) Jangan mengedan keras sewaktu buang air besar
f) Jangan berbaring ke sisi mata yang baru dibedah
g) Jangan sampai terkena air

19

KOMPLIKASI
Glaukoma dikatakan sebagai komplikasi katarak. Glaukoma ini dapat timbul akibat
intumesenensi atau pembengkakan lensa. Jika katarak ini muncul dengan komplikasi
glaukoma maka diindikasikan ekstraksi lensa secara bedah. Selain itu Uveitis kronik yang
terjadi setelah adanya operasi katarak telah banyak dilaporkan. Hal ini berhubungan dengan
terdapatnya bakteri patogen termasuk Propionibacterium acnes dan Staphylococcus
epidermidis.1,2
Edema Kornea
Trauma tumpul yang keras atau cepat mengenai mata dapat mengakibatkan edema
kornea. Edema kornea akan memberikan keluhan penglihatan kabur dn terlihatnya pelangi
sekitar bola lampu atau sumber cahaya yang dilihat. Kornea akan terlihat keruh, dengan uji
plasidom positif. Penyulit trauma kornea yang berat berupa terjadinya kerusakan m.
Descement yang lama sehingga memberikan keluhan rasa sakit dan menurunkan tajam
penglihatan.1,2
Iriodialisis
Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris sehingga bentuk pupil
menjadi berubah. Pasien akan melihat ganda dengan matanya.1,2
Ruptur Koroid
Pada trauma keras dapat terjadi perdarahan subretina yang dapat merupakan akibat
ruptur koroid. Ruptur ini biasanya terletak di polus posterior bola mata dan melingkar
konsentris di sekitar papil saraf optik. Bila ruptur koroid ini terletak atau mengenai daerah
makula lutea maka tajam penglihatan akan turun dengan sangat.1,2
Endoftalmitis Akut
Endoftalmitis adalah peradangan pada seluruh lapisan mata dalam, cairan dalam bola
mata (humor vitreus), dan bagian putih mata (sklera). Gejalanya dapat berupa nyeri mata,
kemerahan pada sklera, fotofobia, dan gangguan penglihatan.1,2
PROGNOSIS
Prognosis penglihatan untuk pasien anak-anak yang memerlukan pembedahan tidak
sebaik prognosis untuk pasien katarak senilis. Adanya ambliopia dan kadang-kadang anomali

20

saraf optikus atau retina membatasi tingkat pencapaian pengelihatan pada kelompok pasien
ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman pengelihatan setelah operasi paling buruk pada
katarak kongenital unilateral dan paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang
proresif lambat.1,3,8
PENCEGAHAN
Umumnya katarak terjadi bersamaan dengan bertambahnya umur yang tidak dapat
dicegah. Pemeriksaan mata secara teratur sangat perlu untuk mengetahui adanya katarak. Bila
telah berusia 60 tahun sebaiknya mata diperiksa setiap tahun. Pada saat ini dapat dijaga
kecepatan berkembangnya katarak dengan:8
1. Tidak merokok, karena merokok mengakibatkan meningkatkan radikal bebas dalam
tubuh, sehingga risiko katarak akan bertambah
2. Pola makan yang sehat, memperbanyak konsumsi buah dan sayur
3. Lindungi mata dari sinar matahari, karena sinar UV mengakibatkan katarak pada mata
4. Menjaga kesehatan tubuh

21

DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas S. Katarak dalam ilmu penyakit mata, Edisi II, Cetakan ke-1. Balai penerbit
FKUI, Jakarta, 2002.
2. Ilyas S. Katarak dalam penuntun ilmu penyakit mata, Edisi ke-2, Cetakan ulang 2003.
Balai penerbit FKUI, Jakarta, 2003.
3. Ilyas S, Mailangkung HBB, Taim H, Saman R. Katarak dalam ilmu penyakit mata.
Edisi II, Cetakan pertama. Penerbit CV Sagung Seto, Jakarta, 2002. Hal 148-152.
4. Vaughan D, Ashbury T, Riodan P. Lensa dalam Ofthalmologi umum. Edisi 14,
Cetakan I. Penerbit Klidya Medika 2000. Hal 177-9.
5. Nana W. Katarak dalam ilmu penyakit mata, Cetakan ke 6. Hal 192-211.
6. Ilyas S. Katarak: lensa mata keruh. Cetakan ke-2. Balai penerbit FKUI, Jakarta, 1999.
7. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika,
Jakarta, 2000. Hal. 211-4.
8. Nema HV, Text book of Opthalmology, Edisi 4, Medical publishers, New Delhi, 2002,

page 249-51.

22

Anda mungkin juga menyukai