Anda di halaman 1dari 2

Hukum pembagian warisan dalam suatu pernikahan

1. Di dalam hukum perkawinan Indonesia, dalam Pasal 35 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
(UUP) menyatakan bahwa: Harta Benda yang diperoleh selama Perkawinan menjadi Harta Bersama.
Dan di dalam Inpres No. 1 Tahun 1991 atau biasa disebut sebagai Kompilasi Hukum Islam (KHI), khususnya Pasal
85 juga menyinggung tentang keberadaan Harta Bersama dalam perkawinan, dengan bunyi sebagai berikut:
Adanya harta bersama dalam perkawinan itu tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing-masing suami
atau istri.
Pasal 85 KHI mengakomodir keberadaan Harta Bersama.Kemudian, di dalam Pasal 96 KHI, juga disebutkan bahwa
apabila terjadi cerai mati, maka separuh bagian harta bersama menjadi hak pasangan yang hidup lebih lama.
2. Bahwa catatan penting lainnya, menurut saya, yaitu kedua orang tua Anda masih hidup. Tidak ada warisan yang
dibagi selagi orangnya masih hidup. Ada beberapa syarat-syarat untuk melakukan Pembagian Waris, seperti:
1) Adanya Pewaris. Pewaris adalah orang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta warisan. Syarat menjadi
Pewaris adalah dinyatakan telah meninggal.
2) Adanya Ahli Waris. Yaitu orang yang berhak menerima harta warisan. Dan Ahli Waris ini juga memiliki
persyaratan:
a. Hidup
b. Antara Pewaris dan Ahli waris terdapat hubungan saling mewarisi yang ditimbulkan oleh adanya perkawinan atau
pertalian nasab.
3) Adanya Harta Warisan. Yaitu harta yang ditinggalkan si Pewaris untuk dibagikan kepada ahli waris, setelah
dikurangi utang dan wasiat.
4) Tidak terdapat penghalang (hijab) dalam warisan. Yaitu suatu kondisi, dimana sekalipun secara lahiriah antara
pewaris dan ahli waris memenuhi syarat untuk saling mewarisi, namun bisa saja terhalang karena faktor-faktor
seperti, perbedaan agama, pembunuhan yang dilakukan secara sengaja terhadap Pewaris atau terdapat ahli waris
lain yang lebih berhak.
3. Dahulu seorang muslim diberi hak opsi (hak memilih) untuk memilih Pengadilan mana yang akan menyelesaikan
perkara warisnya. Hal ini tercantum dalam Penjelasan Umum UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, yang
menyatakan bahwa para pihak yang akan berperkara dapat memilih hukum apa yang akan dipergunakan dalam
pembagian warisan. Tetapi saat ini, setelah UU tersebut diperbaharui, menjadi UU No. 3 Tahun 2006 jo. UU No. 50
Tahun 2009, Hak Opsi tersebut dihapus. Ini berarti setiap muslim yang sedang berperkara dalam soal warisan harus
diselesaikan dengan menggunakan Hukum Islam di Pengadilan Agama. Dan sebagai muslim, saya sangat
menyarankan keluarga Anda memakai Hukum Islam dalam masalah pembagian Warisan (kelak).
4. Bahwa jika pun nanti (mohon maaf), misalnya orang tua Anda sudah meninggal, maka jatah Anda dan Saudara
Anda, sebagaimana ditentukan di dalam QS An Nisa: 11 adalah: ... jika anak perempuan itu lebih dari 2, maka bagi
mereka 2/3 dari harta yang ditinggalkan...
5. Menurut saya saudara-saudara dari bapak Anda, tidak berhak meminta warisan, karena bapak Anda masih hidup.
6. Dan selama bapak-ibu Anda masih hidup, mereka berhak untuk memberikan harta mereka sebagai hadiah kepada
anak-anaknya. Mereka bisa menjual asetnya, kemudian membaginya kepada ketiga anak perempuannya. Karena
mereka memang masih hidup. Hal ini tidak ada yang melarang. Bentuk pemberian hadiah ini adalah hal yang paling

memungkinkan dan tidak melanggar hukum agama Islam.


Sehingga yang dapat saya sarankan adalah, mengusulkan kepada orang tua Anda untuk memberikan dari harta
milik mereka yang ada saat ini, kepada Anda dan saudara-saudara Anda (anak perempuan mereka), masing-masing
1/3 bagian, selagi kedua orang tua Anda masih hidup (saat-saat ini), karena ini masih menjadi hak mereka. Mereka
dapat menghadiahkan kepada anak-anaknya selagi mereka masih hidup.
Sisakan bagian untuk orang tua Anda (mereka berdua). Dan jika salah satunya meninggal, maka yang akan
menjadi warisan adalah apa yang ditinggalkan pada saat setelah mereka meninggal. Yang ini-lah yang bisa dibagi
sebagai warisan, dengan tetap memperhatikan ketentuan hukum Islam yang berlaku.
Dalam hal (mohon maaf) misalnya, bapak Anda meninggal, dan beliau masih memiliki orang tua (kakek-nenek),
mereka juga berhak mewaris. Dan Anda bertiga sebagai anak juga masih berhak mewaris atas harta warisan yang
tersisa, juga ibu Anda pun berhak mewaris.
Demikianlah yang dapat saya sampaikan semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Al Quran
2. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
3. Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
No. 3 Tahun 2006 dan terakhir dengan Undang-Undang No. 50 Tahun 2009
4. Instruksi Presiden No.1 Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

Anda mungkin juga menyukai