Anda di halaman 1dari 9

TUGAS CRITICAL PAPER

OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)


PENGAWAS LEMBAGA KEUANGAN BARU YANG MEMILIKI KEWENANGAN
PENYIDIKAN

MATA KULIAH
MANAJEMEN KEUANGAN
Dosen Pengampu : Prof. Dr.Hadri Kusuma, MBA

Oleh :
Sumartono

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA


PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS EKONOMI
MAGISTER AKUNTANSI DUAL DEGREE
2014

CRITICAL REVIEW JOURNAL

OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK)


PENGAWAS LEMBAGA KEUANGAN BARU YANG MEMILIKI KEWENANGAN
PENYIDIKAN1
Sumartono2
MAKSI UII Yogjakarta
e-mail : destyantoro80@gmail.com
Abstrak
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) lahir dengan Undang-Undang No 21 tahun 2011 tentang Lembaga
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang sudah diberlakukan sejak 1 Januari 2013 yang menggantikan
lembaga dibawah naumgan langsung kementrian keuangan yaitu Bappem-LK. Sebagai lembaga
independen, selain memiliki kewenangan dalam pengaturan dan pengawasan sektor jasa keuangan, juga
memiliki kewenangan dalam perihal penyidikan. Kewenangan penyidikan dalam tugas pengawasan
sektor jasa keuangan merupakan hal baru bagi lembaga independen tersebut.OJK merupakan lembaga
yang independen tetapi keindependensiannya tidak berlaku secara absolut (mutlak). Independensi OJK
dalam mengatur dan mengawasi kegiatan di sektor jasa keuangan dilakukan pendekatan melalui
koordinasi yang baik dalam hal mengeluarkan kebijakan,pengaturan dan melakukan pengawasan yang
melekat pada suatu lembaga yang independen. Keindependensian OJK akan sepenuhnya efektif,
apabila terdapat Good Corporate Governance dalam dunia keuangan dan perbankan, Selain hal
tersebut ada yang kurang etis adalah biaya operasional lembaga independen tersebut dapat dipungut dari
lembaga keuangan dan perbankan yang diawasinya sehingga memungkinkan terjadinya conflict of
interest antara lembaga yang mengawasi dan diawasi. Disamping itu lahirnya OJK masih terdapat
kontraprodukstif terkait dengan kewenangannya sebagai lembaga independent yang memiliki tiga fungsi
tugas pengawasan mempunyai wewenang pengawasan, pemeriksaan, penyidikan serta perlindungan
konsumen terhadap lembaga keuangan terutama disektor jasa keuangan di indonesia.

Kata kunci : Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penyidikan, Perlindungan Konsumen,


Pungutan fee.
PENDAHULUAN
Critikal Paper yang kami tulis
menggunakan metode yuridis normatif dengan
mempelajari perundang-undangan baik yang
ada dalam undang-undang itu sendiri maupun
buku/literature hukum dan khususnya
peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan Otoritas Jasa Keuangan berupa
pemaparan deskriptif analitis dan merupakan
kritik maupun saran atas jurnal (Otoritas Jasa
Keuangan Pengawas Lembaga Keunangan
Baru Yang Memiliki Kewenangan Penyidikan)

yang di tulis oleh Bambang Murdadi melaui


Jurnal Value Aded Volume 8 Nomor 2 Edisi
terbit maret 2012-Agustus 2012 pada FE
Universitas Muhamadiyah Semarang.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK),sesuai
dengan amanah Pasal 34 Undang-undang
Nomor 23 Tahun 1999 sebagaimana telah
dirubah dengan Undang-undang nomor 3
Tahun 2004 tentang Bank Indonesia, kemudian
lembaga OJK tersebut diatur dengan Undangundang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas
Jasa Keuangan atau disebut (OJK) yang
memiliki tujuan: (1) agar keseluruhan kegiatan

Bambang Murdadi;Value Aded Vol.8 No.2 Maret 2012-Agustus 2012,Fak.Ekonomi Universitas Muhamadiyah
Semarang.
2
Mahasiswa Program Pasca Sarjana Magister Akuntansi UII

dalam sektor jasa keuangan terselenggara


secara teratur,adil,transparan dan akuntabel;(2)
mampu mewujudkan sistem keuangan yang
tumbuh secara berkelanjutan dan stabil dan; (3)
mampu melindungi kepentingan konsumen
dan masyarakat, serta tugas dan wewenang
peralihan sebagaimana diatur dalam pasal 34
ayat (1) Undang-undang Nomor 3 Tahun 2004
tentang perubahan Undang-undang nomor 23
tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yang
berbunyi bahwa Tugas mengawasi bank akan
dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor
jasa keuangan yang independen, dan dibentuk
dengan Undang-undang, yang dimaksud
dengan independensi adalah ketika melakukan
pengambilan keputusan serta melaksanakan
tugas dan wewenangnya OJK bebas dari
campur tangan pihak lain, kemudian UU OJK
tersebut diberlakukan sejak tanggal 1 Januari
2013,menurut UU Nomor 21 Tahun 2011
bahwa lembaga independen tersebut memiliki
fungsi menyelenggarakan sistem pengaturan
dan pengawasan yang terintegrasi terhadap
keseluruhan kegiatan didalam sektor jasa
keuangan, dalam prakteknya OJK melakukan
tugas pengaturan dan pengawasan terhadap; (a)
kegiatan jasa keuangan disektor perbankan;(b)
kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal,
dan (c) kegiatan jasa keuangan disektor
perasuransian, Dana pensiun, Lembaga
Pembiayan,dan Lembaga Jasa Keuangan
Lainnya dan sesuai dengan ketentuan pada
pasal 55 pada UU OJK, sejak tanggal 31
Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang
pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa
keuangan
di
sektor
Pasar
Modal,
Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga
Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan
Lainnya beralih dari Menteri Keuangan dan
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan ke OJK. Dengan demikian,
organisasi Bapepam-LKtelah melebur ke
dalam organisasi OJK semenjak 1 Januari
2013.
Disamping itu OJK memiliki wewenang
memungut fee dari lembaga yang diawasinya
guna mendukung kegiatan operasional OJK,
dengan adanya wewenang memungut fee yang

dilakukan OJK terlihat janggal terkait dengan


lembaga yang besifat independent, besar
kemungkinan terjadi conflict of interest
didalam pengambilan keputusan baik dalam
hal pengasawasan, pemeriksaan, maupun
dalam penyidikan terhadap lembaga yang
bersangkutan
sehingga
makna
dari
independent menjadi bias.
Suatu hal yang baru yang dimuat dalam
UU OJK bahwa terkait dengan wewenang yang
dimiliki oleh OJK, selain wewenang
pengawasan dan pemeriksaan, namun lembaga
independen tersebut memiliki point tambahan
yakni wewenang penyidikan dan perlindungan
konsumen, yang selama ini tidak dimiliki oleh
Bank Indonesia sebagai lembaga independen
sebagai pengawas kegiatan sektor perbankan
maupun Bapepam-LK ketika waktu itu
sebelumnya lahirnya OJK.
Dengan adanya wewenang penyidikan
dan Perlindungan Konsumen diharapkan OJK
mampu mengatasi berbagai masalah penting
terutama dalam melindungi hak-hak konsumen
dalam hal ini investor maupun masyarakat
pada umumnya terkait dengan persoalanpersoalan dalam aktifitas Perbankan dan Pasar
modal maupun Lembaga Keuangan lainya
yang bermuara merugikan konsumen.
Menurut OJK (2013), bahwa didalam
mengoptimalkan
Perlindungan
terhadap
konsumen maka OJK telah membuka
Fincancial Customer Care 21 Januari 2013
silam. Sejak itu OJK telah menerima hampir
400-an pengaduan masyarakat yang berkaitan
dengan jasa dan produk keuangan. Layanan
pengaduan masyarakat ini menjadi salah satu
pembeda
antara OJK dengan lembaga
pengawas jasa keuangan lainnya sebelum OJK
terutama Bank Indonesia terkait malasah
Perbankan dan Bapepam-LK terkait dengan
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan. jika dulu
tidak ada perlindungan kepada konsumen
secara spesifik, tapi kini OJK siap melakukan
market intellegent untuk mengetahui apa yang
terjadi di masyarakat luas. Fokus kerja OJK saat
ini adalah pada penanganan dan upaya preventif
kepada masyarakat terhadap maraknya
investasi bodong. Apalagi saat ini produk
2

keuangan sangat banyak dan bisnis jasa layanan


keuangan juga makin beragam. Mulai 2014,
OJK akan mengawasi seluruh bisnis keuangan
di Indonesia. Mulai dari pasar modal, industri
keuangan nonbank dan perbankan.
PEMBAHASAN
Yang dimaksud Otoritas Jasa Keuangan
atau disingkat OJK adalah lembaga yang
independen dan bebas dari campur tangan pihak
lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan
wewenang
pengaturan,
pengawasan,
pemeriksaan, dan penyidikan (UU.No.21
Tahun 2011).
Dalam penulisan jurnal terdahulu tidak
disinggung lembaga yang memiliki otoritas
yang hampir sama dalam hal ini BAPPEPAM-

LK kaitannya dengan Pengawasan Pasar Modal


dan Lembaga Keuangan (UU Nomor 8 Tahun
1995) tentang pasar modal sebagaimana Pasal
3(1)Pembinaan,Pengaturan dan Pengawasan
sehari-hari kegiatan pasar modal dilakukan
oleh Badan Pengawas Pasar Modal atau
disebut BAPPEPAM,yang sekarang sudah
berganti nama menjadi OJK dengan
demikian;Tugas dan wewenang OJK, sudah
jelas diatur dalam UU Nomor 21 Tahun 2011
tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
sebagaimana bunyi pasal 6 (b) OJK melakukan
pengaturan dan pengawasan terhadap Jasa
Keuangan di sektor Pasar Modal yang akan
diberlakukan mulai 1 januari tahun 2013,
menurut (ojk:2013). Struktur Pasar Modal
adalah sebagai berikut :

Bagan 1.1 (struktur pasar modal)


Dengan tugas dan otoritas yang dimiliki
Bappepam-LK yang diatur dalam UU Nomor 8
Tahun 1995 berlaku surut dikarenakan
Lembaga Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan yang dibawah naungan langsung
kementrian keuangan tersebut sudah melebur
dan berganti nama menjadi Otoritas Jasa
Keuangan atau disingkat OJK sejak
ditetapkannya sebagai Lembaga Independen
Pengawas Pasar Modal yang diatur sesuai
dengan UU yang berlaku, dan Lembaga yang
mengatur dan mengawasi sektor Keuangan dan

Non keuangan ini berdiri dan melakasanakan


tugasnya per tanggal 1 januari 2013.Demikian
halnya dengan Bank Indonesia memiliki
potensi kehilangan salah satu pilar diantara 3
pilar penopang untuk mencapai tujuan tunggal
Bank Indonesia yaitu mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah, satu
diantara pilar yang hilang tersebut yaitu pilar
mengatur dan mengawasi Bank.
Tiga
Pilar
menurut
(Bank
Indonesia:2013) dapat gambarkan sebagai
berikut :
3

Gambar 1.2 (tiga pilar B.I)


Namun pada kenyataan sampai saat ini
pengawasan
sektor
perbankan
masih
diserahkan kepada Bank Indonesia (Koestiono
K.,S,2013:17) , padahal sesuai dengan amanah
UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Bank
Indonesia pasal 34 menyatakan bahwa sektor
perbankan akan diawasi oleh lembaga
pengawasan sektor jasa keuangan yang
independent dalam hal ini OJK yang telah
dibentuk menurut UU .Namun demikian
dengan lahirnya OJK diharapkan mampu
menggantikan peran serta fungsi Bank
Indonesia terhadap Pengawasan sektor
perbankan.
Perihal baru yang dimiliki OJK sebagai
lembaga Independen adalah berupa wewenang
penyidikan guna menindaklanjuti pengawasan
serta pemeriksanaan terhadap sektor jasa
keuangan
yang
melakukan
kegiatan
operasionalnya bermuara merugikan konsumen
sebagai mana diamanahi berdasarkan UU
Nomor 21 Tahun 2011 pasal 9 (c).
Menurut
Ary
(2003),wewenang
penyidikan meliputi antara lain dapat langsung
menggeledah dan menyita dokumen yang
diperlukan serta menemukan, menangkap dan
menahan tersangka.Namun mengingat OJK
adalah lembaga independen yang dibentuk
dengan Undang-Undang tersendiri, dimana
pegawainya bukan termasuk Pegawai Negeri
Sipil (PNS), maka apabila OJK melakukan
penyidikan harus menggunakan/bekerja sama
dengan PNS yang memiliki hak untuk
melakukan penyidikan atau dengan POLRI.
Hal ini juga membawa konsekuensi tumpang

tindih kewenangan di dalam penyidikan dan


akan berakibat tingginya penyediaan anggaran
OJK untuk keperluan penyidikan.
Tentang penyidikan, pasal 1 butir 1
KUHAP menyebutkan, penyidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia atau
pejabat pegawai Negeri Sipil tertentu yang
diberi wewenang khusus oleh undang-undang
untuk melakukan penyidikan. Pengangkatan
untuk menjabat jabatan sebagai penyidik Polisi
adalah berdasarkan penunjukan oleh Kepala
Kepolisian RI (Kapolri) sedangkan Wewenang
untuk menunjuk penyidik tersebut dapat dilimpahkan oleh Kapolri kepada Pejabat
Kepolisian Negara RI. Sedangkan penyidik
yang dijabat oleh Pegawai Negeri Sipil,
pengangkatannya dilakukan oleh Menteri atas
usul Departe-men yang membawahi Pegawai
Negeri Sipil tersebut. Mentri sebelum
melaksanakan pengangkatan terlebih dahulu
mendengarkan pertimbangan Jaksa Agung dan
Kepala Kepolisian RI. Dan wewenang
pengangkatan itu dapat dilim-pahkan oleh
Menteri Kepada Pejabat yang ditunjuknya.
(Pasal 2 (6) PPRI No. 27/1983).
Penyidikan yang dilakuakan oleh OJK
tidak hanya dilakukan terhadap Emiten di pasar
modal namun diperluas hingga ke sektor
Perbankan dan Lembaga Keuangan bukan bank
(hadad:2013).
Demikianlah Undang-undang Otoritas
Jasa Keuangan yang mengatur tentang acara
sendiri khususnya perihal penyidikan. Hal ini
akan menimbulkan pertanyaan akankah terjadi
penyidikan oleh penyidik OJK di dalam tindak
pidana yang sama, dimana hak dan
kewenangan penyidikan pada tindak pidana
OJK dipunyai juga oleh penyidik lain yang
telah ada. Keadaan ini nampaknya akan tidak
selaras dengan integrated criminal justice
system. Integrated criminal justice system
mempunyai pengertian adanya keterpaduan
penyidik bidang tindak pidana. Salah satu pilar
dari sistem penanganan terpadu, adalah harus
adanya koordinasi dari para penyidik.
Dengan adanya penyidik Otoritas Jasa
Keuangan, hal ini akan menimbulkan rebutan
perkara dalam penyidikan tindak pidana OJK
4

dan akan terjadi tumpang tindih kewenangan


penyidikan (Wiriadinata:2012).
Pasal 28 UU OJK menetapkan untuk
perlindungan konsumen dan masyarakat, OJK
berwenang melakukan tindakan pencegahan
kerugian konsumen dan masyarakat.menurut
UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK pasal 1
ayat 15 yang dimaksud dengan Konsumen
Pihak-pihak yang menempatkan dananya
dan/atau memanfaatkan pelayanan yang
tersedia di Lembaga Jasa Keuangan antara lain
nasabah pada Perbankan,Pemodal di pasar
modal,Pemegang polis pada peransurasian dan
Peserta pada dana pensiun.
Di dalam melakukan perlindungan
terhadap konsumen OJK melakukan tindakan
pencegahan meliputi : (1) memberikan
informasi dan edukasi kepada masyarakat
ataskarakteristik sektor jasa keuangan, layanan,
dan produknya; (2) meminta lembaga jasa
keuangan untuk menghentikan kegiatannya
apabila kegiatan tersebut berpotensi merugikan
masyarakat; dan (3) tindakan lain yang
dianggap perlu sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang undangan di sektor jasa
keuangan.
Di samping itu, OJK juga melakukan
upaya tindakan prepentif dengan membuka
pelayanan pengaduan konsumen yang meliputi:
(a) menyiapkan perangkat yang memadai untuk
pelayanan pengaduan konsumen dirugikan oleh
pelaku di lembaga jasa keuangan;(b) membuat
mekanisme pengaduan konsumen yang
dirugikan oleh pelaku di Lembaga Jasa
Keuangan; dan (c) memfasilitasi penyelesaian
pengaduan konsumen yang dirugikan oleh
pelaku di Lembaga Jasa Keuangan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan di
sektor jasa keuangan.
Untuk perlindungan Konsumen dan
masyarakat, OJK berwenang melakukan
pembelaan
hukum,
yang
meliputi
memerintahkan atau melakukan tindakan
tertentu kepada Lembaga Jasa Keuangan untuk
menyelesaikan pengaduan konsumen yang
dirugikan Lembaga Jasa Keuangan dimaksud.
OJK juga dapat mengajukan gugatan untuk
memperoleh kembali harta kekayaan milik

pihak yang dirugikan dari pihak yang


menyebabkan kerugian, baik yang berada di
bawah penguasaan pihak yang menyebabkan
kerugian
dimaksud
maupun
dibawah
penguasaan pihak lain dengan itikad tidak baik;
dan/atau untuk memperoleh ganti kerugian dari
pihak yang menyebabkan kerugian pada
konsumen dan/atau lembaga jasa keuangan
sebagai akibat dari pelanggaran atas peraturan
perundang-undangan di sektor jasa keuangan
(sitompul:357).
Dalam kaitan dengan tulisan yang di buat
dalam jurnal terdahulu terkait dengan
kefektifan dan keberfungsian lembaga OJK
yang akan melakukan tugas, fungsi dan
wewenanganya maka penulis melakukan
analisas komparatif terhadap pengalamanpengalaman lembaga serupa diberbagai negara
maju terkait dengan permasahan yang
dihadapinya terkait krisis ekonomi yang diikuti
trend Bank sentral beberapa negara antara lain
Inggris (1997), Jerman (1949), Jepang (1998)
yang menginginkan agar bank sentral
independen, bebas dari campur tangan pihak
manapun termasuk pemerintah. Ironisnya
beberapa negara termasuk Inggris sendiri
dengan Finansial Services Authority (FSA)nya telah gagal sehingga Bank Sentralnya
(Bank Of England
England)
kembali
diberikan akses kepada lembaga-lembaga
keuangan di negara tersebut. Perkembangan
terkini, pada tanggal 28 Oktober 2012 Bank Of
England bersama FSA menandatangai MOU
untuk mendirikan the Prudential Regulation
Authority (PRA) pada awal tahun 2013.
PRA adalah bagian dari dari Bank of
England(BoE) mempunyai wewenang yang
luas. Selain mengawasi bank juga perusahaan
asuransi dan perusahaan-perusahaan yang
bergerak di bidang investasi. Tujuan
pembentukan model regulasi ini untuk menjudgement risiko kunci yang ada pada
perusahaan-perusahaan itu sehingga kondisi
yang tidak diingatkan dapat diketahui sejak
dini, bahkan seandainya menemui kegagalan
dapat segera diselesaikan.
Tujuan dibentuknya OJK yaitu untuk
mengatasi kompleksitas keuangan global dari
5

ancaman
krisis,
menghilangkan
penyalahgunaan kekuasaan, dan mencari
efisiensi di sektor perbankan dan Jasa keuangan
lainnya. Namun demikian, perlu dipahami
bahwa sesungguhnya pembentukan lembaga
sejenis OJK ini sudah banyak dipraktekkan di
Negara lain, dan berbagai studi dan riset
perbandingan
menunjukkan
bahwa
:
pembentukan OJK tidak membawa dampak
signifikan terhadap kehidupan perbankan dan
Jasa keuangan lainnya. Mengapa Negaranegara yang telah membentuk OJK justru
membubarkannya (Murdadi:36).
Dari beberapa kenyataan yang terjadi
di berbagai negara yang dipaparkan dalam
jurnal (Murdadi:37-38), dapat disimpulkan
bahwa pembentukan lembaga sejenis OJK blm
sepenuhnya efektif, malah akan menjadi kritik
bermasalah dalam keindependensian lembaga
tersebut. Maka harus terjadi koordinasi yang
baik serta Good Corporate Governance dalam
dunia Perbankan dan Jasa Keuangan lainnya.
Terdapat empat komponen utama yang
diperlukan dalam konsep Good Corporate
Governance, yaitu fairness, transparency,
accountability, dan responsibility. Keempat
komponen tersebut penting karena penerapan
prinsip Good Corporate Governance secara
konsisten terbukti dapat meningkatkan kualitas
dan juga dapat menjadi penghambat aktivitas
rekayasa kinerja entitas. Yang mengakibatkan
rendahnya kualitas yang dihasilkan terhadap
laporan fundamental suatu entitas. Dari
berbagai hasil penelitian lembaga independen
menunjukkan bahwa pelaksanan Corporate
Governance di Indonesia masih sangat rendah.
OJK yang sudah terbentuk merupakan
amanah dari UU Nomor 21 Tahun 2011 OJK,
dan harus dikaji ulang terkait dengan lembaga
yang baru dengan fungsi pengawasannya, maka
OJK diharapkan prioritas fokus terhadap
penerapan good corporate Governane bagi
OJK sendiri maupun lembaga yang diawasinya.
Sesuai dengan UU No 21 tahun 2011
tentang OJK pasal 34 (b) ditetapkan bahwa;
Anggaran OJK bersumber dari APBN
dan/atau
pungutan
dari
pihak
yang
melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan, ini

menandakan bahwa ada sesuatu hal yang baru


pada lembaga ini dibandingakn dengan
lembaga sebelumnya yaitu Bank Indonesia, ini
bisa terjadi pembiasan makna indepedent dari
lembaga OJK tersebut sehingga timbul conflict
of interest, sehingga dalam pengawasanya
besar kemungkinan terjadi subjektifitas
pengambilan keputusan serta penerapan
regulasi pun demikian dan oleh karena itu
disarankan
Anggaran
OJK
disamping
bersumber dari APBN ada anggaran-angaran
yang bersumber dari internal OJK dan sumber
lain yang tidak mengikat.
KESIMPULAN
1. Lembaga baru yang melakukan fungsi
pengawasan terhadap sektor jasa keuangan
disebut dengan Otoritas Jasa Keuangan atau
disingkat OJK sesuai dengan peralihan dari
Pasal 34 UU Nomor 3 tahun 2004 tentang
Perubahan atas UU Nomor 23 tahun 1999
tentang Bank Indonesia dan lahir dari
amanah UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang
OJK, sehingga BI sudah melimpahkan
pengawasan sektor Perbankan ke OJK
namun pada realitasnya belum sepenuhnya;
2. OJK merupakan lembaga independent yang
telah diatur oleh Undang-undang, dengan
demikian UU yang mengatur tentang
lembaga independent tersebut (OJK) mulai
akan diterapkan tanggal 1 Januari 2013;
3. Bekaitan dengan Independensi kelembagaan
OJK menuai kritik disebabkan oleh sumber
kekuatan hukum yang menjadi dasar
lahirnya OJK yang tidak bersumber
langsung dari UUD 1945 sehingga menjadi
kontradiktif dengan amanah UUD Pasal 23D
namun dalam Pasal 23D hasil amandemen
ketiga tersebut disebutkan bahwa Negara
memiliki Bank Sentral yang susunan,
kedudukan, kewenangan, tanggung jawab
dan independensinya diatur dengan Undangundang, Jelas disini urgensi Hukum terkait
sumber hukum kelembagaan lebih kuat BI
ketimbang OJK.
4. Penyidikan merupakan wewenang yang baru
yang dimiliki oleh lembaga independen
seperti (OJK) namun tidak dimilki oleh BI
6

5.

6.

7.

8.

didalam melakukan pengawasan terhadap


sektor Perbankan.Penyidikan yang menjadi
wewenang OJK nampaknya akan terjadi
tumpang tindih antara pihak kepolisian dan
KPK,sehingga akan terjadi
perebutan
penyidikan Pidana OJK, namun dengan
adanya koordinasi diantara ketiga lembaga
tersebut serta menjalin kerja sama yang baik
didalam perkara peyidikan,disamping akan
mengoptimal kinerja penyidikan namun
akan berdampak terhadap anggaran
operasional
OJK
sehingga
beban
operasional penyidikan OJK menjadi besar.
Prioritas yang tak kalah penting sesuai
dengan amanah UU OJK Pasal 28 yaitu
menetapkan
Perlindungan
terhadap
Konsumen.OJK akan melakukan tindak
pencegahan dan tindakan prefentif yang
merugikan konsumen baik dalam transaksi
Pasar Modal, Perbankan maupun Jasa
Keuangan lainnya.
Pembiasaan makna Independensi OJK,
terkait dengan Pungutan Fee terhadap
perusahaan jasa keuangan, dan akan
menimbulkan conflict of interest dalam
pengambilan kebijakan dan penyusunan
regulasi yang dilakukan OJK.
Sesuai dengan Pengalaman negara maju
yang telah membentuk lembaga yang sama
maka Pengakajian ulang terhadap OJK tentu
harus dilakukan terkait dengan lembaga
yang baru, sehingga diharapkan OJK harus
tetap fokus terhadap penerapan Good
Corporate Governance dalam melakukan
fungsi pengawasannya.
Dengan lahirnya OJK, maka kegiatan Jasa
Keuangan di sektor Perbankan, Sektor Pasar
Modal, dan Sektor Jasa Keuangan lainnya
dibawah pengawasan dan pengaturan
lembaga Independent tersebut sesuai dengan
Perundang-undangan yang berlaku.

DAFTAR PUSTAKA

industrikeuangan.html.05Maret 2013
(16:32).
Kasmir. 2008. Bank dan lembaga keuangan
lainnya.Rajawali Press. Jakarta
Murdadi, B. 2012. Otorisasi Jasa Keuangan
(OJK) Pengawas Keuangan yang Baru
yang Memilki Kewenangan Penyidikan.
Jurnal Value Aded FE UMS 8 (2): 32-46.
Rahyani, W, S. 2012.Indenpedensi Otoritas
Jasa Keuangan dalam Perpektif UndangUndang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang
Otoritas Jasa Keuangan.Jurnal Legislasi
9 (3) : 361-372.
Sitompul, Z. 2012. Konsepsi dan Transformasi
Otorisasi Jasa Keuangan.Jurnal Legislasi
Indonesia 9 (3):343-360.
Soetiyono, K.S. 2013. OJK Akan Menindak
Lanjuti semua Pengaduan Masyarakat,
Kecuali
Pengaduan
Mengenai
Perbankan yang akan di Teruskan ke BI
Karena saat ini Pengawasan Perbankan
Masih Ada di BI. Edukasi Konsumen.
Agustus. Halaman 17. Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3
Tahun 2003 Bank Indonesia. 15 Januari
2004. Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 7. Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
21 Tahun 2011 Otoritas Jasa Keuangan.
Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2011 Nomor 5253. Jakarta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8
Tahun 1995 Pasar Modal. Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1995
Nomor 3608. Jakarta.
Wiriadinata, W. (2012).Masalah Penyidik
dalam Tindak Pidana Keuangan di
Indonesia.Jurnal Legislasi 9 (3) : 395412.

Hadad, M.D 2013. Kewenangan Otorisasi


Jasa Keuangan di Perluas ke Industri
Keuangan.http://www.beritasatu.com
/ekonomi/90414-kewenangan
ojkdiperluas-ke
7

Anda mungkin juga menyukai