Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Persalinan merupakan kejadian fisiologi yang normal dialami oleh
seorang ibu berupa pengeluaran hasil konsepsi yang hidup di dalam
uterus melalui vagina ke dunia luar. Setiap wanita menginginkan
persalinannya berjalan lancar dan dapat melahirkan bayi yang sempurna.
Proses persalinan yang sedang dihadapi seorang ibu kadang-kadang
mengalami hambatan dan harus dilakukan dengan operasi, baik karena
pertimbangan untuk menyelamatkan ibu dan janinnya ataupun keinginan
pribadi pasien (Kasdu, 2003).
Cara persalinan terbagi menjadi dua, yaitu persalinan lewat vagina,
lebih dikenal dengan persalinan normal atau alami dan persalinan Sectio
caesaria, yaitu bayi dikeluarkan lewat pembedahan perut (Kasdu, 2003).
Pertolongan persalinan Sectio caesarea adalah pembedahan untuk
melahirkan

janin

dengan

membuka

dinding

rahim, namun

pada

kenyataannya masih sering terjadi komplikasi pada ibu post partum


seperti; infeksi puerperal, perdarahan, luka pada kandung kencing,
embolisme paru-paru, ruptur uteri dan juga dapat terjadi pada bayi seperti
kematian perinatal (Mansjoer, 1999).
Kasus persalinan dengan Sectio caesarea semakin banyak dilakukan
dan semakin tinggi tingkat keberhasilannya, walaupun tetap dipandang
sebagai suatu upaya terakhir, saat ini Sectio caesarea sudah menjadi
sesuatu yang umum (Kasdu, 2003). Sectio caesarea jauh lebih aman
dibandingkan masa dahulu berkat kemajuan dalam antibiotika, transfusi
1

darah, anestesi, dan tekhnik operasi yang lebih sempurna. Hal tersebut
menimbulkan adanya kecenderungan untuk melakukan operasi tanpa
dasar indikasi yang cukup kuat (Muchtar,2005).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa persalinan
dengan Sectio caesarea adalah sekitar 10-15% dari semua proses
persalinan di negara-negara berkembang. Di Indonesia sendiri, presentasi
Sectio caesarea sekitar 5%. Kematian ibu akibat Sectio caesarea itu
sendiri menunjukkan angka 1 per 1.000 persalinan. Menurut Bensons dan
Pernolls (2007), angka kematian neonatus pada Sectio caesarea adalah
40-80 tiap 100.000 kelahiran hidup. Angka ini menunjukkan risiko 25 kali
lebih besar di banding persalinan pervagina. Sectio caesarea memiliki
resiko infeksi 80 kali lebih tinggi dibanding dengan persalinan pervaginam.
Komplikasi tindakan anestesi sekitar 10% dari seluruh angka kematian ibu
(Farrer, 2010)
Hasil laporan Departemen Kesehatan Amerika Serikat tahun 2009,
sebanyak 25% dari angka kelahiran tercatat pada tahun itu merupakan
persalinan Secio caesarea. Didunia, sectio caesarea yang paling rendah
terdapat di Negara-negara kawasan eropa timur seperti Hongaria berkisar
20%, sedangkan angka tertinggi terdapat di Brasil yakni 50% dari angka
kelahiran di suatu rumah sakit (obstetric Fisiologi,2005).
Sejak tahun 1986 di Amerika satu dari empat persalinan diakhiri
dengan section caesarea pada tahun 1987 meningkat menjadi 17,5%.
Dari tahun 1865 sampai 1988, angka persalinan Sectio caesarea di
Amerika Serikat meningkat progresif dari hanya 4,5% menjadi 25%.
Sebagian besar peningkatan ini terjadi sekitar tahun 1970-an dan tahun
1980-an di seluruh negara barat. Pada tahun 2002 mencapai 26,1%,
angka tertinggi yang pernah tercatat di Amerika Serikat ( harry & Kadek,
2006)

Angka persalinan dengan Sectio caesarea di Indonesia cukup tinggi


menurut survey yang dilakukan oleh Prof. Dr. Gulardi dan dr.A.
Basalamah, terhadap 64 rumah sakit di Jakarta menunjukkan dari 17.665
kelahiran, sebanyak 35,7-55,3% melahirkan dengan Sectio caesarea.
Sebanyak 19,5-27,3% di antaranya merupakan Sectio caesarea karena
adanya komplikasi Cephalopelvik Disproportion/CPD (ukuran lingkar
panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin). Berikutnya,
Sectio caesarea akibat perdarahan hebat yang terjadi selama persalinan
sebanyak 11,9-21% dan kelahiran Sectio caesarea karena janin sungsang
berkisar antara 4,3-8,7% (Kasdu, 2003).
Persalinan melalui Sectio caesarea tetap mengandung risiko dan
kerugian yang lebih besar seperti risiko kematian dan komplikasi yang
lebih besar seperti resiko kesakitan dan menghadapi masalah fisik pasca
Sectio caesarea seperti timbulnya rasa sakit, perdarahan, infeksi,
kelelahan, sakit punggung, sembelit dan gangguan tidur juga memiliki
masalah

secara

psikologis

karena

kehilangan

kesempatan

untuk

berinteraksi dengan bayi dan merawatnya (Depkes RI, 2006).


Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan pasca Sectio
caesarea adalah perawatan luka insisi, tempat perawatan pasca Sectio
caesarea, pemberian cairan, diit, nyeri, mobilisasi dini, kateterisasi,
pemberian obat-obatan dan perawatan rutin (Yuni, 2008). Mobilisasi dini
sebagai suatu usaha untuk mempercepat penyembuhan dari suatu injuri
atau penyakit tertentu yang telah merubah cara hidupnya yang normal.
Mobilisasi

secara

bertahap

sangat

berguna

membantu

jalannya

penyembuhan luka penderita. Miring ke kanan dan ke kiri sudah dapat


dimulai setelah 6-10 jam (Suzanne, 1999).

Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan sedini mungkin di


tempat tidur dengan melatih bagian-bagian tubuh untuk melakukan
peregangan atau belajar berjalan.
Menurut Kasdu ( Bariah, 2010) menyatakan mobilisasi dini dapat
dilakukan pada kondisi pasien yang membaik. Pasien yang mengalami
Sectio caesarea dianjurkan untuk tidak berdiam diri di tempat tidur tetapi
harus menggerakkan badan atau mobilisasi. Pada pasien post Sectio
caesarea 6 jam pertama dianjurkan untuk segera menggerakkan anggota
tubuhnya. Gerak tubuh yang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan,
tangan, kaki dan jari-jarinya agar kerja organ pencernaan segera kembali
normal. Mobilisasi segera secara bertahap sangat berguna untuk proses
penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi serta trombosis vena.
Bila terlalu dini melakukan mobilisasi dapat mempengaruhi penyembuhan
luka sectio caesarea. Jadi mobilisasi secara teratur dan bertahap yang
didikuti dengan latihan adalah hal yang paling dianjurkan.
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Prilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih baik dari pada prilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan dan melalui pendidikan seseorang dapat
meningkatkan

kematangan

intelektual

sehingga

dapat

membuat

keputusan yang lebih baik dalam bertindak dan berpengaruh pada


kesiapan seseorang.
Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2003), ada beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi prilaku seseorang. Salah satunya adalah tingkat
pengetahuan dan tingkat pendidikkan. tingkat Pengetahuan pasien dapat
diperoleh dari pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh perawat dengan
harapan

pengetahuan

tentang

kesehatan

lebih

baik,

sehingga

pengetahuan diharapkan berpengaruh terhadap perilaku. Pengetahuan

yang dimiliki akan berdampak pada perilaku yang positif begitu juga
tingkat dengan tingkat pendidikan, makin tinggi tingkat pendidikan
seseorang maka akan semakin mudah menerima informasi sehingga
banyak pula pengetahuan yang dimiliki karena pengetahuan dapat secara
tidak langsung membentuk dan merubah sikap seseorang.
Bila pasien mempunyai tingkat pengetahuan yang baik dan pendidikan
yang tinggi, maka pasien akan cenderung melakukan upaya atau
memperlihatkan perilaku yang positif demi kesembuhan dirinya seperti
minum obat yang teratur dan melakukan mobilisasi dini post sectio
caesarea

sesui petunjuk petugas kesehatan. Sebaliknya bila pasien

mempunyai pengetahuan yang kurang dan pendidikan yang rendah maka


pasien cenderung kurang dan kurang melakukan upaya penyembuhan
dan tidak memperlihatkan perilaku yang positif (Utami, 2003).
Berdasarkan penelitian yang dikemukakan oleh saifullah (2006),
mengatakan bahwa apabila seseorang memiliki pengetahuan pada tingkat
sedang,

maka perlu di beri bimbingan, sehingga orang tersebut akan

memahami akan tujuan, penyebab, gejala, dan tanda serta sumber dari
permasalahan tersebut.
Menurut hoeman (2011), pasien yang sudah diajarkan mengenai
gangguan-gangguan yang mungkin terjadi pasca sectio caesarea akan
mengalami peningkatan alternatif penanganan. Informasi mengenai apa
yang

diharapkan

memberanikan

selama

pasien

melakukan

untuk

tahapan

berpartisipasi

mobilisasi

secara

aktif

dapat
dalam

pengembangan dan penerapan perawatan.


Penelitian yang dilakukan Edi Purwanto (2010), menyebutkan bahwa
pengetahuan mempunyai hubungan yang bermakna dalam tindakan
mobilisasi dini, dimana hasil penelitian didapatkan bahwa pengetahuan
yang dimiliki oleh responden yang berada pada kategori kurang dapat
5

membuat ibu pasca section caesarea tidak melakukan mobilisasi dini


selama dirawat di rumah sakit.
Menurut Perry dan Potter (2006), salah satu variabel yang
mempengaruhi prilaku dan keyakinan tentang kesehatan adalah tingkat
pengetahuan atau intelektual. Variabel ini mempengaruhi pola pikir
seseorang, meliputi kemampuan kognitif membentuk cara berfikir
seseorang, kemampuan untuk mengerti faktor-faktor berpengaruh dalam
kondisi sakit dan untuk menerapkan pengetahuan tentang sehat dan sakit
dalam praktek kesehatan personal.
Penyembuhan luka dimulai sejak terjadinya cedera pada tubuh, kulit
yang utuh merupakan garis depan perlawanan terhadap masuknya
organisme. Luka memiliki tepi yang berlawanan , seperti pada luka
operasi akan sembuh dengan cepat dengan intensi pertama atau primer.
Rata-rata waktu penyembuhan luka terjadi pada fase proliferasi yaitu 6 3
minggu dimana pada masa ini akan terbentuk jaringan yang baru (Ruth
Johnson, 2005).
Sementara itu menurut penelitian di Rumah Sakit Umum Zainoel
Abidin Banda Aceh menunjukkan selama 3 tahun pengamatan tercapai
total 3151 persalinan yang terdiri dari 1954 persalinan pervaginam dan
1197

persalinan

perabdominam

.Indikasi

Sectio

caesarea

sangat

bervariasi dengan indikasi riwayat Sectio caesarea sebelumnya sebanyak


158 kasus atau 13%. Dari jumlah tersebut 65 orang ibu (5,4%) yang
mengalami infeksi saat persalinan dengan Sectio caesarea.
Fenomena lain yang tampak pada saat peneliti melakukan
pengamatan terhadap ibu post Sectio caesarea di Ruang Kebidanan
Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin pada bulan januari tahun 2012 adalah
masih banyak ditemui ibu-ibu yang tidak mengetahui tentang pentingnya
melakukan mobilisasi dini setelah melakukan persalinan dengan Sectio
6

caesarea atau persalinan dengan komplikasi, selain itu masih tingginya


kepercayaan ibu-ibu hamil terhadap mitos-mitos yang ada di masyarakat
seperti; tidak boleh banyak bergerak karena melawan pantangan dan
makanan yang dikonsumsi tidak boleh berasal dari ikan-ikan laut.
Berdasarkan latar belakang dan fenomena tersebut di atas, peneliti
merasa tertarik untuk mengetahui Hubungan tingkat pengetahuan ibu dan
Mobilisasi Dini dengan Proses Penyembuhan Luka Sectio caesarea di
Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin tahun 2012.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka yang menjadi
perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah ada hubungan
antara tingkat pengetahuan ibu dan mobilisasi dini dengan proses
penyembuhan luka Sectio caesarea di Ruang Kebidanan Rumah Sakit
Umum Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2012.

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan dan mobilisasi dini
dengan proses penyembuhan luka Sectio caesarea di Ruang kebidanan
Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin tahun 2012.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan

pengetahuan ibu dengan proses

penyembuhan luka
b. Untuk mengetahui hubungan mobilisasi dini dengan proses
penyembuhan luka

D. Keaslian Penelitian
Penelitian ini sudah pernah diteliti sebelumnya oleh :
1. Hernalina tahun 2011 melakukan penelitian dengan judul gambaran
tingkat pengetahuan dan sikap ibu tentang mobilisasi dini pada ibu
post Sectio caesarea di RSIA Banda Aceh. Jenis dan desain penelitian
yaitu dekriptif Eksploratif dengan pendekatan cross sectional, populasi
dan sampel semua ibu post partum dengan Sectio caesarea. Hasil
penelitiannya yaitu Pengetahuan dan sikap ibu post partum di uang
kebidanan RSIA Banda Aceh belum optimal.
2. Febriana Dian Ps tahun 2010 melakukan penelitian dengan judul
Hubungan tingkat pengetahuan dengan pelaksanaan mobilisasi dini
ibu post partum dengan Sectio caesarea di RSUD Aji Barang. Jenis
dan desain penelitian yaitu deskriptif korelatif dengan pendekatan
cross sectional. Hasil penelitiannya yaitu ada hubungan yang
bermakna antara tingkat pengetahuan ibu dengan pelaksanaan
mobilisasi pada ibu post Sectio caesarea.
Dari data diatas Perbedaannya terletak pada variabel yang diteliti ,
jenis penelitian , rancangan penelitian, tempat dan waktu penelitian

E. Manfaat Penelitian
Dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat
bagi semua pihak yang terkait, antara lain:
1. Bagi Penulis
Untuk menerapkan disiplin ilmu yang telah diperoleh dan dapat
menambah wawasan dan pengalaman dalam melakukan penelitian.
2. Bagi Ruang kebidanan RSUZA
Sebagai bahan masukan bagi Ruang kebidanan Rumah Sakit Umum
Zainoel Abidin untuk dapat mengoptimalkan sistem penatalaksanaan
dan perawatan pada ibu post Sectio caesarea dalam tindakan
mobilisasi dini.
3. Bagi Institusi Pendidikkan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu
bahan bacaan diperpustakaan dan dapat dijadikan bahan masukan
bagi mahasiswa lain dalam melakukan penelitian selanjutnya.
4. Bagi Peneliti yang lain
Untuk dijadikan sebagai bahan masukan dalam melakukan riset di
bidang kesehatan yang selanjutnya akan dibuat dalam bentuk yang
lebih komprehensif mengenai perawatan pada pasien pasca Sectio
caesarea sehingga asuhan dapat dilakukan secara optimal
5. Bagi Responden
Sebagai bahan informasi mengenai mobilisasi dini bagi ibu-ibu pasca
sectio caesarea
9

10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sectio Caesarea
1. Pengertian Sectio caesarea
Istilah Sectio caesarea berasal dari perkataan Latin caedere yang
artinya memotong. Pengertian ini sering dijumpai dalam roman law (lex
regia) dan emperors law (lex caesarea) yaitu undang-undang yang
menghendaki supaya janin dalam kandungan ibu-ibu yang meninggal
harus dikeluarkan dari dalam rahim (Muchtar, 2001).
Sectio caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan anak
lewat insisi pada dinding abdomnen dan uterus (Oxorn, 2010), Sectio
caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan
pada

dinding

abdomen

(laparatomi)

dan

di

dinding

uterus

(histerektomi)melalui dinding depan perut atau vagina. (William, 2009),


suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui insisi pada
dinding perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh
serta berat janin diatas 500 gram (Prawiharto, 2004). Sedangkan menurut
Mukhtar (2001) Sectio caesarea adalah proses persalinan yang dilakukan
den gan cara mengiris perut hingga rahim seorang ibu untuk
mengeluarkan bayi ,lahirnya janin plasenta dan selaput ketuban melalui
irisan yang dibuat pada dinding perut dan rahim.
2. Jenis-jenis Sectio caesarea
a. Sectio caesarea Transperitoneal

11

1) Sectio caesarea klasik atau korporal yaitu dengan melakukan


sayatan vertikal sehingga memungkinkan ruangan yang lebih baik
untuk jalan keluar bayi; 2) Sectio caesarea ismika atau profunda
yaitu dengan melakukan sayatan/insisi melintang dari kiri ke kanan
pada segmen bawah rahim dan diatas tulang kemaluan.

b. Sectio Caesarea Ekstraperitonealis


Yaitu tanpa membuka peritonium parietalis, dengan demikian
tidak membuka kavum abdominal (Muchtar, 2001).
3. Indikasi Sectio Caesarea
Indikasi dari Sectio caesarea adalah Plasenta previa, terutama
plasenta previa totalis dan subtotalis, Panggul sempit, Ruptura uteri
mengancam, Partus lama, Tumor yang menghalangi jalan lahir,
Kelainan letak/bayi besar, Keadaan dimana usaha-usaha untuk
melahirkan anak pervasinam gagal, Kematian janin, Komplikasi
preeklampsia dan hipertensi.
4. Komplikasi Sectio Caesarea
Kelahiran dengan Sectio caesarea bukan tanpa komplikasi, baik bagi
ibu maupun janinnya. Morbiditas pada Sectio caesarea lebih besar
jika dibandingkan dengan persalinan pervaginam. Ancaman utama
bagi wanita yang menjalani Sectio caesarea berasal dari tindakan
anastesi, keadaan sepsis yang berat, serangan tromboemboli dan
perlukaan pada traktus urinarius, infeksi pada luka (Manuaba, 2003).

12

5. Penatalaksanaan medis post Sectio caesarea


Penata laksanaan medis post Sectio caesarea antara lain : Awasi
tanda-tanda vital sampai pasien sadar, Pemberian cairan dan diit,
Atasi nyeri yang ada, Mobilisasi secara dini dan bertahap,
Kateterisasi, Jaga kebersihan luka operasi, Berikan obat antibiotik dan
analgetik (Muchtar, 2001).
6. Penyembuhan Luka Pasca Sectio Caesarea
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi
dan memulihkan dirinya, peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak,
membersihkan sel dan benda asing dan perkembangan awal seluler
bagian dari proses penyembuhan. Proses penyembuhan terjadi secara
normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat
membantu untuk mendukung proses penyembuhan luka. Sebagai contoh
mobilisasi dini dapat membantu mempelancar kerja pompa jantung untuk
mensuplai aliran darah dari kearea luka dapat tercapai (taylor, 1997).
penyembuhan luka didefinisikan oleh wound healinng seciety (WHS)
sebagai suatu proses yang kompleks dan dinamis sebagai akibat dari
pengembalian kontinuitas dan fungsi anatomi.
a.

Komponen penyembuhan luka


Menurut Black & Jakobs (1997),

komponen penyembuhan luka

antara lain :
1. Kolagen; Kolagen secara normal ditemukan menghubungkan
jaringan, melintasi luka dengan bermacam sel. Kolagen adalah sel
yang paling penting pada penyembuhan fase proliferase karena
sintesisnya, kolagen sisa, elastin dan proteoglikan. Substansi ini
membangun kembali pertumbuhan jaringan.
13

2. Angiogenesis; Perkembangan dari pembuluh darah baru pada


luka kotor dapat didefinisikan selama pangkajian klinik. Awal tepi
luka berwarna merah terang dan mudah berdarah, selanjutnya
selama beberapa hari berubah jadi merah terang mmenjadi merah
gelap, dan secara microkopis angiogenesis dimulai beberapa jam
setelah perlukaan.
b.

Granulasi Jaringan
Sebuah matrik kolagen, kapilarisasi, dan sel mulai mengisi daerah

luka dengan kolagen baru membentuk sebuah scar, jaringan ini tumbuh
dari tepi luka ke dasar luka. Granulasi jaringan diisi dengan kapilarisasi
baru yang berwarna merah, tidak rata berbenjol halus, dan dikelilingi oleh
fibroblas dan makrofag. Makrofag melanjutkan untuk merawat luka dan
merangsang fibroblas dan proses angiogenesis, sebuah granulasi jaringan
mulai dibentuk dan proses epitalisasi terbentuk yang dimulai dengan:
1. Kontraksi Luka
Kontraksi luka adalah mekanisme dimana tepi menyatu sebagai
akibat

kekuatan

dalam

luka,

kontraksi

dihasilkan

dari

kerja

miofibroblas. Jembatan miofibroblast melintasi luka dan menarik tepi


luka untuk menutup luka.
2. Epitelisasi
Epitelisasi adalah migrasi dari Epitelisasi sel dari sekeliling kulit,
Epitelisasi juga melintasi folikel rambut di dermis dari luka yang
sembuh dengan secondary intention. Besarnya luka atau kedalaman
luka memerlukan skin graft, karena epidermal migrasi secara normal
dibatasi kira-kira 3 cm. Epitelisasi dapat dilihat pada granulasi luka
bersih, dan epitalisasi sel terbagi selanjutnya migrasi epitalisasi

14

bertemu dengan sel yang sama dari tepi luka yang llain dan migrasi
berhenti.
7. Fase penyembuhan luka
a. Fase inflamatori
Terjadi segera setelah luka 24 jam dan berakhir 3-4 hari,
dimana terjadi proses hemostasis (penghentian perdarahan), akibat
fase kontriksi pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi
pembuluh darah, endapan fibrin dan platelet yang menyiapkan
matrik fibrin yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel dan akan
menghubungkan jaringan.
b. Fase proliferasi
Fase ini berlangsung dari hari ke 3 atau 4 sampai hari ke- 21
setelah pembedahan. Fibroblas (menghubungkan sel-sel jaringan)
yang berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah
pembedahan, diawali dengan mensistesis kolagen dan substansi
dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 7 hari setelah terjadi luka.
Kalogen

dan

substansi

protein

yang

menambah

tegangan

permuakaan dari luka, sehingga jumlah kalogen yang meningkat


menambah kekuatan permukaan luka sehingga kecil kemungkinan
luka terbuka, selama waktu itu sebuah lapisan penyembuhan
nampak dibawah garis irisan luka. Meningkatnya aliran darah yang
memberika oksigen dan nutrisi yang diperlukan bagi kesembuhan
luka. Fibroblas berpindah dari pembuluh darah keluka membawa
fibrin,

seiring

perkembangan

kapilarisasi

jaringan

perlahan

berwarna merah dan disebut sebagai granulasi jaringan lunak,


tertutupnya permukaan luka, epitelisasi atau tepi luka terkelupas.
Menurut Schwarz (2000) menuliskan tentang tahap penyembuhan
15

luka pada fase proliferasi dan fibroplasia adalah fase penyembuhan


luka yang ditandai oleh sintesis kkalogen dimana sintesis kalogen
dimulai dalam 24 jam setelah cidera, namun tidak akan mencapai
puncaknya hingga 5 hari kemudian. Setelah 7 hari sintesis kalogen
akan

berkurang

secara

perlahan-lahan.

Remoddeling

luka

mengacu pada keseimbangan atara sintesis kalogen dan degradasi


kalogen, dimana pada saat serabut-serabut kalogen tua diuraikan
oleh kalogenase jaringan, serabut-serabut baru dibentuk dengan
kepadatan pengerutan yang makin bertambah sehingga proses ini
akan meningkatkan kekuatan potensial jaringan.
c. Fase maturasi
Fase ini dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun setelah
pembedahan. Fibroblast terus mensintesis kalogen, dan kalogen menjalin
dirinya menyatukan dalam struktur yang lebih kecil, kehilangan elastisitas
dan meninggalkan garis putih.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses kesembuhan luka: Ruth
Johnsn (2005), menuliskan faktor penyembuhan luka yaitu :
1) Faktor lokal yaitu : besar kecilnya luka, stres luka dan infeksi; 2)
Faktor umum yaitu : status nutrisi, usia pasien, obesitas, diabetes
militus, korti kosteroid, gangguan oksigenasi, obat-obatan; 3) Faktor
lain yaitu : gaya hidup dan mobilisasi (kozler, 1995).
Faktor yang mempersulit penyembuhan luka.
a. Timbulnya perdarahan
Sebagai akibat dari suatu kerusakan, dapat timbul ditempat
tempat berlemak yang kurang aliran darah. Pembuluh darah itu
dapat rusak pada tempat yang berlemak tadi, akibat dari
16

tegangan pada luka atau gerakan yang dipaksakan. Perdarahan


itu dapat terjadi diluar maupun didalam tubuh.
b. Adanya infeksi
Luka

menjadi

bahan

yang

subur

bagi

pertumbuhan

microorganisme, oleh karena itu cara perawatan luka harus


tertuju pada usaha untuk menghindari terjadinya pencemaran
luka atau sedapat mungkin membatasinya. Meskipun demikian
higiene luka merupakan satu-satunya faktor pada perawatan
luka menyebabkan timbulnya infeksi karena kondisi umum
pasien dan tempat terjadinya luka sangat menentukan dalam hal
ini.
c. Usia pasien
Pada anak-anak dan orang muda luka sembuh lebih cepat
dibandingkan pada orang tua.
d. Keadaan gizi
Pada penderita dengan gangguan gizi (misalnya malnutrisi,
defisiensi dan avitaminosis vitamin tertentu, anemia), luka
sembuh lebih lambat (sumiardi, 1996).
Menurut Sjamsuhidayat (1997) menuliskan penyebab luka dapat
terganggu oleh penyebab dari dalam tubuh sendiri (endogen) yaitu
gangguan koagulasi dan gangguan sistem imun, karena semua
pembekuan darah akan menghambat penyembuhan luka, sistem imun
juga dipengaruhi oleh kebutuhan nutrisi. Sedangkan penyebab luar
(eksogen) meliputi penyinaran sinar ionisasi yang akan mengganggu
mitosis dan merusak sel dengan akibat dini maupun lanjut

17

B. Pengetahuan
1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil tahu seseorang yang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca

indera

manusia,

yaitu

indera

penglihatan,

pandengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia


diperoleh

melalui

pendidikan,

pengalaman

diri

sendiri

maupun

pengalaman orang lain, media massa maupun lingkungan (Notoatmodjo,


2007).
Dalam pengertian lain pengetahuan adalah sebagai yang ditemui dan
diperoleh melalui suatu pengamatan. Pengetahuan muncul ketika
seseorang menggunakan indera atau akal pikirannya untuk mengendali
benda atau peristiwa tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan
sebelumnya.
Menurut Notoatmodjo (2007), bahwa seseorang mengambil perilaku
yang baru dalam dirinya, orang tersebut melakukan beberapa proses
tertentu yaitu:
a. Kesadaran (Awareness)
Dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih
dahulu terhadap stimulasi.
b. Merasa tertarik (Interest)
Seseorang tersebut merasa tertarik terhadap benda atau obyek yang
dilihatnya.

18

c. Menimbang-nimbang (Evaluation)
Menimbang-nimbang terhadap baik buruknya objek atau benda
tersebut bagi dirinya.
d. Mencoba (Trial)
Mulai

mencoba

perilaku

yang

baru

setelah

orang

tersebut

menerimanya.
e. Beradaptasi
Dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran terhadap benda atau obyek yang ia terima.
Berdasarkan beberapa definisi diatur bisa diambil kesimpulan bahwa
pengetahuan yang luas dapat diperoleh dari aktifitas manusia berupa
pengalaman mendengar dan membaca.
Menurut teori green dalam Notoatmojo (2003) menyatakan ada tiga
faktor yang mempengaruhi perilaku manusia yaitu internal (umur,
pengetahuan, sikap, tindakan, pendidikan, pendapatan). Faktor eksternal
(peran petugas kesehatan), faktor pendukung (ketersediaan sarana dan
fasilitas).
Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2003), ada beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi prilaku seseorang. Salah satunya adalah
tingkat pengetahuan dan tingkat pendidikkan Pengetahuan pasien dapat
diperoleh dari pendidikan kesehatan yang dilakukan oleh perawat dengan
harapan

pengetahuan

tentang

kesehatan

lebih

baik,

sehingga

pengetahuan diharapkan berpengaruh terhadap perilaku. Pengetahuan


yang dimiliki akan berdampak pada perilaku yang positif begitu juga
dengan tingkat pendidikan, makin tinggi tingkat pendidikan seseorang
19

maka akan semakin mudah menerima informasi sehingga banyak pula


pengetahuan yang dimiliki karena pengetahuan dapat secara tidak
langsung membentuk dan merubah sikap seseorang.
Bila pasien mempunyai tingkat pengetahuan yang baik dan pendidikan
yang tinggi, maka pasien akan cenderung melakukan upaya atau
memperlihatkan perilaku yang positif demi kesembuhan dirinya seperti
minum obat yang teratur dan melakukan mobilisasi dini post sectio
caesarea sesuai petunjuk petugas kesehatan. Sebaliknya bila pasien
mempunyai pengetahuan yang kurang dan pendidikan yang rendah maka
pasien cenderung kurang melakukan upaya penyembuhan dan tidak
memperlihatkan perilaku yang positif (Utami, 2003).
Menurut hoeman (2011), pasien yang sudah diajarkan mengenai
gangguan-gangguan yang mungkin terjadi pasca sectio caesarea akan
mengalami peningkatan alternatif penanganan. Informasi mengenai apa
yang

diharapkan

memberanikan

selama

pasien

melakukan

untuk

tahapan

berpartisipasi

mobilisasi

secara

aktif

dapat
dalam

pengembangan dan penerapan perawatan.


Penelitian yang dilakukan Edi Purwanto (2010), menyebutkan bahwa
pengetahuan mempunyai hubungan yang bermakna dalam tindakan
mobilisasi dini, dimana hasil penelitian didapatkan bahwa pengetahuan
yang dimiliki oleh responden yang berada pada kategori kurang dapat
membuat ibu pasca sectio caesarea tidak melakukan mobilisasi dini
selama dirawat di rumah sakit.
2.

Tingkat Pengetahuan
Tingkat pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang sedangkan perilaku akan bersifat


langgeng apabila didasari oleh pengetahuan dan kesadaran. Secara
20

terinci perilaku manusia merupakan reflkesi dari gejala kejiwaan yang


salah satunya adalah pengetahuan. Menurut Notoatmodjo (2007),
tingkatan pengetahuan dibagi menjadi 6 (enam) yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari
sebelumnya.

Termasuk

kedalam

pengetahuan

tingkat

ini

adalah

mengingat (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan


yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh karnea itu
tahu adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata
kerja untuk mengukur apakah orang tahu tentang apa yang dipelajari
antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan
sebagainya. Pada tahap ini ibu pasca sestio caesarea mengetahui
bagaimana perilaku mobilisasi dini.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami dapat diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan
secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan
materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek
atau

materi,

harus

dapat

menjelaskan,

menyebutkan

contoh,

menyimpulkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. Pada


tahap ini ibu pasca sectio caesarea mampu memahami dan menjelaskan
prilaku mobilisasi dini yang benar.
c. Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi atau yang sebenarnya.
Aplikasi ini bisa diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukumhukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau

21

situasi lain. Pada tahap ini ibu pasca sectio caesarea mampu melakukan
mobilisasi dini sediri.
d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjalankan materi obyek ke
dalam komponen-komponen tetapi masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja.
Dapat menggunakan (membuat bagan), membedakan, memisahkan,
mengelom-pokkan dan sebagainya. Pada tahap ini ibu pasca sectio
caesarea dapat menganalisis terhadap apa yang terjadi pada saat
mobilisasi dini.
e. Sintesis
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan dan
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun
formula

baru

dari

formulasi-formulasi

yang

ada.

Misalnya

dapat

menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori-teori atau rumusanrumusan yang telah ada. Pada tahap ini mobilisasi dini yang benar dapat
memberikan pengetahuan serta pengalaman yang berarti bagi ibu pasca
sectio caesarea.
f. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian
terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian terhadap suatu evaluasi
didasari suatu kinerja yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteriakriteria yang telah ada. Pada tahap ini ibu pasca sectio caesarea
melakukan penilaian terhadap mobilisasi dini yang telah dilakukan

22

sehingga akan memberikan arti penting pada ibu yang telah melakukan
mobilisasi dini.
Tetaplah disadari adanya kemungkinan bahwa seseorang belum tentu
bertindak atas dasar pengetahuan yang dimiliki, dan begitu pula
seseorang belum tentu bertindak sesuai dengan aturan-aturan yang
berlaku. Hal ini disebabkan oleh sistim kepribadian individu yang terbentuk
akibat pendidikan dan pengalaman (Notoatmodjo, 2003).
Meskipun petugas kesehatan menemukan suatu perilaku yang kurang
menguntungkan bagi kesehatan sering tidak mudah untuk melakukan
perubahan akibat telah tertanamnya keyakinan yang melandasi sikap dan
perilaku

secara

mendalam

pada

kebudayaan

komunitas

tersebut

(Notoatmodjo, 2003).
3.

Faktor-faktor faktor yang mempengaruhi


Mempengaruhi pengetahuan Menurut Sukanto (2002), faktor-faktor

yang mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah :


a. Tingkat pendidikan
Pendidikan

adalah

upaya

untuk

memberikan

pengetahuan

sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat.


b. Sosial ekonomi
Tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup
c. Informasi dan teknologi
Seseorang mempunyai sumber informasi yang lebih banyak akan
mempunyai pengetahuan yang lebih luas.

23

d. Budaya
Tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi
kebutuhan yang meliputi sikap dan kepercayaan.
e. Pengalaman
Suatu

yang

pernah

dialami

seseorang

akan

menambah

pengalaman.
4.

Sumber pengetahuan
Pengetahuan seseorang diperoleh dari pengalaman dari berbagai

sumber, misalnya : media massa, media elektronik, buku petunjuk,


petugas kesehatan, media poster, kerabat dekat, dsb. Pengetahuan
sangat

berhubungan

dengan

pendidikan,

sedangkan

pendidikan

merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang sangat dibutuhkan


untuk mengembangkan diri. Semakin tinggi pendidikan, semakin mudah
menerima

serta

mengembangkan

pengetahuan

dan

tekhnologi

(Notoatmodjo, 2007).
Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan cara wawancara
atau lewat angket yang menanyakan tentang suatu materi yang ingin di
ukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2007).
Pengukuran dapat di kategorikan menjadi 3 yaitu (Arikunto, 2000) :
a. Pengetahuan baik 76 100%
b. Pengetahuan cukup 56 75%
c. Pengetahuan kurang <55%
24

C. Mobilisasi Dini Ibu Post Sectio Caesarea


1. Pengertian
Mobilisasi

dini

adalah

kebijaksanaan

untuk

selekas

mungkin

membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya


selekas mungkin berjalan (Mubarak, 2007).
Menurut Carpenito (2000), Mobilisasi dini merupakan suatu aspek
yang terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk
mempertahankan kemandirian. Dari Kedua definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa mobilisasi dini adalah suatu upaya mempertahankan
kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk
mempertahankan fungsi fisiologis.
Mobilisasi mengacu pada kemampuan seseorang untuk bergerak
dengan bebas dan imobilisasi mengacu pada ketidakmampuan seseorang
untuk bergerak dengan bebas. Mobilisasi dan imobilisasi berada pada
suatu rentang dengan banyak tingkatan imobilisasi parsial. Beberapa klien
mengalami kemunduran dan selanjutnya berada di antara rentang
mobilisasi-imobilisasi, tetapi pada klien lain, berada pada kondisi
imobilisasi mutlak dan berlanjut sampai jangka waktu tidak terbatas
(Carpenito 2000).
Mobilisasi dini merupakan faktor yang menonjol dalam mempercepat
pemulihan pasca bedah dan dapat mencegah komplikasi pasca bedah.
Banyak keuntungan bisa diraih dari latihan ditempat tidur dan berjalan
pada periode dini pasca bedah. Mobilisasi sangat penting dalam
percepatan hari rawat dan mengurangi resiko-resiko karena tirah baring
lama seperti terjadinya dekubitus, kekakuan/penegangan otot-otot di

25

seluruh tubuh dan sirkulasi darah dan pernapasan terganggu, juga adanya
gangguan peristaltik maupun berkemih. Sering kali dengan keluhan nyeri
di daeah operasi klien tidak mau melakukan mobilisasi ataupun dengan
alasan takut jahitan lepas klien tidak berani merubah posisi. Disinilah
peran perawat sebagai edukator dan motivator kepada klien sehingga
klien tidak mengalami suatu komplikasi yang tidak diinginkan (Kasdu
2003).
Konsep mobilisasi mulamula berasal dari ambulasi dini yang
merupakan pengembalian secara berangsurangsur ke tahap mobilisasi
sebelumnya untuk mencegah komplikasi Sedangkan mobilisasi ibu post
partum adalah suatu pergerakan, posisi atau adanya kegiatan yang
dilakukan ibu setelah beberapa jam melahirkan dengan persalianan
Sectio caesarea (Roper, 2000).
2. Macam Mobilisasi Dini
Macam-macam mobilisasi dini menurut Fizari (2009) antara lain:
a. Mobilisasi dini penuh yaitu seluruh anggota yang sudah ditentukan
dapat melakukan mobilisasi secara normal. Mobilisasi penuh
mempunyai peranan penting dalam menjaga kesehatan baik
secara fisiologis maupun psikologis.
b. Mobilisasi sebagian yaitu sebagian dari anggota badan yang dapat
melakukan mobilisasi secara normal.
3.

Rentang Gerak Dalam Mobilisasi


Menurut Carpenito (2000) dalam mobilisasi terdapat tiga
rentang gerak yaitu :

26

a. Rentang gerak pasif; Rentang gerak pasif ini berguna untuk


menjaga

kelenturan

otot-otot

dan

persendian

dengan

menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat


mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
b. Rentang gerak aktif ; Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan
otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara
aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan kakinya.
c. Rentang gerak fungsional;

Berguna untuk memperkuat otot-otot

dan sendi dengan melakukan aktifitas yang diperlukan.


3.

Manfaat Mobilisasi Dini


Manfaat Mobilisasi Dini Menurut Mochtar (1995), manfaat mobilisasi

bagi ibu post Sectio caesarea adalah :


a.

Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation.


Dengan bergerak, otot otot perut dan panggul akan kembali normal
sehingga otot perutnya menjadi kuat kembali dan dapat mengurangi
rasa sakit dengan demikian ibu merasa sehat dan membantu
memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan. Faal usus dan
kandung kencing lebih baik. Dengan bergerak akan merangsang
peristaltik

usus

kembali

normal.

Aktifitas

ini

juga

membantu

mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti semula.


b.

Mobilisasi dini memungkinkan kita mengajarkan segera untuk ibu


merawat anaknya. Perubahan yang terjadi pada ibu pasca operasi akan
cepat pulih misalnya kontraksi uterus, dengan demikian ibu akan cepat
merasa sehat dan bisa merawat anaknya dengan cepat.

27

c.

Mencegah

terjadinya

trombosis

dan

tromboemboli,

dengan

mobilisasi sirkulasi darah normal/lancar sehingga resiko terjadinya


trombosis dan tromboemboli dapat dihindarkan.
Kerugian Bila Tidak Melakukan Mobilisasi : a) Peningkatan suhu tubuh.
Karena adanya involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa darah
tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi dan salah satu dari
tanda infeksi adalah peningkatan suhu tubuh; b) Perdarahan yang
abnormal. Dengan mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik sehingga
fundus uteri keras, maka resiko perdarahan yang abnormal dapat
dihindarkan, karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh
darah yang terbuka; c) Involusi uterus yang tidak baik. Tidak dilakukan
mobilisasi secara dini akan menghambat pengeluaran darah dan sisa
plasenta sehingga menyebabkan terganggunya kontraksi uterus.
4. Tahap-tahap Mobilisasi Dini :
Menurut Kasdu (2003) mobilisasi dini dilakukan secara bertahap
berikut ini akan dijelaskan tahap mobilisasi dini pada ibu post Sectio
caesarea :
a. Setelah operasi, pada 6 jam pertama ibu pasca Sectio caesarea
harus tirah baring dulu. Mobilisasi dini yang bisa dilakukan adalah
menggerakkan lengan, tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan
memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot
betis serta menekuk dan menggeser kaki.
b. Setelah 6-10 jam, ibu diharuskan untuk dapat miring kekiri dan
kekanan mencegah trombosis dan trombo emboli.
c. Setelah 24 jam ibu dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk
duduk.

28

d. Setelah ibu dapat duduk, dianjurkan ibu belajar berjalan


5.

Pelaksanaan Mobilisasi Dini


a. Hari ke 1 : Berbaring miring ke kanan dan ke kiri yang dapat dimulai
sejak 6-10 jam setelah penderita / ibu sadar dan melakukan Latihan
b. Hari ke 2 bernafas sambil tidur terlentang sedini mungkin setelah
sadar. Ibu dapat duduk 5 menit dan minta untuk bernafas dalamdalam lalu menghembuskannya disertai batuk- batuk kecil yang
gunanya untuk melonggarkan pernafasan dan sekaligus
menumbuhkan kepercayaan pada diri ibu/penderita bahwa ia mulai
pulih. Kemudian posisi tidur terlentang dirubah menjadi setengah
duduk. Selanjutnya secara berturut-turut, hari demi hari
penderita/ibu yang sudah melahirkan dianjurkan belajar duduk
selama sehari.
c. Hari ke 3 sampai 5 : belajar berjalan kemudian berjalan sendiri pada
hari ke 3 setelah operasi. Mobilisasi secara teratur dan bertahap
serta diikuti dengan istirahat dapat membantu penyembuhan ibu.

6.

Indikator pemulihan pasca sectio caesaria


Hari ketiga sampai kelima setelah operasi ibu diperbolehkan pulang ke
rumah apabila tidak terjadi komplikasi. Perkembangan kesembuhan ibu
pasca Sectio caesarea dapat dilihat dari hari ke hari. Hari kedua setelah
operasi ibu berusaha buang air kecil sendiri tanpa bantuan kateter, dan
melakukannya di kamar mandi dengan dibantu keluarga.
Hari ketiga umumnya ibu baru akan buang air besar, dimana saat
awal setelah persainan ibu mengalami sembelit. Pada hari keempat lokia
pada ibu pasca Sectio caesarea normalnya 2x ganti doek/hari, perubahan
ini menunjukkan bahwa rahim berkontraksi yaitu mengalami proses untuk
29

kembali ke kondisi dan ukuran yang normal. Pada hari kelima fundus uteri
berada pada pertengahan pusat simfesis dan hari ketujuh setelah operasi
luka bekas sayatan mengering (kasdu, 2003).

D. Hubungan Pengetahuan dan Mobilisasi Dini dengan


Penyembuhan Luka Sectio Caesaria
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Prilaku yang
didasari oleh pengetahuan akan lebih baik dari pada prilaku yang tidak
didasari oleh pengetahuan, dan melalui pendidikan seseorang dapat
meningkatkan

kematangan

intelektual

sehingga

dapat

membuat

keputusan yang lebih baik dalam bertindak dan berpengaruh pada


kesiapan seseorang. Dalam hal ini petugas kesehatan ataupun perawat
dapat menjadi motivator dan memberikan akan manfaat ataupun
kegunaan dalam melakukan mobilisasi dini setelah Sectio caesarea.
Menurut teori green dalam Notoatmojo (2003) menyatakan ada tiga
faktor yang mempengaruhi perilaku manusia yaitu internal (umur,
pengetahuan, sikap, tindakan, pendidikan, pendapatan). Faktor eksternal
(peran petugas kesehatan), faktor pendukung (ketersediaan sarana dan
fasilitas).
Pengetahuan pasien dapat diperoleh dari pendidikan kesehatan yang
dilakukan oleh perawat dengan harapan pengetahuan tentang kesehatan
lebih baik, sehingga pengetahuan diharapkan berpengaruh terhadap
perilaku. Pengetahuan yang dimiliki akan berdampak pada perilaku yang
positif begitu juga dengan tingkat pendidikan. Makin tinggi tingkat
pendidikan seseorang maka akan semakin mudah menerima informasi
sehingga banyak pula pengetahuan yang dimiliki karena pengetahuan
30

dapat secara tidak langsung membentuk dan merubah sikap seseorang.


Bila pasien mempunyai tingkat pengetahuan yang baik dan pendidikan
yang tinggi, maka pasien akan cenderung melakukan upaya atau
memperlihatkan perilaku yang positif demi kesembuhan dirinya seperti
minum obat yang teratur dan melakukan mobilisasi dini post sectio
caesarea

sesui petunjuk petugas kesehatan. Sebaliknya bila pasien

mempunyai pengetahuan yang kurang dan pendidikan yang rendah maka


pasien cenderung kurang dan kurang melakukan upaya penyembuhan
dan tidak memperlihatkan perilaku yang positif (Utami, 2003)
Menurut Hoeman 2011, pasien yang sudah diajarkan mengenai
gangguan-gangguan yang mungkin terjadi pasca sectio caesarea akan
mengalami peningkatan alternative penanganan. Informasi melalui apa
yang

diharapkan

mmemberanikan

selama
ibu

melakukan

untuk

tahapan

berpartisipasi

mobilisasi

secara

aktif

dapat
dalam

pengembangan dan perawatan.


Berdasarkan penelitian yang dikemukakan oleh Saifullah (2006), yang
mengatakan bahwa apabila seseorang memiliki pengetahuan pada tingkat
sedang, maka perlu diberi bimbingan, sehingga orang tersebut akan
memahami akan tujuan, penyebab, gejala dan tanda serta sumber dari
permasalahan tersebut. Orang itu juga perlu diberikan motivator bagi
orang tersebut untuk dapat mencari informasi yang sebanyak-banyaknya
baik melalui artikel, buku-buku, majalah, surat kabar ataupun media
elektronik lainnya yang bertujuan agar dapat meningkatkan pengetahuan
seseorang ke tingkat yang lebih baik.
Penelitian yang dilakukan oleh Edi Purwanto (2010), menyebutkan
bahwa pengetahuan mempunyai hubungan yang bermakna dalam
tindakan memobilisasi pasien dimana hasil penelitian didapatkan bahwa
pengetahuan yang dimiliki responden yang berada pada kategori kurang

31

dapat membuat ibu post partu tidak memiliki mobilisasi dini pasca sectio
caesarea selama dirawat dirumah sakit.
Menurut Perry dan Potter (2006), salah satu variabel yang
mempengaruhi prilaku dan keyakinan tentang kesehatan adalah tingkat
pengetahuan atau intelektual, variabel ini mempengaruhi pola pikir
seseorang, meliputi kemampuan kognitif membentuk cara berfikir
seseorang, kemampuan untuk mengerti faktor-faktor berpengaruh dalam
kondisi sakit dan untuk menerapkan pengetahuan tentang sehat dan sakit
dalam praktek kesehatan personal.
Berdasarkan Teori Ruth Johnsn (2005), faktor-faktor penyembuhan
luka yaitu: Faktor lokal (besar kecilnya luka, stres luka dan infeksi), Faktor
umum (status nutrisi, usia pasien, obesitas, diabetes militus, korti
kosteroid, gangguan oksigenasi, obat-obatan), Faktor lain

(gaya hidup

dan mobilisasi) kozler, (1995)


Menurut Hanafiah ( 2004), dengan melakukan mobilisasi dini dapat
memperlancar peredaran darah, mempercepat terjadinya platus dan
menghindari komplikasi lainnya. Tindakan imobilisasi dibantu oleh perawat
agar

pasien

mau

melakukan

tindakan

mobilisasi

dini

dengan

mengesampingkan rasa malas dan sedikit nyeri juga rumor yang


berpendapat bahwa jika banyak bergerak setelah operasi maka jahitan
operasi akan lepas.
Mobilisasi dapat meningkatkan curah jantung, menguatkan otot
jantung, menurunkan tekanan darah memperbaiki aliran balik vena,
meningkatkan frekuensi dan kedalaman pernafasan, meningkatkan
mobilitas lambung, meningkatkan produksi panas tubuh, meninngkatkan
masa otot, meningkatkan toleransi terhadap stres, perasaan lebih baik,
dan berkurangnya penyakit (Perry & Potter, 2006).

32

Menurut kasdu (2003) tujuan mobilisasi yaitu membantu proses


penyembuhan ibu yang telah melahirkan, untuk menghindari terjadinya
infeksi pada bekas luka sayatan setelah operasi sectio caesaria,
mengurangi resiko terjadinya konstipasi, mengurangi terjadinya dekubitus,
kekakuan atau penegangan otot-otot di seluruh tubuh, mengatasi
terjadinya gangguan sirkulasi darah, pernafasan, peristaltik maupun
berkemih.

E. Landasan teori dan Kerangka teori


1. Landasan Teori
Menurut teori green dalam Notoatmojo (2003) menyatakan ada tiga
faktor yang mempengaruhi perilaku manusia yaitu internal (umur,
pengetahuan, sikap, tindakan, pendidikan, pendapatan), Faktor eksternal
(peran petugas kesehatan), faktor pendukung (ketersediaan sarana dan
fasilitas).
Menurut Ruth Johnson (2005), faktor penyembuhan luka yaitu: Faktor
lokal (besar kecilnya luka, stres luka dan infeksi), Faktor umum (status
nutrisi, usia pasien, obesitas, diabetes militus, korti kosteroid, gangguan
oksigenasi, obat-obatan). Faktor lain (gaya hidup dan mobilisasi) kozier,
(1995)

2.

Kerangka Teori

Peran Petugas
Kesehatan

Umur, Pengetahuan,
Sikap, Tindakan,

33

Ketersediaan sarana dan


fasilitas

Mobilisasi Dini

Penyembuhan ;uka

Besar kecilnya luka,


stres luka, infeksi

Gaya hidup, mobilisasi

Keterangan :
: Yang diteliti
--------------

: Yang tidak diteliti

34

Status nutrisi, usia pasien,


obesitas, diabetes
mellitus,kortikosteroid,
gangguan oksigenasi,

Gambar 1. kerangka teori modifikasi dari teori Green dalam Notoatmodjo


(2003), Kozier (1995), dan Ruth Johnson (2005)

BAB III
KERANGKA KONSEP PENELITIAN

A. Kerangka konsep
Penelitian ini sesuai dengan teori Green dalam Notoatmodjo (2003)
menyatakan ada tiga faktor yang mempengaruhi perilaku manusia yaitu:
internal (umur, pengetahuan, sikap, tindakan, pendidikan, pendapatan).
Faktor

Internal

(peran

petugas

kesehatan),

faktor

pendukung

(ketersediaan sarana dan fasilitas) dimana adanya pengetahuan ibu


ditambah dengan peran petugas kesehatan dapat membantu ibu
melakukan mobilisasi dini untuk penyembuhan luka sectio caesarea. Dan

35

Teori Ruth Johnson (2005), faktor-faktor penyembuhan luka yaitu: Faktor


lokal (besar kecilnya luka, stres luka dan infeksi), Faktor umum (status
nutrisi, usia pasien, obesitas, diabetes militus, korti kosteroid, gangguan
oksigenasi, obat-obatan), Faktor lain (gaya hidup dan mobilisasi) kozier,
(1995).
Karena keterbatasan waktu dan dana, peneliti tidak melakukan
penelitian pada seluruh faktor-faktor tersebut diatas. Peneliti hanya
meneliti tentang hubungan pengetahuan dan mobilisasi dini sebagai
variabel independent dan penyembuhan luka Sectio caesarea sebagai
variabel dependent. Lebih jelas dapat dilihat pada kerangka konsep di
bawah ini.

Independent

Dependent

Tingkat Pengetahuan
Penyembuhan Luka
Mobilisasi Dini

Gambar 3.1 Kerangka Konsep


B. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

36

1. Ada hubungan antara tingkat pengetahuan dengan penyembuhan luka


Sectio caesarea di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin Banda Aceh
2. Ada hubungan antara pelaksanaan mobilisasi dini ibu dengan
penyembuhan luka Sectio caesarea

C. Definisi Operasional
1. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah penyembuhan luka sectio
caesarea yaitu fase dimana tubuh yang sehat mempunyai kemampuan
alami untuk melindungi dan memulihkan fungsi jaringan yang rusak
kemudian diganti dengan jaringan yang baru. cara ukurnya dengan
observasi dengan penilaian : sembuh apabila pada hari ke-10 luka dalam
keadaan kering, tertutup dan tidak ada tanda-tanda inflamasi , dan tidak
sembuh apabila pada hari ke-10 luka dalam keadaan basah, terbuka, ada
tanda-tanda inflamasi atau mengeluarkan cairan purulent. Alat ukur yang
dipakai menggunakan ceklist, dengan hasil ukur sembuh dan tidak
sembuh , skala ukur yang dipakai adalah Nominal.
2. Variabel bebas
a. Tingkat pengetahuan yaitu wawasan yang dimiliki ibu tentang
mobilisasi dini sectio caesarea .Diukur dengan kuesioner yang berisi
20 item pertanyaan tentang mobilisasi dini, menggunakan pilihan
jawaban benar salah, hasil skor diprosentasikan kemudian dibagi
menjadi 3 kategori yaitu; Baik: bila responden menjawab dengan
benar 56-100%, Kurang: bila responden menjawab benar <55 %.
Alat ukur yang dipakai kuesioner dengan tehnik wawancara, hasil
ukurnya : Baik, Kurang, skala ukur yang dipakai adalah Ordinal.
37

b. Pelaksanaan mobilisasi pasca sectio caesarea yaitu responden


melaksanakan suatu kegiatan, posisi yang dilakukan ibu ditempat
tidur setelah 6-10 jam pertama pasca sectio caesarea. cara ukurnya
dengan observasi menggunakan jawaban Ya dan Tidak. Ya apabila
ibu melakukan pergerakan lengan, tangan, ujung jari, memutar
pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis,
menekuk dan menggeser kaki serta miring kiri miring kanan atau
melakukan gerakan >50% dari gerakan diatas, Tidak jika ibu tidak
melakukan

pergerakan

lengan,

tangan,

ujung

jari,

memutar

pergelangan kaki, mengangkat tumit, menegangkan otot betis,


menekuk dan menggeser kaki serta miring kanan dan miring kiri,
atau melakukannya <50%. Alat ukur yang dipakai menggunakan
ceklist dengan hasil ukur Mobilisasi dini dan Tidak Mobilisasi dini
dengan skala ukur Nominal.

38

BAB IV
METODELOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipakai adalah Jenis analitik Observasional
dengan rancangan cross sectional yaitu pengukuran variable independent
dan dependent dilakukan satu waktu secara bersamaan (Saryono
&Setiawan, 2010)

39

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Lokasi penelitian adalah Ruang Kebidanan Rumah Sakit Umum Zainoel
Abidin Banda Aceh, dan telah dilaksanakan pada tanggal 01 sampai
dengan 12 september 2012.
C. Populasi dan sampel penelitian
1.

Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang melahirkan

secara sectio caesarea di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin Banda Aceh
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah semua ibu yang melahirkan
dengan sectio caesarea selama 2 minggu di Ruang Kebidanan RSUZA
sebanyak 35 orang. Cara pengambilan sampel yaitu dengan Accidental
sampling yaitu teknik penentuan sampel secara kebetulan, atau siapa saja
yang kebetulan bertemu dengan peneliti yang dianggap cocok dengan
karakteristik sampel yang ditentukan akan dijadikan sampel. Sampel
dalam penelitian ini adalah mereka yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria
inklusi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut ; 1) Ibu
dengan post operasi sectio caesarea;

2) Ibu dengan keadaan umum

composmentis; 3). Bersedia menjadi

responden. Sedangkan kriteria

eksklusinya adalah : sebagian subyek yang memenuhi kriteria inklusi yang


harus dikeluarkan dari penelitian karena berbagai sebab yang dapat
mempengaruhi hasil penelitian sehingga terjadi bias (Saryono, 2008).
Kriteria eklusinya adalah : 1). Ibu yang memiliki riwayat penyakit diabetes
mellitus, ibu dengan gizi buruk; 2). ibu yang tidak bersedia menjadi
responden.

40

D. Cara Pengumpulan Data


Pengumpulan data merupakan langkah awal dalam mendapatkan data
penelitian. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi.
Data pada penelitian ini adalah data primer
Data primer dalam penelitian ini didapatkan dari jawaban responden
atas kuesioner yang digunakan untuk mengetahui variabel tingkat
pengetahuan dan pelaksanaan mobilisasi dini ibu post partum dengan
sectio caesaria.
Sumber data untuk pelaksanaan mobilisasi dini ibu post partum tidak
hanya dari jawaban responden atas kuesioner, tetapi penulis juga
melakukan cross check dengan petugas yang menangani persalinannya.

E. Instrumen penelitian
Alat ukur yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah daftar
pertanyaan dalam bentuk kuesioner. Kuesioner yang diberikan berupa
pertanyaan tertutup dan dijawab langsung oleh responden tanpa
diwakilkan kepada orang lain.
Kuesioner terdiri dari 3 bagian, bagian pertama adalah kuesioner
untuk mengetahui karakteristik responden, yang meliputi nama, umur,
pekerjaan dan pendidikan. Kuesioner kedua adalah untuk mengetahui
tingkat pengetahuan ibu. Jumlah item kuesioner kedua adalah 10 item
dengan teknik pertanyaan tertutup dengan pilihan jawaban Benar-Salah.
Kuesioner ketiga dan keempat berbentuk cecklist yang diisi langsung oleh
peneliti dengan mengobservasi langsung pada responden apakah
melaksanakan

mobilisasi

dini

atau

kesembuhan luka pada ibu.


41

tidak dan bagaimana

proses

F. Teknik Pengolahan Data Dan Analisis Data


1.

Tehnik pengolahan Data


Kegiatan mengolah data dalam penelitian meliputi:
a. Editing
Mengedit adalah memeriksa daftar yang telah diserahkan oleh
para pengumpul data. Tujuan dari editing adalah untuk mengurangi
kesalahan atau kekurangan yang ada di dalam daftar pertanyaan
yang sudah diselesaikan.
b. Coding
Coding

adalah

mengklarifikasi

jawaban-jawaban

dari

para

responden kedalam kategori-kategori.


c.

Entry (pemasukan data komputer ) Data yang telah berisi


kemudian dimasukkan ke dalam program komputer (spss) untuk
diolah.

d. Cleaning data entry


Pemeriksaan

semua

data

yang

telah

di

masukkan

ke dalam program untuk menghindari terjadinya kesalahan pada


pemasukan data.
2. Analisis Data
Langkah terakhir dalam penelitian ini adalah melakukan analisis data.
Analisis data pada penelitian dilakukan secara bertahap, Pada penelitian
42

ini analisis data dilakukan dengan uji CHI-Square yaitu untuk mengetahui
hubungan variabel pengetahuan dan proses mobilisasi dini dengan
penyembuhan luka

sectio caesaria. Keputusan pengujian hipotesis

penelitian didasarkan atas taraf signivikasi 95% (P=0,05) dan di olah


dengan komputer menggunakan program SPSS (Notoatmojo, 2010)
a. Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan hanya pada satu
pengukuran (variabel) pada jumlah sampel tertentu (Santoso, 2001).
yaitu karakteristik responden

tingkat pengetahuan dan pelaksanaan

mobilisasi dini dengan penyembuhan luka sectio caesaria.


b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang mempunyai dua pengukuran
atau variabel (Santoso, 2001). Untuk mengeta

hui

hubungan

variabel tingkat pengetahuan, pelaksanaan mobilisasi dini dengan


penyembuhan luka sectio caesaria. maka uji analisis bivariat
menggunakan korelasi uji Chi-Square. Keputusan pengujian hipotesis
penelitian didasarkan atas taraf signifikasi 95% (p=0,05).

G. Kesulitan dan Kelemahan Penelitian


1.

Kesulitan: Kesulitan dalam


penelitian ini adalah peneliti tidak menggunakan enumerator sehingga
peneliti harus datang setiap hari melakukan wawancara pada
responden mengobservasi terhadap pelaksanaan mobilisasi dini dan
penyembuhan luka sehingga peneliti merasa kelelahan.

43

2. Kelemahan: 1). Sampel sedikit sehingga pada saat analisa data ada
sel <5. 2). Banyak sampel yang hilang, Ibu yang masuk dengan cito
pada malam hari tidak dapat dijadikan sampel karena ketika peneliti
datang keesokan harinya sudah melewati batas waktu 6-10 jam pasca
sectio caesarea. 3). Penelitian ini tidak cocok menggunakan desain
cross sectional tapi kohort karena data yang diperoleh tidak didapatkan
dalam satu waktu secara bersamaan dimana variable independent
diobservasi terlebih dahulu setelah beberapa lama baru variable
dependent.

H. Jadwal Penelitian
Tabel . jadwal penelitian
No

Kegiatan

Tahun
Juni

Juli
44

Agustus

September

1
1

Penajuan judul

Penyusunan
proposal

Konsultasi
proposal

Seminar proposal

Penelitian

Analisa data

Ujian KTI

Penyerahan KTI

45

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2002. Prosedur penelitian pendekatan praktek. Jakarta :


Rieneka Cipto.

Azrul, Azwar. 2005. Pengukuran Skala Psikologi, Jogyakarta, Pustaka


Pelajar

Carpenito, Lynda Juall. 2000, Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC

Depkes RI, 2006. Pedoman pelayanan kesehatan perinatal di puskesmas.


Jakarta : Depkes RI

, 2006. Pedoman PWS KIE. Jakarta : Depkes RI

Fabriana Dian,Ps 2010. Hubungan Tingkat pengetahuan Ibu dengan


pelaksanaan mobilisasi dini Ibu Post Partum Dengan Sectio sesaria
Di Rsud Ajibarang, Karya Tulis Ilmiah.

Farrer, Helen 2001. Perawatan maternitas, edisi 2. Penerbit Buku


Kedokteran EGC, Jakarta

Fizari, S. 2009, Perubahan fisiologi


http//sekuracitiy/blogspot.com

46

pada

masa

nifas.

From

Harry & Kadek. 2006. Profil Operasi sectio caesarea diakses tanggal 12
juni 2012

Hoeman, S.P. 2011. Rehabilitation Nursing (Process Aplication & out


Comes). (3th edition), United State Of Amerika; Mosby Inc.

Hernalina. 2011. Gambaran Pengetahuan dan Sikap Ibu Post Partum


Tentang Mobilisasi Dini Pasca Sectio Caesarea di Ruang Kebidanan
RSIA. Banda Aceh, Skripsi

Kasdu Dini, 2003. Operasi Caesar Masalah dan Solusinya. Jakarta :


Puspa swara

Kusmawan, 2008. Pentingnya Bergerak Pasca Operasi, Online, Available:


http://spesialis bedah-pascaoperasi/, 18 juni 2012

Morison, M. J. 2004. Manajemen Luka. Jakarta: ECG

Mubarak, Wahit Iqbal, 2007 . Buku ajar kebutuhan dasar manusia: teori
dan aplikasi dalam praktek, Jakarta : EGC
Muchtar, Rustam
2000. Sinopsis obstetri. jilid I dan II. Penerbit
Kedokteran EGC, Jakarta

Nazir, M. 1999. Metode penelitian. Jakarta : Gahlia Indonesia

Notoatmodjo 2003. Ilmu kesehatan masyarakat. Jakarta

47

, 2010. Metodologi penelitian Kesehatan , Rineka Cipta,


Philadelphia : Mosby-Year Book Inc

Santoso, Singgih. 2001. Prosedur penelitian (aplikasi analisis multivariate


dengan program SPSS). Jakarta: Rineka Cipta

Saifullah, 2006, Perbedaan Efektifitas Mobilisasi aktif dan Pasif Terhadap


Kecepatan Pemulihan Pada Post Sectio Caesarea Di Ruang Rawat
Inap Kebidanan Rumah sakit Baptis Kediri. http//:cungkring
blogspot.com. Diakses tanggal 27 Agustus 2012.

Saryono & Setiawan, 2010, Metodologi Penelitia Kebidanan DIII, DIV, SI,
Dan S2, Nuha Media, yogyakarta.

Ruth Johnson, 2005, Buku Ajar Praktek Kebidanan,edisi ! EGC, jakarta

Sjamsuhidayat, R, 2005. Ilmu Bedah. Edisi 2, ECG, Jakarta

Sugiyono, 2006. Statistika untuk penelitian. Bandung : Alfa Beta

Suzanne, 1999. Masa Kehamilan dan Persalinan. PT. Elex Media


Komputindo

Williams, 2006. Obstetri Williams. Edisi 21 Vol.1, EGC, Jakarta.

Sumber lain :
48

Medical Record Rumah Sakit Umum Zainal Abidin tahun 2011

49

Anda mungkin juga menyukai