PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit infeksi yang sejarahnya dapat
dilacak sampai ribuan tahun sebelum masehi. Sejak zaman purba, penyakit ini
dikenal sebagai penyebab kematian yang menakutkan. Sampai pada saat Robert
Koch menemukan penyebabnya, penyakit ini masih termasuk penyakit yang
mematikan. Istilah saat itu untuk penyakit yang mematikan ini adalah
consumption. Di negara maju seperti Eropa Barat dan Amerika Utara, angka
kesakitan maupun angka kematian TB paru pernah menurun secara tajam. Di
Amerika Utara, saat awal orang Eropa berbondong-bondong bermigrasi ke sana,
kematian akibat TB pada tahun 1800 sebesar 650 per 100.000 penduduk, tahun
1860 turun menjadi 400 per 100.000 penduduk, di tahun 1900 menjadi 210 per
100.000 penduduk, pada tahun 1920 turun lagi menjadi 100 per 100.000
penduduk, dan pada tahun 1969 turun secara drastis menjadi 4 per 100.000
penduduk per tahun. Angka kematian karena tuberkulosis di Amerika Serikat
pada tahun 1976 telah turun menjadi 1,4 per 100.000 penduduk. Penurunan
angka kesakitan maupun angka kematian ini diyakini disebabkan oleh :
membaiknya keadaan sosioekonomik, infeksi pertama yang terjadinya pada usia
muda, penderita yang sangat rentan segera meninggal (tidak terjadi sumber
penularan), serta ditemukannya obat anti TB yang ampuh. Akan tetapi, pada
pertengahan 1980-an angka kesakitan TB paru di Amerika Utara maupun Eropa
Barat meningkat kembali bahkan dengan penyulit, yaitu terapi standar tidak lagi
mempan untuk melawannya. Pada tahun 1992, angka kematian akibat TB
menjadi 6,8 per 100.000 penduduk (naik hampir 5 kali dibandingkan angka
kematian tahun 1976 yang hanya 1,4 per 100.000 penduduk).
Di Indonesia, TB paru menduduki urutan ke-4 untuk angka kesakitan
sedangkan sebagai penyebab kematian menduduki urutan ke-5; menyerang
sebagian besar kelompok usia produktif dari kelompok sosioekonomi lemah.
Walau upaya memberantas TB telah dilakukan, tetapi angka insiden maupun
prevalensi TB paru di Indonesia tidak pernah turun. Dengan bertambahnya
penduduk, bertambah pula jumlah penderita TB paru, dan kini Indonesia adalah
adalah
penyakit
yang
disebabkan
oleh
infeksi
Sedyaningsih,
MPH,
Dr.PH,
tantangan
yang
dihadapi
dalam
Pneumonia
Dari data SEAMIC Health Statistic 2001 influenza dan pneumonia
merupakan penyebab kematian nomor 6 di Indonesia, nomor 9 di Brunei,nomor 7
di Malaysia, nomor 3 di Singapura, nomor 6 di Thailand dan nomor 3 di Vietnam.
Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi akibat
penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia
dan influenza. Insidensi pneumonia komuniti di Amerika adalah 12 kasus per
1000 orang per tahun dan merupakan penyebab kematian utama akibat infeksi
pada orang dewasa di negara itu. Angka kematian akibat pneumonia di Amerika
adalah 10 %. Di Amerika dengan cara invasif pun penyebab pneumonia hanya
ditemukan 50%. Penyebab pneumonia sulit ditemukan dan memerlukan waktu
beberapa hari untuk mendapatkan hasilnya,sedangkan pneumonia dapat
menyebabkan kematian bila tidak segera diobati, maka pada pengobatan awal
pneumonia diberikan antibiotika secara empiris. Hasil Survei Kesehatan Rumah
Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas bawah menempati
urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tuberkulosis
2.1.1
Epidemiologi
Perkiraan kasus TB secara global pada tahun 2009, adalah :
Insidens kasus
Prevalens kasus
Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberculosis complex yang diidentifikasi dari spesimen
klinik (jaringan, cairan tubuh, usap tenggorok, dll) dan kultur. Pada negara
dengan keterbatasan kapasitas laboratorium dalam mengidentifikasi M.
Tuberculosis maka kasus TB paru dapat ditegakkan apabila ditemukan
satu atau lebih dahak BTA positif. Atau seorang pasien yang setelah
dilakuakan pemeriksaan penunjang untuk TB sehingga didiagnosis TB
oleh dokter maupun petugas kesehatan dan diobati dengan panduan dan
lama pengobatan yang lengkap.
2.1.3
Klasifikasi
Kasus TB diklasifikasikan berdasarkan :
1. Letak anatomi penyakit
Tuberkulosis paru adalah kasus TB yang mengenai parenkim paru.
Tuberkulosis milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena lesinya
yang terletak dalam paru.
TB ekstraparu adalah kasus TB yang mengenai organ lain selain paru
seperti pleura, kelenjar getah bening (termasuk mediastinum dan/atau
hilus), abdomen, traktus genitourinarius, kulit, sendi, tulang dan
selaput otak.
2. Hasil pemeriksaan dahak atau bakteriologi
Tuberkulosis paru BTA positif, apabila :
-
menunjukkan
hasil
positif
pada
laboratorium
yang
efek
anti
TB
seperti
fluorokuinolon
dan
aminoglikosida).
-
Kasus bekas TB :
menimbulkan
obstruksi
pada
saluran
napas
meningitis
tuberkulosis,
typhobacillosis
Landouzy.
Meninggal.
Semua
kejadian
diatas
adalah
perjalanan
bentuk
dewasa,
localized
tuberculosis,
tuberkulosis
tersebut
akan
meluas
dan
segera
terjadi
proses
2.1.5
Gejala Klinis
batuk darah
sesak napas
nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala
sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang
pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum
terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala
batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan
selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.
2. Gejala sistemik
-
Demam.
Diagnosis
A. Bahan Pemeriksasan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis.
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologi ini dapat berasal dari dahak,
cairan pleura, liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,
10
pemeriksaan/spesimen
yang
berbentuk
cairan
objek
(difiksasi)
sebelum
dikirim
ke
laboratorium.
Bahan
pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek,
atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl
0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium.
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan
ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus
dipastikan telah tertulis identiti pasien yang sesuai dengan formulir
permohonan pemeriksaan laboratorium. Bila lokasi fasiliti laboratorium
berada jauh dari klinik/tempat pelayanan pasien, spesimen dahak dapat
dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos.
Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:
-
11
: pewarnaan Ziehl-Nielsen
Mikroskopik fluoresens
untuk screening).
Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :
-
menggunakan
uji
nikotinamid,
uji
niasin
maupun
timbul
C.3 Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas
indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto
toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk
(multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
-
Fibrotik
Kalsifikasi
Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua
paru dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru
yang terletak di atas chondrostemal junction dari iga kedua depan
13
Pemeriksaan BACTEC
ICT
Mycodot
14
TB.
Pemeriksaan
yang
dilakukan
ialah
pemeriksaan
3. Pemeriksaan darah
4. Uji tuberculin (PDPI, 2006)
2.1.7
Pengobatan
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3
bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri
dari paduan obat utama dan tambahan.
A. OBAT ANTI TUBERKULOSIS (OAT)
Obat yang dipakai:
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
-
INH
Rifampisin
Pirazinamid
Streptomisin
15
Etambutol
Kanamisin
Amikasin
Kuinolon
Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam
klavulanat. Beberapa obat berikut ini belum tersedia di Indonesia antara
lain :
o
Kapreomisin
Sikloserino
Kemasan
-
a. Evaluasi klinik
16
Sebelum pengobatan
terdapat
efek
samping,
maka
pemeriksaan
17
lingkungannya.
Ketidakteraturan
berobat
akan
menyebabkan
BTA mikroskopis negatif dua kali (pada akhir fase intensif dan akhir
pengobatan) dan telah mendapatkan pengobatan yang adekuat
18
dapat
yaitu
disebabkan
bakteri,
virus,
oleh
jamur
berbagai
dan
macam
protozoa.
Dari
terjadi
ketidakseimbangan
antara
daya
tahan
tubuh,
infeksi
di
paru
sangat
tergantung
pada
kemampuan
19
20
Mycoplasma,
Legionella
dan
Chlamydia
c. Pneumonia virus
d. Pneumonia jamur sering merupakan infeksi sekunder. Predileksi
terutama
pada
penderita
dengan
daya
tahan
lemah
(immunocompromised)
3. Berdasarkan predileksi infeksi
a. Pneumonia lobaris. Sering pada pneumania bakterial, jarang pada bayi
dan orang tua.Pneumonia yang terjadi pada satu lobus atau segmen
kemungkinan sekunder disebabkan oleh obstruksi bronkus misalnya :
pada aspirasi benda asing atau proses keganasan
b. Bronkopneumonia. Ditandai dengan bercak-bercak infiltrat pada
lapangan paru. Dapat disebabkan oleh bakteria maupun virus. Sering
pada bayi dan orang tua. Jarang dihubungkan dengan obstruksi
bronkus
b. Pneumonia interstisial
2.2.6 Pengobatan
Pengobatan terdiri atas antibiotik dan pengobatan suportif.
Pemberian antibiotik pada penderita pneumonia sebaiknya berdasarkan
21
Golongan Penisilin
TMP-SMZ
Makrolid
Pseudomonas aeruginosa
Aminoglikosid
Seftazidim, Sefoperason, Sefepim
Tikarsilin, Piperasilin
Karbapenem : Meropenem, Imipenem
Siprofloksasin, Levofloksasin
Vankomisin
Teikoplanin
Linezolid
Hemophilus influenzae
TMP-SMZ
Azitromisin
Sefalosporin gen. 2 atau 3
Fluorokuinolon respirasi
Legionella
Makrolid
Fluorokuinolon
Rifampisin
22
23
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1
3.2
Identitas Pasien
Nama
: Ny. S H
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 27 tahun
: 10441514
Alamat
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Status
: Belum Menikah
Jenis Pembayaran
: Umum
Anamnesis
Keluhan Utama
: Sesak nafas
24
Riwayat penyakit dahulu : HT(-) Asthma (-), DM (-), TB (-), OAT (-)
Riwayat Pengobatan:
3 hari yang lalu pasien ke Puskesmas Sengkaling karena demam dan
sesak. Dokter tidak melalukan pemeriksaan sputum dan foto thoraks.
Dokter mendiagnosis pasien menderita demam typhoid dan memberi
pasien IVFD RL 20 tpm, Parasetamol 3x500mg dan Kloramfenikol
3x500mg. Keadaan pasien tidak membaik lalu dirujuk ke RSSA.
3.3
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum
Kesadaran
BP
: 120/70 mmHg
BB
50 Kg
PR
: 135 x/mnt
TB
160 cm
RR
: 44 x/mnt
BMI
17,75 kg/m2
T ax
: 38,4 C
25
Pulmo:
Inspection
Auscultation
St D = S
V/V
Dn D = S
V/V
Palpation, SF
BV/BV
Rh
N/ N
N/ N
-/-
N/ N
+/+
+/ +
Percussion
S/S
D/D
D/D
Wh
-/-/-/-
Abdomen :
Extremity :
Edema -/-/-
Value
14.120
11,4
37
162.000
71
21,9
30,8
0,0
0,2
65,4
32,9
1,5
/l
gr/dl
%
/L
fL
Pg
g%
%
%
%
%
%
Laboratory Finding
RBS
Ureum
4.700 11,300
11,4 15,1
38 42
142,000 424,000
80-93
27-31
32-36
0-4
0-1
51-67
25-33
2-5
Value
148 mg/dl
28,7 mg/dL
< 200
16,6-48,5
26
Creatinine
SGOT
SGPT
Bil Total
Bil Direct
Bil Indirect
Albumine
Na
K
Cl
0,74
206
64
127
4,52
105
mg/dL
mU/dL
mU/dL
Mg/dl
Mg/dl
Mg/dl
g/dl
Mmol / L
Mmol / L
Mmol / L
<1,2
0-32
0-33
<1.10
<0.25
<0.75
3.5 5.5
136 145
3.5 5.0
98 106
Urinalysis
PH
Leukocyte
Nitrite
Prot/Alb
Glucose
Ketones
Urobilinogen
Bilirubin
Erythrocyte
Sediment
Lpf: Epithel
Hpf:
Erythrocyte
Leukocyte
Bactery
Kristal
EKG ( January 18th 2015)
6,3
2+
2+
6,4
1,0
3,2
133,4
-
27
Axis horizontal
: Clockwise Rotation
T inverted at V1
Conclusion
28
Posisi
: Asimetrik, Thorax AP
Inspirasi
: Cukup
Soft tissue
: normal
Tulang
normal
Trakea
: di tengah
Jantung
29
Aorta
Paru
:
Dekstra
BGA I (11.45)
30
Conclusion :
Fi O2 needed = 1,48 15 lpm
NRBM
Hypocarbia
Hypoxemia
Metabolic acidosis with partyal compensated respiratoric Alcalosis
Respiratoric Failure type 1.
31
BGA II (22.30)
Conclusion :
Fi O2 needed = 1,48 15 lpm NRBM
Hypocarbia
Hypoxemia
Metabolic acidosis with partyal compensated respiratoric Alcalosis
Respiratoric Failure type 1.
32
Sesak, Batuk
RR 44x/mnt
Pulmo :
Aus : BV/BV
Rh +/+
CXR: Pneumonia
Lung TB moderate advance
lession
BGA : PaO2 60,7
PCO2 : 23,2
2.Wanita /26th/ RHCU
Batuk
Demam 2 minggu
BP : 120/70 mmHg
PR : 135 x/mnt
RR : 44 x/mnt
T : 38,4 0C
BMI : 17,75 kg/m2
Pemeriksaan Fisik Pulmo
A : Rh +/+
Leuco : 14.120
PPL
1.
Respirato
ry Failure
Type 1
2. Infeksi Paru
Akut
IDX
PDX
BGA post
terapi
oksigen
PTX
Sputu
m gram,
culture,
and
sensitivity
test
Oksigen 15
lpm/mnt NRBM
Konsul anastesi
O2 15 L/mnt NRBM
Inj. Levofloxacin
1x750 mg iv
Meropenem 1g iv
PO = NAC 3x200
mg via NGT
PMO
Serial BGA
Clinical
features
VS
Clinical
feature
Blood count
CXR
Blood
Culture
33
3.Wanita/26 th/ RHCU
3. Infeksi Paru
Kronis
3.1 Lung TB
Far advance
Lession
Demam (+)
Sputum
pengecatan BTA 3x SP-S
Sputum Kultur di
Media LJ
Uji sensitivitas
sputus
Gen Expert jika
BTA (+)
Recheck
SGOT/PT
HBsAg, anti HCV
2 RHZE/ 4R3H3
(450/300/1000/750)
B6 1x 1 tab
Sput
um BTA,
CXR,
clinical
feature
4. Transaminitis
4.1 Septicemia
4.2 reactive
4.3 Hepatits
Virus
Confirm dx
Curcuma 3x1 tab
Transamin
ase
level
34
SGPT 64
5.Wanita/ 26 th/RHCU
Low intake
Na 127
Hypoosmolar 126
5. Hyponatremia
5.1 SIADH
5.2 Low Intake
SE Ulang/ 3 hari
Natriun
level
35
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Diagnosis
Pada kasus ini Ny. S berumur 26 tahun datang dengan keluhan
sesak nafas sejak 1 minggu yang lalu, memberat sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit. Sesak nafas tidak berhubungan dengan aktivitas.
Selain itu pasien juga mengeluh batuk yang intermiten sejak 1 bulan
yang lalu dan memburuk sejak 1 minggu yang lalu. Pasien kesulitan
mengeluarkan dahak saat batuk dan tidak ada keluhan batuk darah.
Selain itu, selama 1 bulan belakangan, pasien mengalami demam
rendah dan berkeringat saat malam hari. Terjadi penurunan nafsu
makan dan juga penurunan berat badan yang menurut pasien sekitar
5 kg dalam 1 minggu terakhir.
Menurut ISTC edisi 3 (2014), semua batuk yang lebih dari 2
minggu harus dicurigai adanya kemungkinan tuberkulosis dan segera
dievaluasi. Hal ini cocok dengan diagnosis tuberkulosis sesuai dengan
guideline PDPI Tuberkolosis dan ISTC yang menyatakan bahwa pada
pasien ini terdapat batuk lebih dari dua minggu, sesak nafas, dan
nyeri dada disertai dengan gejala sistemik berupa demam, keringat
malam dan penurunan berat badan (PDPI Tuberkulosis, 2011 dan
ISTC, 2014).
Selama 3 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh
nyeri dada pada bagian tengah terutama saat batuk. Selama 3 hari
sebelum masuk rumah sakit, pasien biasanya membutuhkan 4 bantal
untuk tidur. Dari anamnesis pasien tidak mengeluhkan sesak nafas
pada malam hari, tidak ada batuk, tidur dengan satu bantal. Nyeri
dadanya hanya pada dada kanan dan tidak menyebar. Hal ini dapat
menyangkal terjadinya congestive heart failure pada pasien ini
(PAPDI, 2006).
36
+17,
penyakit hati
+20
+20,
+15,
Frekuensi >125x/menit
+10,
pH <7,35
+30,
+10
Natrium <130
+20,
37
38
komorbid
pseudomonas
aeruginosa,
sehingga
lama
39
BAB V
KESIMPULAN
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium
tuberculosis complex. Sedangkan pneumonia didefinisikan sebagai suatu
peradangan akut parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri,
virus, jamur, parasit). Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis,
pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan
penunjang lainnya. Pasien ini didagnosis dengan Gagal Nafas Tipe I karena
adanya infeksi paru akut yakni pneumonia CAP disertai septic condition, infeksi
paru kronis yakni tuberkulosis paru lesi far advance disertai dengan kondisi
transaminitis dan hiponatremia.
Penegakan diagnosis TB, pneumonia, dan penyakit komorbidnya beserta
penanggulangannya menjadi tantangan bagi tenaga medis saat ini. Selain itu,
dibutuhkan dukungan dari semua elemen masyarakat dalam mencegah
penyebaran dari penyakit ini karena sifat penyebaran berasal dari droplet
sehingga proses penyebarannya tidak disadari. Edukasi kepada masyarakat
penting dilakukan terkait masalah etika batuk, etika meludah, pemakaian masker,
dan cuci tangan.
40
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :
Airlangga University Press; 2009. p. 162-179
Kemenkes. 2011. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Dirjen PPM
dan PLP Kemenkes RI. Jakarta.
Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka Cendekia
Press; 2007. p. 56
Departemen
Ilmu
Penyakit
Dalam
Fakultas
Kedokteran
41