Anda di halaman 1dari 15

Klasifikasi Anemia Menurut Morfologi Eritrosit

1. Anemia Normositik Normokromik


Anemia normositik normokrom adalah terjadinya penurunan jumlah eritrosit
tidak disertai dengan perubahan konsentrasi hemoglobin, bentuk dan ukuran eritrosit.
Penyebab dari anemia normositik normokromik dibagi atas
a. Mediasi Reaksi Immun Tubuh
b. Bukan dari reaksi Immun Tubuh
c. Penurunan Produksi karena penyakit lain
A. Anemia yang diakibatkan rekasi Imunitas tubuh
1. Anemia Hemolitik AutoImun
1.1 Definisi
Suatu kelainan akibat adanya antibodi terhadap sel-sel eritrosit memendek.
Hal tersebut disebabkan oleh aktivitas sistem komplemen yang menyebabkan
hemolisis intravaskular, aktivasi mekanisme seluler yang menyebabkan hemolisis
ekstravaskular, atau kombinasi keduanya.
1.2 Etiologi
Penyebab adanya antibodi terhadap sel-sel eritrosit yang menyebabkan
hemolisis belum diketahui dengan jelas.
1.3 Epidemiologi
Anemia hemolitik meliputi 5% dari keseluruhan kasus anemia. AIHA akut sangat
jarang terjadi, insidennya 1-3 kasus 100.000 individu pertahun. Lebih sering terjadi
pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki dan umumnya terjadi pada usia
pertengahan ( middle-aged)

1.4 Klasifikasi
1.4.1. Anemia hemolitik AutoImun (AIHA)
1) AIHA tipe hangat: diperantarai oleh IgG. Berikatan dengan antigen di
permukaan eritrosit pada suhu tubuh.
a. Idiopatik
b. sekunder: leukimia limfosistosis kronis, limfoma, lupus eriematosus
sistemik
2) AIHA tipe dingin: diperantarai oleh IgM, berikatan dengan antigen
permukaan sel eritrosit pada suhu dibawah suhu tubuh.
a. idiopatik
b. sekunder: Mycoplasma, mononukleosis, keganasan limforetikuler
3) Paroxysmal cold hemoglobinuria:
a. Idiopatik
b. sekunder: sifilis
4) AIHA atipik
a. AIHA tes antiglobulin negatif
b. AIHA kombinasi tipe hangat dan dingin
1.4.2. AIHA diinduksi Obat: golongan penisilin, kinin, kuinidin, sulfonamid,
sulfonilurea,

tiazid,

metildopa,

aminosalisilat (aspirin)
1.4.3. AIHA diinduksi aloantibodi:
a. reaksi hemolitik transfusi

nitrofurantoin,

fenazopiridin,

asam

b. penyakit hemolitik pada bayi baru lahir.


1.5. Gejala dan Tanda AIHA Tipe Hangat dan Dingin
1.5.1 AIHA tipe hangat

Insidensi terjadi pada semua umur, tetapi lebih sering pada dewasa
terutama wanita.

Patogenesis hemolisis banyak terjadi ekstravaskular, karena banyak


melibatkan aktivasi selular

Gejala anemia terjadi perlahan dari moderate ke severe;


Palor
Mekanisme: antibodi pada eritrosit lisis dan di fagositosis RBC
anemia
Fatigue
Mekanisme: anemia perfusi jaringan tidak adekuat pembentukan
ATP fatigue

Gejala kardiovaskular
Dipsnea
Mekanisme: anemia kompensasi jantung untuk membawa O2 ke
jaringan lebih banyak sesak

Gejala hemolitik
Ikterik 40% pts
Mekanisme: hemolisis (prehepatik) bilirubin indirek ikterik
Purpura
Mekanisme perdarahan ekstravaskular purpura
Demam; terjadi pada krisis hemolitik akut
Urin berwarna gelap karena hemoglobinuria

Mekanisme: hemolisis hemoglobin dikeluarkan melalui urin

Gejala organomegali
Splenomegali 50-60% pts
Mekanisme: peningkatan penghancuran RBC di limpa splenomegali
Hepatomegali pada 30% pts
Mekanisme: peningkatan penghancuran RBC di hati hepatomegali

Gejala pembesaran KGB


Limfadenopati pada 25% pts
Mekanisme:
25% pasien tidak disertai pembesaran organ dan limfonodi

1.5.2 AIHA tipe dingin

Patogenesis Aglutinasi pada suhu dingin banyak terjadi intravasular


karena banyak melibatkan aktivasi komplemen
Mekanisme: pajanan suhu dingin antibodi menempel pada permukaan
RBC aktivasi komplemen inisiasi hemolisis (terutama intravaskular),
Mekanisme: hemolitik ekstravaskular juga terjadi; fagositosis di hati (paling
sering) dan limpa

Hemolisis berjalan kronis

Anemia ringan dengan Hb 9-12 g%

Akrosianosis
Mekanisme: pajanan suhu dingin inisiasi hemolitik perfusi O2 jaringan
minimal ekstrimitas biru karena iskemik

Jaundice
Mekanisme: hemolitik prehepatik bil indirek kuning

Splenomegali
Mekanisme: peningkatan penghancuran RBC di limpa splenomegali

1.6 Pemeriksaan Penunjang


1. AIHA tipe hangat

CBC
Anemia berat; Hb sering di bawah 7 g/dL
Mekanisme: karena hemolitik agresif
Retikulosit meningkat; 10-30% (200-600 x 103/L)
Mekanisme: hemolitik retikulositosis
Leukositosis neutrofil
Mekanisme: pada keadaan krisis hemolitik akut

Kimia darah
Hemoglobinemia
Mekanisme:

lisis

SDM

agresif

hemoglobin

bebas

SDM

agresif

hemoglobin

bebas

hemoglobinemia

Urin
Hemoglobinuria
Mekanisme:

lisis

hemoglobinemia hemoglobinuria

Blood smear
Microspherocytosis; area tengah RBC terlihat pucat pada pewarnaan
blood film
Mekanisme: rusaknya membran RBC masuknya air dan ion
microsperosit

Serologi

Test Coomb direct positif pada 98% pasien; terdeteksi antibodi(IgG)


dengan atau tanpa komplemen(C3,C3d)
Autoantibodi (dari kelasIgG dan jarang dari kelas IgA) yang bereaksi
dengan antigen RBC (antigen Rh) biasanya ditemukan dalam serum dan
dapat dipisahkan dari sel-sel RBC.
Antibodi bebas bisa juga ditemukan dengan tes Coombs inderik jika
autoantibodi diproduksi dalam konsentrasi tinggi.
2. AIHA tipe dingin

CBC
Anemia ringan, Hb 9-12 g/dL

Blood Film
Polikromatosis; sel darah merahberwarna biru pada pewarnaan blood film
Mekanisme: karena adanya sel darah merah yang imatur

Serologi
Tes Coombs direks positif; terdeteksi komplemen
Jika ada, tes Coombs indireks akan mendeteksi IgM
Ditemukan anti-I(pada newborn), anti-Pr, anti-M, atau anti-P

Penegakan diagnosis Mendeteksi autoantibodi pada eritrosit


1. Direct Antiglobulin Test / DAT (Direct Coombs Test)
Sel RBC dicuci dari protein-protein yang melekat dan direaksikan dengan
antiserum atau anribodi monoclonal tehadap berbagai immunoglobulin dan fraksi
komplemen, terutama IgG dan C3d. Bila pada permukaan sel terdapat salah satu
atau keduanya, maka akan terjadi aglutinasi.
2. Indirect Antiglobulin Test (Inderect Coombs Test)
Untuk mendeteksi autoantibodi yang terdapat pada seum. Serum pasien
direaksikan dengan sel-sel reagen. Imunoglobulin yang beredar pada serum akan

melekat pada sel-sel reagen, dan dapat direaksikan dengan antiglobulin sera
dengan terjadinya aglutinasi.
Reaction with
Anti-IgG
Anti-C3
Yes
Yes
No

No
Yes
Yes

Penyebab
Antibodi terhadap protein Rh, hemolisis karena -metildopa atau penicilin
Antibodi terhadap antigen glikoprotein, SLE
Reaksi antibodi tipe dingin (aglutinin atau antibodi Cold-Landsteiner),

terkait obat, antibodi IgM, antibodi IgG afinitas rendah, aktivasi komplem
kompleks imun

Diagnosis banding
1. Anemia megaloblastik
2. Talasemia mayor
3. Malaria

Penatalaksanaan
1. AIHA tipe hangat

Pasien dengan hemolisis ringan, biasanya tidak membutuhkan terapi.

Terapi dimulai jika terjadi hemolisis yang signifikan.

Semua penyebab yang mendasari AIHA harus di tangani dan semua obat yang
menyebabkan harus di hentikan.

Terapi transfusi untuk kondisi yang mengancam jiwa (misal Hb < 3g/dL)

Kortikosteroid-terapi standard AIHA; 1-1,5 mg/kgBB/hari selama 2-3


minggu. Bila respon baik, dosis diturunkan tiap minggu 10-20 mg/hari. Terapi
rumatan dosis <30 mg/hari diberikan secara selang sehari.

Splenektomi; bila terapi steroid tidak adekuat atau tidak bisa dilakukan
tappering dosis selama 3 bulan. Remisi komplit pasca splenektomi mencapai
50-70%. Steroid masih sering digunakan setelah splenektomi.

Imunosupresi; Azotropin 50-200 mg/hari (80 mg/m2), siklofosfamid 50-150


mg/hari (60 mg/m2)

Terapi lain: danazol 600-800 mg/hari, IVIg 400mg/kgBB/hari selama 5 hari,


plasmafaresis

2. AIHA tipe dingin

Menghindari udara dingin yang dapat memacu hemolisis

Jika penyebab mendasari dapat diidentifikasi, harus ditangani.

Prednison dan splenektomi tidak banyak membantu karena hemolisis yang

Algoritma terapi pasien AIHA

terjadi intravaskular

Plasmafaresis pada kasus akut severe untuk mengurangi antibodi IgM

Imunosupresif untuk kasus kronik; Klorambusil 2-4 mg/hari

Pada anemia simtomatik parah; transfusi konsetrat washed red cell untuk
mencegah infusi komplemen tambahan.

Untuk kasus refraktori; rituximab

Komplikasi
1. AIHA tipe hangat
Gagal ginjal, DVT, emboli paru, infark limpa, dan kejadian cardiovaskular lain.
2. AIHA tipe dingin
-Prognosis
1. AIHA tipe hangat

Sebagian besar pts memiliki perjalanan penyakit yang berlangsung kronik,


namun terkendali

Survival 10 tahun berkisar 70%

Mortalitas selam 5-10 tahun sebesar 15-20%

Prognosis AIHA sekunder tergantung penyakit yang mendasari

2. AIHA tipe dingin

Pasien dengan sindrom kronik akan memiliki surival yang baik dan cukup
stabil.

2. AIHA diinduksi Obat


Terdapat Riwayat meminum obat golongan penisilin, kinin, kuinidin,
sulfonamid, sulfonilurea, tiazid, metildopa, nitrofurantoin, fenazopiridin, asam
aminosalisilat (aspirin). Manifestasi Klinis sangat bervariasi, berupa tanda dan
gejala hemolisis ringan sanpai berat. Pemeriksaan Penunjang didapatkan anemia,
retikulosis, MCV tinggi, tes Coomb positif, leukopenia, trombositopenia,
hemoglobinemia dan hemoglobinuria

Tatalaksana yaitu dengan menghentikan pemakaian obat yang menjadi


penyebab seumur hidup serta kortikosteroid dan tranfusi darah dapat diberikan jika
kondisi berat
3. Anemia Hemolitik Aloimun karena Transfusi
Reaksi tranfusi akut yang disebabkan oleh ketidak sesuaian ABO eritrosit
merupakan hemolisis aloimun yang paling berat. Dalam beberapa menit, pasien akan
sesak napas, demam, nyeri pinggang, menggigil, mual, muntah, hingga syok. Reaksi
tranfusi diperlambat terjadi 3-10 hari setelah transfusi, umumnya disebabkan oleh
adanya antibodi dalam kadar rendah terhadap antigen minor eritrosit
Apabila terjadi reaksi akut hemolitik pascatransfusi, segera stop transfusi.
Antisipasi adanya hipotensi. Gagal ginjal, dan KID. Pasang jalur intravena dan cepat
berikan cairan kristaloid, misalkan salin normal 0,9%.

Anemia Hemolitik Non Imun


Hemolisis dapat terjadi intravaskular dan ekstravaskular. Hal ini tergantung
pada patologi yang mendasari suatu penyakit. Pada hemolisis intravaskular, destruksi
eritrosit terjadi langsung di sirkulasi darah. Misalnya pada trauma mekanik fiksasi
komplemen dan aktivasi sel permukaan atau infeksi yang langsung mendegrasi dan
mendestruksi membran sel eritrosit. Hemolisis intravaskular jarang terjadi.
Hemolisis yang lebih sering terjadi adalah hemolisis ektravaskular. Pada
hemolisis ekstravakular destruksi sel eritrosit dilakukan oleh sistem retikuloendotelial
karena sel eritrosit yang telah mengalami perubahan membran tidak dapat melintasi
sistem retikuloendotelial sehingga difagositosis dan dihancurkan oleh makrofag

I.

MANIFESTASI KLINIS
Penegakan

diagnosis

anemia

hemolisis

memerlukan

anamnesis

dan

pemeriksaan fisis yang teliti. Pasien mungkin mengeluh kuning dan urinnya
kecoklatan seperti warna teh pekat, meski jarang terjadi. Riwayat pemakaian obatobatan dan terpajan toksin serta riwayat keluarga merupakan informasi penting yang
harus ditanyakan saat anamnesis.
Pada pemeriksaan fisis ditemukan :

Tampak pucat dan ikterus.


Tidak ditemukan perdarahan dan limfadenopati.
Dapat ditemukan hepatomegali atau splenomegali.
Takikardia dan aliran murmur pada katup jantung.
Selain hal-hal umum yang dapat ditemukan pada anemia hemolisis diatas,

perlu dicari saat anamnesis dan pemeriksaan fisik hal-hal yang bersifat khusus untuk
anemia hemolisis tertentu. Misalnya, ditemukannya ulkus tungkai pada anemia sickle
cell.
Penyakit hemolitik gejala-gejalanya dapat didasarkan atas 3 proses yang juga
merupakan bukti bahwa ada hemolisis :

1. Kerusakan pada eritrosit


a. Fragmentasi dan kontraksi eritrosit pada hapusan darah tepi, yang
terutama nampak pada anemia hemolitik oleh karena obat-obat dan
anemia hemolitik mikroangiopatik.
b. Sferositosis
Mekanisme terjadinya sferositosis ialah karena adanya beberapa eritrosit
yang terikat pada sel-sel pelapis sinus-sinus yang telah diaktifkan oleh IgG
sehingga mengalamai perubahan bentuk, akan tetapi sel-sel tersebut lolos
dari eritrofagositosis dan untuk sementara tetap beredar. Oleh karena
bentuknya yang abnormal sferosit mudah tertangkap dalam trabekula
limpa dan dihancurkan.
2. Katabolisme HB yang meningkat
Indikatoor-indikator utama proses ini ialah :
a. Hiperbilirubinemia : Ikterus
b. Urobilinogenuria
3. Eritropoesis yang meningkat karena kompensasi sumsum tulang
a. Darah tepi : retikulositosis, normoblastemia.
b. Sumsum tulang : hyperplasia eritroid, hyperplasia sumsum tulang
c. Eritropoiesis ekstramedular
d. Absorbsi Fe meningkat.
II.

DIAGNOSIS
Penegakkan

diagnosa

anemia

hemolitik

berdasarkan

dari

anamnesis,

pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang, dimana bisa diketahui kausa


penyebab dari anemia hemolitik itu sendiri.
III.
IV.

DIAGNOSA BANDING
- Anemia Pasca Perdarahan
- Leukimia
PENGOBATAN

Anemia hemolitik diterapi sesuai penyebabnya. Pada anemia hemolitik


autoimun diterapi dengan:
-

Kortikosteroid 1-1,5 mg/kgBB/hari


Splenektomi
Imunosupresi, Azatioprin 50-200 mg/hari
Danazol 600-800 mg/hari
Terapi transfusi
Pada anemia hemolitik non imun, terapi diberikan berdasarkan klasifikasi.
o Defisiensi G6PD
Pada pasien dengan defisiensi G6PD tipe A-, tidak perlu terapi khusus
kecuali terapi untuk infeksi yang mendasari. Pada hemolisis berat,
yang biasa terjadi pada varian Mediteranian, mungkin diperlukan
transfuse darah
o Defek Jalur Embden Meyerhof
Sebagian besar pasien tidak membutuhkan terapi kecuali dengan
hemolisis berat harus diberikan asam folat 1 mg/hari. Transfusi darah
diperlukan ketika krisis hipoplastik.
o Malaria
Terapi anemia pada infeksi malaria

pada

dasarnya

dengan

mengeradikasi parasit penyebab. Transfusi darah segera, sangat


dianjurkan pada pasien dewasa dengan Hb <7 g/dl. Preparat asam folat
sering diberikan pada pasien. Pemberian besi sebaiknya ditunda
sampai terbukti adanya defisiensi besi.
V.

PROGNOSIS
Prognosis pada pasien dengan anemia hemolitik tergantung pada penyakit
yang mendasari. Pada pasien dengan anemia hemolitik autoimun tipe hangat , hanya
sebgaian kecil pasien yang mengalami penyembuhan komplit dan sebagian besar
memiliki perjalanan penyakit yang berlamgsung kronik, namun terkendali.

Sedangkan pada pasien dengan anemia hemolitik autoimun tipe dingin dengan
sindrom kronik akan memiliki survival yang baik dan cukup stabil
VI.

PENCEGAHAN
Tindakan pencegahan dapat berupa:

Pemeriksaan laboratorium jika ditemukan gejala


Pendidikan kesehatan
Perbaikan gizi
Hidup bersih dan sehat

Daftar Pustaka

Charles H. Packman, John P. Leddy. 1995. Aquired Hemolytic Anemi dueto WarmReacting Autoantibodies; in Williams Hematology, Editors Ernest Beutler,
Marshall A.Lichtman, Barry S.Coller, Thomas J. Kipps, Mcgraw-Hill. Inc.
Health Professions Devision, Fifth Edition, , hal.677-684.
Calistania, C., Nadia Ayu Mulansari. 2014. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV.
Media Aesculapius FKUI. Jakarta. 656-659 hal.

Rinaldi, I., Sudoyo, AW. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi V.
Interna Publishing FK UI. Jakarta. 1157-1164 hal.

Anda mungkin juga menyukai