Anda di halaman 1dari 7

Segmentasi Cortical Bone Pada Citra Dental Panoramic

Radiograph Dengan Kombinasi Filter Gaussian Dan


Modifikasi Watershed Gradient-Barrier
Arif Fadllullah

Tegar Palyus Fiqar

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

arif.fadl@gmail.com

tegar.pf@gmail.com

Muhamad Nasir

Agus Zainal Arifin

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Institut Teknologi Sepuluh Nopember

biruhitam.nasir@gmail.com

agus.za@its-sby.edu

ABSTRAK
Osteoporosis merupakan penyakit kelainan tulang yang
disebabkan hilangnya sebagian kalsium dalam tulang. Sifatnya
yang silent disease membuat penderita kurang menyadari apakah
mereka terserang penyakit osteoporosis atau tidak, sehingga perlu
adanya tindakan pencegahan sejak dini. Salah satu penelitian yang
telah berkembang adalah mendiagnosis osteoporosis berdasarkan
lebar segmentasi cortical bone pada citra dental panoramic
radiograph. Untuk mengatasi perpendaran cahaya dan ambiguitas
konsistensi tepi segmentasi diperlukan beberapa metode
pengolahan citra. Penelitian ini mengkombinasikan filter gaussian
dengan modifikasi watershed gradient-barrier. Filter gaussian
digunakan sebagai tahapan awal segmentasi untuk menghaluskan
citra agar kompleksitas watershed berkurang. Kemudian
modifikasi watershed gradient-barrier berguna untuk mereduksi
region overlapping. Hasil reduksi inilah yang kemudian dimerging hingga mendapatkan bentuk segmentasi cortical bone.
Uji coba penelitian dilakukan pada sampel cortical bone pada sisi
kiri dan kanan dengan filter gaussian round mask 5 dan threshold
gradient-barrier 0,025. Hasil kinerja segmentasi modifikasi
watershed gradient-barrier memiliki rata-rata misclassification
error (ME) 1,43%, relative foreground area error (RAE) 1,05%,
modified Hausdorff distance (MHD) 0,06, dan waktu eksekusi
2,53 detik.

Kata Kunci
Coritcal bone, dental panoramic radiograph, filter gaussian,
segmentasi, watershed gradient-barrier.

1. PENDAHULUAN
Osteoporosis atau keropos tulang adalah penyakit kronik yang
ditandai dengan pengurangan massa tulang yang disertai
kemunduran mikroarsitektur dan penurunan kualitas jaringan
tulang yang dapat menimbulkan kerapuhan. Keadaan ini berisiko
tinggi karena tulang menjadi rapuh dan mudah retak bahkan
patah. Resiko ini dapat dicegah jika orang yang dicurigai memiliki
skeletal bone mineral density (BMD) rendah melakukan kontrol
dan pencegahan sejak dini. BMD dapat diukur berdasarkan
lumbar spine dan femoral neck menggunakan scanner tulang,
seperti Dual-energy X-ray absorptiometry (DXA) (Arifin A. Z.,
et al., 2006b).
Faktor jumlah peralatan tersebut yang terbatas dan biaya kontrol
yang masih mahal menjadi hambatan tersendiri bagi sebagian
besar kalangan, sehingga perlu adanya alternatif lain dalam

mengatasi permasalahan ini. Di sisi lain, di bidang kedokteran


gigi, telah lama dikenal citra dental panoramic radiograph yang
diambil untuk menyediakan informasi tentang struktur oral tidak
kasat mata. Bahkan, citra ini sering diambil saat dilakukan
pemeriksaan gigi karies dan harga pemeriksaannya terbilang
murah. Beberapa studi menunjukkan bahwa pengukuran lebar
rahang bawah cortical bone berdasarkan citra dental panoramic
radiograph berguna untuk mengidentifikasi penyakit osteoporosis
(Arifin A. Z., et al., 2006b) (Taguchi, et al., 2006).
Tantangan inilah yang kemudian coba dijawab oleh para peneliti,
khususnya dibidang medical image processing untuk membuat
sistem yang mampu mengolah citra dental panoramic, guna
menghasilkan output berupa informasi deteksi dan prediksi
penyakit secara otomatis. Sistem ini meminimalkan adanya
pengamatan dan penilaian dari dokter. Cukup banyak peneliti
yang fokus dalam penelitian ini, dimulai dengan penelitian
membuat sebuah computer-aided system untuk mengukur secara
otomatis lebar dari mandibular inferior cortex suatu cortical bone
dan mencari korelasinya terhadap BMD yang diukur oleh scanner
DXA pada tulang belakang dan paha (Arifin A. Z., et al., 2006a).
Pada penelitian tersebut sensitifitas dan spesifisitas rata-ratanya
mampu mencapai 94.4 % dan 64.0 %. Kinerja ini masih terhitung
rendah bila dilihat dari masih banyaknya pasien yang salah
didiagnosis oleh sistem. Penelitian lain berkaitan dengan
segmentasi cortical bone pada dental panoramic radiograph
menggunakan watershed dan active contour generalized gradient
vector flow (GGVF) Snake. Penelitian ini cukup berhasil
melakukan segmentasi, serta mendeteksi tepi obyek yang
berbentuk cekung, dalam, dan sempit. Akan tetapi, untuk evolusi
kurva terjebak oleh obyek-obyek lain yang bukan cortical bone
membuat susah untuk mencapai tepi cortical bone (Denny, Arifin,
& Soelaiman, 2008).
Berikutnya, penelitian tentang metode watershed yang
diintegrasikan dengan active contour berbasis level set. Dimana
watershed berfungsi sebagai proses awal dalam menghasilkan
region contour tertutup dengan ketebalan satu piksel, sedangkan
active contour level set berfungsi untuk mendeteksi tepi hingga
dihasilkan segmentasi cortical bone (Indriyani, Arifin, &
Soelaiman, 2009). Selain itu, terdapat juga penelitian tentang
penerapan multi direction gradient vector flow (MDGVF) dalam
melakukan segmentasi berdasarkan arah gradien dari setiap piksel
objek sehingga pergerakan kurva tidak terjebak dalam tepi yang
bukan merupakan cortical bone. Hasil segmentasi dengan

Jurnal Cybermatika | Vol. 3 No. 1 | Juni 2015 | Artikel 2

MDGVF menunjukkan tingkat akurasi yang lebih baik


dibandingkan dengan metode active contour yang lain (Hendra,
Arifin, & Soelaiman, 2009). Hanya saja kompleksitas segmentasi
pada beberapa penelitian terkait masih terhitung tinggi. Belum
lagi metode watershed yang diterapkan secara langsung ke citra
asal, tanpa adanya preprocessing tentu akan sulit untuk mereduksi
region yang overlapping, sehingga proses region merging untuk
mendapatkan representasi objek cortical bone membutuhkan
waktu yang lama.
Oleh karena itu, pada penelitian ini diusulkan metode baru untuk
melakukan segmentasi cortical bone pada citra dental panoramic
radiograph. Metode ini mengkombinasikan filter gaussian dan
modifikasi watershed berbasis gradient-barrier. Filter gaussian
merupakan tahapan preprocessing sebelum melakukan watershed
guna mencegah region yang overlapping. Sedangkan modifikasi
watershed gradient-barrier digunakan untuk membentuk dan
mereduksi region catchment basin berdasarkan fitur gradien citra
objek sebagai threshold hingga didapatkan segmentasi cortical
bone yang tepat. Diharapkan dengan penelitian ini, dapat
memecahkan masalah ambiguitas konsistensi tepi segmentasi
sebelum masuk ketahapan perhitungan lebar cortical bone untuk
klasifikasi penyakit osteoporosis.

| |

............................... (4)

Dimana Gx dan Gy adalah gradien pada arah x dan y. Sedangkan


arah gradien ditentukan dengan menggunakan persamaan 5
(Gonzales, Woods, & Eddins, 2009).
|

(|

|
) ............................... (5)
|

2.3 Watershed Gradient-Barrier


Watershed merupakan salah satu cara untuk segmentasi sebuah
citra. Konsep ini memvisualisasikan sebuah citra dalam tiga
dimensi (Indriyani, Arifin, & Soelaiman, 2009), yaitu dua
koordinat ruang versus tingkat keabu-abuan. Proses pembentukan
watershed ditunjukan pada Gambar 1.

2. KAJIAN PUSTAKA
2.1 Filter Penghalusan (Smoothing)
Pada penelitian ini, teknik smoothing yang digunakan adalah filter
gaussian sebagai salah satu filter penghalus yang dapat mencegah
kesalahan deteksi tepi citra. Hal ini sebagai akibat adanya
intensitas noise berlebih. Proses filter bekerja dengan mengganti
nilai setiap piksel dalam citra dengan rata-rata dari level intensitas
dalam piksel tetangga (Wieclawek & Pietka, 2015). Matriks
kernel (mask) gauss didasarkan pada fungsi distribusi peluang
gaussian, seperti persamaan 1 dan 2 (Basu, 2002):

( )

......................... (2)

2.2 Potensi Gradien Citra (Gradient


Magnitude)
Pada tahapan menghitung potensi gradien citra ada dua buah
informasi yang dibutuhkan yaitu kekuatan tepi (edge
strength/magnitude) dan arah tepi (edge direction/orientation).
Dalam hal ini, penelitian kami menggunakan operator sobel.
Untuk kekuatan edge dapat digunakan persamaan 3 (Gonzales,
Woods, & Eddins, 2009).
( )

) ............................... (3)

Jika hanya menggunakan persamaan 3, maka kekuatan tepi yang


dihasilkan hanya pada arah horizontal. Untuk itu, digunakan
rumus yang sama dengan mengganti nilai x (kolom) menjadi y
(baris) sehingga dihasilkan kekuatan tepi untuk arah vertikal.
Total gradien dari dua daerah tersebut dapat ditentukan sebagai
jarak Euclidean dengan menerapkan hukum phytagoras pada
persamaan 4 (Gonzales, Woods, & Eddins, 2009).

Salah satu aplikasi dasar dari segmentasi watershed yaitu


ekstraksi dari seragam objek yang dekat dari background. Bagian
citra yang mempunyai sifat variasi kecil di tingkat keabuan
mempunyai nilai gradien yang kecil, sebaliknya nilai gradien yang
besar untuk variasi tingkat keabuan yang besar. Segmentasi
watershed diaplikasikan secara langsung ke gradien yang beragam
dari sebuah citra itu sendiri. Pada perumusan ini, regional minimal
dari kolam penangkapan dibentuk dengan nilai kecil dari gradien
yang berhubungan ke objek yang diamati.

................................ (1)

Dengan
adalah standar deviasi dari distribusinya. Sedangkan
fungsi gauss 2D adalah:

Gambar 1. (a) Pada waktu t belum dibangun dam. (b) pada


waktu t+b, dibangun dam

Jika ini dilakukan, maka dihasilkan garis watershed berdasarkan


bentuk shape (daerah) dari pertemuan aliran air dua atau lebih
objek dengan tidak memperdulikan besar kecilnya nilai gradien,
sehingga pembuatan garis dengan teknik ini tentu akan
menghasilkan region yang overlapping. Watershed gradientbarrier (Yang & Ahuja, 2014) merupakan satu dari sekian banyak
metode pengembangan watershed yang tidak hanya ditentukan
berdasarkan lokasi dimana air dari marker yang berbeda bertemu,
tetapi juga menambahkan fitur penggunaan gradien citra objek
dengan threshold (ambang batas) tertentu secara langsung untuk
memandu water-flow (aliran air) dalam proses watershed. Gradien
yang kuat bertindak sebagai penghalang bagi water-flow; air
hanya dapat mengalir di sekitar region isolated islands.
Alur kerja watershed gradient barrier adalah sebagai berikut: a)
Lakukan input citra awal L dan tentukan marker citra berdasarkan
intensitas tingkat keabuan. b) Berikan label yang berbeda (lbli|
i=1,2,n) untuk semua marker hingga dihasilkan kandidat
region. c) Untuk setiap lbli, cek ketetanggaan semua piksel Li(x,y)
baik ke kiri L(x-1,y), kanan L(x+1,y), atas L(x,y-1), bawah L(x,y+1), dan
diagonalnya. d) Jika piksel tetangga memiliki lbli yang sama,
maka cek apakah nilai piksel gradien tetangga >= threshold (T). e)
Jika ya, maka ganti nilai lbli tetangga menjadi garis watershed
(relabel(lbli)=0). Jika tidak, maka lbli piksel tetangga tidak perlu
diganti. f) Jika piksel tetangga memiliki lbli yang berbeda, maka
ganti nilai lbli tetangga menjadi garis watershed (relabel(lbli)=0).

Arif Fadllullah, Tegar Palyus Fiqar, Muhamad Nasir, Agus Zainal Arifin

g) Lakukan kembali langkah c, d, e, dan f hingga benar-benar


didapatkan region catchment basin dengan kontur tertutup.

2.4 Usulan Metode


Penelitian dimulai dengan pengambilan Region of Interest
(ROI) citra cortical bone, kemudian citra dinormalisasi dan
dikenai filter gaussian dengan round mask 5. Filter ini selain akan
menghaluskan citra, juga akan menyeragamkan beberapa piksel
dengan intensitas yang mendekati sama guna mencegah kecilnya
area regin yang dihasilkan. Berikutnya, membentuk region
catchmen basin menggunakan modifikasi gradient-barrier
watershed yang menyertakan fitur gradien dengan threshold,
T=0,025 agar region yang merepresentasikan cortical bone saja
yang dihasilkan. Jika region yang dihasilkan di area cortical bone
masih terdiri dari banyak label, maka dilakukan region merging
hingga benar-benar dihasilkan satu label segmentasi cortical bone.

Desain sistem ditunjukkan pada Gambar 2.


Metode watershed sangat sensitif terhadap sekecil apapun
intensitas warna yang beragam. Semakin banyak region pada citra
yang memiliki intensitas warna beragam maka semakin banyak
pula garis watershed yang dihasilkan. Untuk itu, filter gaussian
diperlukan untuk meminimalkan noise dan mengurangi detail
intensitas warna yang tidak perlu, sehingga diharapkan mampu
mencegah region yang overlapping. Hasil filter ini ditunjukkan
pada Gambar 3.
Citra hasil gaussian masih memungkinkan terjadinya segmentasi
yang overlapping, karena sesuai dengan karakteristik watershed
yang akan membentuk garis watershed dengan intensitas warna
sekecil apapun. Untuk itu, pembentukan region harus dibatasi
dengan mencari gradient magnitude terlebih dulu. Gradient
magnitude yang digunakan adalah sobel. Hasil dari gradient

Mulai
Pilih 1 Region sebagai Flood Minimal,
pertimbangan intensitas piksel dan luas
wilayah tertinggi
Input Citra Cortical
Bone
Cek Flood Minimal dengan Region
Watershed Tetangganya
Normalisasi Citra

Filter Gaussian, round mask = 5

Ada Bobot Region Watershed


Tetangga < Flood Minimal ?

Ubah ke Citra Gradient


Magnitude dengan Sobel

Ya

Region Merging, Ganti Label Tetangga


= Label Flood Minimal.

Urutkan intensitas setiap Piksel


Gradient Magnitude

Intensitas Piksel Gradient


Magnitude > Tbarrier (0,025) ?

Tidak

Tidak

Urutkan kembali Label-Label Region


Watershed, karena ada Label yang
hilang

Flood Minimal baru terbentuk


Reduksi Gradient

Ya

Pertahankan Gradient
Segmentasi Flood Minimal
Lakukan Watershed, beri Label
yang berbeda untuk tiap Region
yang dihasilkan

Selesai

Gambar 2. Blok Diagram Sistem

Jurnal Cybermatika | Vol. 3 No. 1 | Juni 2015 | Artikel 2

magnitude dapat dilihat pada Gambar 4.


Hasil citra gradient magnitude kemudian diproses ke dalam
algoritma watershed. Hasil segmentasi watershed pada tahap awal
dapat dilihat pada Gambar 5. Pada tahapan ini, walaupun
representasi tepi citra cortical bone telah tampak, tetapi masih
banyak sekali catchment basin (kolam tangkapan) yang terdapat
pada citra watershed. Oleh karena itu, diperlukan teknik tambahan
yang mampu meminimalisir region yaitu dengan modifikasi
gradient-barrier.
Alur dari modifikasi gradient-barrier diantaranya: a) membuat
dan mengurutkan daftar (baris dan kolom) intensitas piksel
gradient magnitude dari terkecil hingga terbesar; b) mereduksi
gradien yang memiliki kedalaman kurang dari ambang batas (T)
yang diberikan; dan c) hasil reduksi dimasukkan ke dalam proses
watershed untuk kemudian mendapatkan catchment basin dan
diberi label. Penentuan ambang batas menjadi bagian terpenting
dalam proses segmentasi watershed pada penelitian ini, sehingga
diperlukan pencarian ambang batas yang tepat untuk seluruh
sampel.
Berdasarkan Gambar 6, nilai T yang tepat untuk sampel tersebut
adalah 0,06. Akan tetapi, nilai T ini masih belum bisa dijadikan
acuan sebagai magic number untuk citra tes, karena perlu diuji
lebih lanjut untuk seluruh sampel lainnya hingga mendapat
kemungkinan magic number T yang tepat.

Gambar 3. Citra asli dan citra hasil filter gaussian

Gambar 6. Hasil segmentasi watershed gradient-barrier pada


salah satu sampel dengan ambang batas, T1=0,01, T2=0,03,
T3=0.05, T4=0,06
Setelah proses watershed berbasis gradient-barrier dilakukan,
output citra berupa segmentasi dengan beberapa catchment basin
yang telah direduksi. Jika catchment basin disekitar cortical bone
yang dihasilkan satu, maka bisa secara langsung dilakukan
segmentasi akhir. Akan tetapi, bagaimana catchment basin
disekitar wilayah cortical bone yang dihasilkan lebih dari satu,
maka perlu adanya tahapan tambahan. Salah satunya dengan
region merging, dimana region-region catchment basin yang
saling berdekatan untuk kemudian digabungkan menjadi
catchment basin yang baru.
Ada beberapa aturan terkait proses ini, diantaranya: a) Labeli
region catchment basin watershed yang ada; b) pilih region
watershed yang menjadi kandidat flood minimal (Rf) dan
pemilihan ini didasarkan pada pertimbangan tingginya intensitas
warna dan luas wilayah; c) cek ketetanggaan catchment basin (Ri |
i=1,2,n) dari flood minimal baik pada posisi atas bawah kiri dan
kanan dengan terlebih dahulu menghapus garis watershed; d)
menggabungkan catchmen basin yang memiliki bobot kurang
(union) dari flood minimal (
); e) overwrite label
catchmen basin yang telah bergabung menjadi label yang sama
dengan flood minimalnya (relabel(Ri)=Rf); f) mengurutkan
kembali label-label catchmen basin karena ada label yang hilang;
g) lakukan kembali langkah c, d, e,dan f hingga benar-benar
catchmen basin yang dihasilkan disekitar cortical bone hanya satu
label; h) Segmentasi label cortical bone.

Gambar 4. Gradient magnitude cortical bone kiri dan kanan

Gambar 5. Watershed pada cortical bone kiri dan kanan

Gambar 7. Pengambilan sampel cortical bone kiri dan kanan

10

Arif Fadllullah, Tegar Palyus Fiqar, Muhamad Nasir, Agus Zainal Arifin

3. METODE PENELITIAN
Uji coba menggunakan total 20 sampel berupa citra tif dental
panoramic radiograph dengan ukuran 256x256 piksel. Sampel
ditunjukkan pada Gambar 7 yang diambil dari penelitian
sebelumnya (Arifin A. Z., et al., 2006b) berdasarkan posisi
foramen mental untuk setiap citra orisinil digital panaromic yang
area penentuannya dibantu oleh penguji ahli. Pengambilan sampel
dilakukan pada dua sisi, yaitu cortical bone sisi kiri dan sisi
kanan. 1 sampai 10 untuk sampel sisi kiri dan 11 sampai 20 untuk
sampel sisi kanan cortical bone.
Pada tahapan ini, dihitung evaluasi kinerja metode yang diusulkan
terhadap citra cortical bone dengan dua metode sebagai
pembanding. Dua metode yang digunakan adalah metode
watershed dan metode watershed berintegrasi dengan active
contour berbasis level set.
Evaluasi penelitian ini menggunakan misclassification error
(ME), relative foreground area error (RAE), modified Hausdroff
distance (MHD), dan waktu eksekusi (Sezgin & Sankur, 2004).
ME didefinisikan sebagai bentuk korelasi antara citra segmentasi
dari sistem dengan observasi ahli. Hal ini sesuai dengan rasio
perbandingan dari piksel background yang dikenali sebagai
foreground dan rasio perbandingan dari piksel foreground yang
dikenali sebagai background. Formula ME yang digunakan
persamaan 6 (Sezgin & Sankur, 2004) sebagai berikut.
|
|

| |
| |

|
|

............................ (6)

Dimana
dan
dinotasikan sebagai background dan
foreground dari citra original (ground truth), sedangkan
dan
dan
dinotasikan sebagai background dan foreground dari citra
hasil segmentasi sistem.
RAE mengukur jumlah perbedaan properti objek seperti area dan
bentuk, pengukuran perbedaan ini dilakukan terhadap segmentasi
citra yang dihasilkan oleh sistem terhadap citra referensi
(observasi ahli). Formula RAE yang digunakan persamaan 7
(Sezgin & Sankur, 2004) sebagai berikut.

....................... (7)

Dimana
adalah area dari referensi citra, dan
adalah area
dari citra hasil. Distorsi bentuk dari citra yang dihasilkan dan
referensi citra (ground truth) dapat diukur dengan metode MHD.
Formula MHD yang digunakan persamaan 8 dan 9 (Sezgin &
Sankur, 2004).
(
Dimana

)) ............... (8)

|| ||............... (9)

dan
dinotasikan piksel area citra referensi dan piksel area
citra hasil dari sistem.

Gambar 8. (a) citra asli, (b) modifikasi watershed gradientbarrier, region merging (c) iterasi=1, (d) iterasi=2, dan (e)
segmentasi cortical bone
Pada Gambar 9, rata-rata nilai misclassification error (ME)
terkecil diperoleh dari metode watershed dengan active contour
berbasis level set sebesar 0,47%, kemudian metode yang
diusulkan dan watershed klasik sebesar 1,43% dan 7,04%. Pada
Gambar 10, rata-rata nilai relative foreground area error (RAE)
terkecil diperoleh dari metode yang diusulkan sebesar 1,05%,
kemudian metode watershed dengan active contour berbasis level
set dan watershed klasik sebesar 1,89% dan 6,97%. Pada Gambar
11, rata-rata nilai modified Hausdroff distance (MHD) terkecil
diperoleh dari metode watershed dengan active contour berbasis
level set sebesar 0,04, kemudian metode yang diusulkan dan
watershed klasik sebesar 0,06 dan 0,08. Pada Gambar 12, rata-rata
eksekusi waktu terkecil diperoleh dari metode yang diusulkan
hanya sebesar 2,53 detik, sangat jauh berbeda bila dibandingkan
dengan metode watershed klasik dan watershed dengan active
contour berbasis level set yang memperoleh rata-rata waktu
eksekusi sebesar 157 dan 177 detik.
Secara keseluruhan, diketahui bahwa kesalahan klasifikasi (ME)
dan kesalahan deteksi area (RAE) hasil segmentasi metode yang
diusulkan untuk semua citra hasil terhadap citra referensi masih
terhitung kecil, hanya di bawah 3%. Selain itu, kesalahan distorsi
atau perubahan ukuran dan bentuk hasil segmentasi semua citra
hasil (MHD) kurang dari 0,1. Selisih rata-rata hasil ME, RAE dan
MHD untuk metode yang diusulkan juga tidak berbeda jauh
dengan metode watershed yang berintegrasi dengan active
contour berbasis level set yang hanya sebesar 0,96, 0,84 , dan
0,02. Akan tetapi, dari sisi waktu eksekusi metode yang diusulkan
90 kali lebih cepat terhadap kedua metode lainnya. Dengan kata
lain, metode yang ditawarkan mampu menyelesaikan
permasalahan berkaitan dengan region yang overlapping dan
ambiguitas konsistensi tepi, sehingga hasil segmentasi menjadi
lebih tepat, akurat, dan juga cepat. Akan tetapi, pada sebagian
sampel, khususnya untuk segmentasi sampel dengan kesalahan
tertinggi, metode yang diusulkan masih memiliki kelemahan. Ini
disebabkan sampel tersebut memiliki intensitas warna dan kontras
yang rendah, serta intensitas noise berlebih disekitar tepi cortical
bone. Distorsi noise sekitar tepi cortical bone turut mempengaruhi
dalam mengaburkan garis tepi yang pada gilirannya masih terjadi
kesalahan untuk melakukan segmentasi tepi cortical bone. Hal
tersebut bisa dilihat pada Gambar 13.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil penelitian untuk salah satu sampel seperti ditunjukkan pada
Gambar 8.

Jurnal Cybermatika | Vol. 3 No. 1 | Juni 2015 | Artikel 2

11

300
250

waktu (s)

misclassification error

16
15
14
13
12
11
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0

200
150
100
50

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920
Sampel ke-

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920

Sampel ke-

watershed klasik
watershed dengan active contour berbasis level set
metode yang diusulkan

relative foreground area error

Gambar 9. Hasil Perbandingan Nilai ME


22
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

watershed klasik
watershed dengan active contour berbasis level set
metode yang diusulkan
Gambar 12. Hasil Perbandingan Nilai Waktu Eksekusi

1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920
Sampel ke-

Gambar 13. (a) Citra Asli, (b) Citra Groundtruth, (c) Citra
Hasil Segmentasi Metode Usulan

watershed klasik
watershed dengan active contour berbasis level set
metode yang diusulkan

modified Hausdroff distance

Gambar 10. Hasil Perbandingan Nilai RAE


0.3
0.25
0.2
0.15
0.1
0.05
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121314151617181920
Sampel kewatershed klasik
watershed dengan active contour berbasis level set
metode yang diusulkan
Gambar 11. Hasil Perbandingan Nilai MHD

12

5. KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan dari penelitian yaitu metode baru yang ditawarkan
telah memberikan hasil yang tepat, akurat, dan cepat dalam
melakukan segmentasi cortical bone pada citra dental panoramic
radiograph. Pengunaan filter gaussian mampu menyeragamkan
intensitas warna antar piksel yang nilainya mendekati sama,
sehingga area region menjadi lebih lebar dan mencegah region
yang overlapping. Penggunaan modifikasi watershed gradientbarrier dengan nilai threshold untuk membentuk garis watershed
sangat efektif mereduksi region yang overlapping, serta
mempercepat waktu eksekusi dengan mengurangi jumlah iterasi
saat proses penggabungan catchment basin hingga membentuk
segmentasi cortical bone. Dari 20 sampel data uji cortical bone
diperoleh rata-rata ME 1,43%, RAE 1,05%, MHD 0,06, dan
waktu eksekusi 2,53 detik.
Saran pada penelitian ini yaitu diperlukannya pengambilan dan
pemilihan citra dental panoramic radiograph yang memiliki
intesitas warna dan kontras yang tinggi, serta intensitas niose yang
rendah untuk mengatasi kesalahan hasil pengkasifikasian citra
segmentasi cortical bone. Penelitian selanjutnya dapat
dikembangkan sistem dengan penentuan parameter round mask
filter gaussian dan threshold fitur gradien secara otomatis
terhadap masing-masing citra dental panoramic radiograph, serta
pengembangan metode ini lebih lanjut hingga ke tahapan
pengukuran lebar cortical bone untuk klasifikasi penyakit
osteoporosis.

Arif Fadllullah, Tegar Palyus Fiqar, Muhamad Nasir, Agus Zainal Arifin

6. REFERENSI
Arifin, A. Z., Asano, A., Taguchi, A., Nakamoto, T., Ohtsuka, M.,
Tsuda, M., . . . Tanimoto, K. Computer-aided system for
Measuring the Mandibular Cortical Width on Dental Panaromic
Radiographs in Identifying Postmenopausal Women with Low
Bone Mineral Density. International Osteoporosis Foundation
and National Osteoporosis Foundation, 17, 753-759. (2006a).
Arifin, A. Z., Asano, A., Taguchi, A., Nakamoto, T., Ohtsuka, M.,
Tsuda, M., . . . Tanimoto, K. A Fuzzy Expert System Design for
Diagnosing Osteoporosis Based on Mandibular Cortex
Measurement on Dental Panoramic Radiograph. 15th Indonesian
Scientific Conference in Japan Proceedings. (2006b).
Basu, M. Gaussian-Based Edge-Detection Methods-A Survey.
IEEE Transactions on Systems, Man, and Cybernetics, 32(3), 252260. (2002).
Denny, Arifin, A. Z., & Soelaiman, R. Segmentasi Cortical Bone
Pada Dental Panoramic Radiograph Menggunakan Watershed dan
Active Contour GGVF Snake. Industrial Electronics Seminar.
Surabaya: Electronics engineering Polytechnic Institute. (2008).
Gonzales, R. C., Woods, R. E., & Eddins, S. L. Digital Image
Processing Using Matlab (2nd ed.). Knoxville, Tennesee, United
States of America: Gatesmark Publishing. (2009).
Hendra, A., Arifin, A. Z., & Soelaiman, R. Penerapan Multi
Direction Gradient Vector Flow (MDGVF) untuk Segmentasi
Cortical Bone pada Citra Medis Dental Panoramic Radiograph.
Seminar Nasional Pascasarjana . Surabaya: Institut Teknologi
Sepuluh Nopember. (2009).
Indriyani, T., Arifin, A. Z., & Soelaiman, R. Segmentasi Cortical
Bone Pada Dental Panoramic Radiograph Menggunakan
Watershed berintegrasi dengan Active Contour berbasis Level Set.
Seminar Nasional Manajemen Teknologi IX. Institut Teknologi
Sepuluh Nopember. (2009).
Sezgin, M., & Sankur, B. A Survey over Image Thresholding and
Quantitative Performance Evaluation. Journal of Electronic
Imaging, 13(1), 146-168. (2004).
Taguchi, A., Tsuda, M., Ohtsuka, M., I, K., Sanada, I., Sanada,
M., . . . Bollen, A. M. Use of Dental Panoramic Radiograph in
Identifying Younger Postmenopausal Women with Osteoporosis.
Osteoporosis International, 17, 387-394. (2006).
Wieclawek, W., & Pietka, E. Watershed based Intelligent
Scissors. Computerizad Medical Imaging and Graphics. (2015).
Yang, H., & Ahuja, N. Automatic Segmentation of Granular
Objects in Images: Combining Local Density Clustering and
Gradient-Barrier Watershed. Pattern Recognition, 47, 2266-2279.
(2014).

Jurnal Cybermatika | Vol. 3 No. 1 | Juni 2015 | Artikel 2

13

Anda mungkin juga menyukai