Anda di halaman 1dari 19

Perdarahan Intra Serebral

A.
Definisi
Perdarahan intraserebral (PIS) adalah perdarahan yang terjadi di otak yang disebabkan
oleh pecahnya (ruptur) pada pembuluh darah otak. Perdarahan dalam dapat terjadi di bagian
manapun di otak. Darah dapat terkumpul di jaringan otak, ataupun di ruang antara otak dan
selaput membran yang melindungi otak. Perdarahan dapat terjadi hanya pada satu hemisfer
(lobar intracerebral hemorrhage), atau dapat pula terjadi pada struktur dari otak, seperti
thalamus, basal ganglia, pons, ataupun cerebellum (deep intracerebral hemorrhage).
B
Epidemiologi
Di seluruh dunia insiden perdarahan intraserebral berkisar 10 sampai 20 kasus
per 100.000 penduduk dan meningkat seiring dengan usia. Perdarahan intraserebral lebih sering
terjadi pada pria daripada wanita, terutama yang lebih tua dari 55 tahun, dan dalam populasi
tertentu, termasuk orang kulit hitam dan Jepang. Selama periode 20 tahun studi The National
Health and Nutrition Examination Survey Epidemiologic menunjukkan insiden perdarahan
intraserebral antara orang kulit hitam adalah 50 per 100.000, dua kali insiden orang kulit putih.
Perbedaan dalam prevalensi hipertensi dan tingkat pendidikan berhubungan dengan perbedaan
resiko. Peningkatan risiko terkait dengan tingkat pendidikan yang lebih rendah mungkin terkait
dengan kurangnya kesadaran akan pencegahan primer dan akses ke perawatan kesehatan. Insiden
perdarahan intraserebral di Jepang yaitu 55 per 100.000 jumlah ini sama dengan orang kulit
hitam. Tingginya prevalensi hipertensi dan pengguna alkohol pada populasi Jepang dikaitkan
dengan insiden. Rendahnya observasi kadar kolesterol serum pada populasi ini juga dapat
meningkatkan resiko perdarahan intraserebral. Usia rata-rata pada umur 53 tahun, interval 40
75 tahun. Insiden pada laki-laki sama dengan pada wanita. Angka kematian 60 90 %.
C
Anatomi
Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron, sel-sel penunjang yang dikenal sebagai
sel glia, cairan serebrospinal, dan pembuluh darah. Semua orang memiliki jumlah neuron yang
sama sekitar 100 miliar, tetapi koneksi di antara berbagi neuron berbeda-beda. Pada orang
dewasa, otak membentuk hanya sekitar 2% (sekitar 1,4 kg) dari berat tubuh total, tetapi
mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa yang ada di dalam darah arterial.
Otak harus menerima lebih kurang satu liter darah per menit, yaitu sekitar 15% dari darah
total yang dipompa oleh jantung saat istirahat agar berfungsi normal. Otak mendapat darah dari
arteri. Yang pertama adalah arteri karotis interna yang terdiri dari arteri karotis (kanan dan kiri),
yang menyalurkan darah ke bagian depan otak disebut sebagai sirkulasi arteri cerebrum anterior.

Yang kedua adalah vertebrobasiler, yang memasok darah ke bagian belakang otak disebut
sebagai sirkulasi arteri cerebrum posterior. Selanjutnya sirkulasi arteri cerebrum anterior bertemu
dengan sirkulasi arteri cerebrum posterior membentuk suatu sirkulus willisi.
Ada dua hemisfer di otak yang memiliki masing-masing fungsi. Fungsi-fungsi dari otak
adalah otak merupakan pusat gerakan atau motorik, sebagai pusat sensibilitas, sebagai area broca
atau pusat bicara motorik, sebagai area wernicke atau pusat bicara sensoris, sebagai area
visuosensoris, dan otak kecil yang berfungsi sebagai pusat koordinasi serta batang otak yang
merupakan tempat jalan serabut-serabut saraf ke target organ. Jika terjadi kerusakan gangguan
otak maka akan mengakibatkan kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara, serta
gangguan dalam pengaturan nafas dan tekanan darah. Gejala di atas biasanya terjadi karena
adanya serangan stroke.
D
Etiologi
Hipertensi merupakan penyebab terbanyak (72-81%). Perdarahan intraserebral spontan
yang tidak berhubungan dengan hipertensi, biasanya berhubungan dengan diskrasia darah,
hemartroma, neoplasma, aneurisma, AVM, tumor otak metastasis, pengobatan dengan
antikoagulans, gangguan koagulasi seperti pada leukemia atau trombositopenia, serebralarteritis,
amyloid angiopathy dan adiksi narkotika.
Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh :
1. Hipertensi
Hipertensi lama akan menimbulkan lipohialinosis dan nekrosis fibrinoid yang memperlemah
dinding pembuluh darah yang kemudian menyebabkan ruptur intima dan menimbulkan
aneurisma. Selanjutnya dapat menyebabkan mikrohematoma dan edema. Hipertensi kronik
dapat juga menimbulkan sneurisma-aneurisma kecil (diameternya 1 mm) yang tersebar di
sepanjang pembuluh darah, aneurisma ini dikenal sebagai aneurisma Charcot Bouchard.
2. Cerebral Amyloid Angiopathy
Cerebral Amyloid Angiopathy adalah suatu perubahan vaskular yang unik ditandai oleh
adanya deposit amiloid di dalam tunika media dan tunika adventisia pada arteri kecil dan
arteri sedang di hemisfer serebral. Arteri-arteri yang terkena biasanya adalah arteri-arteri
kortical superfisial dan arteri-arteri leptomening. Sehingga perdarahan lebih sering di daerah
subkortikal lobar ketimbang daerah basal ganglia. Deposit amiloid menyebabkan dinding
arteri menjadi lemah sehingga kemudian pecah dan terjadi perdarahan intraserebral. Di
samping hipertensi, amyloid angiopathy dianggap faktor penyebab kedua terjadinya
perdarahan intraserebral pada penderita lanjut usia.
3. Arteriovenous Malformation
2

4. Neoplasma intrakranial. Akibat nekrosis dan perdarahan oleh jaringan neoplasma yang
hipervaskular.
Perdarahan di putamen, thalamus, dan pons biasanya akibat ruptur a.
lentikulostriata, a. thalamoperforating dan kelompok basilar-paramedian. Sedangkan
perdarahan di serebelum biasanya terdapat di daerah nukleus dentatus yang mendapat
pendarahan dari cabang a. serebelaris superior dan a. serecelaris inferior anterior.

Gambar 1. Lokasi tersering sumber perdarahan intraserebral4


E.

Patofisiologi
Kasus PIS umumnya terjadi di kapsula interna (70 %), di fossa posterior (batang otak dan

serebelum) 20 % dan 10 % di hemisfer (di luar kapsula interna). Gambaran patologik


menunjukkan ekstravasasi darah karena robeknya pembuluh darah otak dan diikuti adanya
edema dalam jaringan otak di sekitar hematom. Akibatnya terjadi diskontinuitas jaringan dan
kompresi oleh hematom dan edema pada struktur sekitar, termasuk pembuluh darah otak dan
penyempitan atau penyumbatannya sehingga terjadi iskemia pada jaringan yang dilayaninya,
maka gejala klinis yang timbul bersumber dari destruksi jaringan otak, kompresi pembuluh darah
otak / iskemia dan akibat kompresi pada jaringan otak lainnya.
F.
Gejala Klinis
Secara umum gejala klinis PIS merupakan gambaran klinis akibat akumulasi darah di
dalam parenkim otak. PIS khas terjadi sewaktu aktivitas, onset pada saat tidur sangat jarang.
Perjalanan penyakitnya, sebagian besar (37,5-70%) per akut. Biasanya disertai dengan
penurunan kesadaran. Penurunan kesadaran ini bervariasi frekuensi dan derajatnya tergantung
dari lokasi dan besarnya perdarahan tetapi secara keseluruhan minimal terdapat pada 60% kasus.
dua pertiganya mengalami koma, yang dihubungkan dengan adanya perluasan perdarahan ke
arah ventrikel, ukuran hematomnya besar dan prognosis yang jelek. Sakit kepala hebat dan
3

muntah yang merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial dijumpai pada PIS, tetapi
frekuensinya bervariasi. Tetapi hanya 36% kasus yang disertai dengan sakit kepal sedang muntah
didapati pada 44% kasus. Jadi tidak adanya sakit kepala dan muntah tidak menyingkirkan PIS,
sebaliknya bila dijumpai akan sangat mendukung diagnosis PIS atau perdarahn subarakhnoid
sebab hanya 10% kasus stroke oklusif disertai gejala tersebut. Kejang jarang dijumpai pada saat
onset PIS.
G.
Pemeriksaan Fisik
Hipertensi arterial dijumpai pada 91% kasus PIS. Tingginya frekuensi hipertensi
berkorelasi dengan tanda fisik lain yang menunjukkan adanya hipertensi sistemik seperti
hipertrofi ventrikel kiri dan retinopati hipertensif. Pemeriksaan fundus okuli pada kasus yang
diduga PIS mempunyai tujuan ganda yaitu mendeteksi adanya tanda-tanda retinopati hipertensif
dan mencari adanya perdarahan subhialoid (adanya darah di ruang preretina, yang merupakan
tanda diagnostik perdarahan subarakhnoid) yang mempunyai korelasi dengan ruptur aneurisma.
Kaku kuduk terdapat pada 48% kasus PIS.
Gerakan mata, pada perdarahan putamen terdapat deviation conjugae ke arah lesi, sedang
pada perdarahan nukleus kaudatus terjadi kelumpuhan gerak horisontal mata dengan deviation
conjugae ke arah lesi. Perdarahan thalamus akan berakibat kelumpuhan gerak mata atas (upward
gaze palsy), jadi mata melihat ke bawah dan kedua mata melihat ke arah hidung. Pada
perdarahan pons terdapat kelumpuhan gerak horisontal mata dengan ocular bobbing.
Pada perdarahan putamen, reaksi pupil normal atau bila terjadi herniasi unkus maka pupil
anisokor dengan paralisis N. III ipsilateral lesi. Perdarahan di thalamus akan berakibat pupil
miosis dan reaksinya lambat. Pada perdarahan di mesensefalon, posisi pupil di tengah,
diameternya sekitar 4-6 mm, reaksi pupil negatif. Keadaan ini juga sering dijumpai pada herniasi
transtentorial. Pada perdarahn di pons terjadi pinpoint pupils bilateral tetapi masih terdapat
reaksi, pemeriksaannya membutuhkan kaca pembesar.

Pola

pernafasan pada perdarahan diensefalon adalah Cheyne-Stroke, sedang pada lesi di mesensefalon
atau pons pola pernafasannya hiperventilasi sentral neurogenik. Pada lesi di bagian tengah atau
caudal pons memperlihatkan pola pernafasan apneustik. Pola pernafasan ataksik timbul pada lesi
di medula oblongata. Pola pernafasan ini biasanya terdapat pada pasien dalam stadium agonal.

H.
Klasifikasi PIS
Tipe perdarahan intaserebral yang tersering adalah seperti berikut :
1. Putaminal Hemorrhage
Antara sindroma klinis perdarahan yang tersering adalah disebabkan oleh
perdarahan putaminal dengan terjadinya penekanan pada daerah berdekatan dengan
kapsula interna. Gejala dan kelainan neurologic hampir bervariasi berdasarkan
kedudukan dan ukuran penekanan. Perdarahan putaminal khas dengan onset progresif
pada hampir duapertiga pasien, dan kurang dari sepertiga mempunyai gejala mendadak
dan hampir maksimal saat onset. Nyeri kepala tampil saat onset gejala hanya pada 14%
kasus dan pada setiap waktu hanya 28%; semua pasien menunjukkan berbagai
bentuk defisit motorik dan sekitar 65% mengalami perubahan reaksi terhadap pin-prick.
Perdarahan putaminal

kecil

menyebabkan

defisit

sedang

motorik

dan sensori

kontralateral. Perdarahan berukuran sedang mula-mula mungkin tampil dengan


hemiplegia flaksid, defisit hemisensori, deviasi konjugasi mata pada sisi perdarahan,
hemianopia homonim, dan disfasia bila yang terkena hemisfer dominan. Progresi
menjadi perdarahan masif berakibat stupor dan lalukoma, variasi respirasi, pupil tak
berreaksi yang berdilatasi, hilangnya gerak ekstra-okuler, postur motor abnormal, dan
respons Babinski bilateral.
Gejala muntah terjadi hampir setengah daripada penderita. Sakit kepala adalah
gejala tersering tetapi tidak seharusnya ada. Dengan jumlah perdarahan yang banyak,
penderita dapat segera masuk kepada kondisi stupor dengan hemiplegi dan kondisi
penderita akan tampak memburuk dengan berjalannya masa.
Walau bagaimanapun, penderita akan lebih sering mengeluh dengan sakit kepala
atau gangguan kepala yang dirasakan pusing. Dalam waktu beberapa menit wajah
penderita akan terlihat mencong ke satu sisi, bicara cadel atau aphasia, lemas tangan dan
tungkai dan bola mataakan cenderung berdeviasi menjauhi daripada ekxtremitas yang
lemah. Hal ini terjadi, bertahap mengikuti waktu dari menit ke jam di mana sangat kuat
mengarah kepada perdarahan intraserebral. Paralisis dapat terjadi semakin memburuk
dengan munculnya refleks Babinski yang mana pada awalnya dapat muncul unilateral
dan kemudian bisa bilateral dengan ekstremitas menjadi flaksid, stimulasi nyeri
menghilang, tidak dapat bicara dan memperlihatkan tingkat kesadaran stupor.
Karekteristik tingkat keparahan paling parah adalah dengan tanda kompresi batang otak
atas (koma); tanda Babinski bilateral; respirasi dalam, irregular atau intermitten; pupil
6

dilatasi dengan posisi tetap pada bagian bekuan dan biasanya adanya kekakuan yang
deserebrasi.
2. Thalamic Hemorrhage
Sindroma klinis akibat perdarahan talamus sudah dikenal. Umumnya perdarahan
talamus kecil menyebabkan defisit neurologis lebih berat dari perdarahan putaminal.
Seperti perdarahan putaminal, hemiparesis kontralateral terjadi bila kapsula internal
tertekan. Namun khas dengan hilangnya hemisensori kontralateral yang nyata yang
mengenai kepala, muka, lengan, dan tubuh. Perluasan perdarahan ke subtalamus dan
batang otak berakibat gambaran okuler klasik yaitu terbatasnya gaze vertikal, deviasi
mata kebawah, pupil kecil namun bereaksi baik atau lemah. Anisokoria, hilangnya
konvergensi, pupil tak bereaksi, deviasi serong, defisit lapang pandang, dan nistagmus
retraksi juga tampak. Anosognosia yang berkaitan dengan perdarahan sisi kanan dan
gangguan bicara yang berhubungan dengan lesi sisi kiri tidak jarang terjadi. Nyeri kepala
terjadi pada 20-40 % pasien. Hidrosefalus dapat terjadi akibat penekanan jalur CSS.

Gambar 3. Perdarahan Thalamus


3. Perdarahan Pons
Perdarahan pons merupakan hal yang jarang terjadi dibandingkan dengan
perdarahan intraserebral supratentorial, tetapi 50% dari perdarahan infratentorial terjadi
di pons. Gejala klinik yang sangat menonjol pada perdarahan pons ialah onset yang tibatiba dan terjadi koma yang dalam
dengan defisit neurologik bilateral
serta progresif dan fatal. Perdarahan
ponting paling umum menyebabkan
kematian dari semua perdarahan otak.
Bahkan perdarahan

kecil

segera

menyebabkan koma, pupil pinpoint (1


mm) namun reaktif, gangguan gerak
7

okuler lateral, kelainan saraf kranial, kuadriplegia, dan postur ekstensor. Nyeri kepala,
mual dan muntah jarang.
4. Perdarahan Serebelum
Lokasi yang pasti dari tempat asal perdarahan di serebelum sulit diketahui.
Tampaknya sering terjadi di daerah nukleus dentatus dengan arteri serebeli superior
sebagai suplai utama. Perluasan perdarahan ke dalam ventrikel IV sering terjadi pada
50% dari kasus perdarahan di serebelum. Batang otak sering mengalami kompresi dan
distorsi sekunder terhadap tekanan oleh gumpalan darah. Obstruksi jalan keluar cairan
serebrospinal dapat menyebabkan dilatasi ventrikel III dan kedua ventrikel lateralis
sehingga dapat terjadi hidrosefalus akut dan peningkatan tekanan intrakranial dan
memburuknya keadaan umum penderita. Kematian biasanya disebabkan tekanan dari
hematoma yang menyebabkan herniasi tonsil dan kompresi medula spinalis.
Sindroma klinis perdarahan serebeler pertama dijelaskan secara jelas oleh Fisher.
Yang khas adalah onset mendadak dari mual, muntah, tidak mampu bejalan atau berdiri.
Tergantung dari evolusi perdarahan, derajat gangguan neurologis terjadi. Hipertensi
adalah faktor etiologi pada kebanyakan kasus. Duapertiga dari pasien dengan perdarahan
serebeler spontan mengalami gangguan tingkat kesadaran dan tetap responsif saat datang;
hanya 14% koma saat masuk. 50% menjadi koma dalam 24 jam, dan 75% dalam
seminggu sejak onset. Mual dan muntah tampil pada 95%, nyeri kepala (umumnya
bioksipital) pada 73%, dan pusing (dizziness) pada 55 %. Ketidakmampuan berjalan atau
berdiri pada 94 %. Dari pasien non koma, tanda-tanda serebeler umum terjadi termasuk
ataksia langkah (78 %), ataksia trunkal (65 %), dan ataksia apendikuler ipsilateral (65 %).
Temuan lain adalah palsi saraf fasial perifer (61%), palsi gaze ipsilateral (54 %),
nistagmus horizontal (51 %), dan miosis (30%). Hemiplegia dan hemiparesis jarang, dan
bila ada biasanya disebabkan oleh stroke oklusif yang terjadi sebelumnya atau
bersamaan. Triad klinis ataksia apendikuler, palsi gaze ipsilateral, dan palsi fasial perifer
mengarahkan pada perdarahan serebeler. Perdarahan serebeler garis tengah menimbulkan
dilema diagnostik atas pemeriksaan klinis. Umumnya perjalanan pasien lebih ganas dan
tampil dengan oftalmoplegia total, arefleksia, dan kuadriplegia flaksid.
Pada pasien koma, diagnosis klinis perdarahan serebeler lebih sulit karena
disfungsi batang otak berat. Dari pasien koma, 83 % dengan oftalmoplegia eksternal yang

lengkap, 53 % dengan irreguleritas pernafasan, 54 % dengan kelemahan fasial ipsilateral.


Pupil umumnya kecil; tak ada reaksi pupil terhadap sinar pada 40 % pasien.
5. Perdarahan Lober
Sindroma klinis akut perdarahan lober dijelaskan Ropper dan Davis. Hipertensi
kronik tampil hanya pada 31 % kasus, dan 4 % pasien yang koma saat datang. Perdarahan
oksipital khas menyebabkan nyeri berat sekitar mata ipsilateral dan hemianopsia yang
jelas. Perdarahan temporal kiri khas dengan nyeri ringan pada atau dekat bagian anterior
telinga, disfasia fluent dengan pengertian pendengaran yang buruk namun repetisi relatif
baik. Perdarahan frontal menyebabkan kelemahan lengan kontralateral berat, kelemahan
muka dantungkai ringan, dan nyeri kepala frontal. Perdarahan parietal mulai dengan nyeri
kepala temporal anterior ('temple') serta defisit hemisensori, terkadang mengenai tubuh
ke garis tengah. Evolusi gejala yang lebih cepat, dalam beberapa menit, namun tidak
seketika bersama dengan satu dari sindroma tersebut membantu membedakan perdarahan
lober dari stroke jenis lain. Kebanyakan AVM dan tumor memiliki lokasi lober.
6. Perdarahan intraserebral akibat trauma
Adalah perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak. Hematom intraserebral
pascatraumatik merupkan koleksi darah fokal yang biasanya diakibatkan cedera regangan
atau robekan rasional terhadap pembuluh-pembuluh darah intraparenkimal otak atau
kadang-kadang cedera penetrans. Ukuran hematom ini bervariasi dari beberapa milimeter
sampai beberapa sentimeter dan dapat terjadi pada 2%-16% kasus cedera. Intracerebral
hematom mengacu pada hemorragi / perdarahan lebih dari 5 ml dalam substansi otak
I.

(hemoragi yang lebih kecil dinamakan punctate atau petechial/bercak).


Diagnosis
Cara yang paling akurat untuk mendefinisikan stroke hemoragik dengan stroke non

hemoragik adalah dengan CT scan tetapi alat ini membutuhkan biaya yang besar sehingga
diagnosis ditegakkan atas dasar adanya suatu kelumpuhan gejala yang dapat membedakan
manifestasi klinis antara perdarahan infark.
Pemeriksaan Penunjang

Kimia darah

Lumbal punksi

EEG

CT scan

Arteriografi

Pemeriksaan koagulasi harus dikerjakan pada pasien.

2.15

2.16.

Komplikasi

o Stroke hemoragik
o Kehilangan fungsi otak permanen
o Efek samping obat-obatan dalam terapi medikasi
Penanganan PIS
Semua penderita yang dirawat dengan intracerebral

hemorrhage

harus

mendapat pengobatan untuk :


1. Normalisasi tekanan darah
2. Pengurangan tekanan intrakranial
3. Pengontrolan terhadap edema serebral
4. Pencegahan kejang.

10

Hipertensi
adanya beberapa

dapat
pasien

dikontrol
yang

dengan

tidak

obat,

menderita

sebaiknya
hipertensi;

tidak

berlebihan

hipertensi

terjadi

karena
karena

cathecholaminergic discharge pada fase permulaan. Lebih lanjut autoregulasi dari aliran darah
otak akan terganggu baik karena hipertensi kronik maupun oleh tekanan intrakranial yang
meninggi. Kontrol yang berlebihan terhadap tekanan darah akan menyebabkan iskemia pada
miokard, ginjal dan otak.
Dalam suatu studi retrospektif memeriksa dengan CT-Scan untuk mengetahui hubungan
tekanan darah dan pembesaran hematoma terhadap 79 penderita dengan PISH, mereka
menemukan penambahan volume hematoma pada 16 penderita yang secara bermakna
berhubungan dengan tekanan darah sistolik. Tekanan darah sistolik 160 mmHg tampak
berhubungan dengan penambahan volume hematoma dibandingkan dengan tekanan darah
sistolik 150 mmHg. Obat-obat anti hipertensi yang dianjurkan adalah dari golongan :9
1. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors
2. Angiotensin Receptor Blockers
3. Calcium Channel Blockers
Tindakan segera terhadap pasien dengan PIS ditujukan langsung terhadap pengendalian
TIK serta mencegah perburukan neurologis berikutnya. Tindakan medis seperti hiperventilasi,
diuretik osmotik dan steroid (bila perdarahan tumoral) digunakan untuk mengurangi hipertensi
intrakranial yang disebabkan oleh efek massa perdarahan. Sudah dibuktikan bahwa evakuasi
perdarahan yang luas meninggikan survival pada pasien dengan koma, terutama yang bila
dilakukan segera setelah onset perdarahan.
Walau begitu pasien sering tetap dengan defisit neurologis yang jelas. Pasien
memperlihatkan tanda-tanda herniasi unkus memerlukan evakuasi yang sangat segera dari
hematoma. Angiogram memungkinkan untuk menemukan kelainan vaskuler. Adalah sangat
serius untuk memikirkan pengangkatan PIS yang besar terutama bila ia bersamaan dengan
hipertensi intrakranial yang menetap dan diikuti atau telah terjadi defisit neurologis walau telah
diberikan tindakan medis maksimal.
Adanya hematoma dalam jaringan otak bersamaan dengan adanya kelainan neurologis
memerlukan evakuasi bedah segera sebagai tindakan terpilih. Beratnya perdarahan inisial
menggolongkan pasien ke dalam tiga kelompok :
1. Perdarahan progresif fatal.
Kebanyakan pasien berada pada keadaan medis buruk. Perubahan hebat tekanan darah
mempengaruhi kemampuan otak untuk mengatur darahnya, gangguan elektrolit umum terjadi
dan pasien sering dehidrasi. Hipoksia akibat efek serebral dari perdarahan serta obstruksi jalan
11

nafas memperburuk keadaan. Perburukan dapat diikuti sejak saat perdarahan dengan
bertambahnya tanda-tanda peninggian TIK dan gangguan batang otak. Pengelolaan inisial pada
kasus berat ini adalah medikal dengan mengontrol tekanan darah ke tingkat yang tepat,
memulihkan kelainan metabolik, mencegah hipoksia dan menurunkan tekanan intrakranial
dengan manitol, steroid ( bila penyebabnya perdarahan tumoral) serta tindakan hiperventilasi.
GCS biasanya kurang dari 6.
2. Kelompok sakit ringan (GCS 13-15).
3. Kelompok intermediet, dimana perdarahan cukup berat untuk menimbulkan defisit
neurologis parah namun tidak cukup untuk menyebabkan pasien tidak dapat bertahan hidup
(GCS 6-12). Tindakan medikal di atas diberikan hingga ia keluar dari keadaan berbahaya, namun
keadaan neurologis tidak menunjukkan tanda-tanda perbaikan. Pada keadaan ini pengangkatan
hematoma dilakukan secara bedah
PENGELOLAAN SECARA MEDIKAL
Penilaian dan Pengelolaan Inisial
Pengelolaan spontan terutama tergantung keadaan klinis pasien serta etiologi, ukuran
serta lokasi perdarahan. Tak peduli apakah tindakan konservatif atau bedah yang akan dilakukan,
penilaian dan tindakan medikal inisial terhadap pasien adalah sama.
Saat pasien datang atau berkonsultasi, evaluasi dan pengelolaan awal harus dilakukan
bersama tanpa penundaan yang tidak perlu. Pemeriksaan neurologis inisial dapat dilakukan
dalam 10 menit, harus menyeluruh. Informasi ini untuk memastikan prognosis, juga untuk
membuat rencana tindakan selanjutnya. Pemeriksaan neurologis serial harus dilakukan.
Tindakan standar adalah untuk mempertahankan jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi.
Hipoksia harus ditindak segera untuk mencegah cedera serebral sekunder akibat iskemia.
Pengamatan ketat dan pengaturan tekanan darah penting baik pada pasien hipertensif maupun
nonhipertensif. Jalur arterial dipasang untuk pemantauan yang sinambung atas tekanan darah.
Setelah PIS, kebanyakan pasien adalah hipertensif. Penting untuk tidak menurunkan tekanan
darah secara berlebihan pada pasien dengan lesi massa intrakranial dan peninggian TIK, karena
secara bersamaan akan menurunkan tekanan perfusi serebral. Awalnya, usaha dilakukan untuk
mempertahankan tekanan darah sistolik sekitar 160 mmHg pada pasien yang sadar dan sekitar
180 mmHg pada pasien koma, walau nilai ini tidak mutlak dan akan bervariasi tergantung
masing-masing pasien. Pasien dengan hipertensi berat dan tak terkontrol mungkin diperkenankan
untuk mempertahankan tekanan darah sistoliknya di atas 180 mmHg, namun biasanya di bawah
210 mmHg, untuk mencegah meluasnya perdarahan oleh perdarahan ulang. Pengelolaan awal
12

hipertensinya, lebih disukai labetalol, suatu antagonis alfa-1, beta-1 dan beta-2 kompetitif. Drip
nitrogliserin mungkin perlu untuk kasus tertentu.
Gas darah arterial diperiksa untuk menilai oksigenasi dan status asam-basa. Bila jalan
nafas tidak dapat dijamin, atau diduga suatu lesi massa intrakranial pada pasien koma atau
obtundan, dilakukan intubasi endotrakheal. Cegah pemakaian agen anestetik yang akan
meninggikan TIK seperti oksida nitro. Agen anestetik aksi pendek lebih disukai. Bila diduga ada
peninggian TIK, dilakukan hiperventilasi untuk mempertahankan PCO2 sekitar 25-30 mmHg,
dan setelah kateter Foley terpasang, diberikan mannitol 1,5 g/kg IV. Tindakan ini juga dilakukan
pada pasien dengan perburukan neurologis progresif seperti perburukan hemiparesis, anisokoria
progresif, atau penurunan tingkat kesadaran. Dilakukan elektrokardiografi, dan denyut nadi
dipantau.
Darah diambil saat jalur intravena dipasang. Hitung darah lengkap, hitung platelet,
elektrolit, nitrogen urea darah, creatinin serum, waktu protrombin, waktu tromboplastin parsial,
dan tes fungsi hati dinilai. Foto polos dilakukan bila perlu.
Setelah penilaian secara cepat dan stabilisasi pasien, dilakukan CT-scan kepala tanpa
kontras. Sekali diagnosis PIS ditegakkan, pasien dibawa untuk mendapatkan pemeriksaan
radiologis lain yang diperlukan, ke unit perawatan intensif, kamar operasi atau ke bangsal,
tergantung status klinis pasien, perluasan dan lokasi perdarahan, serta etiologi perdarahan.
Sasaran awal pengelolaan adalah pencegahan perdarahan ulang dan mengurangi efek massa,
sedang tindakan berikutnya diarahkan pada perawatan medikal umum serta pencegahan
komplikasi.
Pencegahan atas Perdarahan Ulang
Perdarahan ulang jarang pada perdarahan hipertensif. Saat pasien sampai di
dokter, perdarahan aktif biasanya sudah berhenti. Risiko perdarahan ulang dari AVM dan tumor
juga jarang. Tindakan utama yang dilakukan adalah mengontrol tekanan darah seperti dijelaskan
di atas. Pada perdarahan karena aneurisma yang ruptur, risiko perdarahan ulang lebih tinggi.
Pertahankan tekanan darah 10-20 % di atas tingkat normotensif untuk mencegah vasospasme,
namun cukup rendah untuk menekan risiko perdarahan. Beberapa menganjurkan asam
aminokaproat, suatu agen antifibrinolitik. Namun manfaat serta indikasinya tetap belum jelas.
Kasus dengan koagulasi abnormal, risiko perdarahan ulang atau perdarahan yang
berlanjut sangat nyata kecuali bila koagulopati dikoreksi. Pasien dengan kelainan perdarahan lain
dikoreksi sesuai dengan penyakitnya.
Mengurangi Efek Massa

13

Pengurangan efek massa dapat dilakukan secara medikal maupun bedah. Pasien dengan
peninggian TIK dan atau dengan area yang lebih fokal dari efek massa, usaha nonbedah untuk
mengurangi efek massa penting untuk mencegah iskemia serebral sekunder dan kompresi batang
otak yang mengancam jiwa. Tindakan untuk mengurangi peninggian TIK antara lain :9
1. Elevasi kepala higga 30o untuk mengurangi volume vena intrakranial serta memperbaiki
drainase vena.
2. Manitol intravena

(mula-mula

1,5

g/kg

bolus,

lalu

0,5

g/kg

tiap

4-6

jam

untuk mempertahankan osmolalitas serum 295-310 mOsm/L).


3. Restriksi cairan ringan (67-75% dari pemeliharaan) dengan penambahan bolus cairan
koloid bila perlu.
4. Ventrikulostomi dengan pemantauan TIK serta drainase CSS untuk mempertahankan TIK
kurang dari 20 mmHg.
5. Intubasi endotrakheal dan hiperventilasi, mempertahankan PCO2 25-30 mmHg.
Pada pasien sadar dengan efek massa regional akibat PIS, peninggian kepala, restriksi
cairan, dan manitol biasanya memadai. Tindakan ini dilakukan untuk memperbaiki tekanan
perfusi serebral dan mengurangi cedera iskemik sekunder. Harus ingat bahwa tekanan perfusi
serebral adalah sama dengan tekanan darah arterial rata-rata dikurangi tekanan intrakranial,
hingga tekanan darah sistemik harus dipertahankan pada tingkat normal, atau lebih disukai
sedikit lebih tinggi dari tingkat normal. Diusahakan tekanan perfusi serebral setidaknya 70
mmHg, bila perlu memakai vasopresor seperti dopamin intravena atau fenilefrin.
Pasien sadar dipantau dengan pemeriksaan neurologis serial, pemantauan TIK jarang
diperlukan. Pada pasien koma yang tidak sekarat (moribund), TIK dipantau secara rutin. Disukai
ventrikulostomi karena memungkinkan mengalirkan CSS, karenanya lebih mudah mengontrol
TIK. Perdarahan intraventrikuler menjadi esensial karena sering terjadi hidrosefalus akibat
hilangnya jalur keluar CSS. Lebih disukai pengaliran CSS dengan ventrikulostomi dibanding
hiperventilasi untuk pengontrolan TIK jangka lama. Pemantauan TIK membantu menilai manfaat
tindakan medikal dan membantu memutuskan apakah intervensi bedah diperlukan.
Pemakaian kortikosteroid untuk mengurangi edema serebral akibat PIS pernah dilaporkan
bermanfaat pada banyak kasus anekdotal. Namun penelitian menunjukkan bahwa deksametason
tidak menunjukkan manfaat, di samping jelas meningkatkan komplikasi (infeksi dan diabetes).
Namun digunakan deksametason pada perdarahan parenkhimal karena tumor yang berdarah
dimana CT-scan memperlihatkan edema serebral yang berat.
Perawatan Umum

14

Pasien dengan perdarahan intraventrikuler atau kombinasi dengan perdarahan


subarakhnoid atau parenkhimal akibat robeknya aneurisma nimodipin diberikan 60 mg melalui
mulut atau NGT setiap 4 jam. Belum ada bukti pemberian intravena lebih baik. Namun
penggunaan pada PIS non-aneurismal belum pasti.
Antikonvulsan diberikan begitu diagnosis PIS supratentorial ditegakkan, kecuali
bila perdarahan terbatas pada thalamus atau ganglia basal. Secara inisial disukai fenitoin, karena
kadar darah terapeutik dapat dicapai dalam 1 jam dengan pemberian IV, mudah pemberiannya,
dan efektif mencegah kejang umum. Pada dewasa, pembebanan 1 g IV (50 mg/menit) diikuti
300-400 mg IV atau oral perhari. Tekanan darah harus dipantau selama pembebanan IV karena
infus yang terlalu cepat dapat berakibat penurunan tekanan darah mendesak. Sebagai tambahan,
EKG harus dipantau karena fenitoin berkaitan dengan aritmia cardiac termasuk pelebaran
interval PR dan gelombang Q dengan diikuti kolaps vaskuler. Kadar fenitoin dipantau ketat dan
dosis disesuaikan hingga kadar fenitoin serum dalam jangkauan terapeutik (10-20 g/ml) dan
pasien bebas kejang.
Antikonvulsan lain seperti fenobarbital (60 mg/IV atau oral, dua kali sehari, kadar
terapeutik darah 20-40 g/ml) dan Carbamazepin (200 mg oral, 3-4 kali sehari, kadar terapeutik
4-12 g/ml). Kejang bisa bersamaan dengan peninggian dramatik TIK dan tekanan darah
sistemik, yang dapat menyebabkan perdarahan, karenanya harus dicegah. Selain itu hipoksia dan
asidosis sering tampak selama aktifitas kejang, potensial untuk menambah cedera otak sekunder.
Pengelolaan metabolik yang baik diperlukan pada pasien dengan PIS. Status cairan,
elektrolit serum, dan fungsi renal harus ditaksir berulang, terutama pada pasien dengan restriksi
cairan, mendapat manitol atau diuretika lain, atau tidak makan. Nutrisi memadai adalah esensial.
PENGOBATAN DENGAN CARA OPERASI
Untuk menentukan pasien mana yang harus dioperasi adalah suatu masalah yang sulit.
Ada beberapa pandangan yang dapat dijadikan patokan atau pedoman :
1. Dari seluruh penderita PISH hanya sedikit kasus yang harus dioperasi.
2. Kriteria memilih pasien untuk operasi harus ketat dan sesuai dengan norma-norma
kemanusiaan. Harapan terhadap hasil tindakan operasi harus terfokus terhadap quality
of survival yang dapat diterima oleh pasien, keluarganya dan masyarakat.
Segera yang ingin dicapai dari operasi adalah kembalinya pergeseran garis tengah,
kembalinya

tekanan

intrakanial

ke

dalam

batas

normal,

kontrol

pendarahan

dan

mencegah pendarahan ulang. Indikasi operasi pada cedera kepala harus mempertimbangkan
status neurologis, status radiologis, pengukuran tekanan intrakranial
Secara umum indikasi operasi pada hematoma intrakranial :8,9
15

1. Massa hematoma kira-kira 40 cc


2. Massa dengan pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm
3. IED dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah dengan GCS 8
atau kurang.
4. Konstusio serebri dengan diameter 2 cm dengan efek massa yang jelas atau
pergeseran garis tengah lebih dari 5 mm.
5. Pasien-pasien yang menurun kesadarannya

dikemudian

waktu

disertai

berkembangnya tanda- tanda lokal dan peningkatan tekanan intraknial lebih dari 25
mmHg.
Tindakannya :
Pemasangan kateter yang melewati pembuluh darah otak untuk melebarkan
pembuluh darah otak, guna menghindari prosedur operasi yang invasif.
Aspirasi dengan stereotactic surgery atau endoscopic drainage digunakan untuk basal
ganglia hemorrhage, meskipun angka keberhasilannya masih sedikit.
Penggunaan manitol
Pada gangguan neurologis, Diuretic Osmotik (Manitol) merupakan jenis diuretik
yang paling banyak digunakan. Manitol adalah suatu Hiperosmotik Agent yang digunakan
dengan segera meningkat. Volume plasma untuk meningkatkan aliran darah otak dan
menghantarkan oksigen (Norma D McNair dalam Black, Joyce M, 2005). Ini merupakan salah
satu alasan manitol sampai saat ini masih digunakan untuk mengobati klien menurunkan
peningkatan tekanan intrakranial. Manitol selalu dipakai untuk terapi edema otak, khususnya
pada kasus dengan Hernisiasi. Manitol masih merupakan obat magic untuk menurunkan tekanan
intrakranial, tetapi jika hanya digunakan sebagai mana mestinya. Bila tidak semestinya akan
menimbulkan toksisitas dari pemberian manitol, dan hal ini harus dicegah dan dimonitor.
Indikasi dan dosis pada terapi menurunkan tekanan intrakranial.
Terapi penatalaksanaan untuk menurunkan peningkatan tekanan intrakranial
dimulai bilamana tekanan Intrakranial 20-25 mmHg. Management penatalaksanaan peningkatan
tekanan Intrakranial salah satunya adalah pemberian obat diuretik osmotik (manitol), khususnya
pada keadaan patologis edema otak. Tidak direkomendasikan untuk penatalaksanaan tumor otak.
Seperti yang telah dijelaskan di atas, diuretik osmotik (manitol) menurunkan cairan total tubuh
lebih dari kation total tubuh sehingga menurunkan volume cairan intraseluler.
Dosis : Untuk menurunkan tekanan intrakranial, dosis manitol 0,25 1 gram/kgbb diberikan
bolus intravena, atau dosis tersebut diberikan intravena selama lebih dari 10 15 menit. Manitol
dapat jugadiberikan atau dicampur dalam larutan Infus 1,5 2 gram/kgbb sebagai larutan 1516

20% yang diberikan selama 30-60 menit. Manitol diberikan untuk menghasilkan nilai serum
osmolalitas 310 320 mOsm/L. Osmolalitas serum sering kali dipertahankan antara 290 310
mOsm. Tekanan Intrakranial harus dimonitor, harus turun dalam waktu 60 - 90 menit, karena
efek manitol dimulai setelah 0,5 - 1 jam pemberian. Fungsi ginjal, elektrolit, osmolalitas serum
juga dimonitor selama pasien mendapatkan manitol. Perawat perlu memperhatikan secara
serius, pemberian manitol bila osmolalitas lebih dari 320 mOsm/L. Karena diureis, hipotensi dan
dehidrasi dapat terjadi dengan pemberian manitol dalam jumlah dosis yang banyak. Foley
catheter harus dipasang selama pasien mendapat terapi manitol. Dehidrasi adalah manisfestasi
dari peningkatan sodium serum dan nilai osmolalitas.
Obat Neuroprotektor :
1. Piracetam 1200 mg/kaplet
Indikasi : Kemunduran daya pikir, astenia, gangguan adaptasi, gangguan reaksi
psikomotor. Alkoholisme kronik dan adiksi. Disfungsi serebral sehubungan dengan
akibat pasca trauma.
Dosis : Oral sindroma psikoorganik yang berhubungan dengan penuaan, awal 6
kapsul atau 3 kaplet/hari dalam 2-3 dosis terbagi untuk 6 minggu. Pemeliharaan : 1,2
g/hr. Sindroma pasca trauma, awal 2 kapsul atau 1 kaplet 3x/hari sampai mencapai
efek yang diinginkan, lalu 1 kapsul atau kaplet/hari. Inj IM atau IV 1 g 3x/hari.
Pemberian obat : sesudah makan.
Kontra indikasi : Kerusakan ginjal parah, hipersensitif.
Efek samping : Keguguran, lekas marah, sukar tidur, gelisah, gemetar, agitasi, lelah,
gangguan GI, mengantuk.
Mekanisme kerja : piracetam adalah suatu nootropic agent.
Rencana edukasi :
Oleh karena piracetam seluruhnya dieliminasi melalui ginjal, peringatan harus
diberikan pada penderita gangguan fungsi ginjal, oleh karena itu dianjurkan

melakukan pengecekan fungsi ginjal.


Oleh karena efek piracetam pada agregasi platelet, peringatan harus diberikan

pada penderita dengan gangguan hemostatis atau perdarahan hebat.


2. Injeksi Citicoline
Indikasi : Gangguan kesadaran yang menyertai kerusakan atau cedera serebral,
trauma serebral, operasi otak, dan infark serebral. Mempercepat rehabilitasi tungkai
atas dan bawah pada pasien hemiplegia apopleksi.
Dosis : Gangguan kesadaran karena cedera kepala atau operasi otak 100-500 mg 12x/hari secara IV drip atau injeksi. Gangguan kesadaran karena infark serebral 1000
17

mg 1x/hari secara injeksi IV. Hemiplegia apopleksi 1000 mg 1x/hari secara oral atau
injeksi IV.
Pemberian obat : berikan pada saat makan atau di antara waktu makan.
Efek samping : hipotensi, ruam, insomnia, sakit kepala, diplopia.
Mekanisme kerja :
Citicoline meningkatkan kerja formatio reticularis dari batang otak, terutama
sistem pengaktifan formatio reticularis ascendens yang berhubungan dengan

kesadaran.
Citicoline mengaktifkan sistem pyramidal dan memperbaiki kelumpuhan

sistem motoris.
Citicoline menaikkan konsumsi O2 dari otak dan memperbaiki metabolisme
otak.

DAFTAR PUSTAKA
1. Baehr M, Frotscher M. Duus : Topical Diagnosis in Neurology. 4 th revised edition. New York
: Thieme. 2005.
2. Castel JP, Kissel P. Spontaneous intracerebral and infratentorial hemorrhage. In:Youmans JR.
ed. Neurological Surgery, 3rd ed, vol.IIIl. Philadelphia: WB Saunders Company; 2006 .p.
1890-1913.
18

3. Goetz Christopher G. Cerebrovascular Diseases. In : Goetz: Textbook of Clinical Neurology,


3rd ed. Philadelphia : Saunders. 2007.
4. Kelompok Studi Stroke PERDOSSI. Pencegahan Primer Stroke. Dalam : Guideline Stroke
2007. Jakarta.
5. Luyendijk W. Intracerebral hemorrhage. In : Vinken FG, Bruyn GW, editors. Handbook of
Clinical Neurology. New York : Elsevier ; 2005; 660-719.
6. Netter. Thalamus. In Netter,s Concise Neuroanatomy. Netters atlas of Neuroanatomy and
Neurophysiology. 2002, p.138-143
7. Noback, C.R. Damarest, R.J. Thalamus. In Anatomi Susunan Saraf Manusia, Edisi 2. EGC,
1991, p. 332 342
8. Perdarahan Intraserebral Hipertensif Abdul Gofar Sastrodiningrat Divisi Ilmu Bedah Saraf
Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan Suplemen
Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39 y No. 3 y September 2006.
9. Ropper AH, Brown RH. Cerebrovascular Diseases. In : Adam and Victors Priciples of
Neurology. Eight edition. New York : Mc Graw-Hill. 2005.
10. Rumantir CU. Gangguan peredaran darah otak. Pekanbaru : SMF Saraf RSUD Arifin
Achmad/FK UNRI. Pekanbaru. 2007.
Rumantir CU. Pola Penderita Stroke Di Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Periode 1984-1985. Laporan
Penelitian Pengalaman Belajar Riset Dokter Spesialis Bidang Ilmu Penyakit Saraf. 2000.

19

Anda mungkin juga menyukai