Anda di halaman 1dari 25

1

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KESEHATAN GIGI DAN MULUT

Oleh :
Fitri Zelia Lizanty
04084811416036

FAK U LTAS K E D O K T E R AN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014

1. Kedalaman Karies
Menurut ICDAS, karies diklasifikasikan :
D1, terlihat lesi putih pada permukaan gigi saat kering
D2, terlihat lesi putih pada permukaan gigi saat basah
D3, karies mencapai email
D4, karies hampir menyerang dentin (mencapai DEJ)
D5, karies menyerang dentin
D6, karies menyerang pulpa

2. Perkembangan Karies
Karies Gigi
Pengertian
Karies gigi adalah suatu proses kronis, regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email,
sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan
oleh pembentukan asam mikrobial dari substrat (medium makanan bagi bakteri) yang
dilanjutkan dengan timbulnya destruksi komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi
kavitasi (pembentukan lubang) (Kennedy, 2002).
Jenis karies gigi
Menurut Widya (2008), jenis karies gigi berdasarkan tempat terjadinya :
a. Karies Insipiens
Merupakan karies yang terjadi pada permukaan email gigi (lapisan terluar dan terkaras
dari gigi), dan belum terasa sakit hanya ada pewarnaan hitam atau cokelat pada email.
b. Karies Superfisialis

Merupakan karies yang sudah mencapai bagian dalam dari email dan kadang-kadang
terasa sakit.

c.Karies Media
Merupakan karies yang sudah mencapai bagian dentin ( tulang gigi ) atau
bagian pertengahan antara permukaan gigi dan kamar pulpa. Gigi
biasanya terasa sakit bila terkena rangsangan dingin, makanan asam dan
manis.

d. Karies Profunda
Merupakan karies yang telah mendekati atau bahkan telah mencapai
pulpa sehingga terjadi peradangan pada pulpa. Biasanya terasa sakit
secara tiba-tiba tanpa rangsangan apapun. Apabila tidak segera diobati
dan ditambal maka gigi akan mati, dan untuk perawatan selanjutnya
akan lebih lama dibandingkan pada karies-karies lainnya.

ETIOLOGI KARIES
Menurut Yuwono (2003) faktor yang memungkinkan terjadinya karies yaitu :
a. Umur
Terdapat tiga fase umur yang dilihat dari sudut gigi geligi yaitu :
1) Periode gigi campuran, disini molar 1 paling sering terkena karies
2) Periode pubertas (remaja) umur antara 14 tahun sampai 20 tahun pada masa pubertas
terjadi perubahan hormonal yang dapat menimbulkan pembengkakan gusi, sehingga
kebersihan mulut menjadi kurang terjaga. Hal ini yang menyebabkan prosentase karies
lebih tinggi.
3) Umur antara 40- 50 tahun, pada umur ini sudah terjadi retraksi atau menurunya gusi dan
papil sehingga, sisa sisa makanan lebih sukar dibersihkan.
b. Kerentanan permukaan gigi
1) Morfologi gigi
2) Lingkungan gigi
Lingkungan gigi meliputi jumlah dan isi saliva (ludah), derajat kekentalan dan
kemampuan bbuffer yang berpengaruh terjadinya karies, ludah melindungi jaringan dalam
rongga mulut dengan cara pelumuran element gigi yang mengurangi keausan okulasi yang
disebabkan karena pengunyahan, Pengaruh buffer sehingga naik turun PH dapat ditekan
dan diklasifikasikan element gigi dihambat, Agrogasi bakteri yang merintangi kolonisasi
mikroorganisme, Aktivitas anti bakterial, Pembersihan mekanis yang dapat

mengurangi akumulasi plak.


c. Air ludah
Pengaruh air ludah terhadap gigi sudah lama diketahui terutama dalam mempengaruhi
kekerasan email. Air ludah ini dikeluar oleh : kelenjar paritis, kelenjar sublingualis dan
kelenjar submandibularis. Selama 24 jam, air ludah dikeluarkan glandula sebanyak 1000
1500ml, kelenjar submandibularis mengeluarkan 40 % dan kelenjar parotis sebanyak 26
%. Pada malam hari pengeluaran air ludah lebih sedikit, secara mekanis air ludah ini
berfungsi membasahi rongga mulut dan makanan yang dikunyah. Sifat enzimatis air ludah
ini ikut didalam pengunyahan untuk memecahkan unsur unsur makanan.
Hubungan air ludah dengan karies gigi telah diketahui bahwa pasien dengan sekresi air
ludah yang sedikit atau tidak ada sama sekali memiliki prosentase karies gigi yang
semakin meninggi misalnya oleh karena : therapi radiasi kanker ganas, xerostomia, klien
dalam waktu
singkat akan mempunyai prosentase karies yang tinggi. Sering juga ditemukan pasienpasien balita berumur 2 tahun dengan kerusakan atau karies seluruh giginya, aplasia
kelenjar proritas
d. Bakteri
Sifat kariogenik ini berkaitan dengan kemampuan untuk :
Membentuk asam dari substrat
Menghasilkan kondisi dengan pH rendah
Bertahan hisud dan memproduksi asam terus menerus pada kondisi dengan pH yang
rendah
Melekat pada permukaan licin gigi
Menghasilkan polisakarida tak larut dalam saliva dan cairan dari makanan guna
membentuk plak
Menurut Yuwono (2003) tiga jenis bakteri yang sering menyebabkan karies yaitu :
1) Steptococcus
Bakteri kokus gram positif ini adalah penyebab utama karies dan jumlahnya terbanyak di
dalam mulut, salah satu spesiesnya yaitu Streptococus mutan, lebih dari dibandingkan
yang
lain dapat menurunkan pH medium hingga 4,3%. Sterptococus mutan terutama terdapat
populasi yang banyak mengkonsumsi sukrosa
2) Actynomyces
Semua spesies aktinomises memfermentasikan glukosa, terutama membentuk asam laktat,
asetat, suksinat, dan asam format. Actynomyces visocus dan actynomises naesundil mampu
membentuk karies akar, fisur dan merusak periodontonium.

3) Lactobacilus

Populasinya mempengaruhi kebiasaan makan, tempat yang paling disukai adalah lesi
dentin yang dalam. Lactobasillus hanya dianggap faktor pembantu proses karies.

f. Frekuensi makan makanan yang menyebabkan karies (makanan kariogenik)


Frekuensi makan dan minum tidak hanya menimbulkan erosi, tetapi juga kerusakan gigi
atau karies gigi. Konsumsi makanan manis pada waktu senggang jam makan akan lebih
berbahaya daripada saat waktu makan utama
Proses Terjadinya Karies Gigi

Proses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya plak di permukaan gigi, sukrosa (gula)
dari sisa makanan dan bakteri berproses menempel pada waktu tertentu yang berubah
menjadi asam laktat yang akan menurunkan pH mulut menjadi kritis (5,5) yang akan
menyebabkan demineralisasi email berlanjut menjadi karies gigi
Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui lubang fokus
tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang). Kavitasi baru timbul bila dentin terlibat
dalam proses tersebut. Namun kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi
sehingga permukaan mudah rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitasi yang
makroskopis dapat dilihat.
Pada karies dentin yang baru mulai yang terlihat hanya lapisan keempat (lapisan transparan,
terdiri atas tulang dentin sklerotik, kemungkinan membentuk rintangan terhadap
mikroorganisme dan enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan opak/ tidak tembus penglihatan,
di dalam tubuli terdapat lemak yang mungkin merupakan gejala degenerasi cabang-cabang
odontoblas). Baru setelah terjadi kavitasi, bakteri akan menembus tulang gigi. Pada proses
karies yang amat dalam, tidak terdapat lapisan-lapisan tiga (lapisan demineralisasi, suatu
daerah sempit, dimana dentin partibular diserang), lapisan empat dan lapisan lima

Patofisiologi Karies

Teori Asidogenik : Miller (1882) menyatakan bahwa kerusakan gigi adalah proses
kemoparasiter yang terdiri atas dua tahap yaitu dekalsifikasi email sehingga terjadi
kerusakan tota email dan dekalsifikasi dentin pada tahap awal diikuti oleh pelarutan
residunya yang telah melunak. Asam yang dihasilkan oleh bakteri asidogenik dalam
proses fermentasi karbohidrat dapat mendekalsifikasi dentin, menurut teori ini,
karbohidrat, mikroorganisme, asam, dan plak gigi berperan dalam proses pembentukan
karies.

Teori Proteolitik : Gottlieb (1944) mempostulasikan bahwa karies merupakan suatu


proses proteolysis bahan organic dalam jaringan keras gigi oleh produk bakteri. Dalam
teori ini dikatakan mikroorganisme menginvasi jalan organic seperti lamella email dan
sarung batang email, serta merusak bagian bagian organic ini. Proteolysis juga
disertai pembentukan asam. Pigmentasi kuning merupakan ciri karies yang disebabkan
produksi pigmen oleh bakteri proteolitik. Teori proteolitik ini menjelaskan terjadinya
karies dentin dengan email yang masihh baik.

3. Anatomi Gigi dan Mulut


PERSARAFAN GIGI DAN MULUT
Serabut saraf yang terapat pada gigi baik rahang atas dan rahang bawah juga pada mata
terhubung melalui saraf trigeminus ( nervus V/ganglion gasseri). Persarafan pada daerah
orofacial, selain saraf trigeminal meliputi saraf cranial lainnya, seperti saraf cranial ke-VII,
ke-XI, ke-XII.
N.V1 Cabang Opthalmicus
N.V2 Cabang Maxillaris
N.V3 Cabang Mandibula
Cabang maxillaris (rahang atas) dan mandibularis (rahang bawah)
Cabang maxillaris memberikan inervasi sensorik ke gigi maxillaris, palatum, dan gingiva.
Cabang mandibularis memberikan persarafan sensorik ke gigi mandibularis, lidah, dan
gingiva.

NERVUS MAKSILA
Cabang maksila nervus trigeminus mempersarafi gigi-gigi pada maksila, palatum, dan
gingiva di maksila. Selanjutnya cabang maksila nervus trigeminus ini akan bercabang lagi
menjadi nervus alveolaris superior. Nervus alveolaris superior ini kemudian akan bercabang
lagi menjadi tiga, yaitu nervus alveolaris superior anterior, nervus alveolaris superior medii,
dan nervus alveolaris superior posterior. Nervus alveolaris superior anterior mempersarafi
gingiva dan gigi anterior, nervus alveolaris superior medii mempersarafi gingiva dan gigi
premolar serta gigi molar I bagian mesial, nervus alveolaris superior posterior mempersarafi
gingiva dan gigi molar I bagian distal serta molar II dan molar III.
Variasi nervus yang memberikan persarafan ke gigi diteruskan ke alveolaris, ke soket di mana
gigi tersebut berasal.
Nervus alveolaris superior ke gigi maxillaris berasal dari cabang maxillaris nervus
trigeminus.
Nervus alveolaris inferior ke gigi mandibularis berasal dari cabang mandibularis nervus
trigeminus.
CABANG MAXILLARIS MEMPERSARAFI :
PALATUM
Membentuk atap mulut dan lantai cavum nasi
Terdiri dari :
Palatum durum (langit keras)
Palatum mole (langit lunak)
PALATUM DURUM
Terdapat tiga foramen:
foramen incisivum pada bidang median ke arah anterior
foramina palatina major di bagian posterior dan

foramina palatina minor ke arah posterior


Bagian depan palatum:
N. Nasopalatinus (keluar dari foramen incisivum), mempersarafi gigi anterior rahang atas
Bagian belakang palatum:
N. Palatinus Majus (keluar dari foramen palatina mayor), mempersarafi gigi premolar dan
molar rahang atas.

PALATUM MOLAE
N. Palatinus Minus (keluardari foramen palatina minus), mempersarafi seluruh palatina mole.

PERSARAFAN DENTIS DAN GINGIVA RAHANG ATAS


Permukaan labia dan buccal :
N. alveolaris superior posterior, medius dan anterior
o Nervus alveolaris superior anterior, mempersarfi gingiva dan gigi anterior
o Nervus alveolaris superior media, mempersarafi gingiva dan gigi premolar dan molar I
bagian
mesial
o Nervus alveolaris superior posterior, mempersarafi gingiva dan gigi molar I bagian distal,
molar II dan molar III
Permukaan palatal :
N. palatinus major dan nasopalatinus
o Bagian depan palatum: N. Nasopalatinus (keluar dari foramen incisivum), mempersarafi
gingiva dan gigi anterior rahang atas
o Bagian belakang palatum: N. Palatinus Majus (keluar dari foramen palatina mayor),
mempersarafi gingiva dan gigi premolar dan molar rahang atas.

NERVUS MANDIBULA

Cabang awal yang menuju ke mandibula adalah nervus alveolar inferior. Nervus alveolaris
inferior terus berjalan melalui rongga pada mandibula di bawah akar gigi molar sampai ke
tingkat foramen mental. Cabang pada gigi ini tidaklah merupakan sebuah cabang besar, tapi
merupakan dua atau tiga cabang yang lebih besar yang membentuk plexus dimana cabang
pada inferior ini memasuki tiap akar gigi.
Selain cabang tersebut, ada juga cabang lain yang berkonstribusi pada persarafan mandibula.
Nervus buccal, meskipun distribusi utamanya pada mukosa pipi, saraf ini juga memiliki
cabang yang biasanya di distribusikan ke area kecil pada gingiva buccal di area molar
pertama. Namun, dalam beberapa kasus, distribusi ini memanjang dari caninus sampai ke
molar ketiga. Nervus lingualis, karena terletak di dasar mulut, dan memiliki cabang mukosa
pada beberapa area mukosa lidah dan gingiva. Nervus mylohyoid, terkadang dapat
melanjutkan perjalanannya pada permukaan bawah otot mylohyoid dan memasuki mandibula
melalui foramen kecila pada kedua sisi midline. Pada beberapa individu, nervus ini
berkontribusi pada persarafan dari insisivus sentral dan ligament periodontal.

CABANG MANDIBULARIS :
Dipersyarafi oleh Nervus Alveolaris Inferior, mempersarafi gigi anterior dan posterior gigi
rahang bawah

PERSARAFAN GINGIVA
Permukaan labia dan buccal :
N. Buccalis, mempersarafi bagian buccal gigi posterior rahang bawah
N. Mentalis, merupakan N.Alveolaris Inferior yang keluar dari foramen Mentale

10

Permukaan lingual :
N. Lingualis, mempersarafi 2/3 anterior lidah, gingiva dan gigi anterior dan posterior rahang
bawah

4. Pengertian istilah-istilah berikut :


a. White spot/ lesi putih: Proses awal terjadinya lubang gigi yang timbul akibat
pelepasan ion kalsium dan fosfat dari email gigi yang disebut dengan
demineralisasi namun pada fase ini permukaan gigi masih utuh. Bercak putih
(White spot) timbul akibat pelepasan ion kalsium dan fosfat dari email gigi yang
disebut dengan demineralisasi.
b. Iritasi pulpa: Iritasi pulpa adalah suatu keadaan dimana lapisan enamel gigi
mengalami kerusakan sampai batas dentino enamel junction.
c. Karies email: Karies email merupakan karies yang terjadi pada permukaan email
gigi (lapisan terluar dan terkaras dari gigi), dan belum terasa sakit hanya ada
pewarnaan hitam atau cokelat pada email. Apabila keseimbangan antara laju
proses demineralisasi dengan remineralisasi berlanjut maka permukaan lesi awal
akan runtuh akibat dari pelarutan apatie yang sudah melemah sehingga
menghasilkan kavitas.
d. Karies dentin: Merupakan karies yang sudah mencapai bagian dentin (tulang gigi)
atau bagian pertengahan antara permukaan gigi dan kamar pulpa. Gigi biasanya
terasa sakit bila terkena rangsangan dingin, makanan asam dan manis.
e. Hiperemi pulpa: Hiperemi pulpa merupakan lanjutan dari iritasi pulpa. Hyperemi
pulpa adalah suatu keadaan dimana lapisan dentin mengalami kerusakan , terjadi
sirkulasi darah bertambah karena terjadi pelebaran pembuluh darah halus di dalam
pulpa. Pulpa terdiri dari saluran pembuluh darah halus, urat-urat syaraf,dan
saluran lympe.
f. Pulpitis reversible: Inflamasi pulpa yang tidak parah. Jika penyebabnya
dilenyapkan, inflamasi akan menghilang dan pulpa akan kembali normal.
Stimulus ringan atau sebentar seperti karies insipien, erosi servikal, atau atrisi
oklusal, sebagian besar prosedur operatif, kuretase periodonsium yang dalam, dan
fraktur email yang menyebabkan tubulus dentin terbuka adalah faktor-faktor yang
dapat menyebabkan pulpitis reversibel.
g. Pulpitis Irreversibel: Inflamasi parah yang tidak akan bisa pulih walaupun
penyebabnya dihilangkan dan lambat atau cepat pulpa akan menjadi nekrosis.
Pulpa irreversible ini seringkali merupakan akibat atau perkembangan dari pulpa

11

reversible. Dapat pula disebabkan oleh kerusakan pulpa yang parah

akibat

pengambilan dentin yang luas selama prosedur operatif, trauma atau pergerakan
gigi dalam perawatan ortodontic yang menyebabkan terganggunya aliran darah
pulpa.
h. Nekrosis Pulpa: Suatu perubahan morfologis yang menunjukkan kematian sel
pada jaringan pulpa.
i. Periodontitis: Peradangan atau infeksi pada jaringan penyangga gigi (= jaringan
periodontium). Yang termasuk jaringan penyangga gigi adalah gusi, tulang yang
membentuk kantong tempat gigi berada, dan ligamen periodontal (selapis tipis
jaringan ikat yang memegang gigi dalam kantongnya dan juga berfungsi sebagai
media peredam antara gigi dan tulang).
5. Penggunaan Antibiotik pada ibu hamil
Antibiotika adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang
mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme,
khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. Penggunaan antibiotika khususnya
berkaitan dengan pengobatan penyakit infeksi, meskipun dalam bioteknologi dan
rekayasa genetika juga digunakan sebagai alat seleksi terhadap mutan atau transforman.
Antibiotika bekerja seperti pestisida dengan menekan atau memutus satu mata rantai
metabolisme, hanya saja targetnya adalah bakteri. Antibiotika berbeda dengan
desinfektan karena cara kerjanya. Desifektan membunuh kuman dengan menciptakan
lingkungan yang tidak wajar bagi kuman untuk hidup.
Macam-macam antibiotika
Antibiotika dapat digolongkan berdasarkan sasaran kerja senyawa tersebut dan
susunan kimiawinya. Ada enam kelompok antibiotika dilihat dari target atau sasaran
kerjanya:
Inhibitor sintesis dinding sel bakteri, mencakup golongan Penisilin, Polipeptida dan
Sefalosporin, misalnya ampisilin, penisilin G;
Inhibitor transkripsi dan replikasi, mencakup golongan Quinolone, misalnya
rifampisin, aktinomisin D, asam nalidiksat;
Inhibitor sintesis protein, mencakup banyak jenis antibiotik, terutama dari golongan
Makrolida, Aminoglikosida, dan Tetrasiklin, misalnya gentamisin, kloramfenikol,
kanamisin, streptomisin, tetrasiklin, oksitetrasiklin, eritromisin, azitromisin;
Inhibitor fungsi membran sel, misalnya ionomisin, valinomisin;
Inhibitor fungsi sel lainnya, seperti golongan sulfa atau sulfonamida, misalnya
oligomisin, tunikamisin; dan
Antimetabolit, misalnya azaserine.

12

Golongan penisilin.
Golongan penisilin bersifat bakterisid dan bekerja dengan mengganggu sintesis
dinding sel. Antibiotika pinisilin mempunyai ciri khas secara kimiawi adanya nukleus
asam amino-penisilinat, yang terdiri dari cincin tiazolidin dan cincin betalaktam.
Spektrum kuman terutama untuk kuman koki Gram positif. Beberapa golongan
penisilin ini juga aktif terhadap kuman Gram negatif. Golongan penisilin masih dapat
terbagi menjadi beberapa kelompok, yakni:

Penisilin yang rusak oleh enzim penisilinase, tetapi spektrum anti kuman terhadap

Gram positif paling kuat. Termasuk di sini adalah Penisilin G (benzil penisilin) dan
derivatnya yakni penisilin prokain dan penisilin benzatin, dan penisilin V (fenoksimetil
penisilin). Penisilin G dan penisilin prokain rusak oleh asam lambung sehingga tidak bisa
diberikan secara oral, sedangkan penisilin V dapat diberikan secara oral.
Spektrum antimikroba di mana penisilin golongan ini masih merupakan pilihan utama
meliputi infeksi-infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A, pneumokokus,
meningokokus, gonokokus, Streptococcus viridans, Staphyloccocus, pyoneges (yang
tidak memproduksi penisilinase), Bacillus anthracis, Clostridia, Corynebacterium
diphteriae, Treponema pallidum, Leptospirae dan Actinomycetes sp.

Penisilin yang tidak rusak oleh enzime penisilinase, termasuk di sini adalah

kloksasilin, flukloksasilin, dikloksasilin, oksasilin, nafsilin dan metisilin, sehingga hanya


digunakan untuk kuman-kuman yang memproduksi enzim penisilinase.

Penisilin dengan spektrum luas terhadap kuman Gram positif dan Gram negatif, tetapi

rusak oleh enzim penisilinase. Termasuk di sini adalah ampisilin dan amoksisilin.
Kombinasi obat ini dengan bahan-bahan penghambat enzim penisiline, seperti asam
klavulanat atau sulbaktam, dapat memperluas spektrum terhadap kuman-kuman penghasil
enzim penisilinase.

Penisilin antipseudomonas (antipseudomonal penisilin). Penisilin ini termasuk

karbenisilin, tikarsilin, meklosilin dan piperasilin diindikasikan khusus untuk kumankuman Pseudomonas aeruginosa.

Berbagai jenis Antibiotika


Golongan sefalosporin. Golongan ini hampir sama dengan penisilin oleh karena
mempunyai cincin beta laktam. Secara umum aktif terhadap kuman Gram positif dan

13

Gram negatif, tetapi spektrum anti kuman dari masing-masing antibiotika sangat
beragam, terbagi menjadi 3 kelompok, yakni:
1. Generasi pertama yang paling aktif terhadap kuman Gram positif secara in vitro.
Termasuk di sini misalnya sefalotin, sefaleksin, sefazolin, sefradin. Generasi pertama
kurang aktif terhadap kuman Gram negatif.
2. Generasi kedua agak kurang aktif terhadap kuman Gram positif tetapi lebih aktif
terhadap kuman Gram negatif, termasuk di sini misalnya sefamandol dan sefaklor.
3. Generasi ketiga lebih aktif lagi terhadap kuman Gram negatif, termasuk
Enterobacteriaceae dan kadang-kadang peudomonas. Termasuk di sini adalah sefoksitin
(termasuk suatu antibiotika sefamisin), sefotaksim dan moksalatam.
Golongan amfenikol
Golongan ini mencakup senyawa induk kloramfenikol maupun derivat-derivatnya
yakni kloramfenikol palmitat, natrium suksinat dan tiamfenikol. Antibiotika ini aktif
terhadap kuman Gram positif dan Gram negatif maupun ricketsia, klamidia, spirokaeta
dan mikoplasma. Karena toksisitasnya terhadap sumsum tulang, terutama
anemia aplastika, maka kloramfenikol hanya dipakai untuk infeksi S. typhi dan H.
influenzae.

Golongan tetrasiklin Merupakan antibiotika spektrum luas bersifat bakteriostatik

untuk kuman Gram positif dan Gram negatif, tetapi indikasi pemakaiannya sudah sangat
terbatas oleh karena masalah resistensi, namun demikian antibiotika ini masih merupakan
pilihan utama untuk infeksi-infeksi yang disebabkan oleh klamidia, riketsia, dan
mikoplasma. Mungkin juga efektif terhadap N. meningitidis, N. gonorhoeae dan H.
influenzae., termasuk di sini adalah tetrasiklin, klortetrasiklin, oksitetrasiklin, doksisiklin,
minosiklin, metasiklin dan demeklosiklin.

Golongan aminoglikosida Merupakan golongan antibiotika yang bersifat bakterisid

dan terutama aktif untuk kuman Gram negatif. Beberapa mungkin aktif terhadap Gram
positif. Streptomisin dan kanamisin juga aktif terhadap kuman TBC. Termasuk di
sini adalah amikasin, gentamisin, kanamisin, streptomisin, neomisin, metilmisin dan
tobramisin, antibiotika ini punya sifat khas toksisitas berupa nefrotoksik, ototoksik dan
neurotoksik.

14

Golongan makrolida Golongan makrolida hampir sama dengan penisilin dalam hal

spektrum antikuman, sehingga merupakan alternatif untuk pasien-pasien yang alergi


penisilin. Bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman. Aktif secara
invitro terhadap kuman-kuman Gram positif, Gram negatif, mikoplasma, klamidia,
riketsia dan aktinomisetes. Selain sebagai alternatif penisilin, eritromisin juga merupakan
pilihan utama untuk infeksi pneumonia atipik (disebabkan oleh Mycoplasma
pneumoniae) dan penyakit Legionnaires (disebabkan Legionella pneumophilla) termasuk
dalam golongan makrolida selain eritromisin juga roksitromisin, spiramisin, josamisin,
rosaramisin, oleandomisin dan trioleandomisin.

Golongan linkosamid. Termasuk di sini adalah linkomisin dan klindamisin, aktif

terhadap kuman Gram positif termasuk stafilokokus yang resisten terhadap penisilin. Juga
aktif terhadap kuman anaerob, misalnya bakteroides. Sering dipakai sebagai alternatif
penisilin antistafilokokus pada infeksi tulang dan sendi serta infeksi-infeksi abdominal.
Sayangnya, pemakaiannya sering diikuti dengan superinfeksi C. difficile, dalam bentuk
kolitis pseudomembranosa yang fatal.

Golongan polipeptida. Antibiotika ini meliputi polimiksin A, B, C, D dan E.

Merupakan kelompok antibiotika yang terdiri dari rangkaian polipeptida dan secara
selektif aktif terhadap kuman Gram negatif, misalnya psedudomonas maupun kumankuman koliform yang lain. Toksisitas polimiksin membatasi pemakaiannya, terutama
dalam bentuk neurotoksisitas dan nefrotoksisitas. Mungkin dapat berperan lebih penting
kembali dengan meningkatnya infeksi pseudomonas dan enterobakteri yang resisten
terhadap obat-obat lain.

Golongan antimikobakterium Golongan antibiotika dan kemoterapetika ini aktif

terhadap kuman mikobakterium. Termasuk di sini adalah obat-obat anti TBC dan lepra,
misalnya rifampisin, streptomisin, INH, dapson, etambutol dan lain-lain.

Golongan sulfonamida dan trimetropim Kepentingan sulfonamida dalam kemoterapi

infeksi banyak menurun karena masalah resistensi. Tetapi beberapa mungkin masih aktif
terhadap bentuk-bentuk infeksi tertentu misalnya sulfisoksazol untuk infeksi dan infeksi
saluran kencing. Kombinasi sulfamektoksazol dan trimetoprim untuk infeksi saluran
kencing, salmonelosis, kuman bronkitis, prostatitis. Spektrum kuman mencakup kumankuman Gram positif dan Gram negatif.
Golongan kuinolon Merupakan kemoterapetika sintetis yang akhir-akhir ini mulai
populer dengan spektrum antikuman yang luas terutama untuk kuman-kuman Gram
negatif dan Gram positif, enterobakteriaceae dan pseudomonas. Terutama dipakai untuk

15

infeksi-infeksi nosokomial. Termasuk di sini adalah asam nalidiksat, norfloksasin,


ofloksasin, pefloksasin dan lain-lain.

Golongan lain-lain Masih banyak jenis-jenis antibiotika dan kemoterapetika lain

yang tidak tercakup dalam kelompok yang disebutkan di atas. Misalnya saja vankomisin,
spektinomisin, basitrasin, metronidazol, dan lain-lain. Informasi mengenai pemakaian dan
sifat masing-masing dapat dicari dari sumber pustaka baku. Vankomisin terutama aktif
untuk Gram positif, terutama untuk S. areus, S. epidermidis, S. pneumoniae. Juga
merupakan pilihan untuk infeksi stafilokokus yang resisten terhadap metisilin. Tetapi
karena toksisitasnya, maka vankomisin hanya dianjurkan kalau antibiotika lain tidak lagi
efektif.
Penggunaan antibiotika
Karena biasanya antibiotika bekerja sangat spesifik pada suatu proses, mutasi yang
mungkin terjadi pada bakteri memungkinkan munculnya strain bakteri yang kebal
terhadap antibiotika. Itulah sebabnya, pemberian antibiotika biasanya diberikan dalam
dosis yang menyebabkan bakteri segera mati dan dalam jangka waktu yang agak panjang
agar mutasi tidak terjadi. Penggunaan antibiotika yang tanggung hanya membuka
peluang munculnya tipe bakteri yang kebal.
Pemakaian antibiotika di bidang pertanian sebagai antibakteri umumnya terbatas
karena dianggap mahal, namun dalam bioteknologi pemakaiannya cukup luas untuk
menyeleksi sel-sel yang mengandung gen baru. Praktik penggunaan antibiotika ini
dikritik tajam oleh para aktivis lingkungan karena kekhawatiran akan munculnya hama
yang tahan antibiotika.
Indikasi Pemakaian Antibiotika
Indikasi yang tepat dan benar dalam pemberian antibiotika pada anak adalah bila
penyebab infeksi tersebut adalah bakteri. Menurut CDC (Centers for Disease Control and
Prevention) indikasi pemberian antibiotika adalah bila batuk dan pilek yang berkelanjutan
selama lebih 10 14 hari.yang terjadi sepanjang hari (bukan hanya pada malam hari dan
pagi hari). Batuk malam dan pagi hari biasanya berkaitan dengan alergi atau bukan lagi
dalam fase infeksi dan tidak perlu antibiotika

Indikasi lain bila terdapat gejala infeksi sinusitis akut yang berat seperti panas > 39 C

dengan cairan hidung purulen, nyeri, pembengkakan sekitar mata dan wajah. Pilihan
pertama pengobatan antibiotika untuk kasus ini cukup dengan pemberian Amoxicillin,
Amoxicillinm atau Clavulanate. Bila dalam 2 3 hari membaik pengobatan dapat
dilanjutkan selama 7 hari setelah keluhan membaik atau biasanya selama 10 14 hari.

16

Indikasi lainnya adalah radang tenggorokan karena infeksi kuman streptokokus.

Penyakit ini pada umumnya menyerang anak berusia 7 tahun atau lebih. Pada anak usia 4
tahun hanya 15% yang mengalami radang tenggorokan karena kuman ini. Penyakit yang
lain yang harus mendapatkan antibiotika adalah infeksi saluran kemih dan penyakit tifus
Untuk mengetahui apakah ada infeksi bakteri biasanya dengan melakukan kultur darah
atau urine. Apabila dicurigai adanya infeksi saluran kemih, dilakukan pemeriksaan kultur
urine. Setelah beberapa hari akan diketahui bila ada infeksi bakteri berikut jenis dan
sensitivitas terhadap antibiotika. Untuk mengetahui penyakit tifus harus dilakukan
pemeriksaan darah Widal dan kultur darah gal. Anak usia di bawah 5 tahun yang
mengalami infeksi virus sering mengalami overdiagnosis penyakit Tifus. Sering terjadi
kesalahan persepsi dalam pembacaan hasil laboratorium. Infeksi virus dengan
peningkatan sedikit pemeriksaan nilai widal sudah divonis gejala tifus dan dihantam
dengan antibiotika.

Sebagian besar kasus penyakit pada anak yang berobat jalan penyebabnya adalah

virus. Dengan kata lain seharusnya kemungkinan penggunaan antibiotika yang benar
tidak besar atau mungkin hanya sekitar 10 15% penderita anak. Penyakit virus adalah
penyakit yang termasuk self limiting disease atau penyakit yang sembuh sendiri dalam
waktu 5 7 hari. Sebagian besar penyakit infeksi diare, batuk, pilek dan panas
penyebabnya adalah virus. Secara umum setiap anak akan mengalami 2 hingga 9 kali
penyakit saluran napas karena virus. Sebaiknya jangan terlalu mudah mendiagnosis
(overdiagnosis) sinusitis pada anak. Bila tidak terdapat komplikasi lainnya secara alamiah
pilek, batuk dan pengeluaran cairan hidung akan menetap paling lama sampai 14 hari
setelah gejala lainnya membaik

Sebuah penelitian terhadap gejala pada 139 penderita pilek(flu) karena virus

didapatkan bahwa pemberian antibiotik pada kelompok kontrol tidak memperbaiki cairan
mucopurulent dari hidung. Antibiotika tidak efektif mengobati Infeksi saluran napas Atas
dan tidak mencegah infeksi bakteri tumpangan. Sebagian besar infeksi Saluran napas Atas
termasuk sinus paranasalis sangat jarang sekali terjadi komplikasi bakteri.
Klasifkasi FDA tentang obat yang mempunyai efek terhadap janin. Pada tahun 1979,
FDA merekomendasikan 5 kategori obat yang memerlukan perhatian khusus terhadap
kemungkinan efek terhadap janin.
A. Obat yang sudah pernah diujikan pada manusia hamil dan terbukti tidak ada risiko
terhadap janin dalam rahim. Obat golongan ini aman untuk dikonsumsi oleh ibu hamil
(vitamin)

17

B. Obat yang sudah diujikan pada binatang dan terbukti ada atau tidak ada efek terhadap
janin dalam rahim akan tetapi belum pernah terbukti pada manusia. Obat golongan ini bila
diperlukan dapat diberikan pada ibu hamil (Penicillin).
C. Obat yang pernah diujikan pada binatang atau manusia akan tetapi dengan hasil yang
kurang memadai. Meskipun sudah dujikan pada binatang terbukti ada efek terhadap janin
akan tetapi pada manusia belum ada bukti yang kuat. Obat golongan ini boleh diberikan
pada ibu hamil apabila keuntungannya lebih besar disbanding efeknya terhadap janin
(Kloramfenicol, Rifampisin, PAS, INH).
D. Obat yang sudah dibuktikan mempunyai risiko terhadap janin manusia. Obat golongan
ini tidak dianjurkan untuk dikonsumsi ibu hamil. Terpaksa diberikan apabila
dipertimbangkan untuk menyelamatkan jiwa ibu (Streptomisin, Tetrasiklin, Kanamisin).
X. Obat yang sudah jelas terbukti ada risiko pada janin manusia dan kerugian dari obat ini
jauh lebih besar daripada manfaatnya bila diberikan pada ibu hamil, sehingga tidak
dibenarkan untuk diberikan pada ibu hamil atau yang tersangka hamil

Klasifikasi (FDA) untuk antibiotika dan risikonya terhadap janin

18

19

Penggunaan analgetik pada ibu hamil?


Obat berperan sangat penting dalam pelayanan kesehatan. Penanganan dan
pencegahan berbagai penyakit tidak dapat dilepaskan dari tindakan terapi dengan obat
atau farmakoterapi. Tujuan setiap terapi obat yang diresepkan selama kehamilan
adalah untuk menghindari reaksi obat yang merugikan baik pada ibu maupun janin.
Telah diketahui bahwa tidak satupun obat yang digunakan untuk merawat rasa nyeri
atau infeksi sepenuhnya tanpa risiko. Namun akibat yang ditimbulkan dari tidak di
rawatnya infeksi selama kehamilan melebihi risiko yang mungkin ditimbulkan oleh
sebagian besar obat-obatan yang dibutuhkan untuk perawatan gigi.5,30

20

Pada masa kehamilan, obat-obatan sangat mudah diabsorbsi, oleh karena itu dokter gigi harus
sangat berhati-hati dalam memberi resep obat-obatan kepada pasien
hamil. Reaksi toksik , alergi atau hipersensitivitas yang terjadi pada wanita hamil
dapat mempengaruhi kesehatannya dan membatasi kemampuannya untuk menjalani
kehamilan. Efek obat yang merugikan secara spesifik terhadap kesehatan janin adalah
mencakup cacat kongenital, keguguran, komplikasi kelahiran, berat badan rendah dan
ketergantungan obat pasca lahir.
Berbagai pilihan obat saat ini tersedia, sehingga diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang
cermatdalam memilih obat untuk suatu penyakit. Tidak kalah penting, obat harus selalu
digunakan secara benar baik masa pemberian obat (trimester pertama, kedua atau
ketiga),dosis dan durasi terapi agar memberikan manfaat klinik yang optimal. Dalam kasus
pasienhamil, praktisi dental harus menetapkan bahwa manfaat potensial terapi gigi
yangdibutuhkan untuk perawatan ibu hamil masih lebih besar dibanding risikonya terhadap
janin.atau FDA Amerika telah menetapkan lima kategori untuk mengklasifikasikan
obatberdasarkan risiko terhadap wanita hamil dan janinnya. Kelima kategori ini
memberikanpedoman untuk keamanan relatif obat yang diresepkan bagi wanita hamil.Berikut
ini kategori obat-obatan berdasarkan
FDA.
1.KategoriA : Kategori ini melipu i obat-obatan dan bahan yang telah diuji melalui penelitian
terkontrol pada wanita. Penelitian tersebut menunjukkan tidak ada resiko terhadap fetus
selama semester pertama kehamilan dan kemungkinan bahaya terhadap janin kecil.
2.Katego ri B: Penelitian pada hewan telah menunjukkan bahwa bahan ini tidak beresiko
terhadap janin, tetapi belum ada penelitian terkontrol yang telah dilakukan pada manusia
untuk memastikan kemungkinan efek samping terhadap janin. Kategori ini juga meliputi
obat-obatan yang telah menunjukkan efek samping pada janin hewan, tetapi penelitian
terkontrol pada manusia tidak diungkapkan adanya resiko terhadap janin.
3.Kategori C: Penelitian pada hewan telah memperlihatkan bahwa obat ini mungkin
memilikiefek teratogenik dan/atau toksik terhadap embrio, tetapi belum dilakukan penelitian
terkontrol pada wanita. Suatu obat juga masuk ke dalam kategori ini bila tidak ada
penelitian terkontrol yang dilakuka n pada manusia maupun hewan
4.Kategori D: Terdapat bukti risiko terhadap janin manusia, tetapi manfaatnya
dalam situasi tertentu, misalnya penyakit yang serius atau keadaan yang membahayakan
nyawa tanpa tersedia terapi alternatif lainnya, dapat membenarkan pemakaian obat-

21

obatan ini semasa kehamilan.


5.Kategori X: Penelitianpada hewan atau manusia telah memperlihatkan bahwa obat ini
menyebabkan perubahan pada janin atau telah menunjukkan bukti-bukti peningkatan resiko
terhadap janin, berdasarkan eksperimen pada hewan dan manusia. Risiko terhadap
janin melebihi segala manfaatnya.Obat-obatan dalam kategori A dan B umumnya dianggap
tepat untuk digunakan selama kehamilan. Obat-obatan kategori C harus digunakan dengan
peringatan, dan obat-obatan kategori D dan X harus dihindari atau merupakan
kontraindikasi.Obat-obatan yang digunakan di kedokteran gigi seperti anestestikum
lokal,analgesik, antibiotik, antifungi dan obat-obatan lainnya biasanya memiliki
waktu paruh metabolik pendek yang diberikan untuk periode terbatas, oleh karena itu
cenderung kurang menyebabkan komplikasi selama kehamilan.Pada umumnya anestetikum
lokal tidak bersifat teratogenik terhadap manusia dan dianggap relatif aman untuk digunakan
selama kehamilan. Anestetikum lokal yang paling aman digunakan pada masa kehamilan
adalah lidokain tanpa epinefrin (kategori B). Sebagian besar anestetikum lokal yang
digunakan di kedokteran gigi tergolong dalam FDA kategori B seperti lidokain,
prilokain,etidokain. Mepivikain dan bupivikain (kategori C) tidak direkomendasikan
sebabtidak terdapat data yang mendukung keamanannya dan terdapat kemungkinan
timbulnya efek teratogenik pada fetus.
Berikut ini tabel anestetikum lokal yang aman dan tidak aman digunakan pada
masa kehamilan.

Tabel 1. DAFTAR ANESTETIKUM LOKAL BESERTA KATEGORI FDA

Nama Obat

Kategori FDA

1.2% lidokain (Xylokain) dengan 1:100000 B


epinefrin
2.4%

prilokain

HCl

dengan

1:200000 B

epinefrin (Citanest
Forte)
3.4% prilokain HCl tanpa epinefrin (Citanest B

22

Plain)
4.Etidokain (Duranest)

5.0.5% bupivikain (Markain)

6.4% septokain (Artikain) dengan 1:100000 C


atau 1:200000
epinefrin
7.2%

mepivikain

(Karbokain)

dengan C

1:20000
levonordefrin (NeoCobefrin)
8.3% mepivikain HCl (Karbokain, Polokain)
9.Prokain (Novokain, Ester)

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan anestetikum lokal selama kehamilan
antara lain:
1.Penggunaan yang aman adalah anestetikum lokal dengan kadar rendah atau tanpa epinefrin,
sebab pada masa kehamilan biasanya terdapat komplikasi kehamilan berupa peningkatan
tekanan darah.
2.Untuk kategori anestetikum lokal yang aman(Tabel 1), maksimum penggunaan adalah
karpul.
3.Hindari pemberian epinefrin pada pasien wanita hamil yang menderita hipertensi.
Gunakan 4% prilokain tanpa epinefrin (Citanest Plain) setelah konsultasi dan
mendapat keterangan dari obstetrisian pasien.Padakasus penanganan nyeri orofasial, kasus
kasus emergensi yang disertai rasa nyeri ataupun terdapat potensi nyeri setelah dilakukannya
perawatan, maka analgesik diberikan untuk meredakan rasa nyeri tersebut. Idealnya,
analgesik haruslah aman, tidak memilikiefek samping, tidak invasif, penggunaannya
sederhana dan onsetserta offset yang cepat.Analgesik yang paling sering digunakan pada
masa kehamilan yaitu asetaminofen (kategori B) dapat diberikan pada setiap trimester
kehamilan.Analgesik golongan opium tertentu seperti oksikodon, morfin, kodein atau
propoksifen digunakan secara hati-hati dan hanya jika diindikasikan. Penggunaan analgesik
opium yang berkelanjutan dan dosis yang tinggi akan berakibat retardasi pertumbuhan dan

23

perkembangan, risikojanin menderita cacat kongenital mutipel seperti cacat jantung dan celah
bibir atau palatum serta ketergantungan fisik.Pada sebagian analgesik golongan opium
kategori B pada akhir trimester ketiga kehamilan menjadi kategori C/D, seperti kodein,
hidrokodon

dan

dapatmenyebabkan

oksikodon
neonatal

dikontraindikasikan
respiratory

pada

depressiondan

trimester

ketiga

ketergantungan

karena
opium.

Meperidin(Demerol) dianjurkan penggunaannya pada rasa nyeri yang sangat parah.Aspirin


(kategori C) harus dihindari pemakaiannya karena dapat menyebabkan komplikasi persalinan
dan perdarahan pasca melahirkan pada ibu. Anti-inflamasi nonsteroid (AINS) hanya
diberikan pada masa kehamilan jika diindikasikan. AINS diberikan secara intermiten
dengandosis efektif yang paling rendah pada masa kehamilan. Pada minggu ke-6 hingga
minggu ke-8 prepartum, penggunaan AINS sudah harus dihentikan. Aspirin dan AINS
mempunyai mekanisme lazim menghambat sintesa prostaglandin yang dapat menyebabkan
konstriksi duktus arteriosus pada janin yang mengakibatkan hipertensi pulmoner pada janin.
Berikut ini analgesik yang aman dan tidak aman diresepkan selama masa
kehamilan berdasarkan FDA.
Tabel 2. DAFTAR ANALGESIK BESERTA KATEGORI BERDASARKAN FDA
Nama Obat

Kategori FDA

Asetaminofen

Asetaminofen dengan kodein

Kodein

C/D

Hidrokodon

C/D

Meperidin

Morfin

Oksikodon

B/D

Propoksifen

Setelah trimester pertama (24-72 jam)


Ibuprofen

B/D

Naprosin

B/D

Aspirin

B/D

Ket: 3D = kontraindikasi pada trimester ketiga

24

Banyak prosedur dental yang memerlukan obat antibiotik untuk mencegah


infeksi. Penggunaan bahan - bahan antibiotik sangat terbatas indikasinya di bidang
kedokteran gigi. Dokter gigi harus memberikan perawatan khusus bagi pasien hamil
khususnya jika ada infeksi akut. Pemilihan bahan yang paling aman, pembatasan durasi
pemberian obat dan meminimalkan dosis merupakan prinsip yang mendasar untuk terapi
yang aman. Antibiotik derivat beta-laktam (penisilin dan sefalosporin) merupakan pilihan
pertama pada kasus infeksi orofasial. Obat-obatan ini tergolong kategori B dan aman
digunakan pada masa kehamilan. Antibotik golongan makrolida seperti eritromisin,
klindamisin, azitromisin, metronidazol (kategori B) diyakini mempunyai risiko kecil dan
diberikan

pada

pasien

hamil

yang

alergi

terhadap

penisilin.Aminoglikosida

sepertistreptomisin, gentamisin (kategori C) dan klorheksidin (kategori B) aman digunakan


pada masa kehamilan, tetapi bila digunakan pada akhir kehamilan akan menyebabkan
toksisitas pada janin. Tetrasiklin \termasuk doksisikolin hiklat yang berdampak diskolorasi
gigi, kerusakan pada hati dan pankreas, malformasi serta menghambat pertumbuhan tulang
pada janin, sehingga tetrasiklin dikontraindikasikan pada pasien wanita hamil. Kloramfenikol
juga dikontraindikasikan karena akan menyebabkan toksisitas pada ibu dan kegagalan
sirkulasi pada janin yang disebut gray syndrome.

Berikut ini antibiotik yang aman dan tidak aman diresepkan selama masa
kehamilan.
Tabel2. DAFTAR ANTIBIOTIK BESERTA KATEGORI FDA

Nama Obat Antibiotik

Kategori FDA

Penisilin

Amoksisilin

Sefalosporin

Klindamisin

Metronidazol

Klorheksidin

Gentamisin

25

Tetrasiklin

Kuinolon

Klaritromisin

Kloramfenikol

Doksisiklin

Obat-obatan lain seperti klorheksidin kumur, antifungi nistatin (kategori B) dan klotrimazol
(kategori C) aman diresepkan pada masa kehamilan. Klotrimazol, ketoconazol, fluconazol
(kategori

C)

sebaiknya

dihindari

pemakaiannya.

Kortikosteroid

tergolong

dalam

FDAkategori C. Umumnya digunakan untuk mengobati berbagai kondisi oral yang


terinflamasi, untuk pasien wanita hamil biasanya diresepkan kortikosteroid topikal misalnya
obat kumur.

Anda mungkin juga menyukai