Anda di halaman 1dari 38

Tanatologi

Oleh :
Erinnah Yunvina Permatasari
Arief Aqshal Hadi
Gieza Ferrani

Pembimbing:
Dr. Indra Syakti Nasution, SpF
DEPARTEMEN FORENSIK
RUMAH SAKIT MOH. HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014

Pendahuluan

Tanatologi

adalah bagian dari ilmu forensik yang mempelajari kematian


dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang
mempengaruhinya. Tanatologi merupakan ilmu paling dasar dan paling
penting dalam ilmu kedokteran kehakiman terutama dalam hal
pemeriksaan jenazah (visum et repertum).

Perubahan

perubahan yang terjadi setelah kematian dibedakan


menjadi dua yaitu perubahan yang terjadi secara cepat (early) dan
perubahan yang terjadi secara lambat (late).

Kepentingan

mempelajari tanatologi :
untuk menentukan apakah seseorang benar benar sudah meningal
atau belum

menetapkan waktu kematian, sebab kematian, cara kematian,

mengangkat atau mengambil organ untuk kepentingan donor atau


transplantasi

untuk membedakan perubahan-perubahan yang terjadi post mortal


dengan kelainan-kelainan yang terjadi pada waktu korban masih hidup.

Definisi
Tanatologi

berasal dari kata thanatos (yang


berhubungan dengan kematian) dan logos (ilmu).

Tanatologi adalah bagian dari Ilmu Kedokteran Forensik

yang mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan


kematian yaitu definisi atau batasan mati, perubahan
yang terjadi pada tubuh setelah terjadi kematian dan
faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut
(Idries, 1997).
Mati menurut ilmu kedokteran didefinisikan sebagai

berhentinya fungsi sirkulasi dan respirasi secara


permanen (mati klinis). Dengan adanya perkembangan
teknologi ada alat yang bisa menggantikan fungsi
sirkulasi dan respirasi secara buatan. Oleh karena itu

Manfaat
Kepentingan mempelajari tanatologi adalah

untuk menetapkan :
Waktu kematian
Sebab kematian pasti

Contoh : keracunan CO akan terdapat kulit


merah terang (terjadi perubahan warna kulit)
Cara kematian (homocide, suicide, accident)
Transplantasi (donor organ)
Syarat:
Ada izin dari korban/ keluarganya
Sudah meninggal

Jenis Kematian
Mati somatis (mati klinis) ialah suatu keadaan dimana oleh karena

sesuatu sebab terjadi gangguan pada ketiga sistem utama (sistem


persarafan, sistem kardiovaskuler dan sistem pernapasan) tersebut
yang bersifat menetap (Idries, 1997).
Mati suri (apparent death) ialah suatu keadaan yang mirip dengan

kematian somatis, akan tetapi gangguan yang terdapat pada ketiga


sistem bersifat sementara. Kasus seperti ini sering ditemukan pada
kasus keracunan obat tidur, tersengat aliran listrik dan tenggelam
(Idries, 1997).
Mati seluler (mati molekuler) ialah suatu kematian organ atau

jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah kematian


somatis. Daya tahan hidup masing-masing organ atau jaringan
berbeda-beda, sehingga terjadinya kematian seluler pada tiap organ
tidak bersamaan (Budiyanto, 1997).
Mati serebral ialah suatu kematian akibat kerusakan kedua

hemisfer otak yang irreversible kecuali batang otak dan serebelum,


sedangkan kedua sistem lainnya yaitu sistem pernapasan dan

Diagnosa Kematian
Beberapa tes yang dapat digunakan adalah :
Tes Kardiovaskuler
1. Magnum Test.
Karena jantung berhenti maka sirkulasi juga berhenti. Caranya dengan
mengikat/menutup ujung jari korban dengan karet, lalu dilepaskan, maka
tidak tampak adanya perubahan warna dari pucat menjadi merah.
2. Diaphonos test.
Caranya dengan menyinari ibu jari korban dengan lampu senter dan
tidak terlihat ada sirkulasi (warna merah terang).
3. Fluorescin test.
Caranya dengan menyuntikkan zat warna fluorescin maka zat warna
fluorescin akan terlokalisir di tempat suntikan karena tidak ada aliran
darah.
4. Tes lilin.
Bagian tubuh korban ditetesi lilin cair maka tidak akan terjadi
vasodilatasi (hiperemi) sebagai reaksi terhadap rangsang panas karena
sirkulasi tidak ada.

Diagnosa Kematian
Tes pernafasan.
1. Kaca.
Tidak tampak uap air ketika kaca diletakkan di depan hidung atau
mulut korban.
2. Bulu-bulu halus.
Tidak terdapat reaksi bersin/geli ketika bulu-bulu halus diletakkan
di depan hidung korban
3. Winslow test
Dilakukan pada orang yang pernafasannya agonal (tinggal satusatu nafasnya) dengan cara menempatkan cermin di dada korban
dan disinari dengan lampu senter. Bila bernafas maka sinar lampu
senter akan ikut bergerak dengan syarat pemeriksa tidak boleh
bergerak.
4. Stetoskop.
Tes Saraf

Perubahan yang terjadi setelah


kematian
Ada 2 fase perubahan post mortem yaitu fase cepat (early) dan fase
lambat (late).
Perubahan cepat (early) :
- Tidak adanya gerakan.
- Jantung tidak berdenyut (henti jantung).
- Paru-paru tidak bergerak (henti nafas).
- Kulit dingin dan turgornya menurun.
- Mata tidak ada reflek pupil dan tidak bergerak.
- Suhu tubuh sama dengan suhu lingkungan lebam mayat (post
mortal lividity).
- Lebam mayat.
Perubahan lambat (late) ;
- Kaku mayat (post mortal rigidity).
- Pembusukan (decomposition).
- Penyabunan (adipocera).
- Mummifikasi.

Perubahan mata
Perubahan mata setelah kematian dapat berupa :

Hilangnya refleks kornea, refleks konjungtiva, dan refleks cahaya.

Kornea menjadi pucat / opaque / keruh.

Kelopak mata biasanya tertutup setelah kematian karena kekakuan primer dari otot
.

Kecepatan kekeruhan dipengaruhi oleh :

Waktu kematian keadaan matanya menutup atau membuka .

Kelembapan udara.

Faktor faktor penyebab kematian lainnya seperti :

Apoplaxia

(perdarahan karena hipertensi) akan tampak kornea terang karena


terjadi perdarahan retina.

Keracunan sianida dan CO maka kekeruhan akan cepat terjadi.

Kematian kurang dari 1 jam, otot otot mata masih hidup sehingga bisa
ditetesi atropin akan terjadi midriasis pupil.

Tekanan

intraokuler tidak ada.

Bola mata menjadi lunak dan cenderung untuk masuk ke dalam fossa orbital.

Kadar kalium yang tinggi karena cairan bola mata keluar.

Kedudukan pupil.

Perubahan pembuluh darah retina melalui pemeriksaan ophtalmoskop retina akan


dapat menentukan satu tanda pasti kematian awal.

Perubahan kulit
Perubahan yang terjadi pada kulit setelah kematian dapat berupa :
Kulit menjadi pucat.
Elastisitas (turgor) kulit menurun sampai menghilang.Sehingga
bisa menetapkan apakah luka pada tubuh korban didapat
intravital atau post mortem, yaitu :
Luka pada intravital akan berbekas dengan ukuran lebih kecil

daripada ukuran senjata, dermis berwarna merah, antara epidermis


dan dermis masih ada perekatnya.
Luka post mortem membekas dengan ukuran lebih besar daripada
ukuran senjata, bahkan menganga, dermis pucat, epidermis lebih
mudah mengelupas.
Pada kasus tenggelam, kulit tangan keriput (washer woman

hand).
Jika terjadi pada ujung jari saja maka kematian 4 jam yang lalu.
Jika terjadi pada telapak tangan dan seluruh jari maka kematian 24

jam yang lalu.


Jari tangan yang sudah terlepas digunakan untuk sidik jari.

Penurunan suhu tubuh


Terjadi setelah kematian dan berlanjut sampai tercapai keadaan

dimana suhu mayat sama dengan suhu lingkungan.


Penentuan suhu rektal kerap kali sangat berguna dalam
investigasi kematian yang mencurigakan, kecuali dimana
tampak luar mengindikasikan bahwa tubuh sudah didinginkan
oleh suhu sekitarnya.
Faktor yang mempengaruhi penurunan suhu mayat :
Temperatur dari tubuh saat mati.
Perbedaan temperatur tubuh dan lingkungan.
Keadaan fisik tubuh serta adanya pakaian atau penutup
mayat.
Tebalnya jaringan lemak dan jaringan otot serta ketebalan
pakaian yang menutupi tubuh mayat akan mempengaruhi
kecepatan penurunan suhu.
Ukuran tubuh.
Aliran udara dan kelembapan.

Rumus penurunan suhu


mayat
Rumus perkiraan saat kematian berdasarkan penurunan

suhu mayat pada suhu lingkungan sebesar 70 derajat


Fahrenheit (21 derajat celcius), adalah sebagai berikut :
Saat Kematian = 98,6 o F Suhu Rektal
1,5
Secara umum 1,5 o F / 1 o C per jam, teori lain : 0,8 o F
per jam. 1,5 o F / 1 o C per jam 6 jam pertama, 1 o F jam
6 kedua, 0,6 o F per jam 6 jam ketiga, setelah 12 jam
mencapai suhu sama dengan suhu lingkungan (untuk
kulit). Sedangkan untuk organ organ dalam : 24 jam
baru bias sama dengan suhu lingkungan. Bila
tenggelam / dalam air : 6 jam sudah mencapai suhu
lingkungan.

Lebam Mayat
Lebam mayat atau livor mortis adalah salah satu tanda postmortem

yang cukup jelas. Biasanya disebut juga post mortem hypostasis, post
mortem lividity, post mortem staining, sugillations, vibices, dan lain
lain.
Lebam terjadi sebagai akibat pengumpulan darah dalam pembuluh
pembuluh darah kecil, kapiler, dan venula, pada bagian tubuh yang
terendah.
Timbulnya livor mortis mulai terlihat dalam 30 menit setelah kematian
somatis atau segera setelah kematian yang timbul sebagai bercak
keunguan. Kejadian ini akan lengkap dalam 6 -12 jam. Sehingga
setelah melewati waktu tersebut, tidak akan memberikan hilangnya
lebam mayat pada penekanan. Sebaliknya, pembentukan livor mortis
ini akan menjadi lambat jika terdapat anemia, kehilangan darah akut,
dan lain lain.
Besarnya lebam mayat bergantung pada jumlah dan keenceran dari
darah. Darah akan mengalami koagulasi spontan pada semua kasus
sudden death dimana otopsi dilakukan antara 1 jam. Koagulasi spontan
ini mungkin akan hilang paling cepat 1,5 jam setelah mati.

cont

Dalam

kasus gantung diri, lebam akan terjadi pada daerah tungkai bawah,
genitalia, bagian distal tangan dan lengan. Jika penggantungan ini lama, akumulasi
dari darah akan membentuk tekanan yang cukup untuk menyebabkan ruptur
kapiler subkutan dan membentuk perdarahan petekiae pada kulit.

Dalam kasus tenggelam, lebam biasa ditemukan pada wajah, bagian atas dada,
tangan, lengan bawah, kaki dan tungkai bawah.

Lebam mayat lama kelamaan akan terfiksasi oleh karena adanya kaku mayat.

Biasanya lebam mayat berwarna merah keunguan. Warna ini bergantung pada
tingkat oksigenisasi sekitar beberapa saat setelah kematian. Perubahan warna
lainnya dapat mencakup:

Cherry pink atau merah bata (cherry red) terdapat pada keracunan oleh
carbonmonoksida atau hydrocyanic acid.

Coklat kebiruan atau coklat kehitaman terdapat pada keracunan kalium chlorate,
potassium bichromate atau nitrobenzen, aniline, dan lain lain.

Coklat tua terdapat pada keracunan fosfor.

Tubuh mayat yang sudah didinginkan atau tenggelam maka lebam akan berada
didekat tempat yang bersuhu rendah, akan menunjukkan bercak pink muda
kemungkinan terjadi karena adanya retensi dari oxyhemoglobin pada jaringan.

Keracunan sianida akan memberikan warna lebam merah terang, karena kadar
oksi hemoglobin (HbO2) yang tinggi.

Kaku Mayat (rigor mortis)


Kaku mayat atau rigor mortis adalah kekakuan yang

terjadi pada otot yang kadang kadang disertai dengan


sedikit pemendekkan serabut otot, yang terjadi setelah
periode pelemasan / relaksasi primer.
Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam post mortal dan
mencapai puncaknya setelah 10 12 jam post mortal,
keadaan ini akan menetap selama 24 jam, dan setelah 24
jam kaku mayat mulai menghilang sesuai dengan urutan
terjadinya, yaitu dimulai dari otot otot wajah, leher,
lengan, dada, perut, dan tungkai.
Kekakuan pertama ditemukan pada otot otot kecil.
Faktor faktor yang mempercepat terjadinya kaku mayat
adalah aktifitas fisik sebelum mati, suhu tubuh yang
tinggi, bentuk tubuh yang kurus dengan otot otot kecil
dan suhu lingkungan yang tinggi. Kaku mayat dibuktikan

Kaku mayat (rigor mortis)


Proses terjadinya kaku mayat dapat melalui beberapa fase :
Fase pertama
Sesudah kematian somatik, otot masih dalam bentuk yang normal. Tubuh yang mati
akan mampu menggunakan ATP yang sudah tersedia dan ATP tersebut diresintesa dari
cadangan glikogen. Terbentuknya kaku mayat yang cepat adalah saat dimana
cadangan glikogen dihabiskan oleh latihan yang kuat sebelum mati, seperti mati saat
terjadi serangan epilepsi atau spasme akibat tetanus, tersengat listrik, atau keracunan
strychnine.
Fase kedua
Saat ATP dalam otot berada dibawah ambang normal, kaku akan dibentuk saat
konsentrasi ATP turun menjadi 85%, dan kaku mayat akan lengkap jika berada dibawah
15%.
Fase ketiga
Kekakuan menjadi lengkap dan irreversible.
Fase keempat
Disebut juga fase resolusi. Saat dimana kekakuan hilang dan otot menjadi lemas. Salah
satu pendapat terjadinya hal ini dikarenakan proses denaturasi dari enzim pada otot.
Metode yang sering digunakan untuk mengetahui ada tidaknya rigor mortis adalah

dengan melakukan fleksi atau ekstensi pada persendian tersebut.

Rigor mortis pada jar. Tubuh


Kekakuan juga terjadi pada seluruh jaringan muskular dan

organ sama seperti terjadi pada otot skelet.


Kekakuan dapat terjadi tidak sama pada tiap mata, membuat
letak pupil tidak sama, hal ini memastikan bahwa posisi post
mortem menjadi indikator yang tidak dapat dipercaya pada
kondisi toksik atau neurologis selama hidup.
Pada jantung, kekakuan menyebabkan kontraksi ventrikel,
yang menyerupai pembesaran ventrikel kiri.
Kekakuan muskulus dartos pada skrotum dapat menghimpit
testes dan epididimis, dimana akan membuat kontraksi
serabut otot vesikula seminalis dan prostat menyebabkan
terjadinya ekstrusi semen dari uretra eksterna pada post
mortem.
Kekakuan pada muskulus erector pili yang menempel pada
folikel rambut dapat mengakibatkan gambaran dengan elevasi
dari folikel rambut (goose flesh appearence).

Faktor yang mempengaruhi rigor


mortis
Sebagai suatu proses kimia, kecepatan dan durasi dari kekakuan

dipengaruhi oleh temperatur. Semakin tinggi suhu lingkungan, akan


memperlambat proses ini. Sebaliknya, cuaca panas atau tropis dapat
mempercepat, sehingga kekakuan akan terjadi dalam beberapa jam
atau bahkan kurang. Kekakuan total terbentuk cepat, kemudian akan
hilang semenjak hari pertama terjadinya pembusukan.
Faktor lainnya adalah aktifitas fisik sebelum mati. Ketersediaan
glikogen dan ATP dalam otot adalah elemen terpenting dalam
terbentuknya kekakuan.
Kondisi rata rata yang sering dialami pada rigor mortis :
Jika tubuh mayat terasa hangat dan tidak kaku, maka orang itu sudah

mati tidak sampai 3 jam.


Jika tubuh mayat terasa hangat dan kaku, maka orang itu sudah mati 3
8 jam lamanya.
Jika tubuh mayat terasa dingin dan kaku, maka orang itu sudah mati 8
36 jam lamanya.
Jika tubuh mayat terasa dingin dan tidak kaku, maka orang itu sudah
mati lebih dari 36 jam.

Bentuk - Bentuk dari Kekakuan


yang Menyerupai Rigor Mortis
Heat Stiffening
Kekakuan otot akibat koagulasi protein otot oleh panas.

Protein pada otot akan terkoagulasi pada temperatur diatas


149 derajat Fahrenheit atau 65 derajat celcius. Otot-otot
berwarna merah muda, kaku, tetapi rapuh (mudah robek).
Keadaan ini dapat dijumpai pada korban mati terbakar.

Pada heat stiffening serabut-serabut ototnya

memendek sehingga menimbulkan fleksi leher,


siku, paha, dan lutut membentuk sikap petinju
(pugilistic attitude).
Heat stiffening ini tidak dapat dipatahkan dengan

Bentuk - Bentuk dari Kekakuan


yang Menyerupai Rigor Mortis
Cold Stiffening

Penurunan temperatur pada mayat dibawah 3,5 derajat celcius


atau 40 derajat Fahrenheit akan menghasilkan memadatnya lemak
subkutan dan otot. Saat tubuh dibawa untuk dihangatkan, akan
timbul true rigor mortis.
Pada lingkungan bersuhu dingin ekstrim, cairan tubuh juga akan

membeku termasuk persendian, sehingga bila sendi ditekuk akan


terdengar bunyi pecahnya es dalam rongga sendi.
Pada temperatur yang ekstrim, otot akan mengalami kekakuan

yang palsu.
Pada udara yang sangat dingin, saat panas tubuh hilang, otot dapat

mengeras karena cairan tubuh menjadi beku dan memadat, seperti


pada daging yang disimpan pada freezer.
Membedakan orang mati karena kedinginan dengan orang yang
telah mati sebelum kedinginan :
Bila orang mati di kutub kematian terjadi karena kedinginan.
Dingin membuat suhu tubuhnya menjadi kaku, belum terjadi

Bentuk - Bentuk dari Kekakuan


yang Menyerupai Rigor Mortis
Cadaveric Spasm

Cadaveric spasm terjadi pada kematian yang disebabkan


jika seseorang berada ditengah aktifitas fisik atau emosi
yang kuat, yang kemudian menuntun pada kekakuan
post mortem instan yang sedikit kurang dapat
dipahami. Hal ini harus diawali dengan aktifitas saraf
motorik. Biasanya terjadi hanya pada 1 daerah otot,
contohnya otot fleksor tangan, dibanding seluruh tubuh.
sesungguhnya merupakan kaku mayat yang timbul
dengan intensitas sangat kuat tanpa didahului oleh
relaksasi primer.
Penyebabnya adalah akibat habisnya cadangan glikogen
dan ATP yang bersifat setempat pada saat mati klinis
karena kelelahan atau emosi yang hebat sesaat sebelum
meninggal.

Pembusukan
Pembusukan terjadi akibat autolysis dan
kerja bakteri.
Autolisis
Merupakan proses melunaknya jaringan
bahkan pada keadaan steril yang
diakibatkan oleh kerja enzim digestif
yang dikeluarkan sel setelah kematian
dan dapat dihindari dengan
membekukan jaringan.
Perubahan autolisis awal dapat diketahui
pada organ parenkim dan kelenjar.
Pelunakan dan ruptur perut dan ujung

Pembusukan
Proses Pembusukan Bakteri.
Merupakan proses dominan pada proses pembusukan dengan
adanya mikroorganisme, baik aerobik maupun anaerobik.
Bakteri pada umumnya terdapat dalam tubuh, akan memasuki
jaringan setelah kematian. Kebanyakan bakteri terdapat pada
usus, terutama Clostridium welchii. Bakteri lainnya dapat
ditemukan pada saluran nafas dan luka terbuka.
Pada kasus kematian akibat penyakit infeksi, pembusukan
berlangsung lebih cepat.
Bakteri menghasilkan berbagai macam enzim yang berperan
pada karbohidrat, protein, dan lemak, dan hancurnya jaringan.
Aktifitas pembusukan berlangsung optimal pada suhu antara 70
sampai 100 derajat Fahrenheit dan berkurang pada suhu
dibawah 70 derajat Fahrenheit. Oleh sebab itu, penyebaran awal
pembusukan ditentukan oleh dua faktor yaitu sebab kematian
dan lama waktu saat suhu tubuh berada dibawah 70 derajat

Pembusukan
Proses Pembusukan Bakteri.
Tanda awal pembusukan adalah tampak adanya warna hijau
pada kulit dan dinding perut depan, biasanya terletak pada
sebelah kanan fossa iliaca.
Warna ini terbentuk karena perubahan hemoglobin menjadi
sulpmethaemoglobin karena masuknya H2S dari usus ke
jaringan. Warna ini biasanya muncul antara 12 18 jam pada
keadaan panas dan 1 2 hari pada keadaan dingin dan lebih
tampak pada kulit cerah.
Warna hijau ini akan menyebar ke seluruh dinding perut dan alat
kelamin luar, menyebar ke dada, leher, wajah, lengan, dan kaki.
Rangkaian ini disebabkan karena luasnya distribusi cairan atau
darah pada berbagai organ tubuh.
Pada saat yang sama, bakteri yang sebagian besar berasal dari
usus, masuk ke pembuluh darah. Darah didalam pembuluh akan
dihemolisis sehingga akan mewarna pembuluh darah dan

Pembusukan
Proses Pembusukan Bakteri.
Pada saat perubahan warna pada perut, tubuh mulai
membentuk gas yang terdiri dari campuran gas tergantung dari
waktu kematian dan lingkungan. Gas ini akan terkumpul pada
usus dalam 12 24 jam setelah kematian dan mengakibatkan
perut membengkak.
Gas terkumpul diantara dermis dan epidermis membentuk
lepuh. Lepuh tersebut dapat mengandung cairan berwarna
merah, keluar dari pembuluh darah karena tekanan dari gas.
Antara 3 7 hari setelah kematian, peningkatan tekanan gas
pembusukan dihubungkan dengan perubahan pada jaringan
lunak yang akan membuat perut menjadi lunak. Gigi dapat
dicabut dengan mudah atau keropos. Kulit pada tangan dan kaki
dapat menjadi glove and stocking. Rambut dan kuku menjadi
longgar dan mudah dicabut.
5 10 hari setelah kematian, pembusukan bersifat tetap.

Pembusukan Organ Dalam


Perubahan warna muncul pada jaringan dan

organ dalam tubuh walaupun prosesnya lebih


lama dari yang dipermukaan.
Jika organ lebih lunak dan banyak vascular maka
akan membusuk lebih cepat.
Warna merah kecoklatan pada bagian dalam
aorta dan pembuluh darah lain muncul pada
perubahan awal.
Adanya hemolisis dan difusi darah akan mewarnai
sekeliling jaringan atau organ dan merubah warna
organ tersebut menjadi hitam. Organ menjadi
lunak ,berminyak, empuk dan kemudian menjadi
masa semiliquid.

Pembusukan
Keadaan yang mempengaruhi onset dan lama
pembusukan :
Faktor Eksogen
Temperatur atmosfer.
Adanya udara dan cahaya.
Terbenam dalam air.
Mengapung diatas air.
Terkubur dalam tanah.
Faktor Endogen
Sebab kematian
Kondisi tubuh
Pakaian pada tubuh
Umur dan jenis kelamin

Penyabunan (adiposera)
Dikenal juga sebagai grave wax.
Adiposera berasal dari bahasa latin, adipo untuk lemak dan cera

untuk lilin) berwarna putih kelabu setelah meninggal


dikarenakan dekomposisi lemak yang dikarenakan hidrolisis dan
hidrogenasi dan lemak (sel lemak) yang terkumpul di jaringan
subkutan yang menyebabkan terbentuknya lechitinase, suatu
enzim yang dihasilkan oleh Clostridium welchii, yang
berpengaruh terhadap jaringan lemak.
Faktor faktor yang mempermudah terbentuknya adiposera
adalah :
Kelembapan.
Lemak tubuh.

Faktor yang menghambat adalah air yang mengalir.


Proses pertama penyabunan terlihat pada lemak subkutan yang

berada pada dagu, buah dada, bokong, dan perut.


proses saponifikasi dapat terjadi di semua bagian tubuh yamg

Penyabunan (adiposera)
Keuntungan adanya adiposera ini :
Tubuh korban akan mudah dikenali dan tetap

bertahan untuk waktu yang sangat lama sekali


sampai ratusan tahun.
Dapat pula untuk mengetahui sebab sebab
kematian jangka waktu dekat seperti kecelakaan,
namun dapat juga digunakan untuk waktu yang
lama.
Tempat untuk pembuangan tubuh dapat
diketahui.
Tanda tanda positif dari kematian dapat
diketahui dari kematian sampai beberapa
minggu atau mungkin beberapa bulan.

Mumifikasi
Perubahan perubahan yang terjadi pada tubuh akibat dekomposisi dapat

dihambat dan digantikan dengan mumifkasi.


Organ dalam umumnya mengalami dekomposisi menjadi jaringan padat berwarna
coklat kehitaman. Sekali mayat mengalami proses mumifikasi, maka kondisinya
tidak akan berubah, kecuali bila diserang oleh serangga.
Mumifikasi pada orang dewasa umumnya tidak terjadi pada seluruh bagian tubuh.
Pada umumnya mumifikasi terjadi pada sebagian tubuh, dan pada bagian tubuh
lain proses pembusukan terus berjalan.
Mumifikasi umumnya terjadi pada daerah dengan kelembapan yang rendah,
sirkulasi udara yang baik dan suhu yang hangat, namun dapat pula terjadi di
daerah dingin dengan kelembapan rendah.
Ditempat yang bersuhu panas, mumifikasi lebih mudah terjadi, bahkan hanya
dengan mengubur dangkal mayat dalam tanah berpasir.
Faktor dalam tubuh mayat yang mendukung terjadinya mumifikasi antara lain
adalah dehidrasi premortal, habitus yang kurus dan umur yang muda, dalam hal
ini neonatus.
Mumifikasi sering terjadi pada bayi yang meninggal ketika baru lahir. Permukaan
tubuh yang lebih luas dibanding orang dewasa, sedikitnya bakteri dalam tubuh
dibanding orang dewasa membantu penundaan pembusukan sampai terjadinya
pengeringan jaringan tubuh. Pada orang dewasa secara lengkap jarang terjadi,
kecuali sengaja dibuat oleh manusia.

Perkiraan Kematian
Isi Saluran Pencernaan
Proses yang mempunyai pola dan waktu yang tetap ini dapat pula
dipakai sebagai petunjuk.
Isi Lambung
Dalam 1 jam pertama separuh dari makanan yang masuk ke
lambung sudah dicernakan dan masuk ke pilorus. Setengahnya
dari sisa ini akan masuk ke pilorus pada jam ke 2. Sisa
setengahnya lagi akan selesai dicerna dan keluar dari lambung
pada jam ke 3, dan selesai seluruhnya kira-kira 4 jam.
Usus
Makanan yang sudah dicerna sampai di daerah ileo-caecal dalam
waktu 6-8 jam, di colon tranversum dalam waktu 9-10 jam colonpelvis 12-14 jam, dikeluarkan dalam waktu 24-28 jam.

Perkiraan Kematian
Kandung kemih
Kandung kemih biasanya dikosongkan sebelum tidur, dan
dalam waktu tidur isi kandung kemih akan bertambah.
Pakaian
Pakaian dapat menentukan lama kematian karena orang
mempunyai kebiasaan menggunakan pakaian sesuai
dengan waktu Pakaian kantor/sekolah, pakaian tidur,
pakaian renang, olah raga dan lain-lain, kadang-kadang
dapat dipakai sebagai petunjuk.
Jam tangan
Bila korban memakai jam tangan pada waktu mengalami
cedera maka saat kematian dapat ditunjukkan secara tepat
dari jarum jam berhenti.

Perkiraan Kematian
Bila saat kematian korban tidak diketahui, maka beberapa
petunjuk di bawah ini dapat dipakai:

Jam pertama kematian. Tubuh masih hangat (dengan thermometer


panjang didapati suhu 37 C), otot-otot masih lemas selurunya
(periode relaksasi primer), kornea mata bening, belum tampak
atau belum jelas adanya lebam mayat.

4-6 jam. Telah mulai dingin (suhu rektal 34-35 C), kaku mayat di
rahang telah di telah ada, begitu juga di beberapa persendian,
lebam mayat masih hilang pada penekanan.

10-12 jam. Mayat mulai dingin (suhu sekitar 29-30 C), kaku mayat
lengkap di seluruh tubuh seperti papan, bila diangkat kaki, panggul
dan punggung juga terangkat, lebam mayat sangat jelas dan tidak
hilang pada penekanan.

16-18 jam. Mayat dingin (sama dengan suhu ruang 28-29 C), kaku
mayat di beberapa persendian telah hilang, mulai tampak tandatanda pembusukan terutama di perut bagian kanan bawah tampak
biru kehijauan, lebam mayat luas di bagian terendah dari tubuh.

Perkiraan Kematian

20-24 jam. Dingin, kaku mayat sudah menghilang (relaksasi sekunder),

tanda pembusukan makin jelas, perut mulai tegang, bau pembusukan,


darah pembusukan keluar dari hidung dan mulut.

30-36 jam. Mayat menggembung, maka bengkak, mata tertutup, bibir


menebal, keluar gas dan air pembusukan keluar dari hidung dan mulut,
tampak garis pembuluh darah di permukaan tubuh (marble appearance).

40-48 jam. Gelembung pembusukan di seluruh tubuh, skrotum bengkak,


lidah bengkak dan menonjol keluar. Sebagian gelembung pecah, kulit
muda terkelupas.

3 hari. Pembusukan lanjut, uterus bisa prolaps. Demikian juga anus, mata
menonjol keluar, muka sangat bengkak kehitaman rambut dan kuku
mudah dicabut.

4-5 hari. Perut mengempes kembali karena gas keluar dan celah jaringan
yang rusak/hancur, satura kepala merenggang, otak mengalami
perlunakan menjadi seperti bubur.

6-10 hari. Jaringan lunak tubuh melembek dan lama-lama menjadi hancur,
rongga dada dan perut bisa terlihat karena sebagian otot sudah hancur
dan seluruhnya hingga tinggal tulang belulang.

Yang dapat ditemukan saat


otopsi
Larva
Pada tahap awal, lalat menempatkan telurnya pada mayat, di mana
dalam waktu 8-24 jam telur akan menetas menghasilkan larva yang
sering disebut belatung. Tahapan selanjutnya larva akan menjadi
kepompong dalam waktu 7 hari. Kemudian akan diperlukan waktu
12 hari bagi kepompong untuk menetas menjadi lalat.
Proses pencernaan makanan dalam lambung.
Bila ditemukan :
Lambung tak berisi makanan , Rectum penuh dengan feces, Kandung
seni penuh Diperkirakan korban meninggal waktu masih pagi
sebelum bangun
Bila lambung ditemukan berisi makanan kasar artinya korban
meninggal dalam waktu 2 4 jam setelah makan terakhir.
Bila ditemukan lambung tak terisi makanan, duodenum dan ujung
atas usus halus berisi makanan yang telah tercerna, berarti korban
meninggal dalam waktu > 2 - 4 jam setelah makan terakhir.

Kesimpulan
Tanatologi adalah ilmu yang mempelajari kematian dan

perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor


yang mempengaruhi perubahan tersebut.
Tanatologi dapat bermanfaat untuk mengidentifikasi,
mengetahui penyebab dan cara kematian, perkiraan
waktu kematian, serta mencari barang bukti.
Dalam ilmu tanatologi, terdapat beberapa jenis kematian
yaitu mati somatis, mati suri, mati seluler, mati serebral,
dan mati otak (mati batang otak).
Terdapat tanda-tanda pasti kematian yaitu lebam mayat
(livor mortis), kaku mayat (rigor mortis), penurunan suhu
tubuh, pembusukan (dekomposisi), adiposera (lilin
mayat), dan mumifikasi.
Perkiraan waktu kematian dapat diperoleh dari apa yang
didapat pada pemeriksaan jenazah.

Daftar Pustaka
Abdul Munim Idries. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Edisi

pertama. Binarupa Aksara: Jakarta. Hal. 54-77


Budiyanto A, dkk 1997. Ilmu Kedokteran Forensik Bagian Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
Idries, AM 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Binarupa Aksara:
Jakarta.
Idries, AM, Tjiptomartono, AW 2008. Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik
Dalam Proses Penyidikan. Edisi Revisi, Sagung Seto: Jakarta.
Saukko, P; Knight, B . 2004. The Pathophysiology of Death in Knights
Forensic Pathology. 3th edition. Hodder Arnold. Page 52-90
Shepherd, R. 2003. Changes After Death in Simpsons Forensic Medicine.
12th edition. Arnold. Page 37-48
Vij,K . 2008. Death and Its Medicolegal Aspects (Forensic Thanatology) in
Textbook of Forensic Medicine and Toxicology Principles and Practice. 4 th
editon. Elsivier. Page 101-133
Vass AA. Decomposition. Microbiology Today 2001 Nov (28):190-2. Available
from :http://www.socgenmicrobiol.org.uk/pubs/micro_today/pdf/110108.pdf .

Terima Kasih
Mokasih

Anda mungkin juga menyukai