Anda di halaman 1dari 14

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Informasi dalam lingkup medis, ternyata sangat penting. Meski tidak
semua pasien menghendaki penjelasan yang sejelas-jelasnya, akurat dan
lengkap tentang tahap demi tahap perawatan, tapi memberi informasi yang
benar untuk saat ini justru diharuskan. Bagi pasien yang menolak
penjelasan dapat dimintai untuk menandatangani surat penolakan
penjelasan perawatan, namun dokter atau dokter gigi tetap memberi
kesempatan bila suatu saat pasien berubah pikiran. Hal ini begitu penting
sebab tidak semua kejadian dalam pengobatan berlangsung seperti apa
yang diharapkan.
Dunia kedokteran tidak 2+2=4. Tidak ada kepastian dan garansi dalam
dunia kedokteran karena setiap kasus bagaikan teori permutasi kombinasi.
Latar belakang setiap orang yang berbeda, latar belakang kesehatan yang
juga berbeda, derajat pengobatan yang diberikan pun berbeda, reaksi tubuh
terhadap sesuatu juga berbeda. Jadi mana mungkin seorang dokter dan
dokter gigi yang juga manusia dapat memenuhi dengan sempurna seluruh
kriteria kasus yang ada, sedangkan setiap orang memiliki keterbatasan.

Oleh karena itu, selain untuk menjaga kemungkinan terlantarnya pasien


oleh dokter atau dokter gigi yang mempunyai pasien banyak, atau
terlantarnya dokter atau dokter gigi karena harus menghadapi tuntutan
hanya karena tidak mengkomunikasikan kemungkinan penyakit maka
dibuatlah suatu surat perjanjian hitam di atas putih. Ini yang disebut
sebagai informed consent.
Di Indonesia perkembangan informed consent secara yuridis formal,
ditandai dengan munculnya pernyataan Ikatan Dokter Indonesia (IDI)
tentang informed consent melalui SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 pada
tahun 1988. Kemudian dipertegas lagi dengan PerMenKes No. 585 tahun
1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik atau Informed Consent. Hal ini
tidak berarti para dokter dan tenaga kesehatan di Indonesia tidak mengenal
dan melaksanakan informed consent karena jauh sebelum itu telah ada
kebiasaan pada pelaksanaan operatif, dokter selalu meminta persetujuan
tertulis dari pihak pasien atau keluarganya sebelum tindakan operasi itu
dilakukan.

II.

A.

ISI

Definisi
Informed Consent erdiri dari dua kata yaitu informed yang berarti telah
mendapat penjelasan atau keterangan (informasi), dan consent yang berarti
persetujuan atau memberi izin. Jadi informed consent mengandung pengertian
suatu persetujuan yang diberikan setelah mendapat informasi. Dengan
demikian informed consent dapat didefinisikan sebagai persetujuan yang
diberikan oleh pasien dan atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai
tindakan medis yang akan dilakukan terhadap dirinya serta resiko yang
berkaitan dengannya.
Menurut D. Veronika Komalawati, SH , informed consent dirumuskan sebagai
suatu kesepakatan/persetujuan pasien atas upaya medis yang akan dilakukan
dokter terhadap dirinya setelah memperoleh informasi dari dokter mengenai
upaya medis yang dapat dilakukan untuk menolong dirinya disertai informasi
mengenai segala resiko yang mungkin terjadi.
Menurut PerMenKes no 290/MenKes/Per/III/2008 dan UU no 29 th 2004
Pasal 45 serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008,
maka Informed Consent adalah persetujuan tindakan kedokteran yang
diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya setelah mendapatkan

penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan dilakukan


terhadap pasien tersebut. Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan
Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis
Pasal 4 ayat 2 menyebutkan dalam memberikan informasi kepada pasien /
keluarganya, kehadiran seorang perawat / paramedik lainnya sebagai saksi
adalah penting.
B. Tujuan Pelaksanaan Informed Consent
Dalam hubungan antara pelaksana (dokter) dengan pengguna jasa tindakan
medis (pasien), maka pelaksanaan informed consent, bertujuan :
Melindungi pengguna jasa tindakan medis (pasien) secara hukum dari
segala tindakan medis yang dilakukan tanpa sepengetahuannya, maupun
tindakan pelaksana jasa tindakan medis yang sewenang-wenang,
tindakan malpraktek yang bertentangan dengan hak asasi pasien dan
standar profesi medis, serta penyalahgunaan alat canggih yang
memerlukan biaya tinggi atau over utilization yang sebenarnya tidak
perlu dan tidak ada alasan medisnya;
Memberikan perlindungan hukum terhadap pelaksana tindakan medis dari
tuntutan-tuntutan pihak pasien yang tidak wajar, serta akibat tindakan
medis yang tak terduga dan bersifat negatif, misalnya terhadap risk of
treatment yang tak mungkin dihindarkan walaupun dokter telah bertindak
hati-hati dan teliti serta sesuai dengan standar profesi medik. Sepanjang
hal itu terjadi dalam batas-batas tertentu, maka tidak dapat dipersalahkan,
kecuali jika melakukan kesalahan besar karena kelalaian (negligence)

atau karena ketidaktahuan (ignorancy) yang sebenarnya tidak akan


dilakukan demikian oleh teman sejawat lainnya. (Permenkes No.
290/Menkes/Per/III/2008 Pasal 3)
C. Fungsi Informed Consent
Perlunya dimintakan informed consent dari pasien karena informed consent
mempunyai beberapa fungsi sebagai berikut :
1.

Penghormatan terhadap harkat dan martabat pasien selaku


manusia

2.

promosi terhadap hak untuk menentukan nasibnya sendiri

3.

untuk mendorong dokter melakukan kehati-hatian dalam


mengobati pasien

4.

menghindari penipuan dan misleading oleh dokter

5.

mendorong diambil keputusan yang lebih rasional

6.

mendorong keterlibatan publik dalam masalah kedokteran


dan kesehatan

7.

sebagai suatu proses edukasi masyarakat dalam bidang


kedokteran dan kesehatan.

D. Unsur unsur Informed Consent

Suatu informed consent baru sah diberikan oleh pasien jika memenuhi
minimal 3 (tiga) unsur sebagai berikut :

Keterbukaan informasi yang cukup diberikan oleh dokter

Kompetensi pasien dalam memberikan persetujuan

Kesukarelaan (tanpa paksaan atau tekanan) dalam memberikan


persetujuan.

E. Hak Hak Pasien Dalam Informed Consent


Tiga Hak Dasar Pasien
Hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
Hak untuk mendapatkan informasi
Hak untuk menentukan dirinya sendiri

Hak Pasien Dalam Informed Consent


Pasien berhak mendapat informasi yang cukup mengenai rencana tinakan
medis dan yang akan dialaminya
Pasien berhak bertanya tentang hal-hal seputar tindakan medis yang akan
diterimanya tersebut apabila informasi yang diberikan dirasakan masih
belum jelas

Pasien berhak meminta pendapat atau penjelasan dari dokter lain untuk
memperjelas atau membandingkan tentang rencana tindakan medis yang
akan dialaminya
Pasien berhak menolak rencana tindakan medis tersebut

F. Informasi
Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan
kedokteran dilaksanakan adalah:
1. Diagnosa yang telah ditegakkan.
2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.
3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.
4. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan
kedokteran tersebut.
5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah
alternatif cara pengobatan yang lain.
6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.
Resiko resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan
persetujuan tindakan kedokteran :
a. Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut.
b. Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.

Pada prinsipnya informed consent diberikan di setiap pengobatan oleh dokter.


Akan tetapi, urgensi dari penerapan prinsip informed consent sangat terasa
dalam kasus-kasus sebagai berikut :
1. dalam kasus-kasus yang menyangkut dengan pembedahan/operasi
2. dalam kasus-kasus yang menyangkut dengan pengobatan yang memakai
teknologi baru yang sepenuhnya belum dpahami efek sampingnya.
3. dalam kasus-kasus yang memakai terapi atau obat yang kemungkinan
banyak efek samping, seperti terapi dengan sinar laser, dll.
4. dalam kasus-kasus penolakan pengobatan oleh klien
5. dalam kasus-kasus di mana di samping mengobati, dokter juga melakukan
riset dan eksperimen dengan berobjekan pasien.
G. Persetujuan
Secara umum bentuk persetujuan yang diberikan pengguna jasa tindakan
medis (pasien) kepada pihak pelaksana jasa tindakan medis (dokter) untuk
melakukan tindakan medis dapat dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu :
1. Persetujuan Tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang
mengandung resiko besar, sebagaimana ditegaskan dalam PerMenKes
No. 585/Men.Kes/Per/IX/1989 Pasal 3 ayat (1) dan SK PB-IDI No.
319/PB/A.4/88 butir 3, yaitu intinya setiap tindakan medis yang
mengandung resiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan
tertulis, setelah sebelumnya pihak pasien memperoleh informasi yang

adekuat tentang perlunya tindakan medis serta resiko yang berkaitan


dengannya (telah terjadi informed consent);
2. Persetujuan Lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang
bersifat non-invasif dan tidak mengandung resiko tinggi, yang diberikan
oleh pihak pasien;
3. Persetujuan dengan isyarat, dilakukan pasien melalui isyarat, misalnya
pasien yang akan disuntik atau diperiksa tekanan darahnya, langsung
menyodorkan lengannya sebagai tanda menyetujui tindakan yang akan
dilakukan terhadap dirinya.
Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga terdekatnya
tersebut, tidak membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter melakukan
kelalaian. Tindakan medis yang dilakukan tanpa persetujuan pasien atau
keluarga terdekatnya, dapat digolongkan sebagai tindakan melakukan
penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351.
Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran,
dokter yang akan melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan
(Pasal 11 Ayat 1 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008 ).
Penjelasan kemungkinan perluasan tindakan kedokteran sebagaimana
dimaksud dalam Ayat 1 merupakan dasar daripada persetujuan ( Ayat 2 ).
Pengecualian

terhadap

keharusan

pemberian

informasi

sebelum

dimintakan persetujuan tindakan kedokteran adalah:


1.

Dalam keadaan gawat darurat ( emergensi ), dimana dokter harus


segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa.

2.

Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa


menghadapi situasi dirinya.

Pihak Yang Berhak Menyatakan Persetujuan.


Dalam Pedoman Persetujuan Tindakan medik hal ini diatur dalam pasal 7.
yaitu :
a.

Pasien sendiri, yaitu apabila pasien telah berumur 21 tahun atau telah

b.

menikah.
Bagi pasien dibawah umur 21 tahun, Persetujuan (informed consent)
atau Penolakan Tindakan Medik diberikan oleh mereka menurut hak

sebagai berikut:
1) Ayah / ibu kandung.
2) Saudara-saudara kandung.
c. Bagi yang dibawah umur 21 tahun dan tidak mempunyai orang tua
atau orang tuanya berhalangan hadir, Persetujuan (informed consent)
atau Penolakan Tindakan Medis diberikan oleh mereka menurut

d.

urutan hak sebagai berikut:


1) Ayah/ibu adopsi.
2) Saudara-saudara kandung.
3) Induk semang.
Bagi pasien dewasa dengan gangguan mental, Persetujuan (informed
consent) atau Penolakan Tindakan Medis diberikan oleh mereka
menurut urutan hak sebagai berikut:
1) Ayah/ibu kandung.
2) Wali yang sah.
3) Saudara-saudara kandung.

e.

Bagi pasien dewasa yang berada dibawah pengampuan (curatelle),


Persetujuan atau Penolakan Tindakan Medik di berikan menurut

f.

urutan hak sebagai berikut:


1) Wali.
2) Curator.
Bagi pasien dewasa yang telah menikah / orang tua, persetujuan atau
penolakan tindakan medis diberikan oleh mereka menurut urutan hak
sebagai berikut :
1) Suami/istri.
2) Ayah/ibu kandung.
3) Anak-anak kandung.
4) Saudara-saudara kandung

Catatan:
Yang dimaksud dengan beberapa pengertian dibawah ini berdasarkan Bab
I butir 4 Pedoman Persetujuan Tindakan Medik :
a.

b.

c.

Ayah : -Ayah kandung


Termasuk "Ayah" adalah ayah angkat yang ditetapkan berdasarkan
penetapan pengadilan atau berdasarkan Hukum Adat.
Ibu :-Ibu kandung.
Termasuk " lbu " adalah ibu angkat yang ditetapkan berdasarkan
Hukum Adat.
Suami :- Seorang laki-laki yang dalam ikatan perkawinan dengan
seorang perempuan berdasarkan peraturan perundang - undangan yang

d.

berlaku.
lstri :- Seorang perempuan yang dalam ikatan perkawinan dengan
seorang lakilaki berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Apabila yang bersangkutan mempunyai lebih dari l (satu)
isteri, persetujuan/penolakan dapat dilakukan oleh salah satu dari
mereka.

e.

Wali: - Adalah yang menurut hukum menggantikan orang lain yang


belum dewasa untuk mewakilinya dalam melakukan perbuatan hukum

f.

atau yang menurut hukum menggantikan kedudukan orang tua.


Induk semang : adalah orang yang berkewajiban untuk mengawasi
serta ikut bertanggung jawab terhadap pribadi orang lain seperti
pimpinan asrama dari anak perantauan atau kepala rumah tangga dari
seorang pembantu rumah tangga yang belum dewasa. Berdasarkan
UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak maka setiap orang
yang berusia 18 tahun atau lebih dianggap sebagai orang yang sudah
bukan anakanak. Dengan demikian mereka dapat diperlakukan
sebagaimana orang dewasa yang kompeten, dan oleh karenanya dapat
memberikan persetujuan. Meskipun demikian untuk anak yang
berumur dibawah 18 tahun, jika memerlukan tindakan darurat maka
pertolongan tetap harus diberikan dalam rangka mencegah timbulnya
kecacatan, atau kerusakan lebih lanjut jika tidak diberi tindakan
segera. Kemudian jika usianya dibawah 18 tahun, tapi memungkinkan
untuk dapat mengerti dan memahami sifat dari persetujuan itu (dalam
rangka untuk memenuhi hak asasi manusia) maka dibolehkan untuk
melakukan persetujuan asal dilakukan pada tindakan yang tidak
beresiko tinggi.

Tidak Kompeten Untuk Memberikan Persetujuan


Anak di bawah umur
Orang dewasa yang sakit jiwa

H. Penolakan
Padanan hak pasien untuk menyetujui tindakan adalah hak menolak
tindakan yang dianjurkan setelah pemberian keterangan oleh dokter, dan
hak membatalkan persetujuan sebelumnya. Pengadilan umumnya setuju
bahwa jika tidak ada kegawatdaruratan, seorang pasien dewasa yang
kompeten boleh menolak tindakan medis.
Seorang laki-laki atau perempuan adalah pemilik badannya sendiri dan
boleh secara terbuka menolak tindakan medis untuk lifesaving. Seorang
dokter sangat mengetahui sebuah operasi atau tindakan medis lain yang
diperlukan atau penting bagi pasien, tetapi hukum tidak mengijinkan
dokter mengganti keputusannya tersebut dengan berbagai bentuk penipuan
atau pemalsuan.
Penolakan pasien ini disebut informed refusal. Ketika pasien atau
keluarganya menolak diagnosis atau tindakan, mereka seharusnya
dijelaskan mengenai konsekuensi dari penolakannya secara profesional
dan rahasia. Jika seorang pasien direncanakan untuk mendapat
pemeriksaan atau tindakan medis, dokter harus memberikan keterangan
mengenai semua hal mencakup risiko-risiko yang ingin diketahui pasien
sebelum tindakan atau prosedur dilakukan.

I. Aspek Hukum

Tindakan medis yang dilakukan tanpa izin pasien, dapat digolongkan


sebagai tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351.
Menurut Pasal 5 Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008,
persetujuan tindakan kedokteran dapat dibatalkan atau ditarik kembali oleh
yang memberi persetujuan, sebelum dimulainya tindakan (Ayat 1).
Pembatalan persetujuan tindakan kedokteran harus dilakukan secara
tertulis oleh yang memberi persetujuan (Ayat 2).

Anda mungkin juga menyukai