Anda di halaman 1dari 26

PREEKLAMSIA BERAT

I.

PENDAHULUAN
Hipertensi dalam kehamilan merupakan penyebab utama morbiditas,
kecacatan, dan kematian pada ibu dan anak. Di Afrika dan Asia, 1/10 dari
kematian ibu berhubungan dengan hipertensi dalam kehamilan, 1/4 dari kematian
ibu di Amerika Latin berhubungan dengan komplikasinya. Penyebab utama
mortalitas dan morbiditas pada maternal dan perinatal adalah preeklamsia dan
eklamsia.1
Preeklamsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi
ante, intra, dan post partum. Dari gejala-gejala klinik preeklamsia dapat dibagi
menjadi preeklamsia ringan dan preeklamsia berat. Pembagian preeklamsia
menjadi berat dan ringan tidaklah berarti adanya dua penyakit yang jelas berbeda,
sebab seringkali ditemukan penderita dengan preeklamsia ringan dapat mendadak
mengalami kejang dan jatuh dalam koma.2
Gambaran klinik preeklamsia bervariasi luas dan sangat individual.
Kadang-kadang sukar untuk menentukan gejala preeklamsia mana yang timbul
lebih dahulu. Secara teoritik urutan-urutan gejala yang timbul pada preeklamsia
ialah edema, hipertensi, dan terakhir proteinuria, sehingga bila gejala-gejala ini
timbul tidak dalam urutan di atas, dapat dianggap bukan preeklamsia. Dari semua
gejala tersebut, timbulnya hipertensi dan proteinuria merupakan gejala yang
paling penting. Namun, sayangnya penderita seringkali tidak merasakan
perubahan ini. Bila penderita sudah mengeluh adanya gangguan nyeri kepala,
gangguan penglihatan, atau nyeri epigastrium, maka penyakit ini sudah cukup
lanjut.2

II.

KLASIFIKASI HIPERTENSI DALAM KEHAMILAN


1. Hipertensi kronik: hipertensi yang didiagnosa sebelum kehamilan, sebelum
usia kehamilan 20 minggu, atau peningkatan tekanan darah yang pertama kali
didiagnosa saat hamil yang menetap setelah 42 hari pasca persalinan.3
2. Preeklamsia: onset peningkatan tekanan darah dan proteinuria setelah usia
kehamilan 20 minggu yang sebelumnya ibu memiliki normotensi.
Pengecualian pada kasus-kasus penyakit trofoblast atau kehamilan ganda
apabila preeklamsia muncul sebelum usia kehamilan 20 minggu.3

A. Preeklamsia ringan3

Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih setelah usia kehamilan 20


minggu diukur dua kali pengukuran pada jarak paling sedikit 6 jam dan
tidak lebih dari 7 hari.
Proteinuria lebih dari 300 mg dalam urin 24 jam atau 1+ (30 mg/dL) pada
sekurang-kurangnya dua kali uji dipstik urin.

B. Preklamsia berat3
Tekanan darah sistolik 160 mmHg atau tekanan darah diastolik 110
mmHg sewaktu tirah baring yang diukur dua kali pengukuran pada jarak
paling sedikit 6 jam dan tidak lebih dari 7 hari.
Proteinuria lebih dari 5 g dalam 24 jam
Peningkatan tekanan darah yang disertai oliguri, gangguan visual dan
serebral, edema paru, nyeri epigastrium dengan gangguan fungsi hati,
trombositopenia, dan anemia hemolitik mikroangiopatik
C. Sindroma HELLP : varian dari preeklamsia berat apabila didapatkan
kriteria di bawah. Proteinuria mungkin tidak ada.3

Trombositopenia
Hemolisis
Peningkatan tes fungsi hati

3. Eklamsia: preeklamsia disertai kejang dan/atau koma yang tidak diketahui


penyebabnya.3
4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia : preeklamsia yang
terjadi pada pasien dengan hipertensi kronik disertai proteinuria.3
5. Hipertensi gestasional : hipertensi yang diakibatkan oleh karena kehamilan
atau disebut transient hypertension. Peningkatan tekanan darah sewaktu
kehamilan atau pada 24 jam pasca persalinan tanpa disertai tanda dan gejala
preeklamsia atau riwayat hipertensi kronik.3
III.

ETIOLOGI
Preeklamsia merupakan kelainan multisistem dan pada kasus berat
menyebabkan gangguan pada fungsi hati dan sistem pembekuan darah. Walaupun
etiologinya tidak jelas, trofoblas merupakan penyebab sebelum usia kehamilan 20
minggu pada kehamilan ganda atau mola hidatidosa, dan hal ini sembuh setelah
melahirkan.4

Predisposisi kejadian preeklamsia terjadi pada:2,4


1. Primigravida
2. Umur tua
3. Riwayat keluarga dengan preeklamsia atau hipertensi

4.
5.
6.
7.
8.
IV.

Riwayat hipertensi sebelumnya


Kehamilan ganda
Diabetik gestasional
Mola hidatidosa
Sensitisasi rhesus berat

PATOFISIOLOGI
Preklamsia dihubungkan dengan invasi trofoblast yang jelek pada
miometrium sehingga menyebabkan jejas pada arteri spiralis dan terganggunya
fisiologi vasodilatasi normal. Patofisiologi preeklampsia dibagi menjadi dua
tahap, yaitu perubahan perfusi plasenta dan sindrom maternal. Tahap pertama
terjadi selama 20 minggu pertama kehamilan. Pada fase ini terjadi perkembangan
abnormal remodelling dinding arteri spiralis. Abnormalitas dimulai pada saat
perkembangan plasenta, diikuti produksi substansi yang jika mencapai sirkulasi
maternal menyebabkan terjadinya sindrom maternal. Tahap ini merupakan tahap
kedua atau disebut juga fase sistemik. Fase ini merupakan fase klinis
preeklampsia, dengan elemen pokok respons inflamasi sistemik maternal dan
disfungsi endotel.5,6
Iskemia plasenta yang terjadi oleh respon inflamasi maternal memicu
kerusakan sel dan endotelium sehingga menyebabkan vasokonstriksi, peningkatan
permeabilitas vaskular, dan disfungsi faktor pembekuan. Hal ini semua yang
berakibat kepada manifestasi klinis dari preeklamsia. Pada kehamilan
preeklampsia, invasi arteri uterina ke dalam plasenta dangkal, aliran darah
berkurang, menyebabkan iskemi plasenta pada awal trimester kedua. Hal ini
mencetuskan pelepasan faktor-faktor plasenta yang menyebabkan terjadinya
kelainan multisistem pada ibu. Pelepasan oksigen reaktif membuat keadaan yang
disebut oxidative stress. Oxidative stress dan substansi vasoaktif yang dilepaskan
oleh plasenta mengaktifkan endotelium vaskular.5,6,7
Pada wanita dengan penyakit mikrovaskuler, seperti hipertensi, diabetes
melitus, dan penyakit kolagen, didapatkan peningkatan insiden preeklampsia;
mungkin preeklampsia ini didahului gangguan perfusi plasenta. Tekanan darah
pada preeklampsia sifatnya labil. Peningkatan tekanan darah disebabkan adanya
peningkatan resistensi vaskuler.6

Gambar 1 : Patofisiologi preeklamsia.

Algoritme 1: Patogenesis preeklampsia.

V.

MANIFESTASI KLINIS
Perubahan sistem dan organ pada preeklamsia.2,8
Volume plasma

Pada hamil normal volume plasma meningkat dengan bermakna (disebut


hipervolemia), guna memenuhi kebutuhan pertumbuhan janin. Peningkatan
tertinggi volume plasma pada hamil normal terjadi pada umur kehamilan 32-34
minggu. Sebaliknya, oleh sebab yang tidak jelas pada preeklamsia terjadi
penurunan volume plasma antara 30%-40% dibanding hamil normal, disebut
hipovolemia. Hipovolemia diimbangi dengan vasokonstriksi, sehingga terjadi
hipertensi. Volume plasma yang menurun memberi dampak yang luas pada organorgan penting.2,8
Preeklamsia sangat peka terhadap pemberian cairan intravena yang terlalu
cepat dan banyak. Demikian sebaliknya preeklamsia sangat peka terhadap
kehilangan darah waktu persalinan. Oleh karena itu, observasi cairan masuk
ataupun keluar harus ketat.2
Hipertensi
Hipertensi merupakan tanda terpenting guna menegakkan diagnosis hipertensi
dalam kehamilan. Tekanan diastolik menggambarkan resistensi perifer, sedangkan
tekanan sistolik menggambarkan besaran curah jantung. Pada preeklamsia
peningkatan reaktivitas vaskular dimulai umur kehamilan 20 minggu, tetapi
hipertensi dideteksi umumnya pada trimester II. Tekanan darah yang tinggi pada
preeklamsia bersifat labil dan mengikuti irama sirkadian normal. Tekanan darah
menjadi normal beberapa hari pasca persalinan, kecuali beberapa kasus
preeklamsia berat kembalinya tekanan darah normal terjadi 2-4 minggu pasca
persalinan.2,8
Tekanan darah bergantung terutama pada curah jantung, volume plasma,
resistensi perifer, dan viskositas darah. Timbulnya hipertensi adalah akibat
vasospasme menyeluruh dengan ukuran tekanan darah 140/90 mmHg selang 6
jam. Tekanan diastolik ditentukan pada hilangnya suara Korotkoffs phase V.
Dipilihnya tekanan diastolik 90 mmHg sebagai batas hipertensi, karena batas
tekanan diastolik 90 mmHg yang disertai proteinuria mempunyai korelasi dengan
kematian perinatal tinggi. Mengingat proteinuria berkorelasi dengan nilai absolut
tekanan darah diastolik, maka kenaikan (perbedaan) tekanan darah tidak dipakai
sebagai kriteria diagnosis hipertensi, hanya sebagai tanda waspada.2,8
Fungsi ginjal
Perubahan fungsi ginjal disebabkan oleh hal-hal yang berikut:2
Menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia sehingga terjadi
oliguria bahkan anuria.
Kerusakan sel gromerulus mengakibatkan meningkatnya permeabilitas
membran basalis sehingga terjadi kebocoran dan mengakibatkan proteinuria.
Terjadi gromerular capillary endotheliosis akibat sel endotel gromerular
membengkak disertai deposit fibril.
Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus ginjal. Bila sebagian besar
kedua korteks ginjal mengalami nekrosis, maka terjadi nekrosis korteks ginjal
yang bersifat irreversibel.

Dapat terjadi kerusakan intrinsik jaringan ginjal akibat vasospasme pembuluh


darah. Dapat diatasi dengan pemberian dopamin agar terjadi vasodilatasi
pembuluh darah ginjal.

Proteinuria
Bila proteinuria timbul:2
Sebelum hipertensi, umumnya merupakan gejala penyakit ginjal.
Tanpa hipertensi, maka dapat dipertimbangkan sebagai penyulit kehamilan.
Tanpa kenaikan darah diastolik 90 mmHg, umumnya ditemukan pada infeksi
saluran kencing atau anemia. Jarang ditemukan proteinuria pada tekanan
diastolik <90 mmHg.
Proteinuria merupakan syarat untuk diagnosis preeklamsia, tetapi proteinuria
umumnya timbul jauh pada akhir kehamilan sehingga sering dijumpai
preeklamsia tanpa proteinuria, karena janin lebih dulu lahir.
Pengukuran proteinuria dapat dilakaukan dengan (a) urin dipstik: 100 mg/l
atau +1, sekurang-kurangya diperiksa 2 kali urin acak selang 6 jam dan (b)
pengumpulan proteinuria dalam 24 jam. Dianggap patologis bila besaran
proteinuria 300 mg/ 24 jam.
Asam urat serum
Umumnya meningkat 5 mg/cc. Hal ini disebabkan oleh hipovolemia, yang
menimbulkan menurunnya aliran darah ginjal dan mengakibatkan menurunnya
filtrasi gromerulus, sehingga menurunnya sekresi asam urat. Peningkatan asam
urat dapat terjadi juga akibat iskemia jaringan.2
Kreatinin
Hal ini disebabkan oleh hipovolemia, maka aliran darah ginjal menurun,
mengakibatkan filtrasi gromerulus, sehingga menurunnya sekresi kreatinin,
disertai peningkatan kreatinin plasma. Dapat mencapai kadar kreatinin plasma 1
mg/cc, dan biasanya terjadi pada preeklamsia berat dengan penyulit pada ginjal.2
Oliguria dan anuria
Hal ini terjadi karena hipovolemia sehingga aliran darah ke ginjal menurun
yang mengakibatkan produksi urin menurun (oliguria), bahkan dapat terjadi
anuria. Berat ringannya oliguria menggambarkan berat ringannya hipovolemia.
Hal ini berarti menggambarkan pula berat ringannya preeklamsia. Pemberian
cairan intravena hanya karena oliguria tidak dibenarkan.2,8
Elektrolit
Kadar elektrolit total menurun pada waktu hamil normal. Pada preeklamsia
kadar elektrolit total sama seperti hamil normal, kecuali bila diberi diuretikum
banyak, restriksi konsumsi garam atau pemberian cairan oksitosin yang bersifat
antidiuretik. Preeklamsia berat yang mengalami hipoksia dapat menimbulkan
gangguan keseimbangan asam basa. Pada waktu terjadi kejang eklamsia kadar
bikarbonat menurun, disebabkan timbulnya asidosis laktat dan akibat kompensasi
hilangnya karbon dioksida. Kadar natrium dan kalium pada preeklamsia sama

dengan kadar hamil normal, yaitu sesuai dengan proporsi jumlah air dalam tubuh.
Karena kadar natrium dan kalium tidak berubah pada preeklamsia, maka tidak
terjadi retensi natrium yang berlebihan. Ini berarti pada preeklamsia tidak
diperlukn restriksi konsumsi garam.2,8
Tekanan osmotik koloid plasma/ tekanan onkotik
Osmolaritas serum dan tekanan onkotik menurun pada umur kehamilan 8
minggu. Pada preeklamsia tekanan onkotik makin menurun karena kebocoran
protein dan peningkatan permeabilitas vaskular.2
Koagulasi dan fibrinolisis
Gangguan koagulasi pada preeklamsia, misalnya trombsitopenia, jarang yang
berat, tetapi sering dijumpai. Pada preeklamsia terjadi peningkatan FDP,
penurunan antitrombin III, dan peningkatan fibronektin.2
Viskositas darah
Viskositas darah ditentukan oleh volume plasma, molekul makro: fibrinogen
dan hematokrit. Pada preeklamsia viskositas darah meningkat mengakibatkan
meningkatnya resistensi perifer dan menurunnya aliran darah ke organ.2
Hematokrit
Pada hamil normal hematokrit menurun karena hipovolemia, kemudian
meningkat lagi pada trimester III akibat peningkatan produksi urin. Pada
preeklamsia hematokrit meningkat karena hipovolemia yang menggambarkan
beratnya preeklamsia.2
Edema
Edema dapat terjadi pada kehamilan normal. Edema yang terjadi pada
kehamilan mempunyai banyak interpretasi, misalnya 40% edema dijumpai pada
hamil normal, 60% edema dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi, dan 80%
edema dijumpai pada kehamilan dengan hipertensi dan proteinuria. Edema terjadi
karena hipoalbuminemia atau sel endotel kapiler. Edema yang patologik adalah
edema yang nondependen pada muka dan tangan, atau edema generalisata, dan
biasanya disertai dengan kenaikan berat badan yang cepat.2,8
Hematologik
Perubahan hematologik disebabkan oleh hipovolemia akibat vasospasme,
hipoalbuminemia, hemolisis mikroangiopatik akibat spasme arteriole dan
hemolisis akibat kerusakan endotel arteriole. Perubahan tersebut dapat berupa
peningkatan hematokrit akibat hipovolemia, peningkatan viskositas darah,
trombositopenia, dan gejala hemolisis mikroangiopatik. Disebut trombositopenia
bila trombosit <100 000 sel/ml. Hemolisis dapat menimbulkan destruksi eritrosit.2
Hepar
Dasar perubahan pada hepar ialah vasospasme, iskemia, dan perdarahan. Bila
terjadi perdarahan pada sel periportal lobus perifer, akan terjadi nekrosis sel hepar

dan peningkatan enzim hepar. Perdarahan ini dapat meluas hingga di bawah
kapsula hepar dan disebut kapsular hematoma. Subkapsular hematoma
menimbulkan rasa nyeri di daerah epigastrium dan dapat menimbulkan ruptur
hepar, sehingga perlu pembedahan.2
Neurologik
Perubahan neurologik dapat berupa:2,8
Nyeri kepala disebabkan hiperperfusi otak, sehingga menimbulkan vasogenik
edema.
Akibat spasme arteri retina dan edema retina dapat terjadi gangguan visus.
Gangguan visus dapat berupa: pandangan kabur, skotoma, amaurosis yaitu
kebutaan tanpa jelas adanya kelainan dan ablasio retina.
Hiperrefleksi sering dijumpai pada preeklamsia berat, tetapi bukan faktor
prediksi terjadinya eklamsia.
Dapat timbul kejang eklamptik. Penyebab kejang eklamptik belum diketahui
dengan jelas. Faktor-faktor yang menimbulkan kejang eklamptik adalah
edema serebri, vasospasme serebri dan iskemia serebri.
Perdarahan intrakranial meskipun jarang, dapat terjadi pada preeklamsia berat
dan eklamsia.
Kardiovaskular
Perubahan kardiovaskular disebabkan oleh peningkatan cardiac afterload
akibat hipertensi dan penurunan cardiac preload akibat hipovolemia.2,8
Paru
Penderita preeklamsia berat mempunyai resiko besar terjadinya edema paru.
Edema paru dapat disebabkan oleh payah jantung kiri, kerusakan sel endotel pada
pembuluh darah kapiler paru, dan menurunnya diuresis.2
Janin
Preeklamsia dan eklamsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin yang
disebabkan oleh menurunnya perfusi utero plasenta, hipovolemia, vasospasme,
dan kerusakan sel endotel pembuluh darah plasenta. Dampak preeklamsia dan
eklamsia pada janin:2
Intrauterine growth restriction dan oligohidramnion
Kenaikan morbiditas dan mortilitas janin secara tidak langsung akibat IUGR,
prematuritas, oligohidramnion, dan solusio plasenta.
VI.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan meliputi pemeriksaan darah
rutin, kreatinin, fungsi hati, asam urat, LDH, faktor pembekuan, urinalisa, dan
ratio protein : kreatinin urin. Diagnosa preeklamsia dilakukan dengan adanya
proteinuria 1+ atau lebih besar pada dip urin atau >300 mg protein/ 24 jam.
Pengambilan spesimen urin yang baik harus dilakukan dengan membuang urin
pertama yang keluar sebelum mengambil spesimen urin yang benar setelahnya

dengan jumlah yang cukup. Kelainan yang sering ditemukan pada analisa
laboratorium merupakan hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit), hemolisis
(trombositopenia, peningkatan LDH), gangguan renal (peningkatan kreatinin),
kerusakan hati (peningkatan fungsi hati), koagulopati (peningkatan prothrombine
time, PT), peningkatan international normalized ratio (INR), peningkatan partial
thromboplastin time (PTT), fibrinogen menurun, dan peningkatan asam urat.9
Tidak ada pemeriksaan radiologi spesifik yang diperlukan pada emergensi
maternal hipertensi. Insiden perdarahan serebral pada eklamsia non fatal tidak
diketahui dan dilaporkan 50% adalah reversibel, strok iskemia pada kehamilan
terjadi oleh karena preeklamsia. Jika perubahan neurologi menetap dan suspek
patologi intrakranial ditemukan setelah resolusi kejang, diindikasikan pemeriksaan
computed tomography (CT) imaging. Jika suspek edema paru, dilakukan roentgen
dada. Jika suspek gagal jantung, boleh dilakukan echocardiography apabila
keadaan ibu dan janin sudah stabil.9
Pada resiko tinggi untuk terjadinya morbiditas janin seperti abrupsi,
restriksi pertumbuhan, dan ketidakcukupan plasenta, evaluasi janin diperlukan.
Pemeriksaan dini terhadap janin dengan menggunakan nonstress test (NST)
dan/atau BPP dilakukan jika ada gejala. Selain itu, evaluasi perkembangan janin,
volume cairan amniotic, dan ratio sistolic-to-diastolic arteri umbilikalis
menggunakan ultrasound adalah direkomendasikan pada pasien dengan
preeklamsia.9
VII.

DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasar kriteria preeklamsia berat sebagaimana tercantum
di bawah ini, bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut:2
Tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan darah diastolik 110
mmHg. Tekanan darah ini tidak menurun meskipun ibu hamil sudah
dirawat di rumah sakit dan sudah menjalani tirah baring.
Proteinuria lebih 5g/ 24 jam atau +4 dalam pemeriksaan kualitatif
Oliguria, yaitu produksi urin kurang dari 500cc 24 jam
Kenaikan kadar kreatinin plasma
Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma,
dan pandangan kabur
Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (akibat
teregangnya kapsula Glisson)
Edema paru-paru dan sianosis
Hemolisis mikroangiopatik
Trombositopenia berat: < 100000 sel/mm3 atau penurunan trombosit
dengan cepat
Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular): peningkatan kadar
alanin dan aspartate aminotransferase

Pertumbuhan janin intrauterine yang terhambat


Sindrom HELLP.

Preeklamsia berat dibagi menjadi (a) preeklamsia berat tanpa impending


eclampsia dan (b) preeklamsia berat dengan impending eclampsia. Disebut
impending eclampsia bila preeklamsia berat disertai gejala-gejala subjektif berupa
nyeri kepala hebat, gangguan visus, muntah-muntah, nyeri epigastrium, dan
kenaikan progresif tekanan darah.2
VIII.

DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding emergensi hipertensi pada obstetri harus dipikirkan
juga penyebab non obstetri. Kelainan spesifik seperti yang telah disebutkan yaitu
hipertensi gestasional, preeklamsia ringan, preeklamsia berat, dan sindroma
HELLP merupakan diagnosis banding penyebab obstetri. Penyebab non obstetri
pada emergensi hipertensi adalah gejala withdrawal dari obat antihipertensi,
stenosis arteri renalis, peningkatan aktivitas adrenergik sekunder terhadap
pheochromocytoma, disfungsi otonom (spinal cord injury, Guillian-Barre), atau
penggunaan obat-obat simpatomimetik seperti cocaine atau amfetamin.9
Kejang pada preeklamsia harus dipikirkan kemungkinan kejang akibat
penyakit lain. Oleh karena itu, diagnosis banding eklamsia menjadi sangat
penting, misalnya perdarahan otak, hipertensi, lesi otak, kelainan metabolik,
meningitis, epilepsi iatrogenik. Eklamsia selalu didahului preeklamsia. Perawatan
pranatal untuk kehamilan dengan predisposisi preeklamsia perlu ketat dilakukan
agar dapat dikenal sedini mungkin gejala-gejala prodoma eklamsia. Sering
dijumpai perempuan hamil yang tampak sehat mendadak menjadi kejang-kejang
eklamsia, karena tidak terdeteksi adanya preeklamsia sebelumnya.2

IX.

PENATALAKSANAAN
Pengelolaan preeklamsia dan eklamsia mencakup pencegahan kejang,
pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap penyulit
organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk persalinan. Dilakukan pemeriksaan
yang sangat teliti diikuti dengan observasi harian tanda-tanda klinik berupa nyeri
kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium, dan kenaikan cepat berat badan. Selain
itu, perlu dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran proteinuria,
pengukuran tekanan darah, pemeriksaan laboratorium, serta pemeriksaan USG
dan NST.2
Perawatan preeklamsia berat sama halnya dengan perawatan preeklamsia
ringan, dibagi menjadi dua unsur:2

Sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat-obat atau terapi


medisinalis.
Sikap terhadap kehamilannya, yaitu manajemen agresif, kehamilan
diakhiri (terminasi) setiap saat bila keadaan hemodinamika sudah stabil.

1. Sikap terhadap penyakit : pengobatan medikamentosa.


Penderita preeklamsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk
rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan
yang penting pada preeklamsia berat ialah pengelolaan cairan karena penderita
preeklamsia dan eklamsia mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya edema
paru dan oliguri. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut belum jelas, tetapi
faktor yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan oliguri ialah
hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradien tekanan
onkotik koloid/ pulmonary capillary wedge pressure. Oleh karena itu,
monitoring input cairan (melalui oral ataupun infus) dan output cairan (melalui
urin) menjadi sangat penting.2
Pada preeklamsia berat dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik
(payah jantung ventrikel kiri akibat peningkatan afterload) atau nonkardiogenik (akibat kerusakan sel endotel pembuluh darah kapiler paru).
Prognosis preeklamsia berat menjadi buruk bila ada edema paru disertai
oliguri. Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan
koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa (a) 5% Ringer-dekstrose atau
cairan garam faali jumlah tetesan <125cc/jam atau (b) infus Dekstrose 5%
yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus Ringer laktat (60-125 cc/jam) 500
cc. Dipasang foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguri terjadi
bila produksi urin <30 cc/jam dalam 2-3 jam atau <500 cc. Diberikan antasida
untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat
menghindari resiko aspirasi asam lambung yang sangat asam. Diet yang cukup
protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.2
Antikejang
Pemberian obat antikejang:2,10
MgSO4.
Contoh obat lain:
o Diazepam
Dosis awal: diazepam 10 mg intravena pelan-pelan selama 2 menit.
Jika kejang berulang, ulangi pemberian sesuai dosis awal.
Dosis pemeliharaan: diazepam 40 mg dalam 500 cc Ringer laktat.
Depresi pernafasan ibu baru munkin akan terjadi bila dosis > 30mg/
jam. Jangan berikan melebihi 100 mg/jam.
o Fenitoin
Fenitoin sodium mempunyai khasiat stabilisasi membran neuron,
cepat masuk ke jaringan otak dan efek antikejang terjadi 3 menit
setelah injeksi intravena. Fenitoin sodium diberikan dalam dosis 15

mg/kg berat badan dengan pemberian intravena 50 mg/menit.


Hasilnya tidak lebih baik dari magnesium sulfat.
Pemberian magnesium sulfat sebagai antikejang lebih efektif
dibanding fenitoin. Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar
asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi
neuromuskular. Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps.
Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium,
sehingga aliran rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetetif inhibisi antara ion
kalsium dan ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat
menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap
menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada preeklamsia atau eklamsia.2
Magnesium sulfat regimen:10
Loading dose: initial dose
4 gram MgSO4 40% intravena dalam 100cc NaCl 0,9% selama 30
menit
Maintenance dose:
Jika kejang berulang setelah 15 menit, berikan MgSO4 40 % 2 gram
intravena selama 5 menit.
6 gram MgSO4 40% intravena dalam 500 cc Ringer laktat/ 6 jam.
1 gram MgSO4 40% intravena dalam Ringer laktat/ jam diberikan
sampai 24 jam post partum.
Syarat-syarat pemberian MgSO4:2,10
Harus tersedia antidotum MgSO4 bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium
glukonas 10% = 1 g (10% dalam 10 cc) diberikan i.v 3 menit.
Refleks patella (+) kuat.
Frekuensi pernapasan >16 kali/ menit, tidak ada tanda-tanda distres
napas.
Urin minimal 30ml/jam dalam 4 jam terakhir
Magnesium sulfat dihentikan bila:2,10
Ada tanda-tanda intoksikasi
Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir.
Dosis terapeutik dan toksis MgSO4:2
Dosis terapeutik
4-7 mEq/ liter
Hilangnya refleks tendon
10 mEq/ liter
Terhentinya pernapasan
15 mEq/ liter
Terhentinya jantung
> 30 mEq/ liter

4,8 8,4 mg/dl


12 mg/dl
18 mg/dl
> 36 mg/dl

Pemberian magnesium sulfat dapat menurunkan resiko kematin ibu dan


didapatkan 50% dari pemberiannya menimbulkan efek flushes (rasa panas).
Bila terjadi refrakter terhadap pemberian MgSO4, maka diberikan salah satu
obat berikut: tiopental sodium, sodium amobarbital, diazepam, atau fenitoin.2

Duretikum
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edem paru-paru,
payah jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai ialah
Furosemide. Pemberian diuretikum dapat merugikan, yaitu memperberat
hipovolemia,
memperburuk
perfusi
utero-plasenta,
meningkatkan
hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat
janin.2
Antihipertensi
Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas (cut off)
tekanan darah, untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort mengusulkan
cut off yang dipakai adalah 160/110 mmHg dan MAP 126 mmHg. Di RSU
Dr. Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian antihipertensi ialah
apabila tekanan sistolik 180 mmHg dan/ atau tekanan diastolik 110 mmHg.
Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu penurunan awal 25% dari
tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan mencapai <160/105 mmHg atau
MAP <125 mmHg.2
Antihipertensi lini pertama2
o Nifedipin. Dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit;
maksimum 120 mg dalam 24 jam. Nifedipin tidak boleh diberikan
sublingual karena efek vasodilatasi sangat cepat, sehingga hanya
boleh diberikan per oral.
Antihipertensi lini kedua2
o Sodium nitroprusside 0,25 ug/kg/menit/i.v, infus, ditingkatkan 0,25
ug/ kg/ 5 menit.
o Diazokside 30-60 mg/5 menit/i.v, atau i.v infus 10mg/ menit dititrasi.
Calcium channel blocker
CCB bekerja pada otot polos arteriolar dan menyebabkan vasodilatasi dengan
menghambat masuknya kalsium ke dalam sel. Berkurangnya resistensi perifer
akibat pemberian CCB dapat mengurangi afterload, sedangkan efeknya pada
sirkulasi vena hanya minimal. Pemberian CCB dapat memberikan efek
samping maternal, diantaranya takikardia, palpitasi, sakit kepala, flushing, dan
edema tungkai akibat efek lokal mikrovaskular serta retensi cairan.
Nifedipin

Nikardipin

4x 10-30 mg per oral (short acting)


1x 20-30 mg per oral (long acting/ Adalat OROS)
Dapat menyebabkan hipoperfusi pada ibu dan janin bila
diberikan sublingual
5mg/ jam, dapat dititrasi 2,5mg jam tiap 5 menit hingga
maksimum 10mg/ jam

-blocker
Atenolol merupakan -blocker kardioselektif dan dapat menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat, terutama jika digunakan dalam jangka waktu
yang lama selama kehamilan atau diberikan pada trimester pertama sehingga
penggunaannya dibatasi pada keadaan pemberian antihipertensi lainnya tidak
efektif. Pemberian labetolol 10 mg per oral. Jika respon tidak membaik setelah
10 menit, berikan lagi labetolol 20 mg per oral.
Metildopa
Metildopa merupakan agonis reseptor alfa yang bekerja di sistem saraf pusat
dan merupakan antihipertensi yang sering digunakan untuk wanita hamil
dengan hipertensi kronis. Walaupun metildopa bekerja pada sistem saraf pusat,
namun juga memiliki sedikit efek perifer yang akan menurunkan tonus
simpatis dan tekanan darah arteri. Frekuensi nadi, cardiac output, dan aliran
darah ginjal relatif tidak terpengaruh. Efek samping pada ibu adalah letargi,
mulut kering, mengantuk, depresi, hipertensi postural, anemia hemolitik, dan
drug-induced hepatitis. Dosis metildopa adalah 2x 250-500 mg per oral (dosis
maksimum 2000 mg/hari).
Antihipertensi golongan ACE inhibitor (misalnya kaptopril), ARB
(misalnya valsartan), dan klorotiazid dikontraindikasikan pada ibu hamil. Ibu
yang mendapat terapi antihipertensi di masa antenatal dianjurkan untuk
melanjutkan terapi antihipertensi hingga persalinan. Terapi antihipertensi
dianjurkan untuk hipertensi pascapersalinan berat.11
Glukokortikoid
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu.
Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x24 jam. Obat ini juga diberikan
pada sindroma HELLP.2
2. Sikap terhadap kehamilan.2
Sikap terhadap kehamilan ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan
gejala-gejala preeklamsia berat selama perawatan dibagi menjadi:
(a) Aktif (agressive management): berarti kehamilan segera diakhiri/
diterminasi bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
(b) Konservatif (ekspektatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan
bersamaan dengan pemberian pengobatan medikamentosa.
Perawatan aktif (agresif)
Indikasi perawatan aktif bila didapatkan satu atau lebih keadaan di bawah ini:2

Ibu
o Umur kehamilan 37 minggu.
o Adanya tanda/ gejala impending eclamsia

o Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu keadaan klinik


dan laboratorik memburuk
o Diduga terjadi solusio plasenta
o Timbul onset persalinan, ketubah pecah, atau perdarahan.

Janin
o Adanya tanda-tanda fetal distress
o Adanya tanda-tanda intrauterine growth restriction (IUGR)
o NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
o Terjadinya oligohidramnion

Laboratorik
o Adanya tanda-tanda sindroma HELLP khususnya menurunnya
trombosit dengan cepat

Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan berdasar keadaan


obstetrik pada waktu itu, apakah sudah inpartu atau belum.2

Perawatan konservatif
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm 37 minggu tanpa
disertai tanda-tanda impending eclamsia dengan keadaan janin baik. Diberi
pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa pada pengelolaan
secara aktif. Selama perawatan konservatif, sikap terhadap kehamilannya ialah
hanya observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif, kehamilan tidak
diakhiri. Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mncapai tanda-tanda
preeklamsia ringan selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila setelah 24
jam tidak ada perbaikan, keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan
medikamentosa dan harus diterminasi. Penderita boleh dipulangkan bila
penderita kembali ke gejala-gejala preeklamsia ringan.2
X.

DETEKSI DINI
Beberapa tes boleh dilakukan untuk memprediksi preeklamsia sama ada
secara biofisika atau biokimiawi. Tes biofisika yang digunakan adalah dengan
menggunakan Doppler arteri uterina. Tes ini relatif cepat dan murah yang boleh
bersamaan dilakukan scanning. Tes ini dapat mengidentifikasi perfusi plasenta
yang jelek, dimana merupakan asas kepada proses penyakit ini. Tampak resistensi
yang relatif tinggi pada sirkulasi dengan takik yang jelas pada Doppler arteri
uterina bila ada kelainan. Sirkulasi yang memiliki resistensi rendah ditunda
pemeriksaannya. Hampir satu daripada lima wanita yang mempunyai kelainan
pada Doppler pada usia kehamilan 20 minggu berkembang menjadi preeklamsia.

Prediksi pada usia kehamilan 24 minggu mempunyai hasil yang lebih besar.
Identifikasi wanita yang beresiko dapat meningkatkan pengamatan terhadap
pasien dan penggunaan terapi profilaksis.
Selain itu, tes biofisika yang dapat dilakukan adalah dengan mengukur
tekanan darah pada hamil muda. Tekanan darah yang berada pada range normal
juga dapat dihubungkan dengan resiko preeklamsia. Tehnik oscillometric untuk
mengukur tekanan darah tidak efektif dan tidak akurat untuk menunjang
preeklamsia. Tes biofisika lainnya seperti isometric exercise testing dan roll over
test juga mempunyai nilai prediksi yang rendah. Tes sensitivitas angiotensin II
untuk menilai tekanan darah juga kini tidak lagi dilakukan karena hasil prediksi
yang rendah dan mengambil waktu yang lama serta mahal.
XI.

KOMPLIKASI
Penyulit ibu2
Sistem saraf pusat: perdarahan intrakranial, trombosis vena sentral,
hipertensi ensefalopati, edema serebri, edema retina, makular atau retina
detachment dan kebutaan korteks.
Gastrointestinal-hepatik: subskapsular hematoma hepar, ruptur kapsul
hepar
Ginjal: gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut
Hematologik: DIC, trombositopenia dan hematoma luka operasi
Kardiopulmonar: edema paru kardiogenik atau nonkardiogenik, depresi
pernapasan, cardiac arrest, iskemia miokardium
Lain-lain: asites, edema laring, hipertensi yang tidk terkendalikan
Penyulit janin2
Intrauterine fetal growth restriction, solusio plasenta, prematuritas, sindroma
distres napas, kemtian janin intrauterin, kematian neonatal perdarahan
intraventrikular, necrotizing enterocolitis, sepsis, cerebral palsy.

XII.

PENCEGAHAN
Yang dimaksud pencegahan ialah upaya untuk mencegah terjadinya
preeklamsia pada perempuan hamil yang mempunyai resiko terjadinya
preeklamsia. Preeklamsia adalah suatu sindroma dari proses implantasi sehingga
tidak secara keseluruhan dapat dicegah. Pencegahan dapat dilakukan dengan non
medikal dan medikal.2
Pencegahan dengan nonmedikal
Cara yang paling sederhana ialah melakukan tirah baring. Di Indonesia tirah
baring masih diperlukan pada mereka yang mempunyai resiko tinggi terjadinya
preeklamsia meskipun tirah baring tidak terbukti mencegah terjadinya preeklamsia
dan mencegah persalinan preterm. Retriksi garam tidak terbukti dapat mencegah

terjadinya preeklamsia. Hendaknya diet ditambah suplemen yang mengandung (a)


minyak ikan yang kaya dengan asam lemak tidak jenuh, misalnya omega-3 PUFA,
(b) antioksidan: vitamin C, vitamin E, -keroten, CoQ10, N-asetilsistein, asam
lipoik, dan (c) eleman logam berat: zinc, magnesium, kalsium.2
Pencegahan dengan medikal
Pemberian kalsium: 1500-2000 mg/ hari dapat dipakai sebagai suplemen pada
resiko tinggi terjadinya preeklamsia. Selain itu dapat pula diberikan zinc 200 mg/
hari, magnesium 365 mg/ hari. Obat antitrombotik yang dianggap dapt mencegah
preeklamsia adalah aspirin dosis rendah rata-rata di bawah 100 mg/ hari, atau
dipiridamole. Dapat juga diberikan obat-obatan antioksidan, misalnya vitamin C,
vitamin E, -keroten, CoQ10, N-asetilsistein, dan asam lipoik. Pemberian diuretik
tidak terbukti mencegah terjadinya preeklamsia bahkan memperberat
hipovolemia.2

DAFTAR PUSTAKA
1. Who Recommendation for Prevention and Treatment of Preeclampsia and Eclampsia.
2011.
2. Ansar MD, Hipertensi Dalam Kehamilan. Saifuddin AB, Rachimhadhi T,
Wiknjosastro GH, editors. Dalam Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi
Keempat. PT Bina Pustaka. Jakarta. 2010. p. 530-59.
3. Bailis A and Witter FR. Hypertensive Disorders of Pregnancy. Fortner KB, Szymanski
LM, Fox HE, and Wallach EE, editors. In: The Johns Hopkins Manual of Gynecology
and Obstetrics. 3rd edition. Lippincott Williams & Wilkins. 2007
4. Hanretty KP. Hypertension in Pregnancy. In: Obstetrics Illustrated. 6th edition.
Churchill Livingstone. London. 2003. p. 115-21.
5. Shennan A. Hypertensive Disorders. Edmonds DK, editor. In: Dewhursts Textbook of
Obstetrics Gynaecology. 7th edition. Blackwell Publishing. USA. 2007. p. 227-35.
6. Myrtha R. Penatalaksanaan Tekanan Darah pada Preeklampsia. CDK. 2015. 43;4
7. Impey L and Child T. Hypertensive Disorders in Pregnancy. In : Obstetrics &
Gynaecology. 4th edition. Wiley Blackwell. United Kingdom. 2012. p. 173-82.
8. Hypertensive Disorder. Cunninghum FG, Leveno KJ, Bloom SL, Spong CY, Dashe
JS, Hoffman BL et al, editors. In : Williams Obstetrics. 24th edition. Mc Graw Hill.
New York. 2014. p. 728-70.
9. Critchfield AS and Heard AJ. Severe Preeclampsia or Eclampsia and Hypertensive
Issues. Angelini DA and LaFontaine D, editors. In : Obstetric Triage and Emergency
Care Protocols. Springer. New York. 2013. p. 149-58.
10. Buku Acuan Pelatihan Klinik Pelayanan Obstetri Emergensi Dasar. Jakarta. 2008.
11. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. 2013.

LAPSUS PREEKLAMSIA BERAT


I.

IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Tgl MRS
No RM
RS
Agama
Alamat

II.

: Ny. SR
: 40 tahun
: 23-07-2015
: 030221
: RSIA Sitti Khadijah 1
: Islam
: BTN Minasa Upa Blok N 14.21 Gunung Sari Rappocini Makassar

ANAMNESIS
G2P1A0
HPHT
TP

: 07-12-2014
: 14-09-2015

Keluhan utama
: Nyeri perut tembus ke belakang
Anamnesis terpimpin
: Ibu masuk rumah sakit dengan pengantar dari Sp.OG
diagnosis gravid aterm + PEB, rencana SSTP. Nyeri perut tembus ke belakang
ada. Pelepasan lendir, darah dan air tidak ada. Sakit kepala tidak ada. Penglihatan
kabur tidak ada. Nyeri ulu hati ada, mual ada, muntah ada. Riwayat ANC >4x di
puskesmas dan Sp.OG, injeksi tetanus toxoid 1x. Riwayat keluarga berencana
tidak ada, riwayat operasi caesar sebelumnya. Riwayat hipertensi, diabetes
mellitus, asma, dan alergi, penyakit jantung tidak ada.
Riwayat obstetri :
1. 2013/ P/ 2700 gram/ SC a.i PEB
2. 2015/ kehamilan sekarang
III.

PEMERIKSAAN FISIS

BB : 60 kg
Keadaan umum

TB : 147 cm
: Baik, sadar

Status vitalis
:
Tekanan darah : 160/110 mmHg
Pernafasan
: 20 x/menit

Nadi : 96 xmenit
Suhu : 36,6

Pemeriksaan luar :
TFU
: 38 cm
LP
: 91 cm
Situs
: memanjang
Punggung
: kanan
Bagian terbawah : kepala
Perlimaan
: 4/5
His
:0
DJJ
: 146 x/menit
Anak kesan tunggal
Gerakan anak ada dirasakan ibu
TBJ
: 3458 gram
Pemeriksaan dalam vagina : tidak dilakukan pemeriksaan
IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Darah Rutin
WBC
RBC
HGB
HCT
PLT
CT
BT
GDS
HbsAg
Urinalisa
Warna
Protein
V.

Hasil
12,7 x 103 /uL
3,19 x 106 /uL
10,6 g/dL
24,3 %
491 x 103 /uL
11 menit
2 menit 30 saat
114 mg/dL
Non reaktif
Hasil
Kuning muda, keruh
+3

DIAGNOSIS
Gravida 2 partus 1 abortus 0 gravid 32 minggu 4 hari belum inpartu + PEB +
impending eclampsia + post SC 1x

VI.

PENATALAKSANAAN
MgSO4 40% 4 gram dalam NaCl 100 cc 73 tpm
MgSO4 40% 6 gram dalam RL 500 cc 28 tpm

Nifedipin 3 x 10 mg
Dexametason 2 amp intravena
Pasang kateter tetap
Rencana CITO SSTP
Informed consent, konsul, lapor OK
Siap darah
Cefoperazone 1 gr/ intravena skin test
VII.

FOLLOW UP
Tanggal/ Jam
23-07-15
09.30

SOAP

Laboratorium
S:
Darah rutin:
G2P1A0
WBC 12,7 x 103
HPHT
: 07-12-2014
RBC 3,19 x 106
TP
: 14-09-2015
HGB 10,6
Ibu masuk rumah sakit dengan HCT 24,3
pengantar dari Sp.OG diagnosis gravid PLT 491 x 103
aterm + PEB, rencana SSTP. Nyeri
perut tembus ke belakang ada. Kimia darah:
11
Pelepasan lendir, darah dan air tidak CT
230
ada. Sakit kepala tidak ada. Penglihatan BT
GDS 114
kabur tidak ada. Nyeri ulu hati ada,
HbsAg non reaktif
mual ada, muntah ada. Riwayat ANC
>4x di puskesmas dan Sp.OG, injeksi Proteinuri : +3
tetanus toxoid 1x. Riwayat keluarga
berencana tidak ada, riwayat operasi
caesar sebelumnya. Riwayat hipertensi,
diabetes mellitus, asma, dan alergi tidak
ada.
O:
BB : 60 kg
Keadaan umum

TB : 147 cm
: Baik, sadar

Status vitalis :
Tekanan darah : 160/110 mmHg
Nadi
: 96 xmenit
Pernafasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,6
Pemeriksaan luar :
TFU
: 38 cm
LP
: 91 cm
Situs
: memanjang
Punggung
: kanan

Bagian terbawah : kepala


Perlimaan
: 4/5
His
:0
DJJ
: 146 x/menit
Anak kesan tunggal
Gerakan anak ada dirasakan
ibu
TBJ
: 3458 gram
Pemeriksaan dalam vagina :
tidak dilakukan pemeriksaan

A:
Gravida 2 partus 1 abortus 0 gravid 32
minggu 4 hari belum inpartu + PEB +
impending eclampsia + post SC 1x
P:
MgSO4 40% 4 gram dalam NaCl 100
cc 73 tpm
MgSO4 40% 6 gram dalam RL 500 cc
28 tpm
Dexametason 2 amp intravena
Pasang kateter tetap
Nifedipin 3 x 10 mg
Rencana CITO SSTP
Informed consent, konsul, lapor OK
Siap darah
Cefoperazone 1 gr/ intravena skin
test
23-07-15
13.00

S: nyeri luka operasi


O:
Keadaan umum lemah
Tekanan darah : 140/100 mmHg
Nadi
: 93 xmenit
Pernafasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,9
TFU : setinggi pusat
Flatus : Bab : belum
Bak : per kateter 500 cc

A: POH 0
P:
Drips MgSO4 40% 6 gram dalam RL
500 cc 28 tpm (lanjut sampai 24 jam
post partum)
Drips oxytocin 10 IU dalam 500 cc RL
40 tpm
IVFD RL : D5 2:1 28 tpm
Inj cefoperazone 1gr/12jam/iv
Inj ketorolac 30 mg/ 8jam/ iv
Inj asam traneksamat
1amp/8jam/iv
Inj ranitidin 50mg/8jam/iv
Cek Hb post operasi tunggu hasil
24-07-15
06.00

S: nyeri luka operasi


O:
Keadaan umum sedang
Status vitalis :
Tekanan darah : 140/90 mm
Nadi
: 90 xmenit
Pernafasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,6
Pemeriksaan luar:
Mammae : tak/tak
ASI : +/+
TFU 2 jari di bawah pusat
Luka operasi : kering
Lokia : kruenta
Peristaltik : +
Flatus : +
Bab : belum
Bak : per kateter 350 cc
Hb post op : 8,5 gr/dL
A;
POH 1
P2 A0 post SSTP a.i PEB
P:
MgSO4 40% 6 gram dalam RL 500 cc
28 tpm
Drips oxytocin 10 IU dalam 500 cc RL
40 tpm

IVFD RL : D5 2:1 28 tpm


Inj cefoperazone 1gr/12jam/iv
Inj ketorolac 30 mg/ 8jam/ iv
Inj asam traneksamat
1amp/8jam/iv
Inj ranitidin 50mg/8jam/iv
Nifedipine 3 x 10mg
Makan minum sedikit-sedikit
Masase uterus
Vaginal toilet
Mobilisasi bertahap
Konseling KB
25-07-15
06.00

S: nyeri luka operasi


O:
Keadaan umum sedang
Status vitalis :
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi
: 94 xmenit
Pernafasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,5
Pemeriksaan luar:
Mammae : tak/tak
ASI : +/+
TFU 2 jari di bawah pusat
Luka operasi : kering
Lokia : kruenta
Peristaltik : +
Flatus : +
Bab : belum 2 hari
Bak : per kateter 400 cc
A;
POH 2
P2 A0 post SSTP a.i PEB
P:
IVFD RL : D5 2:1 28 tpm
Inj cefoperazone 1gr/12jam/iv
Inj ketorolac 30 mg/ 8jam/ iv
Inj asam traneksamat
1amp/8jam/iv
Inj ranitidin 50mg/8jam/iv
Nifedipine 3 x 10mg
Makan minum sedikit-sedikit
Masase uterus

Vaginal toilet
Mobilisasi bertahap
Konseling KB
26-07-15
06.00

S: nyeri luka operasi


O:
Keadaan umum sedang
Status vitalis :
Tekanan darah : 130/80 mm
Nadi
: 90 xmenit
Pernafasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,6
Pemeriksaan luar:
Mammae : tak/tak
ASI : +/+
TFU 2 jari di bawah pusat
Luka operasi : kering
Lokia : kruenta
Peristaltik : +
Flatus : +
Bab : sudah
Bak : per kateter 300 cc
A;
POH 3
P2 A0 post SSTP a.i PEB
P:
IVFD RL : D5 2:1 28 tpm
Inj cefoperazone 1gr/12jam/iv
Inj ketorolac 30 mg/ 8jam/ iv
Inj asam traneksamat
1amp/8jam/iv
Inj ranitidin 50mg/8jam/iv
Nifedipine 3 x 10mg
Diet biasa
Aff kateter
Masase uterus
Vaginal toilet
Mobilisasi aktif
Konseling KB

27-07-2015
06.00

S: nyeri luka operasi


O:
Keadaan umum sedang

Status vitalis :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi
: 92 xmenit
Pernafasan
: 20 x/menit
Suhu
: 36,8
Pemeriksaan luar:
Mammae : tak/tak
ASI : +/+
TFU 3 jari di bawah pusat
Luka operasi : kering
Lokia : kruenta
Peristaltik : +
Flatus : +
Bab : sudah
Bak : lancar
A;
POH IV
P2 A0 post SSTP a.i PEB
P:
Cefadroxil 2 x 500 mg
Asam mefenamat 3 x 500 mg
Ferrous sulfat 1 x 200 mg
Nifedipine 3 x 10 mg
Aff infus
Masase uterus
Vaginal toilet
Diet biasa
Mobilisasi aktif
Konseling KB
Boleh pulang

VIII.

DISKUSI
Preeklamsia adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan hipertensi
dan proteinuria serta edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Preeklamsia
dibagi menjadi preeklamsia ringan dan preeklamsia berat. Penyakit ini
digolongkan berat bila satu atau lebih tanda/ gejala dibawah ini ditemukan :
1. Tekanan sistolik 160 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik 110 mmHg atau
lebih
2. Proteinuria 5 gram atau lebih dalam 24 jam, +3 atau +4 pada pemeriksaan
kualitatif
3. Oliguria (<400 ml dalam 24 jam)
4. Keluhan serebral, gangguan penglihatan atau nyeri di epigastrium

5. Edema paru atau sianosis.


Pada kasus ini pasien dengan usia kehamilan 32 minggu 4 hari datang
dengan keluhan nyeri perut tembus ke belakang. Pasien juga mengeluh nyeri ulu
hati, mual, dan muntah yang merupakan tanda-tanda dari impending eclampsia.
Dilakukan pemeriksan fisik dan didapatkan tekanan darah 160/110 mmHg.
Peningkatan tekanan darah selama kehamilan yang dapat menyebabkan
preeklamsia dikarenakan peningkatan tekanan perifer untuk perbaikan
oksigenisasi jaringan dan juga peningkatan cairan ekstraseluler yang dapat
menyebabkan peningkatan tekanan arteri.
Pasien ini masuk ke rumah sakit tanpa ada tanda-tanda inpartu yakni tidak
ada keluar lendir, darah atau air, tidak ada pembukaan porsio, porsio lunak dan
tebal, tidak ada his dengan kehamilan 32-33 minggu. Taksiran berat janin 3458
gram dengan denyut jantung janin 146 x/menit, janin tunggal hidup intrauterin
dengan presentasi kepala.
Diagnosis preeklamsia berat pada pasien ini ditegakkan dari pemeriksaan
fisis didapatkan tekanan darah sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 110
mmHg, edema pada kedua kaki, dan ditemukan proteinuria +3 pada uji dipstik
urin. Pemeriksaan laboratorium darah rutin dan kimia darah dalam batas normal.
Ibu mempunyai faktor resiko yaitu umur tua dan riwayat preeklamsia
sebelumnya. Pada pasien ini dikhawatirkan pasien menjadi eklamsia bila tidak
dilakukan penanganan segera. Untuk mencegah terjadinya kejang diberikan
MgSO4 40%, dimana obat ini mempunyai efek mengurangi kepekaan saraf pusat
pada hubungan neuromuskular. Obat ini menyebabkan vasodilatasi, meningkatkan
diuresis dan menambah aliran darah ke uterus. Diberikan drips MgSO4 40% 4
gram dalam NaCl 100 cc 73 tpm dalam 30 menit selanjutnya maintanence infus
MgSO4 40% 6 gram dalam RL 500 cc 28 tpm sehingga 24 jam post operasi.
Obat antihipertensi diberikan untuk menurunkan tekanan darah supaya
kemungkinan kejang dan apopleksia serebri menjadi kecil. Pasien diberikan
nifedipin 3 x 10 mg per oral. Dilakukan pemasangan infus dan kateter, serta
observasi tanda-tanda impending eklamsia. Pemasangan kateter adalah untuk
mengobservasi produksi urin setelah dilakukan pemberian MgSO4 40% dimana
antara syarat pemberian MgSO4 adalah produksi urin >30 ml/jam. Selanjutnya,
pasien direncanakan cito SSTP untuk persalinannya karena didapatkan tandatanda impending eclampsia.

Anda mungkin juga menyukai