Gadar Gigian Serangga
Gadar Gigian Serangga
A.
PENDAHULUAN
Insect Bite atau gigitan serangga adalah kelainan akibat gigitan atau
tusukan serangga yang disebabkan reaksi terhadap toksin atau alergen yang
dikeluarkan artropoda penyerang. Kebanyakan gigitan dan sengatan digunakan
untuk pertahanan. Gigitan serangga biasanya untuk melindungi sarang mereka.
Sebuah gigitan atau sengatan dapat menyuntikkan bisa (racun) yang tersusun dari
protein dan substansi lain yang mungkin memicu reaksi alergi kepada penderita.
Gigitan serangga juga mengakibatkan kemerahan dan bengkak di lokasi yang
tersengat.
B. EPIDEMIOLOGI
Gigitan dan sengatan serangga mempunyai prevalensi yang sama di seluruh
dunia. Dapat terjadi pada iklim tertentu dan hal ini juga merupakan fenomena
musiman, meskipun tidak menutup kemungkinan kejadian ini dapat terjadi disekitar
kita. Prevalensinya sama antara pria dan wanita. Bayi dan anak-anak labih rentan
terkena gigitan serangga dibanding orang dewasa. Salah satu faktor yang
mempengaruhi timbulnya penyakit ini yaitu terjadi pada tempat-tempat yang
banyak serangga, seperti di perkebunan, persawahan, dan lain-lain.
C. ETIOLOGI
Secara sederhana gigitan dan sengatan lebah dibagi menjadi 2 grup yaitu
Venomous (beracun) dan Non Venomous (tidak beracun). Serangga yang beracun
biasanya menyerang dengan cara menyengat, misalnya tawon atau lebah, ini
merupakan suatu mekanisme pertahanan diri yakni dengan cara menyuntikan
racun atau bisa melalui alat penyengatnya. Sedangkan serangga yang tidak
beracun menggigit dan menembus kulit dan masuk mengisap darah, ini biasanya
yang menimbulkan rasa gatal.
Ada 30 lebih jenis serangga tapi hanya beberapa saja yang bisa menimbulkan
kelainan kulit yang signifikan. Kelas Arthropoda yang melakukan gigitan dan
sengatan pada manusia terbagi atas :
I. Kelas Arachnida
A. Acarina
B. Araneae (Laba-Laba)
C. Scorpionidae (Kalajengking)
II. Kelas Chilopoda dan Diplopoda
III. Kelas Insecta
A. Anoplura (Phtirus Pubis, Pediculus humanus, capitis et corporis)
B. Coleoptera (Kumbang)
C. Diptera (Nyamuk, lalat)
D. Hemiptera ( Kutu busuk, cimex)
E. Hymenoptera (Semut, Lebah, tawon)
F. Lepidoptera ( Kupu-kupu)
G. Siphonaptera ( Xenopsylla, Ctenocephalides, Pulex
D. PATOGENESIS
Gigitan atau sengatan serangga akan menyebabkan kerusakan kecil pada
kulit, lewat gigitan atau sengatan antigen yang akan masuk langsung direspon oleh
sistem imun tubuh. Racun dari serangga mengandung zat-zat yang kompleks.
Reaksi terhadap antigen tersebut biasanya akan melepaskan histamin, serotonin,
asam formic atau kinin. Lesi yang timbul disebabkan oleh respon imun tubuh
terhadap antigen yang dihasilkan melalui gigitan atau sengatan serangga. Reaksi
yang timbul melibatkan mekanisme imun. Reaksi yang timbul dapat dibagi dalam 2
kelompok : Reaksi immediate dan reaksi delayed.
Reaksi immediate merupakan reaksi yang sering terjadi dan ditandai dengan reaksi
lokal atau reaksi sistemik. Lesi juga timbul karena adanya toksin yang dihasilkan
oleh gigitan atau sengatan serangga. Nekrosis jaringan yang lebih luas dapat
disebabkan karena trauma endotel yang dimediasi oleh pelepasan neutrofil.
Spingomyelinase D adalah toksin yang berperan dalam timbulnya reaksi neutrofilik.
Enzim Hyaluronidase yang juga ada pada racun serangga akan merusak lapisan
dermis sehingga dapat mempercepat penyebaran dari racun tersebut.
E. MANIFESTASI KLINIS
Banyak jenis spesies serangga yang menggigit dan menyengat manusia,
yang memberikan respon yang berbeda pada masing-masing individu, reaksi yang
timbul dapat berupa lokal atau generalisata. Reaksi lokal yang biasanya muncul
dapat berupa papular urtikaria. Papular urtikaria dapat langsung hilang atau juga
akan menetap, biasa disertai dengan rasa gatal, dan lesi nampak seperti
berkelompok maupun menyebar pada kulit. Papular urtikaria dapat muncul pada
semua bagian tubuh atau hanya muncul terbatas disekitar area gigitan. Pada
awalnya, muncul perasaan yang sangat gatal disekitar area gigitan dan kemudian
muncul papul-papul. Papul yang mengalami ekskoriasi dapat muncul dan akan
menjadi prurigo nodularis. Vesikel dan bulla dapat muncul yang dapat menyerupai
pemphigoid bullosa, sebab manifestasi klinis yang terjadi juga tergantung dari
respon sistem imun penderita masing-masing. Infeksi sekunder adalah merupakan
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dari gambaran histopatologis pada fase akut didapatkan adanya edema
antara sel-sel epidermis, spongiosis, parakeratosis serta sebukan sel
polimorfonuklear. Infiltrat dapat berupa eosinofil, neutrofil, limfosit dan histiosit.
Pada dermis ditemukan pelebaran ujung pembuluh darah dan sebukan sel radang
akut.
Pemeriksaan pembantu lainnya yakni dengan pemeriksaan laboratorium dimana
terjadi peningkatan jumlah eosinofil dalam pemeriksaan darah. Dapat juga
dilakukan tes tusuk dengan alergen tersangka.
G. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis dapat ditemukan adanya riwayat aktivitas
diluar rumah yang mempunyai resiko mendapat serangan serangga seperti di
daerah perkebunan dan taman. Bisa juga ditanyakan mengenai kontak dengan
beberapa hewan peliharaan yang bisa saja merupakan vektor perantara dari
serangga yang dicurigai telah menggigit atau menyengat.
H. DIAGNOSIS BANDING
Reaksi yang diakibatkan oleh sengatan atau gigitan serangga kebanyakan
menyerupai erupsi kulit yang lainnya. Seperti yang dapat dilihat reaksi yang
diakibatkan oleh serangga menunjukkan adanya papul-papul. Bila kita menduga
terjadi reaksi akibat gigitan atau sengatan serangga, maka kita harus memperoleh
anamnesis dengan cermat adanya kontak dengan serangga, menanyakan tentang
pekerjaan dan hobi dari seseorang yang mungkin dapat menolong kita
mendiagnosis kelainan ini. Dibawah ini merupakan beberapa diagnosis banding dari
reaksi akibat gigtan atau serangan serangga antara lain :
hilang atau juga akan menetap, biasa disertai dengan rasa gatal, dan lesi nampak
seperti berkelompok maupun menyebar pada kulit. Papular urtikaria dapat muncul
pada semua bagian tubuh atau hanya muncul terbatas disekitar area gigitan. Pada
awalnya, muncul perasaan yang sangat gatal disekitar area gigitan dan kemudian
muncul papul-papul. Papul yang mengalami ekskoriasi dapat muncul dan akan
menjadi prurigo nodularis. Vesikel dan bulla dapat muncul yang dapat menyerupai
pemphigoid bullosa, sebab manifestasi klinis yang terjadi juga tergantung dari
respon sistem imun penderita masing-masing.
Diagnosis ditegakkan berdasar anamnesis, pemeriksaan fisik serta
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis dapat ditemukan adanya riwayat aktivitas
diluar rumah yang mempunyai resiko mendapat serangan serangga. Terapi
biasanya digunakan untuk menghindari gatal dan mengontrol terjadinya infeksi
sekunder pada kulit. Gatal biasanya merupakan keluhan utama, campuran topikal
sederhana seperti menthol, fenol, atau camphor bentuk lotion atau gel dapat
membantu untuk mengurangi gatal, dan juga dapat diberikan antihistamin oral.
Steroid topikal dapat digunakan untuk mengatasi reaksi hipersensitifitas dari
sengatan atau gigitan. Infeksi sekunder dapat diatasi dengan pemberian antibiotik
topikal maupun oral. Jika terjadi reaksi berat dengan gejala sistemik dapat diberikan
Epinefrin.
DAFTAR PUSTAKA
1 . Siregar RS. Prof. Dr. Atlas berwarna Saripati Penyakit Kulit. Indonesia. Jakarta :
EGC ; 2000
p. 174-175
2. Rohmi Nur. Insect Bites. [online] 2006 [cited 2008 June 04] : [ 3 screens].
Available from :
http://www.fkuii.org/tiki-index.php?page=Insect+Bites7
3. Bites and Sting. In: Bolognia JL Lorizzo JL, Rapini RP,eds. Dermatology Volume.1.
London:
Mosby; 2003.p.1333-35
4. Ngan Vanessa. Insect Bites and Stings. [Online] 2008 [cited 2008 June 4] : [4
screnns].
Available from : http://www.dermnet.com/image.cfm?imageID=1875
5. Rube J. Parasites, Arthropods And Hazardous Animals Of Dermatologic
Significance. In:
Moschella SL, Hurley HJ, eds. Dermatology Volume 1. 2nd ed. Philadelphia: W.B.
Saunders
Company; 1985.p.1923-88
6. Wilson C.Arthropod Bites And Sting. In: Fitzpetrick TB Eisen AZ, Wolf K, Freedberg
IM,
Austen KF.eds. Dermatology in General Medicine, 4th ed.USA: McGraw-Hill;
1993.p.2685-95
7. Burns.D.A. Dissease Caused by Arthropoda and other Noxious Animals. In: Rook,
Wilkinson,
Ebling.eds. Textbook of Dermatology 7 th ed. London: Blackwell
Science.1998.p.1085-1125.
8. Elston Dirk M. Insect Bites. [Online] 2007. [cited 2008 June 4] : [16 screens].
Available from :
http://emedicine.com/derm/topic467.htm#section~Treatment.
9. Habif TP,ed.Clinical Dermatology: A. Color Guide To Diagnosis and therapy. 4th ed.
Edinburgh; Mosby; 2004.p.531-36
10. Hardin MD. Fire Ant Bite. [Online] 2008 [cited 2008 June 4] : [1 screen]. Available
from :
http://www.lib.uiowa.edu/HARDIN/MD/tamu/fireants5.html
11. Hardin MD. Bee Sting Picture. [Online] 2008 [cited 2008 June 4] : [1 screen].
Available from :
http://www.lib.uiowa.edu/HARDIN/MD/dermnet/beesting1.html
12. New Zealand Dermatological Society Incorporated. Prurigo Nodularis. [Online]
2008 [cited
2008 june 4] : [4 screens]. Availablel from : http://www.dermnet.com/image.cfm?
imageID=1875&moduleID=8&moduleGroupID=216&group
index=0&passedArrayIndex=2
13. Wiryadi Be. Prurigo. In : Djuanda Adhi: Mochtar H, Siti A, eds. Ilmu Penyakit Kulit
dan
Kelamin 3th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.1999.p.272-275
14. Kucenic MJ. Contact Dermatitis. [Online] 2007 [cited 2008 june 4] : [8 screens].
Available
from : http://www.umm.edu/imagepages/2387.htm
15. E. Duldner, Jr., MD. Insect Bites And Stings. [online] 2008 [cited 2008 june 4] :
[5 screens].
Available from : http://about.com/adam_health_tropic:79/12.pages/342.h