BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Sejak pada tahun 1960 hemodialisa diterapkan sebagai suatu terapi pengganti
ginjal pada pasien gagal ginjal akut dan gagal ginjal terminal. Hemodialisa
merupakan terapi pengganti yang bertindak sebagai ginjal buatan (artificial kidney
atau dialyzer). Biasanya di Indonesia hemodialisa dilakukan 2 kali seminggu. Setiap
kali hemodialisa dibutuhkan waktu selama kurang lebih 5 jam. Di beberapa pusat
dialysis lainnya ada yang dilakukan hemodialisa 3 kali seminggu dengan lama
dialysis 4 jam.
Hemodialisa merupakan salah satu terapi faal ginjal dengan tujuan untuk
mengeluarkan zat-zat metabolisme protein dan koreksi gangguan keseimbangan air
dan elektrolit antara kompartemen darah pasien dengan kompartemen larutan diasilat
melalui membrane semipermeabel yang bersifat sebagai pengganti ginjal.
Hemodialisis sering disebut pada orang awan sebagai terapi cuci darah. Hemodialisa
terbukti dapat bermanfaat dalam memperpanjang usia dan meningkatkan kualitas
hidup penderita gagal ginjal terminal. Dalam suatu proses hemodialisis, darah
penderita dipompa oleh mesin kedalam kompartemen darah pada dialyzer. Dialyzer
mengandung ribuan serat atau fiber sintetis yang berlubang kecil ditengahnya. Darah
mengalir di dalam lubang serat sedangkan cairan dialisis yaitu dialisat mengalir diluar
serat. Dinding serat bertindak sebagai membran semipermeabel tempat terjadinya
proses ultrafiltrasi. Ultrafiltrasi terjadi dengan cara meningkatkan tekanan hidrostatik
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi
Hemodialisa berasal dari kata hemo dan dialisa. Hemo adalah darah
hemodialisa telah menjadi metode yang dominan dalam pengobatan gagal ginjal akut
dan kronik di Amerika Serikat.(2)
Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang
dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) yang digunakan untuk
membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam
sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah,
maka dibuat suatu hubungan buatan antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa)
melalui pembedahan.(11)
2.2
Indikasi
Hemodialisa sebagai terapi penyakit ginjal end-stage digunakan lebih dari
300.000 orang di Amerika Serikat. Standarisasi terapi ini dimulai pada tahun 1973
oleh beberapa ahli seperti Kolff, Merrill, Sribner dan Schreiner. Terapi ini juga
mempertimbangkan segi pendidikan, pekerjaan, dan kondisi kesehatan pasien.
Kebanyakan ahli ginjal mengambil keputusan terapi berdasarkan kesehatan penderita
yang terus diikuti dengan cermat sebagai penderita rawat jalan. Pengobatan biasanya
dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja purna waktu, menderita
neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis lainnya. Pengobatan biasanya
juga dapat dimulai jika kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada pria
sedangkan pada wanita diatas 4 mg/100 ml. Selain itu, nilai kadar glomeluro filtration
rate (GFR) kurang dari 4 ml/menit. Penderita tidak boleh dibiarkan terus menerus
berbaring ditempat tidur atau sakit berat sampai kegiatan sehari-hari tidak dilakukan
lagi.(1)
Normal
Normal atau meningkat
Stadium 2
Stadium 3
Stadium 4
Stadium 5
Penurunan ringan
Penurununan sedang
Penurunan berat
Gagal Ginjal
Normal
Gangguan
Ginjal Ringan
Gangguan
Ginjal Sedang
Gangguan
Ginjal Berat
(ml/menit)
Pria : 90-145
Wanita : 75-115
56-100
30-59
(ml/menit/1,73 m2)
Pria : <1,3
Wanita : <1,0
Pria : 1,3-1,9
Wanita : 1,0-1,9
2-4
15-29
>4
<35
(mg/dl)
>90
60-89
35-55
Pada umumya indikasi dari terapi hemodialisa pada gagal ginjal kronis adalah
laju filtrasi glomerulus ( LFG ) sudah kurang dari < 15 mL/menit, sehingga dialisis
dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai pemeriksaan tanda dan gejala serta
pemeriksaan laboratorium, sebagai berikut :
a.
2.3
Hiperkalemi
dialisa. Cairan dialysis mengandung macam-macam garam, elektrolit dan atau zat
antara lain :
1. NaCl / Sodium Chloride.
2. CaCl2 / Calium Chloride.
3. Mgcl2 / Magnesium Chloride.
4. NaC2H3O2 3H2O / acetat atau NaHCO3 / Bilkarbonat.
5. KCl / potassium chloride, tidak selalu terdapat pada dialisat.
6. Dextrose.
10
11
Gambar 4. Sirkuit
12
Suatu sistem dialisa terdiri dari dua sirkuit, satu untuk darah dan satu lagi
untuk dialisat. Darah mengalir dari pasien melalui tabung plastik (jalur arteri/blood
line), melalui dializer hollow fiber dan kembali ke pasien melalui jalur vena. Dialisat
membentuk saluran kedua. Air kran difiltrasi dan dihangatkan sampai sesuai dengan
suhu tubuh, kemudian dicampur dengan konsentrat dengan perantaraan pompa
pengatur, sehingga terbentuk dialisat atau bak cairan dialisa. Dialisat kemudian
dimasukan ke dalam dializer, dimana cairan akan mengalir di luar serabut berongga
sebelum keluar melalui drainase. Keseimbangan antara darah dan dialisat terjadi
sepanjang membran semipermeabel dari hemodializer melalui proses difusi, osmosis,
dan ultrafiltrasi.(1,9)
Komposisi dialisat diatur sedemikian rupa sehingga mendekati komposisi ion
darah normal, dan sedikit dimodifikasi agar dapat memperbaiki gangguan cairan dan
elektrolit yang sering menyertai gagal ginjal. Unsur-unsur yang umum terdiri dari
Na+, K+, Ca++, Mg++, Cl- , asetat dan glukosa. Urea, kreatinin, asam urat dan fosfat
dapat berdifusi dengan mudah dari darah ke dalam dialisat karena unsur-unsur ini
tidak terdapat dalam dialisat. Natrium asetat yang lebih tinggi konsentrasinya dalam
dialisat, akan berdifusi ke dalam darah. Tujuan menambahkan asetat adalah untuk
mengoreksi asidosis penderita uremia. Asetat dimetabolisme oleh tubuh pasien
menjadi bikarbonat. Glukosa dalam konsentrasi yang rendah ditambahkan ke dalam
dialisat untuk mencegah difusi glukosa ke dalam dialisat yang dapat menyebabkan
kehilangan kalori dan hipoglikemia. Pada hemodialisa tidak dibutuhkan glukosa
dalam konsentrasi yang tinggi, karena pembuangan cairan dapat dicapai dengan
membuat perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dengan dialisat.(13)
13
14
Price dan Wilson menjelaskan bahwa dialisat pada suhu tubuh akan
meningkatkan kecepatan difusi, tetapi suhu yang terlalu tinggi menyebabkan
hemolisis sel-sel darah merah sehingga dapat menyebabkan pasien meninggal.
Robekan pada membran dializer yang mengakibatkan kebocoran kecil atau masif
dapat dideteksi oleh fotosel pada aliran keluar dialisat. Hemodialisa rumatan biasanya
dilakukan tiga kali seminggu, dan lama pengobatan berkisar dari 4 sampai 6 jam,
tergantung dari jenis sistem dialisa yang digunakan dan keadaan pasien.(1)
2.5
Penatalaksanaan Hemodialisa
Jika kondisi ginjal sudah tidak berfungsi diatas 75 % (gagal ginjal terminal
atau tahap akhir), proses cuci darah atau hemodialisa merupakan hal yang sangat
membantu penderita. Proses tersebut merupakan tindakan yang dapat dilakukan
sebagai
upaya
memperpanjang
usia
penderita.
Hemodialisa
tidak
dapat
menyembuhkan penyakit gagal ginjal yang diderita pasien tetapi hemodialisa dapat
meningkatkan kesejahteraan kehidupan pasien yang gagal ginjal.(8)
Diet merupakan faktor penting bagi pasien yang menjalani hemodialisa
mengingat adanya efek uremia. Apabila ginjal yang rusak tidak mampu
mengekskresikan produk akhir metabolisme, substansi yang bersifat asam ini akan
menumpuk dalam serum pasien dan bekerja sebagai racun dan toksin. Gejala yang
terjadi akibat penumpukan tersebut secara kolektif dikenal sebagai gejala uremia dan
akan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Diet rendah protein akan mengurangi
penumpukan limbah nitrogen dan dengan demikian meminimalkan gejala.(8)
Penumpukan cairan juga dapat terjadi dan dapat mengakibatkan gagal jantung
kongestif serta edema paru. Dengan demikian pembatasan cairan juga merupakan
15
bagian dari resep diet untuk pasien. Dengan penggunaan hemodialisis yang efektif,
asupan makanan pasien dapat diperbaiki meskipun biasanya memerlukan beberapa
penyesuaian dan pembatasan pada asupan protein, natrium, kalium dan cairan. (7)
2.6
Komplikasi
Hemodialisa sangat penting untuk menggantikan fungsi ginjal yang rusak tetapi
hemodialisa juga dapat menyebabkan komplikasi umum berupa hipertensi (20-30% dari
dialisis), kram otot (5-20% dari dialisis), mual dan muntah (5-15% dari dialisis), sakit
kepala (5% dari dialisis), nyeri dada (2-5% dialisis), sakit tulang belakang (2- 5% dari
dialisis), rasa gatal (5% dari dialisis) dan demam pada anak-anak (<1% dari dialisis).
Sedangkan komplikasi serius yang paling sering terjadi adalah sindrom disequilibrium,
arrhythmia, tamponade jantung, perdarahan intrakaranial, hemolisis dan emboli paru. (7)
Infection
Air embolism
Angina
Arrytmia
Cardiac tamponade
Hypotension*
Bacterimia
Colonization of temporary
central venous cateters
Endocarditis
Meningitis
Osteomyelitis
Sepsis
Arrytmia
Hipotension
Pulmonary edema
16
Mecahnical
Catheter obstruction
by clots, fibrin,
omentum, or fibrous
encasement
Dialysate leakage
around the catheter
Dissection of fluid
into the abdominal
wall
Hematoma in the
pericatheter tract
Perforation of a
viscus by the catheter
Hipoalbumin
Hiperglikemi
Hipertrigliserid
Obesitas
Atelectasis
Efusi pleura
Pneumonia
Abdominal and
inguinal hernias
Catheter-related
intra-abdominal
bleeding
Hypothermia
Peritoneal sclerosis
Seizures
Metabolic
17
BAB III
KESIMPULAN
kematian.
Namun
demikian,
hemodialisa
tidak
menyebabkan
18
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
L.
&
Terra,
R.
P,
2005,
Hemodialysis.
Terdapat
pada:
http://www.kidneyatlas.org.
11. NKF, 2006, Hemodialysis. Terdapat pada: http://www.kidneyatlas.org.
12. PERNEFRI, 2003, Konsensus dialisis. Sub Bagian Ginjal dan Hipertensi-Bagian
Ilmu Penyakit dalam. FKUI-RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Jakarta.
19