Anda di halaman 1dari 7

Parameter uji lotion anti nyamuk ektrak pare dan tomat

3.5.1. Kadar susut pengeringan (AOAC 1995)


Sampel ditimbang dalam cawan porselen yang telah diketahui berat
keringnya. Kemudian sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 105 C
selama
5 jam. Sampel didinginkan dalam desikator dan ditimbang.
Kadar susutpengeringan (%)q=

Berat yang hilang


100
Berat sampel

3.5.2. Kadar abu (AOAC 1995)


Cawan dibersihkan dan dikeringkan dalam oven, lalu didinginkan dalam
desikator dan ditimbang. Sebanyak 5 gram contoh ditimbang dan
dimasukan
dalam cawan. Cawan diletakan dalam tanur pengabuan dan dibakar
hingga
diperoleh warna abu-abu. Kemudian, cawan didinginkan dalam desikator
dan
ditimbang. Kadar abu dapat ditentukan dengan rumus:
bobot abu ( gram )
kadar abu=
100
bobot contoh ( gram )

3.5.3. Logam berat (AOAC 1995)


Analisis logam berat (Hg) dilakukan dengan menggunakan metode Atomic
Absorption Spectrofotometer (AAS) tanpa nyala api yang memiliki limit deteksi
0,0002 ppm. Sampel ditimbang dan ditambahkan asam nitrat pekat,
kemudian
dipanaskan sampai bereaksi. Asam perklorat ditambahkan dalam larutan
dan
dipanaskan hingga asap coklat hilang (larutan berwarna bening),
kemudian larutan
didinginkan. Larutan yang telah dingin, ditambah dengan HCl dan
dipanaskan
sampai mendidih, kemudian didinginkan kembali. Larutan yang telah
dingin,
disaring ke labu takar dan ditera dengan air demineralisasi.
Alat AAS diset tanpa nyala dengan panjang gelombang 253,7 nm dan
menggunakan SnCl2 sebagai reduktor. Pengukuran dilakukan terhadap
larutan
standar yang mengandung larutan sampel 10 ml dan diencerkan sampai
25 ml
dengan HNO3 5%. Konsentrasi logam dalam larutan sampel dapat
diketahui dari
kurva standar (g/l).

M=

( AB) P
+2,5
2

Keterangan : M = Konsentrasi logam sebenarnya dalam sampel (g/l)


A = Konsentrasi logam hasil pengukuran dengan AAS (g/l)
B = Konsentrasi logam dalam blanko (g/l)
P = Volume pengenceran (ml)
V = Volume sampel (ml)
3.5.4. Kadar sulfat (PPPP 1991)
Satu gram contoh dimasukkan ke dalam erlenmeyer, kemudian
ditambahkan
50 ml HCl 0,2 N. Erlenmeyer tersebut dipasang pada penangas tegak dan
dipanaskan sampai mendidih, kemudian direfluks selama satu jam.
Setelah itu,
larutan ditambahkan dengan 20 ml larutan H2O2 10% dan refluks
dilanjutkan
selama 5 jam sampai larutan benar-benar jernih. Larutan kemudian
dipindahkan
ke dalam gelas piala 600 ml, dipanaskan sampai mendidih sambil terus
diaduk.
10 ml BaCl2 10% ditambahkan ke dalam larutan kemudian endapan yang
terbentuk, disaring dengan menggunakan kertas Whatman 1, lalu dicuci
dengan
aquades mendidih sampai bebas klorida. Kertas saring dikeringkan dalam
oven,
kemudian diabukan pada suhu 900 C dalam tanur pengabuan sampai
didapatkan
abu yang berwarna putih. Abu yang diperoleh didinginkan dalam desikator
dan
ditimbang.
kadar sufat ( )=

Berat endapanBaSO (gram) 0,4116


100
berat sampel

3.5.5. Derajat putih (Kett Whiteness Laboratory 1981 dalam Luhur 2006)
Prinsip pengujian derajat putih adalah pantulan cahaya menggunakan alat
Whiteness meter C-100. Alat dikalibrasi menggunakan plat (MgO) standar
putih
dengan filter biru yang dikalibrasi pada skala 81,6 dan tanda tera tepat
berada di
tengah-tengah angka nol. Setelah itu, sampel dimasukan ke dalam cawan
sampai
seluruh dasar cawan tertutup oleh sampel. Lalu cawan dimasukan pada
alat yang

telah dikalibrasi. Angka pada skala yang otomatis menyala pada saat
sampel
dimasukkan menunjukkan derajat putih sampel dan dinyatakan dalam
persen.
Semakin besar persen, berarti sampel semakin putih.
Derajat putih()=

Nilaipada alat
100
Nilaikalibrasi(110)

3.5.6. Uji sensori (Carpenter et al. 2000)


Uji sensori merupakan identifikasi, pengukuran secara ilmiah, analisis dan
interpretasi dari elemen-elemen pada suatu produk yang dapat dirasakan
oleh
panca indera (penglihatan, penciuman, pengecapan, sentuhan, dan
pendengaran).
Uji sensori pada penelitian ini menggunakan uji penerimaan atau uji
hedonik yang
bertujuan untuk mengevaluasi daya terima panelis terhadap produk yang
dihasilkan. Skala hedonik yang dihasilkan berkisar 1-9, dimana: (1) amat
sangat
tidak suka; (2) sangat tidak suka; (3) tidak suka; (4) agak tidak suka; (5)
normal;
(6) agak suka; (7) suka; (8) sangat suka; (9) amat sangat suka. Uji sensori
yang
dilakukan menggunakan panelis sebanyak 30 orang dari mahasiswa THP.
3.5.7. Viskositas (Cottrell dan Kovacs 1980)
Viskositas produk diukur dengan menggunakan viskometer Brookfield.
Sejumlah sampel yang telah dilarutkan, dimasukan ke dalam wadah
kemudian
diukur viskositasnya dengan menggunakan viskometer. Viskositasnya (cp)
adalah
angka hasil pengukuran x faktor konversi.
3.5.8. pH (Apriyantono et al. 1989)
Uji derajat keasaman dilakukan dengan menggunakan pH meter yang
sebelumnya telah dikalibrasi menggunakan larutan buffer 4,01 dan 6,86.
Pengukuran dilakukan secara langsung dengan mencelupkan mata pH ke
dalam
sampel yang sudah diencerkan, lalu ditunggu sampai angka yang muncul
pada pH
meter stabil.
3.5.9. Stabilitas emulsi (Mitsui 1997)
Sampel bahan emulsi dimasukkan dalam wadah dan ditimbang beratnya.
Wadah dan bahan tersebut dimasukkan dalam oven dengan suhu 45 oC
selama
1 jam kemudian dimasukkan ke dalam pendingin bersuhu dibawah 0 oC
selama
1 jam dan dikembalikan lagi ke oven pada suhu 45 oC selama 1 jam.
Pengamatan
dilakukan terhadap kemungkinan terjadinya pemisahan air dari emulsi.
Bila

terjadi pemisahan, emulsi dikatakan tidak stabil dan tingkat kestabilannya


dihitung berdasarkan persentase fase terpisahkan terhadap emulsi
keseluruhan.
Stabilitas emulsi dapat dihitung berdasarkan rumus:
Berat fase yangmemisah(gram)
=100
100
Berat total bahan emulsi(gram)
SE
3.5.10. Penyusutan berat (Suryani et al. 2000)
Sampel dioleskan secara merata di atas plastik (kedap air) yang sudah
diketahui berat awalnya, kemudian ditimbang untuk mengetahui berat
awal.
Sampel dibiarkan di udara terbuka kemudian dilakukan penimbangan lagi
setelah
5 jam. Skin lotion dengan berat lebih tinggi berarti memiliki penguapan
yang lebih
rendah dan merupakan indikasi kemampuan bahan yang berfungsi
sebagai
humektan dalam mengikat atau mempertahankan kandungan air saat
penggunaan
produk pada kulit.
Penyusutan berat ()=

Berat yang hilang (gram)


100
Berat awal(gram)

3.5.11. Total mikroba (SNI 19-2897-1992)


Secara aseptis, sampel ditimbang sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke
dalam larutan pengencer (garam fisiologis) kemudian dihomogenkan.
Pengenceran dilakukan sampai 10-4. Sebanyak 1 ml dari sampel
diinokulasikan
pada cawan petri steril. Media PCA yang steril pada suhu 45-55 oC
dituangkan
pada cawan petri sebanyak 10-15 ml. Cawan petri digerakan dan
dibiarkan
memadat. Inkubasi dilakukan pada suhu kamar selama 48 jam. Jumlah
koloni
yang tumbuh dihitung sebagai total mikroba.
3.5.12. Kelembaban kulit
Uji kelembaban dilakukan di PT. Pusaka Tradisi Ibu dengan menggunakan
Scalar Moisture Checker yang ditempelkan pada kulit. Sebelum diolesi skin
lotion, terlebih dahulu kulit diukur tingkat kelembabannya. Hal ini bertujuan
untuk mengetahui tingkat kelembaban awal sehingga dapat diketahui
pengaruh
skin lotion terhadap perubahan tingkat kelembaban kulit.
Skin lotion ditimbang sebanyak 1 gram kemudian dioleskan pada kulit
dengan luas permukaan 2x4 cm. Kelembaban kulit setelah dioleskan skin
lotion
diukur selama 15 menit dengan selang waktu pengukuran 5 menit. Hasil
yang

terdapat pada layar Scalar Moisture Checker menunjukkan persentase


kelembaban kulit. Hasil persentase kelembaban kulit diolah menggunakan
software Skin Sys untuk mengetahui tingkat kelembaban kulit setelah
pemakaian
skin lotion. Persentase kelembaban terdiri dari 5 kriteria, yaitu kering (027%),
agak kering (28-37%), lembab (38-47%), lebih lembab (48-57%), dan
sangat
lembab (>57%),
3.5.13. Ketengikan (SNI 01-3555-1998)
Sampel ditimbang sebanyak 3 gram, kemudian dimasukkan dalam
erlenmeyer tertutup. Sampel ditambah dengan 10 ml kloroform dan asam
asetat
glasial 15 ml. Larutan KI jenuh sebanyak 1 gram ditambahkan dalam
sampel,
kemudian ditutup dengan cepat dan dikocok selama 1 menit. Setelah 1
menit,
erlenmeyer disimpan ditempat gelap selama 5 menit, kemudian
ditambahkan
air destilata sebanyak 75 ml. Sampel dititrasi menggunakan larutan
tiosulfat 0,01
N kemudian dikocok dengan kuat. Larutan pati dapat digunakan sebagai
indikator
jika warna kuning larutan hampir hilang dan titrasi diteruskan sampai
warna biru
menghilang.
(ab) T 8
100
Bilangan peroksida (mg oksigen/kg)=
m
Keterangan :
a : Volume sodium tiosulfat untuk titrasi sampel (ml)
b : Volume sodium tiosulfat untuk titrasi blanko (ml)
T : Normalitas sodium tiosulfat
m: Berat sampel (gram)
3.6. Rancangan Percobaan (Steel dan Torie 1991)
Pada penelitian ini digunakan rancangan acak lengkap satu faktor, yaitu
konsentrasi natrium alginat dengan 5 perlakuan (0%, 0,5%; 1%; 1,5%; dan
2%)
dan dua kali ulangan. Model matematis rancangan tersebut adalah
sebagai berikut:
Yij = +Ai + ij
Keterangan:
Yij = Hasil pengamatan lotion ke-j dengan perlakuan ke-i
i = Perbedaan konsentrasi natrium alginat (0%, 0,5%; 1%; 1,5%; dan 2%)
j = Ulangan dari setiap perlakuan (dua kali)
= Nilai tengah umum
Ai = Pengaruh perlakuan ke-i
ij = Pengaruh galat
Hipotesis:
H0 : Konsentrasi natrium alginat tidak berpengaruh terhadap karakteristik

skin lotion
H1 : Konsentrasi natrium alginat berpengaruh terhadap karakteristik skin
lotion
Pengaruh perlakuan terhadap parameter dapat diketahui dengan analisis
ragam. Bila hasil analisis ragam menunjukkan tolak H0 maka dilanjutkan
dengan
uji Duncan.
Rumus uji Duncan:
Rp =q (p;dbs;)

kts
r

Keterangan:
Rp = nilai kritikal untuk perlakuan yang dibandingkan
p = perlakuan
dbs = derajat bebas
kts = jumlah kuadrat tengah
r = ulangan
Perhitungan uji sensori dilakukan dengan menggunakan analisis
non-parametrik yaitu uji Kruskal Wallis yang menggunakan software SPSS
versi
13.0.
Uji Kruskal Wallis meliputi langkah-langkah sebagai berikut:
1. Merumuskan H0 dan H1
H0 : Konsentrasi natrium alginat tidak berpengaruh terhadap karakteristik
skin lotion
H1 : Konsentrasi natrium alginat berpengaruh terhadap karakteristik skin
lotion
2. Perangkingan
Perangkingan dilakukan dengan mengurutkan nilai mulai dari yang
terkecil
hingga nilai yang terbesar berdasarkan nilai hasil sensori untuk semua
perlakuan.
3. Membuat tabel rangking
4. Menghitung T = [(t 1)t(t +1)]
5. Menghitung faktor koreksi (FK)

FK =1

T
( n1) n(n 1)

6. Menghitung H yang merupakan kriteria uji


2

H=(

12 Ri
)3(n+1)
n(n 1)

7. Menghitung H yang merupakan nilai X2 hitung


H
H= FaktorKoreksi
8. Melihat X2 tabel = 0,05 dan db(v) = k-1
Jika X2 hitung > X2 tabel maka tolak H0, dilanjutkan uji Mulitiple
Comparison
Jika X2 hitung < X2 tabel maka gagal tolak H0
Uji Mulitiple Comparison digunakan apabila hasil uji Kruskal Wallis
menunjukkan hasil tolak H0. Rumus uji Mulitiple Comparison yaitu:
k 1
2
|Ri -Rj|
a (n1) k
z
dimana p=k
2p
6

Keterangan:
n : banyaknya data
t : jumlah data yang sama
H : kriteria yang akan diuji
H : X2 hitung
ni : jumlah pengamatan pada setiap perlakuan
Ri : jumlah rangking pada setiap perlakuan
K : perlakuan
Z : peubah acak
k : perlakuan

parameter

Standar mutu

Kdar susut
pengeringan

<15

Kadar abu
Logam berat
Viskositas
Ph
Derajat putih
Kadar sulfat

18-27
<0,004
10-5000
3,5-10
-

Anda mungkin juga menyukai