Anda di halaman 1dari 16

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini menyajikan hasil penelitian dan pembahasan tentang pengaruh


pemberian telur terhadap peningkatan berat badan penderita tuberkulosis paru di
UPTD Puskesmas Cingambul Kabupaten Majalengka yang dilaksanakan dari
tanggal 18 Maret sampai 18 April 2014 di UPTD Puskesmas Cingambul
Kabupaten Majalengka, dengan jumlah keseluruhan subyek penelitian 14
penderita tuberkulosis paru yang dibagi kedalam dua kelompok yang masingmasing 7 orang tiap kelompok. Hasil penelitian ini disajikan dalam dua bagian
yaitu hasil analisa univariat dan analisa bivariat.
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1 Analisa Univariat
1. Rata-rata berat badan Sebelum perlakuan/pemberian telur
5.1 Tabel Rata-rata berat badan sebelum perlakuan

BB Intervensi
BB Kontrol

Jumlah
Subyek
7
7

Rata-rata
Berat badan
43,71
47,13

Median

Modus

Min-Max

43
46

50

33-54
40-56

Std.
Deviasi
7,017
5,305

Tabel 5.1 diatas menunjukkan keadaan berat badan pada


kelompok intervensi dan kontrol sebelum diberikan perlakuan
pemberian telur. Rata-rata berat badan pada kelompok intervensi 43,71
dengan nilai median 43, nilai minimum-maksimum 33-54, standar

77

78

deviasi 7,017 dan modus pada kelompok ini tidak ada. Sedangkan nilai
rata-rata di kelompok kontrol 47,13 dengan nilai median 46, nilai
modus 50, nilai minimum-maksimum 40-56 dan standar deviasi 5,305.
2. Rata-rata berat badan setelah perlakuan/pemberian telur
5.2 Tabel Rata-rata berat badan setelah perlakuan

BB Inetrvensi
BB Kontrol

Jumlah
Subyek
7
7

Rata-rata
Berat badan
45,29
47,86

Median

Modus

Min-Max

44
47

47

35-55
40-56

Std.
Deviasi
6,800
5,398

Tabel 5.2 diatas menunjukkan keadaan berat badan pada


kelompok intervensi dan kontrol setelah diberikan perlakuan pemberian
telur selama 1 bulan. Rata-rata berat badan pada kelompok intervensi
45,29 dengan nilai median 44, nilai minimum-maksimum 35-55,
standar deviasi 6,800 dan modus pada kelompok ini tidak ada.
Sedangkan nilai rata-rata di kelompok kontrol 47,86 dengan nilai
median 47, nilai modus 47, nilai minimum-maksimum 40-56 dan
standar deviasi 5,398.

5.1.2 Analisa Bivariat


1. Pengaruh pemberian telur terhadap peningkatan berat badan penderita
tuberkulosis
Majalengka.

paru

di

UPTD

Puskesmas

Cingambul

Kabupaten

79

5.3 Tabel Hasil Uji paired sample t-test


Paired differences

Pair 1
InPreInPost

Mean

Std.
Deviation

Std. Error
Mean

-1,571

0,535

0,202

95% Confidence
interval of the
difference
Lower
Upper
-2,066

-1,077

df

Sig. (2tailed)

-7,778

0,000

Berdasarkan hasil uji paired sample t-test untuk membandingkan


rata-rata dua variabel dalam satu group dengan derajat kepercayaan yang
digunakan adalah 95% atau dengan alpha 0,05.
Pada tabel diatas menujukan nilai signifikasi yang dihasilkan dari
uji paired sample t-test sebesar 0,000 (p < 0,05). Nilai signifikansi 2 tailed
(p value) sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai alpa 0,05 sehingga dapat
disimpulkan Ho ditolak. Dengan demikian, uji menunjukkan adanya
pengaruh pemberian telur terhadap peningkatan berat badan penderita
tuberkulosis paru.

5.2 Pembahasan
5.2.1 Rata-rata berat badan sebelum perlakuan pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada penderita tuberkulosis
paru di UPTD Puskesmas Cingambul Kabupaten Majalengka rata-rata berat badan
sebelum perlakuan pada subyek penelitian di kelompok intervensi sebesar 43,71
dan di kelompok kontrol 47,14. Dengan berat badan terendah di kelompok

80

intervensi 33 kg dan tertinggi 54 kg, sedangkan berat badan terendah dikelompok


kontrol 40 kg dan tertinggi 56 kg.
Malnutrisi suatu keadaan umum yang kita

dapat jumpai pada pasien

dengan penyakit kronik termasuk tuberkulosis paru yang terjadi pada masyarakat.
Pada berbagai kelompok penyakit kronik dapat kita jumpai terjadi malnutrisi,
pada penyakit paru kronis bisa mencapai 45%.(13)
Malnutrisi

dapat

menyebabkan

immunodeficiency

sekunder

yang

meningkatkan kerentanan host terhadap infeksi. Pada pasien dengan TBC, itu
mengarah pada penurunan nafsu makan, nutrisi malabsorpsi, mikronutrien
malabsorpsi, dan metabolisme diubah mengarah ke pemborosan. Kedua,
malnutrisi protein-energi dan mikronutrien kekurangan meningkatkan risiko
TBC.(16) (17)

Pada umumnya penderita TB mengalami rendahnya asupan makanan yang


dikonsumsi, asupan yang tidak kuat menimbulkan pemakaian cadangan energi
tubuh yang berlebihan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis dan mengakibatkan
terjadinya penurunan berat badan dan kelainan biokimia tubuh pada pasien
tuberkulosis paru. Perubahan yang kompleks terjadi dalam metabolisme semua
macronutrients, yaitu protein, karbohidrat dan lemak. (21)

Beberapa penelitian melaporkan bahwa pasien dengan TB aktif lebih


mungkin menjadi sangat tipis (terbuang) atau memiliki indeks massa tubuh lebih
rendah (BMI = berat (kg) / ht (m2)) dari pada kontrol sehat. Selama proses

81

penurunan, biasanya ada kehilangan kedua lemak dan ramping (otot) jaringan,
dengan kehilangan bertahan selama beberapa bulan setelah mulai terapi anti-TB.(7)

Teori diatas sejalan dengan hasil penelitian Frredy panjaitan mengenai


karakteristik penderita tuberkulosis paru dewasa rawat inap di rumah sakit umum
Dr. Soedarso Pontianak priode September November tahun 2010. Bahwa status
gizi sebagian besar subyek penelitiannya buruk, yatitu dengan hasil 36 orang
(80,0%) subyek memiliki IMT kurang dari 18,5 kg/m2. Hanya 9 orang (20,0%)
subyek yang memiliki IMT lebih dari 18,5 kg/m2.(8)

Penelitian yang sama dilakukan Hendro oslida martony di kecamatan lubuk


pakam

tahun 2005 dengan judul efektifitas pengobatan strategi DOTS dan

pemberian telur terhadap penyembuhan dan peningkatan status gizi penderita tb


paru. Sampel pada penelitian ini berjumlah 12 orang, 6 orang pada kelompok
eksperimen dan 6 orang pada kelompok kontrol. Desain penelitian yang
digunakan eksperimental, pengolahan data secara manual dan analisa data secara
uji deskriptif. Dengan hasil

rata-rata berat badan

sebelum perlakuan pada

kelompok eksperimen 47,00 dan pada kelompok kontrol 53,83.(12)

Setelah perlakukan ada peningkatan rata-rata berat badan pada kelompok


eksperimen 48,33 dan di kelompok kontrol 54,66. Dengan peningkatan rata-rata
berat badan sebelum dan sesudah perlakuan di kelompok eksperimen 1,33 kg dan
di kelompok kontrol 0,83 kg. (12)

82

Hasil rata-rata berat badan sebelum diberikan perlakuan baik pada


kelompok intervensi dan kontrol menunjukkan bahwa pasien tuberkulosis paru di
UPTD Puskesmas Cingambul dalam keadaan malnutrisi atau keadaan berat badan
pasien dibawah normal, dilihat dari berat badan pasien tuberkulosis di awal
perlakuan dikisaran 30-50 kg. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti
halnya penurunan nafsu makan dan intake makanan yang lebih disebabkan oleh
perjalanan penyakit itu sendiri dan asupan yang menurun sedangkan kebutuhan
sangat tinggi sehingga menimbulkan pemakaian cadangan energi tubuh yang
berlebihan untuk memenuhi kebutuhan fisiologis dan mengakibatkan terjadinya
penurunan berat badan dan kelainan biokimia tubuh pada pasien tuberkulosis
paru.

Keadaan rata-rata berat badan pada penelitian ini diperkuat dengan


penelitian-penelitian terdahulu tentang keadaan penderita tuberkulosis paru bahwa
berat badan penderita tuberkulosis paru cenderung dalam keadaan malnutrisi dan
bahkan ada yang berat badannya terus menurun. Kemudian pada penelitian ini
diketahui juga ada faktor yang mendukung lainnya seperti dari segi ketersediaan
pangan, faktor daya beli subyek penelitian dan ketidaktahuan penderita dalam
pentingnya asupan makanan yang bergizi sebagai bagian salah satu faktor penting
dalam proses penyembuhan penyakit tuberkulosis paru.

Hasil keadaan rata-rata berat badan penderita tuberkulosis paru dalam


keadaan malnutrisi menunjukkan adanya asupan makanan yang kurang
disebabkan oleh perjalanan penyakitnya sehingga diperlukan asupan makanan

83

bergizi dan seimbang dengan dikontrol asupan makanannya agar berat badan tidak
terus menurun.

5.2.2 Rata-rata berat badan sesudah perlakuan pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada penderita tuberkulosis
paru di UPTD Puskesmas Cingambul Kabupaten Majalengka rata-rata berat badan
setelah perlakuan pada subyek penelitian di kelompok intervensi yang dilakukan
pemberian telur selama satu bulan dengan mengkonsumsi 2 butir telur perhari
didapatkan rata-rata berat badan sebesar 45,29. Sedangkan pada kelompok kontrol
yang tidak dilakukan pemberian telur didapatkan rata-rata berat badan sebesar
47,86. Dengan berat badan terendah di kelompok intervensi 35 kg dan tertinggi 55
kg, sedangkan berat badan terendah dikelompok kontrol 40 kg dan tertinggi 56 kg.

Penderita TB dikenal memiliki kerugian yang tinggi protein (nitrogen), yang


mungkin mengakibatkan malabsorpsi akibat diare, kehilangan cairan, elektrolit
dan cadangan nutrisi lainnya. Hal ini berdampak terhadap sistem imunitas dan
penurunan daya tahan tubuh dan infeksi menjadi progessif yang mengakibatkan
perlambatan penyembuhan TB. Perbaikan malnutrisi dengan memberikan
makanan yang kuat dan tinggi protein akan menghentikan proses depletion dan
perbaikan sel, mukosa jaringan serta integritas sel dan sistem imunitas sehingga
daya tahan meningkat dan menguntungkan pengobatan TB.(21)

84

Kebutuhan nutrisi terutama protein pada penderita tuberkulosis sangat


tinggi. Dijelaskan bahwa asupan protein dari diet adalah penting untuk mencegah
pemborosan toko tubuh (misalnya jaringan otot). memerlukan asupan 1,2-1,5 g
per kilogram berat badan atau 15% dari total energi harian intake atau sekitar 75 100 g per hari akan cukup. (21)

Dalam meningkatakan status gizi pada penderita TB paru perlu di


perhatikan pemberian asupan makanan yang memiliki kandungan protein komplet
atau protein dengan nilai biologis tinggi dan bermutu tinggi. Protein komplet
mengandung semua jenis asam amino esensial dalam proporsi yang sesuai untuk
keperluan pertumbuhan.(9) jumlah asupan makanan perharinya diperhatikan
terutama asupan protein.

Protein punya peranan dalam menurunkan kadar lemak jahat dan


memperbesar

massa

otot

dengan

memperhatikan

jenis

nutrisi

yang

terkandungnya. Perbaikan malnutrisi dengan memberikan makanan yang kuat dan


tinggi protein akan menghentikan proses depletion dan perbaikan sel, mukosa
jaringan serta integritas sel dan sistem imunitas sehingga daya tahan meningkat
dan menguntungkan pengobatan TB.(21)

Dalam meningkatan berat badan prinsipnya menambah masa otot dengan


mengkonsumsi makanan berprotein tinggi, karbohidrat tinggi dan lemak sehat.
Protein sangat penting dalam proses penambahan berat badan, karena dengan
mengkonsumsi protein yang cukup. Berat badan akan didapatkan dari masa otot
yang bertambah.(19)

85

Mengkonsumsi telur sebagai protein yang komplit dapat meningkatan masa


otot dilihat dari prinisp meningkatan berat badan. Pada penderita tuberkulosis
paru mengalami malnutrisi protein-energi, sehingga dengan mengkonsumsi telur
sebagai protein komplit dapat memperbaiki kondisi malnutrisi protein energi dan
meningkatkan masa otot.(7) Kemudian dengan memperhatikan kondisi status gizi
penderita tuberkulosis paru dapat meningkatkan proses penyembuhan.
Hasil penelitian di tahun 2003 yang dilakuakan Hobertina Y. Omkarsba
menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara asupan energi dan
protein dengan status gizi pasien tuberkulosis paru rawat inap di RS Paru dr. Ario
Wirawan Salatiga. Dengan hasil analitik 22 sampel(63,8%) IMT <17, 5 sampel
IMT 17,0 - 18,5 dan hanya 8 sampel yang mempunyai IMT 18,5-25 (normal).
TKE 27 sampel kategori baik (>100% AKG) dan 8 sampel sedang (80-99
%AKG). TKP semua pasien baik > 100 % AKG yang dikoreksi +15 %.(9)
Penelitian yang sama yaitu penelitian yang dilakukan Hendro oslida
martony

di kecamatan lubuk pakam

tahun 2005 dengan judul efektifitas

pengobatan strategi DOTS dan pemberian telur terhadap penyembuhan dan


peningkatan status gizi penderita TB paru. Sampel pada penelitian ini berjumlah
12 orang, 6 orang pada kelompok eksperimen dan 6 orang pada kelompok kontrol.
Desain penelitian yang digunakan eksperimental, pengolahan data secara manual
dan analisa data secara uji deskriptif. Dengan hasil rata-rata berat badan sebelum
perlakuan pada kelompok eksperimen 47,00 dan pada kelompok kontrol 53,83. (12)

86

Setelah perlakukan ada peningkatan rata-rata berat badan pada kelompok


eksperimen 48,33 dan di kelompok kontrol 54,66. Dengan peningkatan rata-rata
berat badan sebelum dan sesudah perlakuan di kelompok eksperimen 1,33 kg dan
di kelompok kontrol 0,83 kg. (12)

Peningkatan berat badan pada kelompok intervensi yang signifikan ini


membuktikan bahwa dengan mengkontrol asupan makanan selama satu bulan
dengan mengkonsumsi telur 2 butir per hari pada makanan yang dikonsumsi
sehari-hari subyek penelitian terutama yang memiliki kandungan protein dapat
meningkatan berat badan. Perbaikan malnutrisi dengan memberikan makanan
yang kuat dan tinggi protein akan menghentikan proses depletion dan perbaikan
sel, mukosa jaringan serta integritas sel dan sistem imunitas sehingga daya tahan
meningkat, kemudian pemakaian cadangan energi tubuh yang berlebihan untuk
memenuhi kebutuhan fisiologis dan mengakibatkan terjadinya penurunan berat
badan dapat dicegah dengan pemenuhan energi yang dibutuhkan. Pada penelitian
Hobertina Y. Omkarsba di tahun 2003 memperkuat bahwa ada hubungan antara
asupan energi dan protein dengan status gizi pasien tuberkulosis paru. Dengan
melihat hasil rata-rata berat badan subyek penelitian sebelum perlakuan 43,71 dan
setelah dilakukan perlakuan menajdi 45,29, keadaan ini sama hal nya dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan di kecamatan lubupakam bahwa ada
peningkatan yang signifikan juga terhadap rata-rata berat badan sebelum
perlakuan dengan sesudah perlakuan.

87

Peningkatan berat badan pada kelompok kontrol tidak signifikan seperti


halnya pada pada kelompok intervensi, hal ini terlihat dari rata-rata berat badan di
kelompok kontrol sebelumnya 47,14 menjadi 47,86. Peningkatan yang tidak
signifikan pada kelompok kontrol karena pada kelompok ini tidak diberikan
intervensi pemberian telur 2 butir per hari selama 1 bulan dan hanya rutin
mengkonsumsi obat-obatan OAT

yang bisa berdampak dari rutinya

pengonsumsian obat sehingga melemahkan kuman tuberkulosis di dalam tubuh


sehingga kebutuhan energi yang tinggi dapat diminimalisi dengan pola makan
yang biasa dikonsumsi. Maka pemakaian cadangan energi tubuh yang berlebihan
untuk memenuhi kebutuhan fisiologis dan mengakibatkan terjadinya penurunan
berat badan pada pasien tuberkulosis paru dapat ditekan sehingga ada perbaikan
kondisi selama pengobatan dengan terjadinya peningakatan berat badan. Keadaan
ini sama dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan Hendro oslida martony di
lubuk pakam bahwa pada kelompok kontrol peningkatan berat badan yang terjadi
tidak signifikan dibandingkan dengan kelompok eksperimen.

Dari hasil penelitian ini menunjukkan dengan asupan makanan yang


dikontrol setiap hari terdapat perubahan rata-rata berat badan sehingga dianjurkan
bagi penderita tuberkulosis paru dalam proses pengobatan dapat memperhatikan
juga asupan makanan sehari-harinya baik makanan yang mengandung protein
tinggi maupun makanan yang bergizi supaya dapat mempertahankan atau
meningkatkan berat badan sehingga dapat meningkatkan status gizinya.

88

5.2.3 Pengaruh pemberian telur terhadap peningkatan berat badan penderita


tuberkulosis paru
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada penderita tuberkulosis
paru di UPTD Puskesmas Cingambul Kabupaten Majalengka diperloleh data
bahwa ada peningkatan rata-rata berat badan pada kelompok intervensi dan
kelompok kontrol. Secara proporsi menunjukkan bahwa rata-rata berat badan pada
kelompok intervensi dari sebelum perlakuan 43.71 menjadi 45.29 dengan rata-rata
peningkatan berat badan sekitar 1,58 kg, sedangkan pada kelompok kontrol ratarata berat badan sebelum perlakuan 47.14 menjadi 47.86 dengan rata-rata
peningkatan berat badan adalah 0,72 kg.

Menambah berat badan bisa dengan memperhatikan jumlah asupan protein


yang dikonsumsi tiap harinya. Protein punya peranan dalam menurunkan kadar
lemak jahat dan memperbesar massa otot dengan memperhatikan jenis nutrisi
yang terkandungnya. Selain memperhatikan jenis nutrisi, juga bisa menempuh
cara menambah berat badan dengan menerapkan beberapa kiat hidup sehat tanpa
menggunakan obat-obatan yang belum tentu baik bagi tubuh.(21)

Berbagai sumber protein dengan kualitas yang baik dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan protein yang meningkat untuk penyembuhan TB seperti
daging, ikan, telur, susu dan kedelai (protein). Perbaikan status gizi dapat terjadi
dengan meningkatnya asupan makanan diikuti dengan peningkatan berat badan,
IMT,LILA, Trceps, biceps dan kadar albumin. Hal ini akan memberikan hasil
pengobatan yang optimal. Kebutuhan energi dan protein yang tinggi disertai

89

dengan penyuluhan gizi akan mempercepat proses penyembuhan, terutama pada


penderita malnutrisi. (21)

Telur merupakan salah satu protein yang nilai biologis tinggi (sempurna),
asam amino lengkap dan mudah dicerna dimanan fungsi protein adalah sebagai
zat pembangun, pengganti sel-sel yang mati dan sebagai protein strukural, sebagai
bagian badan-badan inti, sebagai mekanisme pertahanan tubuh, sebagai zat
pengatur, sebagai sumber energi dan sebagai penyimpanan dan meneruskan sifatsifat keturunan dalam bentuk genes. (10)
Mengkonsumsi telur sebagai protein yang komplit dapat meningkatan masa
otot dilihat dari prinisp meningkatan berat badan. Pada penderita tuberkulosis
paru mengalami malnutrisi protein-energi, sehingga dengan mengkonsumsi telur
sebagai protein komplit dapat memperbaiki kondisi malnutrisi protein energi dan
meningkatkan masa otot.(7) Kemudian dengan memperhatikan kondisi status gizi
penderita tuberkulosis paru dapat meningkatkan proses penyembuhan.
Berdasarkan hasil penelitian Hobertina Y. Omkarsba dengan judul
penelitiannya tentang hubungan asupan energi dan protein dengan status gizi
pasien tuberkulosis paru rawat inap RS dr. Ario wirawan Salatiga menjelaskan
dengan meningkatakan status gizi pada penderita TB paru perlu di perhatikan
Pemberian asupan makanan yang memiliki kandungan protein komplet atau
protein dengan nilai biologis tinggi dan

bermutu tinggi. Protein komplet

mengandung semua jenis asam amino esensial dalam proporsi yang sesuai untuk
keperluan pertumbuhan. (9)

90

Hasil penelitian di tahun 2003 menunjukkan bahwa ada hubungan yang


bermakna antara asupan energi dan protein dengan status gizi pasien tuberkulosis
paru rawat inap di RS Paru dr. Ario Wirawan Salatiga. Dengan hasil analitik 22
sampel(63,8%) IMT <17, 5 sampel IMT 17,0 - 18,5 dan hanya 8 sampel yang
mempunyai IMT 18,5-25 (normal). TKE 27 sampel kategori baik (>100% AKG)
dan 8 sampel sedang (80-99 %AKG). TKP semua pasien baik > 100 % AKG yang
dikoreksi +15 %.(9)
Penelitian yang hampir sama yaitu penelitian yang dilakukan Hendro oslida
martony

di kecamatan lubuk pakam

tahun 2005 dengan judul efektifitas

pengobatan strategi DOTS dan pemberian telur terhadap penyembuhan dan


peningkatan status gizi penderita tb paru. Sampel pada penelitian ini berjumlah 12
orang, 6 orang pada kelompok eksperimen dan 6 orang pada kelompok kontrol.
Desain penelitian yang digunakan eksperimental, pengolahan data secara manual
dan analisa data secara uji deskriptif. Dengan hasil rata-rata berat badan sebelum
perlakuan pada kelompok eksperimen 47,00 dan pada kelompok kontrol 53,83. (12)

Setelah perlakukan ada peningkatan rata-rata berat badan pada kelompok


eksperimen 48,33 dan di kelompok kontrol 54,66. Dengan peningkatan rata-rata
berat badan sebelum dan sesudah perlakuan di kelompok eksperimen 1,33 kg dan
di kelompok kontrol 0,83 kg.(12)

Perbandingan hasil rata-rata peningkatan berat badan pada kelompok


intervensi dan kelompok kontrol, menujukkan bahwa dengan kelompok yang
diintervensi selama 1 bulan dengan mengkonsumsi telur 2 butir perharinya terjadi

91

peningkatan berat badan yang rata-ratanya lebih tinggi dari kelompok kontrol.
Mengkonsumsi telur sebagai protein yang komplit dapat meningkatan masa otot
dilihat dari prinisp meningkatan berat badan, penderita tuberkulosis paru yang
mengalami malnutrisi protein-energi, sehingga dengan mengkonsumsi telur
sebagai protein komplit dapat memperbaiki kondisi malnutrisi protein energi dan
meningkatkan masa otot. Karena telur merupakan salah satu protein yang nilai
biologis tinggi (sempurna), asam amino lengkap dan mudah dicerna dimana
fungsi protein adalah sebagai zat pembangun, pengganti sel-sel yang mati dan
sebagai protein strukural, sebagai bagian badan-badan inti, sebagai mekanisme
pertahanan tubuh, sebagai zat pengatur, sebagai sumber energi dan sebagai
penyimpanan dan meneruskan sifat-sifat keturunan dalam bentuk genes.
Kenaikan rata-rata berat badan pada kelompok intervensi sebesar 1,58 kg
dan kelompok kontrol 0,72 kg setelah satu bulan penelitian di UPTD Puskesmas
Cingambul menujukan ada perbedaan peningkatan antara kelompok intervensi
dan kelompok kontrol. Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan di Lubuk pakam
menunjukkan hal yang sama dengan peningkatan rata-rata berat badan pada
kelompok eksperimen lebih besar dibandingkan pada kelompok kontrolnya.
Hasil rata-rata kenaikan berat badan pada penelitian selama 1 bulan ini, bisa
ditarik kesimpulan bahwa dengan mengkonsumsi telur terutama protein sebagai
tambahan makanan dengan teratur dapat meningkatkan berat badan. Kemudian
apa bila ditunjang dengan asupan makanan yang bergizi selain protein akan
menghasilkan peningkatan status gizi yang lebih maksimal.

92

Hasil uji paired sample t-test dengan derajat kepercayaan yang digunakan
adalah 95% atau dengan alpha 0,05. Dengan nilai signifikasi yang dihasilkan dari
uji paired sample t-test sebesar 0,000 (p < 0,05). Nilai signifikansi 2 tailed (p
value) sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai alpa 0,05 sehingga dapat disimpulkan
Ho ditolak. Dengan demikian, uji menunjukkan adanya pengaruh pemberian telur
terhadap peningkatan berat badan penderita tuberkulosis paru.
Dengan hasil penelitian ini didapatkan bahwa ada pengaruh pemberian telur
terhadap peningkatan berat badan pada penderita tuberkulosis paru. Sehingga
dengan hasil tersebut maka peneliti dapat memberikan saran kepada penderita
tuberkulosis paru dalam proses penyembuhan penyakitnya dapat diikuti dengan
memperhatikan

asupan

makananya

sebagai

komponen

dalam

penyembuhan dan tidak hanya mengandalkan dari pengobatan kuratifnya.

proses

Anda mungkin juga menyukai