Anda di halaman 1dari 5

Dwi Iga Luhsasi

MEMBAGI SAMA RATA BUKAN BERARTI ADIL LOH..


(Amsal 11 : 1)
Pada suatu pagi, seperti hari biasanya Andi diberi uang saku oleh Ibunya. Ketika Ibu
membagikan uang saku kepada mereka berdua tiba-tiba Anis cemberut. Ibu bertanya kepada
Anis,
Ibu
Anis

: Loh loh loh dek Anis kenapa kok cembetut? Kenapa?


: Abis Ibu nda adil sama Anis. Masa Mas Andi dapet uang saku lima ribu tapi Anis
Cuma dikasih dua ribu sih Bu? Mas Andi dapetnya lebih banyak dari Anis.
Ibu
: Dek Anis, dek Anis tau nda? Mas Andi kan udah SMP, terus Dek Anis baru masuk SD.
Kebutuhan yang harus dibeli kan lebih banyak Mas Andi daripada Dek Anis. Jadi ya uang
sakunya Mas Andi lebih banyak dari Dek Anis. Nanti kalo Dek Anis udah SMP juga
dapet uang sakunya lima ribu.
Andi : Iya Dek, dulu waktu Mas masih SD juga dapet uang sakunya dua ribu sama kaya Dek
Anis. Sekarang Mas Andi kan udah harus nabung di sekolah, urunan uang kas kelas sama
buat nabung buat beli buku LKS.
Ibu
: Nah udah tau kan Dek kenapa Dek Anis uang sakunya lebih sedikit dari Mas Andi?
Anis : Iya Bu Anis udah ngerti ko. Maafin Anis ya Bu udah iri sama Mas Andi. Anis jadi
pengen cepet-cepet sekolah di SMP kaya Mas Andi biar dapet uang sakunya lima ribu.
Hehehe..
Ibu
: Udah udah, ayo pada berangkat sekolah. Nanti kalo ngobrol terus telat loh masuk
sekolahnya.
Andi&Anis: Iya Bu, kita brangkat dulu ya Bu.
Ibu
: Ati-ati di jalan ya Mas Andi, Dek Anis.
Seperti halnya Anis sebagai anak, kita sebagai anak-anak Allah sering kali merasa tidak
adil atas berkat yang kita terima dari Allah. Ketika kita hanya mendapatkan berkat yang sedikit
dibandingkan dengan saudara, teman atau sesama kita yang lain terkadang kita merasa bahwa
Tuhan tidak adil. Orang lain bisa mendapatkan berkat yang lebih banyak dari yang kita dapatkan.
Inilah yang harus kita cermati, ternyata neraca yang kita pakai tidak selalu sama dengan neraca
yang Allah pakai ketika memberikan berkat untuk setiap pribadi kita masing-masing. Seperti
halnya Allah, kita hendaknya juga berkenan akan batu timbangan yang tepat. Tepat tidak hanya
pada sisi kita namun tepat pada sisi orang lain.
Apakah kita sebagai anak-anak Allah masih mempergunakan neraca yang serong seperti
halnya Anis yang merasa tidak adil? Saat kita merasa ada ketidakadilan pada suatu hal, maka
STOP! Tunggu sejenak lalu berfikir apakah ketidakadilan ini hanya semata-mata bagi diri kita
sendiri? Semoga dalam kita berproses di lingkungan kita masing-masing, kita dapat mengetahui
mana neraca yang tepat dan neraca yang serong. Perhatikan baik-baik, neraca yang tepat tidak
selamanya memiliki berat yang sama tepat.
Doa:
Ya Tuhan terima kasih atas berkat yang telah Engkau berikan, ajar kami Tuhan agar kami lebih
adil lagi dalam segala hal. Amin.

Dwi Iga Luhsasi

ALLAH DI ATAS SEGALA NAMA


(Kisah Para Rasul 17 : 24)
Seperti yang guru kita ajarkan pada saat kita masih sekolah dulu, terdapat jaman dimana
para manusia masih menyembah batu, patung, pohon atau benda-benda lain yang mereka anggap
suci. Sampai saat ini juga masih terdapat banyak sekali fenomena-fenomena yang hampir sama.
Kalau kita kilas balik beberapa waktu yang lalu ada fenomena batu ajaib milik Ponari. Fenomena
yang mengguncang khalayak ramai. Mereka berbondong-bondong ke sana untuk pengobatan.
Jika ditilik secara medispun cara pengobatannya kurang akurat menjelaskan raksinya untuk
menyembuhkan berbagai penyakit. Batu yang dimiliki Ponari dapat menyembuhkan segala
macam penyakit hanya dengan menyelupkan batu tersebut ke dalam air yang akan dikonsumsi
oleh pasien. Begitu ajaib rasanya bagi setiap orang yang sudah putus asa dalam menghadapi
penyakit yang tak kunjung sembuh. Berita yang tersebar luas tentang batu Ponari ini membuat
banyak orang dari luar kota turut berdatangan demi mengantri agar air yang mereka bawa dapat
dicelupkan dengan batu ajaib itu. Salah satu stasiun TV mengatakan bahwa warga sekitarnya
menjadi untung karena mendapat penghasilan dari jasa parkir dan menjual air ataupun makanan.
Demikianlah salah satu fenomena yang masih terjadi di sekitar kita sampai saat ini.
berdasarkan fenomena-fenomena tersebut kita dapat menyimpulkan bahwa kita sebagai manusia
yang tidak sempurna seringkali tidak mau menunggu terlalu lama. Kita lebih senang untuk
menikmati segala sesuatu yang instan. Mulai dari makan saya kita ingin yang instan-instan maka
timbullah mie instan siap saji. Namun yang perlu kita sadari bahwa yang instan itu juga masih
harus menunggu dan hasilnya juga bukan merupakan hasil yang terbaik. Di luar hal mistik yang
ada pada batu Ponari yang dianggap ajaib tersebut, orang-orang yang berobat sebenarnya
tersugesti dengan kata-kata aku pasti sembuh kalau nimum air dari batu Ponari itu. Sehingga
dari sugesti itu mereka menjadi sembuh. Percayalah kesembuhan yang bukan berasal dari Tuhan
Allah itu bukanlah kesembuhan yang sejati. Saat itu memang sembuh tapi kita tidak tahu apa
yang terjadi akibat dari pengobatan itu. Jika ditelusuri, batu Ponari atau batu lainnya yang berada
di bumi adalah termasuk dalam ciptaan Tuhan juga. Maka Tuhanlah yang lebih berkuasa atas
benda-benda yang ada di dalam bumi bahkan langit.
Kita dapat menganggumi apa yang telah diciptakan Allah seperti uniknya bentuk pohon,
batu atau bahkan kuil-kuil yang dibuat manusia. Tapi ketika kita mulai tergila-gila akan bendabenda tersebut, ingatlah dengan pertanyaan ini : Siapakah yang telah menjadikan bumi dan
segala isinya? Jika kita selalu mengingatkan diri kita sendiri dengan pertanyaan tersebut, yakin
dan percaya kita tidak akan menomorduakan Tuhan dengan benda-benda yang tidak kekal
tersebut. Ingatlah juga bahwa Tuhan tidak diam dalam kuil-kuil buatan tangan manusia. Yakinlah
bahwa Tuhan akan terus ada di dalam hati kita. Yakin dan serahkan semua proses yang harus kita
lalui hanya dalam nama Tuhan kita Yesus Kristus.
Doa:
Tuhan bimbinglah aku dalam setiap perkara dan pergumulan yang aku miliki. Ajar aku tetap
yakin atas setiap proses yang harus aku tempus bersamaMu. Amin.

Dwi Iga Luhsasi

KASIH IBU TAK TERHINGGA SEPANJANG MASA, KASIH ALLAH KEKAL


SELAMA-LAMANYA
(Mazmur 136 : 5)
Kasih ibu kepada beta
Tak terhingga sepanjang masa
Hanya memberi tak harap kembali
Bagai sang surya menyinari dunia
Satu lagu yang sering kita dengarkan dan bahkan kita nyanyikan waktu kita kecil dulu.
Ibu yang pertama kali kita kenal waktu kecil yang mau berkorban tenaga, waktu, dan segalanya
demi membesarkan kita. Ketika kita sakit, ibu yang merawat kita hingga sembuh dan ceria.
Ketika kita sedih, ibu yang menghibur dan menenangkan kita. Bahkan ketika kita sudah beranjak
dewasa dan mulai membangkang karena kita merasa pemikiran kita sudah berbeda dengan
pemikiran ibu kitapun ibu masih tetap ada dikala kita merasa terjatuh. Seperti lirik lagu
sebelumnya yang menggambarkan betapa besar kasih yang telah diberikan oleh seorang ibu
kepada anaknya. Sehingga diibaratkan sebagai surya yang tak pernah berhenti menyinari dunia
ini. begitu pula kasih ibu kepada anaknya.
Seperti halnya ibu yang menyayangi anaknya, begitu pula Allah menyayangi anakanaknya yang ada di dunia ini. Allah sebagai ayah yang bijaksana ketika kita melakukan
kesalahan dan sebagai ibu yang mengasihi serta menuntun kita disetiap langkah kita. Tentu aja
tidak semua dari kita memiliki pengalaman yang indah dengan keluarga yang kita miliki. Ada
kita yang hadir di dalam keluarga yangbercerai, tidak harmonis, atau yang lainnya. Namun satu
hal yang perlu kita sadari bahwa Allah tidak menganaktirikan kita yang notabene tidak memiliki
keluarga yang baik di dunia ini. Allah ingin kita ditempa seperti sebuah guci dari tanah liat.
Dibakar dan dijemur sehingga menjadi sebuah guci yang bagus. Layaknya guci tersebut, kita
dapat menjadi lebih kuat ketika kita diberi banyak tantangan dan rintangan. Allah
memberikannya karena Allah sendiri yakin bahwa kita dapat melewatinya. Jika Allah yakin,
mengapa kita tidak? Begitu pula dengan kita yang berasal dari keluarga yang harmonis. Kita
tidak hanya cukup untuk menerima kebahagiaan dari keluarga kita namun kita perlu untuk
membagikan kebahagiaan itu kepada sesame kita yang kurang mampu.
Berdasarkan cerita sebelumnya, kita disadarkan bahwa kita sebagai ciptaan Allah harus
terus mengingat bahwa kasih Allah itu setia untuk selama-lamanya. Apakah kita masih merasa
hari-hari kita tidak ada yang spesial? Atau tidak ada berkat yang kita rasakan dari Allah? Satu hal
kasih setia yang selalu Allah berikan bagi kita yaitu nafas yang masih kita miliki smapai saat ini.
Alam dan segala isinya yang masih bisa kita tinggali. Kepada Allah yang telah menjadikan langit
dengan kebijaksanaan, untuk selama-lamanya kasih setia Allah kepada kita anak-anakNya.
Doa:
Ya Tuhan, Terima kasih atas segala berkat yang Engkau berikan padaku hari lepas hari. Amin.

Dwi Iga Luhsasi

BERPIKIR MATANG SEBELUM BERTINDAK


(II Tawarikh 19: 9)

Ada sebuah sekolah yang sedang mengadakan ujian. Jono, salah seorang yang mengikuti ujian
merasa cemas dan panik karena dia tidak belajar dengan maksimal sebelumnya. Dia tengok
kanan kirinya, tapi yang dilihatnya adalah teman-temannya yang sedang asik mengerjakan soal.
Dia sendiri takut dimarahi orang tuanya jika mendapatkan nilai jelek karena tidak belajar. Yah,
namanya kepepet, dia mengeluarkan jurusnya. Diambilnyalah buku materi yang ada di lacinya.
Dibuka-bukanya sambil tengok kanan kiri untuk mengawasi. Begitu ada kesempatan, dia
langsung mencontek. Beberapa kali hal itu dilakukannya sampai pada akhirnya gurunya
mendapati dia mencontek. Jono pun ditegur dan langsung mendapatkan nilai 0. Dalam hatinya
Duh, bisa berabe nih.
Ilustrasi tersebut merupakan sebagian kecil dari kasus yang sering dialami manakala kita
bertindak tanpa berpikir panjang terlebih dahulu. Seringkali, dikedaan genting, kita bertindak
berdasarkan naluri kita tanpa melibatkan Tuhan di dalamnya. Padahal, ayat ini menegaskan
kepada kita untuk bertindak dengan takut akan Tuhan dengan setia dan tulus hati. Beberapa
keputusan sepihak yang tidak dilandaskan dengan rasa takut akan Tuhan seringkali berbuah tidak
menyenangkan. Mungkin kita pikir itu adalah tindakan yang tepat, tapi Tuhan berkata lain.
Melalui ilustrasi dan ulasan ayat di atas, kita diajak untuk melakukan segala sesuatu dengan
mempertimbangkan ketakutan kita kepada Tuhan. Bukan berarti takut lalu kita tidak jadi
melakukan, namun takut yang dimaksud di sini adalah melibatkan Tuhan dalam tiap tindakan
kita. Sudahkan saudara melandaskan perilaku dan kegiatan saudara dengan rasa takut akan
Tuhan?
Doa :
Ya Tuhan, bimbing aku agar aku selalu takut akan Engkau dalam tiap tindakan yang aku
lakukan. Amin.

TAKUT, SEMBAH, DAN MULIAKAN TUHAN


(Wahyu 14: 7)

Dwi Iga Luhsasi

Membaca ayat ini, teringat sebuah perikop cerita alkitab yang berisi Herodes mati karena
ditampar malaikat ketika rakyatnya berseru bahwa suara Herodes adalah suara Tuhan. Bisa jadi
ini merupakan salah satu kasus pencemaran nama Tuhan karena Tuhan disamakan dengan
Herodes. Kalau boleh diilustasikan, mungkin marahnya malaikat saat itu adalah seperti ini:
Siapa kamu, bisa-bisanya omongan yang keluar dari mulutmu disebut suara Tuhan. Jelas-jelas
kamu cuma manusia biasa. Ini adalah ganjaran karena kamu menghina Tuhan. PLAAAK!
Herodespun tersungkur dan mati di hadapan rakyatnya.
Tidak hanya di era Herodes, era sekarangpun masih banyak orang yang menyembah sesuatu
yang lain yang jelas-jelas bertentangan dengan ajaran dari kitab Wahyu 14: 7. Demi
mendapatkan kekayaan, seseorang rela melakukan ritual-ritual khusus dan menyembah berhala.
Sampai-sampi muncul banyak aliran yang menyimpang dari ajaran Tuhan Yesus. Padahal sudah
jelas-jelas ayat ini mengatakan bahwa Dia yang telah menjadikan langit, bumi, dan semua isinya,
ya harusnya Tuhan to yang disembah bukan yang lain.
Melalui ayat ini, kita diajarkan untuk senantiasa takut dan memuliakan Tuhan dalam kehidupan
kita baik dalam keadaan susah maupun senang. Kita juga senantiasa menyembah Tuhan karena
Dialah yang memberikan kita kehidupan sampai sekarang ini. Hanya Tuhan saja yang patut
ditakuti, disembah, dan dipermuliakan dalam kehidupan kita. Sudahkan saudara memuliakan
Tuhan dalam kehidupan saudara?
Doa :
Tuhan, kami datang menyembahMu untuk mengucapkan syukur karena Engkau telah
memberikan kami kehidupan. Amin.

Anda mungkin juga menyukai